Klaster industri dan aglomerasi
of 41
/41
-
Author
himpunan-mahasiswa-planologi-its -
Category
Economy & Finance
-
view
455 -
download
11
Embed Size (px)
Transcript of Klaster industri dan aglomerasi
- 1. MAKALAH KELOMPOK EKONOMI WILAYAH KLASTER INDUSTRI DAN AGLOMERASI Nama Anggota Kelompok : 1. Eka Sulis Styowati (3612100006) 2. Hesty Ristiani Putri (3612100007) 3. Rizky Cholik Z. (3612100008) 4. Amelia Puspasari (3612100019) 5. Hera Windy W. (3612100023) Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015
- 2. ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Klaster Industri dan Aglomerasi Industri. Makalah ini disusun dengan tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ekonomi Wilayah. Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer. Reg selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekonomi Wilayah. 2. Vely K. Siswanto ST. MT. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah Ekonomi Wilayah. 3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya. Surabaya , April 2015 Penulis
- 3. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 2 1.3 Sistematika Penulisan....................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3 2.1 Pengertian Klaster ............................................................................................................ 3 2.2.1 Konsepsi Klaster ....................................................................................................... 4 2.2.2 Karakteristik Pendekatan Klaster.............................................................................. 4 2.2.3 Pengertian Klaster Industri........................................................................................ 6 2.2.4 Ciri-ciri Klaster Industri............................................................................................ 7 2.2.5 Manfaat Klaster Industri ........................................................................................... 8 2.2.6 Pelaku Klaster Industri.............................................................................................. 9 2.2.7 Strategi Klaster Industri ............................................................................................ 9 2.2.8 Pola Klaster Industri................................................................................................ 11 2.2 Pengertian Aglomerasi................................................................................................... 12 2.2.1 Teori Aglomerasi Industri....................................................................................... 13 2.2.2 Manfaat Aglomerasi Industri .................................................................................. 17 2.2.3 Faktor Penyebab Aglomerasi Industri .................................................................... 17 BAB III STUDI KASUS .............................................................................................................. 19 3.1 Studi kasus Klaster dan Aglomerasi Industri................................................................. 19 BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................... 24 4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 24
- 4. iii DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25
- 5. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan klaster industri digambarkan sebagai suatu siklus hidup klaster industri. Siklus hidup klaster merupakan sesuatu hal yang mulai menjadi prioritas untuk dipelajari saat ini (Bergman, 2008). Semenjak tahun 1998 hingga sekarang, telah banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari dinamika klaster dengan tujuan mencari bagaimana bentuk siklus hidup klaster (Maskell & Kebir, 2005). Penelitian tersebut dilakukan untuk melakukan identifikasi karakteristik serta kebijakan dan strategi yang diberikan dalam tiap tahapan perkembangan klaster. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mempelajari kondisi nyata yang terjadi pada klaster yang telah dikembangkan. Hal itu dilakukan untuk menjawab mengapa klaster-klaster dengan kondisi awal yang sama ketika terbentuk, tetapi hasil perkembangannya dapat jauh berbeda (Bergman, 2008). Kemungkinan hasil perkembangan yang dapat terjadi yaitu terdapat klaster yang berkembang dengan pesat sedangkan lainnya justru mengalami penurunan kinerja bahkan dapat mengalami kegagalan. Penelitian untuk mengidentifikasi siklus hidup klaster telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda ((Swann, 2002); (Brenner, 2004); (Maskell & Kebir, 2005); (Bergman, 2008); (Menzel & Fornahl, 2009)). Brenner (2004) mengemukakan teori klaster serta teori siklus hidup klaster secara lengkap setelah melakukan identifikasi menyeluruh pada keseluruhan tahapan siklus hidup mulai dari entry, exit dan growth. Penelitian tersebut disempurnakan oleh Menzel (2009). Dalam penelitiannya, Menzel (2009) menggunakan pendekatan knowledge-based dalam menganalisa siklus hidup klaster. Penelitian tersebut berhasil menemukan penjelasan mengapa siklus hidup klaster berbeda dengan siklus hidup industri serta menemukan kemungkinan adanya tahap renewal setelah klaster mengalami tahap decline atau lock-in. Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan tersebut menggunakan obyek yaitu spontaneus cluster yang berada pada negara maju. Sedangkan penelitian tentang siklus hidup pada government driven cluster (klaster inisiasi pemerintah) yang biasanya banyak terdapat pada negara berkembang, masih sedikit dilakukan.
- 6. 2 Telah diketahui bahwa klaster Industri di Indonesia secara dominan merupakan hasil inisiasi pemerintah (Depperin, 2008). Klaster industri telah menjadi suatu kebijakan pemerintah Indonesia dengan tujuan memperkuat struktur industri Indonesia semenjak tahun 2005 (Depperin, 2007). Tetapi dalam perkembangannya masih belum menunjukkan hasil positif yang signifikan memperkuat struktur industri.Dalam makalah ini penulis membahas tentang Klaster Industri dan Aglomerasi serta study kasus terkait Klaster dan Aglomerasi serta keterkaitan antara Klaster dan Aglomerasi dalam pengembangan ekonomi wilayah. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dari makalah yang berjudul Klaster Industri dan Aglomerasi Industri adalah sebagai berikut : 1) Menjelaskan pengertian dari klaster industri dan aglomerasi industri. 2) Menjelaskan faktor pembentuk, manfaat, pelaku, startegi, pola, ciri-ciri danri klaterindustri dan aglomerasi. 3) Menjelaskan tentang studi kasus terkait klaster industri dan aglomerasi. 1.3 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah yang berjudul Klaster Industri dan Aglomerasi Industri adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang yang menggambarkan Dasar- dasar Penentuan Lokasi Industri. Pada bab ini selain dijelaskan latar belakang juga terdapat tujuan dan sistematika penulisan yang membuat penyusunan makalah ini lebih terstruktur dan terperinci. BAB II PEMBAHASAN Merupakan bab tinjauan pustaka yang menjelaskan Analisis, faktor- faktor, Metode, Penentuan Lokasi Industri dan Pemilihan Lokasi Industri. BAB III STUDI KASUS Merupakan bab pembahasan yang berisi studi kasus yang dipilih, terdapat gambaran umum lokasi studi dan penerapannya menurut dasar-dasar Lokasi Industri. KESIMPULAN Bagian yang menyimpulkan dari semua bab telah dijelaskan.
- 7. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Klaster Menurut Porter (1998) Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan dan institusi yang saling berhubungan pada sektor tertentu. Mereka berhubungan karena kebersamaan dan saling melengkapi. Klaster mendorong industri untuk bersaing satu sama lain. Selain industri, klaster termasuk juga pemerintah dan industri yang memberikan dukungan pelayanan seperti pelatihan, pendidikan,informasi, penelitian dan dukungan teknologi. Sedangkan menurut Schmitz (1997) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasidan bekerja pada sektor yang sama. Sementara Enright, M,J, 1992 mendefinisikan klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang salingberkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu. Pengertian klaster (JICA, 2004) juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya. Perkembangan sarana transportasi dan telekomunikasi telah mengurangipentingnya kedekatan secara geografis, oleh karena itu batasan geografi menjadifleksibel tergantung dari kepentingannya, yaitu: 1) Merujuk dari segi usaha (business), klaster diidentifikasikan atas daerah yang luas di sepanjang pertalian-pertalian industri. Ini artinya bisa mencakup satu desa, kabupaten, provinsi bahkan lintas provinsi yang berkaitan 2) Sedangkan dipandang dari kepentingan pembangunan daerah, batasan 3) Geografis dipergunakan dalam konteks kontribusinya terhadap ekonomi 4) Daerah dan kesejahteraan penduduknya. Marshall, menekankan pentingnya tiga jenis penghematan eksternal yangmemunculkan sentra industri: (1) Konsentrasi pekerja trampil, (2) berdekatannyapara pemasok spesialis, dan (3) tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar memudahkanterjadinya penghematan dari sisi tenaga kerja. Lokasi para pemasok yangberdekatan menghasilkan penghematan akibat spesialisasi yang muncul dariterjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas danproses yang saling melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk
- 8. 4 memperolehpengetahuan terbukti meningkatkan penghematan akibat informasi dan komunikasimelalui proses bersama, penemuan dan perbaikan dalam mesin, proses danorganisasi secara umum. 2.2.1 Konsepsi Klaster Pandangan Porter mengenai klaster adalah hal yang paling banyak dikutip dalam kajian-kajian yang ditemukan. A consequence of the system of [diamond] determinants is that a nationscompetitive industries are not spread evenly through the economy but areconnected in what I term cluster consisting of industries related by links of variouskinds (Porter, 1990) Kendati Porter belum mendefinisikasi klaster secara jelas tetapi ia telahmenghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang diringkaskan dalam kata daya saing dengan klaster. Konsep ini muncul setelahia mengamati 16 klaster yang berperan penting dalam pembangunan ekonomidalam studinya tahun 1990 meskipun pada saat itu, dia belum memberikanpenekanan yang besar pada masalah klaster. The sources of locational competitive advantage in a nation (the diamond) Dia juga memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui : (1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamikmempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara. competitive advantage in advanced industries is increasingly determined bydifferential knowledge, skills and rates of innovation which are embodied in skilledpeople and organizational routines (Porter, 1990) Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola klaster, dimanahubungan antara bisnis (dan organisasi) seharusnya mendukung pencapaiancompetitive advantage. 2.2.2 Karakteristik Pendekatan Klaster Kendati definisi klaster dapat bermacam-macam, namun pengamatan menunjukkan beberapa karakteristik umum yang melekat pada konsep ini. Darisisi output, setidaknya ada 3 dimensi yang dapat diperhatikan:
- 9. 5 1) Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnyaberhubungan erat dengan innovasi dan adopsi praktik terbaik. 2) Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktifitas-aktifitas yangberhubungan (klaster automotive, klaster budaya, klaster bunga potong,dll). 3) Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klasterataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang, Sedangkan dari sisi dalam/pembentuk klaster, setidaknya ada 4 elemen yangdapat diperhatikan yaitu: 1) Menekankan pada interaksi antar perusahaan 2) Kombinasi sumberdaya dan kompetensi yang dikontrol oleh organisasi/perusahaan 3) Interaksi antar usaha dalam sistem pendukung institusi yang lebih luas 4) Konsentrasi spatial Dengan menggabungkan dimensi-dimensi ini, kita akan tiba pada kerangka yang memberikan definisi klaster sebagai berikut: Gambar 1 Definisi Umum dalam Pendekatan Klaster
- 10. 6 Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensiyang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu,dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melaluisebuah institusi bentukan bersama, yang mungkin juga dibentuk bersamaorganisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalamperekonomian global Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi tersebut: Interaksi antar perusahaan: Interaksi antar perusahaan dalam batas wilayah tertentu merupakan ciri dasar konsep klaster; Ciri ini membedakannya dari konsep global seperti sektor. We use the term cluster generally when describinglocational and transactional relationships between firms; sector when discussingindustry-targeted strategies and policies to enhance competitiveness (Rosenfeld,1995). Tetapi transaksi seperti apa yang penting? Pertama, pengklasteran dilihat dalamkonteks pergerakan barang secara fisik dan pertukaran jasa diantara perusahaan. Khususnya dalam manufaktur, klaster diartikan sebagai sistem saluran dari supplychain. Klaster telah diasosiasikan, secara khusus, dengan meningkatnyakebutuhan pada metode pengiriman just in time dalam insutri otomotif. Kendati demikian, bukti hubungan antara sistem logistik baru dengan kemunculan klasterspatial belumlah terlalu kuat (Sadler, 1994). JIT, tampak semakin terbatas padajenis komponen yang besar dengan nilai tambah yang kecil. Perhatian kemudian dialihkan dari dimensi aliran fisik kepada aspek-aspek manajemen rantai pasokandan pembelajaran antara perusahaan, yaitu hubungan dari material ke immaterial. Kajian lain diseputar analisis klaster tampak semakin menekankan pada upaya kolaborasi dan penciptaan saling kepercayaan sebagai salah satu kunci timbulnya daya saing. It is this hidden dimension of co-operation that helps give cluster theircompetitive advantage (Cooke, 1995). 2.2.3 Pengertian Klaster Industri Istilah klaster mempunyai pengertian kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi/bisnis, klaster industri yang mempunyai pengertian sebagai berikut :
- 11. 7 Klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan (commonalities) dan komplementaritas (Porter, 1990) Klaster merupakan jaringan produksi bagi perusahaan-perusahaan yang saling bergantung secara erat (termasuk agen yang terspesialisasi), agen penghasil pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga riset, perusahaan rekayasa), lembaga perantara (broker, konsultan), dan pelanggan yang terkait dalam mata rantai produksi peningkatan nilai tambah (Roelandt dan den Hertog, 1998) Konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri yang saling berkompetisi, komplementer/saling terkait yang melakukan bisnis satu dengan lainnya dan memiliki kebutuhan serupa akan kemampuan, teknologi, dan infrastruktur (Munnich Jr., et al. 1999) Kelompok industri dengan focal/core industri yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry (Deperindag, 2000) Gambar 2 Bagan Klaster 2.2.4 Ciri-ciri Klaster Industri Ciri-ciri klaster industri Lyon dan Atherton (dalam Tatang, 2008), berpendapat bahwa terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri, terlepas dari perbedaan struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu:
- 12. 8 1) Kebersamaan/Kesatuan (Commonality) yaitu bisnis-bisnis beroperasi dalam bidang- bidang serupa atau terkait satu dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama. 2) Konsentrasi (Concentration) yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis-bisnis yang dapat dan benar-benar melakukan interaksi. 3) Konektivitas (Connectivity) yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/bergantung (interconnected/linked) dengan beragam jenis hubungan yang berbeda. Porter (1990) mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga- lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan. Sedangkan menurut Tatang (2008), secara harfiah klaster sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi/bisnis, klaster industri (industrial cluster) merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus tertentu. Kemudian. Diperkuat oleh Deperindag, bahwa klaster sebagai Kelompok industri dengan core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry. 2.2.5 Manfaat Klaster Industri Manfaat klater industri bagi dunia usaha dan ekonomi di wilayah yang bersangkutan, diantaranya: 1) Meningkatkan keahlian pelaku melalui proses pembelajaran bersama antar perusahaan potensialyang ada dalam klaster 2) Perusahaan-perusahaan yang ada dalam klaster secara bersama-sama akan mendapatkan keahlian komplemen yang tidak akan didapatkan bila perusahaan-perusahaan tersebut bertindak sendiri 3) Setiap perusahaan yang ada di dalam klaster memperoleh potensi economic of scale dengan adanya spesialisasi produksi serta dengan adanya pasar bersama atau melalui pembelian bahan mentah bersama sehingga bisa mendapatkan diskon besar. 4) Memperkuat hubungan sosial dan hubungan informal lainnya yang dapat menumbuhkan penciptaan ide dan bisnis baru
- 13. 9 5) Memperbaiki arus informasi dalam klaster, misalnya memungkinkan penyedia finansial dalam menentukan pengusaha yang layak pinjam, dan bagi pelaku bisnis untuk mencari penyedia jasa yang baik 6) Membangun infrastruktur profesional, legal, finansial dan jasa spesialis lainnya. 2.2.6 Pelaku Klaster Industri Pelaku utama dalam pengembangan klaster adalah perusahaan-perusahaan yang terlibat. Perusahaan ini dikelompokkan menjadi (1) perusahaan yang bergerak dalam industri inti yaitu industri yang menjadi pemicu dan pendorong timbulnya usaha lain, serta (2) perusahaan yang tergolong dalam industri pendukung yang meliputi industri pemasok bahan baku, industri pelengkap, dan industri lanjutan dari industri inti. Penamaan istilah sebagai industri inti dan pendukung bukanlah berarti bahwa satu industri lebih berperan dan dominan dibandingkan industri lain, melainkan hanya merupakan posisi industri pada sistem klaster. Posisi ini bisa berubah pada konteks klaster yang berbeda. Namun, perusahaan bukanlah satu-satunya pelaku. Institusi pendidikan juga mempunyai peran penting sebagai katalisator dalam pengembangan klaster. Perguruan tinggi berperan dalam pendidikan dan menjadi pemain kunci dalam memajukan lembaga riset dan pengembangan suatu klaster. Pelaku lainnya adalah perantara finansial, seperti perusahaan modal usaha, asosiasi usaha yang bekerja untuk kepentingan usaha dan anggota, serta institusi layanan usaha dengan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kesemua lembaga ini dapat membantu memperkuat pengembangan klaster dan memainkan peran dalam pengembangannya. Terakhir adalah pemerintah lokal dan lembaga ekonomi lainnya yang berperan dalam memfasilitasi pengembangan klaster melalui intervensi kebijakan. 2.2.7 Strategi Klaster Industri Aspek kunci dalam strategi pengembangan klaster adalah mobilisasi, diagnosa, strategi kolaboratif, implementasi, dan penilaian. Klaster bersifat dinamis dan perkembangannya mempunyai siklus yang dapat dikenali. Siklus perkembangan klaster ditunjukkan secara sederhana melalui empat tahapan : Klaster embrio : Klaster pada tahapan awal perkembangan Klaster tumbuh : Klaster yang mempunyai ruang untuk perkembangan lebih lanjut Klaster dewasa : Klaster yang stabil atau akan sulit untuk lebih berkembang
- 14. 10 Klaster menurun : Klaster yang sudah mencapai puncak dan sedang mengalami penurunan. Klaster pada tahap ini sekali waktu mampu untuk menemukan kembali dirinya dan masuk ke dalam siklus perkembangan yang baru lagi Bagan 1 Siklus Perkembangan Klaster Dalam klaster embrio, pemerintah dan perantara dapat berarti penting dalam peningkatan kerjasama dan berperan sebagai broker informasi. Sedangkan pada klaster dewasa dan klaster menurun, peningkatan keterbukaan dan inovasi juga diperlukan untuk mencegah bahaya lock-in wilayah. Selain membantu menjaga daya saing klaster tradisional, peningkatan keterbukaan dan inovasi dapat menjadi titik awal kemajuan pengembangan industri baru. Proses memulai dan menjaga keberlangsungan klaster mempunyai karakter perekonomian yang berbeda. Memulai sebuah klaster harus meliputi: (1) membangun dasar industri atau teknologi dan (2) menemukan potensi kewirausahaan untuk dikembangkan. Kekuatan yang mendasari lahirnya sebuah klaster berbeda dengan kekuatan yang dibutuhkan untuk mengasuransikan keberlanjutan perkembangan klaster. Beberapa bentuk intervensi diperlukan di setiap tahapan siklus, namun intensitas dan cara penyampaiannya yang perlu penyesuaian. Setiap pelaku pengembangan klaster perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya sifat, tingkatan pengembangan, dan konteks pengaturan klaster. Hal ini dicapai melalui diagnosa yang baik melalui kerjasama dengan perusahaan dan institusi klaster. Selain itu, karakteristik lokasi dimana klaster itu berada juga perlu diperhatikan. Dalam merumuskan strategi dan tindakan pengembangan klaster, pelaku juga harus kreatif dan berhati-hati dalam mentransplantasikan pengalaman dari klaster lainnya tanpa melihat kondisi klasternya sendiri. Pengembangan klaster dapat difasilitasi melalui strategi yang terintegrasi antar pelaku yang terlibat dalam klaster. Strategi klaster harus dibedakan antara yang spesifik klaster dengan yang tidak. Sebagai contoh, pengembangan infrastruktur jarang menjadi strategi pengembangan klaster yang spesifik. Sebaliknya, intervensi yang mendukung akses finansial dapat sangat spesifik diarahkan pada beberapa klaster tertentu. Cakupan intervensi sangat luas, dan tidak setiap intervensi dapat sesuai untuk setiap klaster. Strategi dan intervensi harus dinamis dan terfokus, disesuaikan dengan perkembangan Embrio Tumbuh Dewasa Menurun
- 15. 11 klaster. Sementara itu, pengelola klaster juga harus berhati-hati dalam melakukan intervensi yang terlalu besar, karena seharusnya pasar yang lebih berperan. Oleh karena itu, intervensi yang dilakukan harus dirancang untuk memperkuat pasar. 2.2.8 Pola Klaster Industri Penumbuh kembangan klaster, sebagaimana dirumuskan oleh Michael Porter(1998), mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond model yang mengarah kepada daya saing industri6, yaitu: (1) faktor input(factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industripendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategiperusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut adalah penjelasantentang diamond model dari Porter: Gambar 3 Diamond Porter 1) Faktor Input Faktor input dalam analisis Porter adalah variable-variable yang sudah ada dandimiliki oleh suatu cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technological infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.
- 16. 12 2) Kondisi Permintaan Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri. 3) Industri Pendukung dan T erkait Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transactioncost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat. 4) Strategi Perusahaan dan pesaing Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karenakondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi. 2.2 Pengertian Aglomerasi Istilah aglomerasi pada dasarnya berawal dari ide Marshall tentang penghematan aglomerasi (agglomeration economis) atau disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Menurut Montgomery dalam Kuncoro (2000:24), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen. Sementara Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang tidak mudah berubah akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan
- 17. 13 yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2000:24). Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik benang merah bahwa suatu aglomerasi tidak lebih dari sekumpulan kluster industri dan merupakan konsentrasi dari aktivitas ekonomi dari penduduk secara spasial yang muncul karena adanya penghematan yang diperoleh akibat lokasi yang berdekatan. 2.2.1 Teori Aglomerasi Industri 2.2.1.1 Teori Neo Klasik Dalam teori ini bahwa aglomerasi muncul karena para pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi (agglomeration economies), baik karena penghematan lokasi maupun penghematan urbanisasi, dengan mengambil lokasi yang saling berdekatan satu sama lain (Kuncoro, 2002:26). Aglomerasi ini mencerminkan adanya sistem interaksi antara pelaku ekonomi yang sama: apakah antar perusahaan antara industri yang sama, antar perusahaan antara industri yang berbeda, ataupun antar individu, perusahaan dan rumah tangga. Di lain pihak, kota adalah suatu daerah keanekaragaman yang menawarkan manfaat kedekatan lokasi konsumen maupun produsen. Menurut Krugman (1998), keterbatasan teori neo klasik diantaranya adalah melihat bahwa ekonomi eksternal yang mendorong adanya aglomerasi masih dianggap sebagai misteri (blackbox). Disamping itu sistem perkotaan neo klasik adalah non spasial yang hanya menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi tidak menunjukkan lokasinya. 2.2.1.2 Teori Eksternalitas Dinamis Teori-teori eksternalitas dinamis percaya bahwa kedekatan geografis memudahkan transmisi ide, maka transfer teknologi merupakan hal penting bagi kota (Glaeser, et.al. 1992). Teori ekternalitas dinamis didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Marshall-Arrow- Rommer (MAR), Poter dan Jacob. Teori-teori ini mencoba menjelaskan secara stimulant bagaimana membentuk kota dan mengapa kota tumbuh. Eksternalitas MAR menekankan pada transfer pengetahuan antar perusahaan dalam suatu industri. Menurut MAR monopoli lokal merupakan hal yang lebih baik dibandingkan dengan
- 18. 14 kompetisi lokal sebab lokal monopoli menghambat aliran ide dari industri lain dan eksternalitas diinternalisasi oleh innovator. Seperti halnya MAR, Porter mengatakan bahwa dengan transfer pengetahuan tertentu, kosentrasi industri secara geografis akan mendorong pertumbuhan. Berbeda dengan MAR, Porter menyatakan bahwa kompetisi lokal lebih penting untuk mempercepat adopsi inovasi. Tidak seperti MAR dan Porter, Jacob percaya bahwa transfer pengetahuan paling penting adalah berasal datang dari industri-industri inti. Variasi dan keberagaman industri yang berdekatan secara geografis akan mendukung inovasi dan pertumbuhan dibandingkan dengan spesialisasi secara geografis. 2.2.1.3 Teori Ekonomi Geografi Baru Teori ekonomi geografi baru berupaya untuk menurunkan efek-efek aglomerasi dari interaksi antara besarnya pasar, biaya transportasi dan increasing return dari perusahaan. Dalam hal ini ekonomi aglomerasi tidak diasumsikan tetapi diturunkan dari interaksi ekonomi skala pada tingkat perusahaan, biaya transportasi dan mobilitas faktor produksi. Teori ekonomi geografi baru menekankan pada adanya mekanisme kualitas sirkular untuk menjelaskan konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi (Krugman dan Venables dalam Martin dan Ottavianno, 2001). Dalam model tersebut kekuatan sentripental berasal dari adanya variasi konsumsi atau beragam intermediate good pada sisi produksi. Kekuatan sentrifugal berasal dari tekanan yang dimiliki oleh konsentrasi geografis dari pasar input lokal yang menawarkan harga lebih tinggi dan menyebarkan permintaan. Jika biaya transportasi cukup rendah maka akan terjadi aglomerasi. Dalam perkembangan teknologi, transfer pengetahuan antar perusahaan memberikan insentif bagi aglomerasi kegiatan ekonomi. Informasi diperlakukan sebagi barang publik dengan kata lain tidak ada persaingan dalam memperolehnya. Difusi informasi ini kemudian menghasilkan manfaat bagi masing-masing perusahaan. Dengan mengasumsikan bahwa masing- masing perusahaan menghasilkan informasi yang berbeda-beda, manfaat interaksi meningkat seiring dengan jumlah perusahaan. Karena interaksi ini informal, perluasan pertukaran informasi menurun dengan meningkatnya jarak. Hal ini memberikan insentif bagi perusahaan untuk berlokasi dekat dengan perusahaan lain sehingga menghasilkan aglomerasi (Nuryadin, 2007).
- 19. 15 2.2.1.4 Teori Kutub Pertumbuhan Teori ini dipopulerkan oleh Perroux dan menjadi dasar dari strategi kebijakan pembangunan industri daerah yang banyak di terapkan di berbagai negara dewasa ini. Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut sebagai pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut: 1) Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan industri satu sama lain sangat erat, maka pembangunan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri yang lain yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. 2) Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perkonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga pembangunan industri disuatu daerah akan mempengaruhi perkembangan industri di daerah yang lainnya. 3) Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah yang relatif pasif. Selanjutnya Perroux mengatakan bahwa ditinjau dari aspek lokasinya pembangunan ekonomi didaerah tidak merata dan cenderung terjadi proses aglomerasi (pemusatan) pada pusat- pusat pertumbuhan. Pada nantinya pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan mempengaruhi daerah yang lambat perkembangannya, terjadi aglomerasi tersebut memiliki manfaat-manfaat tertentu yaitu keunggulan secara ekonomis (usaha dalam jumlah besar) dan keuntungan penghematan biaya (Lincolin, 1999). 2.2.1.5 Teori pemilihan lokasi kegiatan industri Menurut Weber dalam Tarigan (2005), terdapat 3 faktor yang menjadi alasan perusahaan pada industri dalam menentukan lokasi yaitu: 1) Perbedaan biaya transportasi
- 20. 16 Produsen cenderung mencari lokasi yang memberikan keuntungan berupa penghematan biaya transportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas produksi. Dalam perspektif yang lebih luas, Coase (1937) mengemukakan tentang penghematan biaya transaksi (biaya transportasi, biaya transaksi, biaya kontrak, biaya koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuan lokasi perusahaan (Purbayu Budi, 2010). Pada akhir decade ini biaya transportasi sedikit berkurang karena inovasi sehingga sekarang lebih sering dijumpai perusahaan berlokasi pada orientasi input lokal daripada berorientasi pada bahan baku. 2) Perbedaan biaya upah Produsen cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah tenaga kerja yang lebih rendah dalam melakukan aktivitas ekonomi sedangkan tenaga kerja cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Adanya suatu tingkat wilayah dengan tingkat upah yang tinggi mendorong tenaga kerja untuk terkonsentrasi pada wilayah tersebut. Fenomena ini dapat ditemui pada daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Perlu diingat bahwa pedesaan yang relatif tertinggal tingkat upah paling tinggi akan tetap masih rendah dibanding pada daerah yang memiliki tingkat usaha pada bidang industri karena terdapat persyaratan administratif seperti UMR. 3) Keuntungan dari aglomerasi Aglomerasi akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan lokasi dan penghematan urbanisasi. Penghematan lokasi terjadi apabila biaya produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri tersebut meningkat (terjadi increasing return of scale). Hal ini terjadi pada perusahaan pada industri yang berlokasi secara berdekatan. Penghematan urbanisasi terjadi apabila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam wilayah yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sama ini terjadi akibat skala perekonomian, dan bukan akibat skala suatu jenis industri (Kuncoro, 2007). Penghematan urbanisasi telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan (extended metropolitan regions). Marshall menyatakan bahwa jarak
- 21. 17 yang tereduksi dengan adanya aglomerasi akan memperlancar arus informasi dan pengetahuan (knowledge spillover) pada lokasi tersebut (Kuncoro, 2007). Perusahaan-perusahaan dalam industri yang terkonsentrasi secara spasial tersebut juga terkait dengan institusi-institusi yang dapat mendukung industri secara praktis. Aglomerasi meliputi kumpulan perusahaan dan hal yang terkait dalam industri yang penting dalam kompetisi. Aglomerasi selalu memperluas aliran menuju jalur pemasaran dan konsumen, tidak ketinggalan juga jalur menuju produsen, produk komplementer dan perusahaan lain dalam industri yang terkait, baik terkait dalam keahlian, teknologi maupun input. Aglomerasi menginterprestasikan jaringan yang terbentuk dan menjadi semakin kokoh dengan sendirinya tidak hanya oleh perusahaan dalam aglomerasi tersebut tetapi oleh organisasi yang lain yang terkait sehingga menciptakan kolaborasi dan kompetisi dalam tingkat yang tinggi untuk mendapatkan daya saing berdasarkan keunggulan komparatif. 2.2.2 Manfaat Aglomerasi Industri Model aglomerasi industri yang berkembang akhir-akhir ini dapat dikategorikan menguntungkan diantaranya adalah: 1) Mengurangi pencemaran atau kerusakan lingkungan, karena terjadi pemusatan kegiatan sehingga memudahkan dalam penanganannya 2) Mengurangi kemacetan di perkotaan, karena lokasinya dapat disiapkan di sekitar pinggiran kota 3) Memudahkan pemantauan dan pengawasan, terutama industri yang tidak mengikuti ketentuan yang telah disepakati 4) Tidak mengganggu rencana tata ruang 5) Dapat menekan biaya transportasi dan biaya produksi serendah mungkin. 2.2.3 Faktor Penyebab Aglomerasi Industri Akibat adanya keterbatasan dalam pemilihan lokasi yang ideal maka sangat dimungkinkan akan munculnya pemusatan atau terkonsentrasinya industri pada suatu wilayah tertentu yang dikenal dengan istilah aglomerasi industri. Misal industri garmen, industri konveksi, dan industri kerajinan dibangun disuatu tempat yang berdekatan dengan pusat
- 22. 18 permukiman penduduk; industri berat yang memerlukan bahan mentah, seperti batu bara dan besi baja, penentuan lokasi pabrik cenderung mendekati sumber bahan mentah. Pemusatan industri dapat terjadi pada suatu tempat terkonsentrasinya beberapa faktor yang dibutuhkan dalam kegiatan industri. Misal bahan mentah, energi, tenaga kerja, pasar, kemudahan dalam perizinan, pajak yang relatif murah, dan penanggulangan limbah merupakan pendukung aglomerasi industri. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, penyebab terjadinya aglomerasi industri antara lain : 1) Terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang dibutuhkan pada suatu lokasi 2) Kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada salah satu faktor produksi tertentu 3) Adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang disesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah 4) Adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan bidang pelayanan industri lainnya yang lengkap 5) Adanya kerjasama dan saling membutuhkan dalam menghasilkan suatu produk
- 23. 19 BAB III STUDI KASUS 3.1 Studi kasus Klaster dan Aglomerasi Industri Pola Spatial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa timur (Studi Kasus : Subsektor Industri Tekstil, Barang Kuliat, dan Alas Kaki)
- 24. 20
- 25. 21
- 26. 22
- 27. 23
- 28. 24 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Klaster industri merupakan suatu pendekatan yang dipandang sesuai bagi pengembangan daya saing ekonomi guna menjawab tantangan globalisasi, perkembangan teknologi dan otonomi daerah. Dalam bahasa sederhana klaster berarti kelompok, namun tidak semua kelompok industri dapat disebut sebagai klaster. Pembentukan klaster bisa membantu industri kecil untuk meningkatkan daya saing. Karena adanya aglomerasi perusahaan-perusahaan sejenis yang mempunyai kesamaan maupun keterkaitan aktivitas, sehingga akan membatasi ekternalitas ekonomi yang dihasilkan dan akan mengurangi/ menurunkan biaya produksi perusahaan yang tergabung dalam klaster. Keuntungan yang dihasilkan dari pembentukkan kluster antara lain peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, kemudahan dalam modal, akses kepada supplier, dan input pelayanan khusus serta terjadinya transfer informasi dan ilmu pengetahuan. Sedangkan Aglomerasi industri adalah pemusatan berbagai macam industri dalam suatu wilayah agar dapat memberikan keuntungan yang lebih besar kepada berbagai industri pada wilayah tersebut. Salah satu keuntungan dengan adanya aglomerasi industri adalah menghemat biaya produksi karena dapat terjadinya hubungan fungsional antara pabrik/industri yang ada di lokasi tersebut. Hubungan fungsional itu terjadi karena ada beberapa industri yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhannya secara mandiri. Suatu aglomerasi tidak lebih dari sekumpulan klaster. Aglomerasi berbeda dengan klaster terutama dilihat dari skala, keanekaragaman, dan spesialisasi. Aglomerasi dapat dilihat melalui teori klasik, pada teori ini aglomerasi dianggap sebagai proses yang menghasilkan kota. Kendati demikian, setiap aglomerasi tidak selalu memunculkan suatu kota. Perbedaan antara aglomerasi dan kota terletak terutama pada perbedaan antara kesederhanaan (simplicity) dan kompleksitas.
- 29. 25 DAFTAR PUSTAKA Bappenas. (2012). Panduan Klaster Industri. Jakarta. Rahardjo, A. (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rahardjo, A. (2008 ). Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori. Yogyakarta: Graha Ilmu. Santoso, E. B. (2012). Diktat Analisis Lokasi Keruangan. Surabaya: Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITS .