Presus KET (1)

61
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. 1 Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut kehamilan ektopik terganggu. 2 Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama berlokasi di ampula dan isthmus. 3 Sangat jarang di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin, dan tindakan aborsi . 4 Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi daerah tersebut, dan berpotensi menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini menyebabkan meningkatnya mortalititas dan morbiditas 1

Transcript of Presus KET (1)

Page 1: Presus KET (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.1 Kehamilan ektopik

dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut

kehamilan ektopik terganggu.2 Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi

di tuba (90%) terutama berlokasi di ampula dan isthmus. 3 Sangat jarang di ovarium,

rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya

kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada

penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine

Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang

memakai progestin, dan tindakan aborsi .4

Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari

implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi daerah

tersebut, dan berpotensi menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif,

infertilitas, dan kematian. Hal ini menyebabkan meningkatnya mortalititas dan

morbiditas ibu jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.4

Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita

terutama pada usia lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada

kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut

mengakibatkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.5

Kehamilan ektopik terganggu menyebabkan keadaan yang gawat pada

reproduksi yang sangat berbahaya.6 Berdasarkan data dari The Centers for Disease

Control and Prevention menunjukkan bahwa kehamilan ektopik di Amerika Serikat

meningkat drastis pada 15 tahun terakhir. Menurut data statistik pada tahaun 1989,

terdapat 16 kasus kehamilan ektopik terganggu dalam 1000 persalinan.6 Menurut

hasil penelitian Cunningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik

terganggu ditemukan 19,7 dari 100 persalinan.5

1

Page 2: Presus KET (1)

Penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo dari RSUP Cipto

Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta menyatakan bahwa pada tahun 1987 dilaporkan

153 kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan.

Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada kelompok umur 20-

40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Di Indonesia berdasarkan penelitian

kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari

1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada

usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan

ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25%

dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.

Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar 0 – 14,6 %. 1

Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil Padang selama 3 tahun

(tahun 1992 – 1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612 kehamilan.4 Hasil penelitian

Suparman di RSUP Manado tahun 2001 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

banyak terjadi pada periode kehamilan 5-9 minggu berjumlah 42 jiwa (62,69%) dan

pada faktor umur 25-29 tahun berjumlah 23 jiwa (34,33%). Akan tetapi hasil ini

berbeda dengan penelitian epidemiologi di beberapa negara maju yang menunjukkan

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua

yaitu 30-34 tahun.

Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini sebagai

presentasi kasus untuk memenuhi syarat mengikuti ujian di SMF Kebidanan dan

Kandungan RSUD Margono Soekardjo Purwokerto dan sebagai bekal ilmu untuk

terjun di masyarakat dan niscaya untuk dapat mengurangi angka kematian maternal di

Indonesia.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memperoleh informasi tentang pasien dengan kehamilan ektopik terganggu

beserta penanganannya.

2

Page 3: Presus KET (1)

2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh informasi mengenai kehamilan ektopik terganggu khususnya

yang terdapat di dalam presentasi kasus ini.

b. Memperoleh informasi secara mendalam mengenai klasifikasi kehamilan

ektopik terganggu.

b. Memperoleh informasi mengenai langkah penegakan diagnosis kehamilan

ektopik terganggu.

c. Memperoleh informasi mengenai kasus ini secara mendalam mulai dari

permasalahan pasien, sebab dan akibat yang ditimbulkan serta

penatalaksanaan yang baik untuk kasus ini.

d. Memperoleh informasi mengenai penatalaksanaan kehamilan ektopik

terganggu.

3

Page 4: Presus KET (1)

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. I

Usia : 32 tahun

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Rembang RT 002/09

Nama Suami : Tn. P

Usia : 40 tahun

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa

Pekerjaan : Buruh Tani

Alamat : Rembang

Nomor CM : 791400

Masuk RS : 20 Agustus 2012, pukul 21.55

B. Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri perut

Keluhan Tambahan

Mual dan muntah

4

Page 5: Presus KET (1)

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke VK IGD RSMS pada pukul 21.55 (20 Agustus 2012) dengan

keluhan perut sakit seperti ditusuk tusuk, muncul mendadak, nyeri terus-menerus,

dan tidak ada faktor yang memperbaiki atau mengurangi keluhan. Nyeri perut

dirasakan 4 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya mual serta muntah

sebanyak 3 kali. Selain itu pasien mengaku tidak ada kenceng-kenceng,

pengeluaran darah dari jalan lahir, air rembes, serta pingsan sebelumnya. Keluarga

pasien mengaku pasien terlihat sangat pucat. Pasien mengaku tidak mengalami

gangguan BAB dan BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Jantung : disangkal

Penyakit Paru : disangkal

Penyakit Kencing Manis : disangkal

Penyakit Ginjal : disangkal

Penyakit Hipertensi : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit Jantung : disangkal

Penyakit Paru : disangkal

Penyakit Kencing Manis : disangkal

Penyakit Ginjal : disangkal

Penyakit Hipertensi : disangkal

Riwayat Alergi : disangka

Riwayat Obstetrik

G2 P0 A1 :

I : Laki-laki/6 tahun/3700 gram/ spontan/bidan

5

Page 6: Presus KET (1)

II : Hamil ini

Hari pertama Haid Terakhir (HPHT) : 1 Juli 2012

Hari Perkiraaan Lahir (HPL) : 8 April 2013

Usia Kehamilan : 7 minggu 2 hari

Riwayat Menstruasi

Menarche : 14 tahun

Lama haid : 5 hari

Siklus haid : teratur 28 hari

Dismenorhea : tidak ada

Jumlah darah haid: normal (sehari ganti pembalut 2 – 3 kali)

Riwayat Antenatal Care

Berdasarkan pengakuan pasien, pasien melakukan antenatal care (ANC) sebanyak

1 kali hingga usia kehamilan sekarang.

Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali, lama pernikahan 7 tahun.

Riwayat KB

Memakai KB suntik 3 bulan, terakhir Desember 2011.

Riwayat Ginekologi

Riwayat Operasi : tidak ada

Riwayat Kuret : tidak ada

Riwayat Keputihan: tidak ada

6

Page 7: Presus KET (1)

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai buruh tani.

Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan menengah ke bawah. Pasien

menggunakan fasilitas Jaminan Persalinan (Jamkesmas) dalam masalah kontrol

kehamilan dan persalinan.

C. Pemeriksaan Fisik (6 Mei 2012)

Keadaan umum : lemah, tampak pucat

Kesadaran : Compos mentis (E4M5V6)

Vital sign

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 kali/ menit, isi dan tegangan cukup

Respirasi Rate : 20 kali/ menit, regular

Suhu : 36,7 ºC

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 50 kg

Status generalis

Kulit : Warna sawo matang, tampak pucat

Kepala : Mesocefal

Mata : Konjungtiva mata kanan dan kiri anemis, tidak ada sklera

ikterik pada mata kanan dan kiri

Telinga : Bentuk normal, pendengaran baik, tidak ada ottorhea, tidak

ada nyeri tekan mastoid

Hidung : Tidak ada deviasi septum, tidak keluar sekret

Mulut : Tidak ada gusi berdarah, tidak terdapat bibir sianosis

Tenggorokan : Tidak ada pembesaran tonsil, faring tidak hiperemis

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi, tidak

teraba massa

7

Page 8: Presus KET (1)

Thorax

Mamae : Puting susu normal, tidak ada nanah, tidak teraba massa

Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada

gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium

intercostalis.

Palpasi : Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama dengan

kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar napas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah

kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada kedua

lapang paru, tidak ditemukan wheezing.

Jantung

Inspeksi : Tidak ada pulsasi ictus cordis di dinding dada

Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari medial

LMC sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD

Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD

Batas jantung kiri atas SIC II LPSS

Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS

Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan

gallop.

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : TFU belum teraba, supel, nyeri tekan (+) pada region

suprapubic, iliaca dextra, dan epigastric, hepar dan lien tidak

teraba pembesaran

Perkusi : Timpani

8

Page 9: Presus KET (1)

Auskultasi : Bising usus normal (2 kali dalam 10 detik)

Extremitas

Superior Inferior

Edema -/- -/-

Motorik Normal Normal

Reflek fisiologis +normal/+normal +normal/+normal

Reflek patologis -/- -/-

Pemeriksaan Genitalia Eksterna

Leukorrhea (-), perdarahan per vaginam (-)

Vulva & vagina : Lendir darah (-), Herpes (-) kondiloma (-)

Urethra : terpasang DC (100cc)

Pemeriksaan VT : OUE terutup, nyeri goyang portio (Slinger Pain) (+), nyeri

cavum douglas (+), pasien mengeluh sangat kesakitan.

Plan

Infus RL 2 jalur loading

Pasang DC

Perbaikan dan stabilitas keadaan umum

Pengawasan keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pengeluaran per vaginam

02 3-5lt / menit

Inj Ampicilin 3 x 1gr iv

HAE 1 kolf 20 tpm setelah RL masuk 1

Pada pukul 22.22 WIB, hasil laboratorium sudah jadi, hasilnya adalah sebagai berikut

:

Darah Lengkap

Hb : 10 (12 – 16 g/dl)

Leukosit : 19.350 (4.800 – 10.800 / μL) ↑

9

Page 10: Presus KET (1)

Hematokrit : 29% (37 – 47 %)

Eritrosit : 3.5 (4.2 – 5.4 jt/ml)

Trombosit : 229.000 (150.000 – 450.000 /μL)

MCV : 81,9 (79,0 – 99,0 fl)

MCH : 28,2 (27,0 – 31,0 pg)

MCHC : 34,5 (33,0 – 37,0 %)

RDW : 12,9 (11,5 – 14,5 %)

MPV : 10,7 (7,2 – 11,1 fl)

Hitung jenis leukosit

- Basofil : 0,3 ( 0,0-1,0 %)

- Eosinofil : 0,2 ( 2,0-4,0 %)

- Batang : 0,00 ( 2-5 %)

- Segmen : 78,5 ( 40-70 %)

- Limfosit : 15,6 ( 25-40 %)

- Monosit : 5,6 ( 2-8 %)

PT : 14.1 detik (11,5-15,5 detik)

APTT : 28,1 detik (25-35 detik)

Urine

Protein : 15 (136-145 mmol/L)

Test kehamilan : Positif

Hasil USG : KET

Diagnosis

G2P1A0, 32 tahun, usia kehamilan 7 minggu 2 hari dengan Kehamilan Ekropik

Terganggu

Sikap

Persiapan operasi laparotomi cito, informed consent keluarga dan pasien, usaha

darah WB 2 kolf dan PRC 2 kolf.

10

Page 11: Presus KET (1)

Laporan operasi :

Setelah dilakukan persiapan operasi, informed consent, operasi dimulai pada pukul

00.30, operasi selesai pada pukul 01.15 tanggal 21 Agustus 2012.

Pada saat operasi tampak ruptur tuba graviditas pars ampula dextra serta perdarahan

pada cavum Douglas berwarna merah kehitaman. Dilakukan salfingektomi dextra dan

evaluasi perdarahan. Diambil janin pada pars ampula dextra.

Diagnosis

P1A1, 32 tahun pasca salfingektomi dextra atas indikasi rupture tuba graviditas pars

ampula dextra et causa kehamilan ektopik terganggu.

Terapi post op :

Infus RL 20 tpm

Inj Ceftriaxon 2x1 gr, IV

Inj Ketorolac 3x 30mg

Inj Metoclorpamid 3x1 amp

Inj Ranitidin 2x1 amp

Transfusi PRC s/d HB ≥ 8 gr / dl

Diet bertahap, bila BU + diet cair

Cek Hb, Darah lengkap, balance cairan post operasi

Pengawasan KU, TTV, dan PPV

11

Page 12: Presus KET (1)

Tgl/Jam Perjalanan Penyakit Sikap

R.Teratai

21/08/2012

J 05.00

Keluhan : Nyeri perut area operasi

KU : sdg, compos mentis

TV : T: 90/60 m RR: 20x/mnt

N: 88x/mnt S : 36,3°C

Mata: konjungtiva anemis -/-

Thoraks : cor/ dbn

pulmo/ SD Vesikuler

RBH -/-

Wh -/-

Abd : Inspeksi : datar, terpasang

kassa+hipafix, rembes darah -

Palpasi : Supel, NT + pada area

operasi

Per : timpani

Aus : BU (+) N

St gen ex: PPV – F.A (-)

St veg : BAB - BAK : Dc ; flatus +

Ekstremitas : edema -/-

-/-

D/ P1A1, 32 tahun pasca

salpingektomi dextra atas indikasi

ruptur tuba graviditas pars

ampularis dextra et causa

Inf. RL 20 tpm

Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv

Inj Ketorolac 3x30mg

Inj Metoclorpamid 3x1 amp

Inj Ranitidin 2 x 1 amp

Cek Lab post transfusi

Pengawasan KU, TTV dan PPV

12

Page 13: Presus KET (1)

kehamilan ektopik terganggu H+1

dengan anemia

Hb : 8,3 gr / dl

R.Teratai

22/08/2012

J 05.00

Keluhan : Nyeri perut area operasi

KU : sdg, compos mentis

TV : T: 90/60 m RR : 20x/mnt

N: 96x/mnt S : 36,7°C

Mata: konjungtiva anemis -/-

Thoraks : cor/ dbn

pulmo/ SD Vesikuler

RBH -/-

Wh -/-

Abd :

I : datar, terpasang kassa+hipafix,

rembes darah -

Palpasi : Supel, NT + pada area

operasi

Per : Timpani

Aus : BU (+) N

St gen ex: PPV – F.A (-)

St veg : BAB - BAK : Dc ; flatus +

D/ P1A1, 32 tahun pasca

salpingektomi dextra atas indikasi

ruptur tuba graviditas pars

ampularis dextra et causa

kehamilan ektopik terganggu H+2

Lanjut Transfusi s.d Hb normal

Inf. RL 20 tpm

Amoxilin 3 x 500 mg

Paracetamol 3 x 500 mg

Inj kalnex 3 x 500 mg

Diet biasa

Pengawasan KU, TTV, dan PPV

DC aff

13

Page 14: Presus KET (1)

dengan anemia

R.Teratai

23/08/2012

J 05.00

Keluhan : -

KU : sdg, compos mentis

TV : T: 100/60 m RR: 20x/mnt

N: 88x/mnt S : 36,3°C

Mata: konjungtiva anemis -/-

Thoraks : cor/ dbn

pulmo/ SD Vesikuler

RBH -/-

Wh -/-

Abd : I : datar, terpasang

kassa+hipafix, rembes darah -

Palpasi : NT + pada area operasi

Per : timpani

Aus : BU (+) N

St gen ex: PPV – F.A (-)

St veg : BAB - BAK : Dc ; flatus +

Ekstremitas : edema -/-

-/-

D/ P1A1, 32 tahun pasca

salpingektomi dextra atas indikasi

ruptur tuba graviditas pars

ampularis dextra et causa

kehamilan ektopik terganggu H+3

dengan anemia

Hb : 8,0 gr/dl

Post transfusi 3 kolf

Paracetamol 3 x 500mg

Amoxicilin 3 x 500mg

Vit.C / Sulfat Ferosus 2 x 1

Pengawasan KU, TTV, dan PPV

Infus dan Dc aff

14

Page 15: Presus KET (1)

R.Teratai

24/08/2012

J 05.00

Keluhan : -

KU : sdg, compos mentis

TV : T: 110/70 m RR: 20x/mnt

N: 88x/mnt S : 36,7°C

Mata: konjungtiva anemis -/-

Thoraks : cor/ dbn

pulmo/ SD Vesikuler

RBH -/-

Wh -/-

Abd : I : datar, terpasang

kassa+hipafix, rembes darah -

Palpasi : NT + pada area operasi

Per : timpani

Aus : BU (+) N

St gen ex: PPV – F.A (-)

St veg : BAB + BAK : + ; flatus +

Ekstremitas : edema -/-

-/-

D/ P1A1, 32 tahun pasca

salpingektomi dextra atas indikasi

ruptur tuba graviditas pars

ampularis dextra et causa

kehamilan ektopik terganggu H+4

dengan anemia

Hb : 7,7 gr /dl, post transfusi 4 kolf

Transfusi PRC s.d Hb ≥ 8 gr/dl

Paracetamol 3 x 500mg

Amoxicilin 3 x 500mg

Vit.C / Sulfat Ferosus 2 x 1

Pengawasan KU, TTV, dan PPV

Bila KU, TTV, PPV baik dan Hb ≥ 8

gr/dl boleh pulang

15

Page 16: Presus KET (1)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang

bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.

Keadaan gawat dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.7 Kehamilan

ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal

selama kehamilan trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik secara

nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan

untuk mengakhiri kehamilan. 8 Hal yang perlu diingat ialah bahwa pada setiap wanita

dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai

dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan dugaan adanya kehamilan ektopik

terganggu.7

B. Kehamilan Normal

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi

menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah

pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan

disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus

ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus

ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan

kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula.

Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan

dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan

endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak mengandung

sel-sel desidua. 7Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass)

akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan

menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka

16

Page 17: Presus KET (1)

desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus

(korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan mulai

tumbuh menjadi janin. 7 Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling

sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga

dapat terjadi di ovarium, rongga abdomen, atau serviks. 9

Gambar 1. Proses implantasi normal di endometrium uterus10

C. Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar

kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar

endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan

ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih

termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik. 7

17

Page 18: Presus KET (1)

Gambar 2. Lokasi kehamilan Ektopik3

D. Epidemiologi

Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu

konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan

ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan

berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke

tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya

pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang

lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi

superovulasi. 8

Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam

dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per

1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab

kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu

pertahun. 12 Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius

dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. 8

Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada

tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.1,5

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40

18

Page 19: Presus KET (1)

tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang

dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.7

Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri,

tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars

ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di

ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan. 8

E. Faktor Risiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.

Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. 7 Lebih

dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita

tanpa ada faktor resiko. 12

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah 7,9:

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka

kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat

sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua. 9

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan

kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga

meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel

rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk

berimplantasi ke dalam rahim. 9,13

3. Kerusakan dari saluran tuba

Faktor dalam lumen tuba7:

1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau

membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.

2. Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal

ini disertai gangguan fungsi silia endosalping.

19

Page 20: Presus KET (1)

3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi

sebab lumen tuba menyempit.

Faktor pada dinding tuba7:

a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang

dibuahi dalam tuba.

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat

menahan telur yang dibuahi di tempat itu.

Faktor di luar dinding tuba7:

a) Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat

menghambat perjalanan telur.

b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen

tuba

Faktor lain7 :

a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri

atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang

dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat

menyebabkan implantasi prematur.

b) Fertilisasi in vitro.

F. Patologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama

dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau

interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau

sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya

vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi

secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat

nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang

menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua

di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan

20

Page 21: Presus KET (1)

masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat

implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi

trofoblas. 7

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum

graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula

berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami

degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.

Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari

uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. 7

Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak

mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan

tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa

kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu 7:

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati

karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam

keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk

beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah

oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan

mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya

pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila

pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen

tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.

Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-

biruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut

21

Page 22: Presus KET (1)

melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk

hematokel retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis

terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan

ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus

ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan.

Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale.

Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,

dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan

darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan

terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut.

Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,

tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan

kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi

seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh

kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus

dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan

abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,

plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya

misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

22

Page 23: Presus KET (1)

G. Jenis Kehamilan Ektopik

1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba

Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.

Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture

pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan

keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan

menyebabkan kematian.7

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum

abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan

dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars

interstisialis berada.7

2. Kehamilan ektopik ganda

Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan

intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic

pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di

Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus. Pada umumnya diagnosis kehamilan

dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi

ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora

lutea. 7

3. Kehamilan Ovarial

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut

ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni 7:

a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal

b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium

c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium

d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin

Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh

jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial

biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut.

23

Page 24: Presus KET (1)

Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi

rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang

mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.7

4. Kehamilan servikal

Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam

kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.

Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum

terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya

diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi

pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan

perdarahan diperlukan histerektomi totalis. 7

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :

a. Ostium uteri internum tertutup

b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian

c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik

d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri

e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga

terbentuk hour-glass uterus

5. Kehamilan ektopik lanjut

Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena

mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan

implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul,

usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan

ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus

atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh

kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di

tempat implantasinya yang baru. 11

24

Page 25: Presus KET (1)

Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 – 1972

yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara 1 :

2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan. 11

H. Gambaran Klinik

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan

penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam

kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. 11

1. Kehamilan ektopik belum terganggu

Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit

untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea

atau gangguan haid dilaporkan oleh 95% penderita. Lamanya amenore tergantung

pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami

amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda

kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus. 11

Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah

nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami

ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar

ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik

yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.11

Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau

ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan

gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus

ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai

diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat

membahayakan jiwa penderita.11

2. Kehamilan ektopik terganggu

Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari

perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang

25

Page 26: Presus KET (1)

tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,

abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan

keadaan umum penderita sebelum hamil. 7

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut

biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik

terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba

dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan,

tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak

dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri

mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga

perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila

membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri. 7

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan

ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri

karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna

coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti

gangguan pembentukan HCG (human chorionic gonadotropin). 7

Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada

pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada

pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum

Douglas yang menonjol dan nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba dengan

jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak

lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas. 7

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis

atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda

tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak

terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang

terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik

sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 11

26

Page 27: Presus KET (1)

I. Diagnosis

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum

terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus

tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang

dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi. 7

Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang

terdapat gejala subyektif kehamilan muda. 7 Nyeri abdominal terutama bagian bawah

dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan

gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri

abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif. 8

Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam

rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut

bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.1 Kehamilan ektopik

yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya

gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik. 8

Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.

Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan

teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan

batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba

menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga

menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 7

Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12

minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5

minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia

kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala

sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan

intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari

kehamilan ektopik. 8

27

Page 28: Presus KET (1)

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah

berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila

ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya

ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat

setelah 24 jam. Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan

bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari

infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari

20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.7

Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah

ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β human chorionic

gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal

pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang

sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.6 Tes

kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu

karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human

chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative. 71 Tes kehamilan

positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun

demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG yang

rendah dibandingkan kehamilan intrauterin. 12

Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat

darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis

kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :

- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.

- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik

- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian

dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan

- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml

dilakukan pengisapan. 7

28

Page 29: Presus KET (1)

Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak

membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.

Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :

- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista

ovarium yang pecah.

- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang

appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).

- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,

darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan

ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk

mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan

ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan

menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.

Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang

sensitif) dan kurang spesifik. 8

Gambar 3. USG kehamilan ektopik 6

29

Page 30: Presus KET (1)

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk

kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.

Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara

sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum

latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan

tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.

J. Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam

tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu1 :

1. kondisi penderita saat itu

2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya

3. lokasi kehamilan ektopik

4. kondisi anatomik organ pelvis

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi

pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya

dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk,

misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan

pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal.

Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami

ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin

dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum

terjadi ruptur pada tuba.

a. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal

dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih

30

Page 31: Presus KET (1)

dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur

ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu

insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan

dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada

harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan

menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan

lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus

dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan

postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas

mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan

hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak

ada tegangan yang berlebihan.

Gambar 4. Salpingostomi7

b. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan

sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan

mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi

arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit

31

Page 32: Presus KET (1)

dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan

harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari

terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler

dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.

c. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami

ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera

diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan

krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat

digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer

dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi

dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,

hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka

delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium

pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan

menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting

untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

2. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi

transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara

dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah

bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan

medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko

pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya

serta memperpendek waktu penyembuhan.

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah

pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan

pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:

1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah

32

Page 33: Presus KET (1)

2. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm

3. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml

4. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor

sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate

merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan

multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX

ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral,

sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Dari seluruh

6 kasus yang 22 diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena

gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain. 7

Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi

akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang,

nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan

hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,

disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX

biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor)

yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat

reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan

mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu

kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.

Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa

kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada

hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu

sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG

transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya

meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap

minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.

33

Page 34: Presus KET (1)

Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar

94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat

dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal

atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.

K. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1

kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara

591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi.

Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus.

Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138

kehamilan ektopik.

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat

bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik

lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara

0-14,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada

operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat

persetujuan suami dan isteri. 7,8,10

34

Page 35: Presus KET (1)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Diagnosis

Pada awal kasus pasien didiagnosis dengan G2P1A0, 32 tahun, usia kehamilan 7

minggu 2 hari dengan KET, atas dasar :

1. G2P1A0 adalah karena pasien sedang hamil yang kedua, dimana kehamilan

pertama berlangsung secara normal, sedangkan pada kehamilan kedua

terdapat janin yang berimplantasi di luar kavum uteri.

2. Usia kehamilan 7 minggu 2 hari

Usia kehamilan didapatkan dari anamnesa hari pertama haid terakhir pasien

yang kemudian dihitung menggunakan rumus Naegele.

3. Kehamilan Ektopik Terganggu

Penegakkan diagnosa kehamilan ektopik terganggu didapatkan dari hasil

anamnesa, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan penunjang sebagai

berikut :

a) Pasien merupakan wanita usia reproduktif, amenore, dan dengan usia

kehamilan 7 minggu 2 hari.

b) Pasien mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan terus menerus seperti di

tusuk- tusuk, muncul mendadak, sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk

rumah sakit. Pasien juga mengatakan bahwa tidak terdapat faktor yang

dapat mengurangi keluhan tersebut. Nyeri perut merupakan keluhan yang

paling sering didapatkan pada kehamilan ektopik terganggu.

c) Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat pucat, konjungtiva mata kanan dan

kiri anemis disertai nyeri tekan pada palpasi abdomen di regio

suprapubic, iliaca dextra, dan epigastric. Kehamilan ektopik terganggu

sering berakhir dengan ruptur tuba yang disertai dengan perdarahan

sehingga dapat ditemukan tanda-tanda anemis dan juga nyeri tekan di

regio abdomen pada penderita.

35

Page 36: Presus KET (1)

d) Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan nyeri goyang portio dan

nyeri di kavum douglas saat dilakukan penekanan. Nyeri goyang portio

(Slinger Pain) dan nyeri pada kavum douglas khas ditemukan pada

kehamilan ektopik terganggu.

e) Hasil laboratorium pada darah lengkap pasien menunjukkan adanya

penurunan dari kadar haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit. Hasil ini

makin menguatkan bahwa pasien mengalami anemia yang diakibatkan

adanya perdarahan, dimana perdarahan pada kehamilan ektopik dapat

terjadi akibat ruptur di daerah tuba.

f) Urinalisa pada tes kehamilan didapatkan hasil yang positif. Hal ini

menguatkan diagnosa kehamilan pada pasien.

g) Hasil pemeriksaan dengan ultrasonografi didapatkan kehamilan ektopik

terganggu.

Pada akhir kasus pasien didiagnosis dengan P1A1, 32 tahun post salfingektomi

dextra atas indikasi rupture tuba graviditas dextra et causa kehamilan ektopik

terganggu atas dasar :

1. Pasien hamil dua kali, dengan kehamilan pertama berlangsung normal,

sedangkan hamil kedua terdapat janin yang berimplantasi di luar kavum uteri

dengan usia kehamilan 7 minggu 2 hari.

2. Setelah didiagnosis KET, pasien dilakukan eksplorasi laparotomi, kemudian

ditemukan adanya rupture pada tuba pars ampula dextra yang disebabkan

oleh KET sehingga kemudian dilakukan salfingektomi.

36

Page 37: Presus KET (1)

BAB V

KESIMPULAN

1. Pasien pada presentasi kasus yang diangkat adalah P1A1, usia 32 tahun, pasca

salfingektomi dextra atas indikasi ruptur tuba graviditas pars ampula dextra et

causa kehamilan ektopik terganggu.

2. Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita

terutama pada usia lebih dari 30 tahun.

3. Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjan lainnya.

4. Diagnosis pasti untuk menegakkan KET adalah dengan menggunakan

pemeriksaan ultrasonografi.

5. Penatalaksaanan KET harus secepat mungkin dilakukan karena menyangkut

morbiditas dan mortalitas maternal.

37

Page 38: Presus KET (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1992. Undang-undang Kesehatan RI

no.32 Tahun 1992, bab V, Pasal 10, Jakarta

2. Barus, N. 1999. Tantangan dan masalah dalam upaya penurunan resiko kematian

ibu dan neonatal menyongsong era globalisasi. Pidato pengukuhan guru besar

tetap dalam ilmu kesehatan masyarakat FKM-USU

3. WHO, 2008. World Health statistic. www.who.int

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil kesehatan Indonesia

Tahun 2005, Jakarta.

5. Departemen kesehatan republik indonesia, 2008. Profil kesehatan Indonesia Tahun

2006, Jakarta.

6. Chalik, TMA, 1998. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi bagian obstetri dan

Ginekologi FK Universitas Syah Knala. Cetakan pertama, widya Medika, Jakarta

7. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat

: Yayasan Bina Pustaka.

8. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.

9. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf.

10. http://www.lusa.web.id/nidasi-atau-implantasi/.

11.Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan,

Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.

12.Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of

Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari

http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.

13. http://www.surgeryencyclopedia.com/images/gesu_03_img0187.jpg

38