ket

36
Seorang Wanita Berusia 30 tahun Mengalami Kehamilan Ektopik Grace Stefani Christanto 102011149 Fakultas Kedokteran Ukrida Jl. Arjuna utara no 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan I. Latar belakang Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang ginekologi di dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Sejak dekade 1970-an, frekuensinya meningkat hampir 6 kali lipat di Amerika Serikat, saat ini mencapai 2% dari seluruh kehamilan. Angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di Indonesia menurut WHO diperkirakan tidak berbeda jauh dengan di Amerika Serikat, sekitar 60.000 kasus setiap tahun atau 0,03% dari seluruh populasi masyarakat. Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri. 1

description

kehamilan ektopik

Transcript of ket

Seorang Wanita Berusia 30 tahun Mengalami Kehamilan Ektopik Grace Stefani Christanto102011149Fakultas Kedokteran UkridaJl. Arjuna utara no 6Jakarta Barat [email protected]

PendahuluanI. Latar belakangKehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang ginekologi di dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Sejak dekade 1970-an, frekuensinya meningkat hampir 6 kali lipat di Amerika Serikat, saat ini mencapai 2% dari seluruh kehamilan. Angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di Indonesia menurut WHO diperkirakan tidak berbeda jauh dengan di Amerika Serikat, sekitar 60.000 kasus setiap tahun atau 0,03% dari seluruh populasi masyarakat.Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang berakhir dengan abortus dan ruptur.1

II. Tujuan 1. Untuk mengetahui anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami kehamilan ektopik.2. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi, patogenesis dan manifestasi klinik kehamilan ektopik.3. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang, penatalaksaan dan pencegahan pada pasien yang mengalami kehamilan ektopik.ISI

Kehamilan ektopik merupakan salah satu bentuk komplikasi kehamilan yang cukup sering dijumpai dan berhubungan dengan status sosial ekonomi dan kejadian salpingitis. Dalam penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan mempertahankan kualitas reproduksinya. 1,2Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi. Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis kehamilan dengan indikasi asuhan antenatal, deteksi dini suatu kondisi patologik dalam kehamilan, merencanakan persalinan, persiapan penyelesaian kehamilan, dan kemajuan perkembangan kehamilan.

Anamnesis

A. Menanyakan Identitas (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat)B. Menanyakan Keluhan UtamaC. Menanyakan Keluhan tambahan, yang menanyakan tentang:1. Riwayat Perkawinan2. Riwayat Haid (apakah nyeri), hari pertama haid terakhir3. Riwayat Penyakit Ibu dan Keluarga (yang berkaitan dengan masalah kehamilan)4. Kebiasaan (merokok, obat dan jamu, hewan peliharaan)5. Riwayat Persalinan6. Menentukan usia kehamilan menurut anamnesis haid dan buat taksiran persalinan.D. Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu Apakah ada riwayat pemakaian kontrasepsi? Apakah pasien mengidap penyakit Diabetes Melitus? Apakah pasien mengidap penyakit hipertensi Kronis? Apakah pasien mengalami asma? Apakah pasien mengalami penyakit pada tiroid? Bagaimana dengan riwayat BAB dan BAK dari pasien?E. Riwayat Penyakit Keluarga.

Pemeriksaan fisik1,3Pemeriksaan fisik pada kasus ini dapat dilakukan dengan Pemeriksaan Tanda Vital, pemeriksaan nadi, dan Pernafasan. Pemeriksaan fisik pada Perdarahan kehamilan muda bisa dilakukan dengan pemeriksaan fisik Gynecologi dengan inspekulo dan bimanual. Pemeriksaan Luar: Tonus Abdomen, palpasi uteri, massa? Nyeri tekan? Cairan bebas?Inspekulo: 1. Dinding vagina (N/ Peradangan/ Pembengkakan) 2. Lumen vagina (N/ fluor albus/ Darah dan bekuan) 3. Forniks (N/ Laserasi/ Cavum Douglas menonjol) 4. Serviks (N/ Livide/ Sekret/ Erosi)Bimanual: 1. Vagina (N/ Pembengkakan/ Nyeri/ Darah dan bekuan/ Kista) 2. forniks (N/ Teraba masa pelvic) 3. Serviks (Kenyal/Lunak/ Licin/ Nyeri Goyang/ Secret) 4. Korpus Uteri (Anteversio/ Retroversio/ Lunak/ Besar dan sesuai dengan kehamilan ..... minggu 5. Parametrium (Normal/ Massa padat/ Batas tegas/ Nyeri tekan/ Massa kistik) 6. Cavum Douglas (Menonjol?)Pemeriksaan ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.

Pemeriksaan lanjut1,2a. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik. Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon human chorionic gonadotropin (-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 2050 IU/L. Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif. Tes kehamilan positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level -hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.

b. Kuldosentesis:Ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu : Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa : Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah. Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

c. UltrasonografiCara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.d. LaparoskopiHanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi

Working DianosisKehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di salurn telur (tuba fallopii).1

Kehamilan normalPada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan endometrium dalam keadaan sekresi.

Gambar 1. Kehamilan NormalBlastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi janin. Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium, rongga abdomen, atau serviks.2

EtiologiAda berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.1 Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor resiko.

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:1,3 a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnyaMerupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua. b. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteronKehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahimc. Kerusakan dari saluran tubaFaktor dalam lumen tuba: Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini disertai gangguan fungsi silia endosalping. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.Faktor pada dinding tuba: Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.

Faktor di luar dinding tuba: Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

Faktor lain: Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur. Fertilisasi in vitro.

Macam-macam kehamilan ektopik adalah:1,3a. Kehamilan Pars Interstisialis TubaKehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian. Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada.

b. Kehamilan ektopik gandaSangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus. Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.

c. Kehamilan OvarialKehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni: Tuba pada sisi kehamilan harus normal Kantong janin harus berlokasi pada ovarium Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.d. Kehamilan servikal4Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut: Ostium uteri internum tertutup Ostium uteri eksternum terbuka sebagian Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk hour-glass uterus

Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik

e. Kehamilan ektopik lanjutMerupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru. Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan.

Epidemiologi5Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun. Pada tahun 1980-an kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.1,4Adapun lokasi KET tersering di bagian ampula tuba yaitu 39 kasus (83,0%), dengan terlambatnya menstruasi sekitar 5-9 minggu mencapai 55,3%. Hal ini sesuai dengan beberapa pene-litian di beberapa pusat penelitian yaitu sekitar 80-90% KET terjadi di bagian ampula tuba. Beberapa penelitian menyebutkan tempat-tempat kejadian KET adalah sebagai berikut: tuba 98,3% (ampula 79,6%, isthmus 12,3%, fimbriae 6,2%, Interstitial 1,9%), abdominal 1,4%, Ovarium 0,15%, serta servikal 0,15%. Lokasi KET sebelah kanan ternyata ditemukan lebih sering, kejadiannya sekitar 66,0%, kemungkinan berhubungan dengan letak tuba kanan secara anatomi dekat dengan usus buntu yang sering terinfeksi. Hasil penelitian ini kami mendapatkan kejadian KET tertinggi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, dalam hal ini suntikan progesteron, yaitu 20 orang (42,5%), sedangkan AKDR 6 orang (12,77%). Dari hasil ini kami menduga hal ini terjadi karena pengguna kontrasepsi hormonal mempunyai risiko kelainan peristaltik kontraksi tuba, kemungkinan juga sebelumnya sudah mengalami infeksi radang panggul, ikut meningkatkan angka kejadian tersebut, keadaan-keadaan ini menyebabkan kerusakan mukosa tuba sehingga meningkatkan kejadian KET. Riwayat pekerjaan suami sebagai karyawan pabrik sebesar 74,47%, menunjukkan bahwa masyarat yang ber-kunjung ke RS Immanuel sebagian besar merupakan pekerja karyawan pabrik, tetapi masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan bahwa pekerjaan karyawan pabrik mempunyai korelasi positif dengan KET, perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang angka kejadian PRP (Penyakit Radang Panggul) di antara karyawan pabrik. Kejadian KET terbanyak juga ditemukan pada wanita yang telah mengalami operasi usus buntu sebelumnya yaitu 2 orang (4,26%) dan pada wanita yang sebelumnya telah mengalami PRP yaitu 25 orang (53,2%). Hal ini disebabkan kemungkinan perlengketan yang terjadi setelah operasi dan PRP sehingga mempengaruhi patensi tuba.Pada penelitian ini kami dapatkan riwayat PRP yang tinggi mencapai 53,2% di antara penderita KET, riwayat didapatkan berdasarkan anamnesis berupa infeksi di organ dalam wanita yang terkadang disertai keluhan keputihan hilang timbul, dan sebagian besar pernah didiagnosis PRP oleh dokternya. Banyak peneliti yang mengemukakan besarnya peran Penyakit Radang Panggul dalam patogenesis KET. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko PRP, juga akan meningkatkan kejadian KET. Penderita yang mengalami PRP ternyata memang meningkatkan risiko kerusakan tuba 4 kali lebih besar. Sebuah penelitian mendapatkan peningkatan risiko kerusakan tuba meningkat berdasarkan banyaknya jumlah episode PRP, risiko kerusakan tuba sebesar 13% setelah 1 episode PRP, 35% setelah 2 episode, dan 75% setelah 3 episode.5

Gambar 3. Predileksi dan prevalensi terjadinya kehamilan ektopik terganggu

Gejala klinik 1Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.a. Kehamilan ektopik belum tergangguKehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat membahayakan jiwa penderita.

b. Kehamilan ektopik terganggu4,5Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapatmenurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin). Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba. Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis

Diagnosa BandingA. Abortus InsipienAbortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Ciri: perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat dan sering, serviks terbuka.6B. Salpingitis. 7Gejalan yang menyertai infeksi pelvic biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengenai amenore. Nteri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvic perbedaan suhu rectal dan ketiak melebihi 0.5 C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negative.C. Appendisitis akut. 8Pada appendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut baguan bawah pada apendisitis terletak pada titik Mc.Burney.D. Kista ovarii dekstra.Kista ovariummerupakan tumor jinak berupa kantong abnormal berisi cairan atau setengah cair yang tumbuh dalam indung telur (ovarium). Indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan ovarium.Kistatersebut disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi. Kista fungsional akan mengkerut dan menyusut setelah beberapa waktu (setelah 1-3 bulan).E. Ruptur korpus luteum. Pecah korpus luteum merupakan fenomena umum dengan presentasi mulai dari tanpa gejala sampai gejala meniru abdomen akut . Sekuele bervariasi . Resolusi mungkin spontan ( paling sering ) ; perdarahan intraperitoneal dan kematian dapat terjadi . Meskipun kebanyakan pasien hanya membutuhkan observasi, beberapa membutuhkan laparoskopi atau laparotomi untuk mencapai hemostasis.Setiap bulan , matang pecah folikel ovarium , melepaskan ovum sehingga proses pembuahan dapat dimulai. Kadang-kadang, situs ini dapat berdarah pecah , menyebabkan sakit perut dan tanda-tanda perdarahan . Etiologi peningkatan perdarahan ini tidak diketahui , meskipun perut trauma dan antikoagulan perawatan dapat meningkatkan risiko. Meskipun peredaran darah , syok hemoragik , disseminated intravascular coagulation ( DIC ) , dan kematian telah dilaporkan , ini jarang terjadi . Kebanyakan kasus adalah self-limiting , dengan sakit perut lega dengan analgesik. Kondisi yang paling sering terjadi pada wanita berusia 18-35 tahun ( tahun-tahun reproduksi puncak) .Patogenesis1,3Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada sisi atau ujung jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang - kadang tidak tampak, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasu trofoblas.Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek ; endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang lubang atau berbusa, dan kadang kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping keping, tetapi kadang kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsiPada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tubaPerdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritonium biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampularis lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan ajan membentuk hematokel retrouterina.

Gambar 4. Abortus ke dalam lumen tuba

3. Ruptur dinding tuba Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang kadang sedikit, kadang kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale.Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terjadi kehamilan intraligamenter.

Gambar 5. Kehamilan Ektopik dengan Ruptur Tuba

Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi pada hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila penderita dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin matu dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya ; bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus. 8,9

Komplikasi3Komplikasi yang dapat mungkin terjadi ialah: Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4 6 minggu), terjadi perdarahan ulang (reccurent bleeding). Ini merupakan indikasi operasi Infeksi Sub ileus karena massa pelvis Sterilitas

Penatalaksanaan1,6Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu1 : kondisi penderita saat itu keinginan penderita akan fungsi reproduksinya lokasi kehamilan ektopik kondisi anatomik organ pelvis

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.1. PembedahanPembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.a. Salpingotomi linierTindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.

b. Reseksi segmentalReseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.

c. SalpingektomiSalpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

2. MedisinalisSaat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah: Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah Diameter kantong gestasi 4cm Perdarahan dalam rongga perut 100 ml Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain.Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.

KesimpulanKehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang berakhir dengan abortus dan ruptur. Kehamilan ektopik merupakan salah satu bentuk komplikasi kehamilan yang cukup sering dijumpai dan berhubungan dengan status sosial ekonomi dan kejadian salpingitis. Dalam penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan mempertahankan kualitas reproduksinya

Daftar Pustaka1. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 cetakan ke-3. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.474-90.2. Sastrawinata S. Persalinan. Dalam: Obstetri Fisiologi. Bandung: Universitas Padjajaran; 1983.h.268-99.3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Kehamilan ektopik. Dalam: William Obstetri. Edisi ke-21 Vol II. Jakarta: EGC; 2005.982-1007.4. Damayanti I. Kehamila ektopik. Pontianak: Universitas Tanjungpura; 2011.5. Suryawan A, Gunanegara RF, Hartanto H, Sastrawinata US. Profil penderita kehamilan ektopik terganggu periode 1 januari 2003 sampai 31 desember 2004 di RS Immanuel Bandung. Jurnal Kedokteran Maranatha 2007;6(2):1-9.6. Seeber BE, Barnhart KT. Ectopic pregnancy. In: Danforths Obstetrics and Gynecology. 10th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.72-87.7. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Abortus. Dalam: William Obstetri. Edisi ke-21 Vol II. Jakarta: EGC; 2005.950-75.8. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. Williams gynecology. United States of America: McGraw-Hill; 2008.p.197-213.9. Joedoepoetro MS, Sutoto. Tumor jinak pada alat genital. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi ke-2 cetakan ke-7. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.h.336-46.

23