KET print
-
Upload
visalini-chandran -
Category
Documents
-
view
111 -
download
5
Transcript of KET print
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur diucapkan kehadiratTuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga pembuatan tulisan berupa laporan kasus yang berjudul
”Kehamilan Ektopik Terganggu” dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada
waktunya. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Muara P Lubis SpOG selaku
supervisor pembimbing yang telah memberikan arahan di dalam penyelesaian
tulisan ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
berbagai hal yang berhubungan dengan penanganan, sehinggadiharapkan dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
terdapat banyak kekurangan, baik didalam penyusunan kalimat maupun di dalam
teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang penulis dapatkan
serta keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang selalu ada kekhilafan. Oleh
karena itu, penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan mendukung.
Medan, Juli 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI................................................................................................ 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................ 3
1.2. Tujuan Penulisan.......................................................................... 3
1.3. Manfaat Penulisan........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
2.1 Definisi................................................................................... 5
2.2 Insiden.................................................................................... 6
2.3 Klasifikasi............................................................................... 8
2.4 Etiologi…………………........................................................ 10
2.5 Patofisiologi............................................................................. 10
2.6 Gambaran Klinis .......................................................................12
2.7 Diagnosa………….....................................................................15
2.8 Diagnosa Banding......................................................................18
2.9 Penatalaksanaan..........................................................................19
2.10 Komplikasi……………………..……………………………... 25
2.11 Prognosis……………………..……………………………….. 26
BAB 3 LAPORAN KASUS.............................................................................27
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................38
2
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu komplikasi dalam kehamilan dimana ovum yang
sudah dibuahi berimplantasi di jaringan lain selain dinding uterus. Kebanyakan
kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii (sehingga disebut kehamilan tuba).
Implantasi dapat juga terjadi pada cervix, ovarium, dan abdomen. 1,2,3
Lebih dari 30 tahun, insidensi kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis
di negara – negara industri. Insidensi yang dilaporkan bervariasi antara 100 – 175
per 100.000 wanita berusia 15 – 44 tahun. Yang terpenting, pada kasus kehamilan
ektopik tercatat 10% kasus dari seluruh kasus kehamilan yang berhubungan
dengan kematian. 3,4
Penyebab paling utama gangguan transportasi hasil konsepsi pada tuba adalah
infeksi alat genitalia interna, desakan dari luar tuba, operasi pada tuba falopii,
kelainan kongenital alat reproduksi interna, migrasi intraperitoneal spermatozoa
ataupun ovum, dan kelambatan implantasi. 5
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid
atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal
atau pelvik (95%).6
Operasi pada kehamilan ektopik terganggu segera dilakukan setelah diagnosis
dapat dipastikan. Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik,
terutama bila cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose. 7
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Melengkapi tugas laporan kasus pada departemen Obstetri dan Ginekologi
RSUP HAM Medan.
2. Memperdalam pengetahuan mengenai Kehamilan ektopik.
3
3. Memperdalam pemahaman mengenai penanganan Kehamilan ektopik.
1.3. MANFAAT LAPORAN KASUS
Manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Meningkatkan ketajaman pemahaman mengenai definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, terapi, komplikasi, dan prognosis
Kehamilan ektopik.
2. Mampu mengaplikasikan landasan teori dengan kasus yang terjadi pada
pasien di lapangan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEHAMILAN EKTOPIK
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu komplikasi dalam kehamilan dimana ovum
yang sudah dibuahi berimplantasi di jaringan lain selain dinding uterus. Pada
konsepsi yang normal, ovum dibuahi oleh sperma pada tuba falopii kemudain
ovum yang sudah dbuahi tersebut akan bergerak sepanjang tuba menuju uterus
sekitar 3 – 4 hari kemudian. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi pada tuba
falopii (sehingga disebut kehamilan tuba). Kehamilan tuba dapat terjadi
dikarenakan tuba falopii terhalang atau rusak dan tidak dapat dilewati oleh
embrio.
Implantasi dapat juga terjadi pada cervix, ovarium, dan abdomen. Fetus
memproduksi suatu enzim yang memungkinkannya untuk berimplantasi pada
berbagai macam jaringan, dan apabila fetus berimplantasi di tempat lain selain
uterus maka dapat mengakibatkan kerusakan jaringan karena usaha dari fetus itu
sendiri untuk mendapatkan suplai darah yang cukup. 1, 2, 3
2.2 Insiden
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan
ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu
yang dini tidak selalu jelas1
5
2.3 Klasifikasi Menurut lokasi :
1. Kehamilan abdominal (1,4 % - 15 %)
a. Kehamilan abdominal primer (sangat jarang ditemukan)
Terjadi apabila ovum dan spermatozoon bertemu dan bersatu di
dalam satu tempat pada peritoneum dalam rongga perut dan juga
kemudian berimplantasi di tempat tersebut, karena syarat – syarat
untuk implantasi kurang baik maka kehamilan berhenti dengan
kematian mudigah disertai dengan perdarahan.
b. Kehamilan abdominal sekunder
Mudigah yang menjadi janin dapat meninggalkan tuba melalui
ostium abdominalis atau melalui sobekan dinding tuba dan
kemudian kantung janin melekat dalam rongga peritoneum, begitu
juga plasenta berinsersi diluar tuba pada dinding belakang uterus,
pada ligamentum latum, atau pada dinding panggul. Walaupun
terjadi gangguan tetapi tidak menyebabkan meninggalnya mudigah
dan vaskularisasi masih cukup untuk memungkinkan mudigah
tumbuh terus.
2. Kehamilan ampula tuba (terbanyak sekitar 55 % - 80 %)
6
3. Kehamilan isthmus tuba (12 % - 25 %)
4. Kehamilan interstitial tuba
Jarang terjadi hanya sekitar 1 – 2 % dari semua kehamilan tuba, ruptur
terjadi pada kehamilan lebih tua bisa mencapai akhir bulan keempat (16 –
20 minggu), karena jaringan endometrium pada daerah ini lebih mampu
untuk melebar. Karena ukuran yang meningkat dan implantasi
endometrium parsial, kehamilan ektopik lanjut ini dapat salah didiagnosis
sebagai kehamilan intrauterin karena perdarahan sangat banyak sehingga
harus segera dioperasi jika tidak dapat menyebabkan kematian.
5. Kehamilan ovarial (0,2 % - 0,5%)
Terjadi apabila spermatozoon memasuki folikel de graaf yang baru saja
pecah dan menyatukan diri dengan ovum yang masih tinggal dalam
folikel. Nasib kehamilan ini ialah ovum yang dibuahi mati atau terjadi
ruptur.
Diagnosis ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg
i. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
ii. Kantung janin harus terletak dalam ovarium
iii. Kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
iv. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantung janin
6. Kehamilan intraligamen
7. Kehamilan cornu ( 2%)
8. Kehamilan fimbriae (5% - 17%)
9. Kehamilan servik (sangat jarang terjadi sekitar 0,03% - 0,2%)
Kriteria Rubin (1911) untuk kehamilan servikal :
i. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi
plasenta
7
ii. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina
atau peritoneum viserale uterus
iii. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
iv. Implantasi plasenta di serviks harus kuat
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan
histerektomi total untuk memastikannya.
Kriteria klinis dari Paalman & McElin (1959) untuk kehamilan servikal,
lebih dapat diterapkan secara klinis :
i. Ostium uteri internum tertutup
ii. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
iii. Hasil konsepsi terletak di dalam endoserviks
iv. Perdarahan uterus setelah fase amenorhea, tanpa disertai nyeri
v. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus (hour-
glass uterus)
Kehamilan ektopik terbanyak dijumpai adalah kehamilan di tuba falopii
(90% -97%)
2.4 Etiologi KET
Fungsi tuba falopii pada alat reproduksi wanita sangat penting, yaitu:
1. Proses ovum pick up mechanism
2. Transportasi spermatozoa menuju ampula tuba sebagai tempat yang paling
besar untuk terjadinya konsepsi.
3. Alat transportasi ovum menuju ampula tuba sehingga dapat terjadi
konsepsi.
4. Tempat tumbuh kembangnya hasil konsepsi, dari bentuk zygot sampai
blastula sehingga siap untuk melakukan implantasi.
5. Alat tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus sebagai tempat akhir
implantasi dan tumbuh kembang sampai menjadi aterm. 5
8
Peningkatan insidensi dari kehamilan ektopik dihubungkan dengan
1. Meningkatnya kejadian PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan kemajuan
dalam penanganan penyakit ini
2. Penggunaan kontrasepsi misalnya IUD, ataupun kontrasepsi yang
mengandung progesteron
3. Bertambahnya prosedur pembedahan untuk menangani penyakit pada tuba
falopii, misalnya ligasi tuba, reanastomosis tuba
4. Bertambahnya penggunaan sterilisasi elektif
5. Berkembangnya teknik diagnosa
6. Paparan dietilstilbestrol
7. Riwayat Salpingitis, misalnya oleh karena infeksi Chlamydia
8. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
9. Penggunaan Agen induksi ovulasi
10. Adhesi peritubal yang terjadi setelah adanya abortus, infeksi puerperal,
endometriosis
11. Riwayat infertilitas
12. Meningkatnya usia ibu hamil anak pertama
13. Inseminasi buatan
14. Hubungan sexual diusia muda dan berganti – ganti pasangan
15. Merokok
16. Latihan fisik yang berat 3,8
Penyebab paling utama gangguan transportasi hasil konsepsi pada tuba adalah:
1. Infeksi alat genitalia interna, khususnya tuba falopii
a. Infeksi STD akibat makin meningkatnya hubungan sexual
pranikah.
b. Infeksi asendens akibat penggunaan IUD.
9
c. Bakteri khusus yang menyebabkan gangguan tuba Falopii adalah
Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peyempitan lumen
tuba.
2. Terdapat desakan dari luar tuba
a. Kista ovarium atau mioma subserosa sehingga pada bagian
tertentu, lumen tuba falopii menyempit, akibatnya hasil konsepsi
tidakdapat lewat sehingga tumbuh dan berkembang setempat.
b. Endometriosis menimbulkan perlekatan dengan sekitarnya
sehingga terjadi penyempitan tuba falopii.
3. Operasi pada tuba falopii
a. Operasi rekonstruksi tuba falopii, tetapi lumennya tidak selebar
semula sehingga hasil konsepsi tersangkut dan tumbuh kembang di
dalamnya.
b. Rekanalisasi spontan dari sterilisasi tuba, dengan pembukaan
lumen ynag tidak sempurna dan terjadi penyempitan. Akibatnya
hasil konsepsi tersangkut dan terjadi kehamilan ektopik.
4. Kelainan kongenital alat reproduksi interna
a. Tuba falopii memanjang sehingga dalam perjalanan blastula
terpaksa melakukan implantasi dan menimbulkan kehamilan
ektopik.
b. Terdapat divertikulum dalam tuba falopii, sehingga hasil konsepsi
dapat melakukan implantasi dan terjadi kehamilan ektopik.
5. Terjadi migrasi intraperitoneal spermatozoa ataupun ovum
a. Terjadi kehamilan ektopik pada uterus rudimenter.
b. Terjadi kehamilan pada ovarium.
6. Kelambatan implantasi
Kelambatan implantasi hasil konsepsi menyebabkan implantasi terjadi
di bagian bawah kavum uteri dalam bentuk plasenta previa dan
kehamilan servikalis. 5
2.5 Patofisiologi KET
10
Adanya abnormalitas pada morfologi tuba ataupun pada fungsinya dapat
menyebabkan adanya kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang normal, ovum
dibuahi pada tuba falopii kemudian bergerak menuju uterus. Sangat diyakini
bahwa yang paling berperan menyebabkan kehamilan ektopik adalah rusaknya
mukosa tuba, yang dapat menghalangi jalannya embrio karena adanya jaringan
parut. Kemungkinan yang lain adalah defek kecil pada mukosa menarik embrio
untuk berimplantasi ditempat tersebut. Hal lain yang dapat menyebabkan
kehamilan ektopik adalah disfungsi aktifitas otot polos tuba. 8
Karena tuba kekurangan lapisan submukosa, ovum yang telah dibuahi
cenderung tertanam pada epitelium dan zigot diam pada dinding muskular dari
tuba. Pada permukaan zigot terdapat kapsul trofoblas yang secara cepat
berproliferasi yang menginvasi dinding muskular dari tuba. Pada saat yang sama,
pembuluh darah maternal membuka dan darah mengalir pada daerah sekitar
trofoblas atau diantara trofoblas dan jaringan tambahan. Dinding tuba yang
berhubungan dengan zigot hanya bisa memberikan tahanan ringan terhadap invasi
trofoblas, yang secepatnya tertanam didalamnya. Embrio atau fetus pada
kehamilan ektopik biasanya tidak ditemukan ataupun terhambat pertumbuhannya.4
Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria
dan pars muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh
pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh
darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan
konsepsi bertumbuh.
Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi
oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat
hal ini :
1. kemungkinan terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba,
karena aliran darah di sekitar chorion menumpuk, menyebabkan distensi
tuba, dan mengakibatkan ruptur intralumen kantung gestasi di dalam
lumen tuba.
11
2. kemungkinan "tubal abortion", lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke
ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen.
3. kemungkinan reabsorpsi jaringan konsepsi oleh dinding tuba sebagai
akibat pelepasan dari suplai darah tuba.
4. kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai
akibat erosi villi chorialis atau distensi berlebihan tuba - keadaan ini yang
umum disebut kehamilan ektopik terganggu / kehamilan ektopik dengan
ruptur tuba.
Secara umum, estrogen menstimulasi aktifitas mioelektris dari tuba dan
progesteron memiliki efek untuk menghambat. Perubahan rasio estrogen /
progesteron mungkin mempengaruhi motilitas tuba. Tingginya tingkat estrogen
mungkin menyebabkan spasme tuba, yang akan mengahalangi transportasi embrio
menuju cavum uteri. Sebaliknya, pada penggunaan oral kontrasepsi progesteron
dapat menyebabkan tuba relaksasi yang mengakibatkan retensi ovum pada tuba. 8
Abortus Tuba
Terjadinya abortus tergantung dari tempat implantasi. Abortus biasanya terjadi
pada kehamilan ampula tuba, karena lumennya lebih luas sehingga dapat
mengikuti pertumbuhan hasil konsepsi dengan mudah. Perdarahan timbul karena
gangguan hubungan antara plasenta dan membran dan dinding tuba. Jika
pemisahan plasenta sudah lengkap, seluruh produk konsepsi dapat keluar melalui
fimbriae ke cavum peritoneal. Pada saat itu, perdarahan akan berhenti dan gejala
hilang. Beberapa perdarahan biasanya masih terjadi selama produk masih dalam
oviduct. Darah mengalir pelan-pelan dari fimbriae tuba ke dalam cavum peritoneal
dan terkumpul dalam kavum Douglasii, sehingga membentuk hematokele
retrouterina, biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
Gejala klinis :
1. Perdarahan dari terus berwarna hitam
2. Rasa nyeri disamping uterus bertambah hebat
12
3. Disamping uterus ditemukan sebuah massa, nyeri tekan, agak
lembek dengan batas jelas, tidak rata
4. Kavum Douglasii menonjol ke vagina
5. Kadang teraba jelas hematokel sebagai massa agak lembek
6. Timbul nyeri bila serviks digerakkan 4
Ruptur Tuba
Pembesaran produk konsepsi dapat menyebabkan terjadinya ruptur oviduct
pada beberapa tempat. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan villi korialis kedalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium
Sebelum ditemukannya pemeriksaan hCG sebagai pembantu penegakkan
diagnosa kehamilan ektopik, banyak kasus kehamilan tuba yang diakhiri dengan
ruptur pada trimester pertama yang biasanya terletak pada isthmus tuba. Ruptur
biasanya terjadi spontan, namun dapat juga terjadi karena trauma yang berkaitan
dengan koitus atau pemeriksaan bimanual. Pada ruptur intraperitoneal, seluruh
konsepsi dapat keluar dari tuba dan menyebabkan perdarahan dalam rongga perut,
bisa sedikit ataupun banyak bahkan kadang sampai menimbulkan syok dan
kematian.
Gejala klinis pada ruptur tuba :
1. Anemi
2. Syok
3. Suhu badan menurun
4. Nadi cepat
5. Tekanan darah menurun
6. Akral dingin
7. Perut agak membesar
8. Ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut
13
9. Pada pemeriksaan ginekologi uterus tidak dapat diraba dengan
jelas karena dinding perut menegang dan uterus dikelilingi oleh
darah, nyeri sekali bila servik digerakkan, kavum Douglasii
terasa sangat menonjol.4,
2.6 Gambaran Klinis
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan
haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri
abdominal atau pelvik (95%). 1 Biasanya kehamilan ektopik baru dapat
ditegakkan pada usia kehamilan 6 – 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di
atas.2 Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda,
seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia.
Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran
uterus dan massa adneksa. 3
1. Nyeri
Nyeri dirasakan biasanya pada perut bagian bawah, yang disebabkan
karena distensi tuba. Nyeri abdomen dapat disertai hemoperitoneum, nyeri
pleuritik atau nyeri bahu yang disebabkan karena iritasi diafragma 3.
2. Perdarahan abnormal
Kebanyakan wanita dengan kehamilan ektopik mengalami amenorrhea,
dan hanya seperempat saja yang tidak mengalami amenorrhea 4.
Amenorrhea yang terjadi, diikuti dengan perdarahan yang berupa
perdarahan berwarna coklat gelap, dapat terjadi intermitten ataupun
kontinyu 1.
3. Perubahan uterus
Uterus mungkin dapat terdorong ke salah satu sisi karena massa ektopik
atau karena ligamen yang terisi oleh darah. Pada 25 % wanita, uterus
membesar sesuai dengan stimulasi hormon selama kehamilan.
14
Ditemukannya desidua uterus tanpa trofoblas dapat merupakan tanda
kehamilan ektopik namun tidak absolut. 4
4. Massa Adneksa
Terabanya massa adneksa dilaporkan pada 40% kasus. 3 Massa biasanya
teraba dengan konsistensi lunak dan disertai nyeri. 4
2.7 Diagnosis KET
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikia besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami
abortus tuba atau rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada
kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka penderita segera dirawat di
rumah sakit. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi,
laparoskopi atau kuldoskopi.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu ditegakkan dengan:
1. Anamnesis 4
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang
terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, tenesmus. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian
bawah.
2. Pemeriksaan Umum4
penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga
perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.
3. Pemeriksaan Ginekologi 4
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan nyeri. Bila uterus diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum douglasi menonjol dan nyeri raba
15
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang naik sehingga
menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
4. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah
berguna menegakkan diagnosa kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan
oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal
ini memerlukan waktu 1-2 hari. Mungkin pada pemeriksaan Hb
yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya maka
kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar
Hb pada pemeriksaan Hb berturut-turut. Derajat leukositosis
sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur,
nilainya bisa normal sampai 30.000/µl.3,6
Gonadotropin korionik (hCG Urin)
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi
dengan sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran
500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan bernilai positif pada
kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes
jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-
250 mlU/ml, dan tes ini positif pada 80-85% kehamilan ektopik.
Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-Linked
Immunoabsorbent Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan
positif pada 95% kehamilan ektopik.3
β-hCG serum
Pengukuran kadar β-hCG secara kuantitatif adalah standar
diagnostik untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan
normal intrauterin, kadar β-hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari
selama kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG serum kurang dari
66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau
16
kehamilan ektopik. Pemeriksaan β-hCG serum secara berkala
perlu dilakukan untuk membedakan suatu kehamilan normal atau
tidak dan memantau resolusi kehamilan ektopik setelah terapi.5
Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
ada tidaknya darah dalam kavum douglasi atau mengidentifikasi
hematoperitoneum. Serviks ditarik kedepan kearah simfisis
dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan
melalui forniks posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan
darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan
darah yang dikeluarkan merupakan :3,5
a. darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
b. Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau
yang berupa bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.
Untuk mengatakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya
adanya perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap
mempunyai sifat warna merah tua, tidak membeku setelah diisap,
dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan darah yang
kecil.
Ultrasonografi
Ultrasonografi abdominal berguna dalam diagnostik kehamilan
ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi
diluar uterus yang didalamnya terdapat denyut jantung janin.1
Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum douglasi.
Ultrasonografi transvaginal dapat digunakan untuk
memperlihatkan kehamilan intrauterine pada hari ke-24
pascaovulasi, atau 38 hari setelah periode menstruasi terakhir,
yaitu lebih awal 1 minggu dibandingkan USG transabdominal.
17
Kantung gestasi merupakan struktur pertama yang dikenaldengan
USG transvaginal. Uterus yang kosong dengan kontraksi BhCG
>1500 U/mL mengindentifikasi adanya kehamilan ektopik.
Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik
terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur
diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparaskopik,
alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan
ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin
mempersulit visualisasi alat kandungan. Akan tetapi hal ini
menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.1,2
Laparatomi
Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara
hemodinamik tidak stabil atau tidak mungkin dilakukan
laparoskopi.3
2.8 Diagnosis Banding
1) Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi
pelvik perbedaan suhu rektal dan axilla melebihi 0,5’C. Selain itu, leukositosis
lebih tinggi daripada kehamilan ektopik dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada
riwayat serangan nyeri perut sebelumnya.
2) Abortus imminens atau insipiens
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri
yang berlokasi di sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah
18
abortus imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat
diraba tahanan di samping atau di belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri. Pada abortus, umumnya perdarahan lebih banyak dan
sering ada pembukaan portio serta uterus biasanya besar dan lunak.
3) Ruptur korpus luteum
Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan
pervaginam tidak ada dan tes kehamilan negatif
4) Torsi kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik.
5) Appendisitis
Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak
seberapa nyata seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada
appendisitis terletak pada titik McBurney.
2.9 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara
lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis.
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien
dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar-hCG. Pada
penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang
stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua
pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini.
Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan
berikut:
19
1) kehamilan ektopik dengan kadar menurun,
2) kehamilan tuba,
3) tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan
4) diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan
bahwa kadar-hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL, dan diameter
massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan
ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.1,2,3,7
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis
harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil,
bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan
bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani
terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan
pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak
menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi
ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi
terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode
terminasi kehamilan ektopik secara medis.2,3,7
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit
trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila
diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan
dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi
kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk
kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi
methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar
dan profil darah yang normal.3
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara
umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan
20
meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil
konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa
bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan terapi diperlukan, dan
pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan.
Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin
menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga
dilarang.3,7 Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping
yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis,
gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor
keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, disebutkan dalam
literatur antara lain kadar aktivitas progesteron, jantung janin, ukuran
massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga
peritoneum.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis
multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular),
sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg
(intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi
dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada
hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya
memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi
methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui
injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis
untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.2,3,7
2. Actinomycin
21
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin
intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada
pasien-pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.2,3,7
3. Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga
merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu.
Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa
hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya
injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan
dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga
alternatif ini jarang digunakan.3,7
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba,
yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan
pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan
konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat
dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh
ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per
laparoskopi.3,7
1. Salpingostomi2,3,6,7
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi
yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal
tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15
mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan
antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan
kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi
kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per
22
sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun
laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard
untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa
pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal
prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.7,8
3. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum
maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui
laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada
keadaan-keadaan berikut ini:7,8
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3) terjadi kegagalan sterilisasi,
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7) kehamilan tuba berulang,
8) kehamilan heterotopik, dan
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
23
4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan.7,8
5. Kehamilan abdominal
- Bila mudah, kantong dan plasenta diangkat
- Bila besar atau susah (kehamilan abdominal lanjut), anak dilahirkan
dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan
dinding perut ditutup.2, 3, 4
24
2.10 Komplikasi KET
Komplikasi dari kehamilan ektopik dapat terjadi akibat kurang tepatnya
diagnosis, terlambat mendiagnosis, ataupun terlambat memberikan terapi.
Terlambatnya diagnosis ataupun terapi dapat mengakibakan ruptur tuba ataupun
ruptur uteri, diikuti dengan perdarahan masif, syok, DIC dan kematian. 1
Selain itu adapula komplikasi lain seperti :
1. Jaringan trofoblas yang persisten
Ada 4 – 8 % resiko bahwa tidak semua jaringan trofoblas dapat diangkat,
maka dari itu follow up post operasi diperlukan. Dengan adanya kadar
hCG yang menetap ataupun meningkat, reexplorasi ataupun kemoterapi
dengan methotrexate sodium diperlukan berdasarkan keadaan pasien dan
kadar hCGnya.
25
2. Kehamilan Ektopik yang persisten
Adalah komplikasi yang paling sering ditemui dan merupakan alasan
utama interves sekunder setelah tindakan pembedahan konservatif.
Salpingektomi merupakan tindakan yang dapat diandalkan dan
memberikan jaminan tidak berulangnya kehamilan ektopik. 3
2.11 Prognosis KET
Prognosis umumnya baik pada kehamilan ektopik yang terdiagnosis secara
dini dan diberikan terapi yang tepat fertilitas dapat dipertahankan pada kondisi ini
namun apabila diagnosis kehamilan ektopik terganggu sudah pada tahap yang
lanjut dimana telah terdapat kerusakan tuba maka dapat menurunkan fertilitas.
Pada umunya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik, atau dapat
mengalami ektopik lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.
26
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
No. MR : 52.22.19
Nama : Hanna SSantaria A.H
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Padang Sidampuan
Kab. Pandan, Sibolga
Tanggal Masuk : 7 Juli 2012 (23.00WIB)
ANAMNESIS
Ny. H, 30 tahun, G4P2A1, APK 5 tahun, Ibu Rumah Tangga, Batak,
Islam, i/d Tn. A, 31 tahun, Wiraswasta, Jawa, Islam, menikah satu kali, usia
menikah 21tahun datang ke IGD RSUP H. Adam Malik Medan dengan keluhan
keluar darah dari kemaluan.
Hal ini dialami pasien sejak satu bulan ini tidak setiap hari, Volume darah
2-3 kali ganti doek/hari. Warna darah merah kecoklatan, bergumpal, dan tidak
disertai nyeri. Nyeri perut sejak satu bulan ini, pada perut kiri, hilang timbul dan
bersifat seperti diperas, dan menjalar ke kaki kiri dan tangan kiri. Riwayat teraba
benjolan di daerah perut tidak dijumpai
Pada awal bulan Juni, test hamil pasien(+), Riwayat penurunan berat
badan(-), Penurunan nafsu makan(-), riwayat campur berdarah(-)
Riwayat dikusuk (-), riwayat trauma (-), riwayat minum jamu-jamuan (-),
Riwayat KB(+) 3 bulan, 2X (-) dengan suntik.
BAB (+) Normal, dan BAK (+) Normal.
27
HPHT : 06-05-2012
TTP : 13-02-2013
ANC : Bidan 1x
Riwayat Persalinan1. Laki-laki, Aterm, PSP, Bidan, Klinik, 3500 gr, 5 tahun, Sehat2. Perempuan, Aterm, PSP, Dokter, RS, 3500 gr, 3 tahun, Sehat3. Abortus4. Hamil ini.
PEMERIKSAAN FISIKStatus Presens
Kesadaran : Compos Mentis Anemia (-)Tek. Darah : 110/90 mmHg Ikterik (-)Frek. Nadi : 88 x/min Sianosis (-)Frek. Napas : 20 x/min Dyspnea (-)Suhu Tubuh : 36,1 ºC Oedem (-)
Status generalisata :Kepala : Mata : Conj palpebra inferior pucat -/-Leher : pembesaran KGB(-)Thorax : dalam batas normal
Status ObstetrikusAbdomen : soepel, tidak teraba benjolan
P/V : (+)
Status GinekologiInspekulo : Tampak darah diintroitus vagina, dibersihkan kesan
tidak mengalir,residue(+), massa (-), F/A(-)VT : Uterus antefleksi besar biasa
P/A kanan kiri lemas, tidak teraba massa CD tidak menonjol Nyeri goyang cervix (+)
Diagnosis Klinis : KET o/t sinistra tube
28
Hasil USG TAS tanggal 7 Juli 2012- Kandung kemih terisi baik- UT berukuran 3,95 x 4,69cm- GS (+) dituba sinistra- Cairan bebas (+)- Kesan : KET di tuba sinistra
Hasil Pemeriksaan Laboratorium 7 Juli 2012
Jenis Pemerisaan HasilHb 12,9 gr%Leu 12.98/mm3
Tromb 286.000/mm3
Ht 35.20%Bleeding Time 3 sec
PT 16 (13.0)INR 1.25
aPTT 60 (33.4)TT 12,7 (12.0)
SGOT 19 U/LSGPT 12 U/L
KGD ad Random 104,4 mg/dL
Hasil HB serial tanggal 8 Juli 2012
Jam WIB 02.35 04.49 12,25Hb g% 12,50 12,20 11,50
Diagnosis Kerja : Kehamilan Ektopik Terganggu
Terapi : IVFD RL 30 gtt/i
Rencana : i) Pemeriksaan Hb serial ii) laparatomi
29
LAPORAN SALPHYRECTOMY SINISTRA & OOPHORECTOMY SINISTRA
(08/07/2012)
1. Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi supine, infus dan kateter
terpasang baik dan teranestesi spinal.
2. Dilakukan tindakan aseptik-antiseptik bagian genitalia dan sekitarnya
dengan povidone iodine 10% dan alkohol 70% dan ditutup dengan doek
steril.
3. Di bawah spinal anestesi, dilakukan insisi midline 2cm diatas simfisis
pubis sampai satu jari dibawah pusat nilai uterus sampai dengan tampak
terbuka cavum peritoneum dijumpai darah + stoll cell ± 80cc kemudian
4. Dilakukan identifikasi; tampak sisa pada tuba fallopio sinistra dan
salphyngo sinistra pada oophorium sinistra.
5. Dilakukan salphyngo oophorectomy sinistra serta kontrol perdarahan
kesan tidak ada perdarahan.
6. Cavum abdomen dijahit dari fasia s/d kutis
7. KU ibu post operasi sadar dan stabil
8. Tambahan : awasi vital sign dan tanda-tanda perdarahan
Terapi : IVFD RL 20 gtt/i Inj. Transamin 1 amp / 8 jam (24 jam) Inj. Ketorolac 1 amp / 8 jam Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Anjuran : Cek Hb 2 jam post operasi Awasi Vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan
FOLLOW UP 10 JULI 2012
S : stabilO :Status Presens:
Kesadaran : Compos Mentis Anemia (-)
30
Tek. Darah : 110/70 mmHg Ikterik (-)Frek. Nadi : 74 x/min Sianosis (-)Frek. Napas : 20 x/min Dyspnea (-)Suhu Tubuh : 36,5 ºC Oedem (-)
Status Obstetrikus:Abdomen : Soepel, perilstaltik (+) Normal
P/V : (-)BAK : (+) NormalBAB : (-) Flatus (+)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium 9 Juli 2012
Jenis Pemerisaan HasilHb 11.5 gr%Leu 13.72/mm3
Tromb 252.000/mm3
Ht 31.50%Bleeding Time 3 sec
PT 14.3 (12.50)INR 1.25
aPTT 60 (33.4)TT 12,7 (12.0)
SGOT 19 U/LSGPT 12 U/L
KGD ad Random 104,4 mg/dL
A : Post SOS a/i KET
P : IVFD RL 30 gtt/iInj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jamInj. Transamin 1 amp / 8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp / 8 jam
31
FOLLOW UP 11 JULI 2012
S : stabil
O :Status Presens:
Kesadaran : Compos Mentis Anemia (-)Tek. Darah : 120/80 mmHg Ikterik (-)Frek. Nadi : 73 x/min Sianosis (-)Frek. Napas : 19 x/min Dyspnea (-)Suhu Tubuh : 36,3 ºC Oedem (-)
Status Obstetrikus:Abdomen : Soepel, perilstaltik (+)N, luka operasi tertutup verban
P/V : (-)BAK : (+) BAB : (+), Flatus (+)
A : Post SOS a/i KET
P : IVFD RL 30 gtt/iInj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jamInj. Ketorolac 1 amp / 8 jam
FOLLOW UP 12 JULI 2012
S : stabil
O :Status Presens:
Kesadaran : Compos Mentis Anemia (-)Tek. Darah : 120/80 mmHg Ikterik (-)Frek. Nadi : 75 x/min Sianosis (-)Frek. Napas : 20 x/min Dyspnea (-)Suhu Tubuh : 36,4 ºC Oedem (-)
Status Obstetrikus:
32
Abdomen : Soepel, perilstaltik (+)N, luka operasi tertutup verban P/V : (-)BAK : (+) BAB : (+), Flatus (+)
A : Post SOS a/i KET
P : Cefadroxil 250mg tab 2x1
Asam Mefenamat 500mg tab 3x1
FOLLOW UP 13 JULI 2012
S : stabil
O :Status Presens:
Kesadaran : Compos Mentis Anemia (-)Tek. Darah : 120/80 mmHg Ikterik (-)Frek. Nadi : 71 x/min Sianosis (-)Frek. Napas : 20 x/min Dyspnea (-)Suhu Tubuh : 36,1 ºC Oedem (-)
Status Obstetrikus:Abdomen : Soepel, perilstaltik (+)N, luka operasi tertutup verban
P/V : (-)BAK : (+) BAB : (+), Flatus (+)
A : Post SOS a/i KET
P :
Cefadroxil 250mg tab 2x1
Asam Mefenamat 500mg tab 3x1
33
Rencana : Ganti verban
Rawat berjalan
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (laboratorium
darah rutin), pasien didiagnosa
menderita Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET).
Gejala klinik yang khas pada KET
yakni adanya nyeri perut bagian bawah
tiba-tiba. Amenorea juga merupakan
tanda penting lainnya. Perdarahan juga
merupakan satu tanda khas dari KET.
Selain itu gejala ini dialami pada pasien
pada umur antara 20-40 tahun dengan
umur rata-rata 30 tahun.
Dari anamnesa, gejala dan tanda-tanda
sesuai dengan diagnosis pasien.
Didapati pasien datang rs dengan
keluhan utama keluar darah dari
kemaluan. Gejala nyeri perut pada perut
kiri bawah dijumpai, hilang timbul dan
bersifat seperti peras, dan menjalar ke
kaki kiri dan tangan kiri dan Pada awal
bulan Juni, pasien sudah ditegakkan
hamil dengan tes kehamilan positif.
Pasien sekarang berumur 30 tahun
dengan G4P2A1.
Faktor risiko terjadinya KET:
1. Penyakit radang panggul (PID :
Pelvic Inflammatory Disease)
2. Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
3. Riwayat pembedahan tuba ataupun
sterilisasi
4. Riwayat endometriosis
5. Riwayat akseptor IUD
6. Riwayat penggunaan obat untuk
Pada pasien ini didapati riwayat KB
positif. Selain itu tidak ada faktor risiko
yang menunjang diagnosis KET.
34
induksi ovulasi
Pada pemeriksaan ginekologi,
didapatkan kavum Douglas menonjol
karena darah yang terkumpul di tempat
tersebut. Baik pada abortus tuba
maupun pada ruptur bila serviks
digerakan akan terasa nyeri sekali
(slinger pain). Douglas crise : nyeri
pada penekanan kavum Douglas..
Dari status ginekologi, Inspekulo: Tampak darah diintroitus
vagina, dibersihkan kesan tidak
mengalir, residue(+), massa (-),F/A(-)
VT: UT AF BB, P/A ki ka lemas, ttb
massa, C tidak menonjol, Nyeri
goyang(+)
Pemeriksaan penunjang:
1. Laboratorium: Pemeriksaan Hb seri
setiap 1 jam menunjukkan
penurunan kadar Hb, ditemukan
juga adanya leukositosis.
2. Tes Kehamilan: Apabila tesnya
positif, itu dapat membantu
diagnosis khususnya terhadap
tumor-tumor adneksa yang tidak
ada sangkut pautnya dengan
kehamilan
Dari pemeriksaan penunjang;
1. Laboratorium:
Hb: 11.5 gr%
Leukosit: 13.72/mm3
2. Tes kehamilan ( di puskesmas):
positif
Dengan USG abdominal dapat
ditemukan kantung gestasi diluar uterus
yang didalamnya terdapat denyut
jantung janin. Pada kehamilan ektopik
terganggu dapat ditemukan cairan
bebas dalam rongga peritoneum
terutama dalam kavum douglasi.
Hasil USG TAS tanggal 7 Juli 2012
- Kandung kemih terisi baik
- UT berukuran 3,95 x 4,69cm
- GS (+) dituba sinistra
- Cairan bebas (+)
Penatalaksanaan pada kasus KET:
Tindakan yang dilakukan adalah
laparotomi dengan mempertimbangkan;
Pada pasien ini dilakukan
Salphingoophorectomy sinistra secara
laparatomy.
35
- Kondisi Pasien saat itu
- Kondisi anatomik organ pelvis
- Keinginan penderita akan organ
reproduksinya
- Lokasi kehamilan ektopik.
Tindakan operasi yang dilakukan
adalah salpingostomi, partial
salpingektomi, salpingektomi, atau
salpingo-ooforektomi, dengan
mempertimbangkan: jumlah anak,
umur, lokasi kehamilan ektopik, umur
kehamilan, dan ukuran produk
kehamilan.
Setelah operasi, diruangan diberi terapi:
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Transamin 1 amp / 8 jam(24
jam)
- Inj. Ketorolac 1 amp / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Prognosis: Kematian karena kehamilan
ektopik terganggu kurang dengan
diagnosis dini dan persediaan darah
yang cukup.
Prognosis baik pada pasien ini.
36
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Penegakan diagnosis pasien ketika di daerah kurang tepat
2. Penatalaksaan pasien emergency di daerah yang tidak tepat.
3. Diagnosis dan penatalaksanaan di VK IGD sudah tepat.
V.2 Saran
1. Kepada dokter muda agar dapat mempelajari serta memahami dengan
benar tentang penegakan diagnosis dan penanganan pada KET, sehingga
diharapkan saat menjalankan profesi dokter kelak tidak terjadi lagi
keterlambatan diagnosis dan penanganan kasus KET
2. Kepada Rumah Sakit, diharapkan agar :
memiliki Bank Darah, sehingga kebutuhan darah untuk pasien dalam
keadaan darurat dapat segera terpenuhi
Informasi kepada pasien dan keluarga harus diberikan dengan jelas
mengenai keadaan pasien serta mengenai resiko-resiko tindakan dan
penggobatan.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334.
2. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4
3. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255.
4. www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4
5. Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2001.
6. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.
7. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal.226-235.
8. Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, dkk, Pedoman Diagnosa Dan Terapi Obstetri
dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1999. Hal. 104-1
38