KlipGar 12.docx

download KlipGar 12.docx

of 6

Transcript of KlipGar 12.docx

http://www.persembahanku.com/artikel/liputan/indonesia.mampu.swasembada.garam.jika.mau/26Indonesia Mampu Swasembada Garam Jika Mau17 Apr 2012 Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu pengimpor garam. Hal itu sangat ironis jika melihat limpahan sumber daya alam di Indonesia. Sayangnya, kemalasan kita untuk mengolahnya menjadi barang yang bernilai tambah membuat kita lebih suka mengimpor garam itu, meski sebenarnya kita mampu memroduksi sendiri.Ketua Yayasan Pemberdayaan Garam Rakyat, Fadel Muhammad menilai, impor garam merupakan suatu fenomena ekonomi rente yang telah sangat dalam memasuki kedaulatan ekonomi Indonesia. "Inilah yang menjadikan keprihatinan kita bersama betapa kita harus bersusah payah meyakinkan kepada semua pihak bahwa kita mampu berswasembada garam jika mau," ujar Fadel dalam peluncuran Yayasan Pemberdayaan Garam Rakyat (YPGR), Kamis (12/4/2012). Fadel mengibaratkan garam sebagai 'The Last Sanctuary' kedaulatan ekonomi Indonesia. Terkait data kebutuhan garam nasional, Fadel menyampaikan estimasi dari 3 kementerian semuanya berbeda. Selisih angka kebutuhan garam yang dilansir ketiga kementerian tersebut juga cukup signifikan. Menurut estimasi Kementerian Kelautan dan Perikanan kebutuhan garam nasional 2011 mencapai 2,9 juta ton. Sementara Kementerian Perindustrian memperkirakan kebutuhan garam yaitu sebesar 3,15 juta ton, terdiri atas 1,38 juta ton garam untuk konsumsi dan 1,77 juta ton garam untuk industri. Data berbeda disampaikan Kementerian Perdagangan yakni bisnis garam industri mencapai 3,4 juta ton dimana 1,8 juta ton di antaranya adalah garam industri dan sisanya sebesar 1,6 juta ton adalah garam konsumsi. "Jika data kebutuhan garam versi Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai proxy kebutuhan garam nasional 2011 yaitu 2,9 juta ton maka terjadi selisih angka sebesar 250 ribu ton sampai dengan 500 ribu ton," jelas Fadel. Selisih angka itulah yang kemudian dijadikan dalih untuk mengimpor garam meski sebenarnya jika diproduksi di dalam negeri lebih ekonomis dan berkualitas. Padahal menurut Fadel, fenomena impor garam adalah sebuah potret dari pratek ekonomi jalan pintas atau ekonomi rente dan sikap pragmatis jangka pendek.Fadel meyakini sebenarnya produksi garam nasional bisa terus tumbuh. Pada tahun 2011, data menunjukkan terjadinya peningkatan produksi garam nasional melalui program PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) menjadi 1,1 juta ton, dibandingkan tahun 2010 yang hanya 26,3 ribu ton. Peningkatan program PUGAR ini bisa menutup turunnya produksi dari PT Garam dari tahun ke tahun. Program revitalisasi garam rakyat melalui pendekatan petambak garam juga diharapkan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas garam nasional. Dengan introduksi teknologi modern diharapkan dapat menghasilkan 80 ton garam per hektar per musim.Perkiraan produksi garam Nasional mencapai melalui program PUGAR dan PT Garam dapat menghasilkan 2.183.760 ton garam. Jika lahan potensial dapat dijadikan lahan garam produktif maka akan dihasilkan 4.593.440 ton garam. "Setelah mencermati konstelasi pergaraman nasional, kami berharap mata dan hati Bapak/Ibu menjadi terbuka dan muncul pandangan dan pemikiran yang jernih untuk membenahi 'pergaraman nasional' yang merupakan suatu potret dari sebuah dampak pergulatan antara kuasa modal dengan ekonomi akar rumput," urai Fadel.Kekalahan ekonomi akar rumput yang digeluti oleh sebagian besar rakyat Indonesia secara pelan namun pasati akan mengikis daya kewirausahaan masyarakat yang pada akhirnya akan mencampakkan mereka menjadi masyarakat marginal. "Jika kita saling percaya dan bahu membahu menguatkan ekonomi akar rumput dan membuat rambu-rambu yang membatasi keserakahan kuasa modal niscaya 'AMANAT KONSTITUSI' dapat diimplementasikan," tambah Fadel.http://www.persembahanku.com/artikel/gagasan/mengapa.impor.garam/24Mengapa Impor Garam?15 Apr 2012 Indonesia memiliki pantai yang luas, sehingga seharusnya mampu menghasilkan garam yang banyak dan berkualitas, namun tidak untuk saat ini, kita belum mampu. Indonesia masih mengimpor garam untuk jenis garam industri, yaitu yang digunakan sebagai bahan baku atau katalis dalam berbagai jenis industri (misal: penyamakan kulit hewan, tekstil, dan kosmetik). Tentu saja untuk keperluan industri dibutuhkan garam berkualitas, namun Indonesia belum bisa memenuhi permintaan pasar untuk yang satu ini. Kemampuan petani garam Indonesia sebagian besar baru sebatas untuk garam konsumsi (garam dapur) yang kebanyakan berada di kualitas ke-3.Selain permasalahan atas kualitas garam, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dedi Saleh mengungkapkan kebijakan impor garam yang mereka terapkan disebabkan juga karena produksi dalam negeri yang tidak mencukupi. Ia mengungkapkan, pada tahun 2010 lalu, panen garam tidak bagus sehingga keran impor akhirnya dibuka. Dedi menambahkan, pihaknya akan benar-benar mengurangi izin impor atau bahkan menutup keran impor garam asalkan kebutuhan garam dalam negeri benar-benar sudah dapat dicukupi. Namun, semua pihak terkait juga perlu memberikan data yang benar agar tidak merugikan konsumen dalam negeri.Untuk menghadapi kendala ini, salah satu solusi yang akan segera dicanangkan adalah penggunaan suatu formula hasil temuan oleh Hasan Achmad Sujono, mantan seorang PNS Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang dapat meningkatkan kualitas garam Indonesia dan disebut dengan nama Ramsol (Garam Solusi). Semoga saja suatu saat nanti berkat temuan beliau, Ramsol dapat memajukan industri garam rakyat setara dengan garam kelas industri di luar negeri, sehingga kita tidak perlu lagi mengimpor garam.http://www.bisnis.com/articles/impor-garam-konsumsi-terlalu-dini-kalau-ada-yang-bilang-tidak-perluIMPOR GARAM KONSUMSI: Terlalu dini kalau ada yang bilang tidak perlu Raydion Minggu, 12 Februari 2012 | 10:20 WIB JAKARTA: Kementerian Perdagangan menyatakan masih terlalu dini jika impor garam konsumsi dinilai tidak perlu.Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Deddy Saleh mengatakan kebijakan impor garam konsumsi ditentukan oleh kementeriannya. "Perlu dicatat, yang menentukan impor atau tidak [terkait garam konsumsi] adalah Kemendag. Kalau dia [Kementerian Kelautan dan Perikanan] usul boleh saja. Sampai saat ini belum ada yang fix mengenai jumlah impor garam," paparnya akhir pekan lalu.

Dia mengatakan menurut perhitungan dari Kemendag, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Koordinator Perekonomian, selama 5 bulan ke depan akan terjadi kekurangan garam konsumsi hingga 700.000 ton. "Stok garam hanya cukup sampai bulan ini saja. Minggu depan akan dirapatkan lagi di Kantor Kemenko Perekonomian mengenai impor garam," paparnya.

Deddy mengungkapkan pemerintah sudah berulang kali melakukan rapat mengenai impor namun belum diputuskan tentang volume impor.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo menegaskan bahwa pada tahun ini tidak perlu dilakukan impor garam karena konsumsi sebesar 1,5 juta ton dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. "Untuk garam konsumsi, Indonesia bisa swasembada karena kebutuhan 1,5 juta ton bisa dipenuhi sendiri," jelasnya.

Sementara itu, lanjut Sharif, kebutuhan garam industri sebanyak 1,8 juta ton masih harus dipenuhi dari impor.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan memang ada perbedaan data terkait dengan garam nasional, dan harus disikapi dengan segera sehingga tidak menimbulkan kebingungan. "Saya akan melakukan kesepakatan dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Pusat Statistik, supaya kalau ada data keluar dari pemerintah, itu sumbernya satu. Jangan ada versi A, B, C, D. Itu bikin orang bingung," paparnya.

Dia mengakui timbul kesimpangsiurang yang ada di pemerintah, sehingga ke depannya perlu ada satu data yang pasti dan bisa digunakan sebagai rujukan mengenai perlu atau tidaknya impor garam. "Kalau ada data menunjukkan kita butuh impor, akan dilakukan impor. Tapi kalau tidak butuh impor, kita tidak akan impor. Simpel," jelas mendag.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Erik Satrya Wardhana juga pernah mengatakan bahwa pemerintah tidak konsisten terkait pernyataan mengenai impor garam. "Tahun lalu, pemerintah mengatakan tidak akan impor garam. Tapi sekarang mengatakan mau impor garam, karena ada kekurangan sebelum panen pada Agustus. Ini perlu dihitung betul," jelasnya.

Di samping data dari Kemendag dan KKP, terdapat juga versi Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia yang menyatakan kebutuhan garam nasional tahun ini mencapai 3,1 juta ton, terdiri dari 1,6 juta ton garam industri dan 1,4 juta ton garam konsumsi.(api)http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7393/Komisi-IV-DPR-Kemendag-Jangan-Gegabah/?category_id=58Komisi IV DPR Kemendag Jangan GegabahJAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) diminta bersikap hati-hati dalam menetapkan kebijakan impor garam konsumsi. Sebab, pemerintah belum memastikan berapa volume stok garam konsumsi dalam negeri yang kini beredar. Di tengah ketidakpastian data stok garam, Kemendag justru berniat menerbitkan izin impor. "Data tentang stok garam konsumsi jelas tidak valid. Tetapi, Kemendag berani menerbitkan izin. Ini memperlihatkan sikap yang gegabah," kata Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar di Jakarta, Rabu (29/2).

Sebelumnya,. DirjenPerdagangan Luar Negeri Kemendag Dedy Saleh mengatakan, stok garam konsumsi dalam negeri kini hanya tercatat 310 ribu ton. Volume tersebut diprediksi hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional hingga pertengahan Maret tahun ini. Sejak Maret hingga awal musim panen garam Agustus 2012, Indonesia dipastikan kekosongan garam konsumsi. Dengan demikian, kata Dedy, Kemendag segera menerbitkanian impor. "Kami harus pastikan bahwa garam konsumsi tersedia agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Impor menjadi solusi," tegas Dedy, belum lama ini. Keterangan Dedy Saleh jelas berbeda dengan penegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo terkait stok garam konsumsi dalam negeri. Menurut Sharif, stok garam konsumsi dalam negeri kini masih cukup. Sebab, realisasi produksi garam konsumsi tahun lalu tercatat 12 juta ton. Pada saat yang sama total konsumsi nasional 2012,1,5 juta ton. Itu berarti, stok garam konsumsi kini masih tersedia. Apalagi, musim panen tahun ini dimulai awal Agustus. Keterangan Dedy mengacu survei yang dilakukan Sucofindo. Sementara data KKP mengacu keterangan Dinas Kelautan dan Perikanan dari masing-masing daerah. Perbedaan versi stok garam dua kementerian ini berakibat pada kebijakan impor garam menjadi simpang siur.

Tim AuditMenteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo mene-gaskan, akibat kesimpangsiuran data garam empat kementerian akhirnya berkoordinasi dan sepakat menunda impor garam. Penundaan bertujuan untuk memastikan volume stok garam dalam negeri yang kini masih beredar. Empat kementerian bersama Badan Pusat Statistik (BPS) segera mendata garam rakyat dua minggu ke depan, sejak 1 Maret 2012. "Sebelum impor harus dipastikan dutu berapa persis volume garam rakyat yang masih beredar. Jadi, impor benar-benar untuk mengisi kekurangan jikalau pendataan membuktikan bahwa stok garam lokal kosong," kata kata Sharif (Investor Daily 29/2).

Sharif mengaku, pihaknya sama sekali tidak merekomendasikan impor garam. Kebijakan impor merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Data tentang stok garam dalam negeri yang tidak valid membuat kebijakan tentang impor garam simpang siur. Kemendag dan Kemenperin, kata Sharif, menghendaki impor sedangkan KKP menolak impor. "Kami selalu me-negaskan bahwa impor garam bukan solusi. Tetapi, keputusan tentang impor melibatkan banyak pihak, KKP tidak berdaya," tegas Sharif.

Menurut Sharif, keputusan tentang pendataan garam dalam dua minggu ke depan diperoleh dalam rapat koordinasi. Rapat itu melibatkan Kemendag, Kemen-prind, KKP, dan Menko Perekonomian. Empat kementerian ini akhirnya sepakat menggandeng BPS mendata stok garam sebelum keputusan) impor benar-benar dilakukan akhir Maret atau awal April mendatang. "Jika selama pendataan stok garam rakyat masih banyak, maka semua importir dan PT garam wajib membeli garam-garam itu," tegas Sharif.

Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP Sudirman Saad menegaskan, harga beli garam rakyat berdasarkan harga penetapan pemerintah. Garam kualitas 1 (kw 1) Rp 750 per kg, dan kualitas 2 (kw 2) Rp 550 per kg.

Menurut Sudirman, KKP tetap menargetkan peningkatan produksi garam konsumsitahun ini. Sejumlah tambak rakyat seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT) segera diberdayakan. Untuk meningkatkan produksi garam KKP menganggarkan dana Rp 106 miliar. "Dari anggaran tersebut sekitar Rp 84 miliar dialokasikan untuk bantuan langsung masyarakat (BLM) sepertipengadaan sarana dan prasarana produksi petambak garam," kata Sudirman. Tahun ini KKP menargetkan produksi garam konsumsi 1,3 juta ton, didukung program ekstensifikasi lahan seluas 16.500 hektare. Program Pugar juga menjangkau 29 ribu petambak garam. Menurut Rofi Munawar, Ke-mendag harus menunggu hasil audit empat kementerian dan BPS. Data dari audit itu baru boleh dipakai Kemendag dalam menetapkan izin impor garam konsumsi. "Impor yang (idak didasarkan pada data yang valid, akan berdampak pada petambak" lokal. Harga garam mereka akan anjlok," papar Rofi.Qjr/ina)

Bahas Proyek KehutananMenteri Kehutanan Zulkifli Hasan (kanan) bersama Wakil Menteri PU Hermato Dardak menjawab pertanyaan saat rapat kerja bersama Komisi VII DPR yang membahas proyek kehutanan di Jakarta, Rabu (29/2). Dalam rapat tersebut juga dibahas aspek hukum pembukaan serta pemanfaatan lahan kehutanan, sehingga tidak terjadi lagi konflik lahan seperti yang terjadi baru-baru ini.Sumber : Investor Daily 01 Maret 2012, hal. 7 http://regional.kompasiana.com/2012/09/12/impor-garam-saat-panen-garam-492294.htmlA. Dardiri ZubairiImpor Garam Saat Panen GaramREP | 12 September 2012 | 14:16 Dibaca: 194 Komentar: 9 2 aktual Nasib petani garam sungguh seasin garam. Jika tahun lalu petani garam gagal panen karena anomaly cuaca, tahun ini panen sukses tapi harga garam merosot tajam. Penyebabnya, kebijakan pemerintah memberikan ijin kepada importir garam menjadikan harga garam lokal jauh di bawah harga pokok penjualan [HPH]. Sekali lagi nilah bukti bahwa pemerintah telah mendhalimi rakyatnya sendiri. Kebijakan impor ini memukul petani garam di Jawa Timur, terutama Madura sebagai lumbung garam terbesar di Indonesia. Madura yang memiliki 4 kabupaten memiliki lahan garam sekitar 7.900 hektare. Masing-masing Sampang 4.200 hektare, Sumenep 2.200 hektare, Pamekasan 1.200 hektare, dan Bangkalan 300 hektare. Total di Jatim ada sekitar 35 ribu petani garam yang tersebar di Madura, Surabaya, Gersik, Lamongan, Pasuruan, Probolinggo, dan Tuban [Jawa Pos, 11/10]. Soal impor garam pemprop Jatim memang membuat aturan yang melarang impor garam 2 bulan sebelum panen hingga 2 bulan paska panen, ketika garam local seluruhnya terjual. Tetapi aturan ini disiasati oleh pengusaha dengan mengimpor garam jauh sebelum waktu yang diatur, kemudian dilepas ke pasar ketika masa panen. Akibatnya, harga garam local terpuruk. HA Pandji Taufik, ketua Asosiasi Petani Garam Nusantara [APEKNU] yang kebetulan asli Sumenepketika saya hubungi via telpon menjelaskan bahwa dalam kebijakan impor garam seperti ada sendikat antara pengusaha dan birokrasi. Akibatnya, petani garamlah yang paling dirugikan. Sebagian lahan garam di kabupaten Sumenep ada di kecamatan saya, tepatnya di desa Gersik Putih, sekitar 7 km ke arah selatan dari desa saya. Haris, salah seorang teman saya yang menjadi petani garam, ketika saya hubungi melalui telpon menjelaskan bahwa harga garam memang anjlok. HPH garam kualitas satu [KW 1] sebesar 750 ribu/ton, harga jual di lapangan 450 ribu/ton, HPH garam KW 2 650 ribu/ton, di lapangan cuma 250 ribu/ton.Negara Tegas DongMemang data resmi menyebutkan bahwa rasio kebutuhan garam nasional dengan hasil produksi nasional tidak sebanding. Secara nasional kebutuhan garam mencapai 3.251.691 ton. Sementara produksi garam nasional hanya 1.113.118 ton. Untuk memenuhi kekurangan harus impor yang besarnya mencapai 2.615.200 ton [pidato menteri kelautan di Kongres Garam Rakyat, Bangkalan, Juli 2012]Meski harus impor, seharusnya pemerintah tegas mengaturnya. Sampai detik ini pemerintah pusat tidak memiliki aturan yang jelas soal impor garam, mungkin juga komoditi lainnya. Hanya pemprop Jatim yang memiliki meski aturannya masih bisa disiasati oleh sindikat garam. Seperti kasus tahun ini, justru impor garam terjadi saat petani garam sedang panen. Seharusnya pemerintah mengatur secara tegas dengan membolehkan impor garam setelah semua garam local terjual. Dan impor garam hanya untuk menutupi kekurangan kebutuhan garam nasional. Di samping itu, pemerintah juga harus tegas mengawal harga dasar garam yang sudah ditentukan. Sayangnya, pemerintah lembek. Negara ini seolah ringan saja dipermainkan segelintir orang yang justru jelas-jelas mendhalimi saudaranya sendiri.Dengan luas pantai terbesar kedua di dunia, menjadi memilukan ketika garam saja harus impor. Jika kerja pemerintah seperti ini, niat tahun 2015 untuk bisa swasembada garam hanya utopia belaka. Saatnya sekarang kebijakan impor dihentikan, sebelum garam local seluruhnya habis terbeli. Kawal harga dasar garam local, sehingga petani garam bisa tersenyum dan tak seasin garamnya. Petani garam butuh Negara menyapa.Sumenep | 12 september 2012 http://www.merdeka.com/uang/haruskah-impor-garam-1-keluh-kesah-para-petani.htmlHaruskah Impor Garam? (1): Keluh kesah para petaniReporter : Moch. Andriansyah Rabu, 29 Februari 2012 12:54:31 Di bawah topi jerami, Raisah (52) dan sebagian besar penduduk Barengan, Sumenep, Madura, Jawa Timur, setiap hari menyisir garis pantai. Teriknya matahari tidak menghentikan langkah Raisah untuk terus bekerja. Dia adalah satu dari 60 persen masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir pantai dan menggantungkan hidup dari asinnya air laut.

Siang itu, saat ditemui merdeka.com, Raisah yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani garam di kawasan Romo Kalisari, Tambak Osowilangun, tidak segan berkeluh kesah. Secara jujur Raisah mengungkapkan bahwa dia tengah membayangkan nasibnya jika garam impor dari Australia dan India masuk ke Indonesia. Raisah dan buruh tani garam lainnya tidak banyak memahami mengenai kebijakan tersebut. Yang dia tahu, keputusan pemerintah mengimpor garam dari negara lain, akan mengancam kehidupannya dan petani garam lainnya.

Kedatangan garam impor seperti pepatah yang berbunyi ibarat menggarami air laut atau pekerjaan yang sia-sia. Hasil panen yang kami capai pasti sia-sia, kata Raisah dengan logat Madura yang sangat kental.

Musim panen merupakan saat yang selalu ditunggu, meskipun perempuan yang bersama suaminya menggarap tambak garam milik Haji Nul, warga Sememi, Surabaya ini hanya mendapat upah 30 persen dari hasil panen. Namun, saat ini musim panen tidak lagi ditunggu-tunggu. Dia bercerita, hasil panen garam tidak lagi membawa berkah bagi keluarganya. Sebab, meskipun hasil panen melimpah, garam yang beredar di pasaran lebih banyak didominasi garam impor.

Rencana pemerintah mendatangkan sekitar 500.000 ton garam impor semakin membuat Raisah dan petani garam lainnya terpukul. Harga garam nasional yang diambil dari kekayaan negeri bahari ini, dipastikan anjlok dan kalah bersaing dengan garam impor dari Australia atau India yang berkadar kualitas tinggi dengan NaCl minimum 97 persen, jauh lebih tinggi dari kadar NaCl garam nasional yang hanya 80 persen. Apalagi, kalau ada banyak garam impor yang nanti ada di pasaran, garam di sini (lokal) tambah tidak ada harganya, keluhnya.

Keluhan Raisah mewakili suara hati dan kegelisahan masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidup sehari-hari dari kekayaan alam Indonesia. Keluhan ini juga menggambarkan, masih ada kelompok masyarakat yang tidak bisa menerima kebijakan impor garam melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.20/M-DAG/PER/9/2005 Jo Permendag 44/M-DAG/PER/10/2007 yang dikeluarkan dengan alasan untuk memenuhi tingginya kebutuhan garam konsumsi dan garam industri di dalam negeri.

Terlebih, bagi mereka yang sehari-hari bersentuhan langsung dengan asinnya air laut yang diproses evaporasi atau penguapan air laut dalam kolam penampungan untuk menghasilkan garam untuk kebutuhan dalam negeri. Sulit untuk bisa menerima kebijakan ini manakala menyaksikan besarnya potensi garam di negeri ini yang diyakini bisa menjawab kekhawatiran pemerintah akan kekurangan pasokan garam bagi kebutuhan dalam negeri.

5