KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan...

21
KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI KECAMATAN KANDIS KABUPATEN SIAK Martha Yuni Malau, M.A Abstrak Ketika suatu masyarakat mengalami penyakit, masih banyak yang memilih tidak mengandalkan penyembuhan atau pengobatan secara medis meskipun berada di zaman yang modern, tetapi masyarakat lebih memilih pengobatan secara tradisional seperti, pengobatan tradisional dengan melakukan proses upacara Dikir yang berada dalam masyarakat suku Sakai di Kecamatan Kandis Kota, Kabupaten Siak-Riau. Ditengah-tengah proses penyembuhan atau pengobatan (upacara Dikir) ini ada alat musik yang turut berperan didalamnya, yaitu tetabuhan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi dan peran serta pengaruh tetabuhan secara khusus dalam upacara Dikir pada masyarakat suku Sakai di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak-Riau. Masyarakat Sakai adalah penganut mayoritas Islam tetapi identitas agama tidaklah menjadi sebuah halangan untuk mereka melakukan upacara Dikir yang melibatkan peran serta cara mengundang roh nenek moyang atau yang disebut ‘antu’ atau hantu pada saat proses pengobatan disebabkan pada awalnya masyarakat suku Sakai adalah penganut animism Kata kunci: musik, upacara, dan pengobatan I. Pendahuluan Kemajuan teknologi membuat manusia semakin praktis di dalam melakukan segala hal, termasuk di dalam kesehatan khususnya pengobatan. Bidang kedokteran sangat berkembang dengan adanya kemajuan teknologi yang sangat membantu dalam proses penelitian pengobatan, tetapi sampai saat ini

Transcript of KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan...

Page 1: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI

DI KECAMATAN KANDIS KABUPATEN SIAK

Martha Yuni Malau, M.A

Abstrak

Ketika suatu masyarakat mengalami penyakit, masih banyak yang memilih tidak

mengandalkan penyembuhan atau pengobatan secara medis meskipun berada di

zaman yang modern, tetapi masyarakat lebih memilih pengobatan secara

tradisional seperti, pengobatan tradisional dengan melakukan proses upacara

Dikir yang berada dalam masyarakat suku Sakai di Kecamatan Kandis Kota,

Kabupaten Siak-Riau. Ditengah-tengah proses penyembuhan atau pengobatan

(upacara Dikir) ini ada alat musik yang turut berperan didalamnya, yaitu

tetabuhan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi dan peran

serta pengaruh tetabuhan secara khusus dalam upacara Dikir pada masyarakat

suku Sakai di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak-Riau.

Masyarakat Sakai adalah penganut mayoritas Islam tetapi identitas agama tidaklah

menjadi sebuah halangan untuk mereka melakukan upacara Dikir yang melibatkan

peran serta cara mengundang roh nenek moyang atau yang disebut ‘antu’ atau

hantu pada saat proses pengobatan disebabkan pada awalnya masyarakat suku

Sakai adalah penganut animism

Kata kunci: musik, upacara, dan pengobatan

I. Pendahuluan

Kemajuan teknologi membuat manusia semakin praktis di dalam

melakukan segala hal, termasuk di dalam kesehatan khususnya pengobatan.

Bidang kedokteran sangat berkembang dengan adanya kemajuan teknologi yang

sangat membantu dalam proses penelitian pengobatan, tetapi sampai saat ini

Page 2: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

masih banyak pengobatan yang juga masih mengandalkan bentuk praktek budaya

seperti pengobatan dalam bentuk ritual. Salah satu bentuk pengobatan tradisi

yang masih ada di Indonesia ialah pengobatan Dikir Suku Sakai di Kabupaten

Siak, Pekanbaru-Riau.

Pengobatan Dikir adalah pengobatan tradisi budaya Suku Sakai, yang

dilakukan lewat sebuah upacara ritual. Masyarakat Suku Sakai mempercayai

bahwa seseorang mengalami sakit tidak hanya karena adanya luka fisik, tetapi

juga bisa disebabkan adanya sakit dalam batin dan roh. Dikir dalam masyarakat

suku Sakai berbeda dengan nama Zikir dalam upacara keagamaan agama Islam.

Dikir adalah upacara pengobatan yang dimana obat didapatkan dari antu

melalui seorang dukun/Batin, sedangkan Zikir adalah bentuk peribadatan kepada

Allah oleh penganut agama Islam. Zikir berarti mengingat dan menyebut nama

Allah S.W.T (La Illahahillallah) yang lazimnya dilakukan secara berulang-ulang

dalam jumlah hitungan tertentu.1 Upacara Dikir adalah salah satu bentuk

pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu

(hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan lewat roh melalui

seorang Batin atau dukun. Masyarakat Suku Sakai mempercayai bahwa roh-roh

nenek moyang masih ada di dunia.

Roh nenek moyang dipercaya dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan

berkomunikasi dengan manusia lewat beberapa bentuk upacara. Roh nenek

moyang atau antu juga dianggap mampu memberi keuntungan dengan

memberikan pengetahuan atau ilmu, kepada manusia untuk mengobati sakit yang

diderita manusia. Pengobatan Dikir menjadi salah satu pengobatan tradisional

yang unik karena pengobatan ini dapat terlaksana jika musik terlibat di dalamnya.

Alat musik yang dipakai adalah gendang Sakai yang dinamakan dengan Odok.

Upacara Dikir dapat terlaksana jika Odok mengiringi pembacaan mantera dan

tarian yang dilakukan oleh dukun atau kemantat (istilah nama dukun dalam

kerajaan Siak), juga sama dengan Saman atau Bomo.2 Nathan Porath mengatakan

1 Kenangan Purna Bakti, Jaringan Makna Tradisi hingga Kontemporer, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2006, hal.32.

2 Parsudi Suparlan, Orang Sakai Di Riau; Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995, Hal. 202.

Page 3: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

bahwa pengobatan Dikir berlangsung di pusaran pengalaman dan kewujudan

seorang Batin atau dukun. Batin memasuki dimensi alam gaib dan melakukan

aktivitas-aktivitas dimensi alam gaib untuk membantu “memulihkan”

(menyembuhkan penyakit akibat roh jahat) kesehatan masyarakat suku Sakai. 3

Masyarakat suku Sakai di wilayah Kandis menyebutkan dukun yaitu

Batin.4 Dalam hal ini kata yang akan dipakai untuk istilah dari dukun Sakai adalah

Batin. Batin adalah pemimpin upacara pengobatan Dikir. Masyarakat Suku Sakai

menganggap alat musik Odok adalah bagian penting dari proses upacara

pengobatan Dikir, sebab Odok adalah salah satu syarat untuk terlaksananya

keberlangsungan proses “kemasukan atau trance”. Tetabuhan Odok juga berperan

sebagai penghantar mantera yang akan diucapkan oleh Batin menuju apa yang

dikatakan “kemasukan”/trance yang menghantarkan Batin dapat berbicara kepada

antu. Suku Sakai mempercayai Odok dapat membawa Batin mampu merasakan

penyatuan rasa antara dirinya dengan kosmos (dunia). Berbicara mengenai

kosmos, Shin Nakagawa memberikan penjelasan mengenai kosmos dengan

mencontohkan tari Bedaya yang ada di Yogyakarta dan Surakarta. Shin Nakagawa

melihat bahwa gerakan tari Bedaya dengan tempo yang lambat yang ditata dengan

rapi itu membuat para penari saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya

sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, seandainya ada satu

penari yang tiba tiba keluar maka kesatuannya akan rusak dan formasinya pun

akan kacau. Dalam pertunjukan tari Bedaya ini Shin Nakagawa melihat bahwa

dalam pertunjukan tersebut terjadi ketegangan yang luar biasa antara emosional

dan rasional. Ketegangan tersebut terjadi akibat alunan suara gamelan yang

membuat lagunya menjadi sedih (emosional), dipadukan dengan gerak tari yang

lambat dengan susunan yang teratur (rasional), hal ini di umpamakan bagaikan

ombak air di lautan bergerak mengikuti irama lagu yang membentuk atmosfir

pertunjukan menjadi sangat indah. Emosi pribadi masing-masing penari disatukan

3 Nathan Porath, Ketika Burung Itu Terbang; Therapi Shamanis danPemeliharaan Batas- Batas Duniawiah Di Kalangan Orang Sakai Riau(terjemahan), Riau: Gurindam Press, 2012, Hal. 11.

4 Rizal, wawancara langsung dengan kepala suku Sakai Kandis Riau. 2015.

Page 4: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

sehingga membentuk satu kesatuan simbol yang menghantarkan semua pendengar

berhubungan dengan kosmos.5 Dengan penjelasan Shin Nakagawa, dapat

disimpulkan bahwa kosmos adalah bagian daripada elemen-elemen yang terdapat

disekitar manusia yang memiliki relasi dengan manusia, dimana manusia juga

membutuhkannya untuk dijadikan bagian daripada kebutuhan hidup manusia.

Menurut Nathan Porath, kosmos adalah tempat seseorang itu berada di

dalam dunianya dan berhubungan dengannya. Proses pengalaman Batin dalam

melakukan upacara pengobatan Dikir adalah salah satu dimensi kosmis dan

konstruksi identitas di dunia yang bersifat terapis dan oleh sebab itu hal ini

disebut pengobatan.6 Jika melihat pendapat Nathan Porath peran musik dalam

upacara pengobatan Dikir adalah bagian daripada terapis dapat dibenarkan karena

musik berperan dalam mengiringi mantera dan tarian Batin yang bertujuan untuk

memberikan semanget (membangkitkan rasa semangat jiwa, tubuh dan roh)

kepada Batin, memanggil roh nenek moyang atau antu dengan puncak sampai

Batin mengalami “trance” (menyatunya roh nenek moyang dengan tubuh Batin).

Dalam hal ini musik tidak berperan secara langsung seperti pada umumnya musik

terapi, (pasien mendengarkan musik) lalu dapat menyembuhkan orang sakit tetapi

musik berperan di dalam proses terlaksananya upacara pengobatan orang sakit.

Salah satu proses pengobatan itu adalah pada saat musik juga mampu

menghantarkan Batin untuk merasakan apa yang dirasakan dan dijumpai dalam

alam nyata dan alam gaib untuk bertemu roh nenek moyang dan meminta

pengetahuan tentang penyebab penyakit yang diderita pasien.

Musik memiliki banyak pengaruh dan fungsi di dalam segala kebutuhan

manusia, pada umunya jika musik memiliki fungsi sebagai hiburan, ada fungsi

lain yang lebih luas untuk diketahui yaitu bahwa musik juga memiliki fungsi

dalam psikis, emosi, dan spiritualitas manusia. Kate dan Richard Mucci

beranggapan bahwa segala sesuatu yang ditawarkan oleh obat-obatan modern

bukanlah segalanya. Kesehatan fisik tidak dapat dipisahkan dari kesehatan

5 Shin Nakagawa, Musik dan Kosmos, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2000, hal.47.

6 Nathan Porath, Hal. 11.

Page 5: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

spiritual dan emosional. Musik adalah salah satu kebutuhan penting manusia

khususnya dalam penyembuhan, musik dapat mempengaruhi keberadaan fisik,

spiritual dan emosi manusia. Kate dan Richard memberikan salah satu contoh

yang sudah nyata terjadi dikehidupan sehari-hari manusia yaitu musik yang

mampu meminimalkan suara efek negatif yang ada di rumah sakit. Di rumah sakit

saat ini sering terdengar alunan musik yang dapat menenangkan pasien dengan

menggunakan suara musik yang memiliki ritme teratur dan konstan, yang

memakai melodi sederhana yang di ulang secara teratur sebagai contoh

dengungan lebah. Dampak dari musik yang seperti ini mampu membuat para

pasien menjadi lebih nyaman, rileks, dan lebih bahagia. Hal ini juga membuat

tubuh pasien mengeluarkan getaran pada tingkat yang lebih sehat.

Musik saat ini mulai dikenal tidak lagi hanya sebatas hiburan namun lebih

daripada itu salah satunya ialah pengobatan. Hal ini juga dicontohkan sama seperti

terapi alternatif misalnya akupuntur dan pemijatan tulang serta persendian yang

sudah diakui oleh asuransi medis dan diresepkan oleh dokter-dokter Barat, dengan

tekanan serta bukti yang cukup, musik juga bisa diterima sebagai bagian dari

pengobatan.7 Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa musik dianggap

mampu memberi keseimbangan antara fisik, spiritual, dan emosional. Demikan

juga proses pengobatan Dikir, dimana musik mampu memberikan ritme, tekanan

suara dan tempo yang dapat mempengaruhi “semanget” (kekuatan tubuh, emosi

dan spiritual) Batin dalam menuju proses terjadinya perjumpaan dengan roh nenek

moyang.

II. Budaya Dikir

Budaya pengobatan Dikir adalah salah satu ciri khas budaya suku Sakai

yang dimana proses upacara ini dilakukan dengan disaksikan oleh masyarakat

suku Sakai atau pun masyarakat suku lain di daerah Kandis. Jika dilihat dari

bentuk budaya upacaranya, pengobatan Dikir juga adalah salah satu bagian

daripada pertunjukan. Yanti Heriyawati mengatakan bahwa pertunjukan

merupakan sebuah peristiwa yang ditunjukkan kepada penonton, memiliki

7 Kate Mucci, Richard Mucci, The Healing Sound Of Music (terjemahan), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002, Hal. 33-35.

Page 6: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

indikasi adanya sesuatu yang ditunjukkan, ada peristiwa, ada penonton, dan ada

tempat peristiwa itu berlangsung. Dikatakan pertunjukan jika hanya peristiwa

yang sengaja dipertontonkan yang dapat dikatakan sebagai pertunjukan.8

Demikian upacara pengobatan Dikir juga adalah sebuah peristiwa yang dengan

sengaja dipertontonkan ditengah-tengah masyarakat umum. Upacara pengobatan

Dikir merupakan sebuah pertunjukan yang mempertunjukkan budaya dari

masyarakat suku Sakai.

Di dalam tata cara penyelenggaraan ritual terdapat syarat yang memiliki

unsur diantaranya seni pertunjukan. Unsur seni pertunjukan menjadi bagian

penting dalam sebuah ritual/upacara. Jika melihat pertunjukan yang kaitannya

dengan seni atau disebut seni pertunjukan, memiliki arti yang berbeda. Seni

pertunjukan bukan saja sebuah peristiwa tetapi aktivitas mempertunjukkan sebuah

karya seni. Karya yang dimaksud merupakan hasil kerja kreatif dari seorang

seniman. Disisi lain ada juga peristiwa yang tidak hanya mempertunjukkan

sebuah karya seni, tetapi di dalamnya juga terdapat ritual yaitu “pertunjukan

budaya”, artinya muatan kebudayaan terbungkus secara estetis dalam pertunjukan

budaya. Pembedaan dari pertunjukan budaya adalah pada karya atau peristiwa

yang dipertunjukkan, yang secara keseluruhan bukan semata hasil karya seniman

tetapi merupakan karya masyarakat.9 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa upacara Dikir adalah budaya pertunjukan. Upacara pengobatan Dikir

adalah hasil kebudayaan masyarakat suku Sakai yang menjadi salah satu bentuk

kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Upacara pengobatan Dikir juga

memiliki unsur seni pertunjukan, dimana proses upacara diberlangsungkan di

depan masyarakat umum yaitu penonton serta budaya ini juga lahir dari hasil cipta

karya masyarakat suku Sakai. Pertunjukan budaya yang dimaksud juga meliputi

adanya musik, tarian, ruang dan waktu yang tertentu. Pertunjukan budaya jelas

mempertunjukkan dan merepresentasikan ciri dan identitas budaya

8 Yanti Heriyawati, Seni Pertunjukan dan Ritual, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016, Hal. 2-3.

9 Yanti Heriyawati, 2016, Hal.3

Page 7: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

masyarakatnya. Kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa ritual atau upacara

yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai keragamannya

merupakan sebuah pertunjukan budaya.

III. Asal Usul Kabupaten Siak, Sejarah Suku Sakai, Agama Suku Sakai

dan Kehidupan Sehari-Hari Masyarakat Sakai

Kabupaten Siak menjadi nama yang memiliki sejarah bagi masyarakat

Pekanbaru Riau, karena nama Siak dahulu adalah nama sebuah kerajaan di Riau

yaitu kerajaan Siak. Kabupaten Siak inilah yang menjadi salah satu tempat dimana

Suku Sakai berada dan hidup di wilayah ini sampai saat ini. Kerajaan Siak perlu

dibahas dalam hal ini karena berkaitan dengan posisi sejarah masyarakat Suku

Sakai, dikatakan bahwa Suku Sakai adalah salah satu suku yang berada dalam

wilayah Kerajaan Siak.

Siak adalah sebuah Kerajaan Melayu yang besar, yang berada di pesisir

Pantai Pulau Sumatera yang berdiri sejak abad ke 14 Masehi, setelah runtuhnya

Kerajaan Sriwijaya dan Muara Takus. Kerajaan ini disebut Kerajaan Siak pertama

yang bernama Kerajaan Gasib yang berkedudukan di Kuala Sungai Gasib di Hulu

Sungai Siak atau Sungai Jantan. Kerajaan Gasib diserang oleh Kerajaan Malaka

yang sudah beragama Islam, dalam rangka pengembangan agama Islam.

Kemudian juga diserang oleh Iskandar Zulkarnain dari Aceh untuk mengislamkan

rakyat Siak Gasib. Setelah Siak Gasib ditaklukkan oleh Kerajaan Malaka maka

kerajaan Gasib masuk Islam. Raja pertama Siak Gasib adalah Megat Kudu yang

kemudian diberi gelar Sultan Ibrahim oleh Sultan Melaka Alauddin Riayat Syah

(1477-1488 M). Kemudian Sultan Ibrahim diganti oleh puteranya yang bernama

Sultan Abdullah. Setelah lama memerintah kemudian Sultan Abdullah digantikan

oleh puteranya Sultan Husin. Setelah itu 200 tahun lamanya Kerajaan Siak Gasib

(Kerajaan Siak Pertama) hilang dari peredaran sejarah, karena Malaka ditaklukkan

oleh Portugis tahun 1511, tetapi pada tahun 1622 daerah Siak dan sekitarnya

berada di bawah kekuasaan dan pengaruh Kerajaan Johor sebagai pewaris

Kesultanan Malaka.

Page 8: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

Kemudian pada permulaan tahun 1699 Sultan Muhammad Syah II, Sultan

Kerajaan Johor dibunuh oleh Megat Sri Rama. Pada waktu itu Raja Kecil putera

Sultan Mahmud Syah II, masih dalam kandungan Ibunda Cik Pung. Pada waktu

Raja Kecil sudah berumur tujuh tahun, Raja Kecil kemudian dibawa ke Jambi dan

besar di Kerajaan Pagaruyung Minang Kabau. Pada masa itu Kerajaan Johor

diambil alih oleh Datuk Bendahara yang bernama Tun Hebab serta mengangkat

dirinya sendiri menjadi Raja dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-

1717). Setelah Raja Kecil menjadi dewasa, raja kembali ke Johor pada tanggal 21

maret 1717 untuk balas dendam akan kematian ayahnya dan kemudian Kota

Kemaharajaan Melayu jatuh ke tangan Raja Kecil. Pemerintahan Raja Kecil di

Johor tidak begitu lama, karena keturunan Raja Johor ingin mengambil Kerajaan

Johor kembali dengan bantuan orang-orang Bugis bernama Daeng Perani.

Pada saat itu terjadi perdebatan antara kedua belah pihak dan menjadi

perang saudara yang tidak dapat terhindarkan di jaman itu. Oleh karena

perdebatan itu, maka banyak terjadi kerugian diantara kedua belah pihak dan

kemudian kedua duanya mengundurkan diri. Pihak Johor mengundurkan diri dan

pindah ke Pahang sedangkan Raja Kecil mundur ke Riau dan selanjutnya

mendirikan Kerajaan di Pantai Timur pulau Sumatera di pinggir Sungai Jantan

(Sungai Siak).

Pada tahun 1717 datanglah Putera Mahkota Kerajaan Johor. yang bernama

Raja Kecil yang diberi gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah, putera dari Sultan

Mahmud Syah Johor. Setelah bertahta kurang lebih 6 tahun di negeri Johor, Raja

Kecil memindahkan kerajaannya di Buatan Siak tahun 1723. Maka di tempat

inilah berdiri Kerajaan Siak II di Buatan pinggir Sungai Siak tepatnya pada tahun

1723-1746 M. Sejak berdirinya Kerjaan Siak pada tahun 1723 Masehi oleh Raja

Kecil, pusat kerajaan Siak berpindah-pindah dari kota Buantan ke Mempura, ke

Senapelan Pekanbaru kembali lagi ke Mempura dan akhirnya menetap di Kota

Siak Sri Inderapura sampai masa pemerintahan Sultan Ismail dengan gelar Sultan

Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (Sultan ketujuh) pada tahun 1827-

1864. Sultan-Sultan Kerajaan Siak dari yang pertama sampai yang kesembilan

Page 9: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

selalu dalam situasi peperangan dan permusuhan, baik antara kerajaan Melayu di

pesisir pantai Pulau Sumatera dan Tanah Semenanjung Melayu, Malaysia, dan

dengan bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan suku Bugis sehingga peraturan tata

adat dan istiadat tidak sempat diatur dan ditulis. Maka Sultan Syarif Hasyim

Abdul Jalil Syaifuddin dalam masa pemerintahannya, menulis suatu buku yang

diberi nama Bab Al Qawaid pintu segala pegangan, dari Kerajaan Siak. Ada

banyak hal yang dijelaskan dalam buku Bab Al Qawaid tersebut, tetapi dalam hal

ini yang akan dicantumkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan Suku Sakai.

Bab Al Qawaid adalah kitab dari segala pegangan dari Kerajaan Siak yang

menjelaskan pelaksanaan Kerajaan Siak Sri Inderapura (perubahan nama Kerajaan

Siak), system pemerintahan, kedudukan, kewajiban dan hak setiap yang menjabat

dalam Kerajaan. Di dalam Bab Al Qawaid terdapat nama- nama Kepala Suku

dan wakil-wakilnya dan nama-nama Suku setiap provinsi. Dalam Provinsi Siak

Sri Inderapura terdapat nama-nama datuk, penghulu Batin, dan Penghulu

Kampung, diantaranya adalah Penghulu Mandau Kepala, Suku Talang Mandau,

dan Suku Batin Lima Sakai.

IV. Sejarah Suku Sakai

Ada banyak tulisan yang menjelaskan asal usul suku Sakai dan dari

tulisan-tulisan tersebut ada banyak pandangan yang menjelaskan sejarah suku

Sakai, baik dari pandangan oleh para peneliti, dari pandangan pemerintah, dari

pandangan ketua suku Sakai, dan dari cerita turun-temurun dari masyarakat suku

Sakai itu sendiri. Mengenai kata “Sakai” menurut W.J.S Poerwadarminta dalam

kamus umum bahasa Indonesia, menerangkan kata Sakai sebagai nama suku

bangsa di tanah melayu, dan diartikan pula sebagai orang bawahan (yang

diperintah) sama dengan hamba. Hal ini diperkirakan karena Suku Sakai juga

terlibat dalam Kerajaan Siak, dimana pemimpin setiap suku yang diperintah oleh

pemerintahan Kerajaan disebut Penghulu (atau hamba dari setiap suku). Dalam

pengertian yang lain Suku Sakai dikatakan adalah keturunan dua jenis suku yang

pada saat itu berimigrasi ke Riau.

Page 10: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

Moszkowski (1908) mengatakan bahwa orang Sakai adalah orang Vedoid

yang bercampur dengan orang-orang Minangkabau yang datang berimigrasi pada

sekitar abad ke 14 ke daerah Riau, yaitu Gasib, di tepi sungai Gasib di hulu sungai

Rokan. Gasib kemudian menjadi sebuah kerajaan dan kerajaan Gasib kemudian

dihancurkan oleh Kerajaan Aceh, dan warga masyarakat ini kemudian melarikan

diri ke hutan-hutan di sekitar daerah sungai-sungai Gasib, Rokan, dan Mandau

serta keseluruh anak-anak sungai Siak.

Berbeda dengan apa yang dikatakan Lebar (1972) yang tidak disetujui oleh

Parsudi Suparlan (kutipan Parsudi Suparlan) dalam buku “Orang Sakai Di Riau”

(1995), Suku Sakai adalah suku yang tergolong ras Wedoid dan Austroloid yang

kemudian diduga bahwa penduduk yang tergolong ras Wedoid dan Austroloid itu

kemudian masuk ke daerah-daerah pedalaman dan hutan oleh kelompok orang-

orang yang kemudian (1500 SM) tergolong pada ras Proto-Melayu. Kedatangan

gerombolan berikutnya yang tergolong ras Deutro-Melayu (300 SM) mendesak

orang-orang Melayu pedalaman, sehingga terdapat percampuran antara orang-

orang ras Wedoid dan Austroloid dengan ras Proto-Melayu. Dalam hal ini Parsudi

Suparlan tidaklah menyetujui pendapat Lebar.

Selain itu Suku Sakai terkenal dengan masyarakat yang identik hidup di

pinggir sungai dekat hutan, disebabkan oleh kebiasaan hidup sehari-harinya yang

suka memancing, berburu, dan berladang, seperti apa yang dikatakan, UU.

Hamidy (1991) Suku Sakai adalah suku yang disebut Proto Melayu. Sakai konon

berasal dari nama Sungai yang ada di desa Mandau Kabupaten Bengkalis. Pada

saat itu suku Sakai hidup di sekitar sungai tersebut dan mencari penghidupan dari

hasil kekayaan yang ada di sungai, berupa ikan. Lalu kemudian menempati desa

Mandau tersebut dan mendiami aliran sungai yang disebut Sungai Sakai kemudian

nama inilah yang menjadi sebutan bagi Suku Sakai. Kemudian ditegaskan

kembali oleh UU. Hamidy (1992) bahwa Suku Sakai adalah komunitas

asli/pedalaman yang hidup di daratan Riau. Suku Sakai ini hidup di daerah hutan

dan suku ini dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah.

Page 11: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

V. Kehidupan Masyarakat Suku Sakai

Masyarakat Suku Sakai hingga saat ini lebih memilih untuk hidup di

hutan/dekat hutan karena masyarakat Suku Sakai mempercayai bahwa hidup itu

harus selalu dekat dengan alam semesta, agar manusia dan alam tetap dapat

bersatu dalam arti saling membutuhkan, itulah sebabkan suku Sakai hidup

berpindah-pindah. Mata Pencarian suku Sakai, yaitu; mencari dan mengumpulkan

hasil hutan untuk dijual, berladang dan berpindah-pindah, menangkap ikan di

sungai dan di rawa-rawa, serta memburu hewan di hutan. Mata pencarian

utamanya adalah berladang dan bercocok tanam. Hal ini dilihat dari pola-pola

pemukiman yang merupakan pengelompokan kecil yang terdiri atas dua sampai

dengan lima keluarga batin yang bergerak mengikuti perpindahan ladang-ladang

mereka, yang dinamakan banjar ladang, adanya berbagai upacara magis dan sosial

yang berkaitan dengan kegiatan berladang, adanya keteraturan sosial yang

terpusat pada hubungan-hubungan kekerabatan yang berkaitan dengan kehidupan

di ladang.

Kehidupan sehari-hari masyarakat Sakai dapat dilihat dari siklus

perladangannya, yaitu:

(1) Waktu menebang, menebas, dan membakar hutan, untuk dibuat

ladang.

(2) Waktu bertanam dan menunggui padi di ladang

(3) Waktu panen

(4) Waktu istirahat setelah panen.

Masyarakat suku Sakai adalah salah satu suku yang telah menganut

mayoritas agama Islam tetapi tetap meyakini “agama asli” nya. Hal ini dapat

terlihat dari keberadaan suku Sakai yang tekun menjalankan sholat lima kali

dalam satu hari dan berpuasa di saat bulan puasa.

Masyarakat suku Sakai yang taat menjalankan ibadah agama Islam

tergolong dalam dua kelompok keagamaan, yaitu Tarekat Naqsabandiyah, dan

Sunnah Wal Jamaah. Tarekat Naqsabandiyah adalah aliran agama Islam yang

berkembang di Riau, dan ajaran ini berpusat di Kerajaan Siak. Tarekat

Naqsabandiyah adalah pemeluk agama Islam yang diperbolehkan melakukan

Page 12: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

upacara-upacara ritual budaya meskipun tetap harus melaksanakan kewajiban-

kewajiban agama Islam. Sunnah Wal Jamaah adalah kelompok agama Islam yang

murni menjalankan kewajiban-kewajiban agama saja. Mayoritas pengikut Tarekat

Naqsabandiyah adalah masyarakat suku Sakai oleh karena Sakai adalah

masyarakat yang tetap melakukan ritual yang ada di dalam budaya Sakai.

Sebagian masyarakat suku Sakai sudah memiliki status agama,

tetapi lebih mengutamakan ajaran “agama asli” daripada agama Islam atau agama

lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena suku Sakai lebih percaya kepada

keyakinan asli nenek moyangnya bahwa lingkungan hidupnya dihuni oleh

mahluk-mahluk gaib yang dinamakan antu (dalam bahasa melayu). Antu itu

dianggap ada yang baik dan nada yang jahat. Antu tinggal dan menjadi penghuni

pepohonan, sungai-sungai, rawa-rawa, wilayah hutan, ladang, tempat pemukiman,

rumah dan semua lingkungannya. Sama seperti manusia antu dianggap ada yang

tinggal menyendiri dan ada juga yang hidup dalam satu kesatuan seperti

masyarakat.

Dalam konsep budaya Sakai, kerajaan antu berada di tengah-tengah rimba

belantara yang belum pernah dirambah manusia. Suku Sakai percaya bahwa antu

memiliki kehidupan atau alam hidupnya sendiri. Manusia tidak dapat melihat antu

tetapi antu dianggap bisa melihat kehidupan manusia. Hanya orang-orang tertentu

saja yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan upacara-

upacara ritual yang berkaitan dengan komunikasi dengan antu. Orang Sakai

belum mempunyai konsep yang jelas mengenai kategori-kategori nama untuk

hantu. Bagi suku Sakai arwah dari orang-orang yang telah mati juga menjadi

bagian-bagian antu tersebut.

Bagi orang sakai berbagai macam penyakit yang diderita seperti

kemalangan, dan kematian, serangan binatang buas atau binatang berbisa dan

kecelakaan diyakini disebabkan oleh gangguan antu. Dikatakan penyakit biasa

jika manusia sakit hanya karena faktor angin, cuaca, kuman, dan bakteri. Penyakit

yang masih bisa diobati dengan obat dari dokter atau apotik maka disebut dengan

penyakit biasa seperti, sakit kepala, bayuk, pegal linu, influenza, dan sakit perut.

Dikatakan seseorang sakit karena antu, jika setelah minum obat dari dokter tidak

Page 13: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

kunjung sembuh-sembuh maka itu disebabkan oleh antu. Walaupun demikian

tidak ada rasa takut terhadap antu. Rasa tidak takut terhadap antu disebabkan oleh

keyakinan suku Sakai bahwa antu-antu itu memang ada di alam sekeliling tempat

tinggal atau lingkungan.

Ada mantra-mantra dan upacara ritual yang dapat digunakan untuk

mengobati atau menyembuhkan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh antu.

Penyakit yang disebabkan oleh antu bagi suku Sakai adalah penyakit yang

disebabkan oleh karena keracunan atau diracun atau ditenung orang lain.

Agama asli suku Sakai mempunyai kedudukan dan peranan yang penting,

dalam kehidupan individu dan keluarga khususnya untuk kesejahteraan hidup

jasmani dan rohani. Salah satu corak kegiatan-kegiatan agama asli suku Sakai

adalah penggunaan kekuatan-kekuatan gaib atau magi yang dilakukan untuk

kegiatan-kegiatan praktis dalam kehidupan manusia. Agama asli suku Sakai

bersifat lokal dan budaya-budayanya terlepas dari ajaran-ajaran agama yang

dianut suku Sakai. Salah satu perwujudannya adalah upacara pengobatan suku

Sakai yang dinamakan dengan Dikir.

VI. Dimensi kosmos tetabuhan Odok dalam upacara Dikir suku Sakai

Kebiasaan Suku Sakai adalah memancing ikan di sungai yang ada di

hutan. Masyarakat suku Sakai memanfaatkan tumbuhan hutan sebagai kebutuhan

makan dan minum dan pakaian sehari-hari, bahkan mempercayai bahwa alam

adalah bagian daripada tempat dimana Suku Sakai dapat melakukan ritual untuk

bertemu dengan roh nenek moyangnya. Manusia memang butuh alam, manusia

butuh alam semata-mata bukan hanya karna memanfaatkan alam sebagai dasar

untuk hidup tetapi manusia juga meletakkan kepercayaan bahwa alam semesta

juga adalah bagian dari hidup manusia itu sendiri.

Suatu system kelakuan yang khas dari kelakukan berpola tepatnya wujud

kedua dari kebudayaan itu dapat terlihat dari ciri khas dari hidup masyarakat suku

Sakai yaitu upacara pengobatan Dikir suku Sakai. Upacara pengobatan Dikir yang

menjadi ciri khas dari suku Sakai adalah salah satu kebutuhan hidup, yang

melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Wujud ketiga dari

Page 14: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

kebudayaan yaitu peralatannya juga terdapat dalam banyak kebiasaan perilaku

suku Sakai yaitu memanfaatkan segala hasil alam untuk dijadikan peralatan

kebutuhan hidup dan kebutuhan proses pengobatan suku Sakai. Dalam hal ini

pengobatan Dikir juga menggunakan alat musik yaitu tetabuhan Odok, sebagai

unsur bunyi yang dapat menciptakan suasana dimana tanpa tetabuhan Odok

upacara Dikir tidak dapat dilaksanakan.

Pengobatan Dikir memiliki unsur yang melibatkan alam, manusia, dan

kepercayaan akan adanya mahluk gaib. Masyarakat suku Sakai meyakini bahwa

diluar dirinya yang jasmani ada sesuatu yang lain yang juga hidup di antara

kehidupannya itu sendiri, yaitu sebuah kepercayaan akan adanya roh nenek

moyang, yang kehadirannya ada dan diakui oleh manusia. Kepercayaan

masyarakat suku Sakai terhadap roh nenek moyang menjadi suatu prinsip bahwa

di dunia ini manusia tidak sendirian, tetapi juga ada sesuatu yang lain yang dapat

mengganggu, mencelakakan dan ada sesuatu yang lain yang juga dapat menolong

keberlangsungan hidup manusia.

Masyarakat suku Sakai berperinsip yang sama seperti apa yang

dikemukakan oleh Koentjaraningrat mengenai kebutuhan manusia dalam pranata-

pranata kebudayaan, yaitu pada poin yang keenam, yaitu pranata-pranata yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia, untuk berhubungan dengan Tuhan

atau alam gaib, ialah religious institutions. Contoh: gereja, doa, kenduri, upacara,

penyiaran agama, pentangan, ilmu gaib, dan sebagainya. Hal ini dapat terlihat di

kehidupan masyarakat suku Sakai dalam kepercayaan terhadap alam gaib atau roh

nenek moyang. Hal ini melibatkan musik sebagai penghantar atau pengiring

dengan tujuan agar Batin dapat mengalami dan menyadari bahwa ada kebutuhan

spiritual yang dapat dialami bahkan dimanfaatkan sebagai kebutuhan yang mampu

memberi manfaat bagi kehidupan. Kepercayaan suku Sakai terhadap adanya roh

nenek moyang dan alam lingkungan disekitarnya yang juga dinikmati Batin pada

saat proses upacara Dikir adalah bagian daripada kosmos.

Suku Sakai merupakan salah satu suku yang masih mempercayai adanya

‘antu’ atau hantu dan roh nenek moyang, yang dipercayai bahwa antu itu hadir

dan masih dapat berkomunikasi dengan manusia bahkan dianggap berpengaruh

Page 15: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

positif dan negatif, bagi kehidupan manusia. Masyarakat suku Sakai sangat

terkenal dengan upacara penyembuhan atau Dikir, yaitu upacara dimana seorang

dukun atau Batin yang melakukan upacara dengan cara mengundang ‘antu’ lewat

mantra, tarian, dan musik yaitu tetabuhan Odok. Roh atau hantu tersebut

diundang untuk masuk menyatu ke dalam tubuh sang Batin, sehingga hantu dapat

mengajari dukun untuk mengobati atau cara menyembuhkan masyarakat yang

sakit.

Di dalam melakukan upacara Dikir peran dan fungsi tetabuhan Odok

merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses pembacaan mantra,

tarian, dan upacara Dikir itu sendiri. Tetabuhan Odok memiliki fungsi dan

pengaruh khusus untuk menyatukan tubuh yang dapat menarik kosmos menyatu

ke dalam tubuhnya dan mengundang roh nenek moyang untuk hadir memasuki

tubuhnya.

Upacara Dikir Suku Sakai memiliki tiga tahap seperti yang telah

disebutkan pada bab II. Tahap pertama ialah pada saat masyarakat Suku Sakai

meminta agar segera diadakannya upacara pengobatan Dikir yang pertama,

jumlah orang yang sakit tidak dibatasi asal masyarakat yang sakit sepakat

menanggung biaya upacara pengobatan Dikir maka sang Batin/dukun akan

mempersiapkannya.

Dalam tahap pertama jika diketahui bahwa yang sakit belum sembuh maka

akan dilakukan tahap kedua, dengan metode upacara yang sama, dan jika pada

tahap kedua juga tidak sembuh maka akan dilakukan tahap ketiga upacara Dikir.

Pada tahap ketiga Dikir ada hal yang berbeda jika dibandingkan dengan tahap

pertama dan kedua, sebab pada tahap ketiga ada peran musik tetabuhan yang

dimainkan untuk melakukan proses pembacaan mantera sampai kepada masuknya

roh nenek moyang ke dalam tubuh sang dukun atau Batin itulah yang disebut

dengan kemasukan atau trance.

Bagi masyarakat suku Sakai musik adalah bagian daripada budayanya,

yang diciptakan untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan perilaku kehidupan

masyarakat, yaitu sebagai penghantar mantera dalam budaya pengobatan Dikir

Suku Sakai. Menurut Alam. P. Merriam ada tiga bentuk konsep musik yaitu:

Page 16: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

konsep tentang musik, perilaku yang berhubungan dengan musik, dan bunyi

musik itu sendiri. Tanpa konsep mengenai musik, perilaku tidak bisa terjadi dan

tanpa perilaku, bunyi musik tidak dapat dihasilkan.

Tetabuhan Odok dimainkan pada saat pembacaan mantera, mantera tidak

dapat dituliskan oleh karena mantera adalah bagian dari pada kata-kata yang

sakral atau rahasia. Pada saat pembacaan mantera/bergumam, Batin fokus dengan

tujuannya untuk dapat merasakan alam semesta dan kosmos yang akan menyatu di

dalam penglihatan batinnya. Pada saat mantera di gumamkan maka tetabuhan

Odok berperan sebagai pengiring pembacaan mantera sampai kepada puncaknya

yaitu sampai kepada proses terjadinya pengalaman selap (trance).

Menurut Ketua Suku Sakai yaitu Rizal, yang juga adalah salah satu Batin

yang dipercaya sebagai pemimpin upacara Dikir, peran tetabuhan Odok sangatlah

penting, karena musik atau tetabuhan Odok adalah salah satu syarat upacara Dikir

khususnya dalam upacara tahap ketiga. Rizal mengatakan bahwa ritme/ketukan

dan tempo tetabuhan Odok sangat mempengaruhi semanget (semangat tubuh,

jiwa, dan roh) dalam melakukan proses dimana Batin mulai konsentrasi untuk

fokus merasakan alam disekitarnya, merasakan tabuhan Odok, membaca mantera

sambil berdiri menari dan duduk bersila kembali sambil membacakan mantera

untuk menuju puncak kemasukan roh nenek moyang ke dalam tubuh sang Batin.

Ritme, tempo, dan dinamik dari pada pukulan Odok sangat mempengaruhi

semanget sang Batin di dalam proses pembacaan mantera dan sampai kepada

puncak selap (trance). Adapun bentuk dan gambar dari Odok ialah sebagai

berikut:

Page 17: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

Gambar 1. Odok dari sisi tampak bawah/alas

Bahan membrannya terbuat dari kulit kambing dan ditumpukkan

diatas kayu bulat (kayu yang sudah dibentuk atau dipahat bulat) yang

terbuat dari kayu pohon Akasia dan kemudian di ikat sekeliling

membrannya dengan tali rotan.

Gambar 2. Bentuk dari tetabuhan Odok dari tampak depan

Bagian bawah Odok diberi ganjalan kayu yang berbentuk segitiga sama

kaki dengan ukuran 7cm dan diletakkan disekeliling bagian bawah tubuh Odok.

Kemudian di bawah ganjalan tersebut diberikan tali rotan tebal melingkar sesuai

sisi lingkaran tubuh Odok, sebagai alas tumpuan akhir supaya Odok bisa berdiri

tegak saat dalam posisi membran berada di atas, yang berfungsi sebagai alas

bagian bawah tubuh Odok.

VII. Kesimpulan

Page 18: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

Pengobatan Dikir adalah suatu tradisi budaya suku Sakai yang terdapat di

daerah Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau. Pengobatan Dikir terkenal

menjadi ciri khas hidup daripada masyarakat suku Sakai dimana meskipun

masyarakat Sakai adalah penganut mayoritas agama Islam, masyarakat masih

tetap mempercayai akan keberadaan adanya roh nenek moyang yang mampu

berkomunikasi dengan manusia lewat diadakannya sebuah upacara ritual, seperti

pengobatan Dikir suku Sakai. Pengobatan suku Sakai memiliki perbedaan dengan

pengobatan pada umumnya yang hanya melibatkan obat fisik atau benda untuk

mengobati orang sakit.

Pengobatan Dikir melibatkan pengobatan dengan bantuan roh nenek

moyang atau orang Sakai menyebutnya antu . Antu dianggap mampu memberikan

pengetahuan kepada manusia tentang penyakit yang diderita pasien dengan cara

melakukan upacara pengobatan Dikir. Dalam hal ini perlu diketahui meskipun

antu dianggap mampu memberi pengetahuan tentang penyakit yang diderita

manusia (antu baik), tetapi ada juga antu yang juga mencelakakan manusia itulah

yang disebut dengan antu jahat. Pengobatan Dikir ini dapat dilaksanakan dengan

berbagai syarat baik itu secara fisik benda maupun suara, dimana pelengkap

utama terlaksananya pengobatan Dikir yaitu suara dari tetabuhan Odok. Fungsi

musik yaitu tetabuhan Odok dalam upacara Dikir suku Sakai, tidaklah sebagai

hiburan seperti peranan pada umumnya. Lebih daripada itu ada peranan penting

yang diambil oleh musik yaitu sebagai penghantar mantera, pengiring tarian dan

yang paling penting adalah musik tetabuhan memiliki makna sebagai pemberi

semanget Batin untuk masuk ke dalam puncak kemasukan/trance, tetabuhan Odok

menjadi kebutuhan upacara dalam mempertemukan manusia (Batin) dengan roh

nenek moyang suku Sakai/antu.

Pengobatan Dikir tidak dapat dilakukan tanpa musik bahkan dikatakan

upacara itu tidak memiliki kekuatan untuk masuk dalam wilayah yang paling

dibutuhkan yaitu perjumpaan antara Batin dan roh nenek moyang (trance). Dalam

hal ini musik sangatlah berpengaruh dalam menghantarkan Batin masuk dalam

dunia yang ada di alam gaib yang juga adalah bagian daripada kosmos. Segala

yang berhubungan dengan hidup manusia, yang ada disekitar hidup manusia dan

Page 19: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

yang memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia itu adalah bagian

dari pada kosmos itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Fatma Yulia, Tesis No : 1874/PSPMK/06, Magister Kenotariatan, Pandangan

Masyarakat Suku Sakai Terhadap Sistem Pewarisan Menurut Hukum Adat

Di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Budiawan, 2010, Ambivalensi Post-Kolonialisme Membedah Musik Sampai

Agama di Indonesia, Yogyakarta: Jala Sutra.

Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan,1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka.

Ghalib W., 2002, Adat Istiadat Bidang Pemerintahan Di Kerajaan Siak Dan

Pesukuan Melayu Yang Ada Di Kabupaten Siak, Siak Sri Indrapura: Data

Fisik Ketikan Tulisan Suku Sakai.

Hamidy UU., 1991, Masyarakat Terasing Daerah Riau Di Gerbang Abad XXI,

Pekanbaru, Penerbit Zamrad Untuk Pusat Kajian Islam Dan Dakwah

Universitas Islam Riau, Pekanbaru: Bilik Kreatif Pres.

Page 20: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

Hamidy UU., 1992. Pengislaman Masyarakat Sakai oleh Tarekat

Naksyahbandiyah Babussalam, Riau: UIR Press.

Hendar P., Mudji S., 2005, Teori-Teori Kebudayaan, Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Hartini S., Damanik E., Matondang I. A., M. Liyansyah, Rusdi P., 2012, Fungsi

dan Peran Gordang Sambilan Pada Masyarakat Mandailing, Banda Aceh:

Balai Pelestarian Nilai Budaya Banda Aceh.

Koentjaraningrat, 2004,Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Merriam, Alan.P. 1964, The Antrhopology of Music, Northwestern: Northwestern

University Press.

Mucci, K., Mucci R., 2002, The Healing Sound Of Music (terjemahan), Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Nakagawa, S. , 2000, Musik dan Kosmos, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Netll B., 2012, Teori Dan Metode Dalam Etnomusikologi (terjemahan), Jaya Pura

Center Of Music: Jayapura Papua.

Nizami Jamil, Selayang Pandang Kerajaan Siak Dan Budayanya (Dokumen Data

Sejarah dari Batin Suku Sakai.

Page 21: KESENIAN ODOK DALAM PROSES UPACARA SUKU SAKAI DI … · pengobatan yang melibatkan kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau antu (hantu), yang dianggap mampu memberikan pengobatan

N.N, Kliping Data (diperoleh dari ketua Suku Sakai), Kumpulan gambar-gambar

baju Batin Sakai Siak, Kandis Siak: Riau.

Petrus, S., 2004, Petualangan dan Intelektual, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Porath N., 2012, Ketika Burung Itu Terbang; Therapi Shamanis dan

Pemeliharaan Batas- Batas Duniawiah Di Kalangan Orang Sakai Riau

(terjemahan), Riau: Gurindam Press.

Rizal, 2015, (hasil wawancara langsung dengan kepala suku Sakai Kandis Riau)

Rohidi, T. R., 2011, Metodologi Penelitian Seni, Semarang: Penerbit Cipta Prima

Nusantara Semarang.

Sahid N., 2004,Semiotika Teater, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Shenk. W.D., 2006, Ilah-ilah Global, Jakarta: PT. Gunung Mulia.

Soedarsono, R.M.,2002, Seni Pertunjukan Indonsia di Era Globalisasi,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suparlan P., 1995, Orang-orang Sakai di Riau: Masyarakat Terasing Dalam

Masyarakat Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suwardi MS, Effendi. BA., Suwarto, 2006, Pemetaan Adat Masyarakat Melayu

Riau Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau, Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu

Riau.

Winangun,Y.W., 1990, Masyarakat Bebas Struktur; Liminitas dan Komunitas

Menurut Victor Turner, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.