Klasifikasi Dan Diagnosa

download Klasifikasi Dan Diagnosa

of 9

Transcript of Klasifikasi Dan Diagnosa

Materi II

Materi IIIKlasifikasi dan DiagnosisPokok Bahasan Klasifikasi gangguan jiwa Diagnosa tingkah laku abnormal Pengertian frustasi, stress dan penyesuaian diriPendahuluan

Psikologi kllnis dipandang sebagai sebuah bidang terapan, Para ahli klinis berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip psikologi yang telah terbukti secara empiris untuk memecahkan masalah problem-problem penyesuaian perilaku abnormal, termasuk penemuan tentang cara perubahan perilaku, pikiran dan perasaan klien. Dengan cara ini psikologi klinis mengatasi gangguan yang dialami kliennya atau meningkatkan kemampuan penyesuaian dirinya.

Para klinisi harus melakukan asesmen terhadap symptom-simptom psikopatologi dan tentang gangguan klien terlebih dahulu sebelum menyusun dan melakukan intervensi. Menariknya, definisi yang jelas tentang gangguan-gangguan tersebut dapat saja berbeda-beda. Demikian juga dengan cara-cara untuk menerapkan definisi tersebut klien kadang juga tidak sistematis.

Psikologi klinis bergerak menjauhi pandangan primitive yang mendefinisikan gangguan mental sebagai orang yang sedang diganggu makhluk halus. Para ahli klinis kontemporer telah memahami gangguan tersebut melalui cara yang lebih terstruktur. Materi ini akan menguraikan bagaimana para ahli klinis mendefinisikan dan memahami gangguan mental.

Klasifikasi Gangguan Jiwa

Henderson dan Gillespie (dalam Ardani, Rahayu, Sholichatun, 2007) menguraikan jenis klasifikasi gangguan jiwa yaitu:

1. Klasifikasi Psikologis

Linneaus membedakan antara gangguan-gangguan dalam ide, imajinasi dan emosi (pathetics)

Zien membedakan antara ganggua tanpa efek atau kerusakan intelektual, dan gangguan dengan efek intelektual baik dari lahir, maupun yang diperoleh kemudian.

2. Klasifikasi Fisiologis

Klasifikasi ini didasarkan atas asumsi bahwa proses mental memiliki dasar faali / fisiologis. Kesulitan dari klasifikasi ini ialah belum jelasnya proses dan lokasi fisiologi dari proses dan lokasi fisiologi dari proses-proses mental normal.

3. Klasifikasi Etiologis

Didasarkan atas sebab-sebab apa yang menyebabkan gangguan jiwa. Klasifikasi dari Inggris mengusulkan pengelompokan gangguan jiwa dalam dua dimensi yakni dimensi berdasarkan nama gangguan/penyakitnya dan dimensi berdasarkan penyebabnya.

Berdasarkan namanya terdapat gangguan sebagai berikut :

a. Oligophrenia

b. Neurosis dan Psikoneurosis

c. Psikosis Schzophrenia

d. Konstitusi Psikopatik

e. Psikosis Afektitik

f. Keadaan kacau

g. Psikosis Epileptik

h. Kelumpuhan umum

i. Dimentia

Henderson dkk mengkritik system klasifikasi ini karena tidak adanya landasan yang sama bagi psikosis schizophrenia dengan keadaan kacau.Klasifikasi Simtologis

Klasifikasi simtologis bertujuan untuk mencari gejala-gejala dan menyimpulkan jenis gangguan berdasarkan gejala-gejala tersebut. Pada tahun 1934, WHO menyusun Diagnostic Statistical Manual for Mental Disorder (DSM I). Karena masih ada kekurangan, DSM I diubah menjadi DSM II yang berlaku hingga 1968. Depkes RI memakai DSM II yang sudah diadaptasi sebagai berikut :1. Retardasi mental

2. Sindroma otak

3. Psikosis yang bertalian dengan kondisi fisik

4. Neurosis

5. Gangguan kepribadian + gangguan nonpsikotik

6. Gangguan psikofisiologis

7. Gejala-gejala khusus

8. Gangguan situasional sementara

9. Gangguan tingkah laku anak + remaja

10. Tidak ada kelainan psikiatrik tetapi bermasalah dan perlu dibantu

11. Tak tergolongkan

Penyempurnaan dilakukan kembali hingga muncul klasifikasi gangguan jiwa yang baru yaitu DSM II dan DSM IV yang dibuat oleh American Psychiatric Assocation (APA). Berbeda dengan DSM I dan DSM II, maka DSM III dan DSM IV memiliki dasar klasifikasi gangguan jiwa yang diperluas terdiri dari lima dimensi.

Lima dimensi itu adalah :

1. Axis I: simtom klinis

2. Axis II: gangguan kepribadian

3. Axis III: dasar-dasar organic

4. Axis IV: keparahan stressor

5. Axis V: penyesuaian diri

Diagnosis Tingkah Laku Abnormal

Goldman mengemukakan bahwa diagnosis psikiatri mencakup tiga proses yaitu:a. Mengorganisasikan gajala-gejala, simtom-simtom, keluhan-keluhan, serta tanda-tanda perilaku abnormal yang diperoleh melalui interview dan observasi dalam pemeriksaan psikiatris

b. Mengelompokkan sejumlah simtom-simptom menjadi suatu sindrom

c. Pemerikasaan yang lebih spesifik untuk menentukan gangguan mental apa yang dihadapinya

Frustasi, Stres dan Penyesuaian Diri

Orang sering kali mengalami hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif dan keinginan. Keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan dinamakan frustasi. Frustasi merupakan kekecewaan yang disebabkan oelh gagalnya pencapaian suatu tujuan A blocking or thwartin of goal-directed activity atau juga suatu keadaan ketegangan yang tak menyenangkan, dipenuhi perasaan dan aktivitas simpatetis yang semakin meninggi yang disebabkan oleh rintangan dan hambatan. Sedang stress adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an internal and external pressure and other troublesome condition in life). Dalam kamus psikologi (Chaplin, dalam Ardani, Rahayu, Sholichatun, 2007). Stress merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisik maupun psikologis.

Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal dari berbagai kehidupan manusia. Dalam hal hambatan, ada beberapa macam hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu tersebut seperti :

1. Hambatan fisik: kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam dan sebagainya

2. Hambatan social: kondisi perekonomian yang tidak bagus, persaingan hidup yang keras, perubahan tidak pasti dalam berbagai aspek kehidupan. Hal-hal tersebut mempersepit kesempatan individu untuk meraih kehidupan yang layah sehingga menyebabkan timbullnya frustasi pada diri seseorang.

3. Hambatan pribadi : keterbatasan-ketebatasan pribadi individu dalam bantuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik bisa menjadi pemicu frustasi dan stress pada individu. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab timbulnya stress. Seringkali individu mengalami dilemma saat diharuskan memilih diantara alternative yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupannya dimasa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk mengatasinya. Bila kita ingn mengetahui bagaimana cara mengatasi perilaku abnormal, terlebih dahulu kita harus mengetahui konflik yang dihadapi oleh individu, yaitu :

a. Stress yang non ego-envolvement : stress yang tidak sampai mengancam kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stress kecil-kecilan

b. Stres yang ego-envolved : stress yang mengancam kebutuhan dasar serta integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.

Kemampuan individu dalam bertahan terhadap stress sehingga tidak membuat kepribadiannya berantakan disebut dengan tingkat toleransi terhadap stress. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Individu dengan kepribadian yang lemah bila dihadapkan pada stress yang kecil sekalipun akan menimbulkan perilaku abnormal. Berbeda dengan individu yang berkepribadian kuat, meskipun dihadapkan pada stress yang ego envolved kemungkinan besar akan mampu mengatasi kondisinya.A. Frustasi

Seorang psikolog biasanya menggunakan istilah ini frustasi untuk :

a. Mengetahui keadaan yang timbul apabila terdapat halangan dalam usaha untuk memenuhi keinginan, kebutuhan tujuan, harapan atau tindakan tertentu.

b. Menyebut hambatan atau halangan itu sendiri.

Keinginan, kebutuhan, tujuan, harapan dan tindakan tiap orang berbeda-beaa. Hal-hal tertentu mungkin membuat orang frustasi sedang bagi orang lain tidak demikian. Salah satu sebab yang membuat orang frustasi adalah rintangan fisik, pribadi dan social, misalnya pada masa-masa sekolah kita menganggap atau melihat sekolah sebagai penghalang (hambatan fisik) yang memenjarakan kita selama 7 jam setiap hari.

Frustasi ialah keadaan dimana suatu kebutuhan tidak bisa dipenuhi, tujuan tidak bisa tercapai. Frustasi ini juga bisa menimbulkan dua kelompok diantaranya bisa menimbulkan situasi yang menguntungkan (positif) dan sebaliknya juga mengakibatkan timbulnya situasi yang destruktif merusak (negatif). Frustasi dengan demikian bisa memunculkan reaksi frustasi tertentu yang sifatnya bisa negative dan positif.

Reaksi frustasi yang sifatnya positif:

Mobilitas dan panambahan aktivitas

Besinnung (berpikir secara menalam disertai dengan wawasan jernih

Regignation (tawakal, pasrah pada Tuhan)

Membuat dinamika nyata suatu kebutuhan

Kompensasi atau substitusi dari tujuan

Sublimasi

Reaksi-reaksi frustasi yang sifatnya negative :

Agresi

Regresi

Fixatie

Rasionalisasi

Proyeksi

DllB. Stress

Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa mejadi penyebab timbulnya stress.

Seringkali individu mengalami dilemma saat diharuskan memilih diantara alternative yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupan di masa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk mengatasinya.

Ada beberapa macam strategi dalam menghadapi stress, yaitu :

a. Dalam perilaku

Memecahkan persoalan secara tenang

Agresi

Regresi

Menarik diri

Mengelak

b. Secara kognitif

Represi

Menyangkal kenyataan

Fantasi

Rasionalisasi

Intelektualisasi

Pembentukan reaksi

Proyeksi

c. Determinan strategi mengatasi stress

Menurut penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa menggunakan teknik untuk mengatasi stress tertentu dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan cara memberi penguatan atau hukuman. Adanya tantangan, fantasi dan ketidakpuasan serta dukungan orang tua dalam menghadapi stress anak secara pasti sangat berhubungan erat dengan ketakutan anak ini mengatasi stress dikemudian hari.

Gaya seseorang menyelesaikan masalah tergantung pada kebiasaan standar budaya dimana ia dibesarkan. Tingkatan kognitif juga mempengaruhi strategi seseorang untuk mengatasi stress.

c. Penyesuaian Diri

Selama masa remaja orang mengalami banyak tantangan. Para remaja biasanya dihadapkan pada berbagai perubahan yang cepat dalam hal berat badan dan perubahan bentuk tubuh, kematangan seksual, kemampuan kognitif baru serta berbagai tuntutan alam harapan dari keluarga, teman-teman serta masyarakat. Senada dengan itu, lingkungan menuntut serta mengharapkan yang berbeda pada remaja tertentu. Para remaja diharapkan dapat menunjukkan identitas diri dan harus dapat membentuk identitias diri.

Psikologi Klinis dan KesehatanFilinoPusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana

111