KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

14
KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL Oleh : Hurul Ein Latar Belakang Masalah Orang tua dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan. Orang tua dengan anak retardasi mental, khususnya ibu, akan mengalami tingkat stres yang sangat tinggi (Bromley, 1998). Kelahiran atau keberadaan bayi dengan kelainan tertentu juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga dan dalam berinteraksi satu sama lain. Hal ini juga membuat ibu mengalami trauma paling hebat dalam merespon kondisi yang diciptakan dengan kehadiran anak yang cacat (Hardman, dkk. 1984). Ibu dari bayi yang memiliki tingkah laku yang tidak normal (abnormal) namun selamat seringkali menderita perasaan berduka cita yang akut dibanding ibu yang bayi abnormal-nya tidak selamat (Hadman, dkk. 1984) dan lebih lama berada dalam periode berduka cita sebelum akhirnya pulih (D’Arcy, dalam Hardman, dkk. 1984). Bagaimanapun juga, orang tua adalah guru pertama bagi anak mereka, mereka selalu ada untuk memberikan dorongan, pujian maupun umpan balik (Heward, 1996). Tak terkecuali pada anak dengan retardasi mental yang memiliki keterbatasan intelektual dan perilaku adaptif, orang tua juga harus mengajarkan anak mereka tersebut agar dapat meneruskan kelangsungan hidupnya dan mandiri. Disini terlihat jelas bahwa peran orang tua dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan membutuhkan dukungan penuh agar anak itu sendiri dapat hidup mandiri. Hubungan anak yang retardasi mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan hubungan anak yang inteligensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya, termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya (Semiun, 2006). Sering kali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang retardasi mental dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang normal. Mereka mungkin tidak mau mengakui kekurangan-kekurangan anak itu dan

Transcript of KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Page 1: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI

ANAK RETARDASI MENTAL Oleh : Hurul Ein

Latar Belakang Masalah Orang tua dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan.

Orang tua dengan anak retardasi mental, khususnya ibu, akan mengalami tingkat stres

yang sangat tinggi (Bromley, 1998). Kelahiran atau keberadaan bayi dengan kelainan

tertentu juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga dan dalam

berinteraksi satu sama lain. Hal ini juga membuat ibu mengalami trauma paling hebat

dalam merespon kondisi yang diciptakan dengan kehadiran anak yang cacat (Hardman,

dkk. 1984). Ibu dari bayi yang memiliki tingkah laku yang tidak normal (abnormal)

namun selamat seringkali menderita perasaan berduka cita yang akut dibanding ibu yang

bayi abnormal-nya tidak selamat (Hadman, dkk. 1984) dan lebih lama berada dalam

periode berduka cita sebelum akhirnya pulih (D’Arcy, dalam Hardman, dkk. 1984).

Bagaimanapun juga, orang tua adalah guru pertama bagi anak mereka, mereka

selalu ada untuk memberikan dorongan, pujian maupun umpan balik (Heward, 1996).

Tak terkecuali pada anak dengan retardasi mental yang memiliki keterbatasan intelektual

dan perilaku adaptif, orang tua juga harus mengajarkan anak mereka tersebut agar dapat

meneruskan kelangsungan hidupnya dan mandiri. Disini terlihat jelas bahwa peran orang

tua dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan membutuhkan dukungan penuh agar

anak itu sendiri dapat hidup mandiri.

Hubungan anak yang retardasi mental dengan orang tuanya sangat penting

dibandingkan dengan hubungan anak yang inteligensinya normal dengan orang tuanya.

Kepribadiannya, termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas

tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan emosinya, sampai pada batas tertentu

mencerminkan kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya

(Semiun, 2006).

Sering kali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang retardasi mental dapat

menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang

normal. Mereka mungkin tidak mau mengakui kekurangan-kekurangan anak itu dan

Page 2: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

melemahkan dorongannya untuk mencapai sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan

kepuasan terhadap apa yang dapat dilakukannya. Mereka menekan anak itu untuk

mencapai ukuran-ukuran yang melampaui taraf kemampuannya dengan cara yang halus,

penuh kasih sayang atau terang-terangan menolak. Orang tua lain memanjakan anak yang

retardasi mental itu dan membuatnya supaya tetap tergantung, dengan demikian orang tua

menghalangi kemampuan anaknya walaupun sangat terbatas. Dalam kasus-kasus seperti

itu diperlukan sekali bantuan konseling yang dapat diperoleh melalui badan-badan sosial

yang sangat memperhatikan kebutuhan anak yang retardasi mental. Tenaga professional

dari badan-badan sosial ini dapat berbuat banyak untuk mengurangi pengaruh dari sikap-

sikap orang tua yang keliru seperti yang telah diuraikan. Chamberlain dan Moss berkata:

“Setelah menangani beratus-ratus anak di sekolah-sekolah kami, kami sampai pada

kesimpulan bahwa anak-anak membawa masalah-masalah emosional dan sosial di rumah

ke sekolah, mereka mencerminkan jauh lebih banyak sikap emosional para orang tua

mereka dibandingkan dengan anak-anak normal.” (Chamberlain & Moss, 1953).

Orang tua dari anak yang retardasi mental berada dalam situasi yang sulit. Karena

sikap masyarakat, mereka mungkin merasa malu karena anak mereka cacat dan perasaan

malu itu mungkin mengakibatkan anak itu ditolak secara terang-terangan atau tidak

terang-terangan. Banyak keluarga yang secara drastis mengubah cara hidup mereka

karena kehadiran anak yang cacat mental itu di dalam keluarga dan hampir sama sekali

menarik diri dari kegiatan-kegiatan masyarakat. Dalam situasi yang demikian, anak

terebut mungkin menyadari bahwa dia-lah yang menjadi penyebabnya (Semiun, 2006).

Untung, tidak semua orang tua membuat respons negatif terhadap kehadiran anak

retardasi mental itu di kalangan keluarga. Ada beberapa bukti bahwa orang tua yang

kurang berpendidikan dari kelompok sosio-ekonomis bawah lebih berhasil dalam

membantu anak-anak cacat mereka dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan

baik dari kelompok sosio-ekonomis atas. Meskipun ini tidak seluruhnya benar, tetapi

orang tua yang berpendidikan baik cenderung memandang anak yang retardasi mental itu

sebagai suatu ancaman. Oleh karena itu, mereka mungkin menolaknya atau tidak mau

menerima kekurangan-keurangan intelektualnya dan mencoba memaksanya untuk

mencapai hasil pada taraf yang cukup jauh melampaui kemampuan-kemampuannya

(Semiun, 2006).

Page 3: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Orang tua dari anak retardasi mental harus menerima cacatnya dan membantunya

untuk menyesuaikan diri dengan cacatnya. Di samping itu, mereka harus menghindari

tujuan-tujuan yang ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai dan mereka harus menyadari

juga bahwa ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhannya

akan prestasi di dalam bidang-bidang kegiatan yang terbatas. Meskipun ia tidak mungkin

bekerja dengan baik dalam bidang akademik, tetapi ada banyak jenis keterampilan yang

dapat dikuasainya. Jika ia merasa aman dalam hubungannya dengan keluarganya, jika ia

mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar memperhatikannya dan mereka puas

dengan prestasi sedikit yang dicapainya, maka dengan ini ia banyak dibantu dalam

menyesuaikan diri dengan dunia luar. Menerima keterbatasan mental merupakan kunci

utama bagi kesehatan mental dan perasaan adekuat dalam masyarakat bagi semua anak

retardasi mental, terutama bagi yang sedikit cacat (Semiun, 2006).

Pribadi yang sehat adalah pribadi yang matang, yaitu pribadi yang tidak dikontrol

oleh trauma dan konflik masa lalu. Pribadi ini didorong ke depan oleh suatu visi dan misi

itu mempersatukan kepribadiaannya serta membawanya melewati tantangan demi

tantangan yang terus bertambah. Kebahagiaan bukan merupakan tujuan utama.

Kebahagiaan hanyalah merupakan hasil sampingan dari proses mencapai tujuan. Pribadi

ini akan terus berusaha mencari motif-motif dan tujuan baru begitu tujuan lamanya

tercapai (Schultz, 1991).

Adapun 7 kriteria kepribadian yang sehat menurut Allport (Schultz, 1991) yaitu:

perluasan perasaan diri dengan mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri seperti

berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar diri ataupun dengan pekerjaan. Allport

menamakan hal ini “partisipasi otentik” yang dilakukan oleh orang dalam beberapa

suasana yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam

aktivitas. Dalam hal ini biasanya orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki

kesehatan mental yang baik lebih banyak melakukan aktivitas ataupun mengikuti

kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan informasi tentang menghadapi, memahami

ataupun mendidik serta mengasuh anak-anak yang mengalami retardasi mental.

Sedangkan orang tua yang yang tidak memiliki kesehatan mental yang baik kemungkinan

adanya menutup diri dari aktivitas-aktivitas ataupun tidak ingin memiliki kegiatan-

kegiatan yang banyak menghabiskan waktu diluar dari rumah.

Page 4: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Hubungan yang hangat dengan orang lain. Individu matang mampu

memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang-orang terdekat seperti orang tua, anak

dan sahabat. Memperhatikan kesejahteraan mereka seperti memperhatikan dirinya

sendiri. Individu neurotis menuntut cinta lebih banyak dari kemampuan mereka memberi.

Individu matang juga memiliki perasaan terharu (memahami kondisi dasar manusia).

Orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik terlihat

lebih banyak memberikan rasa kasih sayang serta perhatiannya yang lebih terhadap

anaknya. Namun orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik akan

memilih untuk menjauhi serta berusaha untuk tidak terlalu banyak berinteraksi dengan

anaknya yang mengalami retardasi mental.

Keamanan emosional. Individu matang mampu menerima dirinya dengan segala

kelemahan dan kelebihannya, termasuk emosi-emosi yang dirasakan (mampu

mengontrol). Sedangkan individu yang neurotik menyerah pada emosi-emosinya. Dalam

keamanan emosional biasanya orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki

kesehatan mental yang baik akan menjaga serta mengimbangi emosinya dengan cara

lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta meminta bantuan dalam

mengasuh serta mendidiknya dari ahlinya dalam menangani anak retardasi mental.

Sedangkan orang tua dari anak retardasi mental yang tidak sehat mentalnya akan

memiliki perasaan neurotik seperti hal yang berkecamuk dalam hati, mulai dari tak

percaya, marah, sedih, merasa bersalah, lelah, cemas, bingung sampai putus asa.

Persepsi yang realistik. Individu matang memandang dunianya secara objektif,

sedangkan individu neurotis acapkali merubah realitas agar sesuai dengan keinginanya.

Orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik akan

menerima kekurangan dari keadaan anak yang berbeda dari anak normal lainnya. Bahkan

mereka manganggap anak dengan kelainan tersebut merupakan suatu anugerah dari

Tuhan Yang Maha Esa seperti mereka menerima anak tersebut layaknya seperti anak

normal lainnya. Sedangkan orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik

biasanya memiliki pemikiran yang neurotik seperti malu untuk mempunyai anak yang

berbeda dari anak normal lainnya sehingga mereka lebih banyak tidak mampu menerima

kenyataan bahwa anaknya mengalami retardasi mental.

Page 5: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas. Individu yang

matang mengerahkan keterampilannya pada pekerjaan mereka (komitmen terhadap

pekerjaan). Biasanya orang tua yang memiliki anak retardasi mental yang berkarir lebih

banyak mengalihkan perasaan-perasaan neurotik mereka dengan pekerjaan mereka.

Sedangkan orang tua yang tidak matang akan merasa tidak memiliki keterampilan serta

kemampuan karena merasa dirinya telah gagal dalam melaksanakan tugas-tugasnya

dalam keluarga maupun pekerjaannya.

Pemahaman diri. Individu matang menggambarkan dirinya secara objektif dan

terbuka terhadap pendapat orang lain. Orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki

kesehatan mental yang baik akan lebih banyak ingin menerima pendapat orang lain serta

terbuka untuk hal apapun itu tentang anaknya. Tapi bagi orang tua yang memiliki

kesehatan mental yang tidak baik terkadang enggan menerima pendapat orang lain

terhadap anaknya.

Filsafat hidup yang mempersatukan. Individu matang memiliki arah kedepan.

Arah ini membimbing semua segi kehidupan menuju tujuan-tujuan hidup. Bimbingan ini

dapat berupa nilai-nilai dan suara hati. Namun tidak dapat dipungkiri bagaimanapun juga

orang tua yang memiliki anak retardasi mental biasanya akan memikirkan bagaimana

kehidupan kedepannya anak mereka. Bagi orang tua yang sehat mentalnya akan selalu

menyiapkan apapun untuk masa depan sang anak sehingga kelak anak tersebut

mendapatkan jaminan hidup yang layak seperti apabila orang tuanya sudah tidak ada

ataupun meninggal dunia mungkin masa kecilnya anak tersebut telah ditanamkan

pendidikan serta kegiatan-kegiatan ataupun menggali bakat-bakat yang ada untuk

membuat anak tersebut lebih mandiri serta punya nilai lebih untuk hidupnya kelak.

Sedangkan orang tua yang tidak sehat mentalnya akan pasrah begitu saja tanpa

melakukan apapun untuk anaknya, sehingga anak tersebut akan lebih banyak berpatokan

pada orang tuanya sampai kapanpun itu.

Biasanya orang tua mungkin merasa sangat terbebani secara fisik maupun mental

saat harus merawat anak yang mengidap retardasi mental sehingga banyak menutup diri

dari pekerjaan maupun kegiatan-kegiatan yang banyak menghabiskan waktu diluar yang

terlihat dalam aspek perluasan perasaan diri. Namun terlihat pada aspek hubungan yang

hangat dengan orang lain, orang tua yang matang mampu memperlihatkan keintiman

Page 6: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

(cinta) terhadap anaknya. Memperhatikan kesejahteraan mereka seperti memperhatikan

dirinya sendiri. Sehingga dalam aspek filsafat hidup yang mempersatukan akan lebih

utama dalam hidup anaknya untuk masa depan sang anak. Namun konsultasi orang tua

sangat penting untuk mengatasi stres serta bisa membantu mengidentifikasi rasa marah

dan bersalah yang mungkin timbul dalam situasi seperti ini (Yulius & Iva, 2000).

Kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental tergantung

dari tindakan, tingkah laku ataupun perasaan. Sesungguhnya ketenangan hidup,

ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak banyak tergantung kepada faktor-faktor

luar. Yang terlihat pada semua aspek dari kriteria kesehatan mental diatas. Akan tetapi

lebih tergantung kepada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut. Kita tidak

meniadakan pengaruh faktor-faktor luar itu, karena memang ada pengaruhnya. Misalnya

pada aspek keamanan emosional dalam menghadapi anak retardasi mental, orang tua

menjadi kecewa dan sedih namun bukan kehadiran dari anak retardasi mental itu secara

langsung, akan tetapi karena ketidakmampuannya menghadapi faktor tersebut pada aspek

persepsi yang realistik dengan wajar serta tidak dapat memikirkan apa yang harus ia

lakukan untuk menghadapi masalah itu. Akibatnya dihinggapi oleh rasa gelisah yang

sangat, yang kadang-kadang membawa kepada tindakan dan sikap yang tidak normal

dalam hidupnya. (Daradjat, 1992).

Jadi yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan

mental. Kesehatan mental itulah yang menentukan tanggapan seseorang terhadap suatu

persoalan dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental pulalah yang

menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk hidup atau akan pasif dan

tidak bersemangat (Daradjat, 1992).

Tinjauan Pustaka Kesehatan Mental

Secara singkat dapat dikatakan ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang

memperhatikan perawatan mental atau jiwa. Sama seperti ilmu pengetahuan yang lain,

ilmu kesehatan mental mempunyai objek khusus untuk diteliti dan objek tersebut adalah

manusia. Manusia dalam ilmu ini diteliti dari titik tolak keadaan atau kondisi mentalnya.

Ilmu kesehatan mental merupakan terjemahan dari istilah mental hygiene. Mental (dari

Page 7: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

kata latin: mens, mentis) berarti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat, sedangkan hygiene

(dari kata Yunani: hugiene) berarti ilmu tentang kesehatan. Mental hygiene sering juga

disebut psikohygiene. Psyche (dari kata Yunani: psucho) berarti nafas, asas kehidupan,

hidup, jiwa, roh, sukma, semangat. Ada orang yang membedakan antara mental hygiene

dan psikohygiene. Mental hygiene menitikberatkan kehidupan kerohanian, sedangkan

psikohygiene menitikberatkan manusia sebagai totalitas psikofisik atau psikosomatik. Di

sini, kedua istilah tersebut disamakan karena dalam uraian selanjutnya, ilmu kesehatan

mental itu adalah ilmu yang membicarakan kehidupan mental manusia dengan

memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks (Semiun, 2006 a). Ada

banyak definisi yang diberikan oleh para penulis terhadap ilmu kesehatan mental.

Beberapa di antaranya akan dikemukakan di bawah ini.

Alexander Schneiders mengatakan bahwa: “Ilmu kesehatan mental adalah ilmu

yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan

untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan

mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri“ (Schneiders, 1965

dalam Semiun, 2006 a).

Samson, Sin dan Hofilena mendefinisikan ilmu kesehatan mental sebagai “ilmu

yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi-fungsi mental yang sehat dan

mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri atau kegiatan-kegiatan mental yang

kalut“. (Samson, Sin & Hofilena, 1963 dalam Semiun, 2006 a).

Definisi-definisi yang lebih singkat tentang ilmu kesehatan mental telah

dikemukakan oleh beberapa penulis lain. Howard Bernard menyatakan bahwa ilmu

kesehatan mental adalah suatu program yang dipakai dan diikuti seseorang untuk

mencapai penyesuian diri (Bernard, 1957 dalam Semiun, 2006 a).

D.B. Klein mengemukakan bahwa ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang

bertujuan untuk mencegah penyakit mental dan meningkatkan kesehatan mental (Klein,

1955 dalam Semiun, 2006 a).

Suatu defnisi terakhir diberikan oleh Louis P. Thorpe yang mengemukakan bahwa

“ilmu kesehatan mental adalah tahap psikologi yang bertujuan untuk mencapai dan

memelihara kesehatan mental“ (Thorpe, 1960 dalam Semiun, 2006 a).

Page 8: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Analisis terhadap berbagai cara mendefinisikan ilmu kesehatan mental

menunjukkan bahwa ilmu tersebut pertama-tama berbicara mengenai pemakaian dan

penerapan seperangkat prinsip kesehatan yang bertujuan untuk mencegah

ketidakmampuan menyesuaikan diri serta meningkatkan kesehatan mental.

Retardasi Mental

Retardasi mental ataupun dengan kata lain tuna grahita. Grahita dalam bahasa Jawa

berarti pikir atau memahami, jadi tuna grahita adalah ketidakmampuan dalam berpikir.

Pengertian cacat mental atau retardasi mental pada mulanya memang mengacu pada

aspek kognitif yang rendah ini juga akan berpengaruh dalam fungsi-fungsi psikolgi yang

lain sehingga definisi-definisi retardasi mental mengalami perkembangan (Prabowo &

Puspitawati, 1997).

Pengertian mengenai retardasi mental terus berkembang. Pada tahun 1973,

AAMD (American Association on Mental Deficiency) memberikan definisi (dalam Payne

& Patton, 1981) bahwa retardasi mental berhubungan dengan fungsi intelektual umum

yang secara signifikan berada di bawah rata-rata yang muncul bersamaan dengan deficit

pada perilaku adaptif dan terlihat saat masa perkembangan.

Batasan ini diperbaharui dengan definisi yang diberikan oleh AAMR (American

Association on Mental Retardation) mengenai retardasi mental adalah sebagai berikut:

“Keterbelakangan mental (retardasi mental) menunjukkan adanya keterbatasan dalam

fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada

dua atau lebih dari keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri,

keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang dan lain-

lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun.” (Hallahan dan Kauffman, dalam

Mangunsong, 1998)

Kemudian, pada tahun 2002, AAMR mengeluarkan revisi ke-10 mengenai

retardasi mental (dalam www.aamr.org., 2002) bahwa retardasi mental merupakan bagian

dari disability yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan baik pada fungsi

intelektual dan perilaku adaptif dan terekspresi baik dalam kemampuan adaptif secara

konseptual, social dan praktikal.

Page 9: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Terlihat dari ketiga pengertian di atas sama-sama menjelaskan bahwa retardasi

mental merupakan kecacatan dan ditunjukkan dengan keterbatasan fungsi intelektual dan

perilaku adaptif selama masa perkembangan atau sebelum usia 18 tahun.

Metode Penelitian Dalam penelitian ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian, antara

lain:

1. Orang tua yang memiliki anak retardasi mental

Karakteristik subjek adalah pasangan suami istri dan juga orang tua tunggal yang

memiliki anak retardasi mental.

2. Jumlah subjek penelitian

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) tidak ada aturan pasti dalam jumlah

sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat

tergantung pada apa yang ingin diketahui peneliti, tujuan penelitian, konteks saat itu,

apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya

yang tersedia. Poerwandari (1998) juga mengatakan bahwa dengan fokus penelitian

kualitatif pada kedalaman dan proses maka penelitian kualitatif cenderung dilakukan

dengan jumlah kasus sedikit. Dalam penelitian subjek berjumlah 5 orang yakni 4

orang tua yang berpasangan dan 1 orang tua tunggal yang memiliki anak retardasi

mental.

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

wawancara dengan pedoman umum. Dalam pedoman wawancara umum tersebut

dicantumkan isu-isu yang akan diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan

mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi

daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau

ditanyakan. Dengan pedoman demikian, peneliti harus memikirkan bagaimana

pertanyaaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus

menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung.

Page 10: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipan,

dimana observer tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee.

Hasil Analisis Berdasarkan dari kelima responden menunjukkan adanya kesehatan mental yang

berbeda-beda, kesehatan mental yang baik banyak ditemukannya ada pada subjek I, IV

dan V, sedangkan subjek II termasuk memiliki kesehatan mental yang kurang baik dan

subjek III memiliki kesehatan mental yang cukup baik. Selanjutnya dari hasil responden

kelima subjek terlihat bahwa mereka memiliki kriteria kepribadian sehat yang berbeda-

beda yaitu dengan adanya kesehatan mental yang baik dan kesehatan mental yang tidak

baik.

Kriteria Kepribadian Sehat

a. Perluasan perasaan diri

Secara teoritis pada subjek I, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat

baik, dimana mereka ingin tahu serta mengetahui banyak tentang anak-anak yang

mengalami retardasi mental. Hal ini sesuai dengan Allport (1991) menamakan hal ini

“partisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting

dari usaha manusia“. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas-aktivitas.

Sedangkan pada subjek II memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana

subjek tidak ingin tahu tentang anak yang mengalami retardasi mental.

b. Hubungan diri yang hangat dengan orang-orang lain

Secara teoritis pada subjek I, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang baik,

dimana mereka masih memiliki hubungan yang hangat dengan keluarga, anak-anak

serta orang-orang di sekitar subjek. Hal ini sesuai dengan menurut Allport (1991)

orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta)

terhadap orang tua, anak, pasangan dan teman akrab. Sedangkan pada subjek II

memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek kurang memiliki

hubungan yang baik dengan anaknya yang mengalami retardasi mental.

c. Keamanan emosional

Page 11: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

Secara teoritis pada subjek I, IV dan V memiliki kesehatan mental yang baik, dimana

dalam keamanan emosional subjek yang masih dapat mengontrol emosi-emosi

mereka, sehingga emosi-emosi ini tidak menganggu aktivitas-aktivitas antar pribadi.

Kualitas lain dari keamanan emosional ialah apa yang disebut Allport (1991) “sabar

terhadap kekecewaan“. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang berinteraksi

terhadap tekanan dan terhadap hambatan dari kemauan-kemauan dan keinginan-

keinginan. Sedangakan pada subjek II dan III memiliki kesehatan mental yang kurang

baik dimana subjek terkadang kurang bisa mengontrol emosi mereka.

d. Persepsi realistis

Secara teoritis pada subjek I, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang baik,

dimana mereka menerima kenyataan hidup dengan menerima semua kekurangan-

kekurangan yang dimiliki dari anak mereka yang mengalami retardasi mental. Hal ini

juga sejalan dengan Schneiders (1965) yang menilai kesehatan mental yang baik

mengacu secara khusus pada sikap seseorang terhadap kenyataan, sedangkan kontak

mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang menerima kenyataan –

menolaknya atau melarikan diri pada-Nya. Sedangkan pada subjek II memiliki

kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek masih kurang bisa menerima

kekurangan-kekurangan yang dimiliki dari anak subjek yang mengalami retardasi

mental.

e. Keterampilan-keterampilan dan tugas-tugas

Secara teoritis pada subjek I, II, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat

baik dimana mereka memiliki keterampilan serta perkerjaan yang dapat membantu

mereka dalam menajalankan tugas serta kewajiban mereka. Allport (1991) mengutip

apa yang dikatakan Harvey Cushing ahli bedah otak yang terkenal, “satu-satunya cara

untuk melangsungkan kehidupan adalah menyelesaikan suatu tugas“

f. Pemahaman diri

Secara teoritis pada subjek I, II, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat

baik dimana mereka masih mau berpendapat dan menerima pendapat terhadap

anaknya yang mengalami retardasi mental. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport

(1991), orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) yang

Page 12: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya

yang negatif kepada orang-orang lain.

g. Filsafat hidup yang mempersatukan

Secara teoritis pada subjek I, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat baik

dimana mereka merasa optimis dan telah menyiapkan masa depan untuk anak mereka

yang mengalami retardasi mental. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport (1991)

menyebut dorongan yang mempersatukan ini “arah” (directness) dan lebih kelihatan

pada kepribadian-kepribadian yang sehat daripada orang-orang yang neurotis. Arah

itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu tujuan (atau

rangkaian tujuan) serta memberikan orang itu suatu alasan untuk hidup. Sedangakan

pada subjek II dan III memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek

merasa pesimis dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental.

Faktor-faktor Yang Mendukung Dalam Mengasuh Anak

a. Saudara

Secara teoritis pada subjek I menilai bahwa peran saudara yaitu adik kandung subjek

sangat besar dalam pengasuhan anak subjek yang mengalami retardasi mental.

b. Pengasuh

Secara teoritis pada subjek IV dan V menilai bahwa peran pengasuh sangat

membantu subjek dalam mengasuh anaknya yang mengalami retardasi mental,

dikarenakan subjek IV dan V merupakan orang tua yang bekerja.

c. Sekolah

Secara teoritis pada subjek I, II, III, IV dan V menilai bahwa peran sekolah sangat

penting dan membantu subjek dalam mengasuh serta memberikan suatu pelajaran

yang berarti untuk anaknya yang mengalami retardasi mental.

Proses Terbentuknya Kesehatan Mental Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak

Retardasi Mental

Secara teoritis pada subjek I, IV dan V membentuk kesehatan mental yang baik,

dimana subjek banyak berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada yang

Page 13: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

ahlinya dalam menangani anak yang mengalami retardasi mental. Sedangkan pada subjek

II dan III dalm membentuk kesehatan mental terlihat tidak baik, dimana subjek II merasa

kecewa dan tidak perduli dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental dan

sedangkan subjek III masih merasa sedih dengan memiliki anak yang mengalami

retardasi mental

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Dari hasil analisis data yang telah diperoleh, maka dapat diperoleh beberapa

kesimpulan yang berhubungan dengan kesehatan mental pada orang tua yang memiliki

anak retardasi mental, yaitu :

1. Keadaan kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental

Tidak dapat dipungkiri lagi, orang tua sangat menentukan dalam setiap

aspek perkembangan anak. Pengasuhan sehari-hari sangat memegang peranan

pada perkembangan individu retardasi mental. Tidak mudah menjadi orang tua

penyandang retardasi mental. Berbagai perasaan berkecamuk dalam hati, mulai

dari tak percaya, marah, sedih, merasa bersalah, lelah, cemas, bingung sampai

putus asa.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan kesehatan mental orang tua menjadi baik ataupun

tidak baik

Faktor-faktor yang menyebabkan para orang tua memiliki kesehatan mental yang

baik yaitu dimana para orang tua mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat

serta banyak berdoa dan pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan orang tua

yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik akan merasa dengan memiliki anak

yang mengalami retardasi mental adalah suatu masalah yang berat sehingga orang tua

akan merasa pesimis dengan kehidupannya kelak.

3. Proses perkembangan kesehatan mental subjek

Dalam hal ini proses perkembangan kesehatan mental yang baik pada orang tua

akan beranggapan dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental sama

halnya dengan memiliki anak yang normal lainnyakarena sama-sama merupakan

Page 14: KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK ...

suatu anugerah dan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa. Namun dalam proses

perkembangan kesehatan mental yang tidak baik akan beranggapan dengan memiliki

anak retardasi mental adalah suatu masalah maka para orang tua tersebut akan

membentuk suatu kesehatan mental yang tidak baik kelaknya nanti.

Saran

Dari hasil penelitian tentang kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak

retardasi mental, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk Subjek

Dalam penelitian ini subjek diharapkan lebih bisa menerima kenyataan hidup

dengan memiliki anak retardasi mental. Dengan adanya kesehatan mental yang baik

maka akan membuat subjek dalam menjalankan hidupnya dengan baik pula. Namun

hal lain tidak dapat dipungkiri, mungkin subjek merasakan hal-hal yang seperti sedih,

kecewa dan perasaan neurotik lainnya. Tetapi dengan perasaan itu mungkin akan

membangun kehidupan subjek dengan optimis ke depan untuk nantinya.

2. Untuk Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan

menggali lebih dalam dengan menambah beberapa teori dari tokoh lain sebagai

pembanding dan menambah jumlah subjek penelitian yang memiliki anak retardasi

mental.

3. Untuk Para Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk para orang tua yang

memiliki anak retardasi mental. Untuk para orang tua lainnya, supaya dapat menjalani

kehidupan dengan sebaik-baiknya dan memandang apa yang terjadi sebagai hal

positif dan bukan akhir dari segala-galanya. Bahwa memiliki anak yang mengalami

retardasi mental bukanlah hal yang buruk jika masing-masing dapat menjalani

perannya masing-masing tentunya untuk anak-anak yang membutuhkan peran kedua

orang tuanya sebagai pendorong dalam kehidupannya kelak.