Keracunan Bisa Ular

34
BAB I PENDAHULUAN Gigitan ular merupakan penyakit kegawatdaruratan yang terjadi hampir diseluruh dunia, terutama di area pedesaan. Pekerja agrikultur dan anak paling sering terkena. Insiden mortalitas gigitan ular tinggi terutama di area Asia Tenggara. Gigitan ular berbahaya akibat terdapatnya suatu racun yang dikeluarkan melalui saliva saat menggigit. 1 Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus berperan pada system pertahanan diri yang dikeluarkan oleh kelenjar ludah parotid pada ular. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks terutama protein yang memiliki aktivitas enzimatik. 2 Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas, dimana pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa kedalam tubuh mangsanya baik secara subkutan maupun intramuscular. 2 Kematian dan luka akibat gigitan ular berbisa terjadi hampir di seluruh bagian dunia, terutama di 1

description

antivenom

Transcript of Keracunan Bisa Ular

Page 1: Keracunan Bisa Ular

BAB I

PENDAHULUAN

Gigitan ular merupakan penyakit kegawatdaruratan yang terjadi hampir

diseluruh dunia, terutama di area pedesaan. Pekerja agrikultur dan anak paling

sering terkena. Insiden mortalitas gigitan ular tinggi terutama di area Asia

Tenggara. Gigitan ular berbahaya akibat terdapatnya suatu racun yang dikeluarkan

melalui saliva saat menggigit.1 Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi

untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus berperan pada system pertahanan diri

yang dikeluarkan oleh kelenjar ludah parotid pada ular. Bisa ular tidak hanya

terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks terutama

protein yang memiliki aktivitas enzimatik. 2

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia.

Spesies ular dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa

memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas, dimana pada taring tersebut

terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa kedalam tubuh mangsanya baik

secara subkutan maupun intramuscular. 2

Kematian dan luka akibat gigitan ular berbisa terjadi hampir di seluruh

bagian dunia, terutama di bagian dunia yang beriklim tropis. Kasus gigitan ular

yang dilaporkan diperkirakan mencapai 300.000 orang per tahun dengan angka

kematian 50.000 sampai 100.000 orang.2 Di beberapa studi, jumlah kasus gigitan

ular diperkirakan mencapai 5 juta orang pertahun, dengan angka kematian

mencapai 100.000 orang. Kasus gigitan di Asia tenggara biasanya terjadi pada

petani padi, pekerja perkebunan, nelayan, pemelihara ular ataupun pada saat

pengambilan bisa. Namun demikian, kebanyakan korban gigitan ular tidak

mengetahui jenis ular yang menggigit sehingga menimbulkan kesulitan dalam

pengobatan menggunakan serum anti bisa ular.1 Serum anti bisa ular atau disebut

juga antivenin/ antivenom / antivene adalah produk biologis yang digunakan

untuk pengobatan gigitan ular berbisa. Pada setiap kasus sebagai gigitan ular,

harus dipastikan apakah gigitan tersebut disebabkan ular berbisa.3

1

Page 2: Keracunan Bisa Ular

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komposisi Sifat dan Mekanisme Kerja Bisa Ular

Lebih dari 90% bisa ular merupakan protein. Setiap bisa (venom)

mengandung lebih dari 100 jenis protein yang berbeda: berupa enzim

(terbagi atas 80-90% viperid dan 25-70% elapid), non enzymatic

polypeptide toksin, dan protein non toksin seperti nerve growth factor. 1

Enzim venom1

Termasuk hydrolase, hyaluronidase, dan activator atau inaktivator proses

fisiologis seperti kininogenase. Hampir semua venom mengandung l-

amino acid oxidase, fosfomono-diesterase, 5’-nukleotidase, DNAase,

NAD-nuckleosidase, fosfolifase A2, dan peptidse;

Enzim zink metalloproteinase hemoragin: merusak endotel vascular

sehingga menyebabkan perdarahan

Enzim prokoagulan: venom Vipiridae dan beberapa Elapidase dan

Colubridae mengandung serine protease dan enzim prokoagulan lain yang

kerjanya seperti thrombin atau activator faktor X, prothrombin dan faktor

pembekuan. Enzim ini menstimulasi pembekuan darah dengan membentuk

fibrin dalam pembuluh darah. Sebaliknya, proses ini menyebabkan darah

tidak dapat membeku karena hampir semua bekuan fibrin dipecah oleh

system fibrinolitik plasmin tubuh dan kadang dalam 30 menit setelah

gigitan, derajat faktor koagulasi menurun yang menyebabkan darah tidak

dapat membeku. Beberapa venom mengandung toksin yang mengaktivasi

faktor V, X, IX, XIII, fibrinolysis, protein C, agregasi platelet,

antikoagulasi dan perdarahan.

Enzim fosfolipase A2 (lecithinase): merusak mitokondria,

eritrosit,leukosit, platelet, saraf tepi, otot skelet, endotel vascular, dan

membrane lain; memproduksi aktivitas neurotoksik presinaps, efek

sedative seperti opiate, yang menyebabkan pelepasan autofarmakologikal

dari histamine dan antikoagulasi.

2

Page 3: Keracunan Bisa Ular

Asetilkolinesterase: meskipun ditemukan banyak di venom elapid, enzim

ini tidak berkontribusi terhadap neurotoksisitas.

Hyaluronidase: menyebabkan penyebaran venom diseluruh jaringan.

Venom polypeptide toksin (neurotoksin)

– Postsinaptic neurotoksin: alfa-bungarotoxin mengikat reseptor

acetilkolin di motor endplate

– Presiaptik neurotoksin beta-bungarotoxin, crotoxin, taipoxin yang

melepaskan asetilkoline di neuromuscular junction dan merusak

endplate

B. Jenis-jenis ular berbisa4

Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam

4 familli utama yaitu:

Famili Elapidae misalnya ular cobra, ular weling, ular welang, ular

sendok, ular anang dan ular cabai

Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan

ular bandotan puspo

Familli Hydrophidae, misalnya ular laut

Familli Colubridae, misalnya ular pohon

Ular jenis Crotalidae disebut juga Viperidae atau pit vipers karena

kepala berbentuk triangular, pupil matanya elips, serta terdapat

lubang antara hidung dan mata. (Gambar 2). Lubang tersebut pada

jenis pit viper berfungsi sebagai organ sensoris terhadap panas. Pit

viper mudah dikenal dari taringnya yang cukup panjang, sekitar 3-

4 cm.3 Jenis ular berbisa dari family. Elapidae misalnya coral

snake mempunyai kepala kecil dan bulat, dengan pupil bulat dan

taring lebih kecil sekitar 1-3 mm. Coral snake mudah diidentifikasi

3

Page 4: Keracunan Bisa Ular

karena warnanya terang, misalnya belang hitam dan merah atau kuning.

Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau

tidak dapat dipakai rambu – rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan

luka bekas gigitan sebagai berikut:

Ciri – ciri ular tidak berbisa:3

Bentuk kepala segi empat panjang

Gigi taring kecil

Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung

4

Page 5: Keracunan Bisa Ular

Ciri – ciri ular berbisa:

Kepala segi tiga

Dua gigi taring besar di rahang atas

Dua luka gigitan utama akibat gigi taring

C. Patofisiologi4

Racun/bisa diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah

mata. Racun disimpan dibawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapat

bertambah sampai 20 mm pada ular berbisa yang besar. Bisa ular terdiri

dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah bisa, efek

letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular.

Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur.

Secara mikroskop electron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan

protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding

pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma.

Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang

ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah

sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat

pada bisa ular misalnya Larginine esterase menyebabkan pelepasan

bradikinin sehingga menimbulkan rasa nyeri, hipotensi, mual dan muntah

serta seringkali menimbulkan keluarnya keringat yang banyak setelah

terjadi gigitan. Enzim protease akan menimbulkan berbagai variasi

nekrosis jaringan Phospholipase A menyebabkan terjadi hidrolisis dari

membran sel darah merah. Hyaluronidase dapat menyebabkan kerusakan

dari jaringan ikat. Amino acid esterase menyebabkan terjadi KID. Pada

5

Page 6: Keracunan Bisa Ular

kasus yang berat bisa ular dapat menyebabkan kerusakan permanen,

gangguan fungsi bahkan dapat terjadi amputasi pada ekstremitas.

D. Epidemiologi1

Insidensi laki-laki lebih sering daripada perempuan, kecuali pekerjaan

yang memang didominasi oleh perempuan (pemetik teh dan kopi). Usia

puncak yaitu pada anak dan dewasa muda yaitu sekitar usia antara 17

tahun,sering kali dalam kondisi mabuk, sedang melakukan aktivitas

berkebun, sedang menangkap bahkan bermain dengan ular. Pada wanita

hamil, snake bite menyebabkan risiko pada ibu dan fetus, terutama

menyebabkan perdarahan dan abortus. Risiko gigitan ular berhubungan

dengan pekerjaan: petani, pekerja perkebunan, pemburu, nelayan, pawang

ular dll. Waktu gigitan biasanya terjadi pada malam hari dan gigitan lebih

sering terjadi pada ekstremitas. Malik dkk pada tahun 1992 melakukan

penelitian terhadap korban gigitan ular, mendapatkan tempat gigitan pada

tungkai atau kaki (83,3%) dan lengan atau tangan (17,7%).

E. MANAJEMEN

Berikut merupakan tahap penanganan gigitan ular:1

o Penanganan pertama (first aid treatment)

o Transportasi ke rumah sakit

o Penilaian klinis yang cepat dan resusitasi

o Melakukan penilaian detail dan special diagnosis

6

Page 7: Keracunan Bisa Ular

o Melakukan pemeriksaan lab

o Memberikan penanganan antivenom

o Mengamati respon antivenom

o Memutuskan dosis antivenom berikutnya yang dibutuhkan

o Melakukan penanganan suportif

o Melakukan penanganan pada area yang tergigit

o Rehabilitasi

o Penanganan komplikasi kronik

1. Penanganan pertama1

Penanganan awalnya adalah membawa pasien sesegera mungkin ke rumah

sakit atau pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan oleh korban

gigitan ulat sendiri atau dibantu oranglain. Sayangnya, banya sekali

penanganan tradisional yang tersedia dan dapat dilakukan dengan mudah

yang ternyata tidak berguna dan bahkan sebenarnya berbahaya. Metode ini

termasuk: membuat insisi local, atau melakukan tusukan pada daerah

gigitan, mencoba untuk mengeluarkan bisa dari luka, mengikat/ memasang

turniket disekitar ekstremitas, syok elektrik, pemberian bahan kimia

topical, herbal atau es. Selain itu, hal yang paling ditakutkan pada korban

adalah terjadinya paralisis pernafasan sebelum sampai di pelayanan

kesehatan. Hal ini dapat diminimalkan dengan membawa korban ke rs

dengan menggunakan kendaraan yang cepat, contohnya motor.

Adapun hal yang harus diperhatikan dalam penanganan awal:

o Tenangkan pasien yang gelisah

o Imobilisasi tubuh pasien dengan membaringkan tubuhnya pada

posisi yang nyaman dan aman, terutama, imobilisasi di ekstremitas

daerah gigitan dengan splint atau kain. Hal ini dikarenakan setiap

pergerakan atau kontraksi otot dapat menyebabkan peningkatan

absorpsi venon ke pembuluh darah dan limfe

7

Page 8: Keracunan Bisa Ular

o Jika fasilitas tersedia, pertimbangkan melakukan pressure-

imobilisasi

o Hindari segala intervensi pada luka termasuk menginsisi,

menggosok, memijat, membersihkan dengan air atau memberikan

herbal atau bahan kimia karena hal ini dapat menyebabkan infeksi,

peningkatan absorpso venom dan meningkatkan perdarahan local.

o Jangan memasang turniket atau mengikat ekstremitas di area

gigitan, hal ini dapat menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh

darah dan menyebabkan nyeri. Pemasangan turniket yang terlalu

lama (lebih dari 40 menit) menyebabkan iskemia sehingga

menimbulkan gangrene

2. Transportasi ke rumah sakit1

Pasien harus dibawa ke tempat dimana ia dapat memperoleh penanganan

medis dengan cepat tetapi memperhatikan keamanan. Setiap pergerakan

terutama ekstremitas yang tergigit, harus dikurangi pergerakannya untuk

mencegah absorpsi venom.

3. Penanganan di pelayanan kesehatan1

o Penilaian klinis cepat dan resusitasi

Melakukan pendekatan ABCDE

o Airway

o Breathing (pergerakan nafas)

o Circulation (pulsasi arteri)

o Disability of nervous system (tingkat kesadaran)

o Exposure and environmental control (menjaga dari dingin,

risiko drowning dll)

Patensi jalan nafas, pergerakan nafas, pulsasi arteri dan level

kesadaran harus segera dinilai. Pada kasus ini Glasgow coma scale

tidak dapat digunakan untuk menilai derajat kesadaran pada pasien

yang mengalami paralisis akibat venom neurotoksin.

Resusitasi dilakukan apabila:

8

Page 9: Keracunan Bisa Ular

o Ditemukan hipotensi menetap dan syok yang disebabkan

efek kardiovaskular dari venom, dan efek sekunder seperti

hipovolemia, pelepasan mediataor inflamasi, syok

hemoragik dan anafilaksis.

o Gagal nafas akibat neurotoksin yang menyebabkan paralisis

otot nafas

o Terjadinya deteriotasi spontan akibat pelepasan turniket

yang ketat atau kompresi bandage dengan tidak hati-hati

o Henti jantung yang disebabkan oleh hyperkalemia akibat

terjadinya lisis otot (rabdomyolisis) setelah tergigit ular laut

seperti kraits dan Russells vipers

o Jika pasien datang terlambat: menyebabkan gagal ginjal

dan septicemia yang dapat dilihat dari adanya nekrosis local

o Penilaian klinis detail dan special diagnosis1

o Anamnesis

Tanyakan 4 pertanyaan inisial berikut:

1. In what part of your body have you been bitten?

Dokter harus segera melihat apakah pasien benar-benar

digigit oleh ular (bekas gigitan taring) dan tanda-tanda

dari keracunan local

2. When and under what circumstances were you bitten?

Penilaian mengenai keparahan envenoming tergantung

seberapa lama pasien telah digigit. Jika pasien datang

dengan cepat ke rs, mungkin hanya terlihat tanda dan

gejala yang sedikit meskipun venom yang diinjeksikan

dalam jumlah yang banyak. Jika pasien tergigit pada

malam hari ketika tidur, pikirkan penyebabnya adalah

kraits; jika pada sawah padi, pikirkan ular kobra atau

Russel’s viper; jika pada kebun buah, mungkin oleh

ular hijau; jika korban sebelumnya berenang, pikirkan

kobra atau ular laut.

9

Page 10: Keracunan Bisa Ular

3. Where is the snake that bit you?

Jika ular telah mati, lakukan identifikasi. Jika ular

merupakan spesies yang tidak berbahaya, pasien dapat

segera dibawah ke pelayanan kesehatan.

4. How are you feeling now?

Gejala awal paling sering adalah muntah. Pasien akan

menjadi defibrinogenasi dan trombositopeni yang

menyebabkan perdarahan, terutama dari bekas gigitan.

Pasien harus ditanya seberapa banyak urine yang dapat

dikeluarkan setelah gigitan dan warnanya. Pasien yang

mengeluh tidak dapat tidur, atau kelopak mata jatuh

(ptosis) atau penglihatan ganda dapat dipikirkan

mengalami keracunan neurotoksin. Adanya

envenoming oleh ular laut, dalam 30 menit setelah

gigitan, dapat menyebabkan nyeri umum, nyeri tekan

dan kekakuan pada otot dan trismus.

o Pemeriksaan Fisik

Harus dilakukan penilaian pada area gigitan dan

mengevaluasi adanya local envenoming

Pemeriksaan pada area gigitan

• Luasnya edema yang juga berhubungan dengan

nyeri tekan saat palpasi (mulai dari proksimal)

• Nodus limfe didekat area gigitan harus dipalpasi

dan mengevaluasi adanya ekimosis atau limfangitis

• Teraba dingin disekitar area gigitan mungkin akibat

terbentuknya tromobosis intravaskular

• Evaluasi adanya sindrom kompartemen (jarang)

• Evaluasi tanda nekrosis awal (lepuhan, garis hitam,

atau pucat pada kulit, hilangnya sensasi, adanya bau

busuk

Gambaran klinis gigitan beberapa jenis ular:2

10

Page 11: Keracunan Bisa Ular

- Gigitan Elapidae

o Efek lokal (kraits, mambas, coral snake dan beberapa

kobra) timbul berupa sakit ringan, sedikit atau tanpa

pembengkakkan atau kerusakan kulit dekat gigitan. Gigitan

ular dari Afrika dan beberapa kobra Asia memberikan

gambaran sakit yang berat, melepuh dan kulit yang rusak

dekat gigitan melebar.

o Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit

yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di

sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.

- Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam

kemudian dalam bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir,

lidah dan tenggorokan sehingga menyebabkan sukar bicara,

kelopak mata menurun, susah menelan, otot lemas, sakit kepala,

kulit dingin, muntah, pandangan kabur dan mati rasa di sekitar

mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralis otot pernapasan sehingga

lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun, denyut nadi

lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali terjadi

dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam

dapat timbul gejala – gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi

dalam 24 jam.

- Gigitan Viperidae:

o Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam

berupa bengkak dekat gigitan untuk selanjutnya cepat

menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit dekat

gigitan

o Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa

jam berupa muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan

pada bekas gigitann (lubang dan luka yang dibuat taring

ular), hidung berdarah, darah dalam muntah, urin dan tinja.

Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah.

11

Page 12: Keracunan Bisa Ular

Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh, dan

kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang –

kadang tekanan darah rendah dan nadi cepat. Keracunan

berat ditandai dengan pembengkakkan di atas siku dan lutut

dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

- Gigitan Hidropiidae:

o Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersa tebal,

berkeringat dan muntah

o Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul

kaku dan nyeri menyeluruh, spasme pada otot rahang,

paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil,

dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin

warna coklat gelap (gejala ini penting untuk diagnostik),

ginjal rusak, henti jantung

- Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae:

o Efek lokal berupa tanda gigitan taring, pembengkakan,

ekimosis dan nyeri pada daerah gigitan merupakan indikasi

minimal ang perlu dipertimbangkan untuk memberian poli

valen crotalidae antivenin

o Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan tanda

penting

o Gigitan Coral Snake:

o Jika terdapat toksisitas neurologis dan koagulasi, diberikan

antivenin (Micrurus fulvius antivenin) (Sudoyo, 2006)

Tanda dan gejala lokal

- Tanda gigi taring

- Nyeri lokal

- Pendarahan lokal

- Bruising

- lymphangitis

- Bengkak, merah, panas

12

Page 13: Keracunan Bisa Ular

- Melepuh

- Necrosis

Gejala dan tanda sistemik umum1

o Umum

o mual, muntah, malaise, nyeri abdominal, weakness,

drowsiness, prostration

o Kardiovascular (Viperidae)

o Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse, shock,

hypotension, arrhythmia cardiac, oedema pulmo, oedema

conjungtiva

o Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae)

o Perdarahan dari luka gigitan

o Perdarahan sitemik spontan – dri gusi, epistaksis,

hemopteu, hematemesis, melena, hematuri, perdarahan per

vaginam, perdarahan pada kulit seperti petechiae, purpura,

Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada konjungtiva,

perdarahan intrakranial

o Neurologik (Elapidae, Russell’s viper)

o Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman

dan perabaan, “heavy” eyelids, ptosis, ophthalmoplegia

external, paralysis dari otot wajah dan otot lai yang di

inervasi oleh nervus kranialis, aphonia, difficulty in

swallowing secretions, respiratory and generalised flaccid

paralysis

o Otot rangka (sea snakes, Russell’s viper)

o Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles,

trismus, myoglobinuria, hyperkalaemia, cardiac arrest,

gagal ginjal akut

o Ginjal (Viperidae, sea snakes)

13

Page 14: Keracunan Bisa Ular

o LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria,

myoglobinuria, oliguria/anuria, tanda dan gejala dari

uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest

pain)

o Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russell’s viper)

o Fase akut: syok, hypoglycaemia

o Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan):

weakness, loss of secondary sexual hair, amenorrhoea,

testicular atrophy, hypothyroidism. (Warrell, 1999)

Pemeriksaan general

Ukur tekanan darah , heart rate

Periksa kulit dan membran mukosa apakah

terdapat petekie, purpura, ekimosis, juga

pada konjuntiva

Periksa sulci gingival adakah perdarahan

spontan

Periksa hidung apakah epistaksis

Nyeri tekan abdomen prdarahan GI atau

retroperitoneal

Nyeri punggung renal ischemia

Tanda lateralisasi neurologi, pupil anisokor,

konvulsi, gangguan kesadaran perdarahan

intrakranial

o Pemeriksaan Penunjang1

1. Pemeriksaan 20-minute whole blood clotting test (20WBCT)

14

Page 15: Keracunan Bisa Ular

2. Pemeriksaan kadar hemoglobin/hematocrit. Adanya hemolysis

intravascular akibat venom menyebabkan terjadinya anemia dan

hemokonsentrasi

3. Hitung platelet: menurun terutama pada viper dan elapid Australia

4. Hitung Sel darah putih : terjadi leukositosis neutrophil menunjukkan

adanya keracunan sistemik dibeberapa spesies

5. Apusan darah: adanya ditemukan sel merah yang fragmented (helmet

cell) akibat terjadinyan hemolysis mikroangiopati

6. Serum/plasma: dapat menjadi lebih pink atau coklat dari tampakan

makroskopis akibat hemoglobinemia atau myoglobinemia

7. Abnormalitas biokimia: aminotransferase dan enzim otot (creatini

kinase, aldolase dll) akan meningkat jika terjadi kerusakan otot local

yang parah. Peningkatan bilirubin diikuti ekstravasasi darah. Kalium,

kreatinin, urea dan nitrogen darah meningkat akibat gagal ginjal.

Terjadi hyperkalemia dapat dilihat dari terjadinya rabdomyolisis.

Bikarbonat menurun sehingga menyebabkan asidosis.

8. Pemeriksaan gas darah arterial: dapat menunjukkan adanya gagal

respirasi (keracunan neurotoksin) dan asidemia (asidosis metabolic

atau respiratorik)

15

Page 16: Keracunan Bisa Ular

9. Pemeriksaan urine: warna urine (pink, merh, coklat, hitam) harus

dicatat dan urine harus diuji Dipstik. Adanya silinder sel darah merah

mengindikasi perdarahan glomerulat. Proteinuria massif merupakan

tanda awal adanya gagal ginjal akut.

10. Elektrokardiografi

o Penanganan Antivenom1

Antivenom merupakan antidotum spesifik pada venom ular. Adalah sangat

menentukan keputusan apakah manajemen korban gigitan ular diberikan

antivenom atau tidak.

Antivenom pertama kali diperkenalkan sebagai penanganan gigitan ular

oleh Albert Calmetter pada 1980. Antivenom merupakan immunoglobulin

yang berasal dari plasma kuda, keledai atau domba yang dikebalkan

dengan 1 atau lebih venom ular. Antivenom monovalent (monospesifik)

merupakan antivenom yang dapat menetralisasi venon pada satu jenis

spesies ular, sedangkan antivenom polyvalent (polispesifik) merupakan

antivenom yang menetralisasi beberapa venom spesies ular.

Indikasi pemberian antivenom

Antivenom diberikan hanya kepada pasien yang apabila diberikan, dapat

mendapatkan keuntungan daripada risiko. Hal ini disebabkan antivenom

memiliki harga yang agak mahal dan reaksi efek samping yang dapat

membahayakan apabila penggunaannya tidak tepat.

Indikasi Antivenom

Antivenom diberikan jika terdapat tanda dan gejala pada pasien seperti

berikut:1

- Keracunan sistemik

o Abnormalitas hemostasis: perdarahan spontan, koagulopati

(20WBCT positif, PT menurun) atau trombositopenia

((<100 x 109/litre or 100 000/cu mm)

o Tanda neurotoksin: ptosis, oftalmoplegia eksternal,

paralisis

16

Page 17: Keracunan Bisa Ular

o Abnormalitas kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia

cardiac, abnormal EKG

o Gagal ginjal akut: oliguria/anuria, peningkatan kreatinin

dan ureum darah

o Hemoglobin-/myoglobinuria: urine coklat hitam, disptik

urine, hemolysis intravascular, rabdomyolisis, nyeri otot

dan hyperkalemia

o Laboratorium suportif

Administrasi antivenom

2 metode:

– IV push injection: by slow iv injection (not more than 2ml/min).

– IV infus: antivenom is diluted in 5-10 ml isotonic fluid per BW

Polivalent antivenom serum

– Liquid antivenom, 5 ml/ampule

– Perum biofarma, Bandung. Kapasitas produksi 40.000 vial/tahun

– Dosis pertama sebanyak 2 vial @5ml ditambahkan kedalam larutan

fisiologis menjadi 2 % dan diberikan sebagai cairan infus 40-80

tpm, diulang 6 jam kemudian

– Apabila gejala tidak berkurang, dapat terus diberikan setiap 24 jam

sampai maksium 80-100 ml

– Apabila tidak diencerkan, dapat diberikan langsung secara iv dg

sangat perlahan

Reaksi Antivenom1

1. Reaksi anafilaksis awal

Biasanya terjadi dalam 10-18 menit setelah dimulai pemberian

antivenom, pasien mulai gatal (sering di kulit kepala) dan berkembang

menjadi urtika, batuk, demam, nausea, muntah, kolik abdomen, diare,

takikardi. Kondisi ini juga dapat mengancam jiwa seperti hipotensi,

bronkospasme dan angioedema.

17

Page 18: Keracunan Bisa Ular

2. Reaksi pirogenik (endotoksin): biasanya berlangsung pada 1-2 jam

setelah pemberian antivenom. Gejala klinis menggigil dingin, demam,

vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Kejang demam dapat

terjadi. Reaksi ini disebabkan oleh kontaminasi selama proses

penanganan.

3. Reaksi lambat (serum sickness type): berlangsung mulai 1-12 hari

setelah penanganan. Gejala klinis termasuk demam, nausea, muntah,

diare, gatal, urtika, arthralgia, malgia, limfadenopati, edema

periartikular, mononeuritis, proteinuria dengan nefritis imun kompleks,

dan ensefalopati (jarang).

Kontraindikasi antivenom:

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk penanganan antiveom, tapi pasien

yang mengalami reaksi dan memiliki riwayat atopi (terutama asma)

merupakan risiko tinggi untuk mendapatkan reaksi berat, dan hanya

diberikan jika terdapat keracunan sistemik. Pasien dengan risiko tinggi,

dapat diberikan pre-treatment antivenom: adrenaline sc, antihistamin iv

(klorfenamin, prometazine, H2 blocker seperti cimetidine atau ranitidine)

dan kortikosteroid. Pada pasien asma, penggunaan profilaksis B2 agonis

seperti salbutamol mencegah bronkospasme.

Penanganan reaksi antivenom:1

- Reaksi anafilaksis dan pirogenik:

Epinefrin (adrenaline) diberikan secara intramuscular (pada paha

atas lateral) untuk dosis awal 0,5 mg untuk dewasa dan 0,01

mg/kgbb untuk anak. Dosis ini dapat diulang tiap 5-10 menit jika

pasien mengalami deteriorasi.

Terapi tambahan

• Setelah pemberian adrenalin, dapat ditambahkan

klorfenamin (dewasa 10 mg, anak 0,2 mg.kgBB IV ) diikuti

pemberian hidrokortison iv (dewasa 10mmg; anak 2

mg/kgbb)

18

Page 19: Keracunan Bisa Ular

• Pada reaksi pirogenik, pasien diberikan antipiretik (PCT

oral atau supp). IV cairan juga diberikan untuk koreksi

hipovolemi

- Reaksi lambat (serum sickness)

o Klorfenamine: dewasa 2 mg/6 jam; anak 0,25 mg/kgBB

dosis terbagi

o Prednisolon: dewasa 5 mg/ 6jam; anak 0,7 mh/kgbb/hari

dosis terbagi

o Treatment ini berespon setelah 5 hari pemberian

Pelayanan kesehatan pada semua tingkatan dapat berkontribusi terhadap

manajemen pasien yang diduga tergigit ular. Karena penanganan keracunan bisa

ular yang berat merupakan kedaruratan medis yang membutuhkan keterampilan,

alat , antivenom dan pengobatan lain, maka rujukan ke pelayanan kesehatan

dengan tingkat lebih tinggi perlu dilakukan. Sebagaimana diketahui area pedesaan

merupakan tempat terjadinya gigitan ular tersering, sehingga dalam melakukan

rujukan ke RS mungkin membutuhkan waktu yang cepat.

a. Pada tingkat komunitas atau desa

1. Ditanyakan tentang riwayat tergigit ular dan mencari tanda gigitan (bekas

taring, edema pada area gigitan)

2. Imobilisasi pasien secepat mungkin dengan membaringkan pasien pada

posisi relaks dan aman (posisi recovery), imobilisasi terutama pada

ekstremitas yang tergigit

3. Bawa pasien ke pelayanan kesehatan dengan cepat dengan kendaraan

yang aman. Idealnya pasien dalam posisi recovery untuk mengurangi

risiko syok dan inhalasi muntah

4. Gunakan waktu seefisien mungkin dan hindari penangan tradisional ang

berbahaya seperti pemasangan turniket, insisi, aplikasi herbal es, bahan

kimia dll

5. Evakuasi jenis ular, hindari kontak langsung.

19

Page 20: Keracunan Bisa Ular

b. Pada klinik desa, atau pelayanan kesehatan tingkat primer

1. Lakukan penilaian medis sederhana termasuk anamnesis dan

pemeriksaan fisik – edema lokal, nyeri tekan, pembesaran kelenjar

limfe, perdarahan persisten dari luka gigitan, tekanan darah, pulsasi,

perdarahan gusi, hidung, hematemesis, melena, hematuria, tingkat

kesadaran, ptosis, tanda paralisis, melakukan test 20WBCT,

pemeriksaan urine. Identifikasi ular.

2. Nilai ketersediaan transportasi pasien ke yankes level berikutnya

3. Berikan analgesia PO jika perlu:

Paracetamol (dewasa 500 mg maksimun 4 g in 24 hour; anak 10-15

mg/kgbb/hari maksimum 100 mg/hari)

Kodein fosfat (dewasa 30-60 mg maksimum 240 mg dalam 24 jam,

anak >2th 0,5 mg/kgbb maksimum 2 mg/kg/hari) diberikan tiap 4-6 jam

PO (jangan berikan ASPIRIN dan NSAID lain karena menyebabkan

perdarahan

4. Jika tenaga, alat, antivenom dan obat lainnya tersedia, berikan cairan IV

untuk koreksi hipovolemi. Jika pasien memenuhi kriteria pemberian

antivenom, berikan. Tenaga terampil termasuk kemampuan dalam

meng-dx lokal dan keracunan sistemik, memasang Iv atau injeksi iv,

mengidentifikasi tanda anafilaksis dan penanganannya dg adrenaline

IM. Jika antivenom tidak ada, rujuk.

5. Jika pasien mengalami paralisis respirasi, berikan O2 dengan sungkup

dan rujuk ke rs.

6. Minimalkan penggunaan obat inefektif dan potensial harmful

(kortikosteroid, antihistamin, heparin)

c. Pada rumah sakit kabupaten

Proses seperti pada tingkat b diatas kemudian ditambah beberapa langkah

berikut:

1. Lakukan penilaian klinis dan lab lebih detail, termasuk pengukuran

biokimia dan hematologi, EKG jika terindikasi

20

Page 21: Keracunan Bisa Ular

2. Jika antivenom tidak tersedia, rujuk atau tangani secara konservatif; hal

ini membutuhkan transfusi darah atau FFP

3. Nilai ulang analgesia, jika perlu, berikan dosis parenteral lebih kuat

seperti opioid drug (sc, im, iv pethidine, dosis initial dewasa 50-100 mg;

anak 1-1,5/kgbb; atau morfin, dosis inisial dewasa 5-10 mg, anak 0,03-

0,05 mg/kg)

4. Jika pasien memiliki nekrosis lokal (gangren), berikan TT booster,

antibiotik dan pertimbangkan surgical debridement pada jaringan mati

5. Jika pasien mengalami paralisis respirasi atau bulbar, pasang ETT. Jika

terjadi gagal nafas, nilai ventilasi dengan ambu bag atau mechanical

ventilator

6. Jika pasien mengalami GGA, tangani dengan dialisis peritoneal. Jika tidak

memungkinkan, rujuk ke rs spesialistik

7. Jika pasien mengalami perdarahan berat atau anemia serius,

pertimbangkan transfusi darah

8. Lakukan simple rehabilitation

d. Pada rumah sakit rujukan

Prosesnya seperti pada B dan C diatas ditambah dengan:

1. Lakukan managemen surgical yang lebih advanced pada nekrosis lokal

(misalnya split skin grafting)

2. Lakukan investigasi mendalam termasuk kultur bakteri dan imaging (CT

scan) jika perlu

3. Jika pasien mengalami GGGA, lakukan dialisis peritoneal, hemodialisis

atau hemofiltrasi

4. Lakukan rehabilitasi: fisioterapist

21

Page 22: Keracunan Bisa Ular

REFERENSI

1. David A, Warrel. 2010. Guidelines For The Management of Snake-Bites

in the South-East Asia Region. World Health Organization. Regional

Centre For Tropical Medicine.

2. Yanuartono. 2008. Efek Samping Pemberian Serum Anti Bisa Ular Pada

Kasus Gigitan Ular. Jurnal Sain Veterinary Volume 26 No. 1.

http://journal.ugm.ac.id/index.php/jsv/article/viewFile/412/259

3. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen

POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.

4. Nia N, 2003. Gigitan Ular Berbisa. Sari Pediatri Volume 5 No.3

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf

22