Keragaman Budaya Maluku

15
Keragaman Budaya Maluku PUKUL MANYAPU (SAPU LIDI) PUKUL SAPU LIDI, yang dilaksanakan oleh Raja masyaraka Negeri Mamala di Ambon - Maluku, dimana acara tersebut diselenggarakan pada setiap 7 (tujuh) hari seusai Hari Besar Islam "IDUL FITRI", dimana ciri khas acara tersebut yaitu Pukul Sapu Lidi Aren ketubuh antara lawan satu dengan yang lainnya, dengan beberapa syarat tidak boleh mengenai muka dan atau bagian pital lawannya. Acara tradisi PUKUL SAPU LIDI ini sudah berjalan sejak beberapa ratus tahun lahu di Negeri Mamala, sehingga hampir seluruh masyarakat disekitar Pulau Ambon maupun wisatawan asing yang mengetahui acara tardisi tersebut pasti padat menghadiri dan menyaksikan acara tradisi PUKUL SAPU LIDI tersebut,tradisi ini di lakukan dalam rangka memeriakan hari raya idul fitri…dengan maksud tujuan saling menimbulkan rasa saling kekeluargaan dan kebersamaan dalam hidup dan tanpa dendam satu sama lain.dengan menggunakan sapu lidi yang berukuran lumanyan besar semua peserta saling berhadapan satu sama lain dan saling memukul- mukulkan sapu lidi itu ke depan lawan nya sambil berjalan keci.setelah itu baru akan gentian yang lawan yang sudah kena pukulan gantian melakukan hal yang sama kepada yang tadi di depan nya. Setelah acara selesan semuapeserta diberi minyak adat yang tlah di beri doa-doa khusus. Nama minyak tersebut adalah minyak tasalah. Pukul Manyapu atau Baku Pukul Manyapu merupakan atraksi unik dari Maluku Tengah yang biasanya dipentaskan di Desa Mamala dan Desa Morella, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Berlangsung setiap 8 syawal (penanggalan Islam) dimana telah berlangsung dari abad XVII yang diciptakan seorang tokoh agama Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 8 syawal setelah Idul Fitri. Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah masyarakat setempat yaitu perjuangan Kapiten Tulukabessy beserta pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di tanah Maluku. Pasukan Tulukabessy bertempur untuk

Transcript of Keragaman Budaya Maluku

Keragaman Budaya Maluku PUKUL MANYAPU (SAPU LIDI)PUKUL SAPU LIDI, yang dilaksanakan oleh Raja  masyaraka Negeri Mamala di Ambon - Maluku, dimana acara tersebut diselenggarakan pada setiap 7 (tujuh) hari seusai Hari Besar Islam "IDUL FITRI", dimana ciri khas acara tersebut yaitu Pukul Sapu Lidi Aren ketubuh antara lawan satu dengan yang lainnya, dengan beberapa syarat tidak boleh mengenai muka dan atau bagian pital lawannya.Acara tradisi PUKUL SAPU LIDI ini sudah berjalan sejak beberapa ratus tahun lahu di Negeri Mamala, sehingga hampir seluruh masyarakat disekitar Pulau Ambon maupun wisatawan asing yang mengetahui acara tardisi tersebut pasti padat menghadiri dan menyaksikan acara tradisi PUKUL SAPU LIDI tersebut,tradisi ini di lakukan dalam rangka memeriakan hari raya idul fitri…dengan maksud tujuan saling menimbulkan rasa saling kekeluargaan dan kebersamaan dalam hidup dan tanpa dendam satu sama lain.dengan menggunakan sapu lidi yang berukuran lumanyan besar semua peserta  saling berhadapan satu sama lain dan saling memukul-mukulkan sapu lidi itu ke depan lawan nya sambil berjalan keci.setelah itu baru akan gentian yang lawan yang sudah kena pukulan gantian melakukan hal yang sama kepada yang tadi di depan nya. Setelah acara selesan semuapeserta diberi minyak adat yang tlah di beri doa-doa khusus. Nama minyak tersebut adalah minyak tasalah.

Pukul Manyapu atau Baku Pukul Manyapu merupakan atraksi unik dari Maluku Tengah yang biasanya

dipentaskan di Desa Mamala dan Desa Morella, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Berlangsung setiap

8 syawal (penanggalan Islam) dimana telah berlangsung dari abad XVII yang diciptakan seorang tokoh

agama Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan keberhasilan

pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 8 syawal setelah Idul Fitri.

Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah masyarakat setempat yaitu perjuangan Kapiten Tulukabessy

beserta pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di tanah Maluku.

Pasukan Tulukabessy bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapapaha dari serbuan penjajah

meskipun perjuangan mereka gagal dan Benteng Kapapaha tetap jatuh juga. Untuk menandai kekalahan

tersebut, pasukan Tulukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk hingga berdarah.

Tradisi Pukul Manyapu dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Desa

Mamala dan Desa Morella. Dipertunjukan oleh pemuda yang dibagi dalam dua kelompok dimana setiap

kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam berbeda itu akan bertarung satu

sama lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok lainnya

menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk

menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah sapu lidi dari pohon

enau dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.

Jalannya Atraksi

Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang sapu lidi di kedua

tangan. Ketika suara suling mulai ditiup sebagai aba-aba pertandingan dimulai kemudian kedua

kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan sapu lidi. Dimulai dengan kelompok bercelana

merah memukul kelompok bercelana hijau atau sebaliknya. Ketika dimulai maka suara cambukan lidi di

badan peserta akan terdengar dan darah pun keluar akibat sabetan lidi. Suasana ini akan membuat

tubuh Anda bergidik.

Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan tidak merasa kesakitan

walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu

dengan kekuatan mistis atau gaib, karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat

yang telah membenamkan rasa sakit.

Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut mengobati lukanya dengan menggunakan

getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan minyak nyualaing matetu (minyak tasala) dimana

mujarab untuk mengobati patah tulang dan luka memar.

Potensi Wisata

Tradisi pukul manyapu merupakan perayaan yang ditunggu-tunggu warga dan wisatawan setiap

tahunnya. Anda dapat melihat proses pembuatan pohon enau menjadi sebuah lidi dan juga pengolahan

minyak kelapa untuk pengobatan selepas tradisi ini. Selain itu, tradisi ini juga diramaikan dengan

permainan rebana, karnaval budaya, dan pertunjukan tari lokal seperti tari putri, tari mahina, dan tari

perang. Dikabarkan, desa Mamala dan desa Morella meraup untung dari kedatangan wisatawan baik

lokal, regional maupun internasional terutama dari Belanda.

http://palingindonesia.com/tradisi-pukul-manyapu-desa-morella-dan-desa-mamala-maluku/

 BAMBU GILASelain tradisi pukul sapu tersebut ada tradisi yaitu tradisi yang sering disebut dengan acara tradisi BAMBU GILA yang sangat dikenal oleh masyarakat Maluku maupun masyarakat daerah lain dimana acara tradisi BAMBU GILA sudah diketahui adalah berasal dari Maluku, namun masih banyak masyarakat daerah lain yang tidak mengetahui seperti apa acara yang disebut BAMBU GILA, tradisi bamboo gila ini di l;akukan dengan mengunakan sebuah bamboo yang di pengang oleh beberapa oaring dalam keadaan setengah meluk bamboo lalu bamboo tersebut di beri manyra atau bacaan oleh ketua adat daerah tersebut latu atraksi tradisi ini dapat berjalan.

Atraksi Bambu Gila (disebut juga Buluh Gila atau Bara Suwen) sekilas tampak sederhana. Ada sebilah bambu dengan panjang 2,5 m dan diameter 8 cm yang mendadak jadi lawan tangguh bagi tujuh lelaki dewasa. Namun kesan kesederhanaan itu hilang ketika mengetahui batang bambu itu seketika jadi liar, berat, dan sukar dikendalikan

setelah dirapalkan mantra oleh seorang pawang.

Pertama-tama sang pawang akan membakar kemenyan di atas tempurung kelapa. Dia kemudian mengembuskan asap kemenyan melalui buluh bambu yang dipercaya akan memanggil para arwah leluhur. Kehadiran para arwah itulah yang memberi kekuatan mistis bagi batang bambu yang digunakan dalam permainan.

Tak heran jika bambu yang dipakai dalam permainan ini bukan bambu sembarangan. Sang pawang harus meminta “restu” dari “penunggu” hutan sebelum menggunakannya. Dalam sebuah ritual adat, bilah bambu dipotong, dibersihkan, dicuci dengan minyak kelapa, lalu dihiasi dengan kain setiap ujungnya.

Pada pertunjukan berskala kecil, biasanya sang pawang akan mengunyah jahe yang terpotong tujuh, kemudian menyemburkannya ke batang bambu.

Kemudian sang pawang akan merapalkan mantra dalam bahasa Tana’, salah satu bahasa tradisional setempat. Berulang-ulang mantra diucapkan, aura mistis kian terasa dan memuncak ketika sang pawang berseru kencang: Gila! Gila! Gila!

Atraksi pun dimulai. Musik mengalun kencang dan tujuh pria dewasa ikut terayun-ayun, terguncang-guncang, meliuk-liuk oleh bambu yang mereka peluk erat.

Sekuat tenaga ketujuh lelaki itu mengerahkan segala kemampuan mereka. Namun bambu itu justru kian berat dan liar — apalagi saat irama musik dipercepat serta tifa (alat musik khas Maluku) ditabuh. Atraksi ini berakhir bilamana para pemain jatuh pingsan di arena permainan.

Saat ini Bambu Gila sudah jarang ditemui dan lebih banyak dipentaskan di desa-desa kecil di Maluku, misalnya Desa Liang, Kecamatan Salahatu, dan Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

Namun demikian, atraksi ini dimodifikasi menjadi sebuah tarian lincah dengan buluh (bambu) yang didekap kedua tangan sementara kaki bergerak lincah.

Gerakan itu berlangsung dalam harmoni seakan menggambarkan persatuan dan kesatuan serta semangat gotong royong “Masohi” — sebuah spirit luhur masyarakat Maluku sejak lama. 

Sumber: http://id.shvoong.com/travel/destination/2156622-atraksi-bambu-gila-budaya-indonesia/#ixzz2luYOkz7a

TARIAN CAKALELESelain 2 tradisi diatas ada lagi tradisi tarian yang masyarakat Maluku sebut “ TARIAN CAKALELE “  tarian cakalele adalah sebuah tarian masyarakat Maluku yang menggambarkan sebuah tarian kegembiraan melepas dari suatu masalah dan manggmbarkan munculnya kebahasiaan baru yang muncul dari kebersamaan yang tercipta dari masyarakat Maluku. Dengan tarian yang diiringi dari dengan music lebih menambah suka cita dan semangat kegembiraan.tarian cakalele ini di adakan tidak menentu kapan waktunya. Tarian itu bias kapanpun di adakan itu tergantung dari yang  mau adakan acara tersebut. Contohnya tarian itu diadakan pas ada acara pernikahandi selah – selah acara pernikahan tersebut bisa di selipkan tarian tersebut.

Tari perang Cakalele atau disebut juga Kabasaran adalah tarian adat setempat warga masyarakat Sulawesi Utara yang merupakan warisan asli yang telah ada sejak jaman dahulu di wilayah ini. Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut �Pa � Wasalen� dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku. Kata Kawasalan ini kemudian berkembang menjadi "Kabasaran" yang merupakan gabungan dua kata �Kawasal ni Sarian� �Kawasal� berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan �Sarian� adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa. Perkembangan bahasa melayu Manado kemudian mengubah huruf �W� menjadi �B� sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata �besar� dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya menjadi tarian penjemput

bagi para Pembesar-pembesar. Pada zaman dahulu para penari Kabasaran, hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, dalam kehidupan sehari-harinya mereka adalah petani dan rakyat biasa. Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari Kabasaran menjadi Waraney. Busana yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan kain �Patola�, yaitu kain tenun merah dari Tombulu dan tidak terdapat di wilayah lainnya di Minahasa, seperti tertulis dalam buku Alfoersche Legenden yang di tulis oleh PN. Wilken tahun 1830, dimana kabasaran Minahasa telah memakai pakaian dasar celana dan kemeja merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis Minahasa punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus Kabasaran dari Remboken dan Pareipei, mereka lebih menyukai busana perang dan bukannya busana upacara adat, yakni dengan memakai lumut-lumut pohon sebagai penyamaran berperang. Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an, kain tenun asli mulai menghilang sehingga kabasaran Minahasa akhirnya memakai kain tenun Kalimantan dan kain Timor karena bentuk, warna dan motifnya mirip kain tenun Minahasa seperti : Kokerah, Tinonton, Pasolongan dan Bentenan. Topi Kabasaran asli terbuat dari kain ikat kepala yag diberi hiasan bulu ayam jantan, bulu burung Taong dan burung Cendrawasih. Ada juga hiasan tangkai bunga kano-kano atau tiwoho. Hiasan ornamen lainnya yang digunakan adalah �lei-lei� atau kalung-kalung leher, �wongkur� penutup betis kaki, �rerenge�en� atau giring-giring lonceng (bel yang terbuat dari kuningan). Seiring tidak ada lagi peperangan antar daerah, tari Kabasaran kini dijadikan sebagai tari penyambutan tamu dan hiburan warga Minahasa ketika menyelenggarakan pesta adat. Seringkali, tarian ini hadir sebagai hiburan warga ketika propinsi Sulawesi Utara menyelenggarakan festival adat. - See more at: http://visitlembeh.com/artikel25-tarian-perang-cakalele-(kabasaran).html#sthash.uiixgwLO.dpuf

 TARIAN LENSOTari Lenso adalah sebuah tarian tradisional yang dalam perkembangannya telah menjadi suatu

tarian tradisi yang dikreasikan dan mengkisahkan tentang tata pergaulan muda mudi masyarakat

Minahasa yang mana pada umumnya gadis-gadis Minahasa dalam mencari pria yang akan menjadi

pasangan hidupnya sangat selektif dimana pria yang diidamkannya harus memiliki semangat

bekerja yang baik, berwibawa, memiliki tata kerama yang baik karena para gadis Minahasa

meyakini bahwa pilihannya itu pasti dan senantiasa dapat memenuhi harapan di hari tua.

Dalam garapan Tari Lenso diungkapkan bagaimana seorang pria menggunakan cara-cara yang jitu

untuk memikat gadis yang diincarnya. Namun apapun caranya apabila kriteria serta ungkapan hati

nurani belum memenuhi sang gadis maka pria tersebut pasti ditolaknya, demikian seterusnya

sehingga gadis ini dapat memilih mana pria yang tepat untuk diterimanya.

Tari Lenso berkembang di Minahasa dan dimana ada masyarakat Kawanua bermukim. Penari terdiri

dari Pria dan Wanita dengan jumlah penari wanita 3 (tiga) oranga atau lebih, Pria 3 (tiga) orang atau

lebih. Penyebarannya di Wilayah Minahasa serta wilayah lainnya dimana ada masyarakat Kawanua

bermukim.

Musik Pengiring Tari Lenso :1. Tambur Minahasa

2. Suling

3. Musik Kolintang

4. Tetengkoren

5. Momongan

http://www.seputarsulut.com/tari-lenso/

ABDAUTradisi abdau adalah bagian dari parade budaya lokal di Negeri Tulehu, yang terletak di sebelah timur kota Ambon atau sekitar 25 kilometer dari Ambon. Parade budaya ini dirayakan setiap tahun pada Hari Raya Idul Kurban. Atraksi abdau dilakukan dengan cara, ratusan pemuda dengan sekuat tenaga memperebutkan sebuah bendera bertuliskan huruf arab warna putih “Lailaha ilallah muhammadarrasulullah” (Kami bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). 

 Bedera hijau berenda benang kuning emas itu diikatkan ke tongkat bambu sepanjang 2 meter. Warna hijau melambangkan kesuburan, warna kuning emas melambangkan kemakmuran.

Nuansa kekerasan sangat kental dalam ritual ini. Ratusan pemuda, tua dan muda berdesak-desakan, ada yang melompat dari atas pagar atau atap rumah supaya bisa berada di atas kerumunan dan berjalan di atas tubuh-tubuh yang sedang berebut bendera. Tak jarang, mereka yang berdiri di atas tubuh teman-temannya jatuh ke tanah dan terinjak kerumunan yang sedang bersemangat tinggi. Rebutan bendera ini dilakukan sambil mengelilingi negeri hingga berakhir di Masjid Raya Negeri Tulehu. Selain atraksi abdau, sejumlah atraksi lain juga dipertontonkan seperti dabus, ilmu alfitrah, tarian sawat, tarian ma’ateru atau cakalele dan sejumlah atraksi budaya lainnya.

Sebagian pemuka adat dan agama di Tulehu mengatakan, tradisi abdau berasal dari kata abada yang artinya ibadah. Secara harfiah, abdau merupakan sebuah pengabdian seorang hamba kepada Sang Pencipta. Asal usul tradisi Abdau diperkirakan dimulai sekitar tahun 1500 Masehi, seabad setelah masuknya Islam ke Tanah Hitu atau Jazirah Leihitu.

Abdau diselenggarakan secara rutin setiap Hari Raya Idul Adha karena dua alasan. Pertama, abdau merupakan refleksi nilai sejarah yang terinspirasi dari sikap pemuda Ansar yang dengan gagah dan gembira menyambut hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Peristwa itulah yang mengawali penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.

Alasan kedua, abdau merupakan refeksi dari masyarakat Tulehu tempo dulu yang hidup berkelompok di hena-hena (kampung-kampung kecil) di antara Gunung Salahutu hingga bukit Huwe, yang belum mengenal agama samawi. Mereka menyambut para ulama yang membawa ajaran agama Islam dengan rasa syukur, ikhlas, dan gembira. Masuknya Islam ke Tanah Hitu, khususnya Uli Solemata di bagian timur Salahutu adalah sebuah proses perubahan peradaban manusia menjadi lebih baik.

http://davefeodora.blogspot.com/2011/05/tradisi-abdau-tulehu-maluku.html

http://pisses-blogku.blogspot.com/2010/11/kebudayaan-serta-tradisi-masyarakat.html

Tari Katreji

RABU, 07 MARET 2012

Tari Katreji adalah tarian asal Portugis dipakai untuk acara ramah tamah. Tarian ini juga merupakan

penggambaran pergaulan anak muda. Tari Katreji dimainkan secara berpasangan antara w

Tari Katreji

anita dan pria dengan gerakan bervariasi yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian

Eropa pada umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya Eropa (Portugis dan

Belanda) dengan budaya Maluku.  

Hal ini lebih nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih menggunakan

bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu proses biligualisme. Tarian ini diiringi alat musik biola, suling

bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih

menonjol. 

Tari Katreji

Tarian ini masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang. Tarian ini biasanya

dibawakan saat pembukaan pesta seperti kawinan, perayaan hari-hari besar Maluku atau perayaan/upacara

adat.

http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-maluku/sosial-budaya/10697-tari-katreji

Tifa

Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku, Tifa mirip seperti

gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang

kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi

ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang

telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah.

bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan

papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.

Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional. Ini

biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara

adat maupun acara-acara penting lainnya.

Idiokordo

 Idiokardo adalah alat musik yang seperti siter berdawai tiga dengan cara di petik.

Alat musik ini disebut juga Tatabuhan.

Gong

Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia

Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik

tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.

Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada

gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya

masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya

menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi

kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan

dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara

dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari

menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena

satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan

mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.

Arababu

Arababu adalah alat musik jenis rebab yang terbuat dari bambu,

wadah gemanya terbuat dari kayu atau tempurung

Korno

Korno adalah alat musik yang dibuat dari siput yang dinamakan

Fuk-fuk. Alat musik ini dimainkan dengan cara ditiup. http://wirawandwilazuardy.blogspot.com/2010/11/maluku.html

PAKAIAN ADAT MALUKU

Sebagian besar pakaian adat hanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti

pernikahan, upacara adat dan lain-lain. Di daerah Maluku pakaian adat disebut Pakaian

baju Cale atau kain Selele. Pakaian adat ini biasa digunakan sebagai pelatikan raja,

cuci negeri, pesta negeri, acara panas pela dan lain-lain. Ciri-ciri dari baju Cele ini

terlihat dari motif garis-garis yang geometris/berkotak-kotak kecil. Baju cele ini biasanya

dikombinasikan dengan kain sarung yang warnanya tidak terlalu jauh berbeda, harus

seimbang dan serasi dan di kombinasi dengan kain yang pelekat yang disalele yaitu

disarung dari luar dilapisi sampai batas lutut dan dipakai Lenso (sapu tangan yang

diletakan di pundak). Pakaian ini dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai

selop. Konde/sanggul yaitu konde bulan yang diperkuat lagi dengan tusukan konde

yang disebut haspel yang terbuat dari emas atau perak. Selain itu ada juga  Baju Nona

Rok

Kebaya putih tangan panjang berlengan kancing dari jenis kain Brokar halus.

Pengikat pinggang terbuat dari perak yang disebut pending. Pada bagian bawah

mungkin sedikit modern yakni memakai Sepatu vantovel berwarna hitam dan berkaos

kaki putih. Selain itu pada pakaian perempuan mengenakan Rok yang dibuat/dijahit lipit

kecil sekali dari jenis kain motif kembang kecil-kecil warna merah atau orange. Seperti

halnya orang Jawa Pada, pada bagain atas perempuan menggunakan konde yang

dibuat dari rambut asli atau konde palsu yang siap dipakai yaitu konde Bulan. Selain itu

ada juga bagian-bagain perlengkapan konde sebagai berikut:

1. Tusuk konde disebut Haspel yang dibuat dari emas atau perak.

2. Kak kuping 4 buah ditusuk pada lingkaran konde bentuknya seperti kembang terbuat dari

perak atau emas.

3. Sisir Konde diletakan pada bagian tengah dari konde tersebut dibuat juga dari emas atau

perak.

4. Bunga Ron dilingkar pada konde tersebut dibuat dari bahan gabus atau Papeceda.

Sebagain besar pakaian adat hanya membuat bagian luarnya saja. Di Maluku tidak

hanya membuat pakain luar, namun ada juga yang menjadi ciri khas pakaian Maluku

yaitu memperhatikan pakaian dalam juga. Berikut bagian-bagian pakaian dalam seperti

Cole, yaitu baju dalam atau disebut kutang yang dipakai/digunakan sebelum memakai

kebaya. Ada Cole berlengan panjang tapi ada juga Cole berlengan pendek dan pada

bagian atasnya diberi renda border. Cole sendiri terbuat dari kain putih, sedangkan

bagian belakang dari Cole tersebut disebut belakang cole dibordir bagian belakang.

Sedangkain pada bagian depan, Cole memakai kancing dan pada bagian ujung lengan

diberi renda bordir. Selain itu pada golongan menengah atau orang-orang terpelajar

dan keluarga goolongan pemerintahan seperti guru, pendeta. Pakaian ini disebut

pakaian Nona Rok. Pakaian ini dipakai pada acara-acara penting yaitu pesta

perkawianan acara kenegaraan dan lain-lain.

            Masih banyak bagian-bagian juga bahan yang digunakan pada pakaian adat

Maluku tersebut. Untuk lebih spesifinya berikut bagian-bagian dan bahan yang

digunakan pada pakaian adat Maluku, baik yang dipakai oleh pria atau perempuan.

Baniang Putih & Kebaya Dansa

Baniang Putih

Baniang putih bentuknya seperti kemeja tapi lehernya bundar dan diberi kancing putih.

Baniang putih dipakai dibagian dalam pakaian lelaki yaitu kebaya dansa.

Kebaya Dansa

Kebaya dansa bentuknya seperti kemeja leher bundar tidak memakai kancing.Jenis

kain boleh polos tapi boleh juga jenis kembang kecil.Pakaian ini dipakai pada waktu

pesta rakyat oleh lelaki, sedang wanita memakai pakaian rok.

Kebaya Putih Tangan Panjang dan Kain Silungkang & Kebaya Hitam Gereja

Kebaya Putih Tangan Panjang dan Kain Silungkang

1. Kebaya putih tangan panjang; kebaya ini terbuat dari kain brokar warna putih dan memakai

kancing pada tangan kebaya dan kebaya pakai kancing peniti emas.

2. Cole: yaitu baju dalam yang lebih dikenal dengan istilah kutang. Cole ini berelengan sampai

ke sikut dan pada bagian atasnya diberi renda. Cole ini dibuat dari kain putih sedangkan

bagian belakang yang dikenal dengan istilah belakang Cole itu juga dibordir. Bagian depan

Cole juga memakai kancing.Kain yang dipakai adalah kain silungkang berwarna merah

dengan motif kembang berwarna emas.

3. Cenela adalah berupa slop yang dipakai dengan kaos kaki putih. Cenela dihiasi dengan

motif kembang berwarna emas.

4. Konde/sanggul: yaitu konde bulan yang diperkuat dengan tusuk konde yang disebut

karkupeng. Pakaian ini dipakai pada masa lalu oleh wanita-wanita, keluarga raja, keluarga

guru, dan keluarga pendeta

Kebaya Hitam Gereja

1. Kebaya ini bermotif baju cele, berlengan panjang dari kain brokar hitam, juga kain sarung

dari jenis brokar yang sama. Pakaian ini dipakai boleh memakai kain pikul boleh juga tidak.

2. Cenela hitam dipakai dengan kaos kaki putih.

3. Sapu tangan/lenso berwarna putih dan berenda.

4. Konde/sanggul yaitu konde bulan yang diperkuat dengan tusuk konde yang disebut haspel

yang terbuat dari emas atau perak.

http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1092/pakaian-adat-maluku