kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

9
LPNF Denny’s Bunch siapkan strategi hadapi kesenjangan Kurikulum 2013 didalam menyongsong era Masyarakat Ekonomi Asean 2015 oleh : Agus Salim Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikannya. Karena di dalam pendidikan terjadi proses perubahan pola pikir yang nanti akan melahirkan pola sikap dari obyek pendidikan tersebut. Grand design pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum merupakan panduan untuk para pelaku pendidikan didalam menyelenggarakan proses belajar mengajar yang akan menuju satu titik terlahirnya pola sikap dan pikir didalam memainkan perannya pada pranata kehidupan. Di pertengahan tahun 2014 ini, dunia pendidikan Indonesia mulai dihadapkan pada situasi baru, yaitu mulai diberlakukannya Kurikulum 2013 yang lebih popular disebut K 13. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sejarah mencatat Indonesia sudah 10 kali melakukan pergantian kurikulum. Mulai dari kurikulum 1947, 1952,1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 (KBK), 2006 (KTSP), hingga Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang ke sepuluh dalam kurun waktu 69 tahun sejak proklamasi kemerdekaan negeri ini dikumandangkan ke segenap penjuru dunia. K 13 adalah sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman,

Transcript of kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

Page 1: kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

LPNF Denny’s Bunch siapkan strategi hadapikesenjangan Kurikulum 2013 didalam menyongsong era Masyarakat

Ekonomi Asean 2015oleh : Agus Salim

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikannya. Karena di dalam pendidikan terjadi proses perubahan pola pikir yang nanti akan melahirkan pola sikap dari obyek pendidikan tersebut.

Grand design pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum merupakan panduan untuk para pelaku pendidikan didalam menyelenggarakan proses belajar mengajar yang akan menuju satu titik terlahirnya pola sikap dan pikir didalam memainkan perannya pada pranata kehidupan.

Di pertengahan tahun 2014 ini, dunia pendidikan Indonesia mulai dihadapkan pada situasi baru, yaitu mulai diberlakukannya Kurikulum 2013 yang lebih popular disebut K 13. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sejarah mencatat Indonesia sudah 10 kali melakukan pergantian kurikulum. Mulai dari kurikulum 1947, 1952,1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 (KBK), 2006 (KTSP), hingga Kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang ke sepuluh dalam kurun waktu 69 tahun sejak proklamasi kemerdekaan negeri ini dikumandangkan ke segenap penjuru dunia. K 13 adalah sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter. Keterampilan menjadi aspek baru dalam kurikulum di Indonesia. Keterampilan lebih menekankan pada skill atau kemampuan. misalnya adalah kemampuan untuk mengemukakan pendapat, berdiksusi/bermusyawarah, membuat laporan, serta berpresentasi. Aspek Keterampilan merupakan salah satu aspek penting karena jika hanya dengan pengetahuan, siswa tidak akan dapat menyalurkan pengetahuan tersebut.

Pada K 13 ini pula porsi alokasi jam pelajaran Bahasa Inggris berkurang, bahkan pada tingkat Sekolah Dasar pelajaran bahasa Inggris ditiadakan. Namun demikian hendaknya tidak munculnya pelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar bisa disikapi dengan bijaksana mengingat kebutuhan terhadap kemampuan

Page 2: kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

dan ketrampilan berbahasa Inggris secara aktif merupakan tuntutan jaman, lebih-lebih lagi Indonesia akan segera memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di tahun 2015 dimana pada saat integrasi ekonomi di wilayah Asean tersebut akan bermakna terjadinya persaingan bebas di segala bidang, baik barang, jasa, modal dan investasi yang akan bergerak bebas di kawasan Integrasi ekonomi regional ini. Hal ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan bagi semua negara. Skema MEA 2015 tentang ketenagakerjaan, misalnya, memberlakukan liberalisasi tenaga kerja profesional papan atas, seperti dokter, insinyur, akuntan dsb. Celakanya tenaga kerja kasar yang merupakan “kekuatan” Indonesia tidak termasuk dalam program liberalisasi ini. Justru tenaga kerja informal yang selama ini merupakan sumber devisa non-migas yang cukup potensional bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di era AEC 2015.Celakanya lagi ketrampilan berkomunikasi dalam bahasa Inggris pada seluruh tingkat lulusan Pendidikan Formal di negeri kita masil sangat rendah, bahkan kelemahan ketrampilan berbahasa Inggris ini juga terjadi pada lulusan pendidikan tinggi dari S1 maupun Magister (S.2) bahkan doctor (S.3). “EF English First”, lembaga pendidikan terkemuka dunia melalui Lucern, Swiss, 30 Maret 2011/PRNewswire-Asia-AsiaNet/– mengumumkan laporan komprehensif pertama tentang indeks kemampuan berbahasa Inggris di 44 negara dimana bahasa Inggris bukan merupakan bahasa ibu/ pertama yang digunakan. EF English Proficiency Index (EF EPI), adalah indeks pertama yang membandingkan kemampuan berbahasa Inggris orang dewasa di berbagai negara. Indeks ini menggunakan data uji unik (metodologi khusus) pada lebih dari dua juta orang di 44 negara yang menggunakan tes gratis secara online selama kurun waktu tiga tahun (2007-2009), hasilnya menempatkan Indonesia pada urutan ke 34 dari 44 negara yang diuji. Walaupun hasil uji tersebut sudah terjadi 5 tahun yang lalu, secara keseharian perkembangan kemampuan ketrampilan Bahasa Inggris masyarakat Indonesia tampaknya belum begitu baik. Karenanya dengan dikuranginya porsi pelajaran bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas seharusnya disikapi dengan bijak oleh masyarakat dan para pelaku pendidikan karena tuntutan berketrampilan Bahasa Inggris secara aktif mutlak dibutuhkan.

Dalam kaitan peran Lembaga Pendidikan Non Formal sebagaimana yang diamanatkan di undang undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, maka LPNF Denny’s Bunch dalam

Page 3: kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

perannya sebagaimana bunyi undang-undang sisdik tersebut diatas mencoba mengisi kesenjangan antara kurikulum 13 dengan tuntutan jaman di era MEA dan Global atas penggunaan Bahasa Inggris secara aktif dengan menyemangati pembelajaran interaktif bahasa Inggris mulai tingkat Sekolah Dasar. Adapun pembelajaran Bahasa dimulai dari usia Sekolah Dasar akan lebih tepat karena sesuai dengan tahapan perkembangan usia emas anak2 khususnya dalam perkembangan kecakapan berbahasa selain bahasa ibu mereka. Sebagaimana yang disampaikan oleh Arifah, seorang psikolog anak di Klinik Terpadu, Universitas Indonesia yang menyatakan “Setelah 2 tahun, fase menuju fokus stimulus bahasa dengan tujuan interaksi dan komunikasi sebagai persiapan menuju usia 3 tahun, yaitu fase interaksi dan sosialisasi. Mengenai bentuk penguasaan bahasa, setelah anak memasuki fase usia pra sekolah diperbolehkan selama anak sudah memegang satu bahasa yang sudah dikuasai.”.

Kaitan dengan kebutuhan Bahasa Inggris menyongsong era MEA tersbut, maka Denny’s Bunch

Page 4: kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

Namun demikian geliat pendidikan formal yang merupakan wujud semangat pemerintah untuk memicu peningkatan kualitas pendidikan dan peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia pada sisi lain masih terkendala problematika yang cukup mendasar yaitu ketidaksiapan kurikulum pada mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat satuan pendidikan pra sekolah (PAUD dan Taman Kanak Kanak) serta di Sekolah Dasar. Padahal pada tingkatan pendidikan ini bertumpuh pendidikan tingkat kelanjutannya yaitu tingkat SMP dan SMA yang diharapkan bisa menjadi rintisan sekolah berbasis internasional.

Menjadi sekolah berbasis internasional sekurang-kurangnya pada sekolah tersebut bahasa Inggris sudah menjadi bahasa komunikasi interaksi sehari hari. Ini artinya sebelum siswa masuk ke tingkat SMP dan SMA seharusnya pendasaran penguasaan berketrampilan bahasa Inggris sudah harus dikuatkan dari tingkat pra sekolah, TK dan SD, sehingga diharapkan pada jenjang pendidikan kelanjutannya bahasa inggris sudah menjadi bilingual means of communication yang bisa ditingkatkan secara gradual melalui kurikulum pelajaran Bahasa Inggris yang science orientation.

Kaitan dengan dasar pemikiran tersebut diatas dan seiring dengan peran Lembaga kursus yang berada dalam jalur Pendidikan Non Formal sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 ayat (1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya maka sudah seyogyanya lembaga kursus menjadi bagian dari geliat peningkatan kualitas pendidikan formal tersebut.

Bersandar pada landasan pemikiran untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, maka Denny’s Bunch bermaksud menawarkan kerja sama dengan Departemen Pendidikan kab. Lumajang guna mempersiapkan pembelajaran bahasa Inggris pada bapak/ibu guru tingkat PAUD, TK dan Sekolah Dasar.

LANDASAN PEDAGOGI

Page 5: kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

Istilah “bisa berbahasa Inggris” atau lebih sering disebut menguasai Bahasa Inggris sesunguhnya terdiri dari empat ketrampilan berbahasa, yaitu:

a. Ketrampilan menyimak (Listening Skill) yaitu kemampuan memahami makna yang disampaikan orang lain secara lisan;

b. Ketrampilan berbicara (Speaking Skill) yaitu ketrampilan mengungkapkan makna, gagasan, perasaan, pesan dan lain-lain kepada orang lain secara lisan;

c. Ketrampilan menulis (Writing Skill) yaitu kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan, pesan dan sebagainya kepada orang lain secara tertulis;

d. Ketrampilan membaca (Reading Skill) yaitu kemampuan memahami makna yang disampaikan orang lain secara tertulis.

Empat ketrampilan berbahasa tersebut diatas dalam proses akuisisi bahasa merupakan hirarki bahasa, sehingga dalam pembelajaran bahasa Inggris hirarki tersebut harus tetap on the track.

Agar dapat menguasai ketrampilan bahasa tersebut, seseorang perlu menguasai unsur-unsur bahasa yakni :

1. Kosa kata (Vocabulary)2. Ejaan dan ucapan (Spelling and Pronunciation)

Pronunciation untuk bahasa lisan dan Spelling untuk bahasa tulis, yang semuanya terpadu menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan.

3. Tata bahasa (Structure and Grammar)Dalam belajar bahasa Inggris yang seharusnya menjadi tujuan adalah

menguasai ketrampilan berbahasa, sedangkan penguasaan unsur-unsur bahasa menjadi syarat untuk menguasai keilmuan dari bahasa yang dipelajari. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pendekatan yang tepat. Mengingat ketrampilan berbahasa adalah fitrah dan proses akuisisi diterima secara hirarki, maka tidak satu orangpun di dunia ini yang tidak bisa berbahasa. Oleh karena itu belajar berbahasa melalui pendekatan natural menjadi sangat tepat. Proses akuisisi bahasa yang terjadi pada bahasa ibu (Mother Tongue) sejauh ini masih menjadi konsep pembelajaran berbahasa Inggris di School Of English Denny’s Bunch Lumajang.

Dr. Leon James dalam bukunya “Measuring Foreign Language Aptitude And Attitude” (1969), menyatakan bahwa ada 2 (dua) pendekatan teoritis yang paling banyak digunakan oleh para pengajar bahasa Inggris saat ini yaitu “The Habit- Skill

Page 6: kesenjangan_K_13_pada__MEA_.docx

Approach dan Generative Approach”. Bernard Spolsky (1996), menyatakan Habit – Skill Method didasarkan pada:

1. FL Learning is a mechanical proses of habit formation.2. Habits are strengthened by reinforcement.3. Language is behavior made up of habit sequences at the phonemic, morphological, lexical

and syntactic levels.4. Repettion, practice and reinforcement of units and their concatenation are effective ways of

developing language perfomance.Pendapat Bernard Spolsky tersebut merujuk pada teori Behaviournya

Skinner (The Father of Teaching machines) yang menyatakan bahwa “The Habit – Skill Approach to FL teaching curiously rests its justification on a sequentially controled model of language, despite the fact that such an approach has been clearly refuted in both psychological and linguistic literature” (1967).

Sementara Chomsky (1965) dan Lennerberg (1967) berpendapat bahwa “The significant knowledge a user of a language has to acquire does not constitute “units” but patterns and relations. Similarly, one cannot acquire “True” language competence by learning specific grammatical patterns as “units” since the number of sentences patterns understood by a native speaker is intuitively variable-one cannot seriously hope to teach true language competence by mechanical mastery over a limited number of sentence pattrens”.

Demikian, semoga pembelajaran berbahasa inggris dengan methode “ Habit Skill Approach” bisa memberi inspirasi dan SEMANGAT sehingga secepatnya bisa menunjukkan keberhasilan dan pertumbuhan pada siswa-siswi tingkat PAUD, TK dan SD di Kab Lumajang khususnya, yang pada gilirannya akan meningkatnya kwalitas Sumber Daya Manusia Indonesia, serta mendapat ridhlo Allah SWT, Amin...