Kimia Fisika Mekanisme Reksi
-
Upload
marnitukan -
Category
Documents
-
view
1.972 -
download
4
description
Transcript of Kimia Fisika Mekanisme Reksi
MEKANISME REKSI
1. Studi kinetika kimia tidak berakhir pada pembahasan hukum laju reaksi, factor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi, orde reaksi, dan teori yang menjelaskannya
tetapi sampai kepada pembahasan tentang Mekanisme Reaksi. Apakah anda setuju
dengan deskripsi ini? Persetujuan anda atau ketidak-setujuan anda putuskan setelah
membaca buku apa, tahun berapa, dan halaman berapa? (boleh lebih dari satu
buku).
Jawaban: Saya setuju apabila pembahasan studi kinematika reaksi sampai pada
topik mekanisme reaksi. Mekanisme reaksi menjelaskan urutan proses elementer
dimana persamaan reaksi yang sudah setara menggambarkan hasil perubahan kimia
yang terjadi ketika reaksi berjalan menuju kesempurnaan. Akan tetapi, ini tidak
berarti bahwa semua pereaksi harus bersama-sama mengalami perubahan untuk
menghasilkan. Malah hasil perubahan biasanya dapat mewakili jumlah dari sederet
reaksi-reaksi yang sederhana. Misalnya reaksi 2NO + 2H2 → 2H2O + N2 ternyata
berjalan melalui mekanisme 3 tahap yaitu :
2NO → 2N2O2
2N2O2 + H2 → N2O + H2O ini yang disebut proses elementer.
N2O + H2 → N2 + H2O
(Kimia Universitas jilid 2, James Braddy: hal, 264)
2. Kembangkan formulasi atau definisi Mekanisme Reaksi! Definisi yang anda
rumuskan harus komprehensif artinya memuat tinjauan ontologi (terkait dengan
pertanyaan apa), epistemologi (terkait dengan pertanyaan bagaimana), dan
aksiologi (terkait dengan pertanyaan untuk apa/apa manfaatnya).
Jawaban: Mekanisme reaksi dijelaskan sebagai urutan dari proses elementer yang
mengarah ke pembentukan hasil reaksi. Mekanisme reaksi biasanya didapatkan
dengan menyatakan hasil teori dan percobaan misalkan pada hipotesis reaksi
2A + B → C+ D
Kita dapat menemukan mekanisme reaksi dengan menentukan persamaan laju
reaksi pada mulanya dengan mempelajari perubahan laju reaksi kita mengubah-
ubah konsentrasi A dan B.
Laju reaksi = k [A]2[B].
Nama : Maria Benedikta Tukan
NIM : 117795034
2
Mekanisme reaksi dapat melalui cara kinetik dan cara non kinetik dimana
mekanisme reaksi bermanfaat untuk memprediksi hukum laju dari reaksi dan juga
dapat memberikan persamaan laju reaksi yang cocok dengan percobaan.
3. Penentuan mekanisme reaksi dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu cara-cara non
kinetik dan cara-cara kinetik. Tunjukkan apa perbedaan kedua cara?
Jawaban: Cara kinetik
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai G
negatif. G yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu
persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai
contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai G
negatif, tapi campuran H2 dan O2 dapat disimpan pada suhu kamar selama
berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi G+ harus
ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam gambar yang merupakan profil energi
untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini, absis
menandai kemajuan reaksi. Gf+ adalah energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Gambar. Profil energi bebas reaksi tanpa spesies-antara di mana produk energi
bebas produk lebih rendah daripada energi bebas reaktan.
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan
dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti
dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki
geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang
3
terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks teraktivasi. Di dalam teori keadaan
transisi, starting material dan kompleks teraktivasi dipertimbangkan ada dalam
kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K‡. Menurut teori ini, semua
kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama
sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan
antara starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K‡. G
‡ (Modul
pembelajaran kimia organik fisik 1 FMIPA UNHAS Hal.98)
Cara non kinetik(Termodinamik untuk Reaksi)
Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih
rendah daripada energi bebas reaktan, yakni G harus negatif. Reaksi dapat saja
berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan.
Seperti halnya air di atas permukaan bumi, air hanya mengalir ke bawah dan tidak
pernah mengalir ke atas (meskipun air dapat dibawa ke atas atau menggunakan
pompa), molekul-molekul mencari energi potensial yang paling rendah mungkin.
Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan entropi S. Kuantitas
tersebut dihubungkan dengan persamaan:
G = H – TS
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan energi ikat (meliputi
energi resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan dengan produk.
Perubahan entalpi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua energi ikatan yang
putus, kemudian dikurangi dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan
ditambahkan dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi.
Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem. Semakin
tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih disukai
di alam adalah entalpi rendah dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi
spontan menurun sedangkan entropi spontan meningkat. Bagi kebanyakn reaksi,
pengaruh entropi adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan apakah
reaksi dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu, entropi
adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan beberapa
contoh tentang hal tersebut.
1. Umumnya entropi cairan lebih rendah daripada gas karena molekul gas
mempunyai kebebasan dan ketidak-teraturan yang lebih besar. Tentu saja
4
padatan lebih rendah lagi. Suatu reaksi dalam mana semua reaktannya adalah
cairan dan satu atau lebih produknya adalah gas, maka secara termodinamika
lebih disukai karena entropi yang meningkat; konstanta kesetimbangan reaksi
ini akan lebih tinggi daripada reaksi yang produknya tidak ada yang berupa
gas.
2. Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding dengan
molekul reaktannya (contoh, A + B → C + D), pengaruh entropi biasanya
kecil; tapi jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A → B + C), ada
tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul maka lebih
banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi dalam mana terjadi
pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian maka secara
termodinamika lebih disukai karena faktor entropi. Sebaliknya, reaksi dalam
mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada molekul reaktannya akan
memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti itu maka harus ada
penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi perubahan entropi yang
tidak diinginkan itu.
3. Meskipun reaksi dalam mana terjadi pembelahan molekul menjadi dua atau
lebih adalah lebih disukai karena efek entropi, tapi banyak potensi reaksi
pembelahan tidak terjadi karena peningkatan entalpi yang sangat besar.
Sebagai contoh pembelahan etana menjadi dua radikal metil. Dalam hal ini
satu ikatan 79 kkal/mol harus putus, dan tidak ada pembentukan ikatan untuk
mengimbangi peningkatan entalpi ini. Akan tetapi etana dapat dipecah pada
suhu tinggi, hal sesuai dengan prinsip entropi menjadi lebih penting dengan
meningkatnya suhu, seperti yang tampak sangat jelas dari persamaan G = H
– TS. Suku entalpi tidak tergantung pada suhu, sedangkan suku entropi
berbanding langsung dengan suhu mutlak.
4. Molekul rantai terbuka mempunyai entropi yang lebih besar daripada molekul
lingkar karena lebih banyak konformasinya. Pembukaan cincin berarti
penambahan entropi dan penutupan berarti pengurangan entropi.( (Modul
pembelajaran kimia organik fisik 1 FMIPA UNHAS Hal.97)
5
4. Beberapa contoh cara penentuan mekanisme reaksi adalah: a. Identifikasi hasil
reaksi, b. Pengecekan hasil antara (isolasi & deteksi), c. cross over experiment, dan
d. penandaan isotop. Jelaskan untuk masing-masing dan berikan contohnya.
Jawaban:
a. Identifikasi hasil reaksi
Landasan yang paling mendasar untuk spekulasi mekanistik adalah
identifikasi produk reaksi (umumnya dilakukan baik atau tanpa pertanyaan
mekanistik yang dipertaruhkan), karena tanpa identifikasi seperti itu kita tidak bisa
memastikan mana reaksi sebenarnya dalam pertimbangan. Berbagai teknik seperti
IR, NMR, spektrokopi massa, kromatografi gas-cair, dan sebagainya telah tersedia
untuk digunakan dalam usaha mengisolasi dan mengkarakterisasi produk
reaksi.
Contoh
Mungkin ada keinginan untuk menyamakan penggantian klorida oleh sianida
dalam benzil klorida (A) dengan penggantian klorida oleh sianida dalam furfuril
klorida (B) hingga produk dari reaksi terakhir ini diidentifikasi sebagai:
1,4-cyanomethylfuran (C), menunjukkan bahwa posisi yang ditempati oleh
kelompok siano yang masuk tidak sama dengan yang diduduki oleh kelompok
kloro yang keluar.
b. Pengecekan hasil antara
Senyawa yang dicurigai menjadi zat antara dalam reaksi terkadang dapat diisolasi,
diidentifikasi, dan resubjected dengan kondisi yang berlaku selama reaksi. Jika
produk yang sesuai terbentuk pada laju yang tidak kurang dibandingkan dengan
reaksi "tanpa gangguan", ini adalah bukti kuat (meskipun bukan ketegasan) bahwa
hasil reaksi melalui zat antara yang telah diisolasi.
Contoh :
B
A
B C
6
Untuk reaksi Hoesch dari chloroacetonitrile dengan resorsinol dan HCI untuk
membentuk hidroklorida (B), imino klorida (A) adalah zat antara yang mungkin.
karena telah terbukti untuk membentuk dari nitril dan HCl dan, setelah perlakuan
dengan resorsinol dalam kondisi Hoesch, dengan mudah menghasilkan
hidroklorida (B).
Kadang-kadang zat antara dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dipisahkan
dengan menambahkan ke reaksi reagen "perangkap" yang ditambahkan terakhir
sehingga akan bergabung dengan zat antara untuk membentuk produk yang tidak
dapat diperhitungkan sebaliknya. Penambahan bromin untuk berbagai olefin dalam
pelarut polar diperkirakan diproses melalui zat antara, dimana dapat diwakili
sebagai .
Dalam penambahan sederhana, siklik "ion bromonium" diperkirakan bereaksi
dengan kehadiran Br -
dalam larutan membentuk dibromida. Bukti kuat seperti zat
antara adalah bahwa hal itu bisa saja dialihkan dari reaksi biasa yang oleh
kehadiran reagen dasar selain Br-.
Contoh:
Ketika bromin ditambahkan ke stilben (A) dalam metanol, bromoether (C) dapat
diisolasi dari campuran reaksi. Hal ini mungkin terbentuk ketika zat antara (B)
bereaksi dengan alkohol yang ditambah bukan dengan Br-.
Isolasi dari eter (C), bagaimanapun, tidak cukup untuk membuktikan bahwa hasil
brominasi melalui zat antara (B). Harus ditunjukkan bahwa dibromida itu sendiri tidak
A
B
A B C
7
mudah bereaksi dengan metanol untuk menghasilkan bromoether (jika tidak bisa
dikatakan bahwa eter muncul dari dibromida tersebut). Hal ini juga harus ditampilkan
(dan ini tidak begitu mudah) bahwa metanol dan bromin saja tidak bereaksi untuk
diberikan ke zat antara yang itu sendiri bereaksi dengan olefin untuk diberikan ke
bromoether. kita lihat, kemudian, bahwa perangkap zat antara dengan cara kimia
harus ditafsirkan dengan hati-hati, untuk reaksi yang dipelajari telah diubah dengan
penambahan reagen tambahan.
Crossover Experiment
Sejumlah penyusunan ulang molekul dapat dianggap sebagai proses di mana fragmen
yang patah dari posisinya dalam molekul reaktan dan menjadi diikat ke posisi yang
berbeda dalam (a) molecul sama atau (b) yang berbeda. Dalam mempertimbangkan
mekanisme reaksi seperti itu, penting untuk mengetahui mana dari kedua
kemungkinan adalah salah satu yang benar, apakah penataan ulang tersebut
intramolekul atau intermolucular, pertanyaan ini dapat dijawab dengan melakukan
reaksi dengan campuran dua reaktan serupa tetapi tidak identik dan mencari produk
untuk senyawa yang memiliki fragmen dari kedua reaktan, sehingga melihat apakah
fragmen dari satu reaktan telah "menyeberang" dan telah menjadi melekat pada
fragmen reaktan lainnya.
Contoh:
salah satu contoh yang paling akrab penggunaan mode ini penyelidikan dihubungkan
dengan penataan ulang benzidin, reaksi di mana hydrazobenzenes dikonversi oleh
asam ke benzidines. Jika reaksi dilakukan pada
campuran 2,2-dimethoxyhydrazobenzene (A) dan diethoxy yang analog (B), hanya
dua benzidines dapat diisolasi, keduanya substitusi simetris. Bukan formasi dari tidak
simetris benzidin (C) (yang akan terjadi jika fragmen dari kedua hydrazobenzenes
yang berbeda bergabung).
A
B
C
8
Untuk reaksi ini, harus disimpulkan bahwa baik ikatan "baru" (ikatan C – C antara
cincin benzena) sebagian atau seluruhnya terbentuk sebelum ikatan "lama" (ikatan N
– N) benar-benar rusak, atau, jika hal ini tidak kasus, bahwa dua fragmen dari
molekul yang diberikan tidak menjadi bebas satu sama lain dari pengaruh yang cukup
lama untuk memungkinkan fragmen dari molekul lain untuk menengahi. Namun, jika
reaksi ternyata antarmolekul, dua jenis mekanisme mungkin terjadi. Pertama akan
melibatkan keadaan transisi di mana dua molekul bertabrakan dan fragmen menata
ulang "pertukaran pasangan." Kemungkinan kedua bahwa fragmen memisahkan
menjadi bentuk dasarnya bebas satu sama lain untuk setidaknya dalam waktu yang
singkat selama penataan ulang tersebut.
Penandaan Isotop
Dalam kasus-kasus yang menguntungkan, identifikasi hanya dari produk reaksi dapat
diindikasikan untuk tingkat besar ikatan yang rusak dan di mana ikatan baru
terbentuk. Pada saat yang sama itu menunjukkan bahwa informasi lebih lanjut
diperlukan untuk menjawab pertanyaan seperti tentang penataan ulang Claisen alil
cresyl eter atau ammonolysis dari klorobenzena. Kedua reaksi telah dipelajari
menggunakan reaktan yang secara khusus dibuat sehingga beberapa atom karbon
berlaokasi strategis adalah isotop radioaktif, C14
. Dalam kasus tersebut, hanya
sebagian kecil dari molekul mengalami reaksi begitu diberi tanda, tapi inilah yang
melacak reaksi.
penataan ulang Claysen sudah dilakukan menggunakan alil p-cresyl eter, diberi tanda
dengan C14
pada posisi (A). ketika dihasilkan alil cresol menjadi subjek degradasi
oksidatif,karbon akhir pada rantai itu dieliminasi sebagai formaldehide. karena tidak
A
(*)menunjuk atom ditandai
9
ada karbon radioaktif hilang, ditarik kesimpulan bahwa -karbon dalam eter asli tidak
menjadi karbon akhir dalam produk penataan ulang. (Modul pembelajaran kimia
organik fisik 1 FMIPA UNHAS Hal.104).
5. Dalam memahami penentuan mekanisme reaksi cara-cara kinetic perlu dirumuskan
sintaknya. Bagaimana fase-fase yang harus dilalui untuk mempelajari atau menguji
mekanisme reaksi dengan cara-cara kinetik itu?
Jawaban:
Penentuan mekanisme reaksi melalui 3 fase dapat dijelaskan melalui reaksi berikut:
Misalkan kita ingin menguji mekanisme reaksi kita dapat memulai dengan
Menentukan persamaan kecepatan untuk mencari hukum laju.
2A+ B → C + D
Misalnya ternyata kecepatan = k [A]2 [B]. Kemudian kita mencoba mengusulkan
atau meramalkan suatu mekanisme yang mungkin kita inginkan, yaitu mekanisme
satu tahap di mana dua molekul A dan satu molekul B bergabung bersama.
Sehingga terjadi tumbukan termokuler. Proses ini
2A+ B → C + D mengarah ke persamaan kecepatan k [A]2 [B].
Apabila kenyataannya persamaan kecepatan yang diperkirakan cocok dengan
percobaan, berarti perkiraan kita benar tetapi mekanisme reaksi harus diuji secara
teoritis.
6. Ada 2 pendekatan yang digunakan dalam perancangan dan pembuktian mekanisme
reaksi denga cara-cara kinetic yaitu pendekatan kesetimbangan dan pendekatan
keadaan mantap (steady state). Berikan penjelasan untuk masing-masing dan
buatlah contoh penggunaan dari keduanya.
Jawaban:
a. Dalam pendekatan kesetimbangan (pendekatan langkah penentu laju),
mekanisme reaksi diasumsikan terdiri dari satu atau lebih reaksi reversibel
yang berada dekat dengan kesetimbangan dari sebagian besar reaksi, diikuti
oleh tahap penentu laju yang relatif lambat, yang pada gilirannya diikuti oleh
satu atau lebih reaksi cepat. Dalam kasus tertentu, mungkin tidak ada tahap-
tahap kesetimbangan sebelum tahap penentuan langkah laju atau tidak ada
reaksi cepat setelah tahap penentuan laju.
Contoh penggunaan pendekatan kesetimbangan:
Hukum laju untuk reaksi katalis Br- cair:
10
H+ + HNO2 + C6H5NH2 C6H5 + H2O
yang diamati
r = k[H+][HNO2][Br
-] Pers.1
Mekanisme yang diusulkan adalah
H+ +HNO2 H2N kesetimbangan cepat
H2N + Br-
ONBr + H2O lambat
Pers.2
ONBr + C6H5NH2 C6H5 + H2O + Br- cepat
Menyimpulkan hukum laju untuk mekanisme ini dan menghubungkan
konstata laju k yang diamati di dalam (pers.1) dengan konstanta laju di dalam
mekanisme yang diasumsikan (pers.2).Langkah kedua dalam (pers.2) adalah
laju pembatas. Karena langkah 3 jauh lebih cepat daripada langkah 2, kita
bisa mengambil d[C6H5 ]/dt yang sama dengan laju pembentukan ONBr
pada langkah 2. Oleh karena itu laju reaksi:
r = k2[H2N ][Br-] Pers.3
(Karena langkah 2 merupakan reaksi elementer, hukum laju ditentukan oleh
stoikiometri nya). H2NO2 dalam (pers.3) adalah reaksi antara, dan
ungkapkan r dalam hal reaktan dan produk. Karena langkah 1 adalah dekat
dengan kesetimbangan, laju maju dan mundur dari reaksi ini hampir sama:
r1 =
k1[H+ ][HNO2] = [H2N ]
[H2N ] = (k1/ )[H+ ][HNO2]
Substitusi ke dalam (pers.3) dihasilkan
r = (k1k2/ )[H+ ][HNO2][Br
-]
Sesuai dengan (pers.1), kita memiliki k = k1k2/ = Kc. Konstanta laju yang
diamati mengandung konstanta kesetimbangan untuk langkah 1 dan
konstanta laju untuk penentu laju langkah 2. Hukum laju tidak memuat
reaktan C6H5NH2, yang terjadi pada langkah cepat setelah langkah penentu
laju.
Catatan dari Pers.3 bahwa laju reaksi keseluruhan sama dengan laju pada
langkah penentu laju. Hal ini berlaku secara umum, asalkan jumlah
11
stoikiometrik dari langkah penentu laju sama dengan 1, sehingga reaksi
keseluruhan terjadi sekali untuk setiap kemunculan langkah penentu laju.
b. Pendekatan kondisi mantap (steady state) mengasumsikan bahwa (setelah
periode induksi) laju pembentukan reaksi antara pada dasarnya sama dengan
laju perusakan, sehingga tetap di dekat konstanta kondisi mantap konsentrasi.
Contoh penerapan pendekatan kondisi mantap:
Menerapkan pendekatan kondisi mantap dengan mekanisme (pers.2),
menjatuhkan asumsi bahwa langkah-langkah 1 dan – 1 berada dekat dengan
kesetimbangan dan bahwa langkah 2 lambat.
Kita memiliki
r = d[C6H5 ]/dt = k3 [ONBr][C6H5NH2]
Zat antara adalah ONBr dan H2N . Untuk menghilangkan zat antara ONBr
dari ungkapan laju, kita menerapkan pendekatan kondisi mantapd[ONBr]/dt =
0. ONBr dibentuk oleh elementer langkah 2 pada laju:
(d[ONBr]/dt)2 = k2[H2N ][Br-]
dan digunakan oleh langkah 3 dengan
(d[ONBr]/dt)2 = k3[ONBr][C6H5NH2]
Laju bersih perubahan [ONBr] sama dengan (d[ONBr]/dt)2 +(d[ONBr]/dt)3,
dan kita memiliki:
d[ONBr]/dt = 0 = k2[H2N ][Br-] - k3[ONBr][C6H5NH2]
[ONBr] = k2[H2N ][Br-]/k3[ONBr][C6H5NH2]
Substitusi ungkapan ini untuk [ONBr] dalam persamaan di atas untuk
memberikan r:
r = k2[H2N ][Br-] (Pers.4)
Untuk menghilangkan zat antara H2N dari r, kita menggunakan
pendekatan kondisi mantapd[H2N ]/dt = 0. Karena H2N dibentuk oleh
langkah 1 di (pers.2) dan digunakan oleh langkah – 1 dan 2, kita memiliki
d[H2N ]/dt = 0 = k1[H+ ][HNO2] - [H2N ] - k2[H2N ][Br
-]
[H2N ] =
Substitusi ke dalam (pers.4) menghasilkan
r = (Pers.5)
12
yang merupakan hukum laju diprediksi oleh pendekatan kondisi mantap.
Untuk mendapatkan kesepakatan dengan hukum laju yang diamati pada
(pers.1), kita harus lebih berasumsi bahwa >> , dalam hal ini
(pers.5) untuk mengurangi (pers.1). Asumsi >> Berarti bahwa
laju [H2N ] dari pengembalian H2N kembali ke H+ dan HNO2 jauh
lebih besar daripada laju k2[H2N ][Br-] dari reaksi H2N dengan Br
-. Ini
adalah kondisi untuk langkah 1 dan – 1 dari (pers.2) berada dekat dengan
kesetimbangan, seperti dalam pendekatan kesetimbangan.