Kir sman 2 barru firnawati

53
i MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO DI KABUPATEN TANA TORAJA LAPORAN HASIL PENELITIAN Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian semester genap tahun 2011/2012 SMA Negeri 2 Barru O L E H : FIRNAWATI NIS: 10037 SMAN 2 BARRU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Transcript of Kir sman 2 barru firnawati

Page 1: Kir sman 2 barru firnawati

i

MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO DI KABUPATEN

TANA TORAJA

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian semester genap

tahun 2011/2012 SMA Negeri 2 Barru

O L E H :

FIRNAWATI

NIS: 10037

SMAN 2 BARRU

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Page 2: Kir sman 2 barru firnawati

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya tulis dengan Judul : MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU

SOLO‘ DI KABUPATEN TANA TORAJA

Atas nama Saudara

Nama : Firnawati

N I S : 10037

Kelas/Jurusan : XI/IPA 1

Setelah diperiksa/diteliti ulang, telah memenuhi persyaratan untuk menjadi

laporan penelitian dan diprosentasikan di depan pengurus KIR.

Barru, 2012

Pembimbing :

Jamal P, S.Pd.,M.Pd. ..................................

Page 3: Kir sman 2 barru firnawati

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO‘

DI KABUPATEN TANA TORAJA

Nama : Firnawati

NIS : 10037

Kelas/jurusan : XI/IPA 1

Barru, April 2012

Disetujui

Pembimbing Karya Tulis Pembina KIR SMAN 2 Barru

Jamal P, S.Pd.,M.Pd. Jamal Passalowongi, S.Pd.,M.Pd.

NIP : 19750212 2006041006 NIP : 19750212 200604 1 006

Mengetahui

Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Barru

Drs. Muhammad Abidin, M.Pd.

NIP : 19601114 198411 1 002

Page 4: Kir sman 2 barru firnawati

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

HIDUP DENGAN ATURAN AKAN MEBENTUK

SEBUAH KETERATURAN, JIKA ITU

DILANDASKAN PADA SEBUAH KEIKHLASAN.

Karya tulis ini Kupersembahkan

Untuk ayah dan bundaku yang tercinta, saudara-

saudaraku, beserta sahabat, yang senantiasa

memberikan dukungan dan motivasi selama saya

menempuh pendidikan.

Page 5: Kir sman 2 barru firnawati

iv

ABSTRAK

Andi Ahmad Irfa, 2012.Karya Ilmiah. PENGARUH PRESTASI GURU

PENJASORKES TERHADAP PRESTASI OLAHRAGA SISWA DI SMA

NEGERI 2 BARRU pada SMA Negeri 2 Barru (dibimbing oleh Muhammad

Syathir)

Permasalahan pokok yang diangkat dalam laporan ini adalah Apakah guru

penjasorkes yang berprestasi mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA

Negeri 2 barru?,dan Apakah ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi

olahraga siswa di SMA Negeri 2 barru. Adapun tujuannya adalah untuk

mengetahui guru penjasorkes yang berprestasi mempengaruhi prestasi olahraga

siswa di SMA Negeri 2 Barru dan untuk mengetahui faktor lain yang

mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA Negeri 2 Barru.

Jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah Kuantitatif dengan metode

metode Kuisioner (angket). metode kuantitatif adalah metode yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek ilmiah yang mana responden adalah intrumen

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat

data angket, dan hasil penelitian kuantitatif lebih menekankan makna dari pada

spesialisasi.

Hasil pada penelitian ini adalah, pengaruh prestasi guru penjasorkes

terhadap prestasi olahraga siswa di SMAN 2 Barru memiliki pengaruh yang

sangat kuat sekali. Dalam hal ini seorang guru penjasorkes memiliki kontribusi

yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi olahraga siswa. Hal ini memang

sangat memungkinkan karena seorang guru penjasorkes yang berprestasi dapat

menggunakan metode-metode yang memungkinkan mereka memperoleh prestasi

tersebut terhadap anak didik sehingga anak didik memiliki kesempatan untuk

memperoleh pretasi yang sama bahkan lebih dari prestasi guru penjasorkes

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu, Upacara adat Rambu Solo‘

merupakan upacara adat sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi seseorang

yang meninggal dunia. Rambu Solo‘ mempunyai tingkatan dalam memotong babi

dan kerbau berdasarkan tingkatan kasta dalam tatanan masyarakat. Upacara aluk

rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang

meninggal dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat

di puya. Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-

benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Dalam upacara adat

Rambu Solo‘ lama rangkaian acara juga bergantung pada seberapa tinggi

tingkatan kasta daro orang yang meninggal dunia tersebut.

Page 6: Kir sman 2 barru firnawati

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa.

Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan

karya ilmiah ini.

Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada

awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku,

kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu

apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya

daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan

kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri

yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai

dengan kepribadian bangsanya.

Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tentu

sesuai dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga

terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri.

Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama

terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki

merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga

kelestarian dan keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat. Pada umumnya

mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri

bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalamnya.

Page 7: Kir sman 2 barru firnawati

vi

Terakhir, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada guru bahasa

Indonesia yaitu Bapak Jamal Passalowongi, S.Pd., M.Pd., sekaligus pembimbing

penulis dalam penulisan karya ilmiah ini, yang telah membimbing penulis agar

dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah Ini. Penulis

juga mengucapkan terima kasih untuk semua rekan serta semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan dan dapat membantu pembaca dalam hal

pengetahuan tentang kebudayaan lokal khususnya kebudayaan Sulawesi Selatan.

Lajulo, Maret 2012

Penulis

Page 8: Kir sman 2 barru firnawati

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .....................................................................................v

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ...........................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................3

C. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................4

D. MANFAAT PENELITIAN ...................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI ..............................................................................5

BAB III

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN .......................................7

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA .....................................................8

C. ANALISIS DATA .................................................................................9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. SEPERTI APA MASYARAKAT TANA TORAJA ? ........................11

1. Identitas etnis ..................................................................................11

2. Sejarah ............................................................................................12

3. Masyarakat......................................................................................14

a) Keluarga ..................................................................................14

Page 9: Kir sman 2 barru firnawati

viii

b) Kelas sosial ..............................................................................15

c) Agama......................................................................................17

4. Filosofi Tau .............................................................................18

5. Upacara pemakaman ...............................................................19

B. PENGERTIAN ....................................................................................21

C. ASAL USUL UPACARA RAMBU SOLO‘ ......................................22

D. PROSESI UPACARA RAMBU SOLO ..............................................25

a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................30

b. Peserta dan Pemimpin Upacara ....................................................31

c. Peralatan dan Bahan ....................................................................32

d. Proses Pelaksanaan .......................................................................32

e. Doa-doa ........................................................................................38

f. Pantangan dan Larangan ..............................................................39

E. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG

DALAM RAMBU SOLO ...................................................................39

BAB V PENUTUP

A. SIMPULAN ........................................................................................42

B. SARAN ...............................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................44

Page 10: Kir sman 2 barru firnawati

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia marupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau

yang kaya akan tradisi masing-masing di setiap daerah. Keragaman

budaya ini menjadi salah satu keunikan mendasar bagi negara Indonesia.

Setiap suku di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang

berbeda satu sama lain. Setiap daerah punya tradisi menghormati

kematian. Jika di Bali dikenal dengan istilah Ngaben, di Sumatera Utara

dikenal Sarimatua, maka di Sulawesi Selatan tepatnya di Tana Toraja

dikenal dengan upacara Rambu Solo'. Persamaan dari ketiganya: ritual

upacara kematian dan penguburan jenazah. Di Tana Toraja sendiri

memiliki dua upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka.

Rambu Solo' merupakan upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka,

adalah upacara adat selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru saja

selesai direnovasi. Namun dibeberapa daerah upacara-upacara adat untuk

menghormati kematian mulai terlupakan bahkan terhapuskan. Sikap masa

bodoh atau acuh akan kelestarian budaya mereka menjadi pemicu

utamanya.

Dewasa ini makin sulit mempertahankan tradisi yang dimiliki suatu

daerah. Dampak dari globalisasi yang menyebabkan masyarakat kita

cenderung terpengaruh oleh adanya westernisation. Globalisasi adalah

suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus

Page 11: Kir sman 2 barru firnawati

2

dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia

global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi

mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh

seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai

tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam

upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.

Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar

dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru

sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Hal ini akan terjadi interaksi

antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling

memengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti

kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain.

Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-

hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya. Terkait

dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa

Thiong‘o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika

seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia.

Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi

sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari

indentitas budaya nasionalnya. Budaya-budaya leluhur mulai terabaikan

oleh para masyrakatnya. Hanya ada sebagian saja yang masih

mempertahankan tradisi-tradisi leluhur mereka.

Page 12: Kir sman 2 barru firnawati

3

Salah satunya di daerah Tana Toraja, yang masih mempertahankan

tradisi upacara adat kematian, sebagai bentuk penghormatan mereka

kepada sang jenazah. Upacara adat tersebut dikenal dengan Rambu Solo‘.

Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja,

karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini

biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke

barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua

minggu untuk kalangan bangsawan.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba melakukan pengkajian

tentang bentuk acara tradisi Rambu Solo‘ di Tana Toraja, dealam karya

tulis ilmiah yang berjudul ― Mengenal Lebih Jauh Tradisi Rambu Solo‘ di

Tana Toraja‖. Upacara adat ini juga dikenal sebagai upacara kematian

terumit di dunia. Dengan berbagai prosesi yang panjang mulai dari awal

sampai pada prosesi penguburan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Seperti apa masyarakat tana toraja ?

2. Bagaimana asal usul dari upacara Rambu solo‘ ?

3. Bagaimanakah bentuk dan prosesi pelaksanaan pesta adat Rambu

Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja ?

4. Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Rambu

Solo‘ ?

Page 13: Kir sman 2 barru firnawati

4

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui seperti apa masyarakat Tana Toraja itu sendiri

2. Untuk mengetahui asal usul, bentuk dan prosesi pelaksanaan pesta

adat Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja.

3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat

Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka adapun manfaat penelitian

yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang baik bagi :

1. Peneliti, untuk mengetahui bagaimana prosesi upacara adat Rambu

Solo‘ di Tana Toraja. Selain itu diharapkan dari penelitian ini,

peneliti dapat termotivasi untuk ikut mengambil peran dalam upaya

pelestarian budaya lokal.

2. Keilmuan, diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran,

khususnya tentang seperti apa prosesi dari upacara adat kematian

yang dikenal dengan nama Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana

Toraja, yakni upacara adat kematian terumit di dunia.

3. Bagi Dinas Periwisata menjadi masukan dalam rangka

mengembangkan bidang pariwisata di Kabupaten Tana Toraja.

Page 14: Kir sman 2 barru firnawati

5

BAB II

LANDASAN TEORI

Suku bangsa Melayu di Toraja, Sulawesi Selatan, memiliki

banyak tradisi yang sakral dan unik. Salah satunya adalah aluk rambu

solo’, yakni upacara pemakaman adat orang Toraja. Kendati dalam

pelaksanaannya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit, namun

upacara ini masih tetap lestari hingga sekarang (Tino Saroenggalo, 2008).

Istilah aluk rambu solo’ terbangun dari tiga kata, yaitu aluk (keyakinan),

rambu (asap atau sinar), dan solo’ (turun). Dengan demikian, aluk rambu

solo’ dapat diartikan sebagai upacara yang dilaksanakan pada waktu sinar

matahari mulai turun (terbenam). Sebutan lain untuk upacara ini adalah

aluk rampe matampu’. Aluk artinya keyakinan atau aturan, rampe artinya

sebelah atau bagian, dan matampu’ artinya barat. Jadi, makna aluk rampe

matampu ’adalah upacara yang dilaksanakan di sebelah barat dari rumah

atau tongkonan (L.T. Tandilintin, 1975; K. Kadang, 1960).

Menurut L.T.Tandilintin (1981:8) menyatakan bahwa Rambu Solo‘

merupakan ―upacara adat orang mati atau aluk rampe matampu‘ ialah

semua upacara keaagamaan yang mempersembahkan babi dan kerbau

pada arwah leluhur atau unutk orang yang meninggal dunia, seperti pada

pemakaman secara adat yang disebut ma’nene’ yaitu upacara memotong

babi dan kerbau untuk orang yang sudah dikuburkan dipekuburan liang

batu‖.

Page 15: Kir sman 2 barru firnawati

6

Selanjutnya beliau menyatakan pula bahwa yang dimaksud dengan

aluk Rambu Solo‘ atau Aluk Rampe Matumpu adalah ―upacara

pemakaman dan kematian manusia sebagai upacara yang dilakukan pada

sebelah barat dari rumah pada waktu matahari hendak terbenam‖.

Disebut Aluk Rambu Solo‘ karena upacaranya dilakukan pada

waktu matahari mulai terbenam atau pada sore hari, dan dikatakan Auk

Rampe Matampu‘ karena upacaranya dilakukan di sebelah barat depan

dari rumah dimana mayat diupacarakan pemakamannya.

Rambu Solo juga merupakan upacara yang meriah karena

dilangsungkan selama berhari-hari. Waktu pelaksanaan Rambu Solo

adalah siang hari, yaitu saat matahari condong ke barat dan biasanya

memakan waktu dua sampai tiga hari, bahkan dua minggu bagi kalangan

bangsawan.

Page 16: Kir sman 2 barru firnawati

7

BAB III

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITAN

Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya

terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk

mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian

merupakan gambaran dari obyek penelitian.

Menurut Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan menggunakan

metode-metode ilmiah. Dengan upaya mendapatkan dan mengumpulkan

data dari kegiatan penelitian, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pendekatan dalam Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui

pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa

angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,

catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi

lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini

adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara

mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan

kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara

realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan

metode diskriptif.

Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud

dengan penelitian kualitatif adalah ―tradisi tertentu dalam ilmu

Page 17: Kir sman 2 barru firnawati

8

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya‖.

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti

adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut

Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian

fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari

masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam

masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-

hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta

proses-proses yang sedang berlansung dan pengaruh-pengaruh dari

suatu fenomena.

B. TEKNIK PEGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui :

1. Observasi Langsung

Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan

penelitian langsung terhadap objek penelitian. Observasi ini

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal dari

Page 18: Kir sman 2 barru firnawati

9

keadaan yang terjadi di lokasi, karena itu teknik observasi

dilakukan dengan mempermudah pengumpulan data

melalui teknik lainnya.

Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal,

perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang prosesi

upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Observasi

langsung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang

tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau

berkomunikasi secara verbal.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan

pemangku adat dan orang tua yang masih hidup yang

dipandang dapat memberikan keterangan atau informasi

yang lebih akurat. Tujuan penulis menggunakan metode ini,

untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang

prosesi upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Dalam

penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan

salah satu tokoh adat di Tana Toraja.

C. ANALISIS DATA

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

Page 19: Kir sman 2 barru firnawati

10

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.7

Dari rumusan di atas dapatlah kita tanarik garis besar bahwa

analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang

terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar

peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan

sebagainya.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan

metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan

menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-

kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu tehnik yang

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah

terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin

aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran

secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M.

Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Page 20: Kir sman 2 barru firnawati

11

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. SEPERTI APA MASYRAKAT TANA TORAJA ?

1. Identitas etnis

Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri

mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum

penjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di

daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak

beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual

menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam

dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran

tinggi Sulawesi.

Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki

hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti suku Bugis dan suku

Makassar, yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi—

daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran misionaris

Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di

wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan

bangkitnya pariwisata di Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan

memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum mayoritas,

meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut),

suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran

tinggi).

Page 21: Kir sman 2 barru firnawati

12

2. Sejarah

Dulu ada yang mengira bahwa Teluk Tonkin, terletak antara

Vietnam utara dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja.

Sebetulnya, orang Toraja hanya salah satu kelompok penuture bahasa

Austronesia. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai

Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.

Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan

perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische

Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah

dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit

dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad

ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di

Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda

melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang

potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama

Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda.[2]

Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan

menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah

Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan

subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut.[8]

Pada

tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan

Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.

Page 22: Kir sman 2 barru firnawati

13

Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat

dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan yang

menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke

dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak

ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti

kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda

tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja

yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja

yang berubah agama menjadi Kristen.

Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun

1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan

Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan

politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-

orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan

1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami

kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang

bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang

gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan

semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.

Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh

penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang

diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan

asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya

Page 23: Kir sman 2 barru firnawati

14

menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia

harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun

1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

3. Masyarakat

a. Keluarga

Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku

Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan

memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut

memelihara persatuan desa.

Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya)

adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku

Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu

ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.

Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian

bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam

ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.

Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya.

Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya,

termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas

dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang

telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas

nama ibu, ayah dan saudara kandung.

Page 24: Kir sman 2 barru firnawati

15

Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten

Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri.

Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani

masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok;

kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain

Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan

berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran

kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun

hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan

masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak,

siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat

setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus

digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang

diperbolehkan untuk masing-masing orang.

b. Kelas sosial

Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat

dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang

biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh

pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak

diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah

tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini

bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap

Page 25: Kir sman 2 barru firnawati

16

merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan

hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.

Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,

tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih

sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk

kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata

boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan

pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka.

Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian.

Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga

beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti

pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung

berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.

Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik

keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat

utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa

saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa

membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status

budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan

dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual

dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu

hukuman mati.

Page 26: Kir sman 2 barru firnawati

17

c. Agama

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan

animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan

sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari

surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku

Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.

Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia

manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah

dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya.

Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat

berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah

tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap

berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di

Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong

Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan

lainnya.

Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang

baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman,

disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem

kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan

kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian,

dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan

desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual

Page 27: Kir sman 2 barru firnawati

18

kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa

ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya

digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya.

Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak

diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi

diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih

sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai

jarang dilaksanakan.

4. Filosofi Tau

Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh

dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau

dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau"

dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja.

Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap

masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: - Sugi' (Kaya) - Barani

(Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis,

bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas

karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara

bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia

telah memiliki dan hidup sebagai Tau. Toraja sendiri secara etimologi

berasl dari dua kata yaitu to atau tau yang artinya manusia, dan raja yang

artinya raja. Tana Toraja berarti tanah atau daerah asal para raja.

Page 28: Kir sman 2 barru firnawati

19

5. Upacara pemakaman

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual

yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa

seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal.

Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar

pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan

biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan

pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang

hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat

pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik

suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi

duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku

untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.

Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah

berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak

kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang

ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya

pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang

datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap

menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu,

jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah

Page 29: Kir sman 2 barru firnawati

20

tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai

upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan

ke Puya.

Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau.

Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang

disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok.

Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu

pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya

bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan

akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan

puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman

yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang

muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan

kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang

pada keluarga almarhum.

Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua,

atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-

kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal

dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua

batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung

kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke

luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing.

Page 30: Kir sman 2 barru firnawati

21

Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan

membuat petinya terjatuh.

B. PENGERTIAN

Rambu Solo adalah upacara pemakaman yang berada di Tana

Toraja. Upacara ini merupakan adat istiadat yang telah diwarisi oleh

masyarakat Toraja secara turun-temurun ini mewajibkan keluarga yang

ditinggal mati membuat pesta besar sebagai penghormatan terakhir kepada

mendiang yang telah pergi.

Upacara Rambu Solo‘ dalam masyarakat Toraja, dapat dipisahkan

dari tingkatan kasta (golongan) dalam masyarakat itu sendiri. Timgkatan

kasta dalam masyarakat Toraja dapat dibagi atas :

1. Tana‘ Bulaan (kasta bangsawan teratas)

2. Tana Bassi (kasta menengah)

3. Tana Karurung (kasta rakyat kebanyakan)

4. Tana Kua-Kua (kasta terendah/hamba)

Status sosial seperti tersebut diatas terikat dengan fungsi / jabatan

pada struktur sosial dan upacara-upacara adat, kerena itu jabatn pemangku

adat adalah berasal dari golongan-golongan menurut strata sosial diatas.

Dengan demikian corak dari pelaksanaan upacara Rambu Solo‘,

selalu didasarkan pada tingkatan sosial tersebut di atas. Dalam

melaksanakan suatu pesta adat terutama dalam upacara Rambu Solo‘,

makna pelaksanaan upacara itu harus disesuaikan dengan keadaan dari

Page 31: Kir sman 2 barru firnawati

22

yang meninggal dunia sesuai dengan kasta atau golongan yang sudah

turun-temurun disandangnya.

C. ASAL USUL UPACARA RAMBU SOLO’

Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan

mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh,

bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya. Upacara ini sebagai

penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-benar wafat setelah

seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang wafat

itu hanya dianggap sebagai orang yang ―sakit‖ atau ―lemah‖, sehingga ia

tetap diperlakukan seperti halnya ketika masih hidup, yaitu dibaringkan di

tempat tidur dan diberi makanan dan minuman, bahkan diajak berbicara.

Selain itu, orang Toraja arwahnya mencapai tingkatan dewa (to-membali

puang) untuk kemudian menjadi dewa pelindung (deata) (Mohammad

Natsir Sitonda, 2007).

Aluk rambu solo’ adalah warisan ajaran leluhur Toraja. Upacara ini

dilaksanakan berdasarkan keyakinan leluhur yang disebut aluk todolo,

berarti kepercayaan atau pemujaan terhadap roh leluhur. Di dalam aluk

todolo terdapat aluk pitung sabu pitu ratu pitungpulo atau 777 aturan,

salah satunya yang berhubungan dengan pemujaan roh leluhur pada saat

kematian (Sitonda, 2007). Berdasarkan status sosial orang atau tingkat

ekonomi keluarga yang diupacarakan, aluk rambu solo’ dapat dibagi

menjadi 4 jenis, yaitu:

Page 32: Kir sman 2 barru firnawati

23

1. Silli’, yakni upacara pemakaman untuk kasta paling rendah,

yaitu kasta kua-kua atau budak. Upacara jenis ini tidak ada

pemotongan hewan sebagai persembahan dan dibagi dalam

beberapa bentuk, seperti dedekan (upacara pemakaman

dengan memukulkan wadah tempat makan babi) dan

pasilamun tallo manuk (pemakaman bersama telur ayam).

2. Todibu’buk tedong diipissanni alukna yaitu pesta yang

dilakukan dengan memotong seekor kerbau dan beberapa

ekor babi yang dilakukan dalam upacara upacara anak kecil

keturunan bangsawan

3. Pasangbongi, yakni upacara yang hanya berlangsung satu

malam. Yang termasuk jenis ini antara lain bai a’pa’

(persembahan empat ekor babi), si tedong tungga

(persembahan satu ekor babi), di isi (pemakaman untuk

anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi dengan

persembahan seekor babi), dan ma’ tangke patomali

(persembahan dua ekor babi).

4. Di batang atau di doya tedong, yakni upacara untuk kasta

tana’ basi (bangsawan menengah) dan tana’ bulan

(bangsawan tinggi). Selain kerbau, upacara jenis ini juga

mempersembahkan babi dan ayam. Upacara biasanya

digelar selama 3-7 hari berturut-turut. Pada akhir acara,

Page 33: Kir sman 2 barru firnawati

24

dibuatkan sebuah simbuang (menhir) sebagai monumen

untuk menghormati orang yang wafat.

5. Dipalimang Bongi, Upacara pemakaman yang berlangsung

selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah serta

pemotongan hewan.

6. Dipapitung Bongi, Upacara pemakaman yang berlangsung

selama tujuh malam yang setiap harinya ada pemotongan

hewan.

7. To dipakasera bonginna (Toraja tomellao alang) yaitu pesta

yang dilakukan selama sembilan malam dengan memotong

dua belas sampai empat belas ekor kerbau dan puluhan

babi.

8. Rapasan, yakni upacara khusus bagi golongan tana’ bulan

(bangsawan tinggi) yang digelar selama 3 hari 3 malam.

Termasuk upacara jenis ini, antara lain rapasan diongan

(rapasan tingkat rendah hanya memenuhi syarat minimal

persembahan 9-12 kerbau), rapasan sundun (rapasan

lengkap persembahan 24 ekor kerbau dan babi tak terbatas),

dan rapasan sapu randanan (rapasan simbolik dengan

persembahan yang diandaikan 30 ekor kerbau) (Sitonda,

2007).

Pesta adat kematian ini adalah merupakan tradisi yang sudah turun-

temurun dan merupakan ciri khas orang Toraja, dimana peristiwa kematian

Page 34: Kir sman 2 barru firnawati

25

itu adalah merupakan suatu beban bagi semua anggita persekutuan adat.

Dalam pelaksanaan upacar pemakaman / pesta kematian tersebut, semua

anggota persekutuan baikl kerabat keluarga maupun pihak luar datang

untuk menolong dengan maksud meringankan beban keluarga dimana

turut juga merasakan perkabungan itu yang melanda para keluarga dari

pihak yang meninggal.

Saat ini, upacara adat aluk rambu solo’ di masyarakat Toraja sudah

mengalami perubahan yang cukup signifikan, khususnya dalam

kelengkapan persembahan. Faktor ekonomi menjadi salah satu akar

persoalannya karena hewan persembahan biasanya berharga cukup tinggi.

Misalnya, jenis kerbau yang digunakan bukan kerbau biasa, tetapi kerbau

bule (tedong bonga) yang harganya antara 10–50 juta/ekor (Saroenggalo,

2008).

D. PROSESI UPACARA RAMBU SOLO

Pesta Rambu Solo dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada

setiap saudara yang sudah meninggal. Penghormatan itu dianggap sebagai

persembahan yang terakhir sebelum bertemu dengan Tuhan. Masyarakat

Toraja percaya bahwa kematian akan sempurna jika prosesi itu dilakukan.

Tradisi Rambu Solo termasuk proses penyempurnaan kematian. Karena

sebelum dilakukan, orang yang meninggal akan dianggap sakit atau lemah.

Sehingga, jasadnya selama pesta belum dilakukan akan dibaringkan di

Tongkonan ( rumah adat Toraja). Kewajiban keluarga yang masih hidup

yakni membuat pesta pemakaman.

Page 35: Kir sman 2 barru firnawati

26

Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak

dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum

terjadinya upacara Rambu Solo‘ maka orang yang meninggal itu dianggap

sebagai orang sakit. Karena statusnya masih ‗sakit‘, maka orang yang

sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang

masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan

rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus

dijalankan seperti biasanya. Prosesi itu menghabiskan dana yang tak

sedikit. Semakin tinggi tingkat sosial dan derajat kebangsawanan, maka

pesta yang dilakukan juga semakin meriah. Biasanya pesta diadakan tujuh

hari lamanya. Hal ini dikenal dengan Dipapitung Bongi. Hewan yang

dipersembahkan juga jumlahnya cukup banyak. Jumlah kerbau 25 – 150

ekor, babi 50 – 350 ekor. Kerbau yang dikurbankan juga bukan kerbau

biasa. Melainkan kerbau pilihan khas Toraja (Tedong Bonga) dengan

harga yang lumayan besar. Satu ekor kerbau bisa seharga Rp 300 - 350

Juta. Makanya Rambu Solo yang besar menghabiskan anggaran milyaran

rupiah. Rambu Solo yang lengkap disebut sapu randanan sarrinna bone

bone (pesta terlengkap) karena semua jenis kerbau (Tedong Bonga) yang

dipersembahkan lengkap. Kemeriahan Rambu Solo bisa kita temukan di

Toraja atau Toraja Utara.

Jika keluarga si mati itu belum mampu melaksanakan upacara

Rambu Solo, jenazah itu akan disimpan di tongkonan (rumah adat Toraja)

sampai pihak keluarga mampu menyediakan hewan kurban untuk

Page 36: Kir sman 2 barru firnawati

27

melaksanakan upacara tersebut. Penyimpanan jenazah itu bisa memakan

waktu bertahun-tahun.

Setelah pihak keluarga mampu menyediakan hewan kurban

tersebut, barulah Rambu Solo dilaksanakan. Jenazah dipindahkan dari

rumah duka ke tongkonan tammuon (tongkonan pertama tempat dia

berasal). Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban

atau dalam bahasa Torajanya Ma‘tinggoro Tedong, yaitu cara

penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan

satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada

sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi

dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.

Setiap akhir tahun (Desember) rangkaian prosesi upacara kematian

yang megah biasa digelar di daerah yang jaraknya 350 km dari Makassar

tersebut. Kemeriahan terlihat saat puncak acara Rambu Solo. Secara

umum prosesi Rambu Solo dimulai dengan Ma paroko paladan. Yaitu

meurunkan jenazah dari rumah ke teras Tongkonan. Selanjutnya semua

jenis kerbau yang akan dipersembahkan akan diberi nama oleh tujuh tokoh

adat. Setelah itu Ma pasa tedong. Kerbau pilihan akan diadu satu sama lain

di sebuah lapangan luas. Ribuan masyarakat berkumpul di lapangan

menanti adu kerbau tersebut.

Setelah mengadu kerbau pilihan, prosesi yang menarik bagi

masyarakat toraja yakni Ma pasisemba. Tradisi baku tendang antara

penduduk kampung dianggap sebagai tanda persahabatan. Masyarakat

Page 37: Kir sman 2 barru firnawati

28

akan berkumpul di lapangan, berhadap-hadapan dan melakukan aksi

―kungfu‖ secara bersama. Seorang tokoh adat berdiri di tengah lapangan

menjadi pemandu tanda si semba di mulai. Pada hari pemakaman jenazah

dipindahkan dari teras ke depan rumah, lalu kemudian jenazah diarak

keliling kota Toraja sebelum diantar ke tempat peristirahatan terakhir.

Dalam proses ini ribuan masyarakat akan mengiringi jenazah. Sambil

membentangkan kain berwarna merah yang cukup pajang.

Setelah prosesi pemakaman usai, keluarga menerima tamu

undangan, kerabat dan para pejabat yang berkunjung ke rumah duka.

Proses menerima tamu ini dilakukan bersamaan dengan mengurbankan

Tedong Bonga. Caranya pun sangaat unik yakni hanya dengan melakukan

satu kali tebasan pada leher kerbau itu. Daging kerbau tersebut kemudian

dibagi-bagikan pada warga dan dijadikan santapan selama menerima tamu.

Proses itu pun berakhir setelah pesta menerima tamu undangan usai.

Rambu Solo membuat kematian menjadi sempurna sebab dalam

kepercayaan masyarakat Toraja, Dewata akan menerima segala

pengorbanan anak cucu yang masih hidup .

Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja).

Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang,

biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan,

kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu).

Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante

dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat

Page 38: Kir sman 2 barru firnawati

29

arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat

keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba.

Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan,

pada urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang

sangat besar, lalu diikuti dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal

dengan umbul-umbul), lalu tepat di belakang tompi saratu ada barisan

tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah

duba-duba.

Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus

tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah

sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor.

Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga

yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak

kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah

disediakan oleh keluarga yang sedang berduka.

Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan

diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama

prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi

di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari

pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di

atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor

kerbau yang akan ditebas.

Page 39: Kir sman 2 barru firnawati

30

Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah

penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air.

Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan

hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan

mempertontonkan ma‘pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya

para penonton, karena selama upacara Rambu Solo‘, adu hewan pemamah

biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu. Namun terkadang acara

ini disalahgunakan oleh sebagian penonton, yakni seringkali acara

ma‘pasilaga tedong (adu kerbau) dijadikan ajang berjudi, yang bernilai

sampai pulihan juta rupiah.

Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau

merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan

sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu

lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal

ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja

hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing

maupun yang di patane‘ (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).

a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Upacara aluk rambu solo’ digelar sesuai dengan kesiapan

keluarga secara ekonomi karena membutuhkan biaya yang tidak

sedikit. Bagi kaum bangsawan yang mampu, biasanya akan

langsung menggelar upacara ini ketika ada anggota keluarga yang

meninggal. Namun, bagi kalangan biasa, mereka akan menunggu

Page 40: Kir sman 2 barru firnawati

31

hingga punya cukup dana. Sementara itu, tempat pelaksanaan

upacara dipusatkan di dua lokasi, yakni di rumah duka dan di

lapangan (rante).

b. Peserta dan Pemimpin Upacara

Peserta upacara aluk rambu solo’ adalah seluruh keluarga

orang yang wafat dan segenap warga masyarakat. Pelaksanaan

upacara ini dipimpin oleh beberapa orang khusus yang terdiri dari:

1. To mebalun atau to ma’kayo, bertugas memimpin

dan membina upacara pemakaman.

2. To ma’pemali, bertugas melayani, merawat, dan

memelihara jenazah selama upacara berlangsung.

3. To ma’kuasa, bertugas membantu secara umum

pelaksanaan pemakaman.

4. To ma’sanduk dalle, perempuan yang khusus

menyiapkan nasi bagi jenazah yang akan

dimakamkan.

5. To dibulle tangnga, perempuan yang bertugas

sebagai penghubung antarpetugas upacara yang lain,

khususnya yang berkaitan dengan sesaji.

6. To sipalakuan, orang yang bertugas memenuhi

semua kebutuhan perawatan jenazah dan upacara.

Page 41: Kir sman 2 barru firnawati

32

7. To ma’toe bia’, seorang laki-laki yang bertugas

menyalakan api dan memegang obor selama

upacara berlangsung.

8. To masso’ boi rante, perempuan yang bertugas

membuka jalan ke rumah duka atau lapangan

tempat upacara.

9. To mangengnge baka tau-tau, seseorang yang

khusus membawa tempat pakaian dari patung.

c. Peralatan dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara aluk

rambu solo’ antara lain:

Tombi saratu, kain panjang seperti umbul-umbul.

Tuang-tuang atau tanda upacara.

Gendang.

Maa’, kain berukir sebagai tanda kemuliaan.

Sesaji.

Gong atau bombongan.

d. Proses Pelaksanaan

Proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ meliputi 3

tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Berikut adalah

proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ yang digelar selama

4 hari.

Page 42: Kir sman 2 barru firnawati

33

1. Persiapan

Untuk menyiapkan upacara aluk rambu solo’,

beberapa persiapan yang harus dilakukan meliputi:

pertemuan keluarga, pembuatan pondok upacara, dan

menyediakan peralatan upacara.

Pertemuan keluarga orang yang wafat, baik dari

pihak ibu maupun bapak, dilakukan untuk

membicarakan ahli waris, tingkat upacara yang akan

dilakukan, tempat pelaksanaan upacara, dan lain-

lain.

Pembuatan pondok upacara terdiri dari dua macam,

yaitu yang ada di halaman rumah orang yang wafat

dan di lapangan upacara. Pondok-pondok tersebut

nantinya selain untuk pelaksanaan upacara juga

sebagai tempat menginap para tamu. Pondok

dibangun sesuai kasta orang yang wafat.

Menyediakan peralatan upacara seperti peralatan

makan, tidur, sesaji dan lain-lain.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ terbagi

menjadi dua tahap, yaitu aluk pia atau aluk banua, yakni

upacara dilakukan di halaman rumah orang yang wafat

(upacara tahap pertama), dan aluk palao atau alok rante,

Page 43: Kir sman 2 barru firnawati

34

yakni upacara yang dilakukan di lapangan atau rante

(upacara tahap kedua).

1. Aluk Pia atau Aluk Banua

Pada upacara pemakaman di halaman rumah,

jenazah tetap di rumah duka. Upacara tahap pertama ini

digelar selama 4 hari berturut-turut. Pada hari pertama

dilakukan persembahan sesaji berupa kerbau dan babi,

dengan diiringi nyanyian semalam suntuk (ma’badong). Di

hari pertama ini, dilakukan juga perubahan letak jenazah

sekaligus status mayat berubah menjadi to makula, yaitu

orang yang dianggap benar-benar telah wafat.

Hari kedua, selain tetap melantunkan nyanyian

semalam suntuk, keluarga menerima masyarakat dan

kerabat yang biasanya datang dengan membawa

sumbangan berupa hewan atau uang. Sumbangan ini

sebagai tanda bahwa kelak jika sang penyumbang juga

menyelenggarakan upacara, maka yang disumbang harus

mengembalikannya, meskipun tidak dianggap sebagai

utang. Para tamu biasanya akan memperkenalkan kerabat

masing-masing sehingga dari sini mereka akhirnya saling

mengetahui jalinan kekerabatan mereka.

Pada hari ketiga diadakan dua ritual. Pertama yaitu

ma’bolong, penyembelihan babi di pagi hari oleh to

Page 44: Kir sman 2 barru firnawati

35

mebalun di mana semua orang berpakaian hitam sebagai

tanda berkabung. Kedua, ma’batang, penyembelihan

kerbau di lapangan dan dilanjutkan dengan pembacaan

mantra pujian pada leluhur dari atas menara daging

(bala‘kayan).

Di hari keempat dilakukan ritual memasukkan

jenazah ke dalam sebuah peti kayu. Kayu yang digunakan

harus kayu yang sudah mati (kayu mate) dan menjadi

simbol bahwa jenzah telah benar-benar mati.

2. Aluk Palao atau Aluk Rante

Tahap ini digelar di lapangan dengan 4 prosesi,

yaitu ma’ palao, allo katongkonan, allo katorroan, mantaa

padang, dan meaa.

Ma’ palao, jenazah dari lumbung dipindahkan di

lapangan dan dibawa dengan iringan arak-arakan.

Sesampai di lapangan, kerbau dipotong dengan ditebas

langsung lehernya. Daging kerbau lalu dibagikan

kepada yang hadir dengan sebelumnya didendangkan

syair-syair kedukaan yang diucapkan dalam bahasa adat

Toraja.

Allo katongkkonan, keluarga menerima tamu yang

datang dan mencatat pemberian sumbangan.

Page 45: Kir sman 2 barru firnawati

36

Allo katorroan, keluarga dan petugas istirahat sejenak

untuk membicarakan persiapan acara puncak pesta

pemakaman. Pada tahap ini, disepakati lagi berapa

kerbau yang akan dipotong.

Mantaa padang, acara puncak yaitu pemotongan kerbau

yang telah disepakati sebelumnya. Daging kerbau

kemudian dibagikan kepada keluarga dan kerabat sesuai

adat. Terkadang ada kerbau yang dibiarkan hidup tapi

sudah diniatkan untuk disembelih dan disumbangkan

untuk masyarakat.

Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat

pemakaman, kemudian digelar ibadah pemakaman,

ungkapan belasungkawa, ucapan terima kasih dari

keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah.

Adapun secara berurutan prosesi pesta kematian orang Toraja yang dipestakan

selama tiga hari ( dipatallung bongi ) yang dilaksanakan menurut adat Toraja

adalah sebagaai berikut :

1. Ma’dio yaitu upacara memandikan mayat

2. Ma’karu’dusan yaitu upacara memotong seekor kerbau.

3. Ma’batang yaitu memotong seekor kerbau

4. Ma’baliun yaitu upacara pembungkusan mayat dengan beberapa lembar

kain yang berbentuk bulat lonjong.

Page 46: Kir sman 2 barru firnawati

37

5. Mantunu yaitu upacara adat yang pada saat itu merupakan puncak dari

pesta kematian tersebut.

6. Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat pemakaman,

kemudian digelar ibadah pemakaman, ungkapan belasungkawa, ucapan

terima kasih dari keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah.

7. Ma’bolong yaitu upacara memotong seekor babi, yang dalam upacara ini

diadakan suatu upacara adat dimana pakaian dari keluarga tersebut

berkembang.

8. Ma’bandalle yaitu upacara memotong seekor babi.

9. Untoe sero yaitu upacara memotong seekor babi, yang menandakan bahwa

bahwa keluarga telah melaksanakan semua cara aturan menurut upacara

adat orang mati.

10. Malolo yaitu upacara memotong seekor babi, yang menandakan bahwa

keluarga yang pada sebelumnya bertentangan untuk makan nasi sebagai

tanda berkabung ( ma’ro ), sudah dapat memakannya kembali.

11. Ma’karu’dusan yaitu upacara memotong seekor babi, pertanda bahwa

semua sanak keluarga sudah bebas dari acara yang dilakukan dalam

upacara kematian tersebut.

c. Penutup

Upacara aluk rambu solo’ dinyatakan berakhir jika

jenazah telah selesai dimakamkan. Saat ini, pelaksanaan

upacara aluk rambu solo’ telah banyak berubah. Salah satu

perubahannya adalah digelarnya upacara selama 12 hari

Page 47: Kir sman 2 barru firnawati

38

dengan urutan acara sebagai berikut: Ma’pasuluk

(pertemuan keluarga), mangriu’ batu (menarik batu

simbuang), ma’ pasa tedong (menghitung ulang hewan

korban), ma’ pengkalao (memindahkan jenazah ke

tongkonan), mangisi lantang (mengisi pondok), ma’

pasonglo (memindahkan jenazah dari lumbung), allo

katongkonan (keluarga menerima tamu), allo katorroan

(istirahat), mantaa padang (memotong hewan korban), dan

me aa (pemakaman jenazah).

Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu

menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah

(ma‗tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada

peti jenazah (ma‗roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan

(ma‗popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan

terakhir (ma‗palao).

Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan

mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya

upacara pemakaman Rambu Solo'.

e. Doa-doa

Dalam upacara adat aluk rambu solo’, terdapat doa-doa yang

dilantunkan, antara lain:

1. Doa permohonan perlindungan.

2. Doa pengagungan kepada leluhur.

Page 48: Kir sman 2 barru firnawati

39

3. Doa kepada orang yang wafat agar arwahnya diterima.

f. Pantangan dan Larangan

Terdapat pantangan dalam upacara adat aluk rambu solo’,

yakni selama upacara berlangsung, seluruh peserta upacara dilarang

membuat gaduh pada saat mantra dibacakan, dan untuk pihak keluarga

tidak boleh membatalkan sesaji yang telah disepakati.

E. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM RAMBU SOLO

Upacara Rambu Solo memiliki nilai-nilai luhur dalam kehidupan

masyarakat, di antaranya adalah gotong royong dan tolong-menolong.

Meskipun terlihat sebagai pemborosan karena mencari harta untuk

dihabiskan dalam suatu kematian, unsur gotong royong yang terlihat

sangatlah jelas, contohnya dalam hal penyediaan kerbau. Suatu keluarga

yang dirundung duka (yang ditinggal mati) mendapat sumbangan kerbau,

babi, atau uang dari sanak keluarganya untuk melangsungkan Rambu

Solo.

Unsur tolong-menolong pun juga berperan dalam pelaksanaan

Rambu Solo. Upacara ini dilakukan oleh siapa pun yang mampu.

Biasanya, ada juga pembagian daging kerbau kepada orang-orang yang

tidak mampu. Hal ini menyebabkan adanya pengurangan kesenjangan

sosial.

Selain dua nilai di atas, nilai religi juga tampak dari upacara

Rambu Solo. Masyarakat Toraja memaknai kematian sebagai suatu hal tak

ditakuti karena mereka percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian.

Page 49: Kir sman 2 barru firnawati

40

Bagi mereka, kematian adalah bagian dari ritme kehidupan yang wajib

dijalani. Walau boleh ditangisi, kematian juga menjadi kegembiraan yang

membawa manusia kembali menuju surga, asal-muasal leluhur. Dengan

kata lain, mereka percaya adanya kehidupan setelah kematian.

Dalam upacara kematian Rambu Solo, kesedihan tidak terlalu

tergambar di wajah-wajah keluarga yang berduka, sebab mereka punya

waktu yang cukup untuk mengucapkan selamat jalan kepada si mati, sebab

jenazah yang telah mati biasanya disimpan dalam rumah adat (tongkonan),

disimpan bisa mencapai hitungan tahun. Maksud dari jenazah disimpan

ada beberapa alasan, pertama adalah menunggu sampai keluarga bisa atau

mampu untuk melaksanakan upacara kematian Rambu Solo, kedua adalah

menunggu sampai anak-anak dari si mati datang semua untuk siap

menghadiri pesta kematian ini. Karena mereka menganggap bahwa orang

yang telah mati namun belum diupacarakan tradisi Rambu Solo ini

dianggap belum mati dan dikatakan hanya sakit, karena statusnya masih ―

sakit ―. Orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan

sebagai orang yang masih hidup.

Upacara adat aluk rambu solo’ memiliki nilai-nilai tertentu dalam

dalam kehidupan orang Toraja, antara lain:

Menghormati leluhur. Leluhur memiliki pengaruh yang kuat dalam

kehidupan orang Toraja, dan oleh karena itu, leluhur harus dihormati,

salah satunya dengan menggelar upacara aluk rambu solo’ ini.

Page 50: Kir sman 2 barru firnawati

41

Nilai kekerabatan. Nilai ini tercermin dari ungkapan simpati kerabat

yang datang dengan membawa beragam bantuan. Hal ini tentu saja

kian menguatkan kekerabatan mereka.

Pelestarian tradisi. Upacara aluk rambu solo’ merupakan warisan

leluhur, dan dengan menggelar upacara ini merupakan upaya

pelestarian tradisi.

Menjaga semangat suku. Pelaksanaan upacara adat aluk rambu solo’

juga merupakan salah satu upaya untuk menjaga semangat kesatuan

suku karena upacara ini menjadi perekat masyarakat Toraja.

Sakralitas dan spiritualitas. Nilai ini tercermin dari pelaksanaan

upacara yang kental dengan nuansa sakral karena arwah leluhur

diyakini hadir dalam acara ini.

Page 51: Kir sman 2 barru firnawati

42

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Pesta adat Rambu Solo‘ merupakan pesta adat sebagai bentuk

penghormatan terakhir bagi seseorang yang meninggal dunia.

Rambu Solo‘ mempunyai tingkatan dalam memotong babi dan

kerbau berdasarkan tingkatan kasta dalam tatanan masyarakat.

Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan

mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam

roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya.

Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap

benar-benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi.

2. Dalam pesta adat Rambu Solo‘ lama rangkaian acara juga

bergantung pada seberapa tinggi tingkatan kasta daro orang yang

meninggal dunia tersebut.

3. Rambu Solo‘ merupakan ―upacara adat orang mati atau aluk rampe

matampu‘ ialah semua upacara keaagamaan yang

mempersembahkan babi dan kerbau pada arwah leluhur atau untuk

orang yang meninggal dunia, seperti pada pemakaman secara adat

yang disebut ma’nene’ yaitu upacara memotong babi dan kerbau

untuk orang yang sudah dikuburkan dipekuburan liang batu‖.

4. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang

selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses

Page 52: Kir sman 2 barru firnawati

43

pembungkusan jenazah (ma‗tudan, mebalun), pembubuhan

ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‗roto),

penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan

(ma‗popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat

peristirahatan terakhir (ma‗palao).

B. SARAN

1. Disarankan untuk kita sebagai generasi muda untuk memahami,

melastarikan dan menggali budaya yang telah diwariskan nenek

moyang kita dan dikembangkan seiring dengan perkembangan

zaman untuk tetap memperkaya budaya bangsa Indonesia.

2. Menjaga kelestarian budaya lokal merupak suatu hal yang menajdi

kewajiban setiap masyarakat, agar nilai-nilai luhur yang telah ada

sejak dulu tetap menyatu dengan kepribadian setiap masyarakat.

3. Kewajiban melestarikan kebudayaan bukan hanya menjadi

kewajiban dari masyarakat, tapi seluruh pihak berkewajiban atas

hal tersebut, khususnya pemerintah untuk terus mendukung unsur-

unsur pengembangan kebudayaan lokal.

Page 53: Kir sman 2 barru firnawati

44

DAFTAR PUSTAKA

Puspitasari,Wati. 13 Mei 2011. Kebudayaan Suku Toraja. Online. 21 Febriari

2012. http://watipuspitasari.blogspot.com/2011/05/kebudayaan-suku-toraja.html

Rustan. 18 Februari 2011. Portal Bugis. Online. 21 Februari 2012.

http://portalbugis.wordpress.com/

K.D. Yohanis. 28 April 2011. Pemakaman Adat Tana Toraja. Online. 21 Febriari

2012. http://www.jalanjalanyuk.com/rambu-solo%E2%80%99-pemakaman-adat-

tana-toraja/

Aryadi, Wahyu. 22 Oktober 2010. Upacara Adat Rambu Solo‘ Tana Toraja.

Online. 10 Maret 2012. http://aviscena-ary.blogspot.com/2010/10/upacara-adat-

rambu-solo-tana-toraja.html

Tandi, Priska. 7 Januari 2012. Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Online. 15 Maret

2012. http://priskatandi.wordpress.com/2011/01/22/rambu-solo-di-tana-toraja/

Tandipondan, Herlina Teda‘. 2005. Bentuk dan Beberepa Aspek Budaya Pesta

Adat Rambu Solo‘ dan Rambu Tuka‘ di Kecamatan Saluputti Kabupaten Tana

Toraja.Skripsi yang tidak diterbitkan. Makasar: UNM