Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

11
Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) Zulkfli H.Achmad Abstrak Wilayah Indonesia yang luas terdiri dari berbagai budaya etnis barat, tengah, dan bagian timur daerah. Arsitektur hadir sebagai pemenuhan akan kebutuhan manusia, dimana seluruh upaya manusia untuk bertahan serta memudahkan kehidupannya di dalam dunia ini kemudian diberi label kebudayaan. Arsitektur suatu bangunan dikatakan “tradisional” apabila penciptaan struktur dan konstruksi, pengaturan tata letak ruang, penggunaan ragam hias, dan cara pembuatan bangunan tersebut diwariskan secara turun-temurun dalam suatu kebudayaan atau lokalitas tertentu. Dengan demikian arsitektur tradisional merupakan suatu kebudayaan yang bersifat khas (indigenous) yang harus dijaga dan dilestarikan .Terbukti dengan pola pikir mereka yang menghasilkan kebijaksanaan mereka dalam menyusun pengetahuan yang dianggap baik bagi kehidupan mereka.Wilayah Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 3 pulau besar yaitu Flores, Sumba dan Timor yang dikenal dengan istilah (FLOBAMORATA) . Dari ketiga pulau tersebut tersebar etnis-etnis yang ada di ketiga pulau tersebut. Setiap wilayah memilki corak atau tradisi sendiri antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Sehingga NTT memilki khasanah budaya lokal yang banyak. Keanekaragaman budaya maupun arsitekturnya menjadi wilayah Nusa Tenggara Timur menjadikan wilayah yang beragam di Negara ini. Tulisan ini bertujuan untuk melihat keragaman lokalitas arsitektur yang ada di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Kata Kunci : Arsitektur Tradisional, Etnis NTT BAB I Pendahuluan Wilayah Indonesia yang luas terdiri dari berbagai budaya etnis barat, tengah, dan bagian timur daerah, begitupun dengan keragaman lokalitas arsitekturnya yang tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Van Vollenhen, Indonesia terdiri dari 19 daerah hukum adat dan didalam setiap lingkaran hukum adat

description

Tentang keragamam arsitektur tradisional

Transcript of Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

Page 1: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

Keragaman Lokalitas Arsitektur TradisionalNusa Tenggara Timur (NTT)

Zulkfli H.Achmad

Abstrak

Wilayah Indonesia yang luas terdiri dari berbagai budaya etnis barat, tengah, dan bagian timur daerah. Arsitektur hadir sebagai pemenuhan akan kebutuhan manusia, dimana seluruh upaya manusia untuk bertahan serta memudahkan kehidupannya di dalam dunia ini kemudian diberi label kebudayaan. Arsitektur suatu bangunan dikatakan “tradisional” apabila penciptaan struktur dan konstruksi, pengaturan tata letak ruang, penggunaan ragam hias, dan cara pembuatan bangunan tersebut diwariskan secara turun-temurun dalam suatu kebudayaan atau lokalitas tertentu. Dengan demikian arsitektur tradisional merupakan suatu kebudayaan yang bersifat khas (indigenous) yang harus dijaga dan dilestarikan .Terbukti dengan pola pikir mereka yang menghasilkan kebijaksanaan mereka dalam menyusun pengetahuan yang dianggap baik bagi kehidupan mereka.Wilayah Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 3 pulau besar yaitu Flores, Sumba dan Timor yang dikenal dengan istilah (FLOBAMORATA) . Dari ketiga pulau tersebut tersebar etnis-etnis yang ada di ketiga pulau tersebut. Setiap wilayah memilki corak atau tradisi sendiri antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Sehingga NTT memilki khasanah budaya lokal yang banyak. Keanekaragaman budaya maupun arsitekturnya menjadi wilayah Nusa Tenggara Timur menjadikan wilayah yang beragam di Negara ini. Tulisan ini bertujuan untuk melihat keragaman lokalitas arsitektur yang ada di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kata Kunci : Arsitektur Tradisional, Etnis NTT

BAB I PendahuluanWilayah Indonesia yang luas terdiri dari berbagai budaya etnis barat, tengah,

dan bagian timur daerah, begitupun dengan keragaman lokalitas arsitekturnya yang tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Van Vollenhen, Indonesia terdiri dari 19 daerah hukum adat dan didalam setiap lingkaran hukum adat terdiri atas beberapa suku bangsa,sehingga total terdapat sekitar 214 suku di Indonesia (Koentjaraningrat).

Keragaman arsitektur local tersebut tentunya memilki cita-cita dan ciri khas tersendiri yang menjadi identitas kelokalan dimasing-masing tempat. Arsitektur tradisional di Indonesia sangat beragam jenisnya yang didapatkan secara turun temurun oleh masyarakat setempat. Hal ini juga dirasakan oleh arsitektur tradisional di wilayah Nusa Tenggara.

Arsitektur yang baik adalah hasil dari meramu apa yang ada di sekitar kita dan mengembangkannya berdasarkan kekayaan Indonesia. Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia. Keragaman Arsitektur tradisional yang tersebar di bentang kawasan Nusantara menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya. Arsitektur tradisional di setiap daerah menjadiflambang kekhasan budaya masyarakat setempat. Sebagai suatu bentuk kebudayaan arsitektur tradisional dihasilkan dari satu aturan atau kesepakatan yang tetap dipegang dan dipelihara dari generasi ke generasi. Pendalaman akan makna

Page 2: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

kearifan lokal dalam arsitektur mau tidak mau menjadi intisari dalam pendidikan arsitektur Indonesia. Hal ini disebabkan arena kearifan lokal telah menjadi tradisi-fisik-budaya, dan secara turun-temurun menjadi dasar dalam membentuk bangunan dan lingkungan dari masyarakat di Indonesia (Antariksa, 2009).

Arsitektur suatu bangunan dikatakan “tradisional” apabila penciptaan struktur dan konstruksi, pengaturan tata letak ruang, penggunaan ragam hias, dan cara pembuatan bangunan tersebut diwariskan secara turun-temurun dalam suatu kebudayaan atau lokalitas tertentu. Dengan demikian arsitektur tradisional merupakan suatu kebudayaan yang bersifat khas (indigenous), yang hanya terdapat pada kebudayaan dan lokalitas tersebut.

Wilayah Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 3 pulau besar yaitu Flores, Sumba dan Timor. Dari ketiga pulau tersebut tersebar etnis-etnis yang ada di ketiga pulau tersebut. Setiap wilayah memilki corak atau tradisi sendiri antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Sehingga NTT memilki khasanah budaya local yang banyak dan harus dilestarikan. Keanekaragaman budaya maupun arsitekturnya menjadi wilayah Nusa Tenggara Timur .

BAB II PEMBAHASAN

Arsitektur Sebagai Produk Budaya

Kebudayaan sendiri mempengaruhi segenap kehidupan sosial, sehingga sering dipandang sebagai semua cara hidup atau way of life yang haras dipelajari dan diharapkan secara bersama haras ditaati oleh para anggota masyarakat tertentu atau para anggota dari suatu kelompok tertentu (Taneko,1984:61). Berkaitan dengan esensi budaya, Tasmara (2002:161) mengemukakan bahwa kandungan utama yang menjadi esensi budaya adalah sebagai berikut :

1. Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya2. Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku (termasuk bahasa), hasil karsa dan

karya,3. Budaya merupakan hasil pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan serta

proses seleksi4. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling

ketergantungan

Rumah Tradisional Cerminan Budaya Luhur

Bagi bangsa Indonesia rumah memilki makna yang sangat dalam. Rumah bukan sekedar tempat bernaung, tapi terutama sebagai sarana dasar dalam membentuk manusia seutuhnya. Manusia yang punya kepekaan dalam menalar-nalurikan alam semesta sebagai alam besar serta mampu mendukung eksistensi dirinya sebagai alam kecil yang serasi. Membangun rumah berarti membangun sarana tempat bertanggung jawab terhadap diri, keuarga, masyarakat, alam semesta serta Tuhan Yang Maha Esa.

Mulianya makna rumah bagi masyarakat tradisional sehingga sebutan yang diberikan pun selaras dengan fungsi dan bentuknya, disebut rumah gadang (Minangkabau),Tongkonan (Toaja), Rumah Bolon (Batak Toba), Sa,o Ria (Ende), Mbaru Niang (Waerebo), dan lain-lain.Secara umum bentuk rumah tradisional

Page 3: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

memiliki kesamaan yaitu terdiri atas 3 bagian yaitu atap-badan-kaki. Atap merupakan bagian yang paling utama, sehingga desainnya selalu istimewa. Atap yang unik dan rumit kita dapat lihat dibeberapa bentuk rumah adat seperti Tongkonanm rumah gadang dan empa-ayo di Batak Karo.Kendati berbeda-beda, tetapi seluruhnya memancarkan keutuhan wujud arsitektur yang murni.

Denah ruah dipengaruhi adat istiadat, buata dan kepercayaan setempat. Denah dan susunan ruang [un berkaitan dengan system yang dianut masyarakatnya. Seambi ialah tempat suami menerima tamu,sedang rumah besar tempat istri dan keluarga. Pada bagian kaki umumnya lebih tinggi dari badan pemiliknya. Tiang-tiang penompang rumah bulat atau persegi yang membentuk modul kearah panjang dan lebar bangunan. Setiap tiang berdiri diatas sebuah batu atau umpak, seperti pada hamper semua rumah adat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian Nusa Tenggara.

Kearifan Tradisi

Asal mula tujuan manusia menciptakan bangunan, ialah menyelaraslan kondisi sekitarnya dengan pandangan hidup. Rumah adalah pernyataan hidup yang menyatu dengan masyarakat dan alam lingkungannya. Sikap hidup yang memuliakan Sang Pencipta serta menghormati alam menjadi ciri masyarakat agraris pedesaan. Karena rumah diperlakukan sebagai mikro kosmos (alam kecil) yang harus selalu serasi dan seimbang dengan makro kosmos (alam semesta). Selain itu alam semesta yang terbagi atas alam bawah-dunia-alam atas perlu diwujudkan pada rumah, yang harus terdiri dari bagian kaki-badan-kepala. Bagian atap rumah adalah manifestasi sikap hidup religious, yakni pengakuan atasbkekuasaan tertinggi yang bersemayam dialam atas (utama).Badan rumah mencerminkan ruang hidup manusia di dunia (madya), sedang kaki rumah gambaran alam bawah tempat hal-hal buruk (nista).

Falsafah Minangkabau’alam takambang jadikan guru juga mengajarkan kearifan mengelola alam. Bahwa membangun pada peruntukan yang tepat niscaya akan terhindar dari bencana alam kemudian hari.Lumbung padi pada masyarakat sasak mencerminkan rasa kesetia kawanan social yang tinggi terhadap manusia. Kedudukan sang arsitek agung menjadi sangat penting, karena dia ikut bertanggung jawab terhadap proses lahir, hidup dan runtuhnya bangunan beserta masyarakat pendukungnya. Di Bali dinamai Undaki, di Jawa disebut Kalang/Empu, Pendaki di Lombok, Mosalaki di Lio,, Mahmoli di Flores yang semuanya berarti’ manusia utama dan bijaksana.

Dengan segenap keunggulannya rumah-rumah tradisonal punya kekuatan yang harus tetap dijaga, bahkan layak dikembangkan selaras dengan dinamika kehidupan masyarakat modern. Kaerifan tradisi, pemahaman budaya serta cita rasa seni para arsitektur tradisional berhasil mewujudkan karya-karya arsitektur yang mengagumkan sekaligus mengharumkan citra bangsa.

Arsitektur Lokal

Budaya dan Arsitektur Tradisional Timor

Prinsip kepercayaan budaya pada masyarakat Timor adalah mereka mempercayai ada kekuatan supranatural, kekuatan alam gaib, dan prinsip kekerabatan menjadi falsafah hidup masyarakat suku. Hal yang sama pula untuk

Page 4: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

prinsip pemukiman dan arstektur tradisional mereka, yang selalu melihat akan kondisi alam. Rumah sebagai wujud arsitektur dengan wujud bulat, mencerminkan bentuk dari reaksi kondisi alam yang dingin sehingga wujud rumah tradisional atapnya berbentuk bulat menyentuh tanah serta tidak memiliki jendela sebagai reaksi akan kondisi alam.

Sejarah wujud arsitekturnya jenis rumah suku timor terbagi atas, rumah tinggal (ume kbat), rumah bulat (ume kbubu), rumah suku (ume mnasi/knaf), Istana (ume sonaf) dan lumbung (lopo). Lopo (rumah laki-laki) sendiri mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal bagi manusia berbentuk bulat bertiang empat yang mengandung fungsi lain sebagai tempat pertemuan, tempat upacara suku, juga sebagai tempat menyimpan bahan makanan (tetu Mnahat). Selain itu juga sebagaifempat penyimpanan dan pengamanan barang - barang harta kekayaan {bale mnasi) milik bersama keluarga atau suku yang bernilai mahal. Karena ketergantungan hidup pada alam, maka semua dalam membangun rumahpun masyarakat suku timor masih mempercayai bahan untuk konstruksi rumah dalam pemilihannya haras melihat jenis kayu tertentu karena memiliki kekuatan gaib. sistem konstruksinya menggunakan sistem pasak dan ikat untuk menyatukannya.

Budaya dan Arsitektur Ende

Wilayah Ende terdapat 2 masyarakat suku besar yaitu Ata Ende dan Ata Lio, dimana Ata Ende bermukim di daerah pesisir di sekitar bagian selatan kabupaten Ende. Ata Ende lebih mendapat pengaruh dari pedagang Makasar sebagai pendatang. Profesor Yosep Glinka (antropologi Ragawai) yang membuat studi tentang manusia NTT mengatakan “Ata Lio di Flores Tengah merapakan penducMftertua di Flores”. Permukiman suku Lio sendiri ada terdapat beberapa bangunan tradisional dengan funsinya masing-masing yang sangat berpengaruh sangat berpengarah terhadap pola tatanan permukiman suku Lio sendiri. Dalam masyarakat suku Ende Lio yang memaninkan peranan besar adalah kelompok suku. Rumah suku (sa’o ria ) bagi masyarakat Ende tidak hanya sebagai rumaha tempat berlindung mengerjakan aktifitas kehidupan saja akan tetapi memiliki fungsi sosial yaitu sebagai tempat kepala suku. Fungsi religius dari sao ria adalah sebagai tempat dilakukannya upacara adat, dan tempat untuk menyimpan benda - benda pusaka milik suku, yang dipercaya juga adalah menjadi tempat tinggal roh nenek moyang suku dan tempat manusia bertemu dengan Dua Ngga’e yang merapakan sumber dari tujuan akhir serta penyelenggara kehidupan dialam semesta.

Gambar 1.1 Uma Lopo dan LopaSumber: Arsitektur Unwira,1992

Page 5: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

Dalam tata pemukiman suku Ende terdapat beberapa jenis rumah antara lain : sa’o keda (tempat untuk bermusyawarah), sao’ baku (tempat untuk enyimpanan tulang leluhur) , kebo ria (sebagai lumbung) dan sa’o ria makna bahwa segala rencana, kesepakatan, putusan, rancangan, bahkan gagasan baru saja pun selalu berawal dari sa'o ria sebab, sebagaimana tradisi terwariskan, untuk menentukan waktu pelaksanaan ritual apa pun.

Secara procedural keadatan justru haras diadakan di sa'o ria, diprakarsai oleh mosalaki sebagai pemimpin dan tetua adat inti, juga sebagai sulung dalam keluarga yang disimbolkan dengan tengkorak kepala kerbau. Secara horisontal pola hubungan antar ruang pada Sa ’o Ria ini berintikanpada ruang tengah yang ditandai oleh adanya ruang bersama. Secara vertikal Sa’o Ria dibedakan menjadi Lewu (kolong) digunakan untuk memeliharan ternak , One (ruang tengah) adalah tempat tinggal manusia menjalankan aktivitas sehari - hari dan padha (loteng) adalah tempat menyimpan alat-alat dan benda sakral untuk upacara adat. Bentuk atap yang tinggi itu ini dihubungkan dengan kewibawaan para mosalaki yang dalam straktur adat dianggap dan dipandang lebih tinggi dari masyarakat adat biasa (faiwalu anakalo).

Gambar 1.2 Denah dan Bentuk Sa,o riaSumber: Arsitektur Unwira,1992

Gambar 1.3 Sa,o riaSumber: Arsitektur Unwira,1992

Page 6: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

Prinsip hidup masyarakat suku Ende-Lio yang memegang hubungan yang serasi, seimbang dan selaras antara manusia dengan alam, menunjukan tiang-tiang dengan bahannya terbuat dari kayu hutu. Bentuk atapnya terlihat unik yakni dibuat lebih tinggi (ghubu bewa) dari ramah biasa dengan bahan penutupnya dari ijuk, enau atau alang-alang. Sao’ria dengan system konstraksi rangka juga menggunakan sistim pasak dan ikat untuk menyatukan bahan dalam mendirikan Sao ’Ria

Kebudayaan dan Arsitektur tradisional Sumba

Pulau Sumba juga dikenal sebagai dunia para arwah atau leluhur. Hal ini disebabkan oleh kehidupan dan kepercayaan masyarakat Sumba akan keyakinan dari leluhur yang disebut”Marapu”.P erilaku sosial dan budaya masyarakat suku Sumba serta system tata nilai kehidupan sangat dipengaruhi oleh ajaran dan mitos kepercayaan “Marapu”. Demikian pula dalam arsitektur, yang menyatakan bahwa pembangunan rumah adat juga dikhususkan bagi tempat kediaman para marapu. Pada ramah pemukiman adat suku Sumba tidak semua ramah adat memiliki atap tinggi dan menjulang, karena ramah adat tersebut^esuai dengan fungsinya masing-masing. Rumah adat masyarakat Sumba diberi nama ,Uma\ Setiap uma memiliki nama berdasarkan status sosial penghuninya.

Sebutan Uma akan diikuti oleh nama ramahnya sesuai fungsi dan kegunaannya sebagai pusat kehidupan sosial dan seremonial. Masyarakat Sumba mengenal ada 3 (tiga) bentuk ramah dengan fungsi dan maknanya masing- masing dalam pola permukiman masyarakat sumba, yaitu : ramah dusun, ramah kebun dan ramah adat (uma batanggu).

Gambar 1.4 Denah Sa,o RiaSumber: Arsitektur Unwira,1992

Gambar 1.5 Uma BatangguSumber: Arsitektur Unwira,1992

Page 7: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

Filosofi ramah orang Sumba, ramah bukan sekedar tempat bernaung dari hujan dan panas tetapi ramah merapakan mikrokosmos dari dunia yang makro kosmos. Sehingga dalam ramah orang Sumba dibagi menjadi tiga bagian: yaitu bagian bawah ramah, bagian tengah, dan bagian atas ramah yang mencerminkan simbol alam dalam pandangan suku Sumba.

Tempat paling atas (loteng)/Alam atas sebagai tempat para dewa disebut “toko uma” merupakan ruangan yang bersifat sakral benda benda berharga seperti emas, juga digunakan sebagai tempat menyimpan hasil panen.Ruangan di tengah disebut bei umal Alam tengah sebagai tempat bagi manusia atau badan rumah, merupakan tempat aktifitas manusia Terakhir adalah bagian bawah atau kolong Alam bawah sebagai tempat para arwah leluhur, dan juga oleh masyarakat setempat sebagai tempat memelihara ternak. menurut kepercayan masyarakat Sumba rumah adat itu dibuatkan menara setinggi mungkin agar semakin dekat dengan sang pencipta bagi kepercayaan mereka (marapu) dan senantiasa melihat India - lawa, yang menurutnya adalah tanah leluhur, asal-usul nenek moyang mereka. Sistem struktur dan konstruksi uma batangu (menara joglo sumba “menara tinggi”), maupun uma kudu/uma maringu (menara joglo jawa “menara rendah”) dan uma ouma (atap limasan) memiliki bentuk yang sama yaitu memiliki struktur rangka berupa rumah panggung.

Budaya dan Arsitektur Tradisional Manggarai (Waerebo)Leluhur Wae Rebo mewariskan tujuh buah rumah adat. Tiga buah rumah di

antaranya sudah punah di makan usia dan kini tinggal empat buah rumah saja yang masih berdiri kokoh (Antar, 2010:31). Adat dan budaya Manggarai menyebar di tiga kabupaten ujung barat Pulau Flores, yaitu Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat. Wae Rebo merupakan satu-satunya kampung adat tradisional yang masih tersisa di ketiga Kabupaten Manggarai.

Letak geografis dan keunikan budaya Wae Rebo membuat masyarakatnya berbeda dengan masyarakat lain, bahkan dengan masyarakat desa sekitar. Masyarakat Wae Rebo masi sering melakukan upacara upacara adat. Untuk melakukan upacara adat secara umum biasa dilakukan di compang ( panggung lingkaran di tegah kampong Wae Rebo) yang digunakan masyarkat Wae Rebo untuk melakukan persembahan. Rumah adat Wae Rebo dikenal dengan sebutan mbaru niang yaitu rumah bundar berbentuk kerucut. Mbaru niang terdiri atas lima tingkat, yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri.

Gambar 1.6 Pembagian Uma BatangguSumber: Arsitektur Tradisional Sumba

Page 8: Keragaman Lokalitas Arsitektur Tradision

Tingkat pertama adalah lutur (tenda), yang akan ditempati masyarakat. Tingkat kedua adalah lobo (loteng), yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang lainnya. Tingkat ketiga adalah lentar, untuk menyimpan benih-benih seperti jagung, padi dan kacang-kacangan. Tingkat keempat adalah lempa rae, sebagai tempat stock makanan cadangan. Tingkat kelima adalah hekang kode digunakan untuk menyimpan langkar (anyaman dari bambu berbentuk persegi guna menyimpan sesajian buat leluhur). Rumah adat Wae Rebo terdapat di tingkat kelima, Hekang Kode selain sebagai tempat menyimpan persembahan juga digunakan untuk upacara-upacara adat. Salah satunya adalah upacara ancam bobong.

Daftar Pustaka

Soebroto M.2008, Dari Arsitektur Tradisional menuju Arsitektur Indonesia.Jakarta. MYRTLE PublisingRiyana Septi, Antariksa, Ernawati J,I.2014.Sistem Organisasi Keruangan pada Lansekap Tradisional Hindu-Kejawen di Dusun Djamuran, Kec.Wagir Malang.Perspektif.9Soedigdo D,Haryasakti A,Usop B.T, I Elemen-Elemen Pendorong Kearifan Lokal pada Arsitektur Nusantara. Perspektif. 9Messakh J. II. 2014 Akulturasi yang Mengedepankan Lokalitas dalam Membentuk Identitas Arsitektur Nusa Tenggara Timur.E-Journal Graduate.Antariksa. 2009. Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan Binaan.http://antariksaarticle.blogspot.com/2009/08/kearifan-lokal-dalam-arsitektur.html

Gambar 1.5 Rumah Adat Waerebo Sumber: Arsitektur Unwira,1992