aglomerasi 2

download aglomerasi 2

of 85

Transcript of aglomerasi 2

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INVESTASI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

OlehARIF YUNARKO

NIM. 3353402014

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Pendapatan Asli Daerah dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Jawa Tengah ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan kesidang panitia ujian skripsi pada :

Hari Tanggal

: :

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131993879

Dra. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 132158718

Mengetahui : Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131993879

ii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia sidang ujian skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal : :

Penguji Skripsi

Dr. P. Eko Prasetyo,M.Si. NIP.132300418 Anggota I Anggota II

Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131993879

Dra. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 132158718

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. Agus Wahyudin, M. Si NIP. 131967646

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakkan dari karya tulis orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,

Agustus 2007

Arif Yunarko NIM. 3353402014

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto: Cita-cita masa depan itu sesungguhnya dibangun berdasarkan pada perjuangan yang dilakukan hari ini..........(Kahil Gibran) Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu: sesungguhnya Allah SWT bersama orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153)

Persembahan: Skripsi ini kupersembahkan untuk: 1. Ibu dan Bapak tercinta yang telah memberikan pendidikan terbaik dalam hidupku 2. Keluarga besarku serta kakak-kakakku yang selalu mendukungku 3. Teman-temanku angkatan 2002 4. Teman-teman kost Bougenville terimakasih atas kebersamaannya. Ekonomi Pembangunan

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Pendapatan Asli Daerah dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah. Maksud dari penyusunan Skripsi ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada jurusan Ekonomi Pembangunan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Dalam menyusun Skripsi ini, penulis memperoleh bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis ucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. H. Sudjiono Sastroatmodjo, M. Si Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Agus Wahyudin, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang sekaligus Dosen Pembimbing I yang penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan. 4. Dra. Sucihatiningsih, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi. 5. Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penulisan skripsi.

vi

6. Bapak dan Ibu Dosen, yang telah memberi bekal ilmu yang tidak ternilai harganya selama belajar di Jurusan Ekonomi Pembangunan. 7. Bapak dan Ibunda tercinta serta kakakku yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-temanku semua di kelas Ekonomi Pembangunan angkatan 2002 yang telah memberikan motivasi dalam pembuatan skripsi ini. 9. Semua pihak yang terkait yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT. Kritik dan saran dari semua pihak senantiasa dapat diterima dengan senang hati. Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak. Semarang, Agustus 2007

Penulis

vii

SARI Arif Yunarko, 2007. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Pendapatan Asli Daerah dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah . Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci : Tingkat Investasi, Pendapatan Asli Daerah, Tenaga Kerja, PDRB Jawa Tengah. Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil pembangunan dapat diukur dengan menggunakan indicator jumlah output yang dihasilkan selama periode tertentu. Penggalian sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat digunakan sebagai input pembangunan perekonomian daerah yang mandiri. Desentralisasi kekuasaan dalam rangka peningkatan kemampuan daerah untuk mengoptimalkan sumber daya lokal diharapkan akan mendorong memajukan pembangunan daerah masing-masing sehingga diharapkan akan memiliki tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada tingkat daerah maupun nasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2005. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto, sedangkan variabel bebasnya adalah tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja. Sejalan dengan masalah dan hipotesis dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan metode statistika dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda dan ditransformasikan dalam bentuk logaritma. Berdasarkan uji F dengan melihat probabilitas dari nilai F 24,974 pada tingkatan 5 %, variable tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja, secara bersama-sama berpengaruh terhadap produk domestik regional bruto Jawa Tengah. Besarnya R2, berdasarkan hasil analisis ini diperoleh sebesar 0,862, ini berarti pengaruh variable tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja terhadap produk domestik regional bruto Jawa Tengah secara bersama-sama adalah sebesar 86,2 %. Secara parsial yang ditunjukkan dengan uji t, variabel pendapatan asli daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produk domestik regional bruto Jawa Tengah, sedangkan tingkat investasi dan tenaga kerja secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap produk domesik regional bruto Jawa Tengah. Adapun saran dari penelitian ini antara lain : pemerintah daerah hendaknya menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan jalan memberikan kepastian hukum, kemudahan perijinan dan perbaikan dan penambahan infrastrukur. Selain itu peningkatan kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja juga sangat diperlukan mengingat persaingan yang semakin mengglobal dan sebagai upaya menarik pihak ketiga untuk datang ke daerah yang memiliki sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang tinggi.

viii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii PERNYATAAN ........................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v KATA PENGANTAR .................................................................................. vi SARI.............................................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah .............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 10 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 10 1.4 Manfaat Kegunaan Penelitian ..................................................... 11 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................... 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perumbuhan Ekonomi dan Pembanguanan Ekonomi ... 13 2.2 Model Pertumbuhan Ekonomi ................................................... 16 2.3 Produk Domestik Regional Bruto ............................................... 20 2.4 Pendapatan Asli Daerah .............................................................. 21 2.5 Tingkat Investasi ......................................................................... 28

ix

2.6 Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja.............................................. 30 2.7 Penelitian Terdahulu ................................................................... 31 2.8 Kerangka Befikir......................................................................... 33 2.9 Hipotesis...................................................................................... 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian............................................................................ 37 3.2 Variabel Penelitian ..................................................................... 37 3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 39 3.4 Metode Analisis Data.................................................................. 40 3.5 Pengujian Hipotesis..................................................................... 41 3.6 Pengujian Asumsi Klasik ............................................................ 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian......................................................... 46 4.1.1 Keadaan Geografis Jawa Tengah ...................................... 46 4.1.2 PDRB Jawa Tengah .......................................................... 48 4.1.3 Pendapatan Perkapita ........................................................ 51 4.1.4 Tingkat Investasi ............................................................... 52 4.1.5 Pendapatan Asli Daerah .................................................... 54 4.1.6 Tenaga Kerja ..................................................................... 56 4.2 Uji Model .................................................................................... 58 4.2.1 Pengujian Asumsi Klasik .................................................. 58 4.2.2 Analisis Regresi ................................................................ 61 4.2.3 Pengujian Hipotesis........................................................... 62

x

4.2.3.1 Uji Varian atau besama-sama ............................... 62 4.2.3.2 Uji Parsial ............................................................. 63 4.2.3.3 Koefisien Determinasi .......................................... 64 4.3 Pembahasan................................................................................. 64 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 67 5.2 Saran........................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah tahun 2000-2005 (dalam juta rupiah)............................................ 4 Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto atas dasar Harga Konstan 2000 Provinsi di Pulau Jawa tahun 2004-2005 (dalam juta rupiah) ...... 5 Tabel 1.3 Komposisi Penerimaan Daerah Jawa Tengah tahun 2000-2005 (dalam juta rupiah)............................................ 6 Tabel 1.4 Perkembangan Investasi Swasta di Provinsi Jawa Tengah tahun 2000-2005 ........................................................................... 7 Tabel 1.5 Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2000-2005......... 8 Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha di Jawa Tengah tahun 2001-2005 (dalam persen)......................... 49 Tabel 4.2 Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Provinsi Jawa Tengah tahun 2001-2005 ....................................... 50 Tabel 4.3 Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Jawa Tengah tahun 2001-2005 .......................................................................... 52 Tabel 4.4 Perkembangan Investasi Swasta di Provinsi Jawa Tengah tahun 2001-2005 ........................................................................... 54 Tabel 4.5 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagi Hasil Provinsi Jawa Tengah tahun Anggaran 2001-2005 (dalam ribu rupiah)......................................................................... 55

xii

Tabel 4.6 Angkatan Kerja yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama di Jawa Tengah tahun 2001-2005 ............................................... 57 Tabel 4.7 Rangkuman Nilai Tolerance dan VIF ........................................... 59 Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Analisis............................................................ 61 Tabel 4.9 Hasil Uji Parsial berdasarkan Uji t pada Persamaan Regresi Linear Berganda..................................... 63

xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 35 Gambar 4.1 Hasil Pengujian Nomalitas dengan P Plot................................. 58 Gambar 4.3 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Scatterplot........... 60

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A Data Persiapan Regresi ............................................................. 71 Lampiran B Hasil Regresi dan Uji Asumsi Klasik ....................................... 73

xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran penduduk atau income per capita naik (Hasibuan, 1987: 12). Suparmoko, pembangunan ekonomi adalah usahausaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita (2002: 5). Jadi tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Pembangunan ekonomi dapat memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan suatu tindakan tertentu. Pembangunan ekonomi ini mempunyai tiga sifat penting, yaitu : a. Suatu proses yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terusmenerus. b. Suatu usaha untuk menaikkan pendapatan per jiwa/income per capita. c. Kenaikan income per capita itu harus terus-menerus dan pembangunan itu dilakukan sepanjang masa (Hasibuan, 1987: 12). Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan

menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan

2

nasional negara Republik Indonesia dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan bisa memotifasi peningkatan kreatifitas dan inisiatif untuk lebih menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah, dan dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan terarah agar pembangunan disetiap daerah dapat benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran seluruh Pemerintah Daerah yang telah berhasil memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangga. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintah daerah tingkat satu memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah itu dan dituntut untuk bisa lebih mandiri. Terlebih dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah daerah tingkat satu harus bisa mengoptimalkan

pemberdayaan semua potensi yang dimiliki dan perlu diingat bahwa pemerintah daerah tingkat satu tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan

kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan domestik regional bruto perkapita (PDRB perkapita) (Zaris, 1987: 82). Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan tingginya

3

nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam perekonomian. Provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa (kecuali DKI Jakarta) ternyata mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tergolong rendah. Ini dikarenakan sedikitnya sumber daya alam yang dimiliki oleh provinsiprovinsi yang berada di pulau Jawa. Sumber daya alam ini merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah, selain pola investasi dan perkembangan prasarana transportasi (Zaris, 1987: 86). Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur secara makro adalah pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, meskipun telah digunakan sebagai indikator pembangunan, pertumbuhan ekonomi masih bersifat umum dan belum mencerminkan kemampuan masyarakat secara individual. Pembangunan daerah diharapkan akan membawa dampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari perubahan PDRB dalam suatu wilayah. Jawa Tengah yang dikategorikan memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah ternyata memiliki sumber daya alam yang cukup banyak. Laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah selama kurun waktu lama tahun terakhir ini selalu mengalami kenaikan, walaupun kenaikan itu tudak terlalu signifikan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari Tabel 1.1.

4

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000-2005 (dalam juta rupiah) Tahun PDRB atas dasar harga berlaku 2000 2001 2002 2003 2004 2005 114.701.304,80 133.227.558,11 151.968.825,74 171.881.887,04 193.435.263,05 234.435.323,30 PDRB atas Dasar Harga Konstan 114.701.304,80 118.816.400,29 123.038.541,13 129.166.462,45 135.789.872,31 143.051.213,88

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS,2000-2005

Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kenaikan PDRB baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 selama periode tersebut selalu mengalami kenaikan. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah selalu mengalami kenaikan. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi dalam 2 tahun terakhir. Pada tahun 2004 PDRB Jawa Tengah atas dasar harga konstan sebesar 135.789.872,31 (dalam juta rupiah) naik menjadi 143.051.213,88 (dalam juta rupiah) pada tahun 2005. Dibandingkan dengan propinsi lain di pulau Jawa, nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah relatif lebih rendah. Dari Tabel 1.2 menujukkan bahwa nilai PDRB Jawa Tengah selalu berada di bawah Provinsi Jawa Timur, bahkan lebih rendah dari Jawa Barat meskipun telah dimekarkan menjadi Provinsi

5

Banten dan Provinsi Jawa Barat. Ini terlihat dalam Tabel 1.2, pada 2 tahun terakhir PDRB Jawa Tengah yang selalu mengalami kenaikan tetapi masih kalah di banding dengan Jawa Barat dan Jawa Timur. Angka tersebut cukup signifikan yaitu hampir 2 kali lipat dari PDRB Jawa Tengah. Sedangkan untuk D.I. Jogjakarta dan Banten masih kalah dengan Jawa Tengah. Tabel 1.2 PDRB atas dasar Harga Konstan 2000 Provinsi di Pulau Jawa tahun 2004-2005 (dalam juta rupiah) Provinsi Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat D.I. Jogjakarta BantenSumber : BPS,2004-2005

2004 135.789.872,31 242.228.892,17 223.349.891,67 16.146.444,00 54.880.406,50

2005 143.051.213,88 256.374.726,78 236.925.108,21 16.911.053,00 58.106.948,22

Perkembangan penerimaan daerah provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 1.3 dimana komposisi dan proporsi Pendapatan Asli Daerah yang digali oleh pemerintah daerah sudah mengalami peningkatan baik jumlah maupun proporsi pendapatan dari dari subsidi masih tetap naik, tetapi proporsinya terhadap total penerimaan sudah mengalami penurunan. Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tahun 2000 PAD Jawa Tengah hanya 474.210.349 (dalam ribu rupiah) dan mengalami kenaikan tiap tahunnya hingga pada tahun 2005 telah

6

mencapai nilai 2.491.395.611 (dalam ribuan rupiah). Ini menunjukkan bahwa penggalian dana oleh pemerintah daerah propinsi melalui sumber daya asli daerah dapat termanfaatkan dengan maksimal. Meningkatnya PAD dan penurunan proporsi tingkat subsidi diharapkan dapat menjadi sinyal bagi kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Tabel 1.3 Komposisi Penerimaan Daerah Jawa Tengah Tahun 2000-2005 (dalam ribuan rupiah) Tahun Sisa Tahun Lalu 2000 2001 2002 2003 2004 2005 86.297.536 227.875.063 326.200.000 271.770.000 229.132.000 229.063.000 474.210.349 832.264.986. 1.241.735.433 1.494.935.900 1.865.403.623 2.491.395.611 PAD Dana Perimbangan 521.123.560 875.304.113 719.000.000 713.638.000 789.076.000 807.132.658 1.081.631.445 1.934.153.332 2.650.900.000 2.452.413.000 2.883.599.191 3.526.839.392 Jumlah

Sumber : BPS,2000-2005, diolah

Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah. Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif

7

diharapkan

akan

memacu

perkembangan

investasi

yang

saling

menguntungkan dalam pembangunan daerah. Perkembangan investasi di Propinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Perkembangan Investasi Swasta di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000-2005 Tahun Jumlah Proyek PMDN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 34 27 14 21 17 20 Nilai Investasi PMDN (juta rupiah) 1.038.689,12 2.451.203,42 3.212.218,97 3.607.653,59 5.608.617,36 1.912.678,00 56 57 44 57 46 47 Jumlah Proyek PMA Nilai investasi PMA (ribu US $) 72.072,44 96.681,99 91.765,00 80.018,36 3.086.867,96 610.432,00

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS,2000-2005

Nilai investasi di Jawa Tengah sangat fluktuatif. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2004. Dari 17 proyek penanaman modal dalam negeri yang ditanamkan oleh investor dalam negeri tersebut bernilai 5.608.617,36 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk penanaman modal asing nilainya sangat fantastis, yaitu mencapai 3.086.867,96 (dalam ribu US $) dengan total proyek mencapai 46 buah proyek. Walupun mengalami jumlah kenaikan dari segi jumlah total proyek yang mencapai 20 buah proyek untuk PMDN tetapi nilainya turun yang hanya mencapai 1.912.678,00 (dalam juta

8

rupiah). Hal itu juga terjadi pada PMA, jumlah total proyek mengalami kenaikan yaitu sebanyak 47 buah proyek tetapi nilainya turun sangat drastis dibandingkan dengan tahun 2004. Nilai investasi tahun 2005 untuk PMA hanya bernilai 610.432,00 (dalam ribu US $). Modal pembangunan yang penting selain keuangan daerah dan investasi adalah sumber daya manusia. Partisipasi aktif dari seluruh masyarakat akan mempercepat pembangunan daerah karena rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap daerah. Hasil yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat dirasakan untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat merangsang kesadaran masyarakat membangun wilayah lokal masing-masing. Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas disamping terpenuhinya kuantitas permintaan tenaga kerja. Tabel 1.5 Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000-2005 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Bekerja 14.491.222 15.666.542 14.751.088 15.196.265 14.930.097 15.655.303 Persentase 95,78 96,30 93,75 94,34 93,46 94,10 Angkatan Kerja 15.129.122 15.644.732 15.735.322 16.108.778 15.974.670 16.635.255

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS, 2000-2005 diolah

9

Pembangunan daerah diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru yang sesuai dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja lokal untuk kepentingan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari Tabel 1.5 terlihat bahwa jumlah angkatan kerja yang bekerja apabila dipersentase selalu diatas 90 persen. Pada tahun 2004 jumlah angkatan kerja yang bekerja di Jawa Tengah mencapai 14.930.097 dari total angkatan kerja yaitu sebanyak 15.974.670 orang. Pada tahun 2005 jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan yaitu mencapai 16.635.255 orang dengan jumlah orang yang bekerja mencapai 15.655.303 atau mencapai 94,10 %. Ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran yang ada sangatlah sedikit dan juga lapangan perkerjaan yang ada dapat menyerap tenaga kerja yang banyak. Penggalian pendapatan daerah, peningkatan peran serta swasta dan peningkatan partisipasi tenaga kerja lokal sebagai modal pembangunan daerah diharapkan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah. Pemerintah daerah harus melaksanakan pendekatan perencanaan

pembangunan daerah dari bawah ke atas (bottom up) agar pembangunan yang dilaksanakan daerah merupakan keinginan bersama dan sesuai dengan potensi yang ada agar kesinambungan pembangunan dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Apabila nilai dari masing-masing variabel meningkat maka peningkatan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi dalam hal ini adalah PDRB. Apabila terjadi penurunan dari variabel-variabel

10

tersebut penurunan juga terjadi terhadap PDRB, dari fenomena tersebut di atas maka perlu adanya suatu penelitian yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Pendapatan Asli Daerah dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah.

1.2 Perumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang diatas dapat dikemukakan masalah yang ingin disampaikan yaitu : 1. Apakah ada pengaruh tingkat investasi, pendapatan asli daerah,dan tenaga kerja terhadap PDRB Jawa Tengah? 2. Seberapa besar pengaruh masing-masing variable tingkat investasi, pendapatan asli daerah, dan tenaga kerja terhadap PDRB Jawa Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis apakah tingkat investasi, pendapatan asli daerah, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap PDRB Jawa Tengah. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variabel yaitu tingkat investasi, pendapatan asli daerah, dan tenaga kerja terhadap PDRB Jawa Tengah.

11

1.4 Manfaat Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapan dapat memberikan gambaran bagaimana kontribusi tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja terhadap PDRB Jawa Tengah. 2. Penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi lembaga-lembaga terkait dalam menentukan kebijaksanaannya yang berkaitan dengan dengan pertumbuhan ekonomi daerah.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi Dalam penelitian ini disusun sitematika penulisan skipsi sebanyak lima bab, adapun uraiannya adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan yang bertujuan untuk memberikan latar belakang penelitian yang terdiri latar belakang masalah, identifikasi masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sitematika skripsi. Bab II Landasan Teori yang akan digunakan untuk melandasi hipotesis yang diajukan memuat definisi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi,model pertumbuhan ekonomi, PDRB, Pendapatan Asli Daerah, tingkat investasi dan tenaga kerjadan angkatan kerja di Jawa Tengah. Bab III Metode Penelitian yang meliputi analisis regresi berganda, pengujian hipotesis, dan pengujian asumsi klasik.

12

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan mengenai hasil penelitian, yaitu data yang diperoleh akan di tulis dan di analisis untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Bab V Penutup yang memuat simpulan dan saran bagi pengembangan lebih lanjut hasil penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994: 10). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000: 5). Menurut Zaris, (1987: 82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan domestik regional bruto per kapita (PDRB per kapita). Samuelson (1995: 436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross Domestic Product potensial/output dari suatu negara. Ada 4 faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi : a. Sumber daya manusia. Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu menuntut

14

tersedianya manajemen, ketrampilan produksi, dan keahlian yang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik. b. Sumber daya alam. Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak gas, hutan air dan bahan-bahan mineral lainnya. c. Pembentukan modal. Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhklan untuk kemajuan cepat di bidang ekonomi. d. Perubahan teknologi dan inovasi. Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu semangat kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila tidak memiliki para wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi, menerapkan teknologi baru, mengadapi berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju (Samuelson, 1995: 436-439). Menurut Sukirno, (1994: 415) bahwa istilah pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan dari suatu perekonomian, sedangkan dalam analisis makro ekonomi tingkat pertumbuhan

15

ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara. Menurut Boediono, (1992: 9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu : 1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu. 2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. 3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa istilah pertumbuhan ekonomi berbeda dengan istilah pembangunan ekonomi. Menurut Suryana, (2000: 3) menerangkan bahwa pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsur yaitu : a. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terusmenerus yang didalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru. b. Usaha meningkatkan pendapatan perkapita.

16

c. Kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Sumitro Djojohadikusumo (Sanusi, 2004: 8), pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian : a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus. b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita. c. Kenaikan pendapatan perkapita harus terus berlangsung dalam jangka panjang. d. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya). Sistem ini bisa di tinjau dari dua aspek yaitu : aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik legal formal maupun informal) (Arsyad, 1999: 1112).

2.2 Model pertumbuhan ekonomi Pembangunan daerah dan pembangunan sektoral perlu selalu dilaksanakan dengan selaras, sehingga pembangunan sektoral yang

berlangsung di daerah-daerah, benar-benar sesuai dengan potensi dan prioritas daerah. Dan keseluruhan pembangunan, daerah juga benar-benar merupakan

17

satu kesatuan politik, ekonomi, sosial , budaya dan pertahanan keamanan di dalam mewujudkan tujuan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan agar ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah tidak semakin meluas. Tujuan pembangunan yang sedang dilaksankan mencakup sasaran seperti : Pertama, dalam usaha meratakan pembangunan di seluruh daerah, sekaligus untuk menghindari terjadinya jurang perbedaan tingkat pembangunan antar daerah yang semakin dalam. Kedua, pengarahan dalam kegiatan

pembangunan daerah sesuai dengan kemampuan aspirasi dan potensi yang terdapat di daerah, baik bagi kepentingan perkembangan nasional maupun bagi kepentingan daerah sendiri. Ketiga, mengembangkan hubungan ekonomi antar daerah yang saling menguntungkan agar terjalin ikatan-ikatan (ekonomi) antar daerah yang kuat di dalam satu rangka kesatuan ekonomi nasional yang kokoh. Keempat, membina daerah-daerah minus, daerah perbatasan, dan tanah-tanah kritis, dengan program-program khusus (Sanusi, 1987: 120). Pembangunan daerah juga diarahkan untuk mencapai tiga tujuan penting yaitu mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability). Tujuan pembangunan yang pertama, untuk pertumbuhan ditentukan sampai dimana kelangkaan sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia (human capital), peralatan (man made resources) dan sumber daya alam (natural resources) dapat dialokasikan secara maksimal dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan produktif. Dalam hal ini terdapat upaya memadukan kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam dengan ketersediaan sumber daya alam dan

18

sumber daya buatan dengan teknologi dalam rangka memperbesar produktifitas. Semakin tinggi tingkat kemampuan sumber daya manusia, besar kemungkinan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia guna mencapai pertumbuhan yang tinggi. Sedangkan tujuan pembangunan yang kedua, yaitu pemerataan yang mempunyai implikasi dalam pencapaian tujuan yang ketiga supaya sumber daya dapat berkelanjutan maka tidak boleh terfokus hanya pada satu daerah saja sehingga manfaat yang diperoleh dari pertumbuhan dapat dinikmati semua pihak. Sedangkan tujuan berkelanjutan, pembangunan daerah harus memenuhi persyaratan bahwa penggunaan sumber daya, baik yang ditransaksikan melalui sistem pasar maupun diluar sistem pasar harus tidak melampaui kapasitas kemampuan produksi. Pada hakekatnya pertumbuhan suatu daerah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen maupun eksogen, yakni faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar daerah atau kombinasi keduanya. Suatu pendekatan yang lazim digunakan untuk menjelaskan penentuan-penentuan internasional dari pertumbuhan regional adalah melalui penggunaan model-model ekonomi makro. Modelmodel ini berorientasi pada segi penawaran dan berusaha menjelaskan output menurut faktor-faktor regional tertentu yang masing-masing dapat dianalisa secara sendiri-sendiri. Qn : fn (K, L, LN, Tr, T, So) Dimana : Qn K L : Output dari daerah lain : Kapital : Labour

19

Ln Tr T So

: Land (tanah) : Transportasi : Teknologi : Sosial politik

Kalau dirumuskan menurut faktor-faktor yang lebih penting dan lebih mudah dikuantitaskan, maka rumus persamaan yang mencerminkan hubungan input output adalah menggunakan fungsi poduksi Cobb Douglas. Dengan menarik bentuk logaritma pada kedua sisi persamaan akan didapat persamaan : Ln Y = 0 + 1 2,3 Ln X2 i + 1 3,2 Ln X3 i + i Dimana : Y X2 X3 1 2,3 1 3,2 0 i : Hasil ( Output ) : Masukan tenaga keja : Masukan modal : koefisien masukan tenaga kerja : koefisien masukan modal : Ln 1,23 : Residu( Gujarati, 1996 : 99)

Metode ini merupakan fungsi paling sederhana yang mencakup semua unsur penting dalam faktor produksi. Dengan menggunakan alat analisis ini dapat diketahui peranan masing-masing faktor produksi (input) terhadap nilai produksi yang dihasilkan (output).

20

2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah : 1. Cara Pengeluaran. Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor. 2. Cara Produksi atau cara produk netto. Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan

menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. Dalam

menghitung pendapatan nasional dengan cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. 3. Cara Pendapatan. Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi

21

yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994: 32). Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah : 1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya. 2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apaka ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.

2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah (NN, 2003). Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrisno (1984: 200) pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk

22

menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan

tanggungjawabnya. Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 6 Undang-undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pajak Daerah Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002: 135). Mardiasmo (1997: 51) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga daerah tersebut.

23

Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997: 277). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah : 1. Iuran masyarakat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung 4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada : a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak)

24

b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah (Sutrisno, 1984: 203). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984: 202). Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus, karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984: 139). Syarat-syarat tertentu tersebut antara lain : berdasarkan

25

undang-undang atau peraturan yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum menggunakan barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah : a. Retribusi dipungut oleh daerah b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat di tunjuk c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa yang disediakan oleh daerah Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh daerah. 3. Bagian Laba Perusahaan Daerah Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998: 169). Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai pertimbangan : menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi

26

milik masyarakat; untuk melindungi konsumen dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang efisien unutk menyediakan layanan masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Devas, 1989: 111). Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip

pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah : 1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya

perekonomian daerah. 2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda

27

yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan lapangan hasil perusahaan daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah (Hirawan, 1987: 204). Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.

28

Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu. Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan.

2.5 Tingkat Investasi Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah

kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1994: 107). Investasi tidak hanya untuk

memaksimalkan output, tetapi untuk menentukan distribusi tenaga kerja dan distribusi pendapatan, pertumbuhan dan kualitas penduduk serta teknologi. Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak

dikeluarkannya Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam

29

negeri, yang kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 11 tahun 1970 tentang penanaman modal asing dan Undang-undang No. 12 tahun 1970 tentang penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan dari sumber kepemilikan modal, maka investasi swasta dapat di bagi menjadi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Investasi atau pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan mengganti dan untuk menambah barangbarang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk

memproduksikan barang dan jasa di masa depan. Investasi atau pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dibedakan menjadi investasi perusahaan swasta, perubahan inventaris perusahaan dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi perusahaan merupakan komponen yang terbesar dari investasi dalam suatu negara. Pengeluaran investasi tersebut terutama meliputi mendirikan bangunan industri, membeli mesin-mesin dan peralatan produksi lain dan pengeluaran untuk menyediakan bahan mentah. Investasi yang dilakukan di masa kini sangat erat hubungannya dengan prospek memperoleh keuntungan di masa depan. Harorld dan Dommar memberikan peranan kunci kepada investasi terhadap peranannya dalam proses pertumbuhan ekonomi khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi memiliki peran ganda dimana dapat menciptakan pendapatan, dan kedua, investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan, 1999: 291).

30

2.6 Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15-64 tahun. Penduduk dalam usia kerja ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. (Suparmoko, 2002: 114). Secara ringkas, tenaga kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang terlibat atau masih berusaha uantuk terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa. Menurut Suparmoko (2002: 114) angkatan kerja adalah penduduk yang belum bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Simanjuntak, 1985: 3). Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan (Simanjuntak, 1985: 3). Jika yang digunakan sebagai satuan hitung tenaga kerja adalah orang, maka disini dianggap bahwa semua orang mempunyai kemampuan dan produktifitas kerja yang sama dan lama waktu kerja yang dianggap sama. Penggunaan tenaga kerja hanya bisa diwujudkan kalau tersedia dua unsur pokok, yang pertama adalah adanya kesempatan kerja yang cukup banyak, yang produktif dan memberikan imbalan yang baik. Dan yang kedua, adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan semangat kerja yang cukup tinggi.

31

Kesempatan kerja dapat tercipta jika terjadi permintaan akan tenaga kerja di pasar kerja. Besarnya tenaga kerja dalam jangka pendek tergantung dari besarnya efektifitas permintaan untuk tenaga kerja yang dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan substitusi antara tenaga kerja dan faktor produksi yang lain, elastisitas permintaan akan hasil produksi, dan elastisitas penyediaan faktor-faktor pelengkap lainnya. Dalam statistik ketenagakerjaan di Indonesia kesempatan kerja merupakan terjemahan bagi employment yang berarti sebagai jumlah orang yang bekerja tanpa memperhitungkan berapa banyak pekerjaan yang dimiliki tiap orang, pendapatan dan jam kerja mereka.

2.7 Penelitian Terdahulu Nasara, 1997 mengadakan penelitian dengan judul Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia dengan menggunakan model persamaan : Ln Y = Ln A + Ln Xo + Ln X1 + Ln X3 + Ln X3 + Dimana : Y : PDRB A : Konstanta Xo : Tenaga kerja X1 : Pembentukan modal X2 : Kualitas sumber daya manusia X3 : Aglomerasi : Variabel pengganggu

32

Hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh penggunaan variabel demografi dalam model pertumbuhan ekonomi daerah pada 25 propinsi di Indonesia adalah bahwa variabel pembentukan modal, tenaga kerja, mutu modal manusia dan aglomerasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB masing-masing daerah penelitian tersebut. Wijayanti, 2002 mengadakan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Sumbangan Pemerintah Pusat dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kudus dengan menggunakan model persamaan : Ln Q : Ln A + Ln L + Ln Ko + Ln K1 + Dimana : Q A L Ko K1 : PDRB : Konstanta : Tenaga Kerja : Sumbangan Pemerintah Pusat : Pendapatan Asli Daerah : Koefisien Tenaga Kerja : Koefisien Sumbangan Pemerintah Pusat : Koefisien Pendapatan Asli Daerah : Variabel Pengganggu

Subekti, 2004 mengadakan penelitian dengan judul Analisis Peran dan Dampak Utang Luar Negeri, PMA, PMDN, dan Tabungan pemerintah Terhadap PDB Indonesia dengan menggunakan metode peneksiran model

33

yang digunakan adalah regresi berganda Ordinary Least Square (OLS) dengan spesifikasi model : PDB : 0 + 1 AID + 2 PMA + 3 PMDN + 4 TAB + Dimana PDB AID PMA PMDN TAB 0 1,2,3,4 : : Produk Domestik Bruto : Utang Luar Negeri : Nilai realisasi Penanaman Modal Asing : Nilai realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri : Tabungan Pemerintah : Konstanta : Koefisien regresi masing-masing variabel : Variabel pengganggu

2.8 Kerangka Berfikir Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah merupakan titik tolak pemberdayaan pemerintah daerah secara lebih mandiri. Pembangunan daerah dengan sistem otonomi daerah ditujukan demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan dengan peningkatan nilai PDRB, dibutuhkan sumber dana maupun sumber daya manusia untuk mencapai hal itu, Propinsi Jawa Tengah

34

menggali dana dari investasi yang ada dan menggali potensi daerahnya. Untuk melihat pengaruh tingkat investasi, Pendapatan Asli Daerah dan tenaga kerja terhadap Pertumbuhan ekonomi (PDRB) maka digunakan analisis regresi berganda. Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi, investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara pemerintah dan swasta. Pendapatan asli daerah merupakan sumber dana yang diperoleh pemerintah daerah dari pemanfaatan dan pengelolaan sumbersumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan daerah. Tenaga kerja merupakan sumber daya potensial sebagai pengerak, penggagas dan pelaksana daripada pembangunan di daerah tersebut, sehingga dapat memajukan daerah tersebut. Ketiga aspek tersebut diharapkan menjadi pendorong untuk tumbuh dan berkembangnya suatu perekonomian di daerah tersebut. Dengan demikian tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja dapat dijadikan indikator dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDRB).

35

Tingkat Investasi

Pendapatan Asli Daerah

PDRB

Tenaga Kerja

sumber :Suahasil Nasara(1997), Sri Nani Wijayanti(2002), Nugroho Ari Subekti(2004) dengan modifikasi.

2.9 Hipotesis Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian, disampaikan suatu hipotesis penelitian. Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil ujian ini akan dapat dipakai sebagai masukan dalam menentukan kebijakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang dikemukakan dan masih lemah kebenarannya. Hipotesis juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sementara. Sesuai dengan masalah di atas dapat diambil hipotesa sebagai berikut : a. Tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara bersamasama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB.

36

b. Tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian dari segi pendekatan dibagi menjadi dua macam yaitu, pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif pada dasarnya menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 2001: 5).

3.2 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu gejala yang bervariasi. Variabel juga dapat diartikan sebagai obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian dari suatu penelitian (Arikunto: 1998: 99). Variabel dalam penelitian ini antara lain : 1. Variabel Bebas (Independent Variables) Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel

38

yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui (Azwar, 2001: 62). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas antara lain : a. Tingkat investasi Tingkat investasi merupakan jumlah uang yang ditanamkan untuk pembangunan industri atau proyek-proyek Penanaman Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri. Investasi adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1994: 107). b. Pendapatan asli daerah Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan yang merupakan hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil laba perusahaan milik daerah dan juga pendapatan lainnya daerah yang sah. PAD adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah (Sutrisno, 1984: 200). Menurut pasal 6 Undangundang No. 32 tahun 2004, PAD berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah, dan penerimaan dinas dan pendapatan lainlain yang disahkan. c. Tenaga kerja Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15 sampai dengan 64 tahun (Suparmoko, 2002: 114). Mulyadi Subri (2002: 57), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau jumlah seluruh penduduk

39

dalam suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. 2. Variabel terikat/tergantung (Dependent Variables) Variabel tergantung adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel yang lain. Besarnya efek tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul-hilangnya, membesar-

mengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain termasud (Azwar, 2001: 62). Variabel terikat atau tergantung dalam penelitian ini adalah PDRB. PDRB yaitu jumlah nilai produksi netto dari suatu barang dan jasa yang dihasilkan daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time series periode tahun 1990-2005. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh dari peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data

dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia (Azwar, 2001: 91). Data yang digunakan meliputi : data PDRB, data tingkat investasi, data pendapatan asli daerah, dan data tenaga kerja. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.

40

3.4 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode statistika untuk keperluan estimasi. Dalam metode statistika alat analisis yang biasa di pakai dalam khasanah penelitian adalah analisis regresi. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi atas ketergantungan suatu variabel yaitu variabel yang tergantung pada variabel yang lain yang di sebut dengan variabel bebas dengan tujuan untuk mengestimasi dengan meramalkan nilai populasi berdasarkan nilai tertentu dari variabel yang di ketahui (Gujarati, 1996: 13-14). Penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi linear berganda dan di transformasikan dalam bentuk logaritma dengan menggunakan kuadrat terkecil dengan formulasi sebagai berikut : Ln Y = + 1 Ln X1 + 2 Ln X2 + 3 Ln X3 + i (Algifari,2000:65) Dimana Y X1 X2 X3 : : PDRB : Tingkat Investasi : Pendapatan Asli Daerah : Tenaga Kerja

1, 2, 3 : koefisien masing-masing variabel i : konstanta : Residu

41

3.5 Pengujian Hipotesis Uji statistik terhadap regresi berganda. Untuk membuktikan hipotesa ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan atau kuat maka dilakukan dengan uji t dan uji F. 1. Pengujian arti keseluruhan regresi (Uji F) Untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang digunakan dalam model regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen perlu dilakukan pengujian koefisien regresi secara serempak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan derajat signifikansi nilai F. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 12. Ho = Ketiga variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Hi = Ketiga variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Dasar pengambilan keputusan menurut Singgih Santoso (2004: 112) : a. Jika probabilitas (signifikansi) > 0,05 () maka Ho diterima. b. Jika probabilitas (signifikansi) < 0,05 () maka Ho ditolak dan menerima Hi. 2. Pengujian koefisien regresi parsial (Uji t) Untuk mengetahui pengaruh variable bebas secara parsial atau individu terhadap variable tidak bebas dengan asumsi variabel yang lain konstan. Pengujian ini dilakukan dengan melihat derajat signifikansi masing-masing variable bebas menggunakan SPSS 12. Ho = Ketiga variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Hi = Ketiga variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.

42

Dasar pengambilan keputusan menurut Singgih Santoso (2004: 168) : c. Jika probabilitas (signifikansi) > 0,05 () maka Ho diterima. d. Jika probabilitas (signifikansi) < 0,05 () maka Ho ditolak dan menerima Hi. 3. Koefisien Determinasi. Besarnya koefisien determinasi (R2) adalah 0 sampai 1. Semakin mendekati 1 besarnya koefisien determinasi suatu persamaan regresi semakin besar pula pengaruh semua variabel independen terhadap veriabel dependen (semakin besar kemampuan model yang dihasilkan dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen). Sebaliknya semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi suatu persamaan regresi semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai veriabel dependen (semakin kecil kemampuan model yang dihasilkan dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen) Besarnya pengaruh variabel bebas secara parsial dilihat dari besarnya determinasi parsial (r2) (Algifari, 2000: 58).

3.6 Pengujian Asumsi Klasik Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksir. Disamping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari :

43

a. Uji Normalitas Uji asumsi klasik yang pertama adalah uji normalitas, dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi dengan normal atau tidak. Penulis melakukan uji normalitas data dengan uji grafik profitability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi komulatif dari distribusi normal. Distribusi normal membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusinya data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2001: 84). b. Uji Multikoliniaritas Uji multikoliniaritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat interkorelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi. Uji multikoliniaritas menggunakan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan diregresi terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Lebih ditegaskan oleh Ghozali bila korelasi antara dua variabel bebas

44

melebihi 90% maka VIF-nya diatas 10 maka dapat dikatakan bahwa model tersebut terkena multikolinieritas (Ghozali, 2001: 63-66). c. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui tidak adanya korelasi diantara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) dalam model regresi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem auto korelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak ada autokorelasi. Uji autokorelasi yang dipakai penulis dengan menggunakan uji Durbin Waston (Ghozali, 2001: 68). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi : 1. Bila Dw hit > upper bound (du) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila Dw hit < lower bound (dl) maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. 3. Bila dl Dw hit du, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. 4. Bila Dw hit > (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol ada autokorelasi negatif. 5. Bila Dw hit < (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, tidak ada autokorelasi. 6. Bila (4-du) Dw hit (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

45

d. Uji heterokedastisitas Uji ini muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang dianalisis tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi. Konsekuensi adanya heterokedastisitas dalam model regresi adalah estimator yang digunakan dalam penelitian ini adalah grafik scatter plot. Grafik scatter plot dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot, jika data tidak membentuk pola tertentu maka mengindikasikan model regresi tidak terjadi hetreokedastisitas. Jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat, maka ada indikasi terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2001: 77-82).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang paling luas di Pulau Jawa dan berada di tengah-tengah jalur strategis antara Pulau SumatraJawa-Bali. Dilihat dari letak geografis, letak provinsi Jawa Tengah berada pada 50 40 - 80 30 lintang selatan (LS) dan 1080 31 1110 30 bujur timur (BT) termasuk Kepulauan Karimun Jawa. Provinsi Jawa Tengah memiliki luas total mencapai 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 % dari luas total Pulau Jawa dan sekitar 1,7 % dari luas wilayah Indonesia. Batas Provinsi Jawa Tengah meliputi : U : Laut Jawa T : Provinsi Jawa Timur S : Provinsi D.I. Jogjakarta dan Samudera Indonesia B : Provinsi Jawa Barat Secara geografis Provinsi Jawa Tengah memiliki daerah yang bervariasi, mulai dari dataran rendah sampai pegunungan dengan dataran tingginya. Secara umum memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 240 310 C. Wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari 100 m diatas permukaan laut (dpl) seluas 53 %, ketinggian 100-500 m dpl sekitar 27,4 %, ketinggian 500-1000 m dpl sekitar 14,7 % dan sisanya sekitar 4,6 % memiliki ketinggian diatas 1000 m dpl.

47

Kesuburan tanah disebabkan keberadaan beberapa gunung api yang masih aktif sehingga menjadikan Jawa Tengah sebagai salah satu penghasil padi yang cukup besar. Lahan pertanian yang berupa tanah sawah memiliki luas 996 ribu hektar atau sebesar 30,60 % dan lahan pertanian bukan sawah seluas 2,26 juta hektar atau 69,32 %. Lahan sawah berpengairan teknis sebesar 38,93 % dan lahan yang dapat ditanami padi lebih dari 2 kali sebesar 69,33 %. Potensi sumber daya alam yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah cukup besar dan beragam jenisnya. Potensi air permukaan terdapat pada satuan wilayah sungai yang meliputi : Bengawan Solo, Serayu, Citanduy, Comal, Pemali dan Jratunseluna dengan potensi sebesar 94.752,82 m3/tahun dan potensi air bawah tanah sebesar 532,172 juta m3. Sektor pertambangan dan bahan galian belum dimanfaatkan secara optimal dan baru penambangan bahan galian c yang sudah banyak diusahakan. Potensi lain yang cukup besar tapi belum banyak diusahakan secara optimal adalah sumber daya pantai dan lautan. Pembangunan di sektor industri merupakan proiritas utama pembangunan ekonomi tanpa mengabaikan pembangunan di sektor lain. Perusahaan industri besar dan sedang pada tahun 2004 tercatat sebesar 3.476 perusahaan. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah terdapat 643,95 ribu perusahaan industri kecil dan menengah. Penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 tercatat sebanyak 32,91 juta jiwa atau sekitar 15 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan potensi bagi ketenagakerjaan di Jawa

48

Tengah. Berdasarkan Susenas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2005 mencapai 16,63 juta orang. Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Wilayah tersebut terdiri atas 566 kecamatan dan 8.568 desa atau kelurahan. Pada tahun 2006 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 18,11 ribu orang. 4.1.2 PDRB Jawa Tengah Pertumbuhan ekonomi daerah mencerminkan keadaan perekonomian disuatu daerah. Keadaan perekonomian ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan kondisi perusahaan yang beroperasi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan disuatu daerah maka semakin besar pula kesempatan berkembang bagi perusahaan-perusahaan yang beropersai di daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat pertumbuhan perekonomian daerah secara tidak langsung merupakan gambaran kemakmuran suatu daerah. Perhitungan pertumbuhan ekonomi dilakukan atas dasar angka PDRB. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama kurun waktu lima tahun terakhir ini selalu mengalami kenaikan. Ini ditunjukkan oleh Tabel 4.1 yaitu Tabel Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha di Jawa Tengah tahun 2001-2005. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2005 ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 yaitu 5,35 persen, semakin membaik dari tahun 2004 yaitu sebesar 5,13 persen. Hal tersebut cukup beralasan mengingat kondisi perekonomian relatif terus membaik selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2005.

49

Tabel 4.1 Tabel Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Jawa Tengah tahun 2001-2005 (Persen). Lapangan Usaha 1. Pertanian 1.1 Tanaman Bahan Makanan 1.2 Tanaman Perkebunan 1.3 Peternakan 1.4 Kehutanan 1.5 Perikanan 2. Pertambangan dan Galian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto 17.45 3.59 -6.05 3.55 16.46 4.98 5.58 5.13 4.75 5.35 7.63 1.84 5.30 2.35 5.91 2.80 4.67 3.78 7.34 5.00 2001 1.12 0.36 1.48 1.63 -3.32 10.09 8.18 4.14 0.55 5.13 -0,97 2002 4.95 5.67 -2.65 9.52 5.75 0.50 3.13 5.46 11.83 10.56 1.85 2003 -2.05 -0.18 -2.20 -5.98 -40.84 -2.25 5.51 5.49 0.45 12.92 5.42 2004 5.33 5.64 7.06 0.70 32.96 1.96 2.73 6.41 8.65 7.84 2.45 2005 4.61 4.00 4.28 7.01 48.11 -3.61 9.28 4.80 10.78 6.88 6.05

Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, BPS, 2001-2005

Salah satu ukuran dari pertumbuhan ekonomi suatu daerah, selain Produk Domestik Regional Bruto, adalah dengan melihat dari tinggi rendahnya Produk Domestik Regional Bruto per kapita (PDRB per kapita). PDRB per kapita ini diukur dari hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk. PDRB per kapita ini mencerminkan tingkat kesejahteraan dari masyarakat. Jawa Tengah merupakan provinsi yang berpenduduk padat, memiliki kota besar dan bercorak agraris. Tabel

50

4.2 memperlihatkan bahwa dengan jumlah penduduk yang tiap tahunnya mengalami peningkatan, PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah juga. Ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang diukur dengan PDRB atas dasar harga konstan selalu mengalami kenaikan. Walaupun kenaikan tersebut tidak terlalu signifikan, tetapi itu menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Jawa Tengah selalu mengalami kenaikan. PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah selama kurun waktu 5 tahun terakhir ini selalu menagalami kenaikan. Pada tahun 2001 PDRB perkapita Jawa Tengah sebesar Rp. 3.762.289,62 dan terus meningkat menjadi Rp. 4.328.693,93 pada tahun 2005. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah tiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Tabel 4.2 Poduk Domestik Regional Bruto Per Kapita Provinsi Jawa Tengah tahun 2001-2005 Tahun PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 (dalam juta rupiah) 2001 2002 2003 2004 2005 118.816.400,29 123.038.541,13 129.166.462,45 135.789.872,31 143.051.213,88 31.063.818 31.691.866 32.397.431 32.397.431 32.908.850 Jumlah penduduk PDRB Per Kapita (rupiah) 3.762.298,62 3.581.152,36 3.998.119,98 4.155.759,96 4.328.693,93

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS, 2001-2005

51

4.1.3 Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita seringkali digunakan pula sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi pada suatu daerah. Dengan kata lain, pendapatan perkapita selain memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah juga dapat menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi disuatu daerah. Pendapatan perkapita sering dianggap sebagai gambaran tingkat kesejahteraan. Sedangkan besarnya pendapatan perkapita sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. Sehingga apabila pertambahan pendapatan domestik lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita akan mengalami penurunan. Pendapatan regional perkapita Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini selalu mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan Provinsi Jawa Tengah mengalami kemajuan. Pada tahun 2001 pendapatan regional perkapita atas dasar harga berlaku Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 3617930,84 dan meningkat menjadi Rp. 4552793,85 pada tahun 2003.Pendapatan tersebut semakin terus meningkat dan menjadi Rp. 6052757,83 pada tahun 2005. Dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah semakin meningkat.

52

Tabel 4.3 Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2005 Tahun Pendapatan Regional Perkapita Pendapatan atas dasar harga regional perkapita

berlaku atas dasar harga konstan 2000 (Rupiah)

(Rupiah) 2001 2002 2003 2004 2005 3.617.930,84 4.070.212,36 4.552.793,85 5.061.108,25 6.052.757,83

3.233.673,95 3.297.575,51 3.429.693,39 3.572.901,79 3.718.806,19

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS,2001-2005

4.1.4 Tingkat Investasi Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno,1994:107). Pola investasi daerah berfungsi sebagai pembentuk modal untuk pembangunan daerah dalam rangka mencapai berbagai tujuan

pembangunan, dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pola investasi swasta dan pola investasi pemerintah (Zaris,1987:91). Investasi swasta memainkan peranan penting dalam membentuk pola pembangunan daerah. Investasi ini akan menyebabkan terbentuknya modal daerah (Regional Capital Formation). Investasi

53

yang ditanamkan hendaknya diarahkan kepada penggunaan yang produktif atau yang dapat meningkatkan output. Perkembangan perekonomian daerah Jawa Tengah, tidak lepas dari peranan investasi yang ditanamkan di Jawa Tengah, dimana realisasi investasi selama periode tahun 2001-2005 berfluktuatif. Penanaman Modal Daerah Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Surat Persetujuan Tetap (SPT) pada tahun 2005 telah disetujui sebanyak 20 proyek dengan total investasi sebesar 1,91 triliun rupiah dengan perkiraan tenaga kerja sebanyak yang akan diserap sebanyak 18 ribu orang. Nilai ini mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan nilai PMDN pada tahun 2004 yang mencapai nilai 5,6 triliun walupun jumlah proyeknya hanya 17 buah proyek. Tetapi selama kurun waktu tahun 2001-2004 nilai investasi PMDN ini selalu mengalami kenaikan, ini disebabakan antara lain karena semakin membaiknya kondisi perekonomian di Jawa Tengah pada khususnya sehingga para investor dalam negeri tertarik untuk menanamkan uangnya di Jawa Tengah. Untuk Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah nilainya juga berfluktuatif sama halnya dengan nilai investasi PMDN. Untuk PMA tahun 2005 ini SPT yang dikeluarkan sebanyak 47 proyek dan diperkirakan mampu

menyerap tenaga kerja sebanyak 8 ribu orang dengan nilai investasi sebesar 610,43 juta dolar Amerika. Nilai investasi tersebut jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai investasi PMA pada tahun 2004 yang nilainya mencapai 3,086 triliun dolar Amerika, hal tersebut dapat terlihat dalam Tabel 4.4 .

54

Tabel 4.4 Perkembangan Investasi Swasta di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2005 Tahun Nilai Investasi PMDN (juta rupiah) 2001 2002 2003 2004 2005 2.451.203,42 3.212.218,97 3.607.653,59 5.608.617,36 1.912.678,00 96.681,99 91.765,00 80.018,36 3.086.867,96 610.432,00 3.936.493.890.000 2.409.407.280.000 4.293.924.890.000 34.188.321.473.492 7.897.617.465.138 -38,79 78,21 696,20 -76,89 Nilai investasi PMA (ribu US $) Total Investasi (PMA + PMDN) (rupiah) Persentase

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS,2001-2005

4.1.5. Pendapatan Asli Daerah Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan pendapatan ali daerah tanpa tergantung dari bantuan pemerintah pusat. Pemerintah daerah haruslah berupaya secara terus menerus menggali dan meningkatkan sumber keuangannya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. PAD tersebut berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

55

Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun anggaran 2005 terhimpun sekitar 2,49 triliun rupiah naik sekitar 33,16 persen dibandingkan tahun anggaran 2004 lalu yang benilai sebesar 1,86 triliun rupiah. Pajak daerah selalu memberikan kontribusi paling tinggi, pada tahun anggaran 2005 pajak daerah ini menyumbang sebesar 1,996 triliun rupiah atau sekitar 80 persen dari total PAD. Bagian laba milik daerah pada tahun anggaran 2005 ini mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu sebesar 207,1 miliar rupiah. Sedangkan pada tahun anggaran 2004 nilai pajak daerah sebesar 1,6 triliun rupiah dan nilai bagian laba milik daerah hanya sebesar 12,8 miliar rupiah, hal ini terlihat dalam Tabel 4.4. Tabel 4.5 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagi Hasil Provinsi Jawa Tengah tahun Anggaran 2001-2005 (ribu rupiah) Jenis Pendapatan Pendapatan Asli Daerah 1.Pajak Daerah 01. Pajak Kendaraan Bermotor 02. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 03. Pajak Bahan Bakar kendaraan bermotor 04. Pajak Pengambilan ABT 05. Pajak PPAP 0,00 0,00 4515781,10 6262434,52 5237147,71 0,00 0,00 8158745,45 9237286,59 8999926,24 8224487,06 161646111,88 217735631,60 217352910,62 357236516,18 401618831,44 491535739,50 361460282,25 743088930,25 873710006,03 695365668,22 1024176920,99 1281489653,89 1602699352,84 1995498185,90 285522349,72 370995069,61 489619213,49 626757790,86 750314589,74 2001 2002 2003 2004 2005

832260986,99 1241735433,06 1494935500,29 1865403623,45 2491395611,51

56

2.Retribusi daerah 3.Bagian laba milik daerah 4.Penerimaan dinas 5.Lain-lain PAD yang sah Bagi Hasil 1.Bagi Hasil Pajak 2.Bagi Hasil Bukan Pajak dinas-

67714673,94 4323467,42 0,00 64857177,41 120015409,24 112681284,92 7334124,32

97429739,98 7007144,14 0,00 113121627,95 158398921,46 150978191,64 7420729,82

123055626,52 9721363,91 0,00 80669255,97 203767635,57 198959735,25 4807900,32

146598214,36 12808251,08 0,00 103297805,17 236719452,42 233185814,71 3533637,71

194017682,40 207097862,02 0,00 94781881,19 257305720,98 254619563,42 2686157,56

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS,2001-2005

4.1.6 Tenaga Kerja Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya bahwa semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak jumlah penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik. Sumber daya manusia yang dilengkapi dengan ketrampilan dan sikap mental terhadap pekerjaan, serta kemampuan untuk berusaha sendiri merupakan modal utama bagi terciptanya pembangunan. Tenaga kerja dalam pembangunan mutlak diperlukan, karena merekalah yang akan melaksanakan pembangunan ekonomi tersebut. Tenaga kerja yang terampil, merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dala proses pembangunan menyongsong era globalisasi. Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaiu antara 1-64 tahun. Penduduk dalam usia kerja ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja dan

57

bukan angkatan kerja (Suparmoko, 2002: 114). Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan angkatan kerja. Berdasarkan hasil susenas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2005 mencapai 16,63 juta orang atau naik sebesar 4,13 persen dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 15,97 juta orang. Pada tahun 2005, angkatan kerja yang bekerja mencapai 15,655 juta orang sedangkan sisanya yaitu sebesar 979952 orang adalah mereka yang belum atau sedang mencari pekerjaan. Menurut status pekerjaan utamanya, sebagian besar sebagai buruh/karyawan yakni 4548115 orang, sedangkan yang berusaha sendiri mencapai 3230500 orang hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.6. Angkatan Kerja yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Jawa Tengah tahun 2001-2005. Tahun Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/karyawan/pegawai Pekerja pertanian Pekerja bebas di non pertanian Pekerja Tidak dibayar Jumlah 3086812 2530533 2651644 2440935 2306439 15066542 14751088 15196265 14930097 15665303 540346 0 814732 999833 bebas di 5817843 4435831 980934 6006433 0 4111260 1243491 4548115 1205505 464694 471340 471942 447695 508746 2001 2168660 3528533 2002 2738325 3053779 2003 2939019 3127227 2004 2938509 2933475 2005 3230500 2856165

Sumber : Jawa Tengah dalam angka, BPS,2001-2005

58

4.2 Uji Model 4.2.1 Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi nomal atau tidak dapat diketahui dengan melihat nomal pobability plot seperti di bawah ini :

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: lpdrb1.0

0.8

Expected Cum Prob

0.6

0.4

0.2

0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum ProbSumber : SPSS 12.0

Pada grafik normal probability plot titik-titik menyebar berhimpit disekitar diagonal dan ini berarti residual tersebut terdistribusi dengan normal.

59

b. Uji Multikoleniearitas Untuk menguji apakah terdapat interkorelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi digunakan uji multikoleniaritas. Uji multikoleniearitas menggunakan nilai tolerance dan VIF (Varian Inflation Factor). Berdasarkan hasil penghitungan dengan SPSS didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 4.6 Rangkuman Nilai Tolerance dan VIF Variabel Tolerance Tingkat Investasi PAD Tenaga KerjaSumber : SPSS 12.0

Colinieraty Statistic VIF 1,310 8,808 8,781

0,763 0,114 0,114

Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai tolerance dan nilai VIF menunjukkan tidak ada satu variabel yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance juga menunjukkan tidak satu variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 10 persen, dan ini berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95 persen. Hasil ini menandakan bahwa model regresi yang dihasilkan tidak terjadi multikoliniearitas dan baik untuk digunakan. c. Uji Heterokedastisitas Salah satu asumsi pokok dalam model regresi klasik adalah bahwa setiap disturbance term yang dibatasi oleh nilai tertentu mengenai variabel-variabel bebas adalah terbentuk nilai konstan yang sama dengan varians.

60

Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apabila muncul kesalahan atau residual dari model regresi yang dianalisis tidak memiliki varians yang konstan dari suatu obsevasi. Berdasarkan hasil analisis dengan SPSS didapatkan grafik scatter plot sebagai berikut :

Scatterplot

Dependent Variable: lpdrb2

Regression Studentized Residual

1

0

-1

-2

-1

0

1

2

Regression Standardized Predicted Value

Sumber : SPSS 12.0

Dari grafik scatter plot di atas terlihat bahwa titik-titik yang terdapat pada grafik tersebut tidak membentuk pola tertentu (tidak mempunyai pola yang jelas, serta titik-titik melebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y), yang berarti model regresi pada penelitian ini tidak terkena gejala heterokedastisitas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang disuguhkan dalam penelitian ini layak untuk diteliti.

61

c. Uji Otokorelasi Untuk menguji ada atau tidaknya kesalahan pengganggu pada periode