Ket

9
Kehamilan Ektopik Terganggu a. Definisi KET Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. b. Epidemiologi Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14%. c. Faktor Predisposisi Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi Riwayat penggunaan AKDR Infertilitas Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (assisted reproductive technology/ART) Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID Merokok Riwayat abortus sebelumnya Riwayat promiskuitas

description

ket

Transcript of Ket

Kehamilan Ektopik Terganggu

a. Definisi KETKehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii,dengan 5% sisanya terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks.

b. Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14%.

c. Faktor Predisposisi

Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi

Riwayat penggunaan AKDR

Infertilitas

Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (assisted reproductive technology/ART)

Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID

Merokok

Riwayat abortus sebelumnya

Riwayat promiskuitas

Riwayat seksio sesarea sebelumnyad. Etiologi

Menurut Sujiyatini (2009) kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah :

a) Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.

b) Riwayat operasi tuba

c) Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang

d) Kehamilan ektopik sebelumya

e) Aborsi tuba dan pemakaian IUD

f) Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom

g) Bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat

h) Opersai plastik pada tuba

i) Abortus buatan

e. Patofisiologi

Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba. Ada kemungkinan akibat dari hal ini :

a) Kemungkinan tuba abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.

b) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.

c) Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian

f. Gejala klinik kehamilan ektopik terganggu

Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya rupture. Trias klasik dari kehamilan ektopik :

1. Terjadinya amenorhoe, lamanya bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan dan dengan amenorhoe dapat dijumpai tanda tanda hamil muda.

2. Terjadinya nyeri abdomen, disebabkan kehamilan tuba yang pecah.

3. Perdarahan, terjadi abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan ke dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.

Selain gejala gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi. Menstruasi abnormal, abdomen dan pelvis yang lunak, perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh masa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Penurunan terkanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi, kolaps dan kelelahan, pucat, dan gangguan kencing.

g. Diagnosis hamil ektopik yang terganggu :

1. Anamnesa tentang trias kehamilan ektopik terganggu : amenorhoe, rasa nyeri yang mendadak, perdarahan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Fisik umum : tampak anemis, daerah ujung dingin, nadi meningkat, tekanan darah turun sampai syok, nyeri pada saat perabaan.

b. Pemeriksaan khusus melalui vagina : nyeri goyang pada pemeriksaan vaginal, mungkin terasa tumor di samping uterus.

3. Kehamilan abdominal

Kehamilan abdominal dapat berlajut sampai mencapai besar tertentu. Dalam perkembangan kadang kadang mencapai aterm, atau mati karena kekurangan nutrisi yang disebabkan plasenta tidak mencapai tempat yang baik.

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemerisaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah, terutama bila ada tanda tanda perdarahan dalam rongga perut.

5. Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis meningkat.

6. Kuldosentris : adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Douglas ada darah. Cara ini berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

7. Ultrasonografi : diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin.

8. Laparaskopi h. Penatalaksanaan

Pengobatan kehamilan ektopik bisa menggunakan tindakan bedah atau terapi medis. Pembedahan mungkin memerlukan pengangkatan kembali tuba falopi yang terkena (salpingectomy) atau dilakukan prosedur pembedahan kehamilan ektopik dengan konservasi tuba (salpingostomy). Laparoskopi adalah tindakan bedah yang efektif dan merupakan satu tindakan bedah pilihan. Sedangkan laparotomi dikhususkan untuk pasien dengan perdarahan intraperitoneal yang luas, yang membahayakan intravaskular, atau visualisasi yang buruk dari panggul pada saat laparoskopi.

a. Terapi Medis

Terapi medis berguna pada pasien dengan kehamilan ektopik tuba yang tidak mengalami ruptur dan yang memiliki hemodinamik stabil, memiliki gejala minimal serta memiliki volume rendah dari cairan intraperitoneal bebas yang terlihat pada scan ultrasound. Penggunaan methotrexate secara intramuskular dapat digunakan secara luas dan merupakan terapi medis yang sukses digunakan untuk kehamilan ektopik dan biasanya digunakan dalam dosis tunggal sesuai dengan protokol pengobatan. Methotrexate merupakan antagonis asam folat yang targetnya secara cepat memisahkan sel-sel dan menangkap proses mitosis.

Pada kehamilan ektopik, obat ini mencegah ploriferasi sel-sel trofoblas, mengurangi viabilitas sel dan sekresi -HCG dan juga mendukung serum progesteron terhadap kehamilan. Hal ini dapat memfasilitasi perbaikan kehamilan ektopik serta membantu dalam proses penyembuhan jaringan yang terkena.

b. Pembedahan

Saat terlihat masalah lain pada kehamilan tuba ektopik dan ketika perempuan memiliki keinginan untuk menyelamatkan kesuburannya, maka laparoskopi salpingotomi dapat digunakan sebagai terapi bedah. Terapi bedah laparoskopi merupakan metode selektif yang digunakan oleh pasien yang memiliki tingkat hemodinamik yang stabil namun dalam hal ini keterampilan bedah merupakan faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi keberhasila dari metode tersebut.

Dalam sebuah penelitian, metode bedah laparoskopi hanya diterapkan pada sekitar 26% pasien dan sisanya pada 63% pasien dilakukan operasi bedah terbuka. Sedangkan dalam penelitian yang lainnya sebanyak 100% kehamilan ektopik dilakukan operasi bedah terbuka. Sedangkan slpingectomi diaplikasikan pada 95,8% pasien kemudian dibandingkan dengan 90% pasien salpingectomi pasa penelitian lain. Sedangkan adnexectomi hanya diaplikasikan pada sekitar 4,2% pasien karena dapat menimbulkan masalah dalam hal deteksi kehamilan ektopik selama operasi bedah terbuka.

Keputusan untuk menggunakan salpingostomy atau salpingectomy sering dibuat berdasarkan tingkat kerusakan pada tuba yang terkena dan kontralateralnya, tetapi juga tergantung pada kondisi pasien, dan ketersediaan tenaga ahli bedah.

Perbandingan tindakan pembedahan dan pengobatan

Penelitian acak membandingkan terapi medis dengan salpingostomy laparoskopi untuk pengobatan kehamilan ektopik yang belum ruptur telah menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dengan multidosis methotrexate. Tingkat keberhasilannya relatif, jauh lebih rendah dengan single-dosis metotreksat, dibandingkan dengan salpingostomy. Sebuah analisis biaya menunjukkan bahwa terapi methotrexate sistemik lebih murah daripada terapi bedah laparoskopi. Apabila kadar serum hCG lebih dari 1500 mIU per milliliter, tingkat kekambuhannya adalah sama setelah perawatan medis dan bedah.

i. Komplikasi

Komplikasi yang dialami ibu, kelainan kongenital janin, usia kehamilan, ketersediaan fasilitas perawatan neonatus. Janin yang sudah meninggal menjadi indikasi untuk melakukan operasi, untuk menghindari resiko infeksi, perdarahan dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Jika janin masih hidup, harus segera dilakukan laparotomi karena risiko terlepasnya plasenta dan terjadinya perdarahan yang hebat. Tapi bila usia kehamilan di atas 24 minggu, keadaan ibu dan janin baik, operasi dapat ditunda untuk memberi waktu bagi janin menjadi lebih matang, tetapi harus dilakukan observasi yang ketat untuk mengantisipasi terjadinya perdarahan, yang dapat mengancam jiwa penderita. Pada kasus ini dilakukan laparotomi, dengan pertimbangan ibu yang sudah mengalami keluhan nyeri pada abdomen, hasil laboratorium dengan nilai Hb dan Ht yang rendah menandakan adanya perdarahan, hasil ultrasonography didapatkan massa kompleks di posterior uterus dicurigai perdarahan. Tindakan tersebut dinilai tepat karena dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut pada ibu

j. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat persetujuan suami dan isteri.