KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN …jdih.kkp.go.id/peraturan/6-kepmen-kp-2014-ttg... ·...

427
1 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014 - 2034 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, perlu menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 4. Peraturan ...

Transcript of KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN …jdih.kkp.go.id/peraturan/6-kepmen-kp-2014-ttg... ·...

1

KEPUTUSAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014

TENTANG

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2014 - 2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan

sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, perlu menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan

sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman

Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5073);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007

tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4779);

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009

tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55

Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125);

4. Peraturan ...

2

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi,

Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir

dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2013 Nomor 126);

5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana

Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN

SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014 - 2034.

KESATU : Menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman

Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

KEDUA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana dimaksud diktum KESATU merupakan panduan operasional pengelolaan Taman Nasional Perairan

Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

KETIGA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana

dimaksud diktum KESATU dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

KEEMPAT ...

3

KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 27 Januari 2014

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SHARIF C. SUTARDJO

Disalin sesuai dengan aslinya

Kepala Biro Hukum dan Organisasi

Hanung Cahyono

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman

terumbu karang yang tinggi dengan ekosistem yang menyediakan

kehidupan bagi masyarakat pesisir dan sekitarnya. Sebagai bagian dari

Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), wilayah Indonesia Timur,

mempunyai keanekaragaman terumbu karang paling kaya di Bumi.

Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen penuh

mendukung Regional Plan of Action Coral Triangle Initiative on Coral

Reefs, Fisheries and Food Security, utamanya terkait dengan upaya

pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif (Marine Protected

Areas (MPAs) Established and Effectively Managed and therefore

(CTMPAS) in place and fully functional). Kementerian Kelautan dan

Perikanan juga telah memiliki Rencana Aksi Nasional Coral Triangle

Initiative (CTI) agar kawasan konservasi perairan dapat terkelola dan

berfungsi dengan baik.

Pengelolaan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk

melindungi dan melestarikan sumberdaya alam dalam rangka

pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Upaya ini dilakukan

antara lain dengan membentuk dan menguatkan ketahanan jejaring

Kawasan Konservasi Perairan/Taman Nasional Perairan dengan prioritas

pada eko-wilayah dari sebuah bentang wilayah luas. Pemerintah

Indonesia pada Tahun 2013 telah memiliki kawasan konservasi laut

seluas 15,7 juta ha dan berkomitmen untuk meningkatkan kawasan

konservasi laut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020.

Perairan Laut Sawu terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

yang berbatasan langsung dengan dengan wilayah pesisir barat Timor

Leste. Perairan Laut Sawu terletak di wilayah lintasan arus lintas

Indonesia (Arlindo), yang merupakan pertemuan dua massa arus dari

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Perairan Laut Sawu

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014 - 2034

2

memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke

Selatan sepanjang 250 km. Perairan Laut Sawu bagi pembangunan di

Provinsi NTT bermakna strategis, karena hampir sebagian

Kabupaten/Kota di Provinsi NTT sangat tergantung kepada Laut Sawu

yang menyumbang lebih dari 65 % potensi lestari sumberdaya ikan di

Provinsi NTT .

Perairan Laut Sawu memiliki sebaran tutupan terumbu karang

dengan keragaman hayati spesies sangat tinggi di dunia yang merupakan

habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 21 (dua puluh satu) jenis

setasea, termasuk 2 (dua) spesies paus langka, yaitu paus biru dan paus

sperma. Perairan Laut Sawu juga merupakan habitat yang penting bagi

duyung, ikan pari manta, dan penyu. Disamping itu, perairan Laut Sawu

merupakan daerah utama jalur pelayaran di Indonesia. Wilayah ini juga

merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka mengatasi

dampak perubahan iklim (climate change), ketahanan pangan (food

security) dan pengelolaan laut dalam (deep sea).

Wilayah perairan Laut Sawu mempunyai berbagai permasalahan

antara lain perusakan terumbu karang, penurunan populasi biota laut

penting, kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, sebagaian perairan Laut Sawu dicadangkan

sebagai Taman Nasional Perairan melalui Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.38/MEN/2009 tentang

Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan

Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Perairan

Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang

selanjutnya disebut TNP Laut Sawu meliputi perairan seluas

3.521.130,01 hektar, yang terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan

Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 567.165,64 hektar dan Wilayah

Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas

2.953.964,37 hektar.

Taman Nasional Perairan merupakan kawasan konservasi perairan

yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang

perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Penetapan

kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan melindungi

dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di

perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya, mewujudkan

3

pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa

lingkungannya secara berkelanjutan, melestarikan kearifan lokal dalam

pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan

konservasi perairan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

sekitar kawasan konservasi perairan. Secara khusus tujuan

pencadangan TNP Laut Sawu adalah mewujudkan kelestarian

sumberdaya ikan dan ekosistemnya sebagai bagian wilayah ekologi

perairan laut Sunda Kecil (Lesser Sunda Marine Eco-Region), melindungi

dan mengelola ekosistem perairan Laut Sawu dan sekitarnya, sebagai

kerangka acuan pembangunan daerah di bidang perikanan, pariwisata,

masyarakat pesisir, pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi, serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mata pencaharian yang

berkelanjutan (sustainable livelihood).

Menindaklanjuti pencadangan wilayah perairan Laut Sawu sebagai

TNP Laut Sawu dan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaannya,

maka Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Kawasan

Konservasi Peraian Nasional (Balai KKPN) Kupang membentuk Kelompok

Kerja (Pokja) Penyusun Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu

yang bertugas untuk menyusun Rencana Pengelolaan 20 (dua puluh)

tahun TNP Laut Sawu yang mencakup di dalamnya Rencana Jangka

Menengah 5 (lima) tahun. Pokja Penyusun Rencana Pengelolaan dan

Zonasi TNP Laut Sawu ini keanggotaanya terdiri dari berbagai pemangku

kepentingan terkait dalam pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu Balai KKPN

Kupang, Sekretariat Daerah Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi NTT, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTT, Badan

Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi NTT, Badan

Lingkungan Hidup Daerah Provinsi NTT, Dinas Perhubungan Provinsi

NTT, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT, Polda NTT,

LANTAMAL VII Kupang, Perguruan Tinggi (Universitas Nusa Cendana,

Universitas Kristen Artha Wacana, dan Universitas Muhammadiyah

Kupang), perwakilan FAO, Lembaga Swadaya Masyarakat (Yayasan

Iehari, Yayasan Alfa Omega, Yayasan Pengembangan Pesisir dan Lautan,

dan The Nature Conservancy-Savu Sea MPA Development Project),

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi NTT, Kelompok

Masyarakat, dan dunia usaha dari bidang perikanan dan pariwisata.

4

Penyusunan dokumen ini berdasarkan pada Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.30/MEN/2010

tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan

dilakukan melalui berbagai hasil studi dan analisis yang mendalam,

penelusuran lapang (ground-truthing) dan konsultasi publik dengan

pemangku kepentingan terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten,

yang melibatkan masyarakat di 10 kabupaten di dalam TNP Laut Sawu.

Berdasarkan hal tersebut, dengan mempertimbangkan hasil

konsultasi publik yang dilakukan, luas kawasan TNP Laut Sawu yang

semula 3.521.130,01 hektar berubah menjadi 3.355.352,82 hektar yang

terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya

seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-

Batek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut

Sawu bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi

pengelolaan kawasan dan seluruh potensinya secara komprehensif

dan indikatif untuk keperluan jangka panjang, yang menjadi acuan

bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah, dan rencana

kerja tahunan, serta rencana-rencana teknis.

2. Tujuan Pengelolaan

Tujuan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu yaitu:

a. melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan serta tipe-tipe

ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan

fungsi ekologisnya;

b. mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya

serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan;

c. melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di

dalam dan/atau disekitar kawasan konservasi perairan; dan

d. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan

konservasi perairan.

5

C. Ruang Lingkup

1. Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu

yaitu wilayah perairan seluas 3.355.352,82 hektar yang meliputi

Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 557.837,40

hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan

Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.

2. Lingkup Materi

Lingkup materi Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu ini

memuat pembahasan substansi mengenai:

a. isu dan permasalahan

Menjelaskan tentang berbagai isu dan masalah yang terkait

dengan hubungan antara masyarakat dan sumberdaya kawasan,

pola-pola pemanfaatan sumberdaya kawasan dan dampaknya

terhadap keberadaan sumber daya, serta potensi ancaman baik

secara alami maupun akibat intervensi.

b. kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan

Menguraikan tentang visi dan misi pengelolaan, opsi-opsi

pengelolaan yang dapat diterima semua pihak.

c. arahan rencana pengelolaan kawasan.

Menguraikan inti dari dokumen rencana pengelolaan, antara lain

berisi program-program pengelolaan pada setiap zona,

penyelenggara pengelolaan kawasan, dan pembiayaan pengelolaan

kawasan.

3. Lingkup Jangka Waktu

Lingkup waktu Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu

terdiri dari:

a. Rencana jangka panjang 20 tahun; dan

b. Rencana jangka menengah (5 Tahun).

6

BAB II

POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN

A. Potensi

1. Potensi Fisik Kawasan

a. Lokasi Kawasan

TNP Laut Sawu terletak di bentang laut Paparan Sunda

Kecil (Ecoregion Lesser Sunda), yang meliputi wilayah perairan

Selat Sumba dan perairan Timur Rote-Sabu-Batek, sebagaimana

terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Batas Kawasan Pencadangan TNP laut Sawu

Wilayah perairan TNP Laut Sawu dikelilingi oleh rangkaian

kepulauan yaitu Pulau Timor, Sabu, Sumba, dan Flores. Secara

administratif, TNP Laut Sawu terletak di Kabupaten Kupang,

Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Timor Tengah Selatan,

Kabupaten Sabu Rajua, Kabupaten Manggarai, Kabupaten

Manggarai Barat, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba

Tengah, Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Barat

Daya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor KEP.38/MEN/2009 tentang Pencadangan Kawasan

Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi

Nusa Tenggara Timur, TNP Laut Sawu memiliki 18 (delapan belas)

titik koordinat batas kawasan, sebagaimana terdapat pada Tabel 1.

7

Tabel 1. Titik batas koordinat pencadangan Kawasan Konservasi

Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur

ID X Y Keterangan

1 119ᵒ 46᾽29,4῝BT 9ᵒ10᾽24,9῝ LS Selat Sumba

2 118ᵒ 55᾽36,1῝BT 9ᵒ10᾽22,8῝ LS Selat Sumba

3 118ᵒ 55᾽34,7῝BT 9ᵒ33᾽35,8῝ LS Selat Sumba

4 119ᵒ 53᾽0,0῝ BT 8ᵒ49᾽42,9῝ LS Selat Sumba

5 120ᵒ 22᾽22,8῝BT 8ᵒ49᾽5,6῝ LS Selat Sumba

6 120ᵒ 11᾽28,6῝BT 9ᵒ28᾽20,4῝ LS Selat Sumba

7 120ᵒ 08᾽49,8῝BT 10ᵒ13᾽18,4῝ LS Pulau Sumba

8 120ᵒ 03᾽49,3῝BT 10ᵒ19᾽10,4῝ LS Pulau Sumba

9 121ᵒ 14᾽11,8῝BT 11ᵒ0᾽11,7῝ LS Pulau Dana B

10 121ᵒ 50᾽5,4῝BT 10ᵒ50᾽27,1῝ LS Pulau Sabu

11 122ᵒ 52᾽46,7῝BT 11ᵒ09᾽22,3῝ LS Pulau Dana A

12 124ᵒ 23᾽38.9῝BT 10ᵒ10᾽12,5῝ LS Tanjung Kolbano

13 124ᵒ 02᾽47,6῝BT 9ᵒ20᾽9,9῝ LS Perbatasan Timur Leste

14 123ᵒ 59᾽52,2῝BT 9ᵒ14᾽35,1῝ LS Pulau Batek

15 122ᵒ 34᾽4,3῝BT 10ᵒ26᾽38,6῝ LS Pulau Rote

16 122ᵒ 4᾽8,8῝BT 10ᵒ24᾽32,0῝ LS Tanjung Niuwudu (Pulau Sabu)

17 120ᵒ 38᾽58,8῝BT 9ᵒ51᾽7,0῝ LS Tanjung Tuak (Melolo)

18 124ᵒ 1’9,4῝BT 9ᵒ14᾽53,2῝ LS Pulau Batek

Luas kawasan TNP Laut Sawu sesuai Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2009 tersebut di

atas telah mengalami perubahan dengan mempertimbangkan

beberapa aturan perundangan yang berlaku dan kondisi existing

serta berdasarkan hasil konsultasi publik yang dilakukan. Luas

total TNP Laut Sawu setelah perubahan yaitu 3.355.352,82 hektar

yang meliputi 2 (dua) bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba

dan Sekitarnya seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan

Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42

hektar. Lingkup wilayah perencanaan ini mengacu pada

perubahan batas kawasan konservasi TNP Laut Sawu, dengan

perubahan kawasan sebagai berikut:

a. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang melintas kawasan

Konservasi yaitu ALKI III (perairan antara Pulau Rote dan

Pulau Sabu serta antara Pulau Sabu dan Pulau Sumba)

dikeluarkan dari TNP Laut Sawu;

b. sebagian perairan Kabupaten Rote Ndao di bagian selatan

dikeluarkan dari TNP Laut Sawu;

c. sebagian perairan Kabupaten Sabu Raijua di bagian utara

dikeluarkan dari TNP Laut Sawu; dan

8

d. sebagian perairan di sebelah utara perairan Timor, Rote, dan

Sabu dimasukkan ke dalam TNP Laut Sawu.

Berdasarkan perubahan tersebut di atas, TNP Laut Sawu memiliki

34 (tiga puluh empat) titik koordinat batas kawasan sebagaimana

terdapat pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2. Peta Batas TNP Laut Sawu

Tabel 2.Titik batas koordinat TNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur

ID X Y Keterangan

1 118° 55' 40.39''BT 9° 32' 54.15''LS Tanjung Karoso

2 118° 55' 36.10'' BT 9° 10' 22.80'' LS Utara Tanjung Karoso

3 119° 46' 29.40'' BT 9° 10' 24.90'' LS Selat Sumba

4 119° 52' 58.32'' BT 8° 49' 45.57'' LS Tanjung Karitamese

5 120° 22' 23.11'' BT 8° 49' 4.28'' LS Terong

6 120° 11' 28.93'' BT 9° 28' 20.15'' LS Hambapraing

7 120° 38' 57.86'' BT 9° 51' 7.21'' LS Lumbukore

8 120° 8' 50.49'' BT 10° 13' 16.61'' LS Praimadita

9 120° 3' 48.60'' BT 10° 19' 9.85'' LS Barat Pulau Mengudu

10 120° 45' 49.11'' BT 10° 43' 30.92'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

11 120° 53' 36.62'' BT 10° 48' 5.71'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

12 121° 14' 11.41'' BT 11° 0' 11.82'' LS Selatan Pulau Dana Sabu

13 121° 50' 11.01'' BT 10° 47' 5.26'' LS Selatan Pulau Sabu

14 122° 10' 17.18'' BT 10° 54' 14.36'' LS Selat Sabu-Ndao

15 122° 18' 30.54'' BT 10° 57' 9.94'' LS Selat Sabu-Ndao

16 122° 52' 46.77'' BT 11° 9' 21.94'' LS Selatan Pulau Ndana Rote

9

ID X Y Keterangan

17 123° 4' 53.31'' BT 11° 1' 28.35'' LS Selatan Pulau Rote

18 123° 4' 53.35'' BT 10° 51' 21.52'' LS Kuli

19 123° 25' 30.56'' BT 10° 28' 19.78'' LS Daiama/cek

20 123° 26' 26.62'' BT 10° 29' 35.97'' LS Tanjung Usu/cek

21 123° 43' 10.81'' BT 10° 36' 32.07'' LS Selatan Pulau Timor

22 124° 23' 40.72'' BT 10° 10' 11.71'' LS Tuafanu

23 124° 0' 28.66'' BT 9° 20' 35.29'' LS Netemnanu Selatan

24 124° 0' 58.41'' BT 9° 15' 52.67'' LS Timur Pulau Batek

25 123° 58' 59.58'' BT 9° 14' 21.14'' LS Utara Pulau Batek

26 122° 46' 52.75'' BT 9° 57' 12.33'' LS Utara Pulau Rote

27 122° 33' 23.56'' BT 10° 5' 13.77'' LS Utara Pulau Ndao

28 121° 57' 45.92'' BT 10° 26' 26.79'' LS Jiwuwu

29 121° 48' 44.63'' BT 10° 30' 28.63'' LS Ledeana

30 121° 38' 45.85'' BT 10° 14' 32.57'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

31 121° 33' 39.39'' BT 10° 12' 32.46'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

32 121° 23' 19.09'' BT 10° 17' 42.94'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

33 121° 18' 21.37'' BT 10° 10' 22.06'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

34 121° 22' 37.10'' BT 10° 8' 12.96'' LS Selat Raijua-Sumba Timur

TNP Laut Sawu dapat dijangkau melalui jalur darat, laut, dan

udara. Seluruh jalur tersebut berpusat di Kupang sebagai ibukota

Provinsi NTT dan terhubung secara langsung dengan 10 (sepuluh)

kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu. Jalur darat di kawasan

TNP Laut Sawu diklasifikasi dalam jalan negara, provinsi dan

kabupaten. Kondisi jalan negara umumnya baik namun jalan

provinsi dan kabupaten sebagian dalam kondisi rusak dan ada

juga yang tidak beraspal. Transportasi darat merupakan fasilitas

yang dominan dipergunakan masyarakat di kawasan TNP Laut

Sawu.

b. Kondisi Fisik Kawasan

1) Iklim

Konfigurasi geografis Provinsi NTT sebagai provinsi

kepulauan dan letaknya pada posisi silang di antara dua

benua yaitu Asia dan Australia, dan di antara dua samudra

yaitu Hindia dan Pasifik, menentukan karakteristik iklim di

wilayah ini. TNP Laut Sawu secara umum termasuk ke dalam

tipe iklim tropis, dengan variasi suhu dan penyinaran matahari

10

yang rendah. Rata-rata suhu minimum 240C dan maksimum

320C, dengan curahan matahari rata-rata ±12 jam. Pola umum

iklim wilayah ini adalah pola musim hujan dan musim

kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan November

sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau

antara bulan April sampai dengan bulan Oktober. Pola iklim

demikian dikendalikan oleh pola Angin Muson dari Tenggara

yang relatif kering dan dari arah Barat Laut, yang membawa

banyak uap air. Konfigurasi kepulauan dan topografi wilayah

juga merupakan pengendali iklim lokal yang berpengaruh

terhadap karakteristik iklim lokal. Kecenderungan angin pada

Bulan Juni – September, arah angin berasal dari Australia dan

tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan

musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret

arah angin berasal dari Asia dan Samudera Pasifik yang

banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.

Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah

melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober –

Nopember. Namun demikian, mengingat wilayah TNP Laut

Sawu dekat dengan Australia, arah angin yang banyak

mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai

pada kawasan TNP Laut Sawu, kandungan uap airnya sudah

berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini

berkurang. Hal inilah yang menjadikan wilayah ini sebagai

wilayah yang tergolong kering, yaitu 8 (delapan) bulan relatif

kering (bulan April sampai dengan bulan November), dan 4

(empat) bulan keadaannya relatif basah (bulan Desember

sampai dengan bulan Maret).

Suhu udara rata – rata maksimum berkisar pada 30 °C -

36 °C dan rata-rata suhu minimum antara 21 °C - 24,5 °C,

dengan curah hujan rata – rata adalah 1.164 mm/ tahun.

Tingkat curah hujan ini berbeda – beda tiap daerah, seperti

wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten

Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah

yang cukup basah, hal ini disebabkan curah hujan rata –

ratanya lebih tinggi dari rata – rata total, yaitu 3. 849

mm/tahun. Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat

11

dikatakan sangat cocok untuk pengembangan kawasan

pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu

unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan.

Akibatnya, keragaman iklim antar wilayah di daerah ini juga

sangat besar, misalnya rata-rata curah hujan tahunan sekitar

850 mm/tahun dapat terjadi di wilayah Pulau Sabu. Secara

umum, iklim wilayah NTT termasuk ke dalam kategori iklim

semi-arid, dengan periode hujan yang hanya berlangsung 3-4

bulan, dan periode kering 8-9 bulan. Kondisi iklim demikian

mendeterminasi pola pertanian tradisional di wilayah TNP Laut

Sawu yang hanya mengusahakan tanaman semusim, yang

ditanam dalam periode musim hujan. Keadaan demikian juga

mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pertanian, yang

tergolong sangat rendah (jumlah jam kerja <5 jam/minggu),

akibat dari waktu kerja bertani yang hanya berlangsung 3-4

bulan dalam setahun.

Persoalan curah hujan pada kawasan TNP Laut Sawu juga

diperparah oleh pengaruh iklim global, terutama fenomena

elnino dan lanina, serta fenomena perubahan iklim global yang

kurang menguntungkan. Dampak dari pengaruh iklim global

dimaksud antara lain adalah waktu onset dan offset musim

hujan yang sulit diprediksi, dan fenomena kondisi musim

kemarau dan musim hujan yang ekstrim. Akibatnya adalah

antara lain kekeringan, gagal tanam, gagal panen, banjir, dan

gangguan hama dan penyakit tanaman yang serius.

Laut Sawu dan sekitarnya merupakan daerah upwelling

tetap sehingga sebagian jenis paus bertempat tinggal di laut

tersebut. Laut Sawu termasuk dibagian selatan segitiga

karang dunia dan menyokong beragam habitat ikan karang

dan ikan pelagis paling produktif. Secara oseanografi,

kawasan ini memiliki arus laut yang terkenal kuat. Kombinasi

arus yang kuat dan tebing laut curam menyebabkan

pengadukan arus dingin yang mungkin merupakan faktor

utama pemicu ketangguhan terhadap ancaman terbesar akan

peningkatan suhu permukaan laut terkait perubahan iklim.

Laut Sawu dapat menjadi tempat perlindungan bagi kehidupan

12

laut dan sumber daya ikan yang produktif diantara perubahan

iklim global. (BMG NTT, 2010).

2) Topografi, Kemiringan Lereng, dan Geologi

Ditinjau berdasarkan ketinggiannya, 48,78 % dari luas

wilayah Provinsi NTT atau sekitar 2.309.747 hektar berada

pada rentang ketinggian 100 – 500 meter di atas permukaan

air laut. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m

hanya sebagian kecilnya saja, yaitu sebesar 3,65%.

Berdasarkan kemiringan tanahnya, wilayah Provinsi NTT

didominasi oleh tanah dengan kemiringan lereng 15% – 40%.

Bagian terbesar lainnya adalah tanah dengan kemiringan lebih

dari 40%, yaitu sebesar 1.678.948 Ha atau 35,46% dari luas

wilayah Provinsi NTT. Besar kecilnya kemiringan lereng

menentukan kemudahan penggarapan tanah dan dapat

tidaknya alat mekanis digunakan dalam pengelolaan tanah.

Selain itu kemiringan lereng ini juga mempengaruhi tingkat

erosi.

Wilayah Provinsi NTT termasuk dalam kawasan Circum –

Pasifik sehingga daerah ini, terutama sepanjang Pulau Flores,

memiliki struktur tanah yang labil (sering terjadi patahan).

Pulau Sumba, Pulau Sabu, Pulau Rote dan pulau sekitarnya

terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke permukaan.

Dengan kondisi ini maka jalur pulau – pulau yang terletak

pada jalur vulkanik dapat dikategorikan subur namun sering

mengalami bencana alam yang dapat mengancam kehidupan

penduduk yang menetap di daerah tersebut. Dibalik kondisi

geologi tersebut, Provinsi NTT memiliki berbagai macam

deposit, baik mineral maupun sumber- sumber energi lainnya.

Hampir 100 lokasi di daerah ini mengandung mineral dari

sumber energi bumi/bahan bakar minyak, seperti di Pulau

Pulau Sumba, Pulau Timor dan disepanjang pantai Flores

bagian timur. Sumber energi dapat dikembangkan dari sungai-

sungai besar, seperti Noelmina (Kabupaten Timor Tengah

Selatan) dan sungai Kambaniru (Kabupaten Sumba Timur).

Mineral yang terkandung di provinsi ini adalah Pasir Besi,

Mangan (Mn), Emas (Au), Flourspor (Fs), Barit (Ba), Belerang

(S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata, Pasir Kwarsa, Pasir,

13

Gipsum, Batu Marmer, Batu Gamping, Granit, Andesit,

Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung, Tanah Diatomea dan

Lempung/Clay.

Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah

provinsi ini, adalah :

1. Batuan Silicic Acid Rock (batuan beku asam silikaan),

terdapat di Kabupaten Manggarai, Sebagian besar

Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;

2. Batuan Mafic Basic Rocks (batuan beku basa);

3. Batuan Intermediate Basic (batuan beku basa menengah);

4. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan);

5. Batuan Paleagene (pleogen);

6. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reefs (alluvium undak

dan terumbu koral);

7. Batuan Neogene (neogen);

8. Batuan Kekneno Series (deret kekneno);

9. Batuan Sonebait Series (deret sonebait);

10. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait

dan deret terlipat bersama);

11. Batuan Ofu Series (deret ofu);

12. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik);

13. Batuan Triassic (trias);

14. Batuan Crystalline Schist (sekis hablur).

Peta struktur geologi sebagaimana terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Struktur Geologi Provinsi NTT

(DinasPertambangan dan Energi, 2010)

14

3) Hidrologi

Secara umum keadaan hidrologi di dalam kawasan TNP

Laut Sawu, terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini

disebabkan karena musim hujan dalam satu tahun hanya

berlangsung paling lama 4 bulan. Kondisi ini mengakibatkan

sulitnya eksploitasi sumber air permukaan oleh penduduk.

Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa sungai dan

danau. Di wilayah Provinsi NTT terdapat 27 DAS dengan luas

keseluruhan 1.527.900 hektar. Sungai yang terpanjang di

wilayah Provinsi NTT adalah Sungai Benanain dengan panjang

100 Km, yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah

DAS Benain, seluas 329.841 hektar (21,58%), dan DAS terkecil

adalah DAS Oka, seluas 4.125,33 hektar (0,27%).

4) Kondisi Oseanografi Perairan

Perairan Laut Sawu sangat dinamis, merupakan

pertemuan 2 (dua) massa arus besar, massa air dari

Samudera Hindia dan Laut Banda. Fenomena upwelling atau

pengadukan massa air laut dalam yang dingin dan air

permukaan yang hangat menjadikan daerah ini merupakan

daerah dengan produktifitas perairan yang sangat tinggi.

Kedalaman perairan yang mencapai 4.000 (empat ribu) meter

dan tebing tebing curam merupakan ciri dominan bentang laut

di Laut Sawu.

a) Bathimetri

Perairan TNP Laut Sawu memiliki karakteristik dan

bentuk dasar perairan yang bervariasi yaitu karakteristik

dasar perairan dengan tipe dasar perairan landai,

bergelombang sampai dengan curam. Pada umumnya

morfologi dasar laut TNP Laut Sawu untuk daerah dekat

pantai (nearshore) relatif datar, sebagaimana terdapat pada

Gambar 4 dan untuk profil kedalaman Laut Sawu

sebagaimana terdapat pada Gambar 5.

15

Gambar 4. Bathimetri Laut Sawu

Gambar 5. Profil Kedalaman Laut Sawu

16

b) Pola Pasang Surut

Perairan Laut Sawu memiliki tipe pasang surut

campuran condong ke harian ganda, dimana dalam satu

hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, dengan

amplitude yang jauh berbeda antara pasang dan surut

pertama dengan pasang dan surut kedua.

Kondisi pasang surut perairan Laut Sawu mengacu

kepada hasil pengukuran dan analisis pasang surut yang

telah dilakukan oleh Dinas Hidro-oseanografi TNI-AL untuk

daerah Kota Kupang dan kajian Detail Engineering Design

(DED) Pelabuhan Perikanan Kabupaten Rote Ndao pada

Tahun 2010. Adapun hasil analisis data konstanta

harmonis amplitudo dan phase pasang surut Kabupaten

Kupang sebagaimana terdapat pada Tabel 3 dan Kabupaten

Rote Ndao sebagaimana terdapat pada Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Analisis Konstanta Pasut Kabupaten Kupang

So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

Amplitudo (cm) - 46 26 - 16 10 0 0 7 5

Phase 57 348 - 49 43 0 0 66 328

Tabel 4. Hasil Analisis Konstanta Pasut Kabupaten Rote Ndao

So M 2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

Amplitudo (cm) - 83 43 14 29 15 1 0 12 9

Phase 32

7 2

31

1

29

3

29

9

18

8 328 2 293

Berdasarkan konstanta harmonik pasang surut di

atas, dapat diketahui karakteristik pasang surut baik tipe

maupun tunggang pasang surut dan elevasi muka air laut

maksimum, rata-rata saat pasang purnama dan rata-rata

saat pasang perbani.

Pada umumnya sifat pasut di suatu perairan

ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl, yang

berbentuk:

)22/()11( SMOKF

17

dimana :

F = Nilai Formzahl

Ki dan 01 = konstanta pasut harian utama

M2 dan S2 = konstanta pasut ganda utama

Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:

1. Pasang ganda jika F ¼

2. Pasang campuran (ganda dominan) jika ¼ F 1 ½

3. Pasang campuran (tunggal dominan) jika 1 ½ F 3

4. Pasang tunggal jika F 3

Hasil analisa formzahl tersebut di atas, diperoleh nilai

F dari pasang surut Pantai Kabupaten Kupang adalah

0,361, sedangkan untuk Kabupaten Rote Ndao adalah

0,349. Nilai tersebut berarti tipe pasang surutnya adalah

campuran cenderung ke harian ganda (mixed, prevailing

semidiurnal), yaitu dalam sehari terjadi dua kali pasang

dan dua kali surut tetapi dengan tinggi dan waktu yang

berbeda.

Untuk Kabupaten Kupang, tunggang pasang surut

(tidal range) terbesar adalah sekitar 1,96 meter, tunggang

pasang surut rata-rata saat pasang purnama adalah 1,70

meter, dan saat pasang perbani adalah 1,18 meter. Sedang

Kabupaten Rote Ndao, tunggang pasang surut (tidal range)

terbesar adalah sekitar 3,40 meter, tunggang pasang surut

rata-rata saat pasang purnama adalah 2,96 meter, dan

saat pasang perbani adalah 2,10 meter.

c) Pola Arus

Arus di laut dapat diakibatkan oleh tiupan angin atau

pengaruh pasang surut. Untuk perairan pantai umumnya

didominasi oleh arus pasang surut dan yang dibangkitkan

oleh tiupan angin. Pola arus Laut Sawu sebagaimana

terdapat pada Gambar 6.

18

Pola Arus Pasang Pola Arus Surut

Gambar 6. Pola Arus Laut Sawu (Sumber: Analisis model arus, 2011)

Pada saat pasang naik, massa air permukaan bergerak

menuju ke utara memasuki perairan Laut Sawu dan

melewati pulau-pulau di bagian selatan Laut Sawu.

Sebaliknya arah arus saat menuju surut, di daerah laut

terbuka (laut dalam) memperlihatkan arus menuju ke

selatan. Sedangkan di daerah pesisir cenderung

meninggalkan pantai menuju ke tenggara.

d) Gelombang Laut

Kondisi Gelombang pada musim barat merupakan

gelombang dari barat yakni Samudera Hindia memasuki

perairan Laut Sawu dan menerpa langsung daerah pesisir

yang berhadapan dengan Samudera Hindia yakni di Pantai

Barat dan Barat Daya Pulau Timur, Pulau Rote, Pulau

Sabu, dan Pulau Sumba. Adanya angin utara dan barat

laut di atas perairan Kepulauan Indonesia mengalami

pembelokan ketika memasuki kawasan Laut Sawu dan

pulau-pulaunya menuju ke timur dan tenggara. Kondisi

angin demikian menyebabkan pembangkitan gelombang

barat dan barat laut menuju ke arah Pulau-Pulau Bagian

Selatan dari Laut Sawu. Kondisi gelombang musim barat

sebagaimana terdapat pada Gambar 7. dan kondisi

gelombang musim timur terdapat pada Gambar 8.

19

Gambar 7. Kondisi Gelombang Musim Barat

(Sumber: Analisis model gelombang, 2011)

Kondisi Gelombang pada musim timur merupakan

gelombang dari Selatan yakni Samudera Hindia memasuki

perairan Laut Sawu dan menerpa langsung daerah pesisir

yang berhadapan dengan Samudera Hindia yakni di

Selatan dan Timur Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Sabu,

dan Pulau Sumba. Adanya angin selatan Samudera Hindia

yang mengalami pembelokan ketika memasuki kawasan

Laut Sawu dan pulau-pulau menuju ke barat dan barat

laut. Kondisi angin demikian menyebabkan pembangkitan

gelombang timur dan tenggara menuju ke arah Pulau

Flores dan Sumba.

Gambar 8. Kondisi Gelombang Musim Timur (Sumber: Analisis model gelombang, 2011)

e) Pola Angin

Pola angin pada periode musim Barat (periode

Desember sampai Februari), angin didominasi oleh angin

20

barat yang bertiup paling kuat pada Bulan Desember (>11

meter/detik) yang kemudian melemah pada bulan Januari

dan makin lemah di Bulan Februari seiring masuknya

periode peralihan satu.

Sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya,

kondisi angin di perairan Laut Sawu juga dipengaruhi oleh

angin muson, terkait dengan letaknya yang berada di

antara benua Asia dan Australia. Saat Bulan Desember,

Januari hingga Maret terjadi angin muson barat dari benua

Asia ke Benua Australia sebagai akibat dari tekanan udara

di atas Benua Australia yang rendah. Pola angin tersebut

menyebabkan, kondisi angin di perairan Laut Sawu

umumnya adalah angin Barat hingga angin utara.

Sementara saat memasuki bulan Juni hingga Oktober

terjadi angin muson timur dari Benua Australia ke Benua

Asia sebagai akibat dari tekanan udara di atas Benua Asia

yang rendah dan menyebabkan kondisi angin di perairan

Laut Sawu umumnya adalah angin Timur hingga angin

Barat Daya. Kondisi tersebut diperlihatkan pada hasil

analisis windrose (mawar angin) Laut Sawu dari empat

stasiun meteorologi di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

berada di Kota Kupang, Waingapu, Pulau Rote, dan Pulau

Sabu sebagaimana terdapat pada Gambar 9.

St. Sabu St. Kupang

21

Gambar 9. Mawar Angin di Beberapa Station Meteorologi

NTT (Sumber: Analisis model angin, 2011)

5) Kualitas Perairan

Kualitas air laut di setiap lokasi rencana pengelolaan

diukur berdasarkan parameter pH, salinitas, suhu dan DO

dapat dilihat pada Tabel 2.4. Kondisi kualitas air

menunjukkan kisaran normal air laut dan belum

mengindikasikan terjadinya pencemaran. pH rata-rata perairan

laut berkisar antara 7,56 sampai 8,10, salinitas berada pada

kisaran 34 - 37 o/oo, Sedangkan suhu permukaan air laut

berkisar 29,0 °C sampai 34,8 °C. Selain itu juga diketahui

bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara

4,01 s/d 8,8 mg/l.

Tabel 5. Kondisi Kualitas Air Perairan Laut Sawu

No Parameter

Kabupaten

Kisaran Baku

Mutu*) Rote Ndao Sabu Raijua Sumba

Timur

1 pH 7,56 – 8,10 7,64 – 7,87 7,64 – 7,70 7,56 – 8,10 7 – 8,5

2 Suhu (oC) 29 - 33 29,2 – 30,2 29,3 – 34,3 29,0 – 34,3 Alami

3 Salinitas

(o/oo) 34 - 36 33 - 37 34,3 - 35 33 – 37

33 –

34

4 DO (mg/l) 4,01 – 8,80 4,62 – 8,11 4,42 – 7,89 4,01 – 8,80 >5

*) Kepmen. LH Nomor 51 Tahun 2004

Sumber : Hasil Survey, 2011

Secara keseluruhan, hasil pengukuran kualitas air laut di

lapangan berdasarkan parameter kualitas air laut tersebut

dapat disimpulkan bahwa kondisi dan karakteristik

lingkungan laut di lokasi studi masih dalam batas kisaran

yang cukup baik atau masih dibawah standar baku mutu yang

ditetapkan sehingga bisa dipergunakan untuk pengembangan

kegiatan budidaya perikanan laut, pariwisata bahari, dan

kegiatan lainnya.

St. Rote

St. Waingapu

22

pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena

mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan

dalam air. Selain itu, ikan dan makhluk-makhluk lainnya

hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya

nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai

atau tidak untuk menunjang kehidupan mahluk hidup

didalamnya. Nilai derajat keasaman di perairan lokasi

cenderung homogen yaitu 7,56–8,10, dengan pola sebaran pH

hampir merata di perairan. Indikasi tersebut menunjukkan pH

perairan cenderung masih sesuai dengan baku mutu yang

ditentukan.

Hasil pengukuran suhu pada tiap stasiun pengamatan

menunjukkan bahwa suhu di perairan berkisar antara 29,0 °C

– 34,3 oC menggambarkan suhu normal perairan laut tropis

yang secara umum.

Nybakken (1992) menjelaskan bahwa suhu merupakan

salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses

kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu yang sesuai

merupakan faktor pendukung peningkatan proses metabolisme

atau pertukaran zat dari makhluk-makhluk hidup.

Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam

suatu perairan. Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah

hujan dan aliran sungai. Kisaran nilai salinitas berdasarkan

pengukuran 33 o/oo - 37 o/oo.

Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling

kritis dalam budidaya ikan. Ketidakstabilan oksigen dalam

suatu perairan dapat mengakibatkan kegagalan dalam usaha

budidaya (Anonymous 1996 dalam Mayunar dkk., 1995).

Oksigen terlarut dalam jumlah yang sangat banyak dapat juga

mengakibatkan terjadinya kematian pada ikan, sebab di dalam

pembuluh-pembuluh darah terjadi emboli gas yang dapat

mengakibatkan tertutupnya pembuluh-pembuluh rambut

dalam daun-daun insang ikan.

Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa

kadar oksigen di lokasi studi berkisar 4,01 – 8,80 mg/l. Sesuai

23

dengan kriteria pencemaran yang ditetapkan oleh Schmitz

(1972) dalam Haryanto (2001) dengan menetapkan lima

kriteria pencemaran melalui indikasi oksigen terlarut (DO),

nilai-nilai tersebut termasuk pencemaran dengan kriteria kritis

jika nilainya 4 mg/l dan kriteria baik jika nilainya 6 mg/l.

Selanjutnya kriteria tersebut di modifikasi menjadi kriteria

sedikit tercemar jika nilainya 4 mg/l dan tidak tercemar jika

nilainya 6 mg/l.

Kandungan kimia perairan Laut Sawu untuk parameter

Klorofill-a, BOD, Phosphat, Nitrat, Nitrit, COD terdapat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Kimia Perairan Laut Sawu

No Parameter

Kabupaten Kisaran Baku

Mutu*)

Rote Ndao Sabu

Raijua Sumba Timur

Manggarai Barat

1 BOD (mg/l) 0,7 - 1,9 0,8 - 1,7 0,8 -1,8 0,7 -1,9 0,7 – 1,9 20

2 Phospat (mg/l) 0,27 - 0,45 0,24 - 0,80 0,307 - 0,380 0,24 - 0,80 0,24 – 0,8 0,15

3 Nitrat (mg/l) 0,079 - 0,673 0,086 - 0,259 0,143 - 0,243 0,079 - 0,673 0,079 - 0,673

4 Nitrit (mg/l) 0,001 - 0,021 0,001 - 0,003 0,001 - 0,002 0,001 - 0,021 0,001 - 0,003 0,008

5 COD (mg/l) 102 – 144 120 – 316 113 - 139 120 - 316 102 - 316

*) Kepmen. LH Nomor 51 Tahun 2004 Sumber : Hasil Survey, 2011

Klorofil-a merupakan suatu pigmen yang didapatkan

dalam fitoplankton. Ada kecenderungan bahwa kadar klorofil-a

berkorelasi positif dan kuat dengan kelimpahan fitoplankton

dan kadar nutrient perairan, sehingga perairan yang produktif

yang memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi juga

memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi.

Hasil studi KKP (2011) Pada bulan Agustus dan

September dapat dilihat bahwa kandungan klorofil di perairan

Laut Sawu sangat tinggi (0,6 – 2,0 mg/m3), sedangkan pada

bulan November dan April kandungan klorofil yang tinggi

terdapat diantara selat-selat di antara Pulau-pulau Solor,

Lembata, Pantar dan Alor. Kandungan klorofil di perairan

Laut Sawu pada bulan November 2010 dan pada bulan April

2011 terdapat pada Gambar 10.

24

November 2010

Klorofil a (mg/m3)0 1.0

April 2011

Klorofil a (mg/m3)0 1.0

Gambar 10. Kandungan Klorofil di Laut Sawu pada Bulan November 2010

dan April 2011

Kandungan phospat perairan di lokasi didapatkan antara

0,24 - 0,80 mg/l, yang merupakan kisaran untuk

pertumbuhan fitoplankton. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Wardoyo (1974) bahwa kandungan phospat yang

optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara

0,09 - 1,80 mg/l. Dengan demikian berdasarkan kadar

phospat-nya maka sebagian besar perairan masih berada pada

kondisi optimum untuk pertumbuhan fitoplankton.

Pencemaran dengan indikasi kandungan DO (oksigen

terlarut) dapat mendeteksi jenis pencemaran yang disebabkan

oleh unsur hara seperti nitrat (NO3-N) dan phospat (PO4). Pada

saat kadar oksigen rendah, keseimbangan menuju amoniak,

sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi keseimbangan

bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan

hasil akhir dari oksidasi oksigen dalam air laut (Hutagalung

dan Horas 1997). Sedangkan peningkatan kadar posfat dalam

laut akan menyebabkan peledakan populasi (blooming)

fitoplankton yang di ikuti dengan penurunan DO secara drastis

25

dalam air yang berujung pada kematian ikan yang

dibudidayakan.

Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai

nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat

dan nitrogen sangat mudah larut dalam air dan memiliki sifat

yang relatif stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi

yang sempurna di perairan. Pada dasarnya, nitrat merupakan

sumber utama nitrogen diperairan, akan tetapi, tumbuhan

lebih menyukai amonium untuk digunakan dalam proses

pertumbuhan. Sumber utama nitrat dalam perairan selain

berasal dari suplai nutrien dari darat berupa bahan organik

yang selanjutnya diuraikan oleh mikroba, juga dapat berasal

dari udara dan hasil fiksasi oleh bakteri-bakteri nitrat.

Penyebab rendahnya konsentrasi nitrat dalam perairan selain

dimanfaatkan oleh plankton atau tumbuhan air lainnya untuk

pertumbuhannya juga dapat disebabkan oleh suplai nitrat ke

dalam perairan tersebut yang memang rendah.

Berbeda dengan phospat, kadar nitrat yang diperoleh di

perairan tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,079 – 0,673

mg/l. Berdasarkan nilai kandungan tersebut maka perairan

secara umum dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki

kandungan zat hara rendah (Oligotrofik). Wetzel (1975)

mengelompokan perairan berdasarkan kandungan nitratnya

yaitu oligotrofik bila kadar nitrat perairan berkisar antara 0-1

mg/l. Kadar nitrat lebih dr 5 mg/l. menggambarkan keadaan

suatu perairan yang telah tercemar akibat aktivitas manusia

dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l

menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Pengukuran

di stasiun yang berdekatan dengan muara sungai

menunjukkan kandungan nitrat yang rendah. Dengan

demikian rendahnya kadar nitrat dalam perairan Laut Sawu

diduga disebabkan oleh suplai nutrien dari darat berupa

bahan organik maupun fiksasi dari udara oleh bakteri-bakteri

nitrat memang sangat rendah.

Nitrit (NO3) merupakan bentuk peralihan antara amonia

dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen

26

(denitrifikasi) yg terbentuk dalam kondisi anaerob. Sumber

nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik.

Kadar nitrit pada perairan relatif stabil karena segera

dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit

sekitar 0,001 mg/l. Sementara itu, kadar nitrit yang

diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kandungan Nitrit di

perairan berada dalam kisara 0,001 - 0,021 mg/l. Kandungan

tersebut menunjukkan bahwa nitrit telah melebihi kandungan

daripada perairan alami, akan tetapi tidak melebihi daripada

kandungan diperbolehkan.

COD merupakan ukuran akan banyaknya zat-zat organik

yang terdapat dalam suatu perairan. Zat-zat organik yang

terdapat dalam air laut berasal dari alam atau buangan

domestik, industri dan pertanian. Ada yang mudah diuraikan

dan ada yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme umumnya

bersifat toxic, sehingga membahayakan kehidupan organisme

perairan. Kandungan COD di perairan berkisar pada 120 – 316

mg/l. Kandungan COD tersebut merupakan kadar COD yang

rendah dan menandakan bahwa kondisi perairan belumlah

tercemar oleh zat organik maupun zat anorganik, sebagaimana

diutarakan Suhadi (dalam Sutamihardja 1978) bahwa perairan

dengan kandungan COD berkisar 10 – 30 ppm dikategorikan

perairan tercemar ringan.

2. Potensi Ekologis

a. Ekosistem Pesisir dan Laut

1) Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan struktur di dasar

laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang

dihasilkan terutama hewan karang. Karang adalah hewan

yang tidak bertulang belakang yang termasuk dalam phylum

Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria yang dapat

mengeluarkan CaCO3. Jika CaCO3 terkena air laut maka akan

membentuk endapan kapur (Timotius, 2003 dalam Yulianda

dkk., 2009). Terumbu karang adalah ekosistem yang

memerlukan nutrien lingkungan dengan konsentrasi rendah,

seperti di lautan tropis, dimana tumbuhan dan organisme

27

autotrof lainnya seringkali memanfaatkan nitrogen dan fosfor

yang tersedia. Cahaya merupakan salah satu faktor yang

penting bagi karang hermatypic (kelompok karang yang mampu

membentuk terumbu). Cahaya dibutuhkan oleh simbion

karang zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh

karang hermatypic yang merupakan penyuplai utama

kebutuhan hidup karang.

Terumbu karang memiliki nilai penting sebagai sumber

makanan, habitat bagi berbagai biota laut yang memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi, sebagai penyedia jasa alam dalam

kegiatan wisata bahari, sebagai tempat perlindungan bagi

satwa laut lainnya dari hewan pemangsa, tempat mencari

makan dan berkembang biak bagi ikan-ikan terumbu dan

sebagai penghalang bagi daerah pantai dari terjangan

gelombang.

Laut Sawu merupakan salah satu kawasan yang memiliki

potensi terumbu karang dengan keanekaragaman yang sangat

tinggi. TNP Laut Sawu yang merupakan bagian dari Eko-region

Sunda Kecil, tercatat memiliki jumlah spesies karang sebanyak

532 spesies dan terdapat 11 spesies endemik dan sub endemik

dan merupakan tempat hidup bagi sekitar 350 jenis ikan

karang. Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan

tersebar di perairan pesisir di seluruh kabupaten yang masuk

dalam kawasan TNP Laut Sawu dengan luasan total 63.339,32

ha (TNC Savu Sea, 2011).

Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis citra

satelit yang difasilitasi oleh TNC pada Tahun 2011 diperoleh

sebaran ekosistem terumbu karang sebagaimana yang terlihat

pada Gambar 11.

28

Gambar 11. Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah

TNP Laut Sawu dan Sekitarnya Sumber : Savu Sea Project, TNC (2011)

Hasil Penilaian Munasik, dkk., 2011 tentang kondisi

terumbu karang di TNP Laut Sawu telah dilakukan dengan

metode Manta Tow yang meliputi 8 (delapan) wilayah

kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao,

Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten

Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten

Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat pada bulan Mei-

Juli 2011. Hasil menunjukkan kondisi terumbu karang

bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali. Kondisi

terumbu karang dalam kategori buruk mencapai 55,8%

sedangkan kondisi terumbu berkategori sedang mencapai

39,2%, kondisi baik 4,6% dan kondisi baik sekali 0,4%.

Kondisi terumbu karang yang baik umumnya terdapat di

Kabupaten Rote Ndao seperti di Desa Tesabela Kec. Pantai

Baru, Desa Onatali Kec. Rote Tengah dan Pulau Ndo’o

Kecamatan Rote Barat. Kondisi terumbu karang terburuk di

Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat.

Tingkat kerusakan terumbu karang di kawasan TNP Laut

Sawu bervariasi dari rendah hingga tinggi. Kerusakan terumbu

karang umumnya diakibatkan oleh sedimentasi (termasuk

resuspensi), penangkapan ikan merusak dengan menggunakan

bom, racun dan pembuangan jangkar.

29

Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan tersebar di

perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kabupaten

Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur,

Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya,

Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat, dan

sebarannya terkonsentrasi terutama di Kabupaten Rote Ndao.

Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali

hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan

karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey

sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan

TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang

dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%,

kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4%, dan kondisi

buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir

sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP

Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang

hidup ≤ 25%). Untuk mengetahui kondisi eksisting dan

sebaran terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu dan

tingkat kerusakannya serta sebaran biota laut lainnya akan

dijelaskan pada setiap Kabupaten berikut ini.

a) Kabupaten Kupang

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Kupang

bervariasi dari kondisi baik sekali hingga buruk sekali yang

ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup

tertinggi 80%, hingga tidak ditemukan tutupan karang

hidup. Hampir sepanjang lintasan survey di Desa Soliu

tidak ditemukan karang hidup dan substrat dasar perairan

didominasi oleh pasir dan batu dengan persentase tutupan

masing-masing dalam kisaran 30%-100% dan 5%-40%

sehingga kondisi terumbu karang termasuk kategori buruk

sekali. Kondisi terumbu yang buruk sekali di Desa Soliu

yang disebabkan substrat dasar dan perairan yang kurang

mendukung pertumbuhan karang. Kondisi terumbu di

Kabupaten Kupang yang termasuk baik sekali hingga baik

ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Afoan dan

Lifuleo, sedangkan kondisi terumbu kategori sedang

ditemukan dalam lintasan survey yang panjang meliputi

30

Desa Kuanheum, Desa Oematnunu, Desa Tesabela, Desa

Lifuleo, dan Desa Akle. Bentuk pertumbuhan karang hidup

di Kabupaten Kupang umumnya tersusun atas karang

massive dan encrusting terutama lintasan survey dari Desa

Soliu hingga Desa Naikliu selanjutnya bentuk

pertumbuhan bervariasi dengan adanya karang tabulate,

branching, sub massive dan foliose di desa-desa seperti di

Desa Kuanheum, Desa Oematnunu, Desa Tesabela, Desa

Lifuleo dan Desa Uitiuhana. Kondisi terumbu karang di

Kabupaten Kupang sebagaimana terdapat pada Gambar

12.

Gambar 12. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten

Kupang (Munasik, dkk, 2011)

Kondisi terumbu karang di sepanjang lintasan survey

dari Desa Soliu hingga Naikliu Kabupaten Kupang dalam

kondisi buruk sekali. Kondisi terumbu karang yang buruk

di Afoan kemungkinan akibat sedimentasi dari daratan

yang ditandai oleh kekeruhan perairan dan munculnya

penyakit karang (coral disease). Kondisi terumbu yang

buruk di Desa Uitiuhana dan Teluk Akle dengan tingkat

kerusakan yang tinggi kemungkinan diakibatkan oleh

aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom.

31

b) Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat

Terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan

Kabupaten Manggarai Barat tersebar di pesisir Desa

Sataruwuk, Desa Cekaluju yang terletak di Kabupaten

Manggarai dan Desa Nangabere yang terletak di Kabupaten

Manggarai Barat serta di Desa Nuca Molas yang terletak di

Kabupaten Manggarai. Kondisi terumbu karang di dua

kabupaten tersebut bervariasi dari sedang hingga buruk

sekali ditunjukkan dari persen tutupan karang hidup 10-

50%. Kondisi terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan

Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana terdapat pada

Gambar 13.

Gambar 13. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat (Munasik,

dkk, 2011).

Terumbu karang di desa-desa pesisir tersebut

umumnya dalam kategori buruk hingga buruk sekali

dengan persentase tutupan karang ≤ 25%. Adapun kondisi

terumbu di Desa Nuca Molas bervariasi dari sedang hingga

buruk sekali. Bentuk pertumbuhan karang hidup

umumnya di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten

Manggarai Barat berupa karang massive dan encrusting.

Bentuk pertumbuhan karang tabulate hanya

ditemukan di Desa Sataruwuk sedangkan karang branching

dan foliose terdapat di Desa Nuca Molas. Rendahnya

32

tutupan karang hidup di Desa Cekaluju karena substrat

dasar umumnya tersusun dari pasir dan batu sehingga

karang tidak dapat tumbuh dengan baik sedangkan di

Desa Sataruwuk, selain tertutup pasir dan batu substrat

tersusun oleh karang lunak. Kondisi yang berbeda terjadi

di Desa Nuca Molas, meskipun tutupan karang hidup di

Desa Nuca Molas mencapai 50% akan tetapi rata-rata

persentase tutupan karang hidup hanya 15%. Hal tersebut

terjadi karena umumnya substrat dasar di pulau tersebut

tersusun oleh pecahan karang dan karang lunak. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa di Desa Nuca Molas telah

terjadi kerusakan tingkat sedang oleh aktivitas

penangkapan ikan dengan bom.

c. Kabupaten Rote Ndao

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Rote Ndao

bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang

ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup dari

80% hingga 5%. Kategori baik sekali ditemukan di Desa

Tesabela (Rote Timur), Desa Onatali (Lobalaen) dan Pulau

Ndo’o (Rote Barat), sedangkan kategori baik (51-75%) selain

ditemukan di desa-desa tersebut juga ditemukan dalam

lintasan yang pendek di Desa Sotimori, Desa Bolatena,

Desa Nggodimeda, Desa Maubesi, Desa Netenaen, Desa

Oelua, Desa Oeseli, Desa Oebou, Desa Oeteffu dan Pulau

Nuse. Kondisi terumbu karang kategori sedang (26-50%)

umumnya ditemukan dalam lintasan yang panjang di desa-

desa pesisir Kabupaten Rote Ndao. Kondisi buruk hingga

buruk sekali (≤ 25%) umumnya dijumpai di Desa Daiama,

Mulut Seribu Kecamatan Rote Timur. Bentuk pertumbuhan

karang hidup di Kabupaten Rote Ndao meliputi massive,

sub-massive, tabulate, branching, encrusting dan foliose.

Beberapa desa dominasi oleh bentuk pertumbuhan tertentu

seperti massive dan mushroom di Desa Daiama, bentuk

massive di Desa Londalusi, bentuk branching dan tabulate

di Desa Oelua dan Desa Boni, bentuk tabulate dan

encrusting di Pulau Ndo’o dan bentuk encrusting saja

ditemukan di Pulau Ndao dan Desa Mbueain.

33

Tingkat kerusakan terumbu karang di perairan

Kabupaten Rote Ndao tergolong sedang hingga tinggi.

Secara umum penyebabnya adalah aktivitas penangkapan

ikan merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan

seperti yang ditemukan di Kecamatan Rote Timur.

Beberapa kerusakan juga terjadi di dataran terumbu akibat

aktivitas makameting, seperti yang terjadi di Desa

Londalusi, Teluk Papela. Rendahnya tutupan karang hidup

di Desa Daiama, Mulut Seribu Kecamatan Rote Timur

selain akibat penggunaan bom juga dikarenakan

kekeruhan dan aktivitas budidaya rumput laut. Penyakit

karang (coral disease) umumnya ditemukan di perairan

yang mengalami kekeruhan. Meskipun ancaman kerusakan

dari sedang hingga tinggi, Kabupaten Rote Ndao adalah

lokasi yang memiliki banyak ragam jenis large fauna yang

ditemukan. Terdapat lima jenis large fauna yang ditemukan

yaitu Bumphead parrotfish, Snapper, Sweetlips, Hiu, Giant

Trevally dan Platax. Lokasi ditemukan large fauna tersebar

di beberapa lokasi di Rote Timur, Onatali, Bo’a, Mbueain,

Pulau Ndo’o dan Pulau Ndana. Kondisi terumbu karang di

Kabupaten Rote Ndao sebagaimana terdapat pada Gambar

14.

Gambar 14. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten Rote Ndao (Munasik, dkk, 2011)

34

d. Kabupaten Sabu Raijua

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sabu Raijua

bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan

oleh persentase tutupan karang hidup 10%-60%. Kategori

baik hanya ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa

Menia, Kecamatan Sabu Barat dan Desa Molie, Kecamatan

Hawu Mehara, sedangkan kategori sedang umum

ditemukan di Kabupaten Sabu Raijua. Kondisi terumbu

karang sedang dijumpai di Desa Molie dan di desa-desa di

Kecamatan yang sama seperti Desa Lobohede, Desa Daeiko,

Desa Raedewa. Selain itu kondisi terumbu karang sedang

juga dijumpai di Desa Mebba dan Desa Menia, Kecamatan

Sabu Barat, Desa Ledeke, Desa Ledeunu, Desa Ballu dan

Desa Kolorae, Kecamatan Raijua.

Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kabupaten

Sabu Raijua meliputi massive, sub-massive, tabulate,

branching, encrusting dan foliose. Meskipun kondisi

terumbu karang buruk sekali ditemukan dalam lintasan

survey cukup panjang utamanya di Desa Menia namun

tingkat kerusakan terumbu tergolong rendah. Kerusakan

umumnya diakibatkan oleh adanya pengadukan sedimen

dasar dan resuspensi akan tetapi beberapa diantaranya

akibat aktivitas nelayan membuang jangkar untuk

berlabuh seperti terjadi di Desa Ledeke. Kondisi terumbu

karang di Kabupaten Sabu Raijua sebagaimana terdapat

pada Gambar 15.

35

Gambar 15. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten

Sabu Raijua (Munasik, dkk, 2011)

e. Kabupaten Sumba Timur

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Timur

menunjukkan kondisi bervariasi dari kategori baik hingga

buruk sekali. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase

tutupan karang hidup yang berkisar antara 5%-70%.

Kondisi terumbu karang dengan kategori baik hingga

sedang (40%-70%) ditemukan di Desa Napu, Kecamatan

Haharu. Kondisi terumbu karang dengan kategori sedang

hingga buruk (20%-40%) ditemukan di Desa Kayuri,

Kecamatan Rindi. Adapun kondisi terumbu karang dengan

kategori sedang hingga buruk sekali (10%-50%) terdapat di

Desa Heikatapu dan Desa Rindi, Kecamatan Rindi. Bentuk

pertumbuhan karang hidup di Kabupaten Sumba Timur

meliputi massive, submassive, tabulate, branching,

encrusting dan foliose.

Keberadaan ekosistem pesisir secara bersama, yaitu

terumbu karang, mangrove dan lamun di perairan

Kecamatan Rindi telah mendukung biodiversitas kawasan.

Hal ini ditunjukkan oleh temuan biota berukuran besar

(Large Fauna) di Desa Kayuri, Desa Rindi dan Desa

Heikatapu. Beberapa biota laut seperti penyu hijau dan

kelompok large fauna ditemukan di kawasan tersebut yaitu

ikan Kerapu (Grouper), Kakap (Snapper), Gergahing

36

(Carangidae), dan Pari (Eagle ray). Namun demikian

ekosistem terumbu karang di Kecamatan Rindi memiliki

tingkat kerusakan yang tinggi akibat aktivitas

penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan

racun ikan. Ancaman penangkapan ikan merusak dengan

menggunakan bom juga terjadi di Desa Napu, Kecamatan

Haharu serta aktivitas nelayan berupa pembuangan

jangkar di Desa Rindi. Kondisi terumbu karang di

Kabupaten Sumba Timur sebagaimana terdapat pada

Gambar 16.

Gambar 16. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten

Sumba Timur (Munasik, dkk, 2011)

f. Kabupaten Sumba Tengah

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba

Tengah bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang

ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5%-

80%. Kondisi terumbu karang dengan kategori baik sekali

ditemukan di Desa Lenang Kecamatan Umbu Ratunggay.

Kondisi terumbu karang dengan kategori baik (51%-75%)

ditemukan di Desa Lenang dan Desa Tanambanas. Kondisi

terumbu karang dengan kategori sedang umumnya

ditemukan di semua desa , secara khusus ditemukan di

Desa Lenang, Desa Tanambanas, Desa Wendewa Timur

dan Desa Wendewa Utara. Adapun Kondisi terumbu

37

karang dengan kategori buruk dan buruk sekali ditemukan

dalam lintasan yang pendek di semua desa. Bentuk

pertumbuhan karang hidup umumnya massive, branching,

foliose, tabulate dan encrusting. Bentuk pertumbuhan

karang di Desa Lenang umumnya didominasi oleh karang

branching. Tingkat kerusakan terumbu karang di

Kabupaten Sumba Tengah tergolong tinggi kecuali Desa

Tanambanas Kecamatan Katikutana dengan tingkat

kerusakan rendah hingga sedang. Secara umum, ancaman

kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan

merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan.

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Tengah

sebagaimana terdapat pada Gambar 17.

Gambar 17. Peta kondisi terumbu karang di KabupatenSumba Tengah (Munasik, dkk, 2011)

g. Kabupaten Sumba Barat Daya

Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Barat

Daya bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang

ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5%-

60%. Kondisi terumbu kategori baik ditemukan di Desa

Waelonda, Kecamatan Kodi Utara dengan penyusun utama

karang tabulate dan branching. Kondisi terumbu karang

yang umum ditemukan di Kabupaten Sumba Barat Daya

38

adalah kategori sedang (26%-50%) berpadu dengan kondisi

buruk (10%-25%) yang ditemukan di desa-desa pesisir

Kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu Desa Bukambero,

Desa Waelonda, Desa Kori, Desa Weepangali, Desa Karuni,

dan Desa Letekonda. Bentuk pertumbuhan karang

umumnya massive, submassive, branching, foliose, tabulate

dan encrusting. Tingkat kerusakan terumbu karang di

Kabupaten Sumba Barat Daya bervariasi dari rendah

hingga tinggi. Penyebab kerusakan umumnya adalah

akibat badai yang mengakibatkan karang tabulate terbalik

serta aktivitas nelayan membuang jangkar. Kondisi

terumbu karang di Kabupaten Sumba Barat Daya

sebagaimana terdapat pada Gambar 18.

Gambar 18. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Barat Daya (Munasik, dkk., 2011)

2) Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat

berperan bagi sumberdaya ikan. Ekosistem mangrove

berfungsi sebagai tempat mencari makan bagi ikan, tempat

memijah, tempat berkembang biak dan sebagai tempat

memelihara anak. Ekosistem mangrove juga dapat berfungsi

sebagai penahan abrasi yang disebabkan oleh gelombang dan

arus, selain itu ekosistem ini juga secara ekonomi dapat

39

dimanfaatkan sebagai kayu bakar, alat tangkap ikan, dan

bahan membuat rumah. Jenis kerapatan dan lingkar batang

mangrove terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Kerapatan dan Lingkar Batang Mangrove

St Kabupaten mt mu Lokasi Spesies Dominan Kerapatan

(ind/10 m2)

Lingkar

Batang

1 Rote Ndao

541999 8828401 Daiama Rhizophora stylosa 8 80

2 531454 8828331 Oen

Rhizophora

apiculata 12 50

Sonneratia Alba 4 100

3 523921 8827578 Oenggae Rhizophora apiculata 14 60

4 508176 8800261 Dombo Sonneratia alba 4 180

5 508222 8800118 Dombo Sonneratia alba 4 140

Rhizophora stylosa 3 60

Aegiceras floridum 2 120

6 488216 8793572 Oeseli Bruguiera spp 7 80

7 Sabu Raijua

372407 8839098 Osbornia octodonta 3 100

Ceriops tagal 9 50

Rhizophora spp 1 30

8 373184 8839727 Seba Osbornia octodonta 3 100

Ceriops tagal 9 50

9 Sumba Timur 258918 8897861 Heikatapu Aegialitis annulata 56 40

Sumber : Hasil Survey, 2011

Hutan mangrove di Provinsi NTT terdiri atas kurang lebih

9 (sembilan) famili yang terbagi dalam 15 (lima belas) spesies

antara lain Bakau Genjah (Rizhophora mucronata), Bakau Kecil

(Rizhophora apiculata), Bakau Tancang (Bruguiera spp), Bakau

Api-api (Avicennia spp), Bakau Jambok (Xylocorpus spp),

Bakau Bintaro (Cerbera manghas), dan Bakau Wande (Hibiscus

tiliaceus). Hasil analisis citra satelit resolusi tinggi Tahun 2011

mencatat luas mangrove di dalam kawasan TNP Laut Sawu

yaitu 5019,53 hektar dengan daerah yang mempunyai luasan

mangrove paling besar yaitu di Kabupaten Sumba Timur dan

di Kabupaten Rote Ndao (TNC Savu Sea, 2011).

3) Padang Lamun

Ekosistem padang lamun mempunyai peran yang sangat

penting. Apabila ditinjau dari beberapa aspek

keanekaragaman hayati, padang lamun memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan

memiliki 13 (tiga belas) jenis lamun. Selain itu, padang lamun

juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan

40

laut, antara lain ikan, moluska, krustasea, ekinodermata,

penyu, dan dugong. Lamun dapat juga mengurangi dampak

gelombang pada pantai sehingga dapat membantu

menstabilkan garis pantai. Secara ekonomi, padang lamun

menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan

untuk menyokong kehidupan masyarakat antara lain untuk

makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.

Ancaman terhadap ekosistem padang lamun ada beberapa

faktor antara lain perubahan fisik dasar laut, seperti erosi,

sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi wilayah dan

kepadatan tutupan padang lamun, kekeruhan yang

mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada

lamun, serta metode penangkapan ikan yang tidak ramah

lingkungan.

Hasil analisa citra satelit resolusi tinggi, lamun paling

banyak ditemukan di semua perairan Kabupaten Sumba

Timur, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Rote Ndao.

Total luasan daerah lamun di TNP Laut Sawu yaitu 5320,62

hektar. Sedikitnya terdapat 10 (sepuluh jenis) lamun dalam 2

famili di TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea, 2011).

4) Habitat Perairan Dalam

Habitat perairan dalam TNP Laut Sawu terdiri dari

ambang laut dalam, selat, pulau samudera (oceanic island),

dan pulau satelit (satellite island). Ambang laut dalam

merupakan pematang bawah laut yang dapat membatasi aliran

air dalam antara dua lubuk laut. Sedangkan selat merupakan

terusan sempit yang menghubungkan dua masa air yang lebih

besar. Daerah ini penting sebagai daerah lintasan migrasi

setasea dan fauna besar laut lainnya. Pulau samudera

merupakan pulau-pulau terpencil yang dikelilingi oleh laut

dalam. Di kawasan TNP Laut Sawu sendiri, yang termasuk

pulau samudera yaitu Pulau Dana di Kabupaten Sabu Raijua.

Adapun Pulau Satelit menurut Kahn (2008) adalah pulau yang

terletak di dekat daratan utama akan tetapi pulau tersebut

terisolasi (terpisah) dari daratan utama itu karena berada

dekat kontur kedalaman 200 meter. Sebagian pulau-pulau di

41

TNP Laut Sawu merupakan pulau satelit, yang diidentifikasi

sebagai habitat dengan keanekaragaman hayati yang termasuk

komponen pesisir dan kelautan yang penting.

Upwelling musiman yang kuat di TNP Laut Sawu terjadi di

perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba

Timur dan Manggarai serta Manggarai Barat pada bulan Mei

sampai dengan Oktober. Fenomena upwelling yang membawa

massa air laut bersuhu dingin dari dasar perairan yang kaya

akan nutrient ke perairan di atasnya menjadikan variasi suhu

yang tinggi di daerah perairan tersebut sehingga perairan

tersebut mempunyai produktivitas primer yang tinggi sehingga

ikan banyak berkumpul mencari makan di daerah ini dan juga

menjadikan daerah ini tahan terhadap dampak dari

pemanasan global sehingga menjadikan habitat vital seperti

terumbu karang lebih tahan terhadap fenomena pemutihan

(bleaching). Habitat perairan dalam dan oseanografi di TNP

Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Gambar 19.

Gambar 19. Peta habitat perairan dalam dan oseanografi di TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea Project, 2011)

b. Sebaran Biota Laut

1) Mamalia Laut

Selain sumberdaya hayati yang berada di wilayah pesisir,

wilayah Laut Sawu dikenal sebagai daerah migrasi mamalia

laut. Berdasarkan data dan informasi Benjamin Kahn (2009)

dan Pemetaan Partisipatif TNP Laut Sawu (2010), wilayah

42

perairan Laut Sawu khususnya TNP Laut Sawu mempunyai

koridor-koridor penting perlintasan mamalia laut. Perlintasan-

perlintasan tersebut penting artinya terkait dengan upaya

pengelolaan wilayah TNP Laut Sawu itu sendiri, sehingga perlu

mendapatkan perhatian. Di perairan TNP Laut Sawu ditemukan

mamalia laut sebanyak 22 spesies yang terdiri dari 14 spesies

paus, 7 spesies lumba-lumba, dan 1 spesies dugong (Ped-Soede,

2002; dan Kahn, 2005). Mamalia laut yang ditemukan di TNP

Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Mamalia Laut yang ditemukan di TNP Laut Sawu

No Nama Spesies

(ID) Nama Ilmiah

Nama

Indonesia

Nama

Lokal

1 Sperm whale Physeter macrocephalus

Paus sperma Kote

kelema

2 Dwarf sperm whale

Kogia sima Paus sperma

cebol

Fefa

kumu

3 Pygmy sperm whale

Kogia breviceps Paus sperma

kerdil n/a

4 Short finned pilot whale

Globicephala macrorhyncus

Paus pemandu

sirip pendek

Temu

bela

5 Orca Orcinus orca Paus

pembunuh Seguni

6 False killer whale Pseudorca crassidens Paus

pembunuh

palsu

Temu

bela

7 Pygmy killer whale Feresa attenuata Paus

pembunuh kerdil

Temu

kebung

8 Melon headed whale

Peponocephala electra Paus kepala

semangka

Temu

kebong

9 Beaked whale Mesoplodon spp. Ika mea

10 Cuvier’s beaked whale

Ziphius cavirostris Paus paruh

cuvier Ika mea

11 Bryde’s whale Balaenoptera brydei Paus bryde n/a

12 Pygmy Bryde’s whale

Balaenoptera edeni Paus bryde

kecil n/a

13 Blue whale Balaenoptera musculus

Paus biru Lelangga

ji

14 Humpback whale Megaptera novaeangliae

Paus bongkok n/a

15 Spinner dholpin Stenella longirostris Lumba-lumba paruh panjang

Temu kira

16 Pan-tropical spotted dolphin

Stenella attenuate Lumba-lumba

totol

Temu

kira

17 Rough-toothed dolphin

Steno bredanensis Lumba-lumba

gigi kasar n/a

18 Risso’s dolphin Grampus griseus Lumba-lumba

abu-abu

Temu

bura

19 Bottlenose dolphin Tursiops truncates Lumba-lumba

hidung botol n/a

20 Fraser’s dolphin Lagenodelphis hosei Lumba-lumba

fraser

Temu

notong

21 Indo-Pacific bottlenose dolphin

Tursiops aduncus n/a

22 Dugong Dugong dugon

43

Secara khusus, Kahn (2005) melakukan pengamatan di

Laut Sawu dan menemukan beberapa jenis paus di Laut Sawu,

antara lain paus sperma (sperm whale), paus pembunuh kerdil

(pigmy killer whale), paus kepala semangka (melon headed

whale), paus bryde (Bryde’s whale), lumba-lumba paruh

panjang (spinner dolphin), lumba-lumba totol (pan-tropical

spotted dolphin), lumba-lumba gigi kasar (rough-toothed dolphin),

lumba-lumba abu-abu (risso’s dolphin), dan lumba-lumba

Fraser (Fraser’s dolphin). Adapun pola gerakan paus yang

melintasi TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Gambar

20.

Gambar 20. Pola gerakan paus di Laut Sawu (Kahn, 2005).

Selain itu, Kahn juga mengamati gerakan/migrasi paus

dengan satelit tagging. Hasil pengamatannya menunjukkan pola

pergerakan paus biru dan paus sperma dari Solor dan Alor.

Paus Biru bergerak dari Selat Ombay ke Perairan Arafura,

sementara Paus Sperma bergerak dari Samudera Hindia ke Laut

Sawu. Selain itu juga direkam kegiatan Paus Biru di waktu

malam dan siang. Pada saat siang, paus tersebut berenang

hingga kedalaman 250 meter, sedangkan pada malam hari paus

tersebut berada di permukaan.

Berdasar data dan informasi yang diperoleh dari TNC Savu

Sea selama tahun 2009–2011 ditemukan beberapa jenis paus

selama monitoring dari permukaan air. Mamalia yang

ditemukan adalah jenis Paus Biru (Balaenoptera musculus),

44

Lumba–lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris), Lumba–

lumba Abu-abu (Grampus griseus), dan 1 jenis paus tidak

teridentifikasi karena jauhnya jarak pengamatan. Paus Biru

(Balaenoptera musculus) yang ditemukan sebanyak 1 ekor. Hasil

monitoring yang dilakukan oleh TNC terhadap keberadaan Paus

di perairan Laut Sawu pada tanggal 23 Mei 2011 di perairan

Desa Uitiuhana, Kecamatan Semau Selatan, Kabupaten Kupang

sebagaimana terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9. Monitoring Keberadaan Paus di Perairan Laut Sawu

Waktu /jam Posisi Jenis paus dan arah pergerakan

11.44–11.47 WITA

S-10.28287204°;

E123.42552764°

Paus Biru berenang ke arah Utara

menuju Pulau Kambing,

Kecamatan Semau.

S-10.28176085°;

E123.42478945

Arah pergerakan berenang ke arah

barat menuju Selat Tablolong

S-10.28169388°;

E123.42490420°

Arah pergerakannya menuju ke

Utara menuju Tanjung Akle

8.00 WITA S-10.32491173°;

E123.41491867°

Arah pergerakan hanya berputar –

putar di Tanjung Akle dari selatan

ke timur (jenis paus tidak

teridentifikasi)

Sumber : Savu Sea Project - TNC, 2011

Lumba–lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris)

ditemukan di Tanjung Kurus sebanyak 2 ekor pada pukul 16.49

WITA, tanggal 21 Mei 2011 dengan arah pergerakan dari utara

ke selatan pada titik koordinat S-9.814188° E123.626892°.

Sementara pada tanggal 23 Mei 2011 pada pukul 8.19 WITA,

Lumba–lumba Paruh Panjang ditemukan sebanyak 20 ekor di

Desa Soliu. Pada koordinat S-9.547476° E123.7595° dengan

arah pergerakan dari perairan dalam di bagian barat ke arah

timur dengan aktivitas mencari makan. Di perairan Desa

Batutua, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao

ditemukan Lumba–lumba Abu-abu (Grampus griseus) sebanyak

2 (dua) ekor pada koordinat S-10.87288° E123.00011° dengan

arah pergerakan dari timur (Desa Dolasi) ke arah barat (Desa

Oebou).

Hasil penelitian dengan metode pemetaan partisipatif

untuk sebaran mamalia laut dan koridor migrasinya

sebagaimana terdapat pada Gambar 21.

45

Gambar 21. Peta Sebaran Mamalia Laut di TNP Laut Sawu (TNC

Savu Sea Project, 2011)

2) Penyu

Penyu adalah reptilia laut yang banyak ditemukan di

perairan Laut Sawu. Berdasar hasil survey yang dilakukan,

kawasan TNP Laut Sawu merupakan habitat bagi minimal 6

spesies penyu yaitu :

1. Penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan di perairan

Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu,

Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten

Timur Tengah Selatan;

2. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) ditemukan di perairan

Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu,

Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten

Timur Tengah Selatan;

3. Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) ditemukan di perairan

Kabupaten Timur Tengah Selatan;

4. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) ditemukan di

perairan Kabupaten Kupang, Kabupaten Sumba, dan

Kabupaten Timur Tengah Selatan;

5. Penyu pipih (Natator depressus) ditemukan di perairan

Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu;

6. Penyu tempayan (Caretta caretta) ditemukan di perairan

Sumba.

46

Monitoring manta tow juga berhasil menemukan

keberadaan penyu dalam ekosistem terumbu karang. Lokasi

keberadaan penyu terdapat di Desa Nuca Molas di Kabupaten

Manggarai, dan di Desa Bolatena, Desa Rotedale, serta Desa

Bo’a di Kabupaten Rote Ndao dengan jenis Penyu Hijau

(Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan

Penyu Lekang (Lepydochelys olivachea). Jenis Penyu Hijau

adalah jenis yang paling banyak ditemukan yaitu 9 (sembilan)

ekor, dengan lokasi di Desa Nuca Molas, Kabupaten Manggarai

sebanyak 8 (delapan) ekor dan Desa Bolatena, Kabupaten Rote

Ndao sebanyak 1 (satu) ekor.

Pada jalur manta tow ditemukan Penyu Sisik

(Eretmochelys imbricata) yang sedang melintas di Desa Nuca

Molas, Kabupaten Manggarai dan Desa Rotedale, Kabupaten

Rote Ndao sebanyak 2 (dua) ekor, sementara di Tanjung Bo’a,

Kabupaten Rote Ndao ditemukan Penyu Lekang yang sedang

melakukan perkawinan di permukaan air dengan kondisi

gelombang yang besar. Peta sebaran reptil di TNP Laut Sawu

sebagaimana terdapat pada Gambar 22.

Gambar 22. Peta Sebaran Reptil di TNP Laut Sawu (TNC Savu

SeaProject, 2011)

3) Large Fauna

Large Fauna merupakan biota target dalam monitoring

Manta Tow TNP Laut Sawu 2011 yang memiliki ukuran besar

47

serta memiliki peranan penting baik dalam sisi ekologis maupun

ekonomis di area terumbu karang. Biota yang menjadi target

pengamatan antara lain jenis Kerapu (Grouper),

Humphead/Napoleon (Cheilinus undulatus), Hiu (Charcanidae),

Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum), Pari Manta

(Manta byrostris), Tuna Sirip Kuning (Thunus albacores).

Monitoring Manta Tow yang dilakukan di 4 (empat) kabupaten

yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten

Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat menemukan 4

(empat) jenis Large Fauna. Jenis yang ditemukan adalah

Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum), Humphead

(Cheilinus undulatus), Grouper (Ephinephelus. spp) dan Hiu

(Negaprion acuntides). Bumphead parrotfish (Bolbometopon

muricatum) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan,

baik lokasi maupun persebarannya. Jenis tersebut paling

banyak ditemukan di Kabupaten Rote Ndao. Schooling

Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum) di Kecamatan

Rote Barat Laut ditemukan di Desa Nembrala sebanyak 20 (dua

puluh) ekor, Pulau Ndo’o 4 (empat) ekor, Pulau Ndao 10

(sepuluh) ekor, Pulau Nuse 25 (dua puluh lima) ekor. Di

Kecamatan Rote Timur, jenis tersebut ditemukan di Desa

Sotimori sebanyak 20 (dua puluh) ekor. Humphead (Cheilinus

undulatus) ditemukan secara individual. Jenis tersebut

ditemukan di Kabupaten Manggarai, Kabupaten Kupang, dan

Kabupaten Rote Ndao. Adapun persebaran paling banyak

ditemukan di Desa Nuca Molas, Kecamatan Satarmese Barat,

Kabupaten Manggarai yaitu sebanyak 2 (dua) ekor dalam towing

yang berbeda. Di Kabupaten Kupang jenis tersebut ditemukan

sebanyak 1 (satu) ekor, yaitu di Desa Soliu, Kecamatan Amfoang

Barat Laut. Grouper (Ephinephelus. spp) ditemukan di Desa

Bo’a, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao

sebanyak 1 (satu) ekor. Estimasi ukuran tubuhnya lebih dari 40

(empat puluh) cm. Selain Grouper (Kerapu), di Pulau Ndana

ditemukan pula ikan karang Sweetlips (Plectorincus

chaetodontoides) dengan ukuran lebih dari 40 (empat puluh) cm.

Ikan tersebut ditemukan sedang bergerombol dengan ikan

karang jenis Kakap/Snaper (Lutjanidae) yang ukurannya lebih

48

kecil dari Sweetlips. Hiu (Negaprion acuntides) ditemukan di

Desa Sotimori, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao

sebanyak 1 (satu) ekor. Berdasarkan informasi dari nelayan, hiu

yang ditemukan tidak temasuk dalam ikan target penangkapan

karena nilai ekonomisnya rendah. Selain itu, berdasarkan

informasi yang diperoleh, Desa Sotimori dan Desa Bo’a

merupakan lokasi – lokasi penangkapan ikan bernilai ekonomis

tinggi di Kabupaten Rote Ndao, ketika musim angin barat.

Daerah tempat ditemukannya large fauna yaitu di area terumbu

karang. Bumphead parrotfish banyak terdapat di Pulau Ndo’o

dengan kondisi terumbu karang baik (sedang dan tinggi).

Bumphead parrotfish adalah ikan herbivora. Ketersediaan

makanan menjadi faktor utama, sebab pada area terumbu

karang juga banyak ditemukan alga. Alga biasanya menempel

pada karang hidup, batu, dan pecahan karang. Kecuali di Pulau

Ndo’o, lokasi ditemukannya large fauna tidak semuanya

memiliki tutupan terumbu karang yang baik (kategori; sedang,

tinggi, sangat tinggi). Large fauna ditemukan di lokasi tersebut

karena pada lokasi itu tersedia tempat berlindung. Grouper dan

Sweetlips menggunakan celah pada substrat batu sebagai

habitat. Berbeda dengan Tanjung Bo’a dan Pulau Ndana, Hiu di

Mulut Seribu menyamarkan keberadaanya pada substrat pasir.

3. Potensi Ekonomi

Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor

ekonomi, dalam kurun waktu tahun 2007–2009 dapat dilihat bahwa

sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Provinsi NTT yaitu

sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor

jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun waktu tahun 2007–

2009 merupakan yang terbesar, yaitu sekitar 88,34% dari seluruh

PDRB Provinsi NTT masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut.

Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun waktu

tahun 2007–2009, sektor pertanian masih merupakan yang paling

besar sumbangannya terhadap PDRB Provinsi NTT. Pada tahun 2007,

peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36% dari

seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus

menurun hingga menjadi hanya sekitar 39,24% pada tahun 2009.

Gambaran ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian meskipun

49

cenderung melemah, tetap memegang peranan penting dalam

perekonomian di wilayah ini.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek

yang cukup menggembirakan. Peranan sektor ini sebesar 17,55%

terhadap perekonomian Provinsi NTT. Kemudian pada tahun

berikutnya, peranan sektor ini sedikit menurun menjadi sebesar

17,51%. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun

berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93% pada tahun 2009.

Demikian halnya peranan sektor jasa dalam perekonomian Provinsi

NTT, juga terlihat semakin meningkat pada kurun waktu tahun 2007–

2009. Meskipun pada tahun 2007 sektor ini hanya mampu

menyumbang 16,47% terhadap PDRB Provinsi NTT, bahkan

kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan,

hotel dan restoran sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor

pertanian, namun sejak diberlakukannya otonomi daerah sampai

dengan tahun 2008 dan berlanjut hingga tahun 2009 sumbangan

sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki

urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga

21,17 %.

Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan

sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi NTT, tetap tidak

bergeser pada kurun waktu tahun 2000–2003. Sedangkan untuk

sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga

sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Provinsi NTT

cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya

peranan sektor lain terhadap pembentukan PDRB Provinsi NTT dalam

kurun waktu tahun 2000–2002, meskipun peranan sektor lain ini

mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi 21,66%.

Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada

tahun 1998, perekonomian Provinsi NTT kembali membaik dengan

laju pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Laju

pertumbuhan pada kurun waktu tahun 2007–2009 memberi

pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat.

Pada tahun 2009 laju pertumbuhan Provinsi NTT sedikit melemah

dengan pencapaian 5,87%. Sektor jasa selalu menempati sektor

dengan laju pertumbuhan paling tinggi, yaitu berkisar antara 9,31%

sampai dengan 13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor

50

yang memberi sumbangan kedua terbesar dalam perekonomian

Provinsi NTT.

Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian

merupakan sektor yang mengalami kemunduran ekonomi paling

parah pada tahun 1998 dengan pertumbuhan masing-masing sebesar

minus 20,47% dan minus 19,46%. Akan tetapi pada kurun waktu

tahun 2007-2009, kedua sektor tersebut telah mampu bangkit dan

mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun

waktu tahun 2007–2009, pertumbuhan sektor bangunan berkisar

antara 0,48% hingga 2,00%, sedangkan pertumbuhan di sektor

pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02% hingga 2,50%.

Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki

pertumbuhan yang menguat .

Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan dan sektor jasa

pada kurun waktu yang sama ternyata cukup menggembirakan.

Sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan yang menguat mulai

dari 2,35% hingga mencapai pertumbuhan sebesar 3,14%. Sektor

perdagangan, hotel dan restoran meskipun pertumbuhannya sedikit

melemah menjadi sebesar 6,38% pada tahun 2009, tetapi

pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga)

tahun berturut-turut dari sebesar 4,18% pada tahun 2007 hingga

tumbuh sebesar 6,50% pada tahun 2009.

4. Potensi Sosial Budaya

a. Kependudukan

Berdasarkan data tahun 2011, total penduduk di Provinsi

NTT sebesar 4.683.827 jiwa dengan rasio 2.357.340 perempuan

dan 2.326.487 laki-laki. Kepadatan penduduk 99 jiwa per Km2,

dengan laju pertambahan penduduk 2,07% pertahun.

Berdasarkan data yang tersedia di Kabupaten/Kota yang wilayah

perairannya dalam dan sekitar TNP Laut Sawu, jumlah kecamatan

terbesar yang memiliki pantai ada di Kabupaten Kupang, yaitu

sebanyak 29 kecamatan yang mencakup 102 Desa/Kelurahan,

disusul Kabupaten Alor dengan 17 Kecamatan yang mencakup

107 Desa/Kelurahan, Kabupaten Sumba Timur dengan 15

Kecamatan yang mencakup 51 Desa/Kelurahan. Total penduduk

di Provinsi NTT sebesar 4.683.827 jiwa dengan kepadatan

51

penduduk 99 jiwa per km2 dengan laju pertumbuhan penduduk

sebesar 2,07% per tahun (BPS Provinsi NTT, 2011). TNP Laut

Sawu, memiliki cakupan 195 desa pesisir di 47 kecamatan.

1) Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk Provinsi NTT menurut umur,

memperlihatkan presentase penduduk usia antara 15-64 tahun

paling besar jumlahnya yaitu 57,73% (2.703.973 jiwa), dan

diikuti persentase anak-anak (0-14 tahun) sebesar 37,31%

(1.747.536 jiwa), sedangkan penduduk usia 65 tahun ke atas

paling kecil yakni 5,04% (236.065 jiwa) dari keseluruhan jumlah

penduduk Provinsi NTT. Tingkat kepadatan penduduk tahun

2011 menggambarkan bahwa rata-rata jumlah penduduk yang

adalah 99 (sembilan puluh sembilan) orang/km2. Apabila

dilihat menurut kabupaten/kota, maka rata-rata tingkat

kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Kupang yaitu

1.785 orang/km2. Adapun Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten

Sumba Tengah, dan Kabupaten Kupang merupakan kabupaten

dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu 33

orang/km2, 33 orang/km2, dan 56 orang/km2.

2) Ketenagakerjaan

Persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja

pada kabupaten yang terdapat didalam kawasan TNP Laut Sawu

secara umum mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2009, persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia

kerja yaitu sebesar 60,46%, namun di tahun 2010 meningkat

menjadi 62,61% atau meningkat 2,15% dari tahun sebelumnya.

Tahun 2011 persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia

kerja kembali mengalami penurunan menjadi 61,25% dari

tahun sebelumnya. Persentase terbesar terjadi di Kabupaten

Sumba Tengah yaitu sebesar 64,29%, sedangkan persentase

terkecil terjadi di Kabupaten Sumba Timur yaitu sebesar

60,36%. Berdasar data tahun 2011 yang diperoleh dari Survey

Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), diketahui bahwa jumlah

angkatan kerja pada tahun 2009 hingga tahun 2011 mengalami

fluktuasi, namun jumlah angka pengangguran di kabupaten-

kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu mengalami penurunan.

Jumlah angka pengangguran pada tahun 2009 sebanyak

52

89.395 jiwa, sementara pada tahun 2010 jumlahnya menurun

menjadi 71.152 jiwa atau turun sebanyak 18.243 jiwa, jumlah

tersebut kembali mengalami penurunan jumlah pada tahun

2011 sebesar 13.153 jiwa menjadi 57.999 jiwa.

Jumlah penduduk yang bekerja menurut data SAKERNAS

2011 menunjukkan persentase terbesar lapangan perkerjaan

berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perkebunan

sebesar 64,89% atau sebesar 1.360.265 jiwa, sementara

persentase terkecil 0,12% atau 2.420 jiwa pada sektor listrik,

gas, dan air. Jumlah penduduk bekerja menurut lapangan

pekerjaan utama pada tahun 2009 sebesar 2.086.105 jiwa,

sementara pada tahun 2010 jumlahnya menurun menjadi

2.061.229 jiwa atau turun sebesar 24.876 jiwa. Pada tahun

2011, jumlahnya kembali meningkat menjadi 2.096.259 jiwa

atau naik 35.030 jiwa dari tahun sebelumnya. Jumlah dan

Proporsi Tenaga Kerja menurut Usaha tahun 2011 sebagaimana

terdapat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan Proporsi Tenaga Kerja menurut Usaha

Tahun 2011

No Lapangan Usaha Tahun 2011

Jumlah Persentase (%)

1 Pertanian, Kehutanan,

Perkebunan, Perikanan

1.360.265 64,89

2 Pertambangan dan Penggalian 23.627 1,13

3 Industri Pengolahan 124.697 5,95

4 Listrik, Gas & Air 2.420 0,12

5 Konstruksi / Bangunan 59.405 2,83

6 Perdagangan 147.439 7,03

7 Komunikasi, Angkutan dan

pergudangan

87.407 4,17

8 Keuangan 20.810 0,99

9 Jasa-jasa Kemasyarakatan 270.189 12,89

10 Lainnya - -

Jumlah 2.096.259 100,00

2010 2.061.229 100,00

2009 2.086.105 100,00

Sumber : NTT dalam angka Tahun 2012

Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih

merupakan sektor andalan sebagian besar masyarakat Provinsi

NTT, meskipun bersifat fluktuatif sesuai musim tanam. Di

penghujung musim penghujan pada bulan Februari, jumlah

tenaga kerja pada sektor pertanian menunjukkan

kecenderungan meningkat, karena sebagian tenaga kerja yang

sebelumnya bekerja pada sektor lain seperti tenaga buruh di

53

sektor kontruksi dan tenaga kerja informal di sektor jasa akan

beralih pekerjaan ke sektor pertanian. Namun demikian, pada

bulan Agustus yang merupakan awal musim kemarau, aktifitas

sektor pertanian mengalami penurunan, dan akan di ikuti

dengan pengalihan pekerjaan dari tenaga kerja sektor pertanian

ke sektor kontruksi dan tenaga kerja informal di sektor jasa.

Jumlah pencari kerja yang terdaftar dan dapat

ditempatkan pada tahun 2011, mencapai 37.535 jiwa. Rata-

rata upah yang diterima masyarakat pada kawasan yang masuk

dalam TNP Laut Sawu adalah Rp. 895.000,- di Kabupaten

Sumba Barat, Rp. 905.000,- di Kabupaten Sumba Timur, Rp.

1.115.000,- di Kabupaten Kupang, Rp. 977.250,- di Kabupaten

Timur Tengah Selatan, Rp. 1.017.000,- di Kabupaten

Manggarai, Rp. 868.000,- di Kabupaten Rote Ndao, Rp.

1.196.000,- di Kabupaten Manggarai Barat, Rp. 874.500,- di

Kabupaten Sumba Tengah, Rp.893.000,- di Kabupaten Sumba

Barat Daya. Adapun UMR pada Provinsi NTT adalah Rp.

850.000,-.

3) Rumah Tangga Perikanan

Dilihat dari data tahun 2011, jumlah rumah tangga

perikanan (RTP) yang berada di pantai pada 10 (sepuluh)

kabupaten yang berada di dalam Kawasan TNP Laut Sawu

sebagai berikut:

a) Kabupaten Kupang, sebanyak 1.399 KK;

b) Kabupaten Rote Ndao, sebanyak 1.247 KK;

c) Kabupaten Manggarai, sebanyak 1.162 KK; dan

d) kabupaten lainnya, masing-masing kurang dari 1.000 KK.

Populasi nelayan sebanyak 5% dari total penduduk Provinsi

NTT. Jumlah nelayan cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Namun demikian, sebagian besar nelayan tersebut baru

mampu beroperasi di wilayah perairan pantai sejauh kurang

dari 12 mil. Operasi penangkapan kebanyakan dilakukan secara

harian (one day fishing operation) karena sebagian besar hanya

memiliki perahu tanpa motor dan motor tempel. Perairan di luar

12 mil hingga batas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI)

hampir belum terjamah oleh nelayan yang berdomisili di

54

Provinsi NTT. Jumlah armada penangkapan di 10 (sepuluh)

kabupaten yang wilayah perairannya berada di dalam Kawasan

TNP Laut Sawu terbanyak berada di Kabupaten Kupang yaitu

682 (enam ratus delapan puluh dua unit), diikuti Kabupaten

Rote Ndao sebanyak 482 unit, Kabupaten Manggarai Barat

sebanyak 394 (tiga ratus sembilan puluh empat) unit,

Kabupaten Manggarai sebanyak 372 (tiga ratus tujuh puluh

dua) unit, Kabupaten Sumba Barat sebanyak 246 (dua ratus

empat puluh enam) unit, Kabupaten Sumba Timur sebanyak

219 (dua ratus sembilan belas) unit armada, dan di Kabupaten

Timur Tengah Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten

Sabu Raijua, dan Kabupaten Sumba Barat Daya masing-masing

kurang dari 100 (seratus) unit.

Kondisi wilayah kepulauan dengan tempat-tempat

pendaratan illegal yang tersebar menyulitkan pencatatan jumlah

ikan yang didaratkan maupun yang di kirim ke luar wilayah.

Hingga saat ini, di Provinsi NTT baru terdapat 1 (satu)

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 6 (enam) Pangkalan

Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di beberapa kabupaten.

Dengan sangat terbatasnya jumlah pelabuhan perikanan dan

tenaga pengawas sumberdaya, praktek illegal, unreported and

unregulated fishing (IUU fishing) masih sangat tinggi.

Meningkatnya kegiatan yang merusak memberikan dampak

pada kelestarian ekosistem laut dangkal, terutama mangrove

dan terumbu karang. Tingkat kerusakan untuk kedua jenis

ekosistem pantai tersebut rata-rata mencapai 70%.

Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa alat

penangkapan ikan yang digunakan terdiri atas 9 (sembilan)

jenis yang terdiri dari pukat kantong, pukat cincin, jaring

insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul, alat

penangkap, dan lain-lain (jala tebar, garpu dan tombak).

Berdasar data jumlah produksi dan nilai produksi perikanan

tangkap tahun 2011, diketahui bahwa jumlah dan nilai

produksi perikanan tangkap terbesar berada di Kabupaten

Kupang dengan jumlah produksi sebanyak 8.389 ton, diikuti

Kabupaten Manggarai sebanyak 3.749,5 ton, sementara

Kabupaten Manggarai Barat sebanyak 3.553,4 ton, Kabupaten

55

Rote Ndao sebanyak 1.516,7 ton, Kabupaten Sumba Timur

1.468.8 ton, Kabupaten Sumba Barat sebanyak 1.320,4 ton,

diikuti Kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 799,2 ton,

Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 559,9 ton, dan

Kabupaten Sumba Tengah memiliki jumlah terkecil sebanyak

404,1 ton.

Sektor industri perikanan yang terdapat di kawasan

kabupaten yang wilayah perairannya termasuk dalam TNP Laut

Sawu kondisinya cukup beragam, berupa industri perorangan

maupun perusahaan. Industri perikanan baik yang dikelola oleh

perorangan maupun perusahaan dapat dikelompokkan menjadi

jenis usaha perikanan budidaya, pengolahan, dan

penampungan. Jenis perikanan budidaya di laut yang

berkembang pesat yaitu budidaya rumput laut. Perairan

Provinsi NTT sangat cocok untuk budidaya rumput laut karena

memiliki salinitas yang tinggi dan stabil sepanjang tahun. Selain

itu, perairannya jernih dan bebas cemaran. Selama periode

tahun 2000-2007, produksi rumput laut meningkat dengan

pesat karena pemeliharaannya relatif mudah, investasi yang

relatif rendah, tersedianya pasar untuk produk, serta cepat

menghasilkan uang, sehingga menarik minat masyarakat untuk

membudidayakannya. Selama kurun waktu tersebut, jumlah

pembudidaya meningkat dengan pesat. Jumlah ini diperkirakan

akan terus bertambah dengan semakin banyaknya nelayan kecil

yang beralih menjadi pembudidaya ikan. Selain itu, petani lahan

kering yang tinggal di desa-desa pesisir banyak yang beralih ke

budidaya rumput laut karena kegiatan ini dapat dilaksanakan

hampir sepanjang tahun.

b. Kondisi Sosial dan Budaya

Provinsi NTT memiliki keragaman suku, bahasa dan

kesenian daerah di setiap wilayahnya. Hal ini ditunjukkan dengan

begitu banyaknya suku bangsa yang mendiami setiap daerah di

Provinsi NTT. Persebaran suku bangsa di Provinsi NTT sangat

dipengaruhi oleh letak geografis Provinsi NTT yang terdiri dari

begitu banyak pulau. Sebagai contoh, di Pulau Timor, terdapat

Suku Helong, Suku Dawan, Suku Tetun, Suku Kemak, dan Suku

Marae, di Pulau Rote terdapat Suku Rote, di Pulau Flores terdapat

56

Suku Manggarai Riung, Suku Ngada, Suku Ende Lio, Suku

Nagekeo, Suku Sikka-Krowe Muhang, Suku Lamaholot, Suku

Kedang, dan Suku Labala. Selain itu di pulau-pulau lainnya,

terdapat beranekaragam suku bangsa. Secara terperinci, suku-

suku bangsa yang mendiami pulau-pulau yang ada di Provinsi

NTT berdasarkan tempat asal sebagaimana terdapat pada Tabel

11.

Tabel 11. Suku Bangsa di NTT berdasarkan Tempat Asal

No Nama Suku Tempat Asal

1 Dawan Pulau Timur di Kabupaten Kupang (Kecamatan

Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah), Kabupaten Timur Tengah Selatan, Kabupaten Timur

Tengah Utara dan Kabupaten Belu (bagian perbatasan

dengan Kabupaten Timur Tengah Utara)

2 Suku Helong Pulau Timor di Kabupaten Kupang ( Kec. Kupang

Tengah dan Kupang Barat) Pulau Semau di Kabupaten

Kupang

3 Tetun Pulau Timor di Kabupaten Belu

4 Kemak Pulau Timor di Kabupaten Belu

5 Marae Pulau Timor di Kabupaten Belu

6 Rote Pulau Rote di Kabupaten Rote Ndao Pulau Timor (sepanjang pantai utara) dan Pulau Semau di

Kabupaten Kupang

7 Sabu Pulau Sabu dan Pulau Raijua di Kabupaten Sabu

Raijua Beberapa daerah di Pulau Sumba

8 Sumba Pulau Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Sumba

Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya)

9 Manggarai

Riung

Pulau Flores di Kabupaten Manggarai, Kabupaten

Manggarai Timur dan Kabupaten Manggarai Barat

10 Ngada Pulau Flores di Kabupaten Ngada

11 Ende Lio Pulau Flores di Kabupaten Ende

12 Nagekeo Pulau Flores di Kabupaten Nagekeo

13 Sikka-Krowe Muhang

Pulau Flores di Kabupaten Sikka

14 Lamaholot Pulau Flores, Pulau Adonara dan Pulau Solor di

KabupatenFlotim (Sebagian pulau Lomblen di

Kabupaten Lembata

15 Kedang Pulau Lomblen (ujung timur) di Kabupaten Lembata

16 Alor Pulau Alor di Kabupaten Alor

17 Labala Pulau Lomblen (ujung selatan) di Kabupaten Lembata

Sumber: Taman Budaya NTT, 2010

Berdasarkan data dari Provinsi NTT dalam angka Tahun

2012, tingkat pendidikan untuk angkatan kerja di Provinsi NTT

sebagai berikut:

1) 63,5% berpendidikan SD kebawah;

2) 15,26% berpendidikan SLTP;

3) 21,59% berpendidikan SLTA keatas.

Berdasarkan informasi data tersebut maka peningkatan kualitas

tenaga kerja perlu menjadi perhatian dalam rangka pertumbuhan

ekonomi daerah ke depan.

57

Pada tahun 2008 rata-rata angkatan kerja di Provinsi NTT

ditinjau dari tingkat pendidikan yang tidak/belum pernah sekolah,

tidak/belum pernah tamat SD, meningkat dari tahun sebelumnya

yaitu 70,99% pada tahun 2007 menjadi 71,83% pada tahun 2008.

Dengan demikian peningkatan kualitas tenaga kerja perlu menjadi

perhatian dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah ke depan.

Tingkat produktifitas tenaga kerja diperoleh dengan

membandingkan PDRB harga konstan menurut sektor pada tahun

tertentu dengan jumlah tenaga kerja yang berkerja pada sektor

tersebut, dengan demikian kita dapat mengetahui berapa rupiah

yang dihasilkan per tenaga kerja pada sektor tersebut.

Setiap suku yang mendiami daerah-daerah di Provinsi NTT

juga memiliki bahasa daerah yang beda-beda pula. Bahasa daerah

merupakan alat komunikasi yang sangat vital dan digunakan oleh

setiap suku dalam berinteraksi, melakukan kegiatan-kegiatan

ritual/keagamaan, upacara/pesta adat dan lain sebagainya.

Secara geografis, bahasa daerah berdasarkan tempat asal di

seluruh wilayah di Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada Tabel

12.

Tabel 12. Bahasa Daerah di NTT berdasarkan Tempat Asal

No Nama Bahasa Daerah Tempat Asal

1 Bahasa Kupang, Melayu Kupang,

Dawan, Helong, Tetun

Pulau Timor dan pulau-pulau

kecil di sekitarnya

2 Bahasa Rote Pulau Rote

3

Bahasa Tewo Kedebang, Blagar, Lamuan

Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui,

Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu, Kaileso

Pulau Alor dan pulau-pulau

di sekitarnya

4 Bahasa Sabu Pulau Sabu dan Raijua

5

Bahasa Melayu, Larantuka, Lamaholot,

Kedang, Krawe, Palue, Sikka, Lio, Lio

Ende, Nagekeo, Ngada, Ramba, Ruteng,

Manggarai, Bajo, Komodo

Pulau Flores dan pulau-pulau

sekitarnya

6

Bahasa Kambera, Wewewa, Anakalang,

Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi

Pulau Sumba dan pulau-

pulau kecil di sekitarnya

7

Bahasa Tewo Kedebang, Blagar, Lamuan

Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui,

Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule,

Aluru, Kayu, Kaileso

Pulau Alor dan pulau-pulau

di sekitarnya

Sumber: Taman Budaya NTT, 2011

Keanekaragaman suku bangsa dan bahasa daerah di setiap

wilayah Provinsi NTT juga sangat mempengaruhi kesenian daerah

yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah. Setiap daerah di Provinsi NTT

memiliki kesenian antara lain tarian daerah, lagu daerah, alat

58

musik daerah, dan seni tenun ikat daerah yang memiliki

karakteristik dan perbedaan satu dengan lainnya. Kesenian

daerah tersebut digunakan oleh setiap suku di Provinsi NTT dalam

melaksanakan acara-acara ritual/keagamaan, upacara adat, pesta

perkawinan, penyambutan tamu, dan lain sebagainya.

Masyarakat pesisir sekitar Laut Sawu memiliki sejumlah

kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Kearifan lokal masyarakat pesisir di Provinsi NTT dalam

pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dijumpai pada

masyarakat Belong di Kabupaten Kupang, dan masyarakat

Sumba, masyarakat Alor, masyarakat Solor, masyarakat Rote,

masyarakat Timor dan masyarakat Lamalera di Kabupaten

Lembata. Beberapa dari kearifan lokal ini sudah mengalami

degradasi, namun masih ada yang tetap eksis sampai saat ini.

Tradisi penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat

Lamalera di Kabupaten Lembata merupakan salah satu kearifan

lokal yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Tradisi

perburuan paus oleh masyarakat Lamalera di Kabupaten Lembata

sudah berlangsung ratusan tahun sejak nenek moyang mereka

dan tetap mempertahankan ketradisionalannya hingga saat ini.

Masyarakat Timor/Atoni Pah Meto, hidup dalam kultur

lahan kering dan terikat pada ritus-ritus tertentu. Aktifitas yang

berkaitan dengan peri kehidupan dan kemasyarakat selalu

didahului dengan ritual tertentu, antara lain tait nuta ma nopo

(membakar tebasan), tsifo nopo (mendinginkan lahan yg sudah

dibakar), tsimo suan (memilih bibit dan menanam), toil ulan

(mendatangkan hujan), tofa lele (membersihkan lahan), eka hoe

(membendung aliran air), tatam pen tauf (persembahkan hasil

panen).

Falsafah hidup masyarakat Rote erat kaitannya dengan

pohon lontar. Seluruh bagian dari pohon lontar menjiwai sebagian

besar perikehidupan kemasyarakatan orang Rote. Falsafah ini

membuat Masyarakat Rote menjadi orang yang pekerja keras

untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan. Pola hidup

kebaharian telah dianut oleh masyarakat Lamaholot sejak dulu

kala. Pemanfaatan hasil laut diutamakan pula untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kewajiban menjaga

59

keseimbangan dengan menerapkan hak, kewajiban, dan larangan

dalam pemanfaatan hasil laut. Hak yang dimaksud merupakan

hak adat yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.

Adapun kewajibannya antara lain harus menjaga kelestarian

lingkungan laut. Sedangkan larangan antara lain berupa daerah

tangkapan dan jenis ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.

Peran musyawarah adat akan sangat menentukan dalam setiap

hal yang terjadi dalam pemanfaatan hasil laut tersebut.

c. Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu

pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud

aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab

berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam

bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan

setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local

knowledge” atau kecerdasan setempat “local genious”. Wilayah

Perairan Laut Sawu ternyata menyimpan banyak peninggalan

kebajikan yang jika difungsikan memiliki potensi untuk

melindungi upaya pelestarian lingkungan khususnya konservasi

laut. Saat ini upaya revitalisasi mutlak diperlukan, hal tersebut

penting guna menghidupkan kembali muatan lokal berbasis

kebudayaan dan kebijakan yang secara partisipatif melibatkan

masyarakat agar proses implementasi pelestarian lingkungan

dapat tumbuh dan berkembang kembali dalam pola kehidupan

masyarakat.

Berdasar hasil pengamatan yang telah dilakukan di

lapangan, terdapat tidak kurang dari 20 kearifan lokal yang

tumbuh dan berkembang di masyarakat desa pesisir di TNP Laut

Sawu. Salah satu contohnya adalah kebudayaan Hohorok yang

menyebar pada beberapa desa pesisir di Kabupaten Rote Ndao,

Dawwu dan Pudhi Dahi di Kabupaten Sabu Raijua, Mehing Parotu

di Dataran Sumba, Banu di Kabupaten Timor Tengah Selatan

serta Nempung Cama dan Nareng di Kabupaten Manggarai dan

Kabupaten Manggarai Barat.

Salah satu tujuan pengembangan TNP Laut Sawu adalah

pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Potensi kearifan lokal

yang ada di masyarakat dapat menjadi salah satu faktor

60

pendukung terlaksananya tujuan ini. Dengan merevitalisasi

kearifan lokal, maka masyarakat dapat ikut serta mendukung

upaya perlindungan terhadap sumberdaya pesisir dan laut yang

ada di desa pesisir pada kawasan TNP Laut Sawu.

Kawasan Perairan Laut Sawu memiliki banyak kawasan

larang ambil yang diatur melalui ragam peraturan adat beserta

perangkat adat yang ada didalamnya. Kawasan larang ambil ini

juga memiliki ragam ritual yang dilakukan pada setiap musim

menjelang turun ke laut. Sebagai upaya pengembangan kawasan

TNP Laut Sawu, dilakukan proses identifikasi ragam kearifan lokal

yang terdapat di dalam kawasan TNP Laut Sawu. Proses

identifikasi kearifan lokal dilakukan dengan mendatangi dan

melakukan wawancara dengan para narasumber yang dianggap

memiliki banyak informasi mengenai bentuk ritual adat ataupun

kebiasaan turun temurun yang ada pada suatu tempat ataupun

kawasan dan pemetaan lokasi kearifan lokal.

1) Kabupaten Kupang

Kabupaten Kupang memiliki kearifan lokal yang disebut

dengan Lilifuk/Niful Loles. Lilifuk/Niful Loles yang dalam bahasa

Dawan artinya kolam adalah daerah cekung pada permukaan

dasar perairan pantai yang masih tergenang air laut pada saat

surut tertinggi. Kondisi tergenangnya air laut pada saat surut

ini menyerupai kolam besar di laut. Lilifuk/Niful Loles terbentuk

dengan diprakarsai oleh salah satu suku adat yang ada di Desa

Kuanheum yakni Suku Baineo. Menurut sejarahnya, Suku/klan

Baineo memiliki hak penuh terhadap lilifuk/Nifu Loles namun

dengan diawali perang antar Suku Baineo dengan Suku Lai

Kopan (Suku di Desa Bolok) dalam memperebutkan tiga

gugusan lokasi yang terhitung dari lokasi perairan pantai

(Tinmau). Tinmau adalah sebuah kolam yang sederetan dengan

Lilifuk/Nifu Loles dengan kedalaman lebih dari 15 meter,

berbentuk lingkaran yang berdiameter ± 500 meter dan dasar

kolam terdapat ekosistem terumbu karang.

Sejak Suku Baineo menguasai Lilifuk/Nifu Loles maka

pengelolaannya pun diatur berdasarkan kesepakatan adat suku

Baineo. Selain itu juga terdapat ragam larangan dalam

pengelolaan lilifuk ini antara lain:

61

a) bahwa setiap orang dilarang masuk dan mengambil ikan di

dalam Lilifuk/Nifu Loles sampai dengan batas waktu yang

ditentukan;

b) masa panen Lilifuk/Nifu Loles dilaksanakan satu kali dalam

setahun, kebiasaan setahun sekali ini dikenal dengan istilah

TUT NIFU, namun yang sekarang menjadi wacana adalah

panen Lilifuk dilakukan 2 tahun sekali yaitu pada bulan Juni

dan bulan Desember;

c) pada saat panen Lilifuk/Nifu Loles diharuskan memberi

undangan kepada desa-desa tetangga; dan

d) upeti/kontribusi bagi suku Baineo selaku pemilik

Lilifuk/Nifu Loles pada saat panen adalah beberapa ekor ikan

yang diambil dari hasil tangkapan setiap undangan yang

datang dalam istilah adatnya adalah TANAIB IKA artinya

seikat ikan.

Semua larangan tersebut ditetapkan dalam sebuah

upacara ritual yang dikenal dengan istilah adat yakni TASAEB

TALAS yang artinya mendirikan rambu-rambu. Sedangkan

sanksi yang dijatuhkan kepada pelanggar adalah, apabila ada

oknum-oknum yang kedapatan melanggar maka akan

dikenakan sanksi berupa denda 1 (satu) ekor hewan yaitu

sapi, babi atau kambing. Sementara itu bagi pelaku yang

melakukan pencurian ikan di Lilifuk/Nifu Loles pada masa

penutupan akan dikenakan sanksi adat berupa 1 (satu) ekor

babi dan beras 100 (seratus) kg dan bagi pelaku yang

menggunakan pukat garu yang dapat mengakibatkan

rusaknya Lilifuk/Nifu Loles akan dikenakan sanksi adat

berupa uang Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

2) Kabupaten Sabu Raijua

Kabupaten Sabu Raijua merupakan daerah yang

memegang teguh tradisi adatnya, banyak kearifan lokal yang

dimiliki kabupaten ini antara lain:

a) Kowa Hole

Masyarakat Sabu memiliki ritual Hole (merupakan

aktifitas kehidupan berdasarkan jadwal tertentu seperti

memanggil nira, memanggil hujan, menolak kekuatan gaib,

atau keseluruhan upacara dari mulai menanam, memanen

62

sampai pada persembahan hasil panen), yang merupakan

ritual puncak dari sebagian besar ritual dalam kebudayaan

orang sabu. Hole menggambarkan cognitive culture atau

orientasi budaya yang merupakan pandangan hidup yang

membentuk sikap individual maupun sikap sosial dan

kultural. Hole juga dijadikan landasan berkomunikasi

simbolik melalui ungkapan syair-syair juga melalui simbol

artefak dalam konteks kulturalnya. Hole dalam konteks

internal menggambarkan budaya kognitif individual yang

membimbing bagaimana individu dalam tata kehidupan

sosial.

Dalam konteks eksternal, Hole merupakan aspek

sosial budaya yang masyarakat Sabu ciptakan dalam relasi

antar personal dengan orang lain, sehingga peta kognitif

masyarakat Sabu menghayati hole sebagai sebuah ungkapan

syukur bagi kemakmuran manusia, hewan dan tumbuhan

yang dalam satu kesatuan karena telah memberikan mereka

kehidupan. Upacara ini masih tetap terjaga, terutama yang di

lakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sabu Liae yang

bertujuan untuk memanggil nira, hujan, dan menolak

kekuatan gaib. Sejak kegiatan menanam, memanen, sampai

pada persembahan hasil panen baik untuk hasil darat

maupun laut, ritual ini harus dilakukan sekali dalam setiap

tahun pada bulan april.

Proses pengambilan karang yang akan digunakan

untuk kapur sirih adalah sebuah keunikan tersendiri yang

dimiliki masyarakat Sabu. Pengambilan karang ini hanya

boleh dilakukan satu kali dalam setahun dengan

menggunakan Kowa (perahu). Ritual ini adalah sebuah

kegiatan yang berbentuk pelepasan kowa (perahu) kepada

Rutay sang penguasa laut yang berisi hasil panen. Hal ini

dilakukan sebagai upaya permohonan untuk menghindari

terjadinya keburukan keburukan yang dapat ditimbulkan

akibat kurangnya rasa bersyukur serta harapan agar sang

penguasa laut akan menerima persembahan tersebut dan

melimpahkan hasil laut untuk penduduk yang telah

memberikan persembahan.

63

Ada hal yang menarik dalam ritual ini yakni adalah

papan perahu yang digunakan akan kembali lagi ke tepi

pantai dan untuk selanjutnya digunakan kembali dalam

pelepasan perahu ditahun yang akan datang. Pada prosesi ini

sebelum perahu dilepas ke pantai dilakukan pembacaan

syair-syair yang mengisahkan puji-pujian kepada Rutay dan

setelah upacara pelepasan selesai dilakukan para peserta

harus segera pulang dan dilarang untuk menoleh ke

belakang.

b) Larangan penggunaan akar tuba

Di Desa Limaggu terdapat aturan adat yang tidak

membolehkan digunakannya akar tuba (Dawwu) dalam setiap

proses penangkapan dan masih di desa ini juga terdapat

suatu wilayah yang sakral atau wilayah suci yang tidak boleh

dimasuki sembarangan yang dapat digunakan sebagai

sumber ikan (Menangalea).

c) Panadahi

Pulau Raijua memiliki kearifan lokal yang disebut

Panadahi, yang merupakan konsep Meting yang merupakan

bentuk lain untuk mempertahankan keberlangsungan

sumber daya yang ada dilaut.

Meting merupakan suatu kegiatan mencari ikan di

pantai pada saat kondisi surut/meting yang sudah

berlangsung secara turun temurun di hampir seluruh daerah

Provinsi NTT, akan tetapi ada keunikan di Raijua, untuk

menjaga agar kelangsungan tangkapan terus terjaga

masyarakat disini melakukan proses buka tutup lahan untuk

meting.

Suatu lahan di kawasan perairan akan dimanfaatkan

selama dua tahun dan kemudian untuk dua tahun

berikutnya kawasan tersebut akan ditutup dan masyarakat

disana berdasarkan kesepakatan yang dilakukan bersama

dan disahkan oleh ketua adat dilarang untuk melakukan

proses penangkapan disana.

Proses pembukaan dan penutupan kawasan tersebut

berdasarkan hasil pengamatan para tetua adat setelah

melakukan serangkaian ritual upacara tradisional dan hanya

64

tetua adat yag berhak untuk menentukan kapan waktu

untuk proses panadahi tersebut dimulai.

d) Kati Dana

Penduduk Raijua percaya jika ruh para leluhur ada

selalu menjaga dan mengawasi segala bentuk kegiatan yang

mereka lakukan sehari-hari. Ruh para leluhur ini diyakini

berdiam di Pulau Dana yang merupakan pulau terluar yang

ada di bagian selatan Kabupaten Sabu Raijua.

Sebagai salah satu ungkapan rasa syukur dan

terimakasih karena telah menjaga dan menjauhkan mereka

dari marabahaya maka penduduk yang ada di Kabupaten

Sabu Raijua secara rutin setiap tahunnya antara bulan Juni–

Juli mengadakan upacara adat yang disebut dengan Kati

Dana.

Prosesi yang dimulai dengan bersama-samanya para

penduduk ini mengarahkan perahu mereka ke Pulau Dana

dengan membawa beragam persembahan seperti daging sapi,

ayam, atau apapun yang dapat dimakan yang ditujukan

sebagai penghormatan kepada para leluhur atas kemurahan

hatinya membolehkan hasil yang ada dilaut dapat

dimanfaatkan.

Sesampainya di Pulau Dana maka para penduduk

Raijua akan melakukan doa bersama dan juga makan

bersama dengan para leluhur yang ditunjukkan dengan

melabuhkan bahan makan kelautan bebas.

e) Peluru Ruju

Sebagai salah satu perairan yang memiliki padang

lamun dalam kondisi baik, menjadikan perairan Pulau Raijua

menjadi salah satu habitat dugong. Hal inilah yang kemudian

menginspirasi para penduduk yang ada disana untuk

melakukan semacam uji keberanian dan juga sebagai tanda

kedewasaan bagi setiap laki-laki yang ada disana.

Peluru Ruju adalah salah satu ritual perburuan

dugong yang dilakukan setiap tahunnya pada bulan Maret-

April oleh penduduk disana. Aktivititas ini dimulai dengan

pemancangan satu buah tonggak disekitar perairan yang

diperkirakan akan didekati oleh mamalia tersebut, untuk

65

kemudian para lelaki dipersilahkan untuk melakukan proses

penombakan.

Namun demikian masih terdapat kearifan yaitu, para

pemburu hanya dibolehkan menombak satu kali dan dugong

yang boleh ditombak hanya yang menyentuhkan hidungnya

ke tonggak yang telah dipancangkan, dan dugong tersebut

harus yang sudah dewasa dan jantan. Hal ini menunjukkan

ada kebajikan yang mengatur bagaimana adat dan

kelangsungan hidup mamalia tersebut harus berjalan secara

seimbang.

3) Dataran Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba

Tengah, Kabupaten Sumba Barat, dan Kabupaten Sumba

Barat Daya)

Dataran Sumba merupakan suatu kawasan yang kaya

dengan ragam upacara yang berkaitan dengan adat.

Masyarakat Sumba memiliki prinsip bekerja berdasarkan

waktu yang berarti setiap aktivitas yang akan dikerjakan harus

memperhatikan tahun dan membuat segala sesuatu tepat pada

waktunya. Ini sesuai dengan prinsip masyarakat Sumba “Maka

paji wulangu, maka tutu ndaungu” yang artinya jika kehidupan

mengikuti prinsip, maka kita akan selamat.

Keselamatan dan kehidupan masyarakat akan

ditentukan oleh ketepatan waktu dalam melaksanakan suatu

perkerjaan. Pelanggaran terhadap prinsip tersebut akan

membuat orang tersebut akan mengalami kesusahan dalam

hidupnya. Di Desa Mburukulu, Kabupaten Sumba Timur,

terdapat Mihi Parotu yakni kesepakatan masyarakat adat

memberlakukan larangan penangkapan ikan selama 1-2 tahun

di area yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan para

tokoh adat.

Pada saat proses penutupan kawasan tersebut,

terdapat ritual atau upacara adat yang dilakukan dengan

menyembelih hewan sebagai persembahan kepada nenek

moyang ataupun leluhur yang selama ini dianggap menjaga

laut dan seluruh isinya. Bagi siapapun yang yang melanggar

dan melakukan penangkapan salama masa larangan tersebut

akan dikenakan sanksi adat berupa denda uang atau hewan.

66

Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi Mihi

Parotu di Desa Mburukulu, Kabupaten Sumba Timur, sudah

mulai memudar. Tradisi ini merupakan ajaran dari

kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Pulau Sumba

dimasa lalu yakni Marapu, dimana penganut aliran tersebut

sudah semakin sedikit, karena masyarakat sudah mulai

mengenal agama yang melarang adanya perbuatan tersebut

karena dianggap bertentangan.

Di Desa Wendewa Utara, Kabupaten Sumba Tengah

terdapat lokasi yang dikenal dengan nama Samba yakni

tempat yang dianggap suci dan tidak boleh ada proses

penangkapan apapun di sana. Sementara itu, di Desa

Tanambanas terdapat ritual tahunan berupa Luat, yakni

upacara persembahan bagi roh dan leluhur yang telah menjaga

laut serta memberikan hasil yang ada di dalamnya kepada

masyarakat yang ada disana. Di Desa Lokory, Kecamatan

Lokory, Kabupaten Sumba Barat terdapat kearifan yang

dikenal dengan nama Samba yang sama dengan tempat

persembahan yang ada di Kabupaten Sumba Tengah.

Kabupaten Sumba Barat Daya menyimpan banyak kearifan

seperti watuweri di Desa Atedalo, dan Watu Umbu di Desa

Kalembukaha, Kecamatan Kodi.

4) Kabupaten Rote Ndao

Falsafah hidup masyarakat Rote erat kaitannya

dengan pohon lontar. Seluruh bagian dari pohon lontar

menjiwai sebagian besar kehidupan masyarakat Rote. Falsafah

ini membuat masyarakat Rote menjadi pekerja keras untuk

mencapai kesuksesan dalam kehidupan. Salah satu kearifan

lokal yang ada di Kabupaten Rote Ndao ini adalah Papadak,

yakni suatu kesepakatan adat/kearifan lokal yang berlaku di

darat maupun di laut pada suatu daerah yang memiliki

kekayaan alam yang menurut pemilik/pemerintah bisa berguna

bagi banyak orang dan langkah, maka perlu dilindungi dengan

acara adat.

Papadak sendiri adalah suatu organisasi yang ada di

masyarakat dimana organisasi adat ini memiliki ketua papadak

yang disebut Manahora yang memilki hak atas wilayah papadak

67

tersebut, biasanya wilayah/areal papadak diberi tanda oleh

Manahora dan hanya boleh mengambil diluar areal papadak.

Sedangkan untuk wilayah/areal papadak yang diberi tanda

yang ada didalamnya dilarang untuk mengambil hasilnya,

kecuali ada jangka waktu tertentu yang sudah ditentukan

berdasarkan kesepakatan papadak untuk bisa diambil hasilnya.

Waktu yang diperbolehkan untuk mengambil hasil di

dalam wilayah/areal papadak adalah 1 atau 2 tahun, kemudian

ditutup kembali sampai ada izin untuk dibuka kembali. Untuk

di darat, hasil papadak yang diambil berupa pakan ternak dan

kelapa. Sedangkan untuk di laut papadak diberlakukan untuk

teripang dan lobster yang banyak terdapat di Teluk Pouk

Kecamatan Rote Timur.

5) Kabupaten Timor Tengah Selatan

Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah kabupaten

dimana kultur masyarakatnya bukanlah sebagai nelayan

melainkan peladang dan peternak. Akan tetapi, bukan berarti

tidak ada aturan adat yang mendukung upaya konservasi laut

disini. Salah satunya adalah Banu yakni ditutup/dilarangnya

upaya penangkapan ikan selama 1 tahun dan baru akan dibuka

kembali untuk umum selama bulan September di Muara Kain

Kolo seluas ± 5 ha. Sanksi yang dikenakan kepada pelanggar

berupa denda 1 karung beras dan 1 ekor babi. Tetapi sekarang

kearifan lokal tersebut sudah tidak aktif.

Masyarakat Timor/Atoni Pah Meto, hidup dalam kultur

lahan kering dan terikat pada ritus ritus tertentu. Berbagai

aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan dan kemasyarakatan

selalu didahului dengan ritual tertentu, antara lain tait nuta ma

nopo (membakar tebasan), tsifo nopo (mendinginkan lahan yg

sudah dibakar), tsimo suan (memilih bibit dan menanam), toit

ulan (mendatangkan hujan), tofa lele (membersihkan lahan), eka

hoe (membendung aliran air), tatam pen tauf (persembahkan

hasil panen).

6) Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat

Di Desa Nucamolas, Kabupaten Manggarai, terdapat

ritual penangkapan ikan Lambagor/Kakap Merah melalui

prosesi upacara adat yang dipimpin oleh Punggawa/pawang.

68

Kegiatan ini dilakukan pada rentang bulan Desember sampai

dengan bulan Maret setiap tahunnya dimulai dengan

pembuatan sangkar penangkapan ikan dengan acara bakar

ayam atau telur untuk meminta hasil dan keselamatan untuk

kemudian dilakukan persembahan bagi para penguasa lautan,

agar hasil tangkapan dapat melimpah. Sedangkan di Kabupaten

Manggarai Barat, ada hal yang disebut dengan Nempung Cama

atau duduk bersama mendiskusikan hal-hal yang baik untuk

keberlanjutan hidup termasuk upaya perlindungan alam dan

habitat dari kerusakan. Sanksi atas pelanggaran ditentukan

berdasarkan kesepakatan diantara tokoh desa dan masyarakat,

biasanya berupa hewan ataupun uang. Secara terperinci, Status

Kearifan Lokal di dalam TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat

pada Tabel 13.

Tabel 13. Status Kearifan Lokal di dalam TNP Laut Sawu

Kabupaten Kearifan Lokal Status

Kupang Lilifuk

Sudah diaktifkan kembali melalui proses

revitalisasi dan juga pembuatan

Peraturan Desa yang mengatur Lilifuk

Sabu

Raijua

Kowa hole Aktif

Panadahi Aktif

Rote Ndao

Papadak Aktif

Hohorok Aktif

Manggarai Ritual lambagor Aktif

Manggarai

Barat

Nempung cama Dalam proses revitalisasi

Nareng Tidak aktif

Sumba

Timur

Mehi parotu Tidak aktif

Nihi parotu Tidak aktif

Sumba

Barat

Luat Tidak aktif

Samba Tidak aktif

Sumba

Barat Daya Watuweri Aktif

Sumba

Tengah Kalibuka Tidak aktif

Timor

Tengah Selatan

Banu Tidak aktif

Sumber: Hasil survey lapangan, 2012

B. Permasalahan Pengelolaan

Permasalahan pengelolaan di TNP Laut Sawu sangat beragam

sehingga memerlukan strategi pengelolaan yang tepat untuk

mengatasinya. Populasi mamalia laut yang luar biasa di TNP Laut Sawu

memerlukan pengelolaan dan pendekatan terpadu terhadap ancaman

69

yang berdampak pada populasi. Untuk menghindari seringnya mamalia

laut tertangkap, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah

penetapan zonasi. Ancaman utama untuk paus dan lumba-lumba

adalah penangkapan oleh nelayan sebagai hasil tangkapan sampingan

(by-catch), polusi suara, limbah kimia, dan benturan oleh kapal atau

perahu. Sementara untuk mengurangi ancaman tertangkapnya dugong,

strategi pengelolaan yang efektif adalah membatasi gangguan dari biota

lain yaitu dengan menciptakan zona "tidak ada gangguan (no

disturbance)". Zona tersebut diperuntukkan dalam menjaga kelestarian

dugong serta kelestarian padang lamun sebagai feeding ground mereka.

Ancaman utama yang teridentifikasi dari proses Rencana Aksi

Konservasi (RAK) untuk penyu adalah penangkapan oleh nelayan

sebagai hasil tangkapan sampingan (by-catch). Sedangkan ancaman

lainnya yaitu penambangan pasir pantai tempat penyu bertelur.

Eksploitasi penyu selalu sulit untuk dikelola, mengingat terdapat daerah

yang penduduknya mengkonsumsi penyu dan telur penyu. Oleh karena

itu, informasi lebih lanjut mengenai tingginya ancaman dan dampak

pada populasi penyu perlu dikumpulkan, sehingga pengelola dapat

menentukan zona serta daerah perlindungan bagi penyu. Selain hal

tersebut, program kesadaran masyarakat dan pelibatan masyarakat

dalam pengawasan, monitoring dan melindungi penyu dan pantai

peneluran penyu harus segera dilakukan. Peta ancaman/aktifitas

terhadap sumberdaya hayati yang ada di TNP Laut Sawu sebagaimana

terdapat pada Gambar 23.

Gambar 23. Peta ancaman/aktifitas terhadap sumberdaya hayati yang ada di

TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea Project, 2011)

Hasil dari analisis data pemetaan partisipatif (TNC, 2010) untuk

ancaman/aktifitas yang dominan merusak habitat mangrove adalah

70

penebangan mangrove. Adapun untuk habitat terumbu karang

ancaman/aktifitas yang dominan merusak adalah pengeboman ikan,

penggunaan racun ikan, dan penambangan karang. Ancaman/aktifitas

yang mengakibatkan rusaknya/menurunnya kualitas sumberdaya

hayati lainnya di TNP Laut Sawu antara lain yaitu pengambilan lamun,

penambangan pasir, pengambilan sirip hiu, panangkapan pari manta,

dan polusi.

Run off daratan, limbah kimia, plastik, sampah, polusi, dan

sedimentasi diidentifikasi sebagai sumber ancaman dari darat. Untuk

menanganinya, perlu dibangun kolaborasi dengan unit pengelolaan

daratan dan meningkatkan regulasi/peraturan untuk kualitas air dalam

kawasan TNP Laut Sawu dan di daratan. Selain hal tersebut, perlu

dilakukan identifikasi lebih lanjut aktivitas-aktivitas yang berdampak

pada ekosistem laut di dalam kawasan TNP Laut Sawu, termasuk

mempelajari Daerah Aliran Sungai (DAS) selama musim kemarau dan

hujan, aliran sungai, daerah di dekat pembangunan perkotaan, desa,

tambang, dan segala jenis eksploitasi yang dapat mempengaruhi

kualitas air di dalam kawasan TNP Laut Sawu. Kebiasaan membuang

sampah di tengah laut oleh penumpang maupun anak buah kapal (ABK)

pada kapal penyeberangan juga merupakan sumber ancaman

pencemaran perairan di kawasan TNP Laut Sawu.

Ancaman ini tidak hanya mempengaruhi habitat dan spesies yang

berasosiasi di dalamnya, tetapi mengubah keseimbangan dalam

ekosistem yang rapuh. Terumbu karang dapat bertahan dari setiap

ancaman secara terpisah. Namun demikian, ketika ancaman tersebut

dikombinasikan misalnya oleh pemboman ikan, sedimentasi, mereka

akan kehilangan ketahanan/resilient mereka untuk pulih dari tekanan

alami seperti badai atau dampak dari pemanasan global.

71

BAB III

PENATAAN ZONASI

A. Umum

1. Proses Penataan Zonasi

Penataan zonasi merupakan tahapan awal yang harus dipenuhi

sebelum dilakukan proses pengembangan kawasan, pemanfaatan dan

sistem pengelolaan yang efektif. Salah satu kebutuhan TNP Laut

Sawuyang cukup mendasar adalah penataan zonasi dengan

mempertimbangkan ekosistem dan masyarakat secara menyeluruh,

sehingga dalam pelaksanaannya mampu menjalankan fungsi kawasan

pelestarian alam dan didukung secara penuh oleh semua pihak

(stakeholder).

Proses menuju pengelolaan yang efektif dilakukan dengan

melibatkan seluruh pihak terkait, mulai dari tahapan perencanaan

sampai dengan monitoring dan evaluasi yang tidak bisa dipisahkan.

Langkah-langkah koordinasi lintas sektor dan koordinasi teknis perlu

secara rinci diidentifikasi dan dijalankan sehingga tidak menimbulkan

konflik kepentingan antar sektor. Harapan kedepan adalah partisipasi

aktif dari seluruh pihak untuk mendukung manajemen taman

nasional sehingga dapat mengemban fungsinya dengan baik dan

memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan

daerah.Keterpaduan langkah dari seluruh pihak diharapkan mampu

mempertajam aspek-aspek penataan zonasi (biofisik, sosial ekonomi

masyarakat, kelembagaan, rencana pembangunan daerah).

a. Identifikasi Isu

Proses ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi isu dan

masalah yang ada dan mungkin timbul yang berkaitan dengan

keberadaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, kelembagaan,

masyarakat dan pemanfaatan perikanan.

b. Pengumpulan Data

Proses ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi TNP Laut

Sawu dengan menggunakanData yang dikumpulkansebagai

berikut:

1) Data fisik, meliputi iklim, keadaan pantai dan perairan,

oseanografi, dan potensi lainnya;

72

2) Data bio-ekologis, meliputi tipe dan lokasi habitat yang bernilai

tinggi dan karakteristiknya seperti keberagaman jenis, ukuran,

tingkat kealamiahan, keunikan dan keterwakilan serta

ketergantungan biota terhadap Kawasan Konservasi Perairan;

3) Data sosial dan budaya, meliputi tipe, lokasi dan jumlah

masyarakat pengguna, tingkat kemandirian masyarakat

pengguna, dampak terhadap biota dan habitat, kegiatan lain

yang merusak habitat dan sumber daya ikan, keberadaan dan

potensi ancaman dari aktivitas di luar kawasan dan di sekitar

kawasan antar zona dalam kawasan, kearifan lokal serta adat

istiadat; dan

4) Data ekonomi, meliputi mata pencaharian masyarakat, nilai

penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, dan

kemudahan mencapai kawasan.

c. ProsesPenyusunan Zonasi

Proses penyusunan zonasi TNP Laut Sawu dilakukan

melalui tahapan-tahapan, sebagai berikut:

1) Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya

dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi

masing-masing parameter data. Kondisi masing-masing

parameter data tersebut selanjutnya menjadi input pada

proses pemilihan zona dalam TNP Laut Sawu.

Proses pemilihan zona atau rencana zonasi pada TNP Laut

Sawu pada tahap analisis dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak Marxan dan teknik tumpang susun (overlay).

Kedua perangkat lunak tersebut sifatnya hanya untuk

membantu pengambilan keputusan (Decision support system)

untuk memilih beberapa lokasi yang akan menjadi zona inti di

dalam kawasan konservasi perairan TNP Laut Sawu.

Hasil utama dari analisis Marxan berupa identifikasi daerah-

daerah dengan nilai konservasi yang tinggi dengan tingkat

pemanfaatan yang rendah.Dengan demikian parameter

masukan dalam analisis ini adalah nilai penting suatu

kawasan dan beban biaya pengelolaan. Nilai penting kawasan

73

diperoleh dari kriteria-kriteria biofisik dan sosial yang juga

merupakan kriteria zona inti dalam TNP Laut Sawu, sementara

beban biaya adalah pengaruh negatif aktivitas sosial

masyarakat terhadap konservasi, dimana semakin tinggi

pengaruh negatif suatu aktivitas semakin tinggi pula angka

yang diberikan, dan sebaliknya.

2) Proses Partisipatif

Proses ini dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi

serta mencari masukan dari berbagai pihak yang mempunyai

kepentingan terhadap pengelolaan TNPLaut Sawu. Wujud dari

proses ini berupa konsultasi publik dan/atau pertemuan-

pertemuan di tingkat komunitas, dengan materi masukan

adalah hasil analisis rencana zonasi yang telah dilakukan

sebelumnya.

2. Desain Zonasi

Desain untuk rencana zonasi TNP Laut Sawu berdasarkan pada

analisis dari data yang telah tersedia sesuai dengan pedoman dalam

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NomorPER.30/MEN/2010,

tujuan dan kriteria desain (biofisik, resilien, dan sosial ekonomi)

untuk TNP Laut Sawu. TNP Laut Sawu dengan luasan 3.355.352,82

hektar dan lebih dari 50 layer data yang perlu dianalisis. Untuk

membantu tugas yang kompleks tersebut,digunakan perangkat

lunak/software MARXAN untuk membantu dalam analisis

pengambilan keputusan untuk mengembangkan rencana zonasi TNP

Laut Sawu, yang mempunyai kemampuan untuk memberikan

beberapa pilihan desain kawasan perlindungan laut secara cepat.

Hasilnya akan digunakan untuk mengidentifikasi daerah penting yang

cocok untuk konservasi/non-ekstraktif pada zona yang sesuai. Batas-

batas zonasi dibuat dan dimodifikasi berdasarkan masukan dari

stakeholder kunci dan ahli ilmiah. Hasil utama dari analisis ini berupa

identifikasi daerah-daerah dengan nilai konservasi yang tinggi dengan

tingkat pemanfaatan yang rendah.

Hasil analisis data menggunakan MARXAN kemudian

dimodifikasi berdasarkan masukan dari stakeholder kunci untuk

74

mendapatkan masukan tentang kondisi lokal atau informasi yang

tidak didapatkan pada data set yang ada.

Dalam perangkat lunak MARXAN suatu wilayah dapat dibagi

menjadi beberapa satuan perencanaan yang akan dipilih sebagai

calon prioritas bagi suatu kawasan konservasi yang akan dikelola

ataupun suatu area yang teridentifikasi memiliki tingkat

keanekaragaman hayati tinggi namun juga memiliki beban biaya

pengelolaan yang rendah. Istilah “Planning Unit” atau satuan unit

perencanaan ini mengacu kepada seberapa besarnya suatu area dapat

dibagi menurut tingkat kedetailan rentang sumber data yang tersedia

untuk dapat mewakili suatu target konservasi yang berpengaruh

terhadap efektifitas pengelolaan yang baik. Dari luasan total

3.355.352,82 hektar TNP Laut Sawu, maka yang dijadikan target

utama adalah wilayah pesisir dengan batas kedalaman yang tidak

melampaui 200 meter dengan luas ukuran permasing-masing satuan

unit perencanaan adalah sebesar 500 m² (meter persegi). Hasil yang

didapatkan terdiri dari ± 14,815 buah satuan unit perencanaan yang

mencakup keseluruhan TNP Laut Sawu.

Stratifikasi unit dipergunakan untuk membagi TNP Laut Sawu

baik secara geografis dan adanya kedekatan hubungan interaksi

secara ekosistem sehingga nantinya dapat memenuhi sasaran

konservasi yang diinginkan. Oleh karna itu, TNP Laut Sawu di bagi

menjadi 7 stratifikasi unit yang terdiri dari 1) Flores Selatan 2) Sumba

Utara 3) Sumba Timur, 4) Sabu Raijua 5) Rote Ndao, 6) Timor Tengah

Selatan dan 7) Kupang Utara. Pembagian inilah yang mendasari suatu

hirarki unit analisis terhadap satuan unit perencanaan dalam

perangkat lunak MARXAN.

“Cost layer” atau tema beban biaya menjadi salah satu faktor

penting yang dapat mempengaruhi pemilihan suatu satuan unit

perencanaan. Dari hasil identifikasi awal yang telah dilakukan, maka

faktor sosial ekonomi dan aktifitas kegiatan manusia lainnya menjadi

komponen utama dari tema beban biaya ini. Tema beban biaya yang

digunakan dalam kajian ini meliputi budidaya laut, pelabuhan,

transportasi laut, daerah tangkapan ikan, daerah bekas penangkapan

ikan dengan bom, penambangan karang, penambangan pasir,

penebangan mangrove, penangkapan ikan dengan racun serta

aktifitas memancing. Adapun angka skor yang diberikan sebagai

75

bobot pada masing – masing tema beban biaya yaitu 3 (rendah), 6

(menengah), dan 9 (tinggi), dimana angka-angka ini menunjukkan

semakin berpengaruh negatif terhadap konservasi, maka angka yang

diberikan akan tinggi (misalnya 9) dan sebaliknya.

Penentuan angka persentase target konservasi yang akan

dicapai telah dikaji melalui proses ilmiah maupun pengalaman dan

pengamatan di lapangan. Adapun untuk analisis ini yang digunakan

sebagai berikut:

a. 10 % (sepuluh) persen untuk masing-masing habitat laut dangkal

(terumbu karang, mangrove, padang lamun dan estuari)

b. 33 % (tiga puluh tiga) persen untuk daerah tempat peneluran

penyu (penyu sisik, penyu lekang, penyu pipih, penyu hijau,

penyu belimbing, penyu tempayan)

c. 20 % (dua puluh) persen untuk wilayah buaya

d. 25 % (dua puluh lima) persen untuk lokasi pemijahan ikan dan

dugong

e. 5 % (lima) persen untuk habitat pelagis yang memiliki cakupan

besar (misalnyaUpwelling), pulau satelit dan selat

f. 5 % (lima) persen untuk lokasi sebaran dan koridor setasea serta

lumba-lumba

g. 5 % (lima) persen untuk lokasi hiu dan pari manta

Selain daripada itu, digunakan beberapa faktor yang dianggap

dapat menunjang/mendukung proses kelangsungan konservasi TNP

Laut Sawu. Faktor-faktor yang dimaksud terdiri dari sebaran pos

pengawasan dari KKP/Polair/TNI AL, lilifuk (area adat), area mistik,

area yang memiliki tokoh masyarakat yang mendukung konservasi,

lokasi wisata non ekstraksi yaitu lokasi penyelaman, berenang,

berselancar, dan rekreasi,dan budidaya mutiara.

“LOCK IN AREAS” atau suatu area yang secara otomatis sudah

terpilih sebagai calon konservasi yang memiliki tingkat

keanekaragaman yang tinggi juga dimasukkan. Dari proses seleksi

yang dilakuan, maka 2 (dua) data pendukung ini dijadikan sebagai

“LOCK IN AREAS” yaitu:

a. area larang ambil berdasarkan pengetahuan/pengamatan

lapangan; dan

76

b. kawasan konservasi yang sudah ada baik yang secara langsung

sudah diperuntukkan untuk laut ataupun peruntukkan darat

yang memiliki kaitan dengan laut.

Data yang tersedia merupakan data terlengkap yang dapat

dikumpulkan dari berbagai sumber baik data primer (pengambilan

data di lapangan secara langsung) ataupun data sekunder (data yang

diperoleh dari hasil analisis ataupun publikasi), namun data-data

tersebut memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Hal ini juga

yang dijadikan acuan pada tahapan penentuan persentase untuk

target konservasi, misalnya pada data mamalia laut yang cenderung

memiliki area cakupan yang cukup luas dengan akurasi yang rendah

maka untuk angka target konservasi dibuat kecil sebaliknya dengan

tingkat akurasi yang cukup tinggi seperti data terumbu karang

ataupun mangrove maka penentuan angka target konservasi dibuat

lebih tinggi.

Boundary Length Modifier (BLM) menjadi penentu lainnya yang

dapat dipergunakan dalam analisis ini. Dari proses analisis yang telah

dilakukan secara berulang-ulang maka didapatkan angka 0,001, yang

dimana angka ini cukup signifikan untuk membuat satuan unit

perencanaan yang dipilih menjadi semakin mengelompok namun

sebaliknya angka yang semakin besar akan memberikan pengaruh

terhadap hasil yang terpilih menjadi semakin acak dan tersebar.

Dari 3 (tiga) tahapan atau skenario yang dibuat dengan

MARXAN maka kami memperoleh daerah-daerah yang mempunyai

nilai konservasi tinggi dan memiliki beban biaya konservasi yang

rendah atau tingkat pemanfaatan yang rendah. Dengan acuan dari

informasi tersebut dan setelah dilakukan cross-check dengan data

yang tersedia dan juga memasukkan desain kriteria yang telah dibuat

bersama dengan Tim P4KKP Laut Sawu guna membantu dalam

memprioritaskan hasil dari MARXAN, maka dibuat “kotak-kotak

persegi” sebagai batas kasar untuk daerah-daerah yang mempunyai

nilai konservasi tinggi dan memiliki beban biaya konservasi yang

rendah atau tingkat pemanfaatan yang rendah di TNP Laut Sawu yang

nantinya dapat memberikan arahan untuk menentukan zona larang

ambil. Adapun jumlah kotak tersebut sebanyak 63 buah yang

mencakup keseluruhan area.

77

3. Kriteria DesainRencana Zonasi TNP Laut Sawu

Selain kriteria-kriteria yang mengacu pada pembagian zonasi

yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

NomorPER.30/MEN/2010, perlu juga memperhatikan beberapa aspek

yang berkaitan dengan penentuan zonasi TNP Laut Sawu agar

menjadi TNP yang resilien dan tangguh, diantaranya adalah:

a. Aspek Biofisik

1) ukuran setiap zona tanpa ambil memiliki diameter minimal 10-

20 km untuk ukuran terkecil, kecuali di wilayah-wilayah

pesisir yang masyarakatnya mempunyai ketergantungan yang

tinggi terhadap sumberdaya laut, hal ini dimaksudkan guna

pengaplikasian minimal 1 km2 untuk zona tanpa ambil.

2) tiaptipe habitat (terumbu karang, mangrove, padang lamun)

harus terwakili dalam sebuah zona tanpa-ambil Minimal 10%

(sepuluh) persen, dengan sasaran 30% (tiga puluh) persen.

3) gunamengurangi peluang terjadinya gangguan di habitat

tersebut oleh akibat yang sama maka harus dilakukan minimal

tiga kali pengulangan dari masing-masing tipe habitat di dalam

zona tanpa-ambil.

4) pilihlahdaerah yang memiliki tipe-tipe habitat yang beragam ke

dalam sebuah zona tanpa-ambil guna memastikan adanya

keterkaitan ekologi yang tinggi antar habitat.

5) pilihlahzona tanpa-ambil yang dekat dengan kawasan lindung

darat guna memaksimalkan keutuhan ekosistem pesisir.

6) fragmentasi(pemisahan) harus dihindarkan, masukkanlah

keseluruhan suatu satuan biologis dalam zona tanpa-ambil

(misalnya sebuah gunung laut, sebuah atoll, sebuah laguna,

yang utuh).

7) pilihbentuk-bentuk sederhana sebagai zona-zona tanpa ambil

guna meminimalisir pengaruh akibat tata batas, namun tetap

memaksimalkan perlindungan di dalam kawasan lindung.

8) lindungi daerah-daerah yang kritis atau unik, seperti misalnya:

a) habitat spesies yang terancam punah;

b) komunitas biota laut yang unik dan beragam;

c) spesies yang endemik atau daerah-daerah kunci bagi ke-

endemikan biota-biota;

d) habitat-habitat yang penting secara global;

78

e) daerah-daerah yang penting dalam tahapan-tahapan

kehidupan suatu species seperti tempat-tempat berkumpul

ikan untuk kawin, tempat-tempat berkumpul atau

berkembang-biak hiu, pantai-pantai peneluran atau

daerah-daerah makan/istirahat penyu, dan tempat-tempat

bertelur burung laut;

f) habitat buaya;

g) habitat duyung;

h) habitat-habitat pelagis yang unik (misalnya: daerah-daerah

yang memiliki konsentrasi yang tinggi dari upwelling,

tempat bertemu arus dan pusaran-pusaran arus laut).

b. Aspek Perubahan Iklim

1) daerah-daerah yang dipilih adalah daerah yang resilien

terhadap perubahan iklim yang dapat menyebabkan terjadinya

pemutihan karang, seperti misalnya:

a) daerah-daerah yang memiliki kisaran suhu air yang

bervariasi, termasuk habitat-habitat yang memiliki suhu

yang tinggi.

b) habitatpelagis yang dinamik secara fisik (misalnya daerah-

daerah yang memiliki upwelling, pusaran-pusaran arus,

pertemuan arus, dan berarus kuat).

c) daerah-daerah yang agak terlindung dari matahari karena

adanya pulau-pulau/tebing.

d) daerah-daerah dengan jumlah ikan herbivora yang banyak.

e) daerah-daerah yang memiliki pertumbuhan karang-karang

baru.

2) daerah yang dipilih adalah daerah yang resilien yang terhadap

dampak naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim,

misalnya:

a) daerah-daerah mangrove yang masih memiliki ruang untuk

bisa berkembang ke arah daratan.

b) pantai-pantai peneluran penyu yang masih memiliki ruang

untuk bisa berkembang ke arah daratan.

c. Aspek Sosial Ekonomi

79

1) diketahuidan dihargainya hak masyarakat setempat, serta

memastikan bahwa masyarakat dilibatkan dalam semua proses

pengambilan keputusan untuk zonasi.

2) pemaduserasianpengetahuan tradisional, praktek-praktek

konservasi tradisional dan perikanan berkelanjutan ke dalam

pengelolaan TNP Laut Sawu.

3) meminimalisir dampak negatif kegiatan-kegiatan mata

pencaharian masyarakat setempat yang ada.

4) lindungidaerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-

tradisional yang penting bagi pemilik-pemilik sumberdaya

lokal.

5) minimalisirpemanfaatan-pemanfaatan yang akan menimbulkan

konflik (misalnya antara pariwisata dan perikanan).

6) mempertimbangkanspesies-spesies penting bagi perikanan

masyarakat (misalnya lola, teripang, lobster, siput hijau,

abalone, kima), serta mengetahui variasi-variasi sebaran

tempat dan musim dalam pemanfaatannya dan nilai-nilainya.

7) dukungpenangkapan ikan yang subsisten (untuk kebutuhan

sehari-hari) dan perikanan yang berdampak rendah.

8) lindungipemanfaatan sumberdaya laut masyarakat setempat

dengan melarang praktek-praktek perikanan yang merusak.

9) fasilitasidan dukung penerapan praktek-praktek pengelolaan

yang mendukung keberlanjutan dan perikanan komersial yang

berdampak rendah.

10) pengembanganTNP Laut Sawu dirancang untuk mendukung

perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi

masyarakat setempat.

11) pertimbangkanspesies-spesies yang rentan terhadap

penangkapan berlebihan (misalnya kerapu, hiu).

12) lindungitempat-tempat wisata yang potensial.

13) dukungindustri ramah lingkungan yang berdampak rendah

yang cocok dengan kawasan konservasi laut (misalnya wisata

alam, budidaya mutiara).

14) cegahpenempatan zona tanpa-ambil di dekat lokasi

infrastruktur perkapalan yang ada.

80

4. Penilaian Lokasi Hasil Analisis Marxan

Berdasarkan hasil analisis data kondisi kawasan konservasi

TNP laut Sawu, dengan menggunakan perangkat lunak Marxan, telah

berhasil diidentifikasi 63 (enam puluh tiga) buah titik lokasi yang

merupakan area penting yang memiliki tingkat keanekaragaman yang

tinggi.

Lokasi-lokasi tersebut berada dalam 7 (tujuh) stratifikasi yang

dibuat berdasarkan faktor geografis dan kedekatan dengan ekosistem.

Ketujuh stratifikasi unit tersebut adalah : 1) bagian Flores bagian

Selatan; 2) Sumba bagian Utara; 3) Sumba bagian Timur, 4) Sabu

Raijua 5) Rote Ndao, 6) Timor Tengah Selatan dan 7) Kupang bagian

Utara.

Gambar 24. Stratifikasi unit lokasi dengan keanekaragaman tinggi (TNC Savu Project, 2012)

Hasil dari analisis tersebut telah dijadikan bahan workshop

antara TNC Savu Sea Project bersama Balai KKPN Kupang serta Tim

P4KKP Laut Sawu yang merupakan Tim multi stakeholder tingkat

provinsi yang mempunyai komitmen dalam pengembangan TNP Laut

Sawu untuk mendapatkan masukan dari segi kebijakan dan local

knowledge atau pengetahuan lokal mengenai kesesuaian hasil analisis

tersebut. Berdasarkan hasil workshop tersebut disepakati, dari 63

(enam puluh tiga) buah daerah-daerah penting berkurang menjadi 19

(sembilan belas) buah daerah-daerah penting.

81

Gambar 25.Hasil prioritas daerah-daerah penting TNP Laut Sawu

5. Penetapan Rencana Zonasi

Zonasi di TNP Laut Sawu mengacu pada pembagian zonasi yang

telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.30/MEN/2010. Penetapan zonasi didasarkan pada berbagai hasil

studi dan analisis yang mendalam, ground-truthing dan konsultasi

publik dengan stakeholder terkait di tingkat pusat, provinsi dan

kabupaten dimana hal yang terpenting adalah konsultasi publik

dengan masyarakat di 10 (sepuluh) kabupaten yang masuk dalam

TNP Laut Sawu, maka penetapan zonasi Kawasan Konservasi perairan

TNP Laut Sawu sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.

Sistem zonasi untuk TNP Laut Sawu terdiri dari 4 tipe zona

yang memiliki kriteria, peruntukan dan peraturan-peraturan khusus

untuk masing-masing zona dan sub zona, zona-zona tersebut

dijelaskan secara detail di sub bab di bawah ini.

82

Gambar 26. Peta Zonasi TNP Laut Sawu

83

B. Zona Inti

1. Rancangan Zonasi dan Koordinat

Zona inti merupakan bagian kawasan konservasi perairan yang

memiliki kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli

dan/atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi,

berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati

yang asli dan khas. Zona inti mempunyai luas minimal 2 % dari luas

kawasan, dengan kriteria antara lain:

a. merupakan daerah pemijahan, pengasuhan dan/atau alur ruaya

ikan;

b. merupakan habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan

khas/endemik, langka dan/atau kharismatik.

c. mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta

ekosistemnya;

d. mempunyai ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan

biota tertentu yang masih asli;

e. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau

belum diganggu manusia;

f. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan

hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan

perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses bio-

ekologis secara alami; dan

g. mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi kawasan

konservasi perairan.

Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID zona inti

ditampilkan dalam tabel sebagaimana terdapat pada tabel 14 dan

pada tabel 15 dibawah ini:

Tabel 14. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Zona Inti

Nama Zona ID Zona X Y

Zona Inti

1000

121° 20' 33,33" BT 10° 45' 30,92" LS

121° 20' 37,35" BT 10° 53' 15,39" LS

121° 12' 41,66" BT 10° 53' 22,26" LS

121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

121° 20' 33,33" BT 10° 45' 30,92" LS

1010

123° 58' 59,58" BT 9° 14' 21,14" LS

124° 0' 58,41" BT 9° 15' 52,67" LS

123° 57' 14,51" BT 9° 15' 52,65" LS

123° 57' 14,25" BT 9° 15' 52,64" LS

84

Nama Zona ID Zona X Y

123° 58' 59,58" BT 9° 14' 21,14" LS

1020

119° 55' 18,48" BT 8° 51' 42,19" LS

119° 55' 35,99" BT 8° 52' 19,78" LS

119° 54' 49,23" BT 8° 52' 34,86" LS

119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS

119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS

119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,81" LS

119° 52' 58,32" BT 8° 49' 45,57" LS

1030

119° 50' 39,91" BT 9° 21' 24,06" LS

119° 50' 24,44" BT 9° 21' 6,48" LS

119° 51' 24,06" BT 9° 20' 27,42" LS

119° 51' 36,94" BT 9° 20' 48,23" LS

1040

121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS

121° 38' 16,70" BT 10° 32' 16,01" LS

121° 33' 18,10" BT 10° 32' 23,11" LS

121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS

121° 27' 11,75" BT 10° 21' 49,78" LS

121° 37' 49,20" BT 10° 17' 57,84" LS

121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS

85

Tabel 15. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Inti

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

1 1000 Inti - Pulau Dana Sabu Raijua Kolorae 20534,54 Pulau Oseanik yang pantainya

merupakan pantai peneluran penyu; terdapat terumbu karang, koridor migrasi setasea, lumba-

lumba, dan habitat laut dalam (selat); Pulau ini juga merupakan pulau terdepan NKRI yang

berbatasan dengan Australia.

2 1010 Inti - Pulau Batek Kupang Netemnanu

Selatan

946,02 Pulau Batek merupakan pulau

terdepan NKRI yang berbatasan dengan Timor Leste, pantainya

merupakan pantai peneluran penyu hijau, terdapat terumbu karang, koridor migrasi setasea,

paus, dan lumba-lumba. Terdapat pos penjagaan TNI di pulau ini.

3 1020 Inti - Tanjung Karitamese

Manggarai Barat

Nangabere 924,67 Terdapat buaya muara, komodo, habitat burung, pantai peneluran penyu, lokasi SPAGS, terumbu

karang, paus, lumba-lumba, habitat laut dalam (selat), dan

daerah upwelling.

86

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

4 1030 Inti - Tanambanas Sumba Tengah

Tanambanas 148,34 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Tanambanas.

Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori sedang

sampai dengan baik dengan dominan baik. Perairannya juga ditemukan lumba-lumba. Di

perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu selat.

Terdapat pos pengawasan DKP di wilayah ini.

5 1040 Inti - Perairan

Utara Pulau Raijua

Sabu Raijua - 57115,05 Kawasan zona ini melingkupi

Perairan sebelah Utara dari Pulau Raijua yang memiliki koridor

migrasi setasea, lumba-lumba, dan habitat laut dalam (selat); Hasil REA Setasea juga

ditemukan asosiasi 3 spesies setasea dalam jumlah yang cukup

besar yaitu 80 ekor Paus Kepala Melon, 50 ekor Lumba-lumba Risso dan 50 ekor Lumba-lumba

Fraser, serta ditemui juga Paus Biru dengan ukuran sekitar 20 meter yang sedang bermigrasi

melewati perairan ini.

Luas Total Zona Inti 79668,62 2,37 % dari luas TNP Laut Sawu

87

Luas total zona inti TNP Laut Sawu adalah 79.668,2 hektar atau sebesar 2,37 % dari luas total kawasan TNP Laut Sawu, hal ini

sudah memenuhi standar minimum luas zona inti menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.30/MEN/2010, yaitu luas zona inti suatu kawasan konservasi perairan paling sedikit 2% (dua persen) dari luas kawasan.

1. Potensi

Potensi dan fitur konservasi untuk masing-masing ID Zona Inti ditampilkan dalam tabel sebagaimana terdapat pada tabel

16. dibawah ini:

Tabel 16. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Inti

Zona Sub Zona ID

Zona

Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas

(Hektar)

Inti - 1000 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 595,84

Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Pulau Oseanik 2970,12

Selat 13320,3

Spesies Koridor Setasea 13320,3

Lumba-lumba 8775,46

Penyu 709,06

Luas Zona 1000 20534,54

1010 Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Pos pengawasan (TNI AD) 946,02

Spesies Koridor Setasea 433,76

Lumba-lumba 946,02

Penyu 375,10

Paus 946,02

88

Zona Sub Zona ID

Zona

Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas

(Hektar)

Luas Zona 1010 946,02

1020 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 6,58

Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Selat 790,41

Upwelling 883,23

Luas Zona 1020 924,67

1030 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 98,14

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Selat 144,37

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Pos Pengawasan (DKP) 148,34

Spesies Lumba-lumba 5,88

Luas Zona 1030 148,34

1040 Spesies Koridor Setasea 57115,05

Lumba-lumba (Fraser dan Risso) 57115,05

Paus Biru dan Paus Melon 57115,05

Luas Zona 1040 57115,05

89

2. Peruntukan/Tujuan Zona

Peruntukan zona inti adalah sebagai perlindungan mutlak

habitat dan populasi ikan; penelitian; dan pendidikan.

a. Kegiatan perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan meliputi:

perlindungan proses ekologis yang menunjang kelangsungan

hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan ekosistemnya;

penjagaan dan pencegahan kegiatan yang dapat mengakibatkan

perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi

kawasan; dan pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.

b. Kegiatan penelitian yang diperbolehkan yaitu: penelitian dasar

menggunakan metode naturalistik untuk tujuan pengumpulan

data dasar kondisi biologis dan ekologis; penelitian terapan

menggunakan metode survei untuk tujuan monitoring kondisi

biologis dan ekologis dan pengembangan dengan metode

eksperimental untuk tujuan rehabilitasi.

c. Kegiatan pendidikan diperuntukkan bagi kegiatan tanpa

melakukan pengambilan material langsung dari alam.

3. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh

Kegiatan yang boleh dan tidak boleh ditampilkan dalam tabel

sebagaimana terdapat pada tabel 17. dibawah ini:

Tabel 17. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Zona Inti

Perumusan Kegiatan

No Jenis Kegiatan

Kegiatan yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga, Jetty)

Kegiatan yang tidak boleh

tetapi dengan izin

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,

manggrove, terumbu dan laut dalam); perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;

pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan

sumber daya secara berkelanjutan; promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan

Kegiatan yang tidak boleh

1 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

2 Tambatan perahu

3 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home

stay, dan sarana penginapan lainnya

90

Perumusan

Kegiatan No Jenis Kegiatan

4 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor permanen)

5 Pembangunan Rumah Adat

6 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)

7 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata

petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam, sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)

8 Rekreasi pantai

9 Wisata menyelam

10 Wisata snorkling

11 Wisata Jet Ski

12 Wisata Kayak/Dayung

13 Wisata Surfing

14 Wisata Kite surfing

15 Wisata Mancing (Catch and Release)

16 Wisata perahu kaca (glass boat)

17 Perahu wisata

18 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

19 Wisata melihat burung

20 Wisata mangrove

21 Wisata Budaya

22 Wisata tracking

23 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan

komersial

24 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non komersial

25 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap (Set gill nets (anchored))

26 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut (Drift nets)

27 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik

28 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift

Net)

29 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop net)

30 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap (bamboo platform lift net)

31 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit (Boat/raft lift net)

32 Penangkapan Ikan dengan Bubu

33 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur

34 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda

35 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-layang

36 Penangkapan Ikan dengan Sero

37 Penangkapan Ikan dengan Jermal

38 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna

39 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut

40 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap

41 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

91

Perumusan

Kegiatan No Jenis Kegiatan

42 Penangkapan Ikan dengan Huhate

43 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak

merusak terumbu karang)

44 Pemasangan Rumpon

45 Rumpon telur ikan terbang

46 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan bom

47 Menangkap Ikan Hias

48 Menangkap ikan dengan tombak

49 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok nelayan yang

secara ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin

usaha penangkapan ikan

50 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

usaha menengah keatas

51 Pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal

52 Lampara dasar

53 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT dengan alat penangkapan ikan yang

diperbolehkan

54 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan

alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

55 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang

dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)

56 Mengambil dan menjual telur penyu

57 Budidaya Rumput Laut

58 Budidaya Mutiara

59 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)

60 Budidaya Teripang

61 Budidaya Lobster

62 Membangun Tambak

63 Alur Kapal untuk perhubungan

64 Pelayaran selain di alur kapal untuk

perhubungan

65 ALKI III

66 Penebangan Mangrove

67 Pengambilan Karang hidup atau mati

68 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam aktifitas keruga (kearifan lokal Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam

satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.

69 Penambangan Pasir Laut

70 Survey Seismic Minyak dan Gas

71 Penambangan Minyak dan Gas

72 Pembuangan Limbah dan Sampah

92

C. Zona Perikanan Berkelanjutan

1. Rancangan Zonasi dan Koordinat

Zonasi Perikanan Berkelanjutan adalah bagian kawasan

konservasi perairan yang karena letak, kondisi dan potensinya

mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona

pemanfaatan.

Kriteria dari Zona Perikanan Berkelanjutan antara lain:

a. memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan

pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan

dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;

b. mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk

berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung

perikanan berkelanjutan;

c. mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta

ekosistemnya;

d. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk

mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem

aslinya;

e. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan

budidaya ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan,

dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan

f. mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan

bernilai ekonomi.

Zona Perikanan Berkelanjutan terbagi menjadi 3 sub zona yaitu:

a. Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum

Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum adalah zona perikanan

berkelanjutan yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan

ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan yang

bersifat komersial yang ramah lingkungan dan berdampak rendah

bagi lingkungan.

b. Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional

Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional adalah zona

perikanan berkelanjutan yang memungkinkan untuk berbagai

pemanfaatan ramah lingkungan dan untuk mendukung kegiatan

perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi masyarakat

setempat yang didalamnya terdapat beberapa pengaturan

penggunaan alat penangkapan ikan yang bersifat tradisional

93

untuk mengakomodir kepentingan nelayan lokal dalam TNP Laut

Sawu yang sebagian besar dalam kegiatan penangkapan

menggunakan alat penangkapan ikan tradisional yang ramah

lingkungan dengan armada penangkapan yang sederhana seperti

sampan dan perahu berukuran GT kecil.

c. Sub Zona Perlindungan Setasea

Sub Zona Perlindungan Setasea diperuntukkan guna melindungi

habitat dan koridor migrasi penting bagi setasea (paus dan lumba-

lumba) di TNP Laut Sawu dan memungkinkan juga untuk berbagai

pemanfaatan ramah lingkungan dan untuk mendukung kegiatan

perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi masyarakat

yang didalamnya terdapat beberapa pengaturan penggunaan alat

penangkapan ikan untuk memaksimalkan perlindungan setasea.

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Perikanan

Berkelanjutan Umum sebagaimana terdapat pada tabel 18. di bawah

ini:

Tabel 18. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum

Nama Zona ID

Zona X Y

Zona Perikanan

Bekelanjutan

Umum

6000

123° 29' 51,62" BT 10° 32' 24,58" LS

123° 29' 52,18" BT 10° 29' 43,35" LS

123° 29' 46,76" BT 10° 24' 30,03" LS

123° 32' 51,82" BT 10° 23' 47,60" LS

123° 42' 34,37" BT 10° 25' 33,23" LS

123° 51' 18,11" BT 10° 23' 41,83" LS

123° 59' 28,06" BT 10° 20' 6,75" LS

124° 4' 56,57" BT 10° 17' 19,71" LS

124° 7' 19,24" BT 10° 15' 53,31" LS

124° 8' 30,57" BT 10° 13' 48,54" LS

124° 10' 4,43" BT 10° 12' 56,71" LS

124° 18' 19,59" BT 10° 13' 40,44" LS

123° 1' 6,86" BT 11° 3' 55,94" LS

123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS

123° 5' 24,06" BT 10° 55' 49,75" LS

123° 8' 28,88" BT 10° 53' 8,41" LS

123° 11' 54,23" BT 10° 53' 57,51" LS

123° 15' 53,82" BT 10° 52' 12,29" LS

123° 18' 44,94" BT 10° 46' 56,71" LS

123° 21' 36,07" BT 10° 44' 50,51" LS

123° 23' 46,13" BT 10° 45' 4,53" LS

123° 28' 40,48" BT 10° 41' 13,18" LS

123° 29' 1,01" BT 10° 38' 24,96" LS

123° 27' 25,18" BT 10° 33' 58,67" LS

94

Nama Zona ID

Zona X Y

6010

121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

121° 9' 3,77" BT 10° 57' 10,87" LS

120° 30' 53,36" BT 10° 34' 44,60" LS

120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS

120° 32' 5,35" BT 10° 18' 45,75" LS

120° 33' 13,67" BT 10° 18' 1,61" LS

120° 36' 38,63" BT 10° 18' 53,10" LS

120° 46' 10,36" BT 10° 14' 35,68" LS

120° 48' 23,41" BT 10° 11' 31,84" LS

120° 51' 19,60" BT 10° 10' 10,96" LS

120° 54' 8,60" BT 10° 5' 9,54" LS

120° 54' 26,58" BT 10° 1' 10,67" LS

120° 51' 39,87" BT 9° 56' 5,54" LS

121° 23' 52,35" BT 10° 8' 42,44" LS

121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

6020

123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS

123° 29' 48,93" BT 10° 2' 56,30" LS

123° 27' 18,33" BT 10° 1' 11,37" LS

123° 21' 29,23" BT 10° 2' 56,30" LS

123° 12' 42,15" BT 10° 14' 36,09" LS

123° 12' 28,46" BT 10° 17' 45,10" LS

123° 12' 49,00" BT 10° 21' 8,15" LS

123° 13' 31,69" BT 10° 21' 26,28" LS

123° 18' 55,68" BT 10° 23' 38,56" LS

123° 8' 13,49" BT 10° 34' 22,96" LS

123° 6' 31,16" BT 10° 33' 45,57" LS

122° 38' 24,65" BT 10° 24' 28,36" LS

122° 44' 17,10" BT 10° 19' 21,17" LS

123° 38' 29,23" BT 9° 32' 10,40" LS

123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS

123° 36' 39,64" BT 9° 36' 57,24" LS

123° 37' 0,17" BT 9° 42' 18,67" LS

123° 34' 56,96" BT 9° 45' 48,35" LS

123° 36' 5,41" BT 9° 50' 0,02" LS

123° 31' 24,76" BT 9° 53' 15,79" LS

123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS

6030

119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS

119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS

119° 41' 49,26" BT 9° 19' 13,32" LS

119° 40' 14,69" BT 9° 17' 56,97" LS

119° 36' 22,20" BT 9° 17' 4,73" LS

119° 31' 50,31" BT 9° 18' 49,21" LS

119° 28' 13,59" BT 9° 17' 48,93" LS

119° 22' 46,53" BT 9° 19' 9,30" LS

119° 18' 6,76" BT 9° 17' 52,95" LS

119° 13' 3,35" BT 9° 19' 17,34" LS

119° 10' 9,97" BT 9° 18' 53,23" LS

119° 4' 54,73" BT 9° 21' 38,00" LS

118° 59' 43,44" BT 9° 22' 50,34" LS

95

Nama Zona ID

Zona X Y

118° 55' 40,10" BT 9° 25' 45,71" LS

118° 55' 39,70" BT 9° 10' 45,77" LS

119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS

118° 55' 36.10'' BT 9° 10' 22.80'' LS

119° 46' 29.40'' BT 9° 10' 24.90'' LS

6040

120° 53' 36,62'' BT 10° 48' 5,71'' LS

121° 20' 8,26'' BT 10° 20' 57,74'' LS

121° 9' 3,77'' BT 10° 57' 10,87'' LS

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Perikanan

Berkelanjutan Tradisional sebagaimana terdapat pada tabel 19. di

bawah ini:

Tabel 19. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional

Nama Zona ID Zona X Y

Zona

Perikanan Berkelanjutan

Tradisional

4010

124° 0' 58,41" BT 9° 15' 52,67" LS

124° 0' 42,57" BT 9° 18' 23,17" LS

123° 56' 0,11" BT 9° 21' 23,81" LS

123° 55' 57,86" BT 9° 25' 14,72" LS

123° 56' 6,72" BT 9° 25' 14,73" LS

123° 49' 22,63" BT 9° 29' 48,55" LS

123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,70" LS

123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS

123° 46' 32,59" BT 9° 27' 53,51" LS

123° 44' 57,92" BT 9° 30' 52,61" LS

123° 47' 23,81" BT 9° 32' 4,85" LS

123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,12" LS

123° 40' 1,64" BT 9° 45' 19,73" LS

123° 38' 34,37" BT 9° 45' 21,91" LS

123° 37' 51,59" BT 9° 46' 22,64" LS

123° 38' 50,16" BT 9° 47' 41,54" LS

123° 39' 45,75" BT 9° 47' 40,84" LS

123° 35' 47,30" BT 10° 2' 39,48" LS

123° 29' 40,37" BT 10° 5' 32,01" LS

123° 28' 4,42" BT 10° 3' 35,42" LS

123° 27' 49,97" BT 10° 3' 14,78" LS

123° 27' 30,37" BT 10° 3' 3,43" LS

123° 27' 10,76" BT 10° 3' 5,50" LS

123° 26' 8,56" BT 10° 3' 39,03" LS

123° 23' 2,27" BT 10° 5' 19,28" LS

123° 20' 51,06" BT 10° 6' 27,73" LS

123° 19' 39,87" BT 10° 8' 56,31" LS

123° 18' 35,89" BT 10° 10' 24,01" LS

123° 17' 29,86" BT 10° 11' 44,50" LS

123° 16' 42,40" BT 10° 12' 21,64" LS

123° 16' 0,09" BT 10° 13' 4,98" LS

123° 15' 4,37" BT 10° 14' 36,71" LS

96

Nama Zona ID Zona X Y

123° 14' 58,18" BT 10° 15' 15,92" LS

123° 14' 58,19" BT 10° 15' 15,96" LS

123° 14' 58,18" BT 10° 15' 16,01" LS

123° 15' 5,41" BT 10° 15' 56,25" LS

123° 15' 25,01" BT 10° 16' 39,59" LS

123° 15' 27,07" BT 10° 17' 22,93" LS

123° 15' 33,26" BT 10° 18' 16,58" LS

123° 15' 40,74" BT 10° 18' 46,23" LS

123° 15' 47,31" BT 10° 19' 5,49" LS

123° 16' 10,25" BT 10° 19' 29,32" LS

123° 16' 39,24" BT 10° 19' 58,23" LS

123° 17' 27,79" BT 10° 20' 32,78" LS

123° 18' 8,95" BT 10° 20' 53,35" LS

123° 19' 4,78" BT 10° 20' 44,13" LS

123° 19' 32,77" BT 10° 20' 32,16" LS

123° 19' 30,97" BT 10° 25' 33,09" LS

123° 22' 13,44" BT 10° 25' 29,45" LS

123° 22' 31,42" BT 10° 25' 51,73" LS

123° 17' 29,06" BT 10° 30' 49,50" LS

123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS

123° 13' 48,23" BT 10° 31' 29,33" LS

123° 14' 45,65" BT 10° 32' 34,47" LS

123° 8' 14,19" BT 10° 38' 54,03" LS

123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS

123° 7' 56,50" BT 10° 38' 8,66" LS

123° 7' 21,79" BT 10° 38' 14,88" LS

123° 6' 50,55" BT 10° 38' 53,09" LS

123° 6' 8,06" BT 10° 39' 19,93" LS

123° 6' 8,21" BT 10° 39' 20,24" LS

123° 6' 24,96" BT 10° 39' 54,91" LS

123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS

123° 5' 28,82" BT 10° 39' 50,68" LS

123° 5' 28,70" BT 10° 39' 50,50" LS

123° 5' 24,92" BT 10° 39' 54,79" LS

123° 4' 59,99" BT 10° 40' 23,15" LS

123° 5' 0,15" BT 10° 40' 23,28" LS

123° 5' 17,36" BT 10° 40' 37,00" LS

123° 5' 34,69" BT 10° 40' 50,80" LS

123° 4' 12,27" BT 10° 42' 13,88" LS

123° 4' 12,21" BT 10° 42' 13,91" LS

123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS

123° 3' 43,11" BT 10° 41' 39,62" LS

123° 3' 16,20" BT 10° 42' 2,72" LS

123° 3' 41,65" BT 10° 42' 28,91" LS

123° 3' 41,82" BT 10° 42' 29,09" LS

123° 3' 41,73" BT 10° 42' 29,28" LS

123° 3' 41,73" BT 10° 42' 29,28" LS

122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,19" LS

122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS

97

Nama Zona ID Zona X Y

122° 55' 10,18" BT 10° 43' 14,75" LS

122° 53' 25,34" BT 10° 44' 9,79" LS

122° 53' 25,26" BT 10° 45' 25,70" LS

122° 49' 57,51" BT 10° 55' 51,71" LS

122° 49' 56,00" BT 10° 55' 52,45" LS

122° 49' 24,84" BT 10° 56' 32,68" LS

122° 49' 25,47" BT 10° 59' 55,75" LS

122° 51' 7,02" BT 11° 1' 42,40" LS

122° 53' 7,26" BT 11° 1' 42,73" LS

122° 54' 25,76" BT 11° 0' 32,15" LS

122° 54' 27,29" BT 10° 57' 10,72" LS

122° 53' 16,90" BT 10° 54' 52,86" LS

123° 10' 40,14" BT 10° 49' 45,57" LS

123° 10' 15,14" BT 10° 50' 11,65" LS

123° 10' 57,28" BT 10° 50' 38,12" LS

123° 11' 30,43" BT 10° 50' 43,77" LS

123° 11' 30,19" BT 10° 50' 10,08" LS

123° 23' 29,71" BT 10° 40' 54,34" LS

123° 23' 30,31" BT 10° 42' 12,94" LS

123° 24' 52,31" BT 10° 42' 12,29" LS

123° 26' 38,73" BT 10° 39' 21,80" LS

123° 26' 38,73" BT 10° 37' 43,86" LS

123° 25' 32,76" BT 10° 37' 43,74" LS

123° 25' 30,56" BT 10° 28' 19,78" LS

123° 26' 26,93" BT 10° 29' 30,96" LS

123° 26' 30,74" BT 10° 29' 41,29" LS

123° 29' 52,18" BT 10° 29' 43,35" LS

123° 29' 51,62" BT 10° 32' 24,58" LS

123° 27' 25,18" BT 10° 33' 58,67" LS

123° 29' 1,01" BT 10° 38' 24,96" LS

123° 28' 40,48" BT 10° 41' 13,18" LS

123° 23' 46,13" BT 10° 45' 4,53" LS

123° 21' 36,07" BT 10° 44' 50,51" LS

123° 18' 44,94" BT 10° 46' 56,71" LS

123° 15' 53,82" BT 10° 52' 12,29" LS

123° 11' 54,23" BT 10° 53' 57,51" LS

123° 8' 28,88" BT 10° 53' 8,41" LS

123° 5' 24,06" BT 10° 55' 49,75" LS

123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS

123° 1' 38,17" BT 10° 58' 52,16" LS

123° 0' 38,43" BT 10° 59' 11,57" LS

122° 56' 57,52" BT 11° 0' 23,37" LS

122° 54' 13,23" BT 11° 3' 46,89" LS

122° 51' 1,57" BT 11° 3' 53,91" LS

122° 47' 15,68" BT 11° 0' 16,36" LS

122° 47' 1,99" BT 10° 58' 10,06" LS

122° 45' 33,00" BT 10° 53' 43,48" LS

122° 37' 20,15" BT 10° 52' 40,35" LS

122° 34' 42,71" BT 10° 48' 48,91" LS

98

Nama Zona ID Zona X Y

122° 36' 11,69" BT 10° 45' 32,57" LS

122° 41' 47,11" BT 10° 44' 29,47" LS

122° 48' 58,35" BT 10° 42' 58,34" LS

122° 53' 39,01" BT 10° 41' 20,19" LS

122° 57' 16,78" BT 10° 40' 10,51" LS

122° 57' 18,05" BT 10° 40' 10,10" LS

123° 0' 50,25" BT 10° 39' 56,08" LS

123° 6' 5,33" BT 10° 36' 9,70" LS

123° 7' 20,43" BT 10° 35' 15,75" LS

123° 18' 55,68" BT 10° 23' 38,56" LS

123° 13' 31,69" BT 10° 21' 26,28" LS

123° 12' 49,00" BT 10° 21' 8,15" LS

123° 12' 28,46" BT 10° 17' 45,10" LS

123° 12' 42,15" BT 10° 14' 36,09" LS

123° 21' 29,23" BT 10° 2' 56,30" LS

123° 27' 18,33" BT 10° 1' 11,37" LS

123° 29' 48,93" BT 10° 2' 56,30" LS

123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS

123° 31' 24,76" BT 9° 53' 15,79" LS

123° 36' 5,41" BT 9° 50' 0,02" LS

123° 34' 56,96" BT 9° 45' 48,35" LS

123° 37' 0,17" BT 9° 42' 18,67" LS

123° 36' 39,64" BT 9° 36' 57,24" LS

123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS

123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS

123° 45' 6,18" BT 9° 27' 3,49" LS

123° 50' 0,52" BT 9° 24' 57,79" LS

123° 54' 20,64" BT 9° 20' 53,41" LS

123° 56' 58,08" BT 9° 17' 58,88" LS

123° 56' 11,60" BT 9° 16' 47,07" LS

123° 57' 14,25" BT 9° 15' 52,64" LS

123° 57' 14,51" BT 9° 15' 52,65" LS

122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS

122° 45' 5,39" BT 10° 47' 59,50" LS

122° 45' 56,72" BT 10° 47' 56,69" LS

122° 47' 20,24" BT 10° 47' 32,85" LS

122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS

122° 47' 40,09" BT 10° 46' 34,65" LS

122° 47' 12,21" BT 10° 46' 34,65" LS

122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS

122° 42' 40,75" BT 10° 51' 2,18" LS

122° 45' 35,75" BT 10° 51' 0,73" LS

122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS

122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS

4020

122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS

122° 3' 37,46" BT 10° 25' 55,81" LS

122° 4' 12,18" BT 10° 28' 21,48" LS

122° 3' 30,52" BT 10° 30' 15,18" LS

122° 1' 32,47" BT 10° 35' 45,70" LS

99

Nama Zona ID Zona X Y

121° 58' 28,45" BT 10° 36' 46,13" LS

121° 53' 19,43" BT 10° 40' 37,21" LS

121° 50' 8,47" BT 10° 41' 2,10" LS

121° 47' 0,98" BT 10° 40' 19,43" LS

121° 43' 53,49" BT 10° 40' 22,99" LS

121° 41' 3,35" BT 10° 38' 54,11" LS

121° 37' 28,09" BT 10° 41' 19,87" LS

121° 34' 17,12" BT 10° 42' 6,10" LS

121° 30' 24,49" BT 10° 41' 48,32" LS

121° 27' 55,19" BT 10° 39' 58,10" LS

121° 27' 27,42" BT 10° 37' 21,68" LS

121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS

121° 33' 18,10" BT 10° 32' 23,11" LS

121° 38' 16,70" BT 10° 32' 16,01" LS

121° 47' 11,39" BT 10° 27' 6,86" LS

121° 48' 59,03" BT 10° 23' 19,50" LS

121° 55' 14,01" BT 10° 21' 36,49" LS

122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS

121° 52' 14,26" BT 10° 25' 52,33" LS

121° 52' 14,07" BT 10° 25' 52,45" LS

121° 51' 45,94" BT 10° 25' 9,99" LS

121° 50' 46,93" BT 10° 25' 45,24" LS

121° 49' 55,11" BT 10° 26' 35,78" LS

121° 49' 50,40" BT 10° 27' 4,91" LS

121° 50' 37,49" BT 10° 27' 15,28" LS

121° 50' 37,50" BT 10° 27' 15,38" LS

121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS

121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS

121° 43' 44,89" BT 10° 32' 56,07" LS

121° 43' 16,55" BT 10° 32' 8,34" LS

121° 41' 8,45" BT 10° 33' 41,39" LS

121° 41' 38,22" BT 10° 34' 12,44" LS

121° 52' 8,93" BT 10° 37' 3,09" LS

121° 52' 8,96" BT 10° 37' 3,03" LS

121° 52' 47,79" BT 10° 37' 54,46" LS

121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS

121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS

121° 56' 5,50" BT 10° 34' 1,63" LS

121° 58' 24,29" BT 10° 32' 57,99" LS

121° 58' 24,29" BT 10° 33' 39,53" LS

121° 59' 22,07" BT 10° 33' 39,53" LS

121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS

121° 59' 16,01" BT 10° 32' 45,73" LS

122° 0' 21,26" BT 10° 28' 15,14" LS

122° 1' 12,38" BT 10° 28' 20,40" LS

122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS

122° 0' 48,72" BT 10° 26' 23,31" LS

122° 0' 27,68" BT 10° 25' 59,36" LS

121° 59' 52,65" BT 10° 26' 31,91" LS

100

Nama Zona ID Zona X Y

121° 59' 52,58" BT 10° 26' 31,87" LS

121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS

121° 38' 37,91" BT 10° 37' 25,00" LS

121° 38' 42,05" BT 10° 36' 22,14" LS

121° 38' 10,17" BT 10° 36' 21,54" LS

121° 38' 6,40" BT 10° 36' 24,81" LS

121° 33' 7,13" BT 10° 38' 23,87" LS

121° 33' 4,12" BT 10° 39' 9,12" LS

121° 34' 43,63" BT 10° 39' 12,35" LS

121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS

121° 36' 42,20" BT 10° 37' 58,73" LS

121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS

4030

123° 29' 47,02" BT 10° 15' 44,81" LS

123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS

123° 29' 42,62" BT 10° 15' 43,35" LS

123° 29' 32,84" BT 10° 15' 44,62" LS

123° 29' 35,70" BT 10° 15' 59,04" LS

123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS

123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS

123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS

123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,28" LS

123° 28' 47,35" BT 10° 18' 34,58" LS

123° 25' 13,36" BT 10° 17' 39,35" LS

123° 24' 44,06" BT 10° 14' 35,91" LS

123° 24' 44,08" BT 10° 14' 35,82" LS

123° 24' 48,99" BT 10° 14' 35,87" LS

123° 24' 56,17" BT 10° 14' 36,08" LS

123° 25' 6,01" BT 10° 14' 38,94" LS

123° 25' 6,02" BT 10° 14' 38,90" LS

123° 25' 33,10" BT 10° 14' 45,79" LS

123° 25' 33,28" BT 10° 14' 45,97" LS

123° 26' 30,52" BT 10° 15' 0,44" LS

123° 27' 3,54" BT 10° 15' 6,63" LS

123° 28' 15,77" BT 10° 14' 43,93" LS

123° 29' 20,95" BT 10° 14' 1,05" LS

4040

124° 18' 19,59" BT 10° 13' 40,44" LS

124° 10' 4,43" BT 10° 12' 56,71" LS

124° 8' 30,57" BT 10° 13' 48,54" LS

124° 7' 19,24" BT 10° 15' 53,31" LS

124° 4' 56,57" BT 10° 17' 19,71" LS

123° 59' 28,06" BT 10° 20' 6,75" LS

123° 51' 18,11" BT 10° 23' 41,83" LS

123° 42' 34,37" BT 10° 25' 33,23" LS

123° 32' 51,82" BT 10° 23' 47,60" LS

123° 29' 46,76" BT 10° 24' 30,03" LS

123° 29' 44,29" BT 10° 22' 18,25" LS

123° 33' 1,02" BT 10° 20' 45,64" LS

123° 33' 4,02" BT 10° 19' 51,10" LS

123° 55' 28,76" BT 10° 17' 42,61" LS

101

Nama Zona ID Zona X Y

123° 55' 41,74" BT 10° 18' 28,77" LS

123° 56' 15,16" BT 10° 19' 4,66" LS

123° 58' 7,11" BT 10° 19' 13,65" LS

124° 0' 4,31" BT 10° 18' 21,89" LS

124° 1' 10,30" BT 10° 17' 52,75" LS

124° 1' 5,22" BT 10° 16' 34,50" LS

124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS

124° 6' 1,47" BT 10° 11' 16,09" LS

124° 22' 9,51" BT 10° 11' 11,00" LS

4050

120° 38' 58,21" BT 9° 51' 7,35" LS

120° 51' 39,87" BT 9° 56' 5,54" LS

120° 54' 26,58" BT 10° 1' 10,67" LS

120° 54' 8,60" BT 10° 5' 9,54" LS

120° 51' 19,60" BT 10° 10' 10,96" LS

120° 48' 23,41" BT 10° 11' 31,84" LS

120° 46' 10,36" BT 10° 14' 35,68" LS

120° 36' 38,63" BT 10° 18' 53,10" LS

120° 33' 13,67" BT 10° 18' 1,61" LS

120° 32' 5,35" BT 10° 18' 45,75" LS

120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS

120° 30' 13,89" BT 10° 21' 23,90" LS

120° 27' 6,91" BT 10° 22' 33,80" LS

120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS

120° 16' 23,26" BT 10° 18' 42,07" LS

120° 15' 36,52" BT 10° 21' 20,23" LS

120° 11' 5,01" BT 10° 23' 14,41" LS

120° 7' 55,76" BT 10° 21' 28,35" LS

120° 9' 5,59" BT 10° 21' 25,37" LS

120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS

120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,68" LS

120° 5' 48,30" BT 10° 16' 49,78" LS

120° 8' 50,49" BT 10° 13' 16,61" LS

120° 23' 7,33" BT 10° 15' 58,79" LS

120° 22' 3,07" BT 10° 17' 30,80" LS

120° 26' 55,12" BT 10° 20' 28,51" LS

120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS

120° 45' 42,14" BT 9° 56' 5,26" LS

120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS

120° 45' 17,08" BT 9° 54' 26,48" LS

120° 44' 48,46" BT 9° 54' 25,65" LS

120° 44' 35,22" BT 9° 55' 23,15" LS

120° 38' 58,02" BT 9° 51' 7,60" LS

120° 38' 58,21" BT 9° 51' 7,35" LS

4070

119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS

120° 0' 20,46" BT 9° 17' 8,75" LS

120° 3' 2,02" BT 9° 20' 13,60" LS

120° 5' 31,76" BT 9° 22' 42,31" LS

120° 7' 22,09" BT 9° 25' 19,07" LS

120° 12' 29,87" BT 9° 24' 40,52" LS

102

Nama Zona ID Zona X Y

120° 11' 28,93" BT 9° 28' 20,15" LS

119° 56' 38,87" BT 9° 17' 28,01" LS

119° 57' 39,52" BT 9° 16' 49,87" LS

119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS

119° 56' 8,15" BT 9° 15' 24,33" LS

119° 55' 14,14" BT 9° 15' 23,16" LS

119° 52' 56,81" BT 9° 18' 28,32" LS

119° 53' 46,53" BT 9° 19' 14,08" LS

119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS

119° 51' 13,09" BT 9° 19' 43,56" LS

119° 49' 39,21" BT 9° 20' 50,72" LS

119° 50' 23,76" BT 9° 21' 36,78" LS

119° 45' 13,16" BT 9° 23' 9,17" LS

119° 45' 15,63" BT 9° 21' 54,77" LS

119° 40' 15,73" BT 9° 20' 23,50" LS

119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS

119° 25' 57,03" BT 9° 22' 19,91" LS

119° 25' 56,61" BT 9° 21' 35,23" LS

119° 24' 21,91" BT 9° 21' 35,23" LS

119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS

119° 19' 39,41" BT 9° 22' 18,96" LS

119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS

119° 16' 26,89" BT 9° 20' 29,10" LS

119° 16' 26,45" BT 9° 22' 0,43" LS

119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS

119° 11' 24,62" BT 9° 21' 31,13" LS

119° 10' 15,87" BT 9° 21' 32,29" LS

119° 8' 11,75" BT 9° 22' 30,62" LS

119° 8' 43,09" BT 9° 23' 23,42" LS

118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS

118° 58' 11,40" BT 9° 27' 17,75" LS

118° 57' 3,73" BT 9° 28' 39,13" LS

118° 57' 49,07" BT 9° 29' 6,18" LS

118° 55' 44,98" BT 9° 32' 35,57" LS

118° 55' 40,39" BT 9° 32' 36,46" LS

118° 55' 40,10" BT 9° 25' 45,71" LS

118° 59' 43,44" BT 9° 22' 50,34" LS

119° 4' 54,73" BT 9° 21' 38,00" LS

119° 10' 9,97" BT 9° 18' 53,23" LS

119° 13' 3,35" BT 9° 19' 17,34" LS

119° 18' 6,76" BT 9° 17' 52,95" LS

119° 22' 46,53" BT 9° 19' 9,30" LS

119° 28' 13,59" BT 9° 17' 48,93" LS

119° 31' 50,31" BT 9° 18' 49,21" LS

119° 36' 22,20" BT 9° 17' 4,73" LS

119° 40' 14,69" BT 9° 17' 56,97" LS

119° 41' 49,26" BT 9° 19' 13,32" LS

119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS

119° 43' 25,67" BT 9° 19' 23,15" LS

103

Nama Zona ID Zona X Y

119° 47' 4,49" BT 9° 19' 45,47" LS

119° 51' 20,62" BT 9° 16' 48,66" LS

119° 53' 42,48" BT 9° 13' 39,81" LS

119° 56' 24,03" BT 9° 13' 3,66" LS

119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS

4080

120° 16' 12,59" BT 8° 50' 53,43" LS

120° 15' 53,71" BT 8° 51' 30,17" LS

120° 16' 45,49" BT 8° 51' 45,66" LS

120° 17' 38,68" BT 8° 51' 27,75" LS

120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS

120° 22' 22,87" BT 8° 49' 4,23" LS

120° 22' 22,96" BT 8° 49' 4,81" LS

120° 20' 8,20" BT 8° 57' 9,79" LS

120° 16' 37,69" BT 8° 58' 36,16" LS

120° 13' 4,91" BT 8° 56' 59,81" LS

120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS

120° 8' 25,13" BT 8° 50' 50,51" LS

119° 58' 30,13" BT 8° 53' 2,97" LS

119° 57' 7,38" BT 8° 54' 55,36" LS

119° 54' 37,64" BT 8° 55' 39,52" LS

119° 51' 20,54" BT 8° 54' 39,64" LS

119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,82" LS

119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,81" LS

119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS

119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS

119° 54' 49,23" BT 8° 52' 34,86" LS

119° 55' 35,99" BT 8° 52' 19,78" LS

119° 55' 18,48" BT 8° 51' 42,19" LS

119° 59' 50,58" BT 8° 49' 4,91" LS

119° 59' 50,58" BT 8° 50' 0,50" LS

120° 1' 51,88" BT 8° 49' 59,98" LS

120° 1' 52,13" BT 8° 48' 50,52" LS

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Perlindungan

Setasea, letak dan luasan masing-masing ID Zona Perikanan

Berkelanjutan sebagaimana terdapat pada tabel 20. dan tabel 21. di

bawah ini:

Tabel 20. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona

Perlindungan Setasea

Nama Zona Zona

ID X Y

Zona Perlindungan

Setasea

5000

121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

121° 12' 41,66" BT 10° 53' 22,26" LS

121° 20' 37,35" BT 10° 53' 15,39" LS

121° 20' 33,33" BT 10° 45' 30,92" LS

121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

104

Nama Zona Zona

ID X Y

121° 23' 52,35" BT 10° 8' 42,44" LS

121° 52' 41,38" BT 10° 20' 0,07" LS

122° 4' 9,61" BT 10° 24' 29,90" LS

122° 38' 24,65" BT 10° 24' 28,36" LS

123° 6' 31,16" BT 10° 33' 45,57" LS

123° 8' 13,49" BT 10° 34' 22,96" LS

123° 7' 20,43" BT 10° 35' 15,75" LS

123° 6' 5,33" BT 10° 36' 9,70" LS

123° 0' 50,25" BT 10° 39' 56,08" LS

122° 57' 18,05" BT 10° 40' 10,10" LS

122° 57' 16,78" BT 10° 40' 10,51" LS

122° 53' 39,01" BT 10° 41' 20,19" LS

122° 48' 58,35" BT 10° 42' 58,34" LS

122° 41' 47,11" BT 10° 44' 29,47" LS

122° 36' 11,69" BT 10° 45' 32,57" LS

122° 34' 42,71" BT 10° 48' 48,91" LS

122° 37' 20,15" BT 10° 52' 40,35" LS

122° 45' 33,00" BT 10° 53' 43,48" LS

122° 47' 1,99" BT 10° 58' 10,06" LS

122° 47' 15,68" BT 11° 0' 16,36" LS

122° 51' 1,57" BT 11° 3' 53,91" LS

122° 54' 13,23" BT 11° 3' 46,89" LS

122° 56' 57,52" BT 11° 0' 23,37" LS

123° 0' 38,43" BT 10° 59' 11,57" LS

123° 1' 38,17" BT 10° 58' 52,16" LS

123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS

123° 1' 6,86" BT 11° 3' 55,94" LS

122° 52' 46,77" BT 11° 9' 21,94" LS

121° 50' 11,01" BT 10° 47' 5,26" LS

121° 14' 11,41" BT 11° 0' 11,82" LS

121° 9' 3,77" BT 10° 57' 10,87" LS

121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS

121° 37' 49,20" BT 10° 17' 57,84" LS

121° 27' 11,75" BT 10° 21' 49,78" LS

121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS

121° 27' 27,42" BT 10° 37' 21,68" LS

121° 27' 55,19" BT 10° 39' 58,10" LS

121° 30' 24,49" BT 10° 41' 48,32" LS

121° 34' 17,12" BT 10° 42' 6,10" LS

121° 37' 28,09" BT 10° 41' 19,87" LS

121° 41' 3,35" BT 10° 38' 54,11" LS

121° 43' 53,49" BT 10° 40' 22,99" LS

121° 47' 0,98" BT 10° 40' 19,43" LS

121° 50' 8,47" BT 10° 41' 2,10" LS

121° 53' 19,43" BT 10° 40' 37,21" LS

121° 58' 28,45" BT 10° 36' 46,13" LS

122° 1' 32,47" BT 10° 35' 45,70" LS

122° 3' 30,52" BT 10° 30' 15,18" LS

105

Nama Zona Zona

ID X Y

122° 4' 12,18" BT 10° 28' 21,48" LS

122° 3' 37,46" BT 10° 25' 55,81" LS

122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS

121° 55' 14,01" BT 10° 21' 36,49" LS

121° 48' 59,03" BT 10° 23' 19,50" LS

121° 47' 11,39" BT 10° 27' 6,86" LS

121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS

5010

120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS

120° 27' 6,91" BT 10° 22' 33,80" LS

120° 30' 13,89" BT 10° 21' 23,90" LS

120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS

120° 30' 53,36" BT 10° 34' 44,60" LS

120° 11' 5,01" BT 10° 23' 14,41" LS

120° 15' 36,52" BT 10° 21' 20,23" LS

120° 16' 23,26" BT 10° 18' 42,07" LS

120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS

5020

123° 25' 13,36" BT 10° 17' 39,35" LS

123° 28' 47,35" BT 10° 18' 34,58" LS

123° 27' 21,85" BT 10° 20' 53,64" LS

123° 26' 38,48" BT 10° 20' 52,14" LS

123° 26' 40,75" BT 10° 22' 1,92" LS

123° 27' 46,96" BT 10° 22' 25,90" LS

123° 29' 31,88" BT 10° 22' 24,09" LS

123° 29' 44,29" BT 10° 22' 18,25" LS

123° 26' 30,74" BT 10° 29' 41,29" LS

123° 26' 26,93" BT 10° 29' 30,96" LS

123° 25' 30,56" BT 10° 28' 19,78" LS

123° 22' 31,42" BT 10° 25' 51,73" LS

123° 22' 13,44" BT 10° 25' 29,45" LS

123° 19' 30,97" BT 10° 25' 33,09" LS

123° 19' 32,77" BT 10° 20' 32,16" LS

123° 19' 30,54" BT 10° 20' 20,05" LS

5030

123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS

123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS

123° 38' 29,23" BT 9° 32' 10,40" LS

123° 56' 11,60" BT 9° 16' 47,07" LS

123° 56' 58,08" BT 9° 17' 58,88" LS

123° 54' 20,64" BT 9° 20' 53,41" LS

123° 50' 0,52" BT 9° 24' 57,79" LS

123° 45' 6,18" BT 9° 27' 3,49" LS

123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS

5040

120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS

120° 13' 4,91" BT 8° 56' 59,81" LS

120° 16' 37,69" BT 8° 58' 36,16" LS

120° 20' 8,20" BT 8° 57' 9,79" LS

120° 12' 29,87" BT 9° 24' 40,52" LS

120° 7' 22,09" BT 9° 25' 19,07" LS

120° 5' 31,76" BT 9° 22' 42,31" LS

120° 3' 2,02" BT 9° 20' 13,60" LS

106

Nama Zona Zona

ID X Y

120° 0' 20,46" BT 9° 17' 8,75" LS

119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS

119° 56' 24,03" BT 9° 13' 3,66" LS

119° 53' 42,48" BT 9° 13' 39,81" LS

119° 51' 20,62" BT 9° 16' 48,66" LS

119° 47' 4,49" BT 9° 19' 45,47" LS

119° 43' 25,67" BT 9° 19' 23,15" LS

119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS

119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS

119° 51' 20,54" BT 8° 54' 39,64" LS

119° 54' 37,64" BT 8° 55' 39,52" LS

119° 57' 7,38" BT 8° 54' 55,36" LS

119° 58' 30,13" BT 8° 53' 2,97" LS

120° 8' 25,13" BT 8° 50' 50,51" LS

120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS

5050

123° 4' 53,31'' BT 11° 1' 28,35'' LS

122° 52' 46,77'' BT 11° 9' 21,94'' LS

122° 18' 30,54'' BT 10° 57' 9,94'' LS

122° 35' 22,04'' BT 10° 21' 21,17'' LS

122° 38' 24,65'' BT 10° 24' 28,36'' LS

123° 8' 13,49'' BT 10° 34' 22,96'' LS

123° 4' 53,33'' BT 10° 56' 14,56'' LS

107

Tabel 21. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

1 4010 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Tradisional

Perairan Rote

Ndao s/d perairan sebelah Utara

Kupang

Rote Ndao

dan Kupang

215766,88

2 4020 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Tradisional

Perairan Sabu

Raijua

Sabu

Raijua

75959,19

3 4030 Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan Tradisional

Perairan Selat Semau

Kupang 5217,22

4 4040 Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan

Tradisional

Perairan sebelah

selatan Kupang dan TTS

Kupang dan TTS

53219,73

5 4050 Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan

Tradisional

Perairan sebelah

selatan Praimaditha s/d

Lumbukore

Sumba Timur

88487,19

6 4070 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Tradisional

Perairan

Atedalo s/d Hambapraing

Sumba

Barat Daya s/d

Sumba Timur

97770,56

108

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

7 4080 Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan

Tradisional

Perairan Nangabere s/d

Terong

Manggarai Barat dan

Manggarai

45550,06

Luas Total Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional 581970,83 17,34 % dari luas

TNP Laut Sawu

1 6000 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Umum

Perairan

sebelah tenggara Rote s/d Sebelah

selatan TTS

Rote,

Kupang, s/d TTS

113032,08

2 6010 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Umum

Perairan

antara Sumba Timur dan

Sabu Raijua

Sumba

Timur s/d Sabu

Raijua

363378,80

3 6020 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Umum

Perairan

sebelah Utara Rote s/d sebelah Utara

Kupang

Rote s/d

Kupang

653800,49

4 6030 Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Umum

Perairan

sebelah Utara Sumba (Sumba Barat

Daya s/d Sumba

Tengah)

Sumba

Barat Daya s/d Sumba

Tengah

151459,25

5 6040 Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan

Umum

Perairan sebelah Barat

– Barat Daya

Sabu Raijua

111187,98

109

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

Pulau Dana Sabu Raijua

Luas Total Zona Perikanan Berkelanjutan Umum 1392858,61 41,51 % dari luas TNP Laut Sawu

1 5000 Perikanan Berkelanjutan

Perlindungan Setasea

Perairan Rote Barat dsk

serta Perairan Sabu Raijua

dsk

Rote Ndao dan Sabu

Raijua

530958,20

2 5010 Perikanan

Berkelanjutan

Perlindungan

Setasea

Perairan

sebelah Selatan

Tanjung Nguyu

Sumba

Timur

53937,49

3 5020 Perikanan Berkelanjutan

Perlindungan Setasea

Selat antara Rote dan Kupang

Barat

Rote Ndao s/d Kupang

28980,94

4 5030 Perikanan

Berkelanjutan

Perlindungan

Setasea

Perairan

sebelah Utara Kupang

(Soliu s/d Kifu)

Kupang 35942,12

5 5040 Perikanan Berkelanjutan

Perlindungan Setasea

Selat Sumba 251179,65

6 5050 Perikanan Berkelanjutan

Perlindungan Setasea

Perairan Rote Barat dsk

Rote Ndao 339770,13

110

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

Luas Total Zona Perlindungan Setasea 1240768,54 36,98 % dari luas TNP Laut Sawu

2. Potensi

Potensi dan fitur konservasi untuk masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan sebagaimana terdapat pada tabel 22. di

bawah ini:

Tabel 22. Potensi dan Fitur Konservasi untuk masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan Tradisional

4010 Habitat Wilayah Pesisir

Estuari 145,23

Mangrove 112,13

Terumbu Karang 23118,96

Lamun 2044,50

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Sills 46032,37

Selat 109076,64

Upwelling 104071,84

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Kawasan Konservasi Eksisting

(TB. Pulau Ndana)

0,02

Wisata Selam 49,31

Daerah Mistis/ Angker 153,58

Budidaya Mutiara 7019,44

Pos pengawasan (TNI AL) 6392,96

Wisata Rekreasi 421,36

Surfing 402,17

111

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Wisata Berenang 14,78

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 169,21

Spesies Koridor Setasea 175944,87

Lumba-lumba 70288,07

Dugong 13649,75

Pari Manta 1199,33

Hiu 1640,16

SPAGS 947,09

Penyu 25964,42

Paus 14585,31

Paus 59950,90

Luas Zona 4010 215766,88

4020 Habitat Wilayah Pesisir

Terumbu Karang 4897,29

Lamun 297,35

Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Sills 75173,83

Selat 75959,19

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Selam 66,57

Wisata Rekreasi 283,52

Surfing 311,17

Spesies Koridor Setasea 75959,19

Lumba-lumba 35844,17

Dugong 3991,82

Hiu 78,52

Penyu 9740,14

112

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Paus 40755,06

Luas Zona 4020 75959,19

4030 Habitat Wilayah

Pesisir

Mangrove 0,01

Terumbu Karang 1054,81

Lamun 126,50

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Upwelling 5185,02

Kondisi yang Mendukung

Konservasi

Kawasan Konservasi Eksisting (SM. Perhatu dan TWAL. Teluk

Kupang)

0,01

Wisata Selam 2,99

Lilifuk (Kearifan Lokal) 0,00016

Pos pengawasan (Polair dan TNI AL)

500,14

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 80,48

Spesies Koridor Setasea 393,83

Buaya 38,19

Lumba-lumba 265,45

Paus 2563,98

Luas Zona 4030 5217,22

4040 Habitat Wilayah Pesisir

Estuari 7,52

Terumbu Karang 265,38

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 50391,38

Upwelling 40638,11

113

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Kondisi yang Mendukung

Konservasi

Wisata Rekreasi 971,55

Surfing 971,55

Spesies Koridor Setasea 10343,75

Lumba-lumba 4259,96

Dugong 407,31

Pari Manta 52,67

Hiu 4718,01

Penyu 1132,12

Paus 65,64

Luas Zona 4040 53219,73

4050 Habitat Wilayah Pesisir

Estuari 260,56

Mangrove 42,23

Terumbu Karang 14454,42

Lamun 1290,64

Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Pulau Satelit 49049,59

Sills 46920,29

Selat 42605,40

Upwelling 86679,14

Kondisi yang Mendukung

Konservasi

Tokoh Masyarakat yang Mendukung Konservasi

54,50

Surfing 80,35

Wisata Berenang 80,36

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 1064,74

Spesies Koridor Setasea 86825,75

Buaya 1,40

114

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Lumba-lumba 26069,05

Dugong 3004,74

Pari Manta 1674,13

Hiu 10657,84

SPAGS 626,11

Penyu 5504,76

Paus 70708,20

Paus 3125,47

Luas Zona 4050 88487,19

4070 Habitat Wilayah Pesisir

Estuari 0,48

Terumbu Karang 2980,65

Lamun 87,18

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Selat 62798,57

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Pos pengawasan (DKP, Polair,

dan TNI AL)

11892,78

Wisata Rekreasi 693,98

Surfing 52,56

Wisata Berenang 420,40

Spesies Koridor Setasea 1829,21

Lumba-lumba 18392,34

Dugong 894,25

Pari Manta 131,08

Hiu 52959,04

SPAGS 319,33

115

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Penyu 4421,48

Paus 23326,27

Paus 10672,74

Luas Zona 4070 97770,56

4080 Habitat Wilayah Pesisir

Estuari 21,87

Terumbu Karang 690,96

Lamun 12,90

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Pulau Satelit 12211,76

Selat 2214,11

Upwelling 34990,32

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Selam 367,86

Wisata Rekreasi 367,86

Wisata Berenang 0,02

Spesies Koridor Setasea 5218,27

Lumba-lumba 28586,32

Dugong 186,45

Pari Manta 78,52

Hiu 3888,26

SPAGS 179,63

Penyu 3813,15

Paus 27421,01

Luas Zona 4080 45550,06

Perikanan

Berkelanjutan

Perikanan

Berkelanjutan Umum

6000 Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Selat 13532,30

Upwelling 1755,92

116

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Spesies Koridor Setasea 2807,17

Lumba-lumba 1391,82

Paus 11,73

Luas Zona 6000 113032,08

6010 Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Pulau Satelit 1597,60

Sills 39446,57

Selat 37994,95

Upwelling 40347,29

Spesies Koridor Setasea 40347,29

Lumba-lumba 4184,95

Paus 38329,45

Luas Zona 6010 363378,80

6020 Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Upwelling 49,42

Spesies Koridor Setasea 3737,48

Paus 902,80

Luas Zona 6020 653800,49

6030 Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Selat 64,56

Spesies Hiu 64,56

Luas Zona 6030 151459,25

6040 Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Pulau Satelit 319,52

Sills 7889,31

Selat 7598,99

117

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Upwelling 8069,46

Spesies Koridor Setasea 8069,46

Lumba-lumba 836,99

Paus 7665,89

Luas Zona 6040 111187,98

Perikanan Berkelanjutan

Perlindungan Setasea

5000 Habitat Wilayah Pesisir

Terumbu Karang 10,53

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Sills 14537,53

Selat 51092,8

Upwelling 23313,59

Spesies Koridor Setasea 51399

Lumba-lumba 973,87

Paus 17299,02

Luas Zona 5000 530958,20

5010 Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Pulau Satelit 5587,95

Upwelling 6349,53

Spesies Koridor Setasea 6349,53

Paus 680,39

Luas Zona 5010 53937,49

5020 Habitat Wilayah Pesisir

Terumbu Karang 3392,11

Lamun 127,73

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Selat 7439,65

Upwelling 8958,72

118

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Kondisi yang Mendukung

Konservasi

Kawasan Konservasi Eksisting (TWAL Teluk Kupang)

0,01

Wisata Rekreasi 7,37

Spesies Koridor Setasea 25803,97

Lumba-lumba 3648,16

Paus 3502,86

Luas Zona 5020 28980,94

5030 Spesies Koridor Setasea 2802,79

Lumba-lumba 2802,79

Dugong 2769,51

Paus 451,67

Paus 2802,79

Luas Zona 5030 35942,12

5040 Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Selat 444,85

Upwelling 163,21

Spesies Lumba-lumba 163,21

Hiu 2553,68

Paus 2108,83

Paus 163,21

Luas Zona 5040 251179,65

5050 Habitat Wilayah

Pesisir

Terumbu Karang 5,27

Habitat Perairan

Dalam dan Oseanografi

Sills 7268,77

Selat 25546,40

119

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Upwelling 11656,79

Spesies Koridor Setasea 25699,50

Lumba-lumba 486,94

Paus 8649,51

Luas Zona 5050 339770,13

120

3. Peruntukan/Tujuan Zona

a. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum,

yaitu perlindungan habitat dan populasi ikan; penangkapan ikan

dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah

lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan

pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.

1) kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang

diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang

menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau

sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan

dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan

perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan

beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan

antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;

Pemulihan.

2) kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah

lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya

statis atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan

dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak

mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.

alat penangkapan ikan yang sifatnya pasif adalah alat

penangkapan ikan yang menetap, yang mana ikan mendatangi

alat tersebut sehingga tertangkap yang diperbolehkan yaitu:

Jaring Angkat (Lift Net), Jaring insang tetap (Set gill nets

(anchored)), Bagan Perahu/rakit (boat/raft lift net), Bagan

Tancap (bamboo platform lift net), Jaring Serok (scoop net), dan

Jaring angkat lainnya (Other Lift Net).

alat penangkapan ikan yang sifatnya semi aktif yang

diperbolehkan yaitu: Rawai Tuna (Tuna Long Line), Rawai Tetap

(Set Long Line), Huhate (Pole and Line), Pancing Tonda (Troll

Line), Pancing Ulur (Hand Line), Pancing Layang-Layang,

panah, tombak, Jermal (Stow Net), Lampara dasar dan Pukat

cincin pelagis besar dengan satu kapal.

121

kegiatan penangkapan ikan hanya diperbolehkan: dengan

menggunakan kapal berukuran dibawah 30 GT dan dengan

alat penangkapan ikan yang diperbolehkan. rumpon dan

lampu.

3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di

zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:

jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah

unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi

lingkungan sumber daya ikan.

Prinsip/tata cara kegiatan budidaya perikanan ramah

lingkungan adalah cara memelihara dan/atau membesarkan

ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang

terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan

dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,

obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.

Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan

adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi

spesies dan low input.

Jenis ikan yang dibudidaya diutamakan pada jenis ikan yang

dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan

tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan,

pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-

obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan

kualitas air yang baik.

Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya

tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran

yang rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak

menggunakan obat-obatan.

Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya

intensif yang diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang

dalam praktek budidayanya tidak perlu memberikan pakan

tambahan ataupun obat-obatan serta dalam kegiatan budidaya

tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya

tiram mutiara.

122

Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang

terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari

masing-masing jenis dan umur ikan; tidak mengandung zat

beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan

dan/atau manusia, atau yang mengakibatkan penurunan

produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan

lingkungan.

Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput

laut, mutiara, karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster

dan tambak.

Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi

perairan dibatasi dengan pertimbangan pertimbangan daya

dukung lingkungannya.

4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:

rekreasi pantai; menyelam; pariwisata tontonan seperti

snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);

pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga

permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite

surfing, jetsky, dan dayung/kayak, memancing (sport and

recreation fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata

penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu

tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,

penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang,

mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan

pembuatan foto, video dan film.

5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan

meliputi: penelitian dasar untuk kepentingan perikanan

berkelanjutan dan konservasi; penelitian terapan untuk

kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan

pengembangan untuk kepentingan konservasi.

6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan

pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang

meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,

tata kelola dan pengelolaan.

123

7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perikanan

berkelanjutan umum adalah alur pelayaran untuk

perhubungan, pelayaran selain di alur pelayaran untuk

perhubungan, dan ALKI III.

b. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perikanan Berkelanjutan

Tradisional, yaitu perlindungan habitat dan populasi ikan;

penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;

budidaya ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian

dan pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.

1) Kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang

diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang

menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau

sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan

dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan

perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan

beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan

antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;

Pemulihan.

2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah

lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya

statis dan atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan

dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak

mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.

3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di

zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:

jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah

unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi

lingkungan sumber daya ikan.

Prinsip/tata cara kegiatan budidaya perikanan ramah

lingkungan adalah cara memelihara dan/atau membesarkan

ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang

terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan

124

dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,

obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.

Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan

adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi

spesies dan low input.

Jenis ikan yang dibudidaya di diutamakan pada jenis ikan

yang dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan

tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan,

pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-

obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan

kualitas air yang baik.

Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya

tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran

yang rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak

menggunakan obat-obatan.

Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya

intensif yang diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang

dalam praktek budidayanya tidak perlu memberikan pakan

tambahan ataupun obat-obatan serta dalam kegiatan budidaya

tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya

tiram mutiara.

Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang

terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari

masing-masing jenis dan umur ikan; tidak mengandung zat

beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan

dan/atau manusia atau yang mengakibatkan penurunan

produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan

lingkungan.

Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput

laut, mutiara, karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster

dan tambak.

Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi

perairan dibatasi dengan pertimbangan-pertimbangan daya

dukung lingkungannya.

125

4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:

rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti

snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);

pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga

permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite

surfing, jetsky, dan dayung/kayak, memancing (sport and

recreation fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata

penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu

tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,

penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang,

mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan

pembuatan foto, video dan film.

Pembatasan ukuran kelompok wisatawan yang dapat

melakukan kegiatan wisata dalam waktu yang bersamaan dan

pembatasan jenis kegiatan dan usaha pariwisata disesuaikan

dengan daya dukung kawasan yang dikelola oleh Pengelola

TNP Laut Sawu.

Jenis pengusahaan pariwisata yang diperbolehkan yaitu usaha

penyediaan jasa wisata alam dan usaha penyediaan sarana

wisata alam.

5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan

meliputi: penelitian dasar untuk kepentingan perikanan

berkelanjutan dan konservasi; penelitian terapan untuk

kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan

pengembangan untuk kepentingan konservasi.

6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan

pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang

meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,

tata kelola dan pengelolaan.

7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perikanan

berkelanjutan tradisional adalah alur pelayaran untuk

perhubungan, pelayaran selain di alur pelayaran untuk

perhubungan, dan ALKI III.

8) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan

terumbu karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur

126

untuk sirih pinang oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu

Raijua diperbolehkan satu tahun sekali dalam waktu satu hari

dalam jumlah yang secukupnya dengan waktu/hari yang

ditentukan oleh keputusan adat.

c. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perlindungan Setasea

Sub Zona Perlindungan Setasea diperuntukkan untuk:

perlindungan habitat, populasi ikan dan setasea; perlindungan

koridor migrasi penting setasea; penangkapan ikan dengan alat

dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah lingkungan;

pariwisata dan rekreasi; penelitian dan pengembangan;

pendidikan; alur pelayaran; dan Aktifitas kearifan lokal Keruga.

1) Kegiatan perlindungan habitat, populasi ikan dan setasea yang

diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang

menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau

sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan

dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan

perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan

beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan

antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;

Pemulihan.

2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah

lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya

statis dan atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan

dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak

mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.

3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di

zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:

jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah

unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi

lingkungan sumber daya ikan.

4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:

rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti

snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);

pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga

127

permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite

surfing, dan dayung/kayak, memancing (sport and recreation

fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata penelitian

untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu tertentu

seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu dan

lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove,

burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan

foto, video dan film.

Pembatasan ukuran kelompok wisatawan yang dapat

melakukan kegiatan wisata dalam waktu yang bersamaan dan

pembatasan jenis kegiatan dan usaha pariwisata disesuaikan

dengan daya dukung kawasan yang dikelola oleh Pengelola

TNP;

5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan

meliputi : penelitian dasar untuk kepentingan perlindungan

setasea dan konservasi lainnya; penelitian terapan untuk

kepentingan perlindungan setasea dan konservasi lainnya; dan

pengembangan untuk kepentingan perlindungan setasea dan

konservasi lainnya.

6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan

pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang

meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,

tata kelola dan pengelolaan.

7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perlindungan

setasea adalah alur pelayaran untuk perhubungan, dan

pelayaran selain di alur pelayaran untuk perhubungan.

8) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan

terumbu karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur

untuk sirih pinang oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu

Raijua diperbolehkan satu tahun satu kali satu hari dalam

jumlah yang secukupnya dengan waktu/hari yang ditentukan

oleh keputusan adat.

128

4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh

a. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perikanan

Berkelanjutan Umum sebagaimana terdapat pada tabel 23 di

bawah ini:

Tabel 23. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona

Perikanan Berkelanjutan Umum

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

Kegiatan

yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Tambatan perahu

3 Pembangunan Rumah Adat

4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)

5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga, Jetty)

6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non komersial

7 Pemasangan Rumpon

8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok nelayan

yang secara ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha penangkapan ikan

9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan alat penangkapan ikan yang

diperbolehkan

10 Budidaya Rumput Laut

11 Alur Kapal untuk perhubungan

12 Pelayaran selain di alur kapal untuk

perhubungan

13 ALKI III

Kegiatan

yang diperbolehk

an tetapi

dengan izin

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan

keanekaragaman hayati (ekosistem lamun, manggrove, terumbu dan laut dalam); perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;

pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan;

promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; promosi upaya tata kelola

untuk perlindungan lingkungan.

4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,

home stay, dan sarana penginapan lainnya

5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor permanen)

6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata petualangan (kapal layar (cruise),

129

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

kapal selam, sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)

7 Rekreasi pantai

8 Wisata menyelam

9 Wisata snorkling

10 Wisata Jet Ski

11 Wisata Kayak/Dayung

12 Wisata Surfing

13 Wisata Kite surfing

14 Wisata Mancing (Catch and Release)

15 Wisata perahu kaca (glass boat)

16 Perahu wisata

17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

18 Wisata melihat burung

19 Wisata mangrove

20 Wisata Budaya

21 Wisata tracking

22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan komersial

23 Penangkapan ikan dengan Jaring insang

tetap (Set gill nets (anchored))

24 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat

(Lift Net)

25 Penangkapan ikan dengan Jaring serok

(scoop net)

26 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap

(bamboo platform lift net)

27 Penangkapan ikan dengan Bagan

Perahu/rakit (Boat/raft lift net)

28 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur

29 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda

30 Penangkapan ikan dengan Pancing layang-

layang

31 Penangkapan ikan dengan Jermal

32 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna

33 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap

34 Penangkapan ikan dengan Huhate

35 Menangkap ikan dengan tombak

36 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan

oleh usaha menengah keatas

37 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin

pelagis besar dengan satu kapal

38 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar

39 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT

dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

40 Budidaya Mutiara

41 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung

130

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

(KJA)

42 Budidaya Teripang

43 Budidaya Lobster

44 Membangun Tambak

Kegiatan yang tidak

boleh

1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang hanyut (Drift nets)

2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang oseanik

3 Penangkapan ikan dengan Bubu

4 Penangkapan ikan dengan Sero

5 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut

6 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

7 Makameting (dengan alat dan cara yang

tidak merusak terumbu karang)

8 Rumpon telur ikan terbang

9 Menggunakan bahan beracun, kompresor

dan bom

10 Menangkap Ikan Hias

11 Menangkap, melukai dan membunuh biota

yang dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)

12 Mengambil dan menjual telur penyu

13 Penebangan Mangrove

14 Pengambilan Karang hidup atau mati

15 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam

aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu hari dan waktunya diatur oleh

kesepakatan adat.

16 Penambangan Pasir Laut

17 Survey Seismic Minyak dan Gas

18 Penambangan Minyak dan Gas

19 Pembuangan Limbah dan Sampah

A. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perikanan

Berkelanjutan Tradisional sebagaimana terdapat pada Tabel 24. di

bawah ini:

Tabel 24. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

Kegiatan yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Tambatan perahu

3 Pembangunan Rumah Adat

4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan

(kantor)

131

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga, Jetty)

6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non komersial

7 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak merusak terumbu karang)

8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok

nelayan yang secara ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha

penangkapan ikan

9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT

dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

10 Budidaya Rumput Laut

11 Alur Kapal untuk perhubungan

12 Pelayaran selain di alur kapal untuk perhubungan

13 ALKI III

14 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam aktifitas keruga (kearifan local

Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu hari dan

waktunya diatur oleh kesepakatan adat.

Kegiatan yang

diperbolehkan tetapi dengan

izin

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun, manggrove, terumbu

dan laut dalam); perlindungan sumberdaya masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis

ekowisata bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung

kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; promosi upaya tata kelola untuk perlindungan

lingkungan

4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,

home stay, dan sarana penginapan lainnya

5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor permanen)

6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam, sea walker, penenggelaman

kapal (ship wreck)

7 Rekreasi pantai

8 Wisata menyelam

132

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

9 Wisata snorkling

10 Wisata Jet Ski

11 Wisata Kayak/Dayung

12 Wisata Surfing

13 Wisata Kite surfing

14 Wisata Mancing (Catch and Release)

15 Wisata perahu kaca (glass boat)

16 Perahu wisata

17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

18 Wisata melihat burung

19 Wisata mangrove

20 Wisata Budaya

21 Wisata tracking

22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan

komersial

23 Penangkapan ikan dengan Jaring insang

tetap (Set gill nets (anchored))

24 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat

(Lift Net)

25 Penangkapan ikan dengan Jaring serok (scoop net)

26 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap (bamboo platform lift net)

27 Penangkapan ikan dengan Bagan Perahu/rakit (Boat/raft lift net)

28 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur

29 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda

30 Penangkapan ikan dengan Pancing

layang-layang

31 Penangkapan ikan dengan Jermal

32 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap

33 Menangkap ikan dengan tombak

34 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar

35 Budidaya Mutiara

36 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)

37 Budidaya Teripang

38 Budidaya Lobster

39 Membangun Tambak

Kegiatan yang

tidak boleh

1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang

hanyut (Drift nets)

2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang oseanik

3 Penangkapan ikan dengan Bubu

4 Penangkapan ikan dengan Sero

5 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna

6 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut

133

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

7 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

8 Penangkapan ikan dengan Huhate

9 Pemasangan Rumpon

10 Rumpon telur ikan terbang

11 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan bom

12 Menangkap Ikan Hias

13 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh usaha menengah keatas

14 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal

15 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30

GT dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

16 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang dilindungi (termasuk penyu,

buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)

17 Mengambil dan menjual telur penyu

18 Penebangan Mangrove

19 Pengambilan Karang hidup atau mati

20 Penambangan Pasir Laut

21 Survey Seismic Minyak dan Gas

22 Penambangan Minyak dan Gas

23 Pembuangan Limbah dan Sampah

B. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perlindungan

Setasea sebagaimana terdapat pada tabel 25 di bawah ini:

Tabel 25. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona Perlindungan Setasea

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

Kegiatan yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Tambatan perahu

3 Pembangunan Rumah Adat

4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan

(kantor)

5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos

Jaga, Jetty)

6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan

non komersial

7 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak merusak terumbu karang)

8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok

nelayan yang secara ekonomis memiliki

134

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha

penangkapan ikan

9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT

dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

10 Budidaya Rumput Laut

11 Alur Kapal untuk perhubungan

12 Pelayaran selain di alur kapal untuk perhubungan

Kegiatan yang

diperbolehkan tetapi

dengan izin

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

3 Pendidikan pemeliharaan dan

peningkatan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun, manggrove, terumbu dan laut dalam); perlindungan

sumberdaya masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis

ekowisata bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan sumber

daya secara berkelanjutan; promosi upaya tata kelola untuk perlindungan

lingkungan

4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home stay, dan sarana penginapan

lainnya

5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor

permanen)

6 Rekreasi pantai

7 Wisata menyelam

8 Wisata snorkling

9 Wisata Kayak/Dayung

10 Wisata Surfing

11 Wisata Kite surfing

12 Wisata Mancing (Catch and Release)

13 Wisata perahu kaca (glass boat)

14 Perahu wisata

15 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

16 Wisata melihat burung

17 Wisata mangrove

18 Wisata Budaya

19 Wisata tracking

20 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan komersial

21 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift Net)

22 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop net)

135

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

23 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit (Boat/raft lift net)

24 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur

25 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda

26 Penangkapan Ikan dengan Pancing

layang-layang

27 Penangkapan Ikan dengan Jermal

28 Penangkapan Ikan dengan Huhate

29 Menangkap ikan dengan tombak

30 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar

31 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

32 Budidaya Teripang

33 Budidaya Lobster

34 Membangun Tambak

Kegiatan yang tidak

boleh

1 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam, sea walker, penenggelaman

kapal (ship wreck)

2 Wisata Jet Ski

3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang

tetap (Set gill nets (anchored))

4 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang

hanyut (Drift nets)

5 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang

oseanik

6 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap

(bamboo platform lift net)

7 Penangkapan Ikan dengan Bubu

8 Penangkapan Ikan dengan Sero

9 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna

10 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut

11 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap

12 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

13 Pemasangan Rumpon

14 Rumpon telur ikan terbang

15 Menggunakan bahan beracun, kompresor

dan bom

16 Menangkap Ikan Hias

17 Kegiatan penangkapan ikan yang

dilakukan oleh usaha menengah keatas

18 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin

pelagis besar dengan satu kapal

19 Menangkap, melukai dan membunuh

biota yang dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-

136

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

lumba, dll)

20 Mengambil dan menjual telur penyu

21 Budidaya Mutiara

22 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung

(KJA)

23 ALKI III

24 Penebangan Mangrove

25 Pengambilan Karang hidup atau mati

26 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan

setahun sekali dalam satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.

27 Penambangan Pasir Laut

28 Survey Seismic Minyak dan Gas

29 Penambangan Minyak dan Gas

30 Pembuangan Limbah dan Sampah

D. Zona Pemanfaatan

1. Rancangan Zonasi dan Koordinat

Zona Pemanfaatan merupakan bagian kawasan konservasi

perairan yang letak, kondisi, dan potensi alamnya diutamakan untuk

kepentingan pariwisata alam perairan dan/atau kondisi/jasa

lingkungan serta untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. Zona

pemanfaatan mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan

beserta ekosistem perairan yang indah dan unik;

b. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian

potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan

rekreasi;

c. mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang

mendukung kepentingan konservasi;

d. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk

berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem

aslinya.

Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID Zona

Pemanfaatan ditampilkan dalam tabel 26 dan tabel 27. dibawah ini:

Tabel 26. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Zona Pemanfaatan

137

Nama Zona Zona ID X Y

Zona Pemanfaatan

2000

122° 53' 16,86" BT 10° 54' 52,86" LS

122° 53' 16,90" BT 10° 54' 52,86" LS

122° 54' 27,29" BT 10° 57' 10,72" LS

122° 54' 25,76" BT 11° 0' 32,15" LS

122° 53' 7,26" BT 11° 1' 42,73" LS

122° 51' 7,02" BT 11° 1' 42,40" LS

122° 49' 25,47" BT 10° 59' 55,75" LS

122° 49' 24,84" BT 10° 56' 32,68" LS

122° 49' 56,00" BT 10° 55' 52,45" LS

122° 49' 57,51" BT 10° 55' 51,71" LS

2010

122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS

122° 45' 35,75" BT 10° 51' 0,73" LS

122° 42' 40,75" BT 10° 51' 2,18" LS

122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS

122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS

2020

122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS

122° 47' 20,24" BT 10° 47' 32,85" LS

122° 45' 56,72" BT 10° 47' 56,69" LS

122° 45' 5,39" BT 10° 47' 59,50" LS

122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS

122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS

122° 47' 12,21" BT 10° 46' 34,65" LS

122° 47' 40,09" BT 10° 46' 34,65" LS

122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS

2030

122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS

122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,19" LS

122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,29" LS

122° 53' 25,26" BT 10° 45' 25,70" LS

122° 53' 25,34" BT 10° 44' 9,79" LS

122° 55' 10,18" BT 10° 43' 14,75" LS

122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS

2040

123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS

123° 8' 14,19" BT 10° 38' 54,03" LS

123° 6' 24,96" BT 10° 39' 54,91" LS

123° 6' 8,21" BT 10° 39' 20,24" LS

123° 6' 8,06" BT 10° 39' 19,93" LS

123° 6' 50,55" BT 10° 38' 53,09" LS

123° 7' 21,79" BT 10° 38' 14,88" LS

123° 7' 56,50" BT 10° 38' 8,66" LS

123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS

2060

121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS

121° 34' 43,63" BT 10° 39' 12,35" LS

121° 33' 4,12" BT 10° 39' 9,12" LS

121° 33' 7,13" BT 10° 38' 23,87" LS

121° 34' 45,44" BT 10° 38' 16,79" LS

121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS

2070 121° 41' 38,22" BT 10° 34' 12,44" LS

138

Nama Zona Zona ID X Y

121° 41' 8,45" BT 10° 33' 41,39" LS

121° 43' 16,55" BT 10° 32' 8,34" LS

121° 43' 44,89" BT 10° 32' 56,07" LS

121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS

121° 43' 42,10" BT 10° 32' 58,14" LS

2080

121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS

121° 59' 22,07" BT 10° 33' 39,53" LS

121° 58' 24,29" BT 10° 33' 39,53" LS

121° 58' 24,29" BT 10° 32' 57,99" LS

121° 59' 16,01" BT 10° 32' 45,73" LS

121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS

2090

123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS

123° 17' 29,06" BT 10° 30' 49,50" LS

123° 14' 45,68" BT 10° 32' 34,51" LS

123° 14' 45,65" BT 10° 32' 34,47" LS

123° 13' 48,23" BT 10° 31' 29,33" LS

123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS

2100

123° 33' 4,02" BT 10° 19' 51,10" LS

123° 33' 1,02" BT 10° 20' 45,64" LS

123° 29' 31,88" BT 10° 22' 24,09" LS

123° 27' 46,96" BT 10° 22' 25,90" LS

123° 26' 40,75" BT 10° 22' 1,92" LS

123° 26' 38,48" BT 10° 20' 52,14" LS

123° 27' 21,85" BT 10° 20' 53,64" LS

2110

124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS

124° 1' 5,22" BT 10° 16' 34,50" LS

124° 1' 10,30" BT 10° 17' 52,75" LS

124° 0' 4,31" BT 10° 18' 21,89" LS

123° 58' 7,11" BT 10° 19' 13,65" LS

123° 56' 15,16" BT 10° 19' 4,66" LS

123° 55' 41,74" BT 10° 18' 28,77" LS

123° 55' 28,76" BT 10° 17' 42,61" LS

124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS

2120

120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS

120° 9' 5,59" BT 10° 21' 25,37" LS

120° 7' 55,76" BT 10° 21' 28,35" LS

120° 3' 48,60" BT 10° 19' 9,85" LS

120° 3' 48,60" BT 10° 19' 9,84" LS

120° 5' 48,30" BT 10° 16' 49,78" LS

120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS

2130

123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS

123° 29' 35,70" BT 10° 15' 59,04" LS

123° 29' 32,84" BT 10° 15' 44,62" LS

123° 29' 42,62" BT 10° 15' 43,35" LS

123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS

123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS

123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS

139

Nama Zona Zona ID X Y

2140

124° 23' 40,72" BT 10° 10' 11,71" LS

124° 22' 9,51" BT 10° 11' 11,00" LS

124° 6' 1,47" BT 10° 11' 16,09" LS

2170

123° 39' 45,74" BT 9° 47' 40,84" LS

123° 39' 45,75" BT 9° 47' 40,84" LS

123° 38' 50,16" BT 9° 47' 41,54" LS

123° 37' 51,59" BT 9° 46' 22,64" LS

123° 38' 34,37" BT 9° 45' 21,91" LS

123° 40' 1,64" BT 9° 45' 19,73" LS

123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,12" LS

123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,21" LS

2180

123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS

123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,70" LS

123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,80" LS

123° 49' 21,42" BT 9° 29' 48,91" LS

123° 47' 23,83" BT 9° 32' 4,86" LS

123° 47' 23,81" BT 9° 32' 4,85" LS

123° 44' 57,92" BT 9° 30' 52,61" LS

123° 46' 32,59" BT 9° 27' 53,51" LS

123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS

2190

119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS

119° 24' 21,91" BT 9° 21' 35,23" LS

119° 25' 56,61" BT 9° 21' 35,23" LS

119° 25' 57,03" BT 9° 22' 19,91" LS

119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS

2200

119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS

119° 19' 39,41" BT 9° 22' 18,96" LS

119° 16' 26,45" BT 9° 22' 0,43" LS

119° 16' 26,89" BT 9° 20' 29,10" LS

119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS

2210

119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS

119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS

119° 40' 15,73" BT 9° 20' 23,50" LS

119° 45' 15,63" BT 9° 21' 54,77" LS

119° 45' 13,16" BT 9° 23' 9,17" LS

2220

124° 0' 28,67" BT 9° 20' 35,19" LS

123° 56' 6,81" BT 9° 25' 14,73" LS

123° 56' 6,72" BT 9° 25' 14,73" LS

123° 55' 57,86" BT 9° 25' 14,72" LS

123° 56' 0,11" BT 9° 21' 23,81" LS

124° 0' 42,57" BT 9° 18' 23,17" LS

124° 0' 42,77" BT 9° 18' 23,05" LS

2230

119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS

119° 57' 39,52" BT 9° 16' 49,87" LS

119° 56' 38,87" BT 9° 17' 28,01" LS

119° 53' 46,53" BT 9° 19' 14,08" LS

119° 52' 56,81" BT 9° 18' 28,32" LS

140

Nama Zona Zona ID X Y

119° 55' 14,14" BT 9° 15' 23,16" LS

119° 56' 8,15" BT 9° 15' 24,33" LS

119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS

2250

120° 1' 52,13" BT 8° 48' 50,52" LS

120° 1' 51,88" BT 8° 49' 59,98" LS

119° 59' 50,58" BT 8° 50' 0,50" LS

119° 59' 50,58" BT 8° 49' 4,91" LS

2131

120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS

120° 26' 55,12" BT 10° 20' 28,51" LS

120° 22' 3,07" BT 10° 17' 30,80" LS

120° 23' 7,33" BT 10° 15' 58,79" LS

120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS

2160

120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS

120° 45' 42,14" BT 9° 56' 5,26" LS

120° 44' 35,22" BT 9° 55' 23,15" LS

120° 44' 48,46" BT 9° 54' 25,65" LS

120° 45' 17,08" BT 9° 54' 26,48" LS

120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS

2241

120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS

120° 17' 38,68" BT 8° 51' 27,75" LS

120° 16' 45,49" BT 8° 51' 45,66" LS

120° 15' 53,71" BT 8° 51' 30,17" LS

120° 16' 12,59" BT 8° 50' 53,43" LS

120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS

2201

119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS

119° 8' 43,09" BT 9° 23' 23,42" LS

119° 8' 11,75" BT 9° 22' 30,62" LS

119° 10' 15,87" BT 9° 21' 32,29" LS

119° 11' 24,62" BT 9° 21' 31,13" LS

119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS

2202

118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS

118° 57' 49,07" BT 9° 29' 6,18" LS

118° 57' 3,73" BT 9° 28' 39,13" LS

118° 58' 11,40" BT 9° 27' 17,75" LS

118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS

2231

119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS

119° 51' 36,94" BT 9° 20' 48,23" LS

119° 51' 24,06" BT 9° 20' 27,42" LS

119° 50' 24,44" BT 9° 21' 6,48" LS

119° 50' 39,91" BT 9° 21' 24,06" LS

119° 50' 23,76" BT 9° 21' 36,78" LS

119° 49' 39,21" BT 9° 20' 50,72" LS

119° 51' 13,09" BT 9° 19' 43,56" LS

119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS

2081

121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS

121° 52' 47,79" BT 10° 37' 54,46" LS

121° 52' 8,96" BT 10° 37' 3,03" LS

141

Nama Zona Zona ID X Y

121° 52' 8,93" BT 10° 37' 2,99" LS

121° 52' 32,28" BT 10° 37' 3,87" LS

121° 53' 4,43" BT 10° 37' 2,31" LS

121° 53' 22,13" BT 10° 36' 50,59" LS

121° 53' 55,84" BT 10° 35' 54,39" LS

121° 55' 1,63" BT 10° 35' 24,51" LS

121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS

121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS

121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS

2082

122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS

122° 1' 12,38" BT 10° 28' 20,40" LS

122° 0' 21,26" BT 10° 28' 15,14" LS

121° 59' 52,58" BT 10° 26' 31,96" LS

121° 59' 52,65" BT 10° 26' 31,91" LS

122° 0' 27,68" BT 10° 25' 59,36" LS

122° 0' 48,72" BT 10° 26' 23,31" LS

122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS

2042

123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS

123° 3' 41,65" BT 10° 42' 28,91" LS

123° 3' 16,20" BT 10° 42' 2,72" LS

123° 3' 43,11" BT 10° 41' 39,62" LS

123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS

2041

123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS

123° 5' 34,69" BT 10° 40' 50,80" LS

123° 5' 17,36" BT 10° 40' 37,00" LS

123° 5' 0,15" BT 10° 40' 23,28" LS

123° 4' 59,99" BT 10° 40' 23,15" LS

123° 5' 24,92" BT 10° 39' 54,79" LS

123° 5' 28,70" BT 10° 39' 50,50" LS

123° 5' 28,82" BT 10° 39' 50,68" LS

123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS

142

Tabel 27. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Pemanfaatan

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

1 2000 Pemanfaatan - Pulau Ndana Rote Ndao Oeseli 7850,41 Wilayah Daratan Pulau Ndana

merupakan Kawasan konservasi Taman Buru; Pulau ini memiliki potensi wisata

yang tinggi di daratan maupun perairannya; sekeliling Pulau pantainya digunakan sebagai

pantai peneluran penyu sisik; sekeliling perairan pulau

terdapat terumbu karang dalam kondisi buruk sampai dengan sedang, padang lamun, lokasi

SPAGS, paus, lumba-lumba, koridor migrasi setasea, habitat

laut dalam (daerah upwelling, selat dan sills), dan terdapat pos penjagaan TNI-AL; Pulau ini

juga merupakan pulau terdepan NKRI yang berbatasan

dengan Australia.

143

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

2 2010 Pemanfaatan - Pulau Ndoo Rote Ndao Ndaonuse 2104,95 Pulau Ndoo merupakan pulau kecil tidak berpenghuni di

sebelah barat Pulau Rote, pantainya digunakan sebagai

peneluran penyu dan pulau ini diduga sebagai sarang oleh beberapa jenis burung laut.

Perairan pulau ini dikelilingi oleh terumbu karang dengan

kondisi sedang sampai dengan baik sekali, padang lamun di sebelah utara pulau. Di

perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu sills, selat dan daerah

upwelling, merupakan koridor setasea, paus dan lumba-

lumba.

144

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

3 2020 Pemanfaatan - Pulau Nuse sebelah

selatan

Rote Ndao Ndaonuse 631,41 Wilayah zona ini mencakup sebelah selatan Pulau Nuse.

Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu dan menurut

masyarakat pulau tersebut, setiap malam penyu mendarat di pantai pulau tersebut untuk

bertelur. Kondisi terumbu karang di sebelah selatan pulau

ini masuk dalam kategori sedang sampai dengan baik. Padang lamun lebat yang

merupakan habitat dugong. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu

sills, selat dan daerah upwelling, merupakan koridor

setasea, paus, lumba-lumba dan pari manta.

4 2030 Pemanfaatan - Pulau Dengka dsk

Rote Ndao Oelua, Netenain, dan Daudolu

1987,04 Pulau Dengka dan wilayah sekitarnya terdapat 2 pulau yang ditumbuhi mangrove

padat, diduga sebagai sarang oleh beberapa jenis burung

laut. Kondisi terumbu karang di perairan pulau ini masuk dalam kategori buruk sampai

145

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

sedang. Padang lamun dengan kepadatan jarang sampai

dengan lebat. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat

perairan dalam yaitu sills dan daerah upwelling, merupakan koridor setasea.

5 2040 Pemanfaatan - Batu

Termanu sebelah utara

Rote Ndao Onatali dan

Nggodimeda

495,76 Wilayah zona ini mencakup

sebelah utara Batu Termanu dan perairan sekitarnya yang diyakini masyarakat

merupakan daerah mistis/angker karena terdapat

gurita raksasa, ular besar dan ikan kerapu berukuran sangat besar. Kondisi terumbu karang

di perairan pulau ini masuk dalam kategori buruk sampai baik dengan dominan sedang.

Padang lamun dengan kepadatan jarang sampai

dengan lebat.

6 2041 Pemanfaatan - Sebelah

barat Batu Termanu

Rote Ndao Onatali 124,58 Wilayah zona ini mencakup

sebelah barat Batu Termanu dan perairan sekitarnya yang diyakini masyarakat

146

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

merupakan daerah mistis/angker karena terdapat

gurita raksasa, ular besar dan ikan kerapu berukuran sangat

besar. Kondisi terumbu karang di perairan pulau ini masuk dalam kategori sedang sampai

baik dengan dominan sedang.

7 2042 Pemanfaatan - Tanjung

Boloanak dan perairan sekitarnya

Rote Ndao Maubesi 109,41 Wilayah zona ini mencakup

Tanjung Boloanak dan perairan sekitarnya. Kondisi terumbu karang di perairan pulau ini

masuk dalam kategori baik. Perairannya juga merupakan

koridor setasea.

8 2060 Pemanfaatan - Bolua Sabu Raijua Bolua 415.99 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Bolua. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu pipih, penyu

hijau dan penyu tempayan.Padang lamun lebat yang merupakan habitat

dugong. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan

dalam yaitu sills dan selat dan merupakan koridor setasea. Perairannya juga memiliki

147

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

terumbu karang.

9 2070 Pemanfaatan - Molie Sabu Raijua Molie 760.83 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Molie. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu hijau, sisik

dan tempayan. Kondisi terumbu karangnya masuk

dalam kategori buruk sampai dengan baik. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat

perairan dalam yaitu sills dan selat serta merupakan koridor setasea. Daerah terumbu

karangnya berpotensi besar sebagai dive spot/titik lokasi

wisata selam.

148

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

10 2080 Pemanfaatan - Lobodei Sabu Raijua Lobodei 278,92 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Lobodei.

Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu lekang dan

hijau. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu sills dan selat serta

merupakan koridor setasea. Daerah terumbu karangnya

berpotensi besar sebagai dive spot/titik lokasi wisata selam.

11 2081 Pemanfaatan - Halapaji dsk Sabu Raijua Deme,

Ledetalo, Halapaji,

Eilogo dan Waduwala

1069,84 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah 5 desa yaitu Desa Deme, Ledetalo, Halapaji,

Eilogo dan Waduwala. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu sisik, penyu

hijau dan penyu tempayan. Di perairan sekitarnya mempunyai

habitat perairan dalam yaitu sills dan selat serta merupakan koridor setasea. Daerah

terumbu karangnya berpotensi besar sebagai dive spot/titik lokasi wisata selam.

149

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

12 2082 Pemanfaatan - Tanjung Raemea dsk

Sabu Raijua Kujiratu dan Bodae

594,94 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Kujiratu

dan Bodae. Pantainya digunakan sebagai peneluran

penyu hijau dan penyu lekang. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan

dalam yaitu sills dan selat serta merupakan koridor setasea.

Padang lamun dengan kepadatan dari jarang sampai sedang. Daerah terumbu

karangnya berpotensi besar sebagai dive spot/titik lokasi wisata selam.

13 2090 Pemanfaatan - Sotimori dsk Rote Ndao Sotimori dan Bolatena

1405,61 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Sotimori

dan Bolatena. Pantainya digunakan sebagai peneluran

penyu hijau. Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori buruk sampai dengan

sedang dengan dominan sedang. Padang lamun dengan kepadatan jarang sampai

dengan lebat, mangrove dan koridor setasea.

150

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

14 2100 Pemanfaatan - Lifuleo dsk Kupang Lifuleo, Tesabela,

Sumlili, dan Bone

2605,02 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Lifuleo,

Tesabela, Sumlili, dan Bone dan berbatasan dengan Suaka

Margasatwa Danau Tuadale. Di sebelah timur zona ini, pantainya digunakan sebagai

peneluran penyu sisik. Kondisi terumbu karangnya masuk

dalam kategori buruk sampai dengan sedang. Padang lamun dengan kepadatan jarang

sampai dengan lebat, mangrove yang padat dan alami, paus, lumba-lumba dan koridor

setasea. Daerah ini digunakan sebagai daerah peristirahatan

burung yang sedang bermigrasi dari Australia. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat

perairan dalam yaitu selat dan daerah upwelling.

151

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

15 2110 Pemanfaatan - Buraen dsk Kupang Buraen dan Pakubaun

3621,34 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Buraen

dan Pakubaun. Pantainya digunakan sebagai peneluran

penyu sisik. Perairannya terdapat terumbu karang, hiu, dan lumba-lumba. Di perairan

sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu selat dan

daerah upwelling. Perairan pantai Buraen digunakan untuk wisata sailing dan

rekreasi.

16 2120 Pemanfaatan - Pulau

Mengudu dsk

Sumba

Timur

Praimaditha 5483,96 Pulau Mengudu merupakan

pulau terdepan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Australia. Pantainya digunakan

sebagai peneluran penyu. Perairannya memiliki terumbu

karang, dan koridor setasea (lumba-lumba, dan paus). Padang lamun dari kerapatan

jarang sampai dengan sedang. Perairannya juga termasuk

pulau satelit dan daerah upwelling yang merupakan habitat perairan dalam.

152

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

Perairan pantainya digunakan untuk wisata surfing dan sudah

terdapat beberapa fasilitas pariwisata seperti bungalow.

17 2130 Pemanfaatan - Kuanheum Kupang Kuanheum 14,74 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Kuanheum yang berbatasan dengan zona

kearifan lokal Lilifuk. Perairannya memiliki terumbu

karang dengan kondisi sedang. Padang lamun dari kerapatan jarang sampai dengan sedang.

Perairannya juga termasuk daerah upwelling. Terdapat pos pengawasan TNI-AL dan Polair

di dekat zona ini.

18 2131 Pemanfaatan - Kakaha Sumba

Timur

Kakaha 2965,12 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Kakaha. Pantainya digunakan sebagai

peneluran penyu Sisik dan Hijau. Perairannya memiliki terumbu karang, dan koridor

setasea (lumba-lumba dan paus). Perairannya juga termasuk pulau satelit dan

daerah upwelling yang

153

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

merupakan habitat perairan dalam.

19 2140 Pemanfaatan - Bena dsk Kupang dan TTS

Pakubaun, Enoraen,

Bena, Oebelo,

Toineke dan Tuafanu

7097,80 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Pakubaun,

Enoraen, Bena, Oebelo, Toineke dan Tuafanu. Wilayah zona ini

berbatasan dengan 2 kawasan konservasi eksisting yaitu TWA. Pulau Menipo dan TB. Dataran

Bena. Sepanjang pantainya digunakan sebagai peneluran penyu hijau. Di perairan

sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu selat dan

daerah upwelling. Perairannya juga merupakan koridor setasea, lumba-lumba, paus,

pari manta dan hiu. Wilayah ini memiliki mangrove yang sangat

alami dan estuari yang juga merupakan habitat buaya muara. Pantainya sering

digunakan untuk rekreasi.

154

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

20 2160 Pemanfaatan - Rindi dsk Sumba Timur

Rindi dan Tanaraing

551,93 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Rindi dan

Tanaraing. Pantainya digunakan sebagai peneluran

penyu sisik dan hijau. Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori buruk sampai

dengan sedang dengan dominan buruk. Perairannya

juga memiliki padang lamun dengan kepadatan jarang sampai dengan sedang, pari

manta, hiu, koridor setasea (lumba-lumba dan paus) dan mangrove yang alami. Di

perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu

sills dan daerah upwelling.

21 2170 Pemanfaatan - Nuataus Kupang Nuataus 764,29 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Nuataus. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu. Terumbu

karangnya berbentuk parit dan kanal yang indah, kondisi terumbu karang termasuk

dalam kategori buruk sampai dengan sedang. Perairannya

155

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

juga merupakan koridor setasea (paus) serta daerah

upwelling.

22 2180 Pemanfaatan - Afoan Kupang Afoan 3486,61 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Afoan.

Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu sisik dan hijau. Kondisi terumbu

karangnya masuk dalam kategori buruk sampai dengan

baik sekali di daerah dekat dermaga. Perairannya merupakan habitat dugong,

hiu, lokasi SPAGS, koridor setasea, lumba-lumba dan

paus.

23 2190 Pemanfaatan - Lokory dsk Sumba Barat,

Sumba Barat Daya

dan Sumba Tengah

Wendewa Barat,

Lokory, dan Bondoboghila

467,86 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Wendewa

Barat, dan Lokory. Pantainya digunakan sebagai peneluran

penyu sisik dan hijau. Perairannya juga memiliki terumbu karang, estuari,

mangrove, dugong, lumba-lumba, dan paus. Di perairan

156

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu selat.

Terdapat pos pengawasan KKP di wilayah ini.

24 2200 Pemanfaatan - Karuni dsk Sumba

Barat Daya

Karuni dan

Letekonda

1379,33 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Karuni dan Letekonda. Pantainya

digunakan sebagai peneluran penyu belimbing, sisik dan hijau. Kondisi terumbu

karangnya masuk dalam kategori buruk sampai dengan sedang dengan dominan buruk.

Perairannya juga memiliki pari manta, hiu, lokasi SPAGS,

lumba-lumba, dan paus. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu

selat. Pantainya sering digunakan untuk rekreasi.

25 2201 Pemanfaatan - Weelonda Sumba Barat Daya

Weelonda 1046,67 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Weelonda. Kondisi terumbu karangnya

masuk dalam kategori buruk sampai dengan baik dengan

dominan buruk. Perairannya

157

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

juga memiliki pari manta, hiu, lokasi SPAGS, dugong, lumba-

lumba, dan paus. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat

perairan dalam yaitu selat. Terdapat pos pengawasan KKP di dekatnya.

26 2202 Pemanfaatan - Mangganipi dsk

Sumba Barat Daya

Kori dan Mangganipi

519,03 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Kori dan

Mangganipi. Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori buruk sampai dengan

sedang dengan dominan sedang. Perairannya juga

ditemukan hiu dan lumba-lumba. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan

dalam yaitu selat.

27 2210 Pemanfaatan - Lenang Sumba

Tengah

Lenang 3581,61 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Lenang. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu lekang,

belimbing, hijau dan sisik. Kondisi terumbu karangnya

masuk dalam kategori buruk sampai dengan baik sekali dengan dominan baik.

158

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

Perairannya juga memiliki dugong, hiu, lokasi SPAGS,

buaya, lumba-lumba, dan paus. Di perairan sekitarnya

mempunyai habitat perairan dalam yaitu selat.

28 2220 Pemanfaatan - Kifu dsk Kupang Nunuanah,

Kifu, dan Netemnanu Selatan

3635,74 Wilayah zona ini termasuk

dalam wilayah Desa Nunuanah, Kifu, dan Netemnanu Selatan. Perairannya merupakan habitat

dugong, terumbu karang, estuari, koridor setasea, lumba-

lumba dan paus.

29 2230 Pemanfaatan - Napu Sumba Timur

Napu 2287,32 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Napu.

Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu sisik, hijau

dan tempayan. Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori buruk sampai

dengan baik dengan dominan baik. Perairannya juga memiliki

padang lamun, hiu, lokasi SPAGS, koridor setasea, lumba-lumba, dan paus. Di perairan

159

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu selat.

Terdapat pos pengawasan KKP di wilayah ini.

30 2231 Pemanfaatan - Tanambanas Sumba Tengah

Tanambanas 497,30 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa

Tanambanas. Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori buruk sampai dengan

sedang dengan dominan sedang. Perairannya juga

ditemukan lumba-lumba. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu

selat. Pantainya sering digunakan untuk wisata

rekreasi dan berenang. Terdapat pos pengawasan KKP di wilayah ini.

31 2241 Pemanfaatan - Sataruwuk Manggarai Sataruwuk 336,00 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa

Sataruwuk. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu sisik, hijau, belimbing

dan tempayan. Kondisi terumbu karangnya masuk

160

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Luas

(Hektar) Keterangan

dalam kategori buruk. Perairannya juga ditemukan

hiu, lumba-lumba, dan paus. Perairannya juga termasuk

pulau satelit dan daerah upwelling yang merupakan habitat perairan dalam.

32 2250 Pemanfaatan - Perbatasan Nangabere

dengan Bentengdewa dsk

Manggarai Barat

Nangabere dan

Bentengdewa

689,74 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Nangabere

dan Bentengdewa. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu sisik dan hijau.

Perairannya memiliki terumbu karang, lumba-lumba, dan

paus. Perairannya juga termasuk daerah upwelling.

Luas Total Zona Pemanfaatan 58861,14 1,75 % dari luas TNP Laut Sawu

161

2. Potensi

Potensi dan fitur konservasi di masing-masing ID Zona Pemanfaatan disajikan dalam tabel 28. dibawah ini.

Tabel 28. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Pemanfaatan

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Pemanfaatan - 2000 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 1322,29

Lamun 76,91

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 4415,30

Selat 7832,34

Upwelling 7832,38

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Kawasan Konservasi Eksisting (TB. Pulau Ndana)

1,54

Pos pengawasan (TNI AL) 5648,54

Wisata Rekreasi 146,62

Surfing 146,62

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 3809,61

Spesies Koridor Setasea 7850,41

Lumba-lumba 631,29

SPAGS 300,39

Penyu 4492,28

Paus 946,41

Luas Zona 2000 7850,41

2010 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 1205,09

Lamun 69,07

162

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 2104,95

Selat 2103,78

Upwelling 2103,78

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 1000,41

Spesies Koridor Setasea 2104,95

Lumba-lumba 2104,04

Penyu 29,93

Paus 2104,04

Luas Zona 2010 2104,95

2020 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 619,10

Lamun 93,31

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 631,41

Selat 631,21

Upwelling 631,21

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Wisata Rekreasi 43,42

Surfing 43,42

Spesies Koridor Setasea 631,41

Dugong 111,25

Pari Manta 581,93

Penyu 1150,36

Luas Zona 2020 631,41

2030 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 24,39

Terumbu Karang 877,55

Lamun 169,39

163

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 1133,83

Upwelling 1964,18

Spesies Koridor Setasea 1987,04

Luas Zona 2030 1987,04

2040 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 247,93

Lamun 33,25

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Daerah Mistis/ Angker 15,35

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 15,73

Luas Zona 2040 495,76

2041 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 27,42

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Daerah Mistis/ Angker 26,35

Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 8,80

Luas Zona 2041 124.58

2042 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 54,94

Spesies Koridor Setasea 109,41

Luas Zona 2042 109,41

2060 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 143,30

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Sills 415,99

Selat 415,70

Spesies Koridor Setasea 415,99

Dugong 4,83

Penyu 282,51

164

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Paus 415,98

Luas Zona 2060 415,99

2070 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 111,07

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 760,83

Selat 759,66

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Selam 3,14

Spesies Koridor Setasea 760,83

Penyu 1285,67

Luas Zona 2070 760,83

2080 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 86,82

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Sills 278,92

Selat 276,70

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Selam 3,14

Spesies Koridor Setasea 278,92

Penyu 324,75

Luas Zona 2080 278,92

2081 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 236,90

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 1069,84

Selat 1069,26

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Wisata Selam 8,72

Spesies Koridor Setasea 1069,84

165

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Lumba-lumba 50,11

Penyu 496,06

Luas Zona 2081 1069,84

2082 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 483,08

Lamun 126,41

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 594,94

Selat 590,87

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Wisata Selam 2,63

Spesies Koridor Setasea 594,94

Penyu 313,10

Luas Zona 2082 594,94

2090 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 1,03

Terumbu Karang 628,75

Lamun 182,54

Spesies Koridor Setasea 1405,61

Penyu 515,23

Luas Zona 2090 1405,61

2100 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 5,38

Terumbu Karang 363,08

Lamun 31,56

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 2243,06

Upwelling 2458,36

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Kawasan Konservasi

Eksisting (SM. Danau

0,0036

166

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Tuadale)

Spesies Koridor Setasea 2605,02

Lumba-lumba 911,92

Penyu 262,73

Paus 275,33

Luas Zona 2100 2605,02

2110 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 176,84

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Selat 3616,41

Upwelling 3616,44

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Rekreasi 99,73

Surfing 99,73

Spesies Lumba-lumba 437,50

Hiu 1018,00

Penyu 2696,88

Luas Zona 2110 3621,34

2120 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 587,69

Lamun 49,35

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Pulau Satelit 5483,57

Upwelling 5483,57

Spesies Koridor Setasea 5483,96

Lumba-lumba 4550,20

Paus 5155,77

Luas Zona 2120 5483,96

167

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

2130 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 14,74

Lamun 2,76

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Upwelling 14,74

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Pos pengawasan Polair dan TNI AL

14,03

Luas Zona 2130 14,74

2131 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 5,35

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Pulau Satelit 2960,46

Upwelling 2960,46

Spesies Koridor Setasea 2965,12

Lumba-lumba 822,28

Penyu 1382,74

Paus 2960,46

Paus 822,25

Luas Zona 2131 2965,12

2140 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 155,28

Mangrove 5,44

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 7085,18

Upwelling 1827,65

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Kawasan Konservasi

Eksisting (TWA, Pulau Menipo dan TB. Dataran Bena)

0,03

Wisata Rekreasi 0,001

168

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Spesies Lumba-lumba 1418,22

Pari Manta 90,74

Hiu 1727,58

Penyu 1740,40

Luas Zona 2140 7097,80

2160 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 17,44

Terumbu Karang 232,82

Lamun 28,66

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Sills 349,92

Upwelling 545,13

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Tokoh Masyarakat yang Mendukung Konservasi

4,42

Spesies Koridor Setasea 551,93

Lumba-lumba 167,00

Pari Manta 544,54

Hiu 551,89

Penyu 435,77

Luas Zona 2160 551,93

2170 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 187,59

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Upwelling 761,28

Spesies Koridor Setasea 764,29

Lumba-lumba 93,42

Luas Zona 2170 764,29

169

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

2180 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 36,70

Spesies Koridor Setasea 3486,61

Lumba-lumba 3486,58

Dugong 90,51

Hiu 146,40

SPAGS 391,81

Penyu 1785,42

Paus 1012,47

Paus 1122,34

Luas Zona 2180 3486,61

2190 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 7,24

Mangrove 0,23

Terumbu Karang 78,16

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Selat 460,92

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Pos pengawasan (DKP) 467,86

Spesies Lumba-lumba 137,49

Dugong 30,17

Penyu 255,43

Paus 85,75

Luas Zona 2190 467,86

2200 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 144,21

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 1378,80

170

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Rekreasi 0,05

Spesies Lumba-lumba 1356,67

Pari Manta 78,52

Hiu 38,59

SPAGS 60,92

Penyu 1201,16

Paus 757,85

Luas Zona 2200 1379,33

2201 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 131,12

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 1008,55

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Pos Pengawasan (DKP) 179,67

Spesies Lumba-lumba 774,35

Dugong 663,45

Hiu 210,72

SPAGS 212,63

Paus 774,35

Luas Zona 2201 1046,67

2202 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 91,54

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 496,64

Spesies Lumba-lumba 267,13

Hiu 234,08

171

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Luas Zona 2202 519,03

2210 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 226,12

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Selat 3574,76

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Wisata Rekreasi 87,95

Spesies Buaya 0,03

Lumba-lumba 2076,46

Dugong 231,38

Hiu 589,79

SPAGS 135,57

Penyu 3223,65

Paus 923,11

Luas Zona 2210 3581,61

2220 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 2,28

Terumbu Karang 32,72

Spesies Koridor Setasea 3635,74

Lumba-lumba 2525,31

Dugong 1358,81

Paus 3617,58

Paus 1818,56

Luas Zona 2220 3635,74

2230 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 167,39

Lamun 10,05

172

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Selat 1752,21

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Pos pengawasan (DKP) 202,49

Wisata Rekreasi 391,65

Wisata Berenang 391,65

Spesies Koridor Setasea 10,02

Lumba-lumba 512,30

Hiu 118,90

SPAGS 136,05

Penyu 1743,00

Paus 494,42

Luas Zona 2230 2287,32

2231 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 50,07

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Selat 494,63

Kondisi yang Mendukung Konservasi

Pos pengawasan (DKP) 497,30

Wisata Rekreasi 2,52

Wisata Berenang 2,52

Spesies Lumba-lumba 332,19

Penyu 0,16

Luas Zona 2231 497,30

2241 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 26,32

Habitat Perairan Dalam

dan Oseanografi

Pulau Satelit 321,78

Upwelling 321,78

Spesies Lumba-lumba 195,55

173

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Hiu 150,89

Penyu 1056,22

Paus 178,30

Luas Zona 2241 336,00

2250 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 15,26

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Upwelling 689,63

Spesies Lumba-lumba 249,49

Penyu 306,28

Paus 71,36

Luas Zona 2250 689,74

174

3. Peruntukan/Tujuan Zona

Peruntukan Zona Pemanfaatan adalah sebagai perlindungan dan

pelestarian habitat dan populasi ikan; pariwisata dan rekreasi; penelitian

dan pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.

a. Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan yang

diperbolehkan meliputi: perlindungan proses-proses ekologis yang

menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya; penjagaan dan pencegahan kegiatan-

kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi

kawasan dan perubahan fungsi kawasan; pengelolaan jenis

sumberdaya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan

keseimbangan antara populasi dan daya dukung habitatnya;

perlindungan alur migrasi biota perairan; pemulihan dan rehabilitasi

ekosistem.

b. Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:

rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti snorkeling dan

menggunakan perahu kaca (glass boat); pariwisata minat khusus;

perahu pariwisata; olahraga permukaan air seperti berenang, selancar

air (surfing), memancing catch and release (catch and release fishing),

kite surfing, jetsky, dayung/kayak dan jenis olahraga air lainnya;

wisata penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu

tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu

dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove, burung

dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan foto, video dan

film.

c. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:

penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,

penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,

dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.

d. Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan meliputi: pemeliharaan dan

peningkatan keanekaragaman hayati; perlindungan sumberdaya

masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata

bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung

kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan;

175

promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan Taman

Nasional Perairan.

e. Alur pelayaran yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan adalah alur

pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran selain di alur pelayaran

untuk perhubungan.

4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh

Pada zona pemanfaatan umum terdapat kegiatan yang boleh dan

tidak dilakukan, sebagaimana terdapat pada tabel 29. dibawah ini:

Tabel 29. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Zona Pemanfaatan

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

Kegiatan yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Tambatan perahu

3 Pembangunan Rumah Adat

4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)

5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,

Jetty)

6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non

komersial

7 Alur Kapal untuk perhubungan

8 Pelayaran selain di alur kapal untuk

perhubungan

Kegiatan yang

diperbolehkan tetapi dengan

izin

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan

keanekaragaman hayati (ekosistem lamun, manggrove, terumbu dan laut dalam);

perlindungan sumberdaya masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem

pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; promosi

upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan

4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home stay, dan sarana penginapan lainnya

5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor permanen)

6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,

sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)

7 Rekreasi pantai

8 Wisata menyelam

9 Wisata snorkling

10 Wisata Jet Ski

176

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

11 Wisata Kayak/Dayung

12 Wisata Surfing

13 Wisata Kite surfing

14 Wisata Mancing (Catch and Release)

15 Wisata perahu kaca (glass boat)

16 Perahu wisata

17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

18 Wisata melihat burung

19 Wisata mangrove

20 Wisata Budaya

21 Wisata tracking

22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan komersial

Kegiatan yang tidak boleh

1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang tetap (Set gill nets (anchored))

2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang hanyut (Drift nets)

3 Penangkapan ikan dengan Jaring insang oseanik

4 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat (Lift Net)

5 Penangkapan ikan dengan Jaring serok (scoop net)

6 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap (bamboo platform lift net)

7 Penangkapan ikan dengan Bagan Perahu/rakit (Boat/raft lift net)

8 Penangkapan ikan dengan Bubu

9 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur

10 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda

11 Penangkapan ikan dengan Pancing layang-layang

12 Penangkapan ikan dengan Sero

13 Penangkapan ikan dengan Jermal

14 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna

15 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut

16 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap

17 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

18 Penangkapan ikan dengan Huhate

19 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak

merusak terumbu karang)

20 Pemasangan Rumpon

21 Rumpon telur ikan terbang

22 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan bom

23 Menangkap Ikan Hias

24 Menangkap ikan dengan tombak

25 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil

dan artisanal serta kelompok nelayan yang secara ekonomis memiliki struktur dan unit

177

Perumusan

Kegiatan No Kegiatan

usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha penangkapan ikan

26 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh usaha menengah keatas

27 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal

28 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar

29 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT

dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

30 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

31 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)

32 Mengambil dan menjual telur penyu

33 Budidaya Rumput Laut

34 Budidaya Mutiara

35 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)

36 Budidaya Teripang

37 Budidaya Lobster

38 Membangun Tambak

39 ALKI III

40 Penebangan Mangrove

41 Pengambilan Karang hidup atau mati

42 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu

hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.

43 Penambangan Pasir Laut

44 Survey Seismic Minyak dan Gas

45 Penambangan Minyak dan Gas

46 Pembuangan Limbah dan Sampah

E. Zona Lainnya

1. Rancangan Zonasi dan Koordinat

Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan

berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan

kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain seperti zona

perlindungan dan zona rehabilitasi. Zona lainnya di TNP Laut Sawu

yaitu:

a. Sub Zona Kearifan Lokal

Sub Zona Kearifan Lokal diperuntukkan untuk melindungi

daerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang

178

penting dan mengakomodir kearifan lokal masyarakat yang

terdapat dan tersebar di masing-masing daerah di TNP Laut Sawu

yang mempunyai keunikan dan mendukung upaya konservasi

seperti Lilifuk, dan Panadahi.

b. Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

diperuntukkan untuk kepentingan pariwisata alam perairan non

ekstraksi dan/atau kondisi/jasa lingkungan serta untuk kegiatan

budidaya ramah lingkungan (skala kecil atau tradisional) bagi

masyarakat.

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Kearifan Lokal

ditampilkan dalam tabel 30. dibawah ini:

Tabel 30. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Kearifan

Lokal

Nama Zona Zona ID X Y

Zona Kearifan

Lokal

3000

123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS

123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS

123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS

123° 29' 47,02" BT 10° 15' 44,81" LS

123° 29' 47,07" BT 10° 15' 44,80" LS

123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS

3010

121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS

121° 36' 42,20" BT 10° 37' 58,73" LS

121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS

121° 34' 45,44" BT 10° 38' 16,79" LS

121° 38' 6,40" BT 10° 36' 24,81" LS

121° 38' 10,17" BT 10° 36' 21,54" LS

121° 38' 42,05" BT 10° 36' 22,14" LS

121° 38' 37,91" BT 10° 37' 25,00" LS

121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS

Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID Sub Zona

Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya ditampilkan dalam tabel 31 dan

tabel 32 dibawah ini:

179

Tabel 31. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

Nama Zona Zona ID X Y

Zona Pemanfaatan

Pariwisata dan Budidaya

3020

121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS

121° 55' 1,63" BT 10° 35' 24,51" LS

121° 53' 55,84" BT 10° 35' 54,39" LS

121° 53' 22,13" BT 10° 36' 50,59" LS

121° 53' 4,43" BT 10° 37' 2,31" LS

121° 52' 32,28" BT 10° 37' 3,87" LS

121° 56' 5,50" BT 10° 34' 1,63" LS

121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS

121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS

180

Tabel 32. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Lainnya

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama

Lokasi Kabupaten Desa

Luas

(Hektar) Keterangan

1 3000 Lain Kearifan

Lokal (Lilifuk)

Kuanheum Kupang Kuanheum 3,79 Wilayah zona ini termasuk dalam

wilayah Desa Kuanheum. Perairannya memiliki terumbu karang dan padang lamun dari

kerapatan jarang sampai dengan sedang. Perairannya juga termasuk daerah upwelling.

Terdapat pos pengawasan TNI AL dan Polair di dekat zona ini.

Masyarakat di zona ini mempunyai kearifan lokal yaitu Lilifuk. Lilifuk adalah suatu kawasan yang

menyerupai kolam yang pada saat surut terendah masih digenangi

air yang dikelola oleh masyarakat adat Baineo dengan cara menutup kawasan tersebut selama setengah

tahun dan pada saat ditutup tersebut tidak boleh dilakukan penangkapan ikan di daerah

tersebut baik oleh masyarakat setempat ataupun masyarakat

luar dan kemudian baru diperbolehkan menangkap hanya 1-2 hari dalam setengah tahun

181

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama

Lokasi Kabupaten Desa

Luas

(Hektar) Keterangan

tergantung dari keputusan pemilik Lilifuk dengan sebelumnya

melakukan ritual/perayaan adat sehari sebelum panen. Orang yang

melanggar melakukan penangkapan selama masa penutupan tersebut akan

dikenakan sanksi adat berupa denda berupa uang ataupun

hewan (babi, kambing).

2 3010 Lain Kearifan Lokal

(Panadahi)

Ledeke dsk Sabu Raijua Bolua, Ledeke,

dan Ledeunu

764,93 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah Desa Bolua, Ledeke, dan

Ledeunu. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu pipih,

hijau dan tempayan. Kondisi terumbu karangnya masuk dalam kategori buruk sampai dengan

sedang dengan dominan buruk. Padang lamun lebat yang

merupakan habitat dugong. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu sills

dan selat yang juga merupakan koridor setasea. Masyarakat di zona ini mempunyai kearifan lokal

yaitu Panadahi. Panadahi adalah kegiatan makameting berpindah.

182

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama

Lokasi Kabupaten Desa

Luas

(Hektar) Keterangan

Suatu kawasan dibuka untuk masyarakat melakukan

makameting sedangkan kawasan lainnya didalam zona ini ditutup

selama kurun waktu tertentu melalui kesepakatan adat. Dan kemudian kawasan yang ditutup

tersebut dibuka kembali, sedangkan kawasan yang

sebelumnya dibuka kemudian ditutup, begitu seterusnya.

Luas Total Zona Kearifan Lokal 768,72 0,02 % dari luas TNP Laut Sawu

1 3020 Lain Pemanfaatan Pariwisata dan

Budidaya

Halapaji dsk Sabu Raijua Deme, Ledetalo, Halapaji,

Eilogo dan Waduwala

456,36 Wilayah zona ini termasuk dalam wilayah 5 desa yaitu Desa Deme, Ledetalo, Halapaji, Eilogo dan

Waduwala. Pantainya digunakan sebagai peneluran penyu sisik,

penyu hijau dan penyu tempayan. Perairannya memiliki padang lamun dengan kepadatan jarang

sampai dengan sedang. Di perairan sekitarnya mempunyai habitat perairan dalam yaitu sills

dan selat serta merupakan koridor setasea. Daerah terumbu

karangnya berpotensi besar sebagai dive spot/titik lokasi

183

No ID_Zona Zona Sub Zona Nama

Lokasi Kabupaten Desa

Luas

(Hektar) Keterangan

wisata selam.

Luas Total Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya 456,36 0,01 % dari luas TNP Laut Sawu

2. Potensi

Potensi dan fitur konservasi di masing-masing ID Zona Lainnya disajikan dalam tabel 33. dibawah ini:

Tabel 33. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Lainnya

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

Lain Kearifan Lokal 3000 Habitat Wilayah Pesisir

Terumbu Karang 3,79

Lamun 3,79

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Upwelling 3,79

Kondisi yang

Mendukung Konservasi

Lilifuk (Kearifan Lokal) 0,26

Pos pengawasan (Polair dan TNI 3,79

184

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur

Konservasi

Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)

AL)

Luas Zona 3000 3,79

3010 Habitat Wilayah

Pesisir

Terumbu Karang 549,65

Lamun 143,23

Habitat Perairan Dalam dan Oseanografi

Sills 764,93

Selat 762,49

Spesies Koridor Setasea 764,93

Dugong 123,46

Penyu 764,93

Paus 764,88

Luas Zona 3010 764,93

Lain Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

3020 Habitat Wilayah Pesisir

Terumbu Karang 310,09

Lamun 63,75

Habitat Perairan Dalam dan

Oseanografi

Sills 456,36

Selat 446,32

Kondisi yang Mendukung

Konservasi

Wisata Selam 75,56

Spesies Koridor Setasea 456,36

Penyu 379,23

Luas Zona 3020 456,36

185

3. Peruntukan/Tujuan Zona

a. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Kearifan Lokal

Peruntukan untuk Sub Zona Kearifan Lokal adalah sebagai berikut

perlindungan habitat dan populasi ikan; perlindungan daerah-daerah yang

memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang penting; kearifan lokal

masyarakat yang mempunyai keunikan dan mendukung upaya konservasi;

pariwisata dan rekreasi; penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah

lingkungan; budidaya ramah lingkungan; penelitian dan pengembangan;

pendidikan; dan alur pelayaran.

1) Kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang diperbolehkan

yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang

kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan

ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan dan/atau pembatasan

kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan

potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis

sumberdaya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan

keseimbangan antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota

perairan; Pemulihan.

2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah

lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya statis dan

atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan dengan

memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak mengganggu

keberlanjutan sumber daya ikan.

3) Kegiatan yang berkaitan dengan kearifan lokal yang melibatkan pihak

luar perlu menginformasikan ke Pengelola TNP Laut Sawu.

4) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di zona ini

meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: jenis ikan yang

dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha budidaya;

dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

5) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi: rekreasi

pantai, berenang, dayung/kayak, menyelam, perahu wisata; pariwisata

tontonan seperti snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass

boat); wisata penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang

ilmu tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,

lumba-lumba, penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu

186

karang, mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan

pembuatan foto, video dan film.

6) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:

penelitian dasar untuk kepentingan pelestarian budaya dan

konservasi; penelitian terapan untuk kepentingan pelestarian budaya

dan konservasi; dan pengembangan untuk kepentingan pelestarian

budaya dan konservasi.

7) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan pendidikan untuk

memberikan wawasan dan motivasi yang meliputi aspek: biologi,

ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata kelola dan pengelolaan.

8) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona kearifan lokal adalah alur

pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran selain di alur pelayaran

untuk perhubungan.

9) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan terumbu

karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur untuk sirih pinang

oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu Raijua diperbolehkan satu

tahun sekali dalam waktu satu hari dalam jumlah yang secukupnya

dengan waktu/hari yang ditentukan oleh keputusan adat.

b. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

Peruntukan untuk Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

adalah sebagai berikut perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi

ikan; budidaya ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan

pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.

1) Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan yang

diperbolehkan meliputi : perlindungan proses-proses ekologis yang

menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya; penjagaan dan pencegahan kegiatan-kegiatan

yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan

perubahan fungsi kawasan; pengelolaan jenis sumberdaya ikan beserta

habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi

dan daya dukung habitatnya; perlindungan alur migrasi biota perairan;

pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.

2) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di zona ini

meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: jenis ikan yang

dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha budidaya;

dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

187

3) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi: rekreasi

pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti snorkeling dan

menggunakan perahu kaca (glass boat); pariwisata minat khusus;

perahu pariwisata; olahraga permukaan air seperti berenang, selancar

air (surfing), memancing catch and release (catch and release fishing),

kite surfing, jetsky, dayung/kayak dan jenis olahraga air lainnya; wisata

penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu tertentu

seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu dan lain-

lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove, burung dan lain-

lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan foto, video dan film.

4) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:

penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,

penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,

dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.

5) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan meliputi: pemeliharaan dan

peningkatan keanekaragaman hayati; perlindungan sumberdaya

masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata

bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung

kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan;

promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan Taman

Nasional Perairan.

6) Alur pelayaran yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan Pariwisata dan

Budidaya adalah alur pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran

selain di alur pelayaran untuk perhubungan.

4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh

a. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Kearifan Lokal

Pada Sub zona Kearifan Lokal terdapat kegiatan yang boleh dan

tidak boleh dilakukan sebagaimana ditampilkan dalam tabel 34. dibawah

ini:

Tabel 34. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona Kearifan Lokal

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

Kegiatan yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Tambatan perahu

188

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

3 Pembangunan Rumah Adat

4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga, Jetty)

5 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non komersial

6 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak merusak terumbu karang)

7 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok nelayan yang

secara ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha penangkapan ikan

8 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

9 Alur Kapal untuk perhubungan

10 Pelayaran selain di alur kapal untuk perhubungan

11 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)

hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.

Kegiatan yang diperbolehkan

dengan izin

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,

manggrove, terumbu dan laut dalam); perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;

pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan

sumber daya secara berkelanjutan; promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan

4 Rekreasi pantai

5 Wisata menyelam

6 Wisata snorkling

7 Wisata Kayak/Dayung

8 Wisata perahu kaca (glass boat)

9 Perahu wisata

10 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

11 Wisata melihat burung

12 Wisata mangrove

13 Wisata Budaya

14 Wisata tracking

15 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan komersial

16 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap (Set gill nets (anchored))

189

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

17 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift Net)

18 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop net)

19 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur

20 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda

21 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-layang

22 Menangkap ikan dengan tombak

23 Budidaya Rumput Laut

24 Budidaya Teripang

25 Budidaya Lobster

26 Membangun Tambak

Kegiatan yang tidak boleh

1 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home stay, dan sarana penginapan lainnya

2 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut (Drift nets)

3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik

4 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor permanen)

5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)

6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,

sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)

7 Wisata Jet Ski

8 Wisata Surfing

9 Wisata Kite surfing

10 Wisata Mancing (Catch and Release)

11 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap (bamboo platform lift net)

12 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit (Boat/raft lift net)

13 Penangkapan Ikan dengan Bubu

14 Penangkapan Ikan dengan Sero

15 Penangkapan Ikan dengan Jermal

16 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna

17 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut

18 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap

19 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

20 Penangkapan Ikan dengan Huhate

21 Pemasangan Rumpon

22 Rumpon telur ikan terbang

23 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan

bom

24 Menangkap Ikan Hias

25 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

usaha menengah keatas

26 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin pelagis

190

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

besar dengan satu kapal

27 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar

27 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT dengan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

28 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,

duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)

29 Mengambil dan menjual telur penyu

30 Budidaya Mutiara

31 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)

32 ALKI III

33 Penebangan Mangrove

34 Pengambilan Karang hidup atau mati

35 Penambangan Pasir Laut

36 Survey Seismic Minyak dan Gas

37 Penambangan Minyak dan Gas

38 Pembuangan Limbah dan Sampah

b. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

Pada Sub zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya terdapat

kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagaimana ditampilkan

dalam tabel 35. dibawah ini:

Tabel 35. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

Kegiatan yang boleh

1 Patroli pengawasan

2 Tambatan perahu

3 Pembangunan Rumah Adat

4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)

5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,

Jetty)

6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non

komersial

7 Budidaya Rumput Laut

8 Alur Kapal untuk perhubungan

9 Pelayaran selain di alur kapal untuk perhubungan

Kegiatan yang

diperbolehkan

1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif

2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

191

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

dengan izin 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,

manggrove, terumbu dan laut dalam); perlindungan sumberdaya masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata

bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan

sumber daya secara berkelanjutan; promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan

4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home stay, dan sarana penginapan lainnya

5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor permanen)

6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,

sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)

7 Rekreasi pantai

8 Wisata menyelam

9 Wisata snorkling

10 Wisata Jet Ski

11 Wisata Kayak/Dayung

12 Wisata Surfing

13 Wisata Kite surfing

14 Wisata Mancing (Catch and Release)

15 Wisata perahu kaca (glass boat)

16 Perahu wisata

17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba

18 Wisata melihat burung

19 Wisata mangrove

20 Wisata Budaya

21 Wisata tracking

22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan komersial

23 Budidaya Teripang

24 Budidaya Lobster

Kegiatan yang tidak boleh

1 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap (Set gill nets (anchored))

2 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut (Drift nets)

3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik

4 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift Net)

5 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop net)

6 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap

(bamboo platform lift net)

7 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit

(Boat/raft lift net)

192

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

8 Penangkapan Ikan dengan Bubu

9 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur

10 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda

11 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-

layang

12 Penangkapan Ikan dengan Sero

13 Penangkapan Ikan dengan Jermal

14 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna

15 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut

16 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap

17 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

18 Penangkapan Ikan dengan Huhate

19 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak merusak terumbu karang)

20 Pemasangan Rumpon

21 Rumpon telur ikan terbang

22 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan bom

23 Menangkap Ikan Hias

24 Menangkap ikan dengan tombak

25 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil

dan artisanal serta kelompok nelayan yang secara ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin

usaha penangkapan ikan

26 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

usaha menengah keatas

27 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin pelagis

besar dengan satu kapal

28 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar

29 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT dengan alat penangkapan ikan yang

diperbolehkan

30 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan

alat penangkapan ikan yang diperbolehkan

31 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,

duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)

32 Mengambil dan menjual telur penyu

33 Budidaya Mutiara

34 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)

35 Membangun Tambak

36 ALKI III

37 Penebangan Mangrove

38 Pengambilan Karang hidup atau mati

39 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam

satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan

193

Perumusan Kegiatan

No Kegiatan

adat.

40 Penambangan Pasir Laut

41 Survey Seismic Minyak dan Gas

42 Penambangan Minyak dan Gas

43 Pembuangan Limbah dan Sampah

F. Peraturan Tambahan yang Berlaku Untuk Setiap Zona dan Sub Zona TNP Laut

Sawu

Apabila bertemu dengan paus atau lumba-lumba, baik dari

kapal/perahu, kendaraan lainnya, ataupun pada saat di dalam air:

1. tidak boleh membunuh, mengambil, melukai dan/atau mengganggu paus

dan lumba-lumba; Mengganggu dalam artian mengganggu, mengejar, dan

mengarahkan/ menggembalakan.

2. tidak boleh membatasi/mengganggu arah pergerakan paus dan lumba-

lumba

3. tidak boleh menyentuh atau memberi makan, berusaha menyentuh atau

memberi makan paus dan lumba-lumba

4. tidak boleh masuk ke dalam air pada jarak kurang dari 100 meter dari

paus atau 50 meter dari lumba-lumba

5. apabila anda di dalam air, maka tidak boleh mendekati lebih dari 30 meter

dari paus dan lumba-lumba. Apabila paus dan lumba-lumba mendekati

anda pada saat di dalam air, bergeraklah pelan, tidak boleh menyentuh

atau berenang mendekatinya.

6. harus meminimalisir kebisingan/suara apabila berada pada jarak 300

meter dari paus dan lumba-lumba.

Apabila mengoperasikan kapal/perahu atau kendaraan lainnya:

1. kapal/perahu atau kendaraan lainnya tidak boleh mendekati paus dan

lumba-lumba pada jarak kurang dari 100 meter dari paus atau 50 meter

dari lumba-lumba

2. pada saat mendekati paus dan lumba-lumba hanya boleh dari arah

belakangnya atau memposisikan kapal/perahu di depan paus dan lumba-

lumba

3. Apabila kapal/perahu atau kendaraan lainnya anda berada pada jarak

kurang dari 300 meter dari paus atau 150 meter dari lumba-lumba, maka

harus dioperasikan pada kecepatan rendah dan konstan, apabila

kendaraan anda berada pada jarak kurang dari 50 metres dari lumba-

194

lumba, kendaraan anda tidak boleh berganti arah atau kecepatan secara

tiba-tiba.

4. Apabila terdapat 3 kendaraan pada jarak kurang dari 300 meter dari paus

atau lumba-lumba, maka apabila terdapat kendaraan lainnya harus

berada pada jarak radius diatas 300 meter dari paus atau lumba-lumba.

5. Apabila paus atau lumba-lumba mendekati kapal/perahu anda, upayakan

semua perlakuan agar tidak terjadi tabrakan, baik mengurangi kecepatan

dan mengarahkan kendaraan anda menjauhi hewan tersebut atau

posisikan mesin ke dalam gigi netral dan biarkan hewan tersebut lewat.

6. Apabila anda secara tidak disengaja menabrak paus atau lumba-lumba,

maka anda harus melaporkan ke unit pengelola TNP Laut Sawu.

Peraturan Tambahan yang berlaku untuk zona dan sub zona TNP Laut Sawu

di sekitar alur ALKI III (ID Zona 5000, 5050, 6010, dan 6040), yaitu:

1. Kapal yang melaksanakan hak lintas Alur Kepulauan Indonesia harus

mematuhi 19 (sembilan belas) persyaratan yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangannya (Pasal 53 UNCLOS Tahun 1982; Pasal 18 UU No.

6 Tahun 1996; dan Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 Peraturan

Pemerintah No. 37 Tahun 2002) yang telah diadopsi juga oleh International

Maritime Organisation (IMO).

2. Kapal yang melintas di jalur ALKI yang terdapat pada ID Zona 5000

diwajibkan untuk mengurangi kecepatan dan menempatkan 2 orang ABK

sebagai pengamat untuk mendeteksi keberadaan paus atau lumba-lumba.

3. Apabila paus atau lumba-lumba mendekati kapal anda, upayakan semua

perlakuan agar tidak terjadi tabrakan, baik mengurangi kecepatan dan

mengarahkan kapal anda menjauhi hewan tersebut atau posisikan mesin

ke dalam gigi netral dan biarkan hewan tersebut lewat.

Apabila kapal secara tidak disengaja menabrak paus atau lumba-lumba, maka

Nahkoda harus melaporkan ke Pemerintah RI yang kemudian diteruskan ke unit

pengelola TNP Laut Sawu.

195

BAB IV

RENCANA JANGKA PANJANG

A. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu

1. Review Terhadap Kebijakan Nasional dan Lokal terkait dengan Taman Nasional

Perairan

a. Arah Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJPN 2005-2025)

Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: Indonesia

yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Sesuai dengan Pasal 25A UUD 45,

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya

ditetapkan dengan Undang-Undang.

Misi ke-7 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah

dalam rangka mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang

mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Arah

pembangunan kelautan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional adalah:

1) meningkatkan upaya pemeliharaan keamanan nasional dan

pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional, termasuk di

wilayah laut;

2) peningkatan pembangunan kelautan secara terpadu, termasuk

pengembangan Iptek kelautan; dan

3) pengembangan industri kelautan yang meliputi perhubungan laut,

industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya

mineral secara sinergi, optimal dan berkelanjutan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

memiliki 11 prioritas nasional, sebagai berikut:

1) Reformasi birokrasi dan good governance;

2) Pendidikan;

3) Kesehatan;

4) Penanggulangan kemiskinan;

5) Ketahanan pangan;

6) Infrastruktur;

7) Iklim investasi dan bisnis;

196

8) Energi;

9) Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana;

10) Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik; dan

11) Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi.

Pembangunan Nasional Bidang Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Hidup yang menaungi sebagian besar program Kementerian

Kelautan dan Perikanan memiliki 7 (tujuh) prioritas berikut:

1) Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian,

Perikanan, dan Kehutanan;

2) Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi;

3) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan;

4) Perbaikan kualitas Lingkungan Hidup;

5) Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan;

6) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan; dan

7) Peningkatan Kapasitas Adaptasi & MItigasi Perubahan Iklim.

b. Arah Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

1) Kebijakan Umum KKP

KKP dalam melaksanakan program-program pembangunan

yang diamanatkan telah menetapkan kebijakan umum yang

merupakan keberpihakan, yaitu: 1). Pro poor & Pro job; 2). Pro

growth; dan Pro sustainability.

Pro poor dan pro job merupakan pesan yang sangat jelas bahwa

pembangunan kelautan dan perikanan harus memberi manfaat bagi

sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan

dan perikanan. Pro growth juga memberikan sinyal yang kuat bahwa

hasil pembangunan kelautan dan perikanan harus memiliki manfaat

ekonomi. Sedangkan pro sustainability merupakan pesan yang

sangat jelas bahwa pembangunan kelautan dan perikanan juga

harus ramah lingkungan.

197

a) Visi dan Misi KKP

Visi Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014

adalah Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan

Terbesar 2015. Sedangkan misi Pembangunan Kelautan dan

Perikanan 2010-2014 adalah Mensejahterakan Masyarakat

Kelautan dan Perikanan.

b) Grand Strategy KKP

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut telah ditetapkan

Grand Strategy yang dikenal sebagai The Blue Ocean Policies for

Sustainable Development yang terdiri dari 4(butir) butir berikut:

1) Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi;

2) Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara

Berkelanjutan;

3) Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis

Pengetahuan;

4) Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional;

2. Kebijakan dan Strategi Konservasi Perairan

Pengelolaan kawasan konservasi perairan tidak terlepas dari

pengelolaan sumberdaya ikan secara keseluruhan. Konservasi

sumberdaya ikan adalah upaya melindungi melestarikan dan

memanfaatkan sumberdaya ikan untuk menjamin keberadaan,

ketersediaan dan kesinambungan jenis ikan bagi generasi sekarang

maupun yang akan datang. Sebagai upaya konservasi wilayah perairan,

pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah melakukan kebijakan antara

lain, ditetapkannya target nasional yang disampaikan oleh Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan Convention on Biological

Diversity (CBD) di Brazil tahun 2006, yaitu pencanangan Kawasan

Konservasi Laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan 20 juta

hektar pada tahun 2020.

Dukungan kebijakan nasional dalam pengembangan kawasan

konservasi perairan dibuat secara menyeluruh dan terpadu serta

mempertimbangkan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Kebijakan

dan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir

semakin kuat dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Terkait

198

dengan sumber daya ikan, Undang-undang ini bersinergi dengan

berbagai perundangan lain, diantaranya dengan Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009. Terkait dengan desentralisasi, Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan perekat

hubungan antar beberapa undang-undang sebagai materi muatan dalam

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Pemberlakuan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 tersebut memiliki implikasi terhadap pengelolaan sumberdaya

pesisir secara berkelanjutan. Implikasi akan bersifat sinergis, apabila

setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti

penting dari pengelolaan suberdaya pesisir secara berkelanjutan,

sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dilakukan secara bijaksana

dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.

Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba

mengeksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah

pembangunan berkelanjutan. Sedangkan payung kebijakan dalam

konservasi sumber daya ikan, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah

Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, yang

merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009. Melalui peraturan pemerintah ini diharapkan

segala urusan mengenai konservasi sumberdaya ikan dapat terwadahi.

Pertemuan puncak dunia mengenai pembangunan berkelanjutan di

Johannesburg pada tahun 2002 mendeklarasikan bahwa, “Samudera,

laut, pulau, dan wilayah pantai merupakan satu komponen terpadu dan

essensial dari ekosistem bumi yang sangat penting bagi

ketersediaan pangan global yang aman untuk menjaga kemakmuran

ekonomi dan kesejahteraan ekonomi banyak Negara, terutama di negara-

negara berkembang. Pembangunan samudera yang berkelanjutan

membutuhkan koordinasi dan kerjasama yang efektif, termasuk pada

199

tingkat global dan regional, diantara badan-badan yang berkepentingan

dan tindakan-tindakan di segala tingkatan”.

Arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan sumberdaya

alam tersebut menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat mendasar dan

harmonisasi antara keseimbangan, keselarasan dan keserasian sistem

ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Pembangunan yang semata-mata

menempatkan sistem dan fungsi ekonomi sebagai prioritas dan

mengabaikan fungsi ekologi, sosial dan budaya akan menimbulkan

masalah-masalah yang pelik dan konflik sosial yang

berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk membangun

dan mengembangkan keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan

budaya harus dapat terimplementasikan dalam berbagai perangkat

kebijakan maupun program pemerintah.

Sebagai pelaksanaan visi dan misi Kementerian Kelautan dan

Perikanan, maka Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

Kecil menetapkan Visi, yaitu: Pengelolaan kelautan, pesisir dan pulau-

pulau kecil secara optimum dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.

Visi ini dijabarkan dalam 5 (lima) Misi yaitu:

a) Memfasilitasi terwujudnya penataan ruang untuk kepentingan dan

kepastian hukum bagi pembangunan di wilayah laut, pesisir dan

pulau-pulau kecil;

b) Memperbaiki sistem pengelolaan pesisir dan lautan untuk

mewujudkan wilayah pesisir dan lautan yang bersih, sehat, produktif

dan aman;

c) Mendorong pertumbuhan investasi pulau-pulau kecil yang

berkelanjutan dan berbasis masyarakat;

d) Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya

melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang

berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik; dan

e) Meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat pesisir

dan pulau-pulau kecil yang terdiri dari nelayan, pembudidaya,

pemasar ikan dan pengolah hasil laut, serta masyarakat pesisir

lainnya.

200

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal

Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang mengemban misi

Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui

upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan

pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik tersebut, menetapkan strategi

pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya dengan

melakukan pengelolaan dan pengembangan konservasi sumberdaya alam

dan lingkungannya, melalui upaya perlindungan, pelestarian dan

pemanfaatan secara berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan

genetik, dengan mengembangkan kebijakan, penyusunan/

pengembangan pedoman, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia

dan kelembagaan, pengembangan pilot project, bimbingan teknis fasilitasi

serta mengembangkan kerjasama nasional dan internasional di bidang

konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan telah menyusun

beberapa kebijakan dan strategi dalam rangka konservasi sumberdaya

ikan dan lingkungannya, antara lain strategi utama konservasi

keanekaragaman hayati laut (grand strategy marine biodiversity

conservation), kebijakan dan strategi pengelolaan terumbu karang,

strategi utama jejaring kawsan konservasi laut, kebijakan dan strategi

konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya di perairan daratan,

serta berbagai panduan maupun pedoman sebagai pelaksanaan dari

kebijakan dan strategi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pelaksanaan Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya pada

Direktorat Kawasan konservasi dan Jenis Ikan bertujuan untuk

mewujudkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui

upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan,

termasuk ekosistem, jenis dan genetik dalam rangka menjamin

keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara

dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman sumber daya

ikan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun sasarannya sebagai

berikut:

a) terwujudnya pengembangan kawasan konseravsi perairan seluas 3,5

juta hektar;

b) terlaksananya pengembangan konservasi jenis dan genetik di tiga

wilayah biogeografi, sebanyak 4 jenis;

201

c) terlaksananya rehabilitasi ekosistem sumberdaya ikan dan

lingkungannya di 8 provinsi, 15 kabupaten dan 21 lokasi;

d) pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) konservasi sumebrdaya

ikan, sebanyak 2 UPT;

e) terlaksananya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia konservasi

sumberdaya ikan sebanyak 250 orang; dan

f) tersusunnya peraturan, pedoman standar dan norma tentang

konservasi sumberdaya ikan sebanyak 18 dokumen.

Kegiatan pokok direktorat konservasi, antara lain pengembangan

konservasi kawasan perairan, pengembangan konservasi jenis dan

genetik, rehabilitasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, dan

pengembangan kelembagaan, kapasitas sumberdaya manusia dan

peraturan.

Strategi pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan

oleh KKP, melalui Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan antara

lain:

a) perluasan kawasan konservasi laut, dengan target 10 (sepuluh) juta

hektar pada tahun 2010 dan 20 (dua puluh) juta hektar pada tahun

2020;

b) melakukan upaya pengelolaan efektif Kawasan Konservasi Perairan

yang meliputi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara

berkelanjutan, serta pengembangan kawasan percontohan;

c) melakukan pendekatan ilmiah, termasuk: eco-regional, resilient, and

resistant principles;

d) memantapkan jaringan global dan kerjasama dalam pengelolaan

KKP;

e) implementasi kolaborasi pengelolaan dalam kerjasama antar

pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah (LSM);

f) penguatan pengelolaan KKP melalui program “Capacity Building”;

g) pengembangan mekanisme pendanaan, serta berbagai kegiatan

pembinaan dan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan

kawasan konservasi secara berkelanjutan.

202

3. Kebijakan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur (RPJMD 2009-2013)

a. Visi dan Misi

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional dan regional, dilaksanakan dengan mengacu kepada kebijakan

nasional terutama dalam hubungannya dengan sistem perencanaan

pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan

demikian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi NTT disusun

dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional.

Berdasarkan tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam 20

tahun kedepan serta dengan memperhatikan potensi dan kemampuan

daerah serta berbagai faktor strategis lainnya, maka Visi Provinsi NTT

Tahun 2009-2013 adalah “Terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara

Timur yang berkualitas, sejahtera, Adil dan Demokratis, dalam Bingkai

Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Provinsi NTT

yang ingin diwujudkan dalam lima tahun mendatang adalah Nusa

Tenggara Timur yang memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas,

memperhatikan keseimbangan antara kewajiban dan hak, menghargai

pendapat dan menerima pendapat orang lain.

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pembangunan

Provinsi NTT tahun 2009-2013 adalah:

1) Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan

efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesempatan

pendidikan bagi masyarakat baik yang di kota mapun di desa dengan

meningkatkan fasilitas pelayanan pendidikan baik jumlah, kualitas

terutama penyebarannya, namun perluasan kesempatan belajar ini

dibarengi pula dengan relevansi jenis dan jenjang pendidikan dengan

kebutuhan masyarakatnya sehingga perluasan pendidikan dimaksud

dapat efektif dan efisien.

2) Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui

pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat.

Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat melalui pola hidup sehat, pemerataan pelayanan

203

kesehatan, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan

serta peningkatan kualitas gizi masyarakat yang tiap tahunnya terus

melanda NTT dan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya

manusia.

3) Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku

ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal.

Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan

penduduk yang saat ini cukup memprihatinkan akibat masih

tingginya angka kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya

pendapatan perkapita, meningkatnya angka pengangguran, belum

berkembangnya sektor riil serta rendahnya pertumbuhan dan

produktivitas UKM dan Koperasi. Untuk itu perekonomian NTT yang

saat ini masih mengandalkan sektorsektor tradisonal harus juga

memperhatikan sektor-sektor non tradisional seperti industri dan

tersier khususnya jasa-jasa dengan memanfaatkan potensi lokal yang

ada.

4) Meningkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat

memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

Melalui misi ini pemerintah memandang peningkatan kesejahteraan

masyarakat juga perekonomian, sangat bergantung pada kelayakan

infrastruktur pembangunan yang ada. Untuk itu dalam lima tahun

kedepan, pemerintah akan meningkatkan penyediaan sarana dan

prasarana infrastruktur baik dalam jumlah, kualitas serta

penyebarannya terutama sarana dan prasarana air dan listrik,

transportasi darat, laut dan udara, pendidikan, kesehatan dan

ekonomi serta infrastruktur perumahan dan permukiman .

5) Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka

menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta

mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum.

Melalui misi ini pemerintah Provinsi NTT ingin menata dan membina

hukum tingkat daerah serta menempatkan supremasi hukum sebagai

landasan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan

mengedepankan norma /kaidah hukum dalam masyarakat serta nilai-

nilai sosial dan rasa keadilan masyarakat.

6) Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan

lingkungan hidup.

204

Melalui misi ini pemerintah ingin menunjukkan pentingnya

penanganan masalah penataan ruang yang merupakan salah satu

matra dalam perencanaan pembangunan daerah, serta masalah

lingkungan hidup yang erat kaitanya dalam mendukung kehidupan

masyarakat sehari-hari.

7) Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor

publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak

dan pemuda.

Sudah menjadi komitmen pembangunan nasional juga dunia untuk

memperhatikan kualitas hidup serta perlindungan terhadap

perempuan dan anak. Untuk itu melalui misi ini pemerintah ingin

meningkatkan perlindungan dan kualitas hidup perempuan dan anak

melalui peningkatan akses perempuan dan anak dalam sektor publik

serta meningkatnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak.

8) Mempercepat penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan

perbatasan, pembangunan daerah kepulauan, dan pembangunan

daerah rawan bencana alam.

Melalui misi ini pemerintah daerah menekankan pada percepatan

penanggulangan masalah yang mendasar pada masyarakat NTT

umumnya dan masyarakat desa khususnya yakni masalah

kemiskinan. Selain itu NTT juga hampir setiap tahun tertimpa

bencana alam sehingga harus ada upaya penanggulangan secepat

mungkin agar masyarakat tidak harus terlalu menderita. Selain itu

wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan perlu adanya

strategi tersendiri dibandingkan dengan daerah daratan yang lebih

mudah dijangkau, hal ini ditambah lagi dengan posisi NTT yang juga

menjadi daerah perbatasan dengan Negara lain seperti Timor Leste

dan Australia yang rawan terhadap masalah-masalah lintas batas

termasuk penyelundupan.

b. Agenda Pembangunan Daerah

Visi dan Misi di atas selanjutnya diterjemahkan dalam 8 Agenda

Pembangunan Provinsi NTT tahun 2009 – 2013 sebagai berikut:

1) Pemantapan Kualitas Pendidikan;

2) Pembangunan Kesehatan;

3) Pembangunan Ekonomi;

4) Pembangunan Infrastruktur;

205

5) Pembenahan sistem hukum (daerah) dan keadilan;

6) Konsolidasi Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

7) Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Pemuda; dan

8) Agenda Khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah

perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan

daerah rawan bencana.

4. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Provinsi NTT

Strategi pembangunan daerah merupakan rencana yang menyeluruh

dan terpadu mengenai upaya-upaya pembangunan yang akan dilaksanakan

oleh pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat untuk

mewujudkan visi pembangunan daerah. Untuk mewujudkan visi

pembangunan daerah tersebut maka Pemerintah Provinsi NTT

melaksanakan 8 (delapan) misi pembangunan daerah yang akan ditempuh

melalui 4 (empat) Strategi Pokok Pembangunan Daerah, yaitu:

a) Pembangunan Daerah yang Berkesinambungan dan Berkelanjutan

Pembangunan Daerah yang Berkesinambungan dan Berkelanjutan

diarahkan untuk melanjutkan program pembangunan yang telah

dicanangkan dan dilaksanakan pada masa-masa sebelumnya.

b) Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat

Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat diarahkan untuk

meningkatkan kualitas hidup masyarakat Provinsi NTT dalam segala

aspek terutama yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan

dasar yaitu kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan

hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan

hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi

perempuan maupun laki-laki.

c) Percepatan Pembangunan Daerah dengan Mengembangkan Ekonomi

Lokal.

Percepatan Pembangunan Daerah dengan Mengembangkan Ekonomi

Lokal diarahkan untuk pengembangan ekonomi lokal (lokal economic

development), yaitu dengan mengembangan kapasitas dan kegiatan

ekonomi masyarakat di daerah untuk meningkatkan derajat kemajuan

ekonomi daerah secara keseluruhan;

d) Pemberdayaan Masyarakat

206

Pemberdayaan Masyarakat diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial, budaya dan ekonomi

5. Kebijakan Spasial dan Perda Provinsi NTT tentang RTRW 2010-2030

Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi NTT sebagai

provinsi kepulauan dan maritim yang berbasis pada pengembangan potensi sumber daya

alam dan budaya lokal yang terpadu dan berkelanjutan, bertumpu pada masyarakat

berkualitas, adil dan sejahtera, dengan tetap memperhatikan aspek mitigasi bencana.

a) Rencana Struktur Ruang Provinsi NTT

Rencana struktur dan pola ruang Povinsi NTT terdiri atas pusat

sistem kegiatan dan pusat jaringan prasarana wilayah. Rencana

pengembangan sistem perkotaan di Provinsi NTT, meliputi:

1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) terdapat di Kota Kupang, berfungsi

sebagai pusat pelayanan seluruh wilayah Provinsi NTT;

2) PKN promosi (PKNp) terdapat di Waingapu di Kabupaten Sumba

Timur dan Maumere di Kabupaten Sikka;

3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terdapat di Soe di Kabupaten Timor

Tengah Selatan, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara,

Ende di Kabupaten Ende, Ruteng di Kabupaten Manggarai dan

Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;

4) PKW promosi (PKWp) terdapat di Tambolaka di Kabupaten Sumba

Barat Daya, Bajawa di Kabupaten Ngada, Larantuka di Kabupaten

Flores Timur, Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat dan Atambua

di Kabupaten Belu, dan Mbay di Kabupaten Nagekeo;

5) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) terdapat di Oelamasi di Kabupaten

Kupang, Ba’a di Kabupaten Rote Ndao, Seba di Kabupaten Sabu

Raijua, Lewoleba di Kabupaten Lembata, Kalabahi di Kabupaten

Alor, Waibakul di Kabupaten Sumba Tengah, dan Borong di

Kabupaten Manggarai Timur;

6) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) terdapat di Atambua di

Kabupaten Belu, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara,

dan Kalabahi di Kabupaten Alor.

Sistem perdesaan mencakup seluruh pusat kecamatan diluar

sistem perkotaan di seluruh wilayah kabupaten/kota di wilayah

Provinsi.

207

b) Rencana Pola Ruang

Rencana pola ruang wilayah Provinsi NTT meliputi rencana

kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mempunyai nilai

strategis provinsi dan/atau lintas kabupaten dan/atau kota. Rencana

pola ruang Provinsi NTT diuraikan sebagai berikut:

1) Rencana Kawasan Lindung

Rencana Kawasan Lindung ditetapkan berdasarkan kebijakan

dan strategi pola ruang wilayah Provinsi NTT untuk Kawasan

Lindung. Rencana kawasan Lindung Provinsi NTT minimal 29,03%

dari total luas wilayah Provinsi NTT yaitu sekitar 1.348.760,25

hektar, dimana luas lahan total adalah 3.297.598,85 hektar.

Adapun luas perairan Provinsi NTT sekitar 19.148.400 hektar, yang

mencakup pemanfaatan Lindung di wilayah Laut Provinsi NTT. Peta

Rencana Pola Ruang Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada

Gambar 27.

2) Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan Perlindungan Setempat meliputi sempadan pantai,

sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan

sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.

Adapun Kawasan Perlindungan Setempat yang terdapat di Propinsi

NTT, meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan

sungai, kawasan sekitar danau atau waduk dan kawasan

sempadan jurang.

Gambar 27. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi NTT

208

(a) Kawasan sempadan pantai;

Kawasan sempadan pantai yang terdapat di Provinsi NTT

memiliki luas total kurang lebih 56.274 hektar, meliputi:

(1) kawasan sempadan pantai yang berjarak 100 meter dari

titik pasang tertinggi ke arah darat yaitu di sepanjang

pantai Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan

(2) kawasan sempadan pantai rawan gelombang pasang dan

tsunami yang berjarak lebih dari 100 meter disesuaikan

dengan karakter pantai, terdapat di Maumere di

Kabupaten Sikka, Daerah Atapupu/pantai utara Belu,

pantai selatan Pulau Sumba, pantai utara Ende, pantai

utara Flores Timur, pantai selatan Lembata, dan pantai

selatan Pulau Timor.

(b) Kawasan sempadan sungai;

Kawasan sempadan sungai yang terdapat di Provinsi NTT

memiliki luas total kurang lebih 181.837 hektar, meliputi:

(1) kawasan sempadan sungai di kawasan non permukiman

berjarak sekurang-kurangnya 100 m dari kiri dan kanan

untuk aliran sungai utama dan sekurang-kurangnya 50

meter dari kiri dan kanan untuk anak sungai; dan

(2) kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman

berjarak sekurang-kurangnya 10 meter.

(c) Kawasan sekitar danau atau waduk

Kawasan sekitar danau atau waduk memiliki luas total

kurang lebih 28.944 hektar, berjarak 50-100 meter dari titik

pasang tertinggi ke arah darat.

(d) Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya,

meliputi kawasan suaka alam laut, kawasan suaka

margasatwa dan suaka margasatwa laut, kawasan cagar alam

dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau,

kawasan taman nasional dan taman nasional laut, kawasan

209

taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan kawasan

cagar budaya.

(1) Kawasan Suaka Alam

Kawasan suaka alam merupakan kawasan dengan

kriteria kawasan yang memiliki keanekaragaman biota,

ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik

di darat maupun diperairan dan mempunyai fungsi utama

sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota,

ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat

didalamnya. Kawasan suaka alam yang terdapat di Provinsi

NTT yaitu Kawasan Suaka Alam Laut Sawu dan Kawasan

Suaka Alam Laut Flores.

(2) Kawasan Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut

Kawasan ini memiliki kriteria :

1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari

suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya

konservasi,

2. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi,

3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa

migrant tertentu; dan

4. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa

yang bersangkutan.

Di Propinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Suaka

Margasatwa Perhatu di Kabupaten Kupang, Kawasan

Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Belu, Kawasan

Suaka Margasatwa Harlu di Kabupaten Rote Ndao, dan

Kawasan Suaka Margasatwa Ale Asisio di Kabupaten Timor

Tengah Selatan.

(3) Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut

Kawasan ini memiliki kriteria :

1. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan

ekosistemnya;

2. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit

penyusunnya;

210

3. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang

masih asli dan belum diganggu manusia;

4. memiliki luas dan bentuk tertentu; dan

5. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya

contoh suatu daerah serta keberadaannya memerlukan

konservasi.

Di Provinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Cagar

Alam Riung di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar Alam

Maubesi di Kabupaten Belu, Kawasan Cagar Alam Way

Wuul/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat, Kawasan

Cagar Alam Watu Ata di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar

Alam Wolo Tadho di Kabupaten Ngada, dan Kawasan Cagar

Alam Gunung Mutis yang terdapat di Kabupaten Timor

Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara.

(4) Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Kawasan pantai berhutan bakau memiliki kriteria

koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130

kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan

terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah

dari arah darat. Kawasan pantai berhutan bakau di

Provinsi NTT terdapat di Kabupaten Belu, Rote Ndao dan

Manggarai Barat.

(5) Kawasan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut

Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria :

1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki

tumbuhan dan satwa yang beragam;

2. memiliki luas yang cukup untuk menjamin

kelangsungan proses ekologi secara alami;

3. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik

berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan

ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;

4. memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di

dalamnya yang secaramateri atau fisik tidak boleh

diubah baik oleh ekspoitasi maupun pendudukan

manusia; dan

211

5. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan

sebagai pariwisata alam.

Di Provinsi NTT kawasan jenis ini meliputi Kawasan

Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende, Kawasan

Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti di Kabupaten

Sumba Timur, Kawasan Taman Nasional Manupeu-

Tanadaru di Kabupaten Sumba Tengah, Kawasan Taman

Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat,

Kawasan Taman Nasional Laut Komodo di Kabupaten

Manggarai Barat dan Kawasan Taman Nasional Laut Selat

Pantar di Kabupaten Alor.

(6) Kawasan Taman Hutan Raya

Kawasan Taman Hutan Raya ditetapkan dengan kriteria:

1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki

tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;

2. memiliki arsitektur bentang alam yang baik;

3. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

4. merupakan kawasan dengan cirri khas baik asli

maupun buatan, baik pada kawasan yang

ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang

sudah berubah;

5. kemiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;

6. memiliki luas yang memungkinkan untuk

mengembangkan koleksi tumbuhan dan/atau satwa

jenis asli dan/atau bukan asli;

7. untuk kawasan berdasarkan kriteria tersebut berupa

Taman Hutan Raya Prof Ir. Herman Yohannes yang

terdapat di Kabupaten Kupang;

(7) Kawasan Taman Wisata Alam Dan Taman Wisata Alam

Laut

Kawasan jenis ini ditetapkan dengan kriteria :

1. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan

ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang

indah, unik dan langka;

2. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

212

3. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk

dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan

4. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya

pengembangan kegiatan wisata alam.

Di Provinsi NTT, kawasan-kawasan yang termasuk

pada kriteria tersebut meliputi:

1. Kawasan Taman Wisata Alam Tuti Adagae di Kabupaten

Alor;

2. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Beleng I di

Kabupaten Ende;

3. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Beleng II di

Kabupaten Ende;

4. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Besar di

Kabupaten Sikka;

5. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Menipo di

Kabupaten Kupang;

6. Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng di Kabupaten

Manggarai;

7. Kawasan Taman Wisata Alam Egon Illimedo di

Kabupaten Sikka;

8. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang

terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan

Kabupaten Rote Ndao.

9. Kawasan Taman Wisata Alam Gugus Pulau Teluk

Maumere di Kabupaten Sikka;

10. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Tujuh Belas Pulau

Riung di Kabupaten Ngada;

11. Kawasan Taman Wisata Alam Camplong di Kabupaten

Kupang;

12. Kawasan Taman Wisata Pulau Batang di Kabupaten

Alor; dan

13. Kawasan Taman Wisata Baumata di Kabupaten

Kupang.

(8) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

213

Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil

budidaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan

untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Provinsi NTT,

kawasan ini meliputi:

1. Kawasan Kapela Tuan Ma Larantuka di Kabupaten

Flores Timur;

2. Kawasan Meriam Jepang dan Tugu Jepang di Kota

Kupang;

3. Kawasan Gereja Tua di Kota Kupang;

4. Kawasan Gua Alam Baumata di Kabupaten Kupang;

5. Kawasan cagar budaya berupa kampung adat yang

terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sumba

Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur, Ngada, Nagekeo,

Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Ende, dan

Belu; dan

6. Kawasan Gua Bitauni di TTU.

3) Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana alam yang terdapat di Provinsi NTT,

meliputi kawasan rawan tanah longsor dan gerakan tanah dan

kawasan rawan banjir.

(a) Kawasan rawan longsor

Kawasan rawan longsor ditetapkan dengan kriteria

kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan

material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,

tanah, atau material campuran. Kawasan rawan longsor dan

gerakan tanah terdapat di Kabupaten Kupang, Kabupaten

Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara,

Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata,

Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende,

Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai

Timur, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat.

(b) Kawasan rawan banjir

Kawasan rawan bajir ditetapkan dengan kriteria

kawasan yang diidentifikasi sering dan/atau berpotensi tinggi

214

mengalami bencana banjir. Kawasan ini terdapat di Takari dan

Noelmina di Kabupaten Kupang, Benanain di Kabupaten Belu,

Dataran Bena dan Naemeto di Kabupaten Timor Tengah

Selatan, dan Ndona di Kabupaten Ende.

Selain kawasan yang disebutkan diatas terdapat juga

kawasan rawan bencana alam geologi, meliputi kawasan rawan

gempa, kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami, dan

kawasan rawan bencana letusan Gunung Berapi.

4) Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan Lindung Lainnya meliputi cagar biosfer, ramsar,

taman buru, kawasan perlindungan plasma-nutfah, kawasan

pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi

jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Kawasan Lindung

Lainnya di Provinsi NTT memiliki luasan sekitar 180.125,07 hektar.

Kawasan Lindung Lainnya sebagaimana terdapat pada Tabel 36.

Tabel 36. Kawasan Lindung Lainnya di Provinsi NTT

No Jenis Kawasan

1 Kawasan Taman Buru

Kawasan Taman Buru Dataran Bena di

Kabupaten Timor Tengah Selatan;

Kawasan Taman Buru Pulau Rusa di

Kabupaten Kupang;

Kawasan Taman Buru Pulau Ndana di

Kabupaten Rote Ndao; dan

Kawasan Taman Buru Ndana di Kabupaten

Alor.

2 Kawasan Perlindungan Plasma

Nutfah

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Riung

di Kabupaten Manggarai;

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah

Maubesi di Kabupaten Belu;

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Way

Wull/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat;

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Watu

215

No Jenis Kawasan

Ata di Kabupaten Ngada; dan

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Wolo

Tadho di Kabupaten Ngada.

3 Kawasan Pengungsian Satwa Kawasan Perairan Laut Flores;

Kawasan Perairan Laut Sawu;

Kawasan Perairan Laut Alor; dan

Kawasan Perairan Laut Timor.

4 Kawasan Terumbu Karang Kawasan Terumbu Karang Laut Flores;

Kawasan Terumbu Karang Laut Sawu; dan

Kawasan Terumbu Karang Laut Timor.

5 Kawasan Koridor Jenis Satwa/

Biota Laut yang di Lindungi

Kawasan Komodo di Kabupaten Manggarai

Barat;

Perairan Laut Flores;

Perairan Laut Sawu; dan

Perairan Laut Timor.

5) Rencana Kawasan Budidaya

Penetapan kawasan budidaya provinsi dilakukan dengan

memperhatikan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis

nasional atau kawasan andalan. Kawasan andalan terdiri atas

kawasan andalan dan kawasan andalan laut. Kawasan andalan di

provinsi meliputi:

(a) Kawasan Kupang dan sekitarnya, yang memiliki sektor

unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan laut dan

pertambangan;

(b) Kawasan Maumere – Ende, yang memiliki sektor unggulan

pertanian, kehutanan, industri, pariwisata, perikanan dan

perkebunan;

(c) Kawasan Komodo dan sekitarnya, yang memiliki sektor

unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan dan

perkebunan;

(d) Kawasan Ruteng – Bajawa, yang memiliki sektor unggulan

pertanian, pertambangan, pariwisata, perikanan dan

perkebunan;

216

(e) Kawasan Sumba, yang memiliki sektor unggulan pertanian,

pariwisata dan perkebunan;

(f) Kawasan Andalan Laut Flores, yang memiliki sektor unggulan

pariwisata dan perikanan;

(g) Kawasan Andalan Laut Sawu dan sekitarnya, yang memiliki

sektor unggulan pariwisata, perikanan dan pertambangan;

(h) Kawasan Andalan Laut Sumba dan sekitarnya, yang memiliki

sektor unggulan pariwisata dan perikanan.

6) Kawasan yang Diperuntukkan Sebagai Kawasan Perikanan

Kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan perikanan

terdiri dari kawasan perikanan tangkap, kawasan budidaya

perikanan dan kawasan pengolahan ikan. Kawasan peruntukan

perikanan tangkap tersebar di seluruh kabupaten/kota. Kawasan

peruntukan perikanan budidaya tersebar di seluruh

kabupaten/kota. Untuk meningkatkan nilai ikan tangkap dan

budidaya yang dihasilkan dari perairan yang terdapat di Provinsi

NTT, maka direncanakan kawasan pengolahan ikan. Kawasan

pengolahan ikan terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang,

Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Ende.

7) Kawasan yang Diperuntukan Sebagai Kawasan Pariwisata

Kawasan peruntukan pariwisata meliputi kawasan

peruntukan pariwisata alam, kawasan peruntukan pariwisata

budaya dan kawasan peruntukan pariwisata buatan/taman

rekreasi.

(a) Kawasan peruntukan pariwisata alam

Kawasan yang termasuk jenis pariwisata alam meliputi

(1) Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat;

(2) Taman Laut Tujuh Belas Pulau Riung di Kabupaten

Ngada;

(3) Taman Laut Teluk Maumere di Kabupaten Sikka;

(4) Taman Laut Kepa di selat Pantar di Kabupaten Alor;

(5) Taman Laut Teluk Kupang di Kabupaten dan Kota Kupang;

(6) Pantai Nembrala di Kabupaten Rote Ndao;

(7) Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende;

217

(8) Pantai Kolbano di Kabupaten Timor Tengah Selatan; dan

(9) Kawasan Wisata Gunung Mutis di Kabupaten Timor

Tengah Selatan.

(b) Kawasan peruntukan Pariwisata Budaya

Kawasan yang termasuk jenis pariwisata budaya meliputi:

(1) Atraksi Pasola di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba

Barat Daya;

(2) Prosesi Jumad Agung di Kabupaten Flores Timur;

(3) Prosesi Jumad Agung di Gua Bitauni di Kabupaten Timor

Tengah Utara;

(4) Perburuan ikan paus di Lamalera di Kabupaten Lembata;

(5) Perkampungan Adat di Bena di Kabupaten Ngada;

(6) Kampung adat Koanara di Kabupaten Ende;

(7) Kampung adat Tarung di Kabupaten Sumba Barat;

(8) Kampung adat Laitarung di Kabupaten Sumba Tengah

(9) Kampung adat Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan;

(10) Kampung Namata di Kabupaten Sabu Raijua;

(11) Kampung Tamkesi di Kabupaten Timor Tengah Utara;

(12) Homo Florencis Liangboah di Kabupaten Manggarai;

(13) Situs arkeologi Olabula di Kabupaten Nagakeo;

(14) Kuburan Megalitik di Kabupaten Sumba Timur, Sumba

Tengah, Sumba Barat dan Sikka; dan

(15) Atraksi seni budaya di seluruh kabupaten/kota.

(c) Kawasan peruntukan Pariwisata Buatan

Kawasan yang termasuk jenis pariwisata buatan meliputi :

(1) Taman Rekreasi Subasuka di Kota Kupang; dan

(2) Pemancingan di Perairan Tablolong Kabupaten Kupang.

6. Isu-isu dan Permasalahan Kawasan

Berbagai isu yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNP Laut

Sawu yang merupakan hasil masukan dari berbagai pihak baik

pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat

antara lain:

a) Terjadinya Penurunan Ekosistem dan Lingkungan

218

Wilayah pesisir dan laut di TNP Laut Sawu mengalami

penurunan ekosistem sebagai akibat dari berbagai aktivitas

penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan

linggis dan hammer, potassium dan bom oleh nelayan pendatang. Di

samping itu konversi ekosistem hutan bakau yang kerap dijadikan

bahan bangunan dan perumahan juga menjadi persoalan yang perlu

menjadi perhatian untuk mengantisipasi abrasi pantai, ekosistem

mangrove tidak terdegradasi.

(2) Terjadinya penurunan keanekaragaman hayati dan habitat

perikanan

TNP Laut sawu merupakan daerah migrasi ikan menuju ke

Samudera Pasifik & Samudera Hindia dari berbagai biota terutama

penyu, paus dan biota ekonomis tinggi lainnya, sehingga menjadi

target penangkapan bagi nelayan.

Penangkapan biota laut yang berlebihan akibat dari open akses

dan kurangnya pengaturan tentang ukuran yang boleh ditangkap,

jenis yang tidak boleh ditangkap, jenis alat tangkap yang dilarang,

serta nilai ekonomi sumberdaya tersebut menyebabkan terjadinya

overfishing yang mengancam keberadaan dan kelestarian biota.

Dikhawatirkan jika kegiatan tersebut berlanjut tanpa perlindungan

dan pengendalian dapat menjadi ancaman bagi kepunahan biota

tersebut.

(3) Lemahnya Koordinasi sehingga terjadi konflik lintas sektor dan antar

sektor

Konflik lintas sektor dan antar sektor merupakan konflik yang

terjadi dalam pemanfaatan dan pengelolaan di TNP Laut Sawu

sebagai akibat tidak adanya koordinasi dan kolabarosi dari dan

antar sektor tersebut, sehingga diperlukan leading sector yang dapat

mengayomi semua kepentingan dalam pemanfaatan dan

pengelolaan.

(4) Pengelolaan Pasca panen

Untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari

sumberdaya diperlukan pengolahan pasca panen secara tepat

melalui keragaman bentuk pengolahan yang dapat menjadikan nilai

tambah dari produk yang dihasilkan dan tidak cepat membusuk,

219

sehingga tingkat harga produk dapat dipertahankan atau

ditingkatkan.

(5) Terbatasnya sarana dan prasarana

Salah satu faktor penunjang dalam meningkatkan pengelolaan

dan nilai sumberdaya adalah tersedianya sarana dan prasarana yang

memadai, sehingga kebijakan yang akan diterapkan dapat

terlaksana sebagaimana mestinya yang ditopang dengan berbagai

hasil studi yang memadai. Kondisi geografis daerah Provinsi NTT

yang terdiri dari pulau-pulau dengan kemiringan yang cukup tinggi

(rata-rata di atas 40%) merupakan kendala dalam pembangunan

prasaran dan sarana, terutama perhubungan dan komunikasi. Hal

ini berakibat sarana dan prasarana penunjang seperti hotel,

restoran, transportasi dan lain-lain di lokasi calon kawasan

konservasi masih sangat terbatas bahkan kurang.

(6) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai

SDM merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

pengelolaan TNP Laut Sawu. SDM baik jumlah maupun kualitasnya

sangat diharapkan dapat mengembangkan segenap potensi

sumberdaya yang ada secara optimal dan berkelanjutan. Jumlah

dan kualitas SDM di tataran kebiijakan dan pengelolan termasuk

nelayan sangat menentukan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu.

Untuk itu diperlukan upaya secara maksimal melalui rekruitmen

tenaga SDM bagi instansi terkait serta melakukan pendidikan formal

dan non formal secara terencana.

Dari jumlah penduduk Provinsi NTT yang berjumlah 4,6 juta

jiwa, angka “melek huruf” penduduk berusia lima tahun ke atas

sebesar 83,35 persen. Rendahnya tingkat pendidikan tentunya akan

mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat dalam kehidupan

sehari-hari. Rendahnya kualitas SDM juga dapat mengakibatkan

rendahnya produktivitas karena pemahaman dan daya serap

terhadap teknologi dan inovasi baru relatif kurang. Hal ini juga telah

disadari oleh pemerintah daerah Provinsi NTT, sehingga dalam

220

rencana strategi pembangunan daerah salah satu prioritasnya

adalah peningkatan kualitas SDM.

(7) Masih tingginya angka kemiskinan

Berdasarkan data statistik tahun 2012, presentasi penduduk

miskin di NTT adalah 21,23%. Persentase tersebut cukup tinggi

apabila dibandingkan dengan angka kemiskinan rata-rata secara

nasional yang hanya mencapai 12,49%. Tingkat pendapatan

sebagian masyarakat yang relatif rendah mempunyai kecenderungan

terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan.

Penggunaan berbagai alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan dan penggunaan alat tangkap dengan teknologi yang

lebih memadai oleh pemilik modal menyebabkan nelayan tradisonal

semakin tersisih dan semakin miskin. Oleh karena itu, diperlukan

peraturan untuk memberikan peluang pada nelayan tradisonal

dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di samping itu diperlukan

pendampingan, bimbingan dan pemberian modal usaha alternatif

bagi nelayan tradisonal secara kontinyu dan terencana.

(8) Rendahnya pemahaman masyarakat akan kelestarian alam

Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya

kelestarian alam terkait erat dengan rendahnya tingkat pendidikan

masyarakat. Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya

kelestarian alam dapat dilihat dari masih banyaknya praktek-

praktek penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.

Meskipun berdasarkan penuturan penduduk bukan dari masyarakat

setempat, akan tetapi masyarakat sampai saat ini belum merasa

terganggu dengan praktek tersebut. Jika hal ini dibiarkan, maka

sumberdaya perikanan yang ada di wilayah tersebut akan menjadi

rusak.

Nelayan tradisional banyak yang melakukan penangkapan ikan

dengan bubu. Nelayan tradisional tidak menyadari bahwa

melakukan penangkapan ikan dengan bubu dapat mengakibatkan

rusaknya terumbu karang. Meskipun bubu tersebut adalah alat

penangkapan yang pasif, akan tetapi dengan meletakkannya di atas

221

terumbu karang dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang

tersebut.

(9) Kearifan Lokal

Mengingat salah satu tujuan pengembangan TNP Laut Sawu

adalah pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, potensi kearifan

lokal yang ada dimasyarakat dapat menjadi salah satu faktor

pendukung terlaksananya tujuan ini, dengan merevitalisasi kearifan

lokal masyarakat yang mendukung upaya perlindungan terhadap

sumberdaya pesisr dan laut serta lingkungan yang terdapat pada

masyarakat yang ada di desa desa pesisir di TNP Laut Sawu. Hasil

identifikasi ritual adat dan kearifan lokal yang ada di masyarakat di

kawasan yang masuk dalam TNP Laut Sawu menunjukkan ternyata

masyarakat yang ada didalam kawasan perairan Laut Sawu memiliki

tatanan tersendiri dalam upaya mengelola lingkungannya.

Ragam kebajikan ini seharusnya dapat direvitalisasi kembali,

mengingat hal ini dapat menjadi suatu upaya perlindungan dan

pelestarian lingkungan yang bernuansa lokal. Selain itu, pemerintah

juga dapat melakukan inisiasi dengan memasukkan semua hal yang

berkaitan dengan kearifan lokal ini ke dalam kurikulum pendidikan

formal yang berupa muatan lokal disekolah mengenai pengetahuan

bentuk kearifan lokal yang ada di wilayahnya sebagai sarana untuk

proses diseminasi informasi tentang upaya pentingnya melestarikan

lingkungan.

(10) Aturan dan lemahnya penegakan hukum

Penegakan hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNP

Laut Sawu yang sesuai dengan aturan yang ada menjadi penting

untuk dapat menimbulkan efek jera, sehingga sumber daya dapat

diamanfaatkan dan dikelola secara bijak namun jika penegakan

hukum lemah dapat memperparah kerusakan sumberdaya. Berbagai

aktivitas yang terkait dengan pelanggaran hukum dalam kaitannya

dengan pemanfaatan dan pengelolan di TNP Laut Sawu antara lain

pemboman, pembiusan, perusakan lingkungan, ilegal fishing,

penangkapan biota yang dilindungi dan lainnya. Apabila tidak

dilakukan penindakan sesuai aturan hukum yang ada, hal tersebut

222

dapat mempercepat kerusakan ekosistem dan kritisnya biota

tersebut.

(11) Kelembagaan dan Kerjasama Pengelolaan

Kelembagaan pengelolaan harus memiliki keterwakilan semua

pihak baik dari masyarakat, aparat penegak hukum dan instansi

terkait, sehingga lebih aspiratif dan lebih kuat. Di samping itu sistem

kelembagaan yang dibangun termasuk sumber pendanaan dan

aturan dalam kelembagaan perlu ditingkatkan.

Pemanfaatan potensi sumber daya alam terutama potensi

wisata belum optimal dikembangkan. Pengembangan potensi wisata

alam terkait dengan kerjasama antar pengelola kawasan wisata, baik

lokal, regional, nasional, dan bahkan internasional. Beberapa

kawasan wisata di Provinsi NTT secara umum dapat dikembangkan

melalui jejaring atau kerjasama kepariwisataan dengan kawasan

yang telah berkembang, misalnya dengan pengelola-pengelola wisata

di Bali dalam sebuah paket wisata.

(12) Sosialisasi yang berkaitan TNP Laut Sawu dan Pembentukan

Kelompok Pengawasan

Sosialisasi berkaitan dengan TNP Laut Sawu perlu dilakukan

secara terprogram oleh lembaga pengelola, sehingga pada akhirnya

semua yang berkepentingan merasa memiliki TNP Laut Sawu

tersebut.

(13) Pembatas Zona-zona TNP Laut Sawu

Penzonasian TNP Laut Sawu secara partisipatif dilakukan guna

menghasilkan zona-zona yang disepakati semua pihak yang

berkepentingan. Di samping itu, untuk lebih menjamin status

kawasan TNP Laut Sawu, maka diperlukan pembatas di lapangan

baik batasan zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona

pemanfaatan, dan zona lainnya sehingga menjadi tanda terhadap

nelayan atau pemangku kepentingan lainnya, sehingga batasan

223

tersebut dapat menjadi pedoman yang seharusnya tidak dilanggar

oleh pemangku kepentingan.

7. Visi dan Misi Pengelolaan TNP Laut Sawu

Visi:

"Terwujudnya Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang dikelola

secara berkelanjutan dan kolaboratif guna menjamin keberlangsungan

keanekaragaman hayati laut, nilai budaya dan kesejahteraan

masyarakat".

Misi:

1. Mengembangkan upaya pemanfaatan sumber daya laut di TNP Laut

Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan

masyarakat dan daerah.

2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang adaptif

guna menjamin kelestarian sumber daya laut dan ekosistemnya serta

pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat.

3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan wilayah

Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut Sawu.

4. Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang berbasis

ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif dan

kolaboratif.

8. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan

Pengelolaan TNP Laut Sawu diarahkan melalui pendekatan kehati-

hatian, keterpaduan, berbasis ekosistem, adaptif, partisipatif, dan

kolaboratif. Pemaduserasian kebijakan dan program antara pemangku

kepentingan dalam berbagai tingkatan sangat penting agar proses

pembangunan dikawasan TNP Laut Sawu dapat dilaksanakan secara

selaras dan berkelanjutan.

a. Tujuan Pengelolaan

Tujuan pengelolaan TNPLaut Sawu dijabarkan berdasarkan

misi, yaitu:

224

Misi 1 “Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di

TNP Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan

masyarakat dan daerah”, mencakup tujuan:

1) meningkatkan kegiatan identifikasi, inventarisasi,

monitoring dan evaluasi sumberdaya laut dan

pemanfaatannya;

2) mengembangkan mekanisme pemanfaatan sumberdaya laut

dan ekosistemnya;

3) melestarikan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya

laut yang selaras dengan keberlanjutan sumberdaya laut dan

ekosistemnya;

4) mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata

alam serta budaya;

5) mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan di

TNP Laut Sawu dengan tetap memperhatikan keberlanjutan

sumberdaya laut;

6) mendorong pengembangan upaya perikanan yang

berkelanjutan;

7) mengembangkan strategi pengelolaan dalam bidang sosial

budaya dan ekonomi masyarakat; dan

8) mengembangkan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk

pengembangan dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP

Laut Sawu.

Misi 2 “Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu

yang adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan

ekosistemnya serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan

masyarakat”, mencakup tujuan:

1) mengembangkan, menyusun, mengelola, dan memelihara Bank

Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari berbagai kegiatan

penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi

kelautan dan menyebarkannya dalam sistem informasi data

potensi sumberdaya alam TNP Laut Sawu;

2) mengembangkan dan menerapkan sistem

pemantauan/monitoring status sumberdaya laut dan

ekosistemnya secara berkelanjutan;

225

3) menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan

Penanggulangan Bencana di TNP Laut Sawu serta

rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan

penanggulangan bencana alam nasional dan daerah;

4) meningkatkan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Penerapan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan yang mendukung

pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of excellent

keanekaragaman hayati laut (marine bio diversity);

5) mengembangkan pengelolaan habitat perairan dalam guna

pelestarian dan pemanfaatannya secara optimal;

6) mengembangkan dan menerapkan skema pengelolaan terpadu

dan adaptif dalam kerangka antisipasi terhadap perubahan

iklim;

7) mengembangan dan menerapkan skema pengelolaan habitat

dan populasi jenis-jenis biota laut utamanya jenis-jenis langka

dan/atau bernilai ekonomis tinggi;

8) mengembangkan pengelolaan populasi setasea;

9) mengembangkan dan menerapkan sistem pengawasan dan

pengamanan kawasan yang efektif;

10) meningkatkan penguatan regulasi, perangkat dan penegakan

hukum yang kuat, komprehensif dan effektif serta

memperhatikan kearifan local dalam kerangka menunjang

pengelolaan TNP L Sawu yang fungsional; dan

11) meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang kompeten

dan berdedikasi dalam kerangka menunjang pengelolaan TNP

Laut Sawu yang fungsional.

Misi 3 “Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan

wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP

Laut Sawu”, mencakup tujuan:

1. melakukan penguatan status titik referensi sebagai titik ikat

batas kawasan TNP Laut Sawu;

226

2. melakukan penataan dan penetapan zonasi TNP Laut Sawu,

sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional,

provinsi dan kabupaten/kota;

3. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap alur pelayaran,

jaringan pipa dan kabel bawah laut; dan

4. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap sumber

pencemaran dari daratan dan perairan.

Misi 4 “Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang

berbasis ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif

dan kolaboratif”, mencakup tujuan:

1. mengembangkan institusi pengelola TNP Laut Sawu;

2. mengembangkan profesionalisme sumberdaya manusia (SDM)

yang mampu mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu;

3. meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan TNP Laut

Sawu;

4. mengembangkan sistem pendanaan yang berkelanjutan;

5. memantapkan sistem perencanaan, monitoring dan evaluasi

pengelolaan TNP Laut Sawu; dan

6. mengembangkan sistem pengelolaan kolaboratif TNP Laut

Sawu.

b. Sasaran Pengelolaan

Sasaran pengelolaan TNP Laut Sawu diuraikan pada setiap Misi

dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana terdapat pada

Tabel 37.

Tabel 37. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan

Misi 1. Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di TNP Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat dan daerah.

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran

1 Meningkatkan kegiatan identifikasi, inventarisasi, monitoring dan evaluasi sumberdaya laut dan pemanfaatannya

a. Tersedianya panduan teknis/protokol monitoring sumberdaya laut sesuai kebutuhan;

b. Adanya tim monitoring bersama;

c. Terlaksananya monitoring pemanfaatan sumber daya laut sesuai dengan protokol;

d. Tersedianya data pemanfaatan

227

sumber daya laut sebagai dasar dalam pengaturan pemanfaatan secara berkelanjutan;

e. Terpantaunya lokasi-lokasi kritis ekosistem di TNP Laut Sawu dari kegiatan merusak dan penangkapan berlebih;

f. Adanya database terpadu berbasis web terkait data inventarisasi dan monitoring sumberdaya laut dan pemanfaatannya.

2 Mengembangkan

mekanisme pemanfaatan sumberdaya laut dan ekosistemnya

a. Adanya petunjuk teknis

pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan;

b. Adanya analisis yang berkelanjutan untuk peningkatan pemanfaatan sumber daya laut dan ekosistemnya.

3 Melestarikan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut yang selaras dengan keberlanjutan sumberdaya laut dan ekosistemnya;

a. Tersedianya informasi dan data praktek-praktek kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan;

b. Adanya penguatan dan pendampingan ke masyarakat terkait praktek-praktek kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan

c. Terlaksananya pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan melalui pendekatan kearifan lokal.

d. Terintegrasinya kearifan lokal-kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan di dalam Rencana Pengelolaan KKP

e. Tersedianya petunjuk teknis monitoring dan evaluasi praktek-praktek kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan.

4 Mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam serta budaya:

a. Tersedianya informasi jenis, potensi dan daya dukung pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya;

b. Adanya petunjuk teknis dan prosedur pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan yang disyahkan oleh yang berwenang;

c. Terselenggaranya promosi pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan

228

d. Terwujudnya pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan

e. Tersedianya desain pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan.

5 Mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan di TNP Laut Sawu dengan tetap memperhatikan keberlanjutan sumberdaya laut;

Tercapainya keterpaduan sektor-sektor terkait yang mencakup sarana dan prasarana, Ilmu dan teknologi, sumber daya manusia serta pendanaan

6 Mendorong pengembangan upaya perikanan yang berkelanjutan;

a. Tersedianya data pendugaan populasi dan sebaran ikan ekonomis penting sebagai dasar dalam pemanfaatan secara berkelanjutan;

b. Terbentuknya sistem pengembangan upaya pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan.

7 Mengembangkan strategi pengelolaan dalam bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat;

a. Terlaksananya pemberdayaan masyarakat melalui penciptaan suasana dan iklim memungkinkan berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki masyarakat.

b. Tercapainya penguatan potensi dan daya masyarakat.

c. Terlaksananya Perlindungan kepentingan masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat.

d. Terlaksananya penyadaran, penguatan kapasitas, dan

pemberian akses kepada sumberdaya.

e. Tersedianya akses pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya dengan memperhatikan aspek lokasi, adaptif, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan, keberlanjutan dan kelestarian;

f. Terselenggaranya Penguatan sumber daya manusia dengan pelatihan dan penguatan kelembagaan dengan pembentukan kelompok masyarakat konservasi.

8 Mengembangkan a. Terlaksananya pemberdayaan

229

Pemberdayaan masyarakat pesisir untuk pengembangan dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu

masyarakat pesisir yang secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada pengelolaan TNP Laut Sawu dengan pengembangan mata pencaharian alternatif;

b. Tersedianya Pengembangan teknologi alternatif ramah lingkungan, dan peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat pesisir dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya di dalam kawasan TNP Laut Sawu.

Misi 2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang

adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan ekosistemnya

serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran

1 Mengembangkan, menyusun, mengelola, dan memelihara Bank Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan dan menyebarkannya dalam sistem informasi data potensi sumberdaya alam TNP Laut Sawu

a. Tersedianya Bank Data meliputi data tentang karakteristik laut, baku mutu laut, bathimetry, hydrography, oceanography, data tentang cuaca, data sumberdaya hayati dan non hayati, data tentang lempeng tanah dasar laut, data tentang gempa di laut, tsunami, data tentang pulau-pulau, data tentang peta laut, data tentang penduduk pesisir dan data lain yang diperlukan;

b. Tersedianya perangkat penunjang system Bank Data, termasuk peralatan, dan pendanaan;

c. Tersusunnya system bank data yang selalu dapat diakses, diperbaharui dan menjadi referensi serta umpanbalik dalam

system pengelolaan TNP Laut Sawu.

2 Mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan/monitoring status sumberdaya laut dan ekosistemnya secara berkelanjutan;

a. Tersedianya panduan teknis/protokol monitoring sumberdaya laut sesuai kebutuhan dan prioritas;

b. Terlaksananya monitoring sumberdaya laut dan ekosistemnya secara berkala;

c. Tersedianya analisis hasil monitoring sumberdaya laut dan ekosistemnya sebagai masukan dan umpan balik reguler bagi pengelolaan TNP Laut Sawu sekaligus sebagai bagian dari Bank Data;

230

d. Tersusunnya profil status sumberdaya laut dan ekosistemnya yang selalu terperbaharui

3 Menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan Penanggulangan bencana alam di TNP Laut Sawu serta rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan penanggulangan bencana alam nasional dan daerah;

a. Teridentifikasinya potensi dan klasifikasi bencana alam di Laut Sawu, termasuk diantaranya bencana Tsunami, Badai Alam yang sangat destruktif dan malapetaka laut yang sifatnya dahsyat (massive/catastrophic/imminent danger) sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut

internasional yang berlaku;

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk peralatan, perlengkapan yang berteknologi tepat guna dan hasil uji coba, membuat petunjuk teknis dalam keadaan darurat (Contingency Plan), sistem peringatan dini, penyediaan sumberdaya manusia yang ahli, terlatih, sistem pengamanan lingkungan dan pengaturan logistik;

c. Terpadunya dan terlaksananya system peringatan dini dan penanggulangannya dalam penyelenggaraan tatakelola di dalam TNP Laut Sawu.

4 Meningkatkan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kelautan yang mendukung

pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of excellent keanekaragaman hayati laut (marine biodiversity);

a. Tersedianya analisis kebutuhan penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan;

b. Tersedianya skema program penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of excellent keanekaragaman hayati laut;

c. Tersusunnya rencana pengembangan penelitian dan pendidikan di TNP Laut Sawu seperti penelitian pemantauan degradasi dan rehabilitasi terumbu karang, rehabilitasi terumbu karang dengan manipulasi substrat terumbu karang, perilaku dan agregasi berpijah ikan ekonomis penting,

231

pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan konsekuensinya bagi pengelolaan kawasan konservasi, dampak lingkungan kegiatan ekonomi alternatif di dekat kawasan konservasi, dll;

d. Terlaksananya kajian pengembangan, penelitian, dan pendidikan di TNP Laut Sawu;

e. Terlaksananya peningkatan kemampuan teknis dan manajemen pengelolaan kawasan bagi personil/ staf pengelola TNP Laut Sawu melalui diklat-diklat dan pelatihan.

5 Mengembangkan pengelolaan habitat perairan dalam guna pelestarian dan pemanfaatannya secara optimal;

a. Terselenggaranya pengkajian potensi sumberdaya laut dalam dan penyusunan skema pengembangan pengelolaan dan pemanfaatannya secara lestari termasuk kondisi geografi kelautan, potensi energi alternatif non konvensional dan sumberdaya kelautan non hayati;

b. Terbentuknya kerjasama antar lembaga dan stakeholder kunci untuk pengelolaan laut dalam wilayah TNP Laut Sawu dan sekitarnya serta pemanfaatannya secara lestari dengan mengutamakan kelestarian biodiversitas langka dan terancam.

6 Mengembangkan dan menerapkan skema pengelolaan terpadu dan

adaptif dalam kerangka antisipasi terhadap perubahan iklim

a. Tersusunnya perencanaan terpadu tata ruang pesisir, laut dan daratan yang juga

memasukkan faktor antisipasi perubahan iklim;

b. Terpetakannya masyarakat dan ekosistem ekosistem pesisir dan laut utama/penting yang terpengaruh atau berpengaruh terhadap ketahanan perubahan iklim, seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun;

c. Terselenggaranya pengelolaan secara terkoordinir ekosistem pesisir dan laut utama/penting yang terpengaruh atau berpengaruh terhadap ketahanan perubahan iklim, seperti mangrove, terumbu karang dan

232

padang lamun, termasuk penataan dan rambu-rambu pembatasan alih fungsi.

7 Mengembangan dan menerapkan skema pengelolaan habitat dan populasi jenis-jenis biota laut utamanya jenis-jenis langka dan/atau bernilai ekonomis tinggi

a. Tersedianya data dan informasi tentang sebaran, pola hidup dan dinamika serta ancaman terhadap habitat dan populasi jenis-jenis biota langka dan/atau bernilai ekonomi tinggi di perairan TNP Laut Sawu;

b. Tersedianya kerangka pengelolaan dan petunjuk teknis/protokol pengelolaan habitat dan populasi jenis-jenis

biota langka dan/atau bernilai ekonomi tinggi di perairan TNP Laut Sawu;

c. Terlaksananya program pengelolaan habitat dan populasi jenis-jenis biota langka dan/atau bernilai ekonomi tinggi di perairan TNP Laut Sawu, termasuk monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan habitat dan populasi

8 Mengembangkan pengelolaan populasi setasea

a. Tersedianya data dan informasi tentang sebaran, pola hidup dan dinamika serta ancaman terhadap habitat dan populasi setasea di perairan TNP Laut Sawu dan sekitarnya;

b. Tersusunnya skema pengelolaan Setasea di perairan TNP Laut Sawu termasuk identifikasi dan pengaturan alat tangkap, musim (selama migrasi paus), pengaturan aktifitas

penangkapan (terutama ikan tuna) dan kode etik untuk menghindarkan by-catch; identifikasi dan pengaturan alur pelayaran tertentu dan koridor Setasea untuk lintasan kapal,, pengaturan eksplorasi pertambangan (pembatasan seismik, dsb);

c. Terkoordinasinya pengaturan dan pelaksanaan penggunaan perairan TNP Laut Sawu antar stakeholder kunci sekaligus komitmen dan partisipasi termasuk dalam penggunaan alur lintasan, pengendalian polusi dan pemantauan dalam rangka

233

menjamin kelestarian habitat dan populasi Setasea;

d. Terlaksananya penguatan hukum adat yang memiliki nilai konservasi setasea yang tinggi.

9 Mengembangkan dan menerapkan sistem pengawasan dan pengamanan kawasan yang efektif

a. Tersedianya peta ancaman dan kerawanan terhadap sumberdaya kawasan serta pembaharuannya secara berkala;

b. Tersusunnya skema pengamanan kawasan yang disusun secara kolaboratif antar stakeholder kunci;

c. Tersusunnya protokol

pengamanan terpadu; d. Terbentuknya tim pengamanan

terpadu antar lembaga penegakan hukum dan komponen masyarakat serta dukungan sarana-prasarana yang memadai;

e. Terlaksananya pengawasan dan pengamanan kawasan berdasarkan ketentuan yang sesuai dan berlaku.

10 Meningkatkan penguatan regulasi, perangkat dan penegakan hukum yang kuat, komprehensif dan effektif serta memperhatikan kearifan local dalam kerangka menunjang pengelolaan TNP L Sawu yang fungsional

a. Tersusunnya peraturan perundang-undangan yang mendukung efektifitas pengelolaan TNP Laut Sawu berdasarkan kajian komprehensif dan konsultasi para pihak, termasuk peraturan adat setempat yang dapat memperkuat hukum positif;

b. Tersosialisasinya peraturan perundang-undangan kepada masyarakat dan penegak hukum;

c. Terlaksananya komitmen para penegak hukum dalam penegakan hukum secara konsisten serta evaluasinya dalam rangka meningkatkan

effektivitas pengelolaan sumberdaya TNP Laut Sawu secara berkesinambungan.

11 Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang kompeten dan berdedikasi dalam kerangka menunjang pengelolaan TNP Laut Sawu yang fungsional

a. Teridentifikasinya kebutuhan sumber daya manusia dan kompetensinya untuk peningkatan kapasitas dalam pengelolaan efektif TNP Laut Sawu;

b. Tersusunnya rancangan skema peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk pengelolaan TNP Laut Sawu dengan mengutamakan peningkatan kompetensi serta sumber daya manusia di lapangan;

c. Terkonsolidasinya komitmen para

234

pihak untuk meningkatkan kapasitas SDM pengelolaan serta dukungannya dalam penerapannya;

d. Terlaksananya program peningkatan kapasitas SDM untuk pengelolaan TNP Laut Sawu yang fungsional melalui berbagai jalur, termasuk pendidikan, pelatihan, magang, pendampingan, perbantuan tenaga ahli, penjenjangan karir, dan sebagainya.

Misi 3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan

wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut

Sawu

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran

1 Melakukan penguatan status titik referensi sebagai titik ikat batas kawasan TNP Laut Sawu penguatan status titik referensi sebagai titik ikat batas kawasan TNP Laut Sawu

a. Tersedianya titik referensi batas kawasan TNP disepakati bersama oleh pengelola TNP Laut Sawu dan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Berita Acara serta tercantum secara jelas dalam peta batas TNP serta menjadi acuan para pihak;

b. Tersedianya titik referensi batas dilengkapi dengan tanda berupa pelampung dan atau lampu suar.

2 Melakukan penataan dan penetapan zonasi TNP Laut Sawu, sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota

a. Terintegrasinya dan selarasnya zonasi TNP Laut Sawu dalam RTRW Provinsi Nusa Tenggara Timur serta RTRW Kabupaten-kabupaten di dalam TNP Laut Sawu dan menjadi acuan bagi para pihak didalam implementasinya;

b. Terlaksananya penyerasian pola pemanfaatan di dalam TNP Laut Sawu sesuai dengan RPJPP&M di

tingkat nasional, provinsi dan kabupaten;

c. Terlaksananya pengesahan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan diketahui oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur dan masyarakat luas;

d. Tersedianya tanda batas zonasi di lapangan dan panduan pengetahuan pengenalan batas zonasi TNP Laut Sawu;

e. Tersosialisasinya Rencana Zonasi TNP Laut Sawu ke pemangku kepentingan dan masyarakat.

3 Meningkatkan sistem pengelolaan terhadap

a. Terkelolanya kerentanan alur pelayaran dan Alur Laut

235

alur pelayaran, jaringan pipa dan kabel bawah laut

Kepulauan Indonesia (ALKI) terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu serta mengintegrasikan jaringan pipa dan kabel bawah laut dengan menjadikannya sebagai aset pendukung terhadap pengelolaan kawasan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan pengembangan wilayah serta mempertahankan pertahanan dan keamanan nasional;

b. Terintegrasinya wilayah alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) dan alur pelayaran kapal di dalam

pengelolaan TNP Laut Sawu.

4 Meningkatkan sistem pengelolaan terhadap sumber pencemaran dari daratan dan perairan

a. Teridentifikasinya secara berkelanjutan aktivitas-aktivitas yang berdampak pada ekosistem laut di dalam TNP Laut Sawu;

b. Tersedianya pengaturan dan pengawasan secara kolaboratif terhadap sumber pencemaran yang berasal dari daratan dan lautan;

c. Tersedianya rekomendasi untuk penyempurnaan peraturan untuk kualitas air di dalam TNP Laut Sawu dan kearah darat.

Misi 4. Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang

berbasis ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif

dan kolaboratif

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran

1 Mengembangkan institusi pengelola TNP Laut Sawu

a. Tersedianya hasil assesment tentang struktur organisasi pengelola TNP Laut Sawu yang sesuai dengan kebutuhan pengelolaan TNP Laut Sawu;

b. Terselenggaranya penetapan lembaga pengelola professional dan mandiri menuju ke arah lembaga Badan Layanan Umum.

2 Mengembangkan profesionalisme sumberdaya manusia (SDM) yang mampu mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

a. Tersedianya uraian tugas dan jabatan untuk setiap formasi;

b. Tersedianya daftar kualifikasi dan jumlah kebutuhan pegawai;

c. Tersedianya hasil assesment kebutuhan pendidikan, pelatihan, penyegaran yang sesuai dengan standar minimum pengelolaan;

d. Terlaksananya pelatihan-pelatihan berdasarkan analisa kebutuhan;

e. Tersedianya rencana promosi dan

236

mutasi pegawai yang jelas; f. Tersedianya pedoman tentang

pembinaan (mentoring dan conselling) bagi setiap pegawai (hubungan bawahan atasan);

g. Tersedianya mekanisme penilaian kinerja, pemberian sanksi dan penghargaan yang jelas dan proporsional.

3 Meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan TNP Laut Sawu

a. Tersedianya sarana prasarana pengelolaan TNP Laut Sawu sesuai dengan kebutuhan dan standar;

b. Terpeliharanya sarana dan

prasarana; c. Tersedianya kriteria kelayakan

operasional sarana prasarana (kepentingan replacement).

4 Mengembangkan sistem pendanaan yang berkelanjutan

a. Tersedianya analisa kebutuhan pendanaan yang rasional;

b. Tersedianya standarnisasi pembiayaan untuk setiap jenis kegiatan pengelolaan;

c. Tersedianya analisa peluang penggalangan sumber pendanaan yang berkelanjutan;

d. Tersedianya mekanisme pendanaan alternative;

e. Terselenggaranya Pengelolaan keuangan yang professional, transparan dan akuntabel.

5 Memantapkan sistem perencanaan, monitoring dan evaluasi pengelolaan TNP Laut Sawu

a. Tersusunnya rencana pengelolaan jangka menengah dan pendek (setiap 5 tahun dan 1 tahun) TNP Laut Sawu yang bisa dijadikan acuan bagi para pihak;

b. Tersusun dan terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan TNP Laut Sawu sebagai umpan balik perencanaan dan pengelolaan.

6 Mengembangkan sistem pengelolaan kolaboratif TNP Laut Sawu

a. Tersedianya analisa peran parapihak dalam pengelolaan kolaboratif yang mengakomodir semua kepentingan di tingkat nasional, Provinsi serta Kabupaten-kabupaten di dalam dan di sekitar TNP Laut Sawu

b. Terwujudnya kesepahaman para pihak tentang sistem pengelolaan kolaboratif;

c. Terbentuknya kelembagaan dan mekanisme pengelolaan kolaboratif yang mewakili

237

kepentingan para pihak;

d. Tersedianya mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanan pengelolaan kolaboratif sesuai dengan kebutuhan yang adaptif.

B. Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu

1. Analisis Lingkungan Strategis Kawasan

Untuk mengimplementasikan Visi dan Misi serta Tujuan dan

Sasaran, maka perlu dilakukan identifikasi program strategis. Penentuan

hasil analisis prioritas program dilakukan dengan memperhatikan variabel

dan parameter yang dianggap penting sebagai faktor penentu keberhasilan

pengelolaan. Adapun penentuan bobot dan skor penilaian terhadap

variabel penting dikaitkan dengan Keberlanjutan Program, Cakupan

Program, Dampak Penting, dan Faktor-Faktor Eksternalitas. Untuk

melakukan analisis program dan kegiatan strategis, maka digunakan

Metode Analisis SWOT untuk mengetahui peluang dan kendala serta

tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan kegiatan

pengelolaan.

a. Analisis Lingkungan Internal Kawasan

Penilaian lingkungan internal kawasan dalam kerangka

pengelolaan TNP Laut Sawu mencakup unsur-unsur sumber daya

alam, sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya

pendanaan, infrastruktur, sosial budaya dan unsur kebencanaan.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, kemudian ditelaah apa yang

menjadi kekuatan dan kelemahan yang secara internal mempengaruhi

keberhasilan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pengelolaan.

Lingkungan internal kawasan, dapat menjadi kekuatan bagi

pengelolaan kawasan dan dapat menjadi kelemahan pengelolaan.

Hasil identifikasi kondisi lingkungan internal yang dianggap

cukup penting dalam pencapaian Visi, misi, dan tujuan pengelolaan

kawasan sebagaimana terdapat pada Tabel 38.

238

Tabel 38. Hasil Identifikasi Kondisi Lingkungan Internal Kawasan TNP

Laut Sawu

No Unsur Kekuatan Kelemahan

1 Sumberdaya Manusia

Jumlah SDM yang cukup besar dan tersebar di 10 kabupaten

Kualitas SDM yang masih rendah;

2 Sumberdaya Alam

a. Biodiversity kawasan yang cukup tinggi (ekosistem dan biota) adalah salah satu alasan penetapannya sebagai TNP

b. Keberadaan fauna laut dilindungi: endemik, unik, dan langka;

c. Beberapa lokasi dalam kawasan memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pendanaan program, dan juga dalam peningkatan ekonomi daerah dan masyarakat.

d. Potensi-potensi perikanan komersil ;

e. Posisi kawasan yang berada dalam kerangka kebijakan regional CTI.

a. Sebaran biodiversity yang luas menyulitkan dalam pengelolaan kawasan;

b. Sifat biota laut, terutama jenis mamalia laut dan large fauna yang tidak menetap memerlukan pendekatan pengelolaan yang berbeda;

c. Belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam.

d. Teknik eksploitasi sumber daya alam di beberapa lokasi dapat mengancam biodiversity kawasan.

e. Eksploitasi SDA tanpa memperhatikan upaya pelestarian.

3 Infrastruktur Wilayah

a. Infrastruktur wilayah masih kurang memadai untuk efektivitas

pengelolaan kawasan;

b. Kondisi geografis yang sulit dan tersebar luas membutuhkan infrastruktur pendukung yang memadai, baik jumlah maupun kualitas fungsionalnya.

4 Sosial budaya a. Keragaman budaya yg tinggi adalah asset pengembangan kawasan;

b. Keberadaan budaya

239

No Unsur Kekuatan Kelemahan

dan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut

5 Kebijakan dan Kelembagaan

a. Penempatan UPT/BKKPN di kupang adalah peluang pengelolaan kawasan yang perlu disinergikan;

b. Kebijakan nasional tentang konservasi

keanekaragaman hayati di perairan

a. Koordinasi dan implementasi pengelolaan kawasan masih lemah (pengelolaan kawasan melibatkan

beberapa sektor yang terkait)

b. Meski didukung kebijakan, namun tidak dibarengi dengan petunjuk teknis operasional yang cukup

6 Sumberdaya pendanaan

a. Pengelolaan potensi sumberdaya yang baik dan berkelanjutan adalah salah satu potensi pendanaan kawasan;

b. Sumber-sumber dana internasional untuk pengelolaan kawasan konservasi

a. Pendanaan program pengelolaan yang belum memadai;

b. Belum teridentifikasinya sumber-sumber pendanaan lain selain yang dialokasikan oleh pemerintah

7 Kebencanaan Letak kawasan yang berada pada batas

lempeng geologis yang berpotensi menimbulkan bencana alam dari aktivitas pergerakan lempeng, seperti gunung api, tsunami, dan gempa.

Faktor-faktor kondisi internal kawasan yang saat ini teridentifikasi saling

berinteraksi dan mempengaruhi pengelolaan kawasan dalam pencapaian

visi dan misi pengelolaannya.

240

b. Analisis Lingkungan Eksternal Kawasan

Lingkungan eksternal adalah faktor-faktor diluar kendali pengelola

yang dapat mempengaruhi pilihan arah dan tindakan, struktur

organisasi, dan proses internal pengelola kawasan. Lingkungan

eksternal dapat disikapi sebagai peluang bagi keberhasilan

pengelolaan, dan dapat pula dipandang sebagai tantangan

keberhasilan pelaksanaan pengelolaan. Hasil identifikasi kondisi

lingkungan eksternal yang dianggap cukup penting dan berpengaruh

dalam pencapaian visi, misi dan tujuan pengelolaan kawasan

sebagaimana terdapat pada Tabel 39.

Tabel 39. Analisis faktor eksternal kawasan TNP Laut Sawu

No Unsur Peluang Ancaman

1 Sumberdaya Manusia

a. Adanya dukungan dari masyarakat terhadap keberadaan TNP Laut Sawu yang diperoleh sebagai hasil sosialisasi terhadap kebijakan penetapan TNP Laut Sawu;

b. Dukungan yang cukup besar juga berasal dari stakeholder lain seperti pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi), LSM, lembaga profesi

(HNSI) Swasta, dan perguruan tinggi.

Melemahnya dukungan oleh masyarakat dan stakeholder perlu dipelihara secara terus menerus;

2 Sumberdaya Alam

a. Adanya Jejaring kawasan konservasi perairan (Coral Triangle Initiative-CTI) ;

b. Konektivitas dalam pengelolaan potensi wisata bahari dapat dilakukan dengan

a. Gangguan keamanan kawasan oleh kapal nelayan dari luar kawasan Penangkapan ikan ilegal (Illegal fishing), merusak dan penangkapan ikan berlebih (overfishing).

b. Perubahan Iklim : Kenaikan muka air

241

No Unsur Peluang Ancaman

pengelolaa kawasan wisata di Bali yang lokasinya masih cukup dekat dengan kawasan;

c. Pemanfaatan sumberdaya perairan oleh masyarakat masih dapat dioptimalkan dengan penerapan

sistem dan teknologi ramah lingkungan, dan juga mata pencaharian laternatif lainnya yang memanfaatkan SDA perairan.

d. Adanya spesies dilindungi yang memiliki nilai ekonomis tinggi

laut dan kenaikan suhu permukaan laut (menyebabkan bleaching dan penyakit).

c. Kerusakan habitat akibat penangkapan yang tidak ramah lingkungan, penambangan karang, dll.

d. Banyaknya pencemaran (limbah cair, padat dan gas) dari daratan maupun pencemaran minyak dari kapal berupa plastik, limbah kimia, suara

e. Perburuan spesies-spesies yang dilindungi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

f. Kerusakan ekosistem dan habitat alami akibat bencana alam

3 Infrastruktur Wilayah

Visi dan agenda RPJMD Provinsi yang berupaya meningkatkan infrastruktur wilayah secara merata

Dampak pembangunan, sedimentasi, konversi, pelayaran, terhadap keutuhan ekosistem

4 Sosial budaya a. Budaya dan kearifan lokal, selain menjadi kekuatan internal kawasan, juga merupakan peluang bagi pengelola untuk memudahkan pengelolaan kawasan;

b. Teknologi dan informasi sebagai media promosi.

a. Lunturnya kebudayaan dan kearifan lokal akibat adanya era globalisasi dan informasi sebagai media promosi,

242

No Unsur Peluang Ancaman

5 Kebijakan dan Kelembagaan

a. Komitmen Pimpinan Nasional dan daerah;

b. Kebijakan-kebijakan pengelolaan konservasi nasional yang menguntungkan pengelolaan kawasan;

a. Penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan kawasan

b. Kebijakan komitmen yang tidak berkelanjutan

6 Sumberdaya pendanaan

Perhatian dunia dan negara terhadap keberlangsungan biodiversity berpeluang sebagai penggalangan dana-dana pengelolaan

Bantuan pendanaan internasional sarat dengan kepentingan.

7 Kebencanaan Kerusakan ekosistem dan habitat alami akibat bencana alam

Berdasarkan hasil analisis kondisi lingkungan internal dan

eksternal kawasan dalam kerangka pengelolaan TNP laut Sawu, maka

dapat dihasilkan strategi-strategi pengelolaan yang:

1) mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang (SO);

2) mengoptimalkan kekuatan untuk mengatasi tantangan/ancaman

(ST);

3) mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang (WO); dan

4) mengatasi kelemahan untuk mengatasi tantangan/kendala (WT).

Adapun deskripsi dari pengintegrasian (SO, ST, WO, dan WT)

adalah sebagai berikut:

1) Kekuatan–Peluang (Strategi – SO)

a) memanfaatkan ketersediaan sumberdaya manusia di kawasan

TNP Laut Sawu untuk mendukung pengelolaan kawasan

melalui pelibatan secara aktif dalam program-program

pengelolaan kawasan;

b) mempertahankan kualitas keanekaragaman sumberdaya

hayati (ekosistem dan biota) melalui program pengelolaan yang

berkelanjutan, serta memanfaatkan jaringan kerjasama

243

dengan semua pihak, baik nasional maupun internasional

untuk konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan di TNP.

Laut Sawu;

c) memfasilitasi pengembangan pemanfaatan potensi

sumberdaya alam di kawasan TNP. Laut sawu secara lestari

dan berkelanjutan, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat; dan

d) melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan budaya dan

kearifan lokal yang mendukung pengelolaan kawasan, melalui

integrasi nilai budaya dan kearifan lokal dalam pengelolaan

dan promosi kawasan dengan memanfaatkan teknologi dan

informasi.

2) Kelemahan–Peluang (Strategi WO)

a) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kawasan TNP

Laut Sawu, baik untuk mendukung ketersediaan sumberdaya

pengelola kawasan maupun untuk meningkatkan pemahaman

dan juga dukungan terhadap keberadaan kawasan TNP Laut

Sawu. Dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi

tenaga pengelola, dan juga sosialisasi dan integrasi program

konservasi dalam kurikulum lokal sistem pendidikan;

b) melakukan pembatasan serta rehabilitasi dalam rangka

menjaga kelestarian dan daya dukung sumberdaya;

c) memanfaatkan luas area kawasan sebagai salah satu daya

tarik untuk menjaring kerjasama pengelolaan yang lebih luas;

d) koordinasi dengan pemerintah daerah dalam pembangunan

sarana dan prasarana wilayah secara merata;

e) merumuskan dan mengimplementasikan pendekatan-

pendekatan yang tepat untuk mengintegrasikan budaya dan

kearifan lokal dalam mendukung program-program

pengelolaan;

f) mengidentifikasi potensi-potensi sumberdaya dan sumber

pendanaan yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai

alternatif sumber pendanaan pengelolaan kawasan;

g) menjalin kerjasama dengan instansi terkait dalam

menanggulangi bencana;

244

h) melakukan mitigasi dan adaptasi bencana dalam rangka

menghadapi bencana;

i) mengoptimalkan budaya dan kearifan lokal yang tinggi sebagai

aset pengembangan kawasan dalam rangka menghadapi

dampak negatif globalisasi dan informasi; dan

j) menjaring kerjasama dengan berbagai pihak untuk

memperkuat pendanaan pengelolaan kawasan.

3) Kekuatan–Ancaman(Strategi ST)

a) memelihara keberlanjutan dukungan sumberdaya manusia

dalam pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu dengan program-

program pengembangan kapasitas, sosialisasi berkelanjutan,

dan peningkatan nilai tambah kawasan bagi kesejahteraan

masyarakat;

b) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam

rangka pengamanan kawasan, pengawasan terhadap

pembangunan yang berdampak pada lingkungan kawasan,

dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya kawasan

dengan menggunakan peralatan yang merusak; dan

c) mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya secara

berkelanjutan dalam rangka antisipasi tidak adanya

pendanaan yang sarat dengan kepentingan.

4) Kelemahan – Ancaman (Strategi WT)

a) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam

rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia;

b) pengembangan jejaring kawasan konservasi Perairan dalam

skala nasional dan regional (ekoregion) terutama dalam hal

pendanaan dan sharing ilmu dan pengetahuan dalam

pengelolaan kawasan dengan tetap menjaga prinsip

kesetaraan, dan norma-norma yang berlaku secara lokal dan

nasional;

c) mengoptimalkan peran Balai KKPN dalam pengelolaan

kawasan sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan

kewenangan dan kebijakan komitmen yang tidak

berkelanjutan;

245

d) meningkatkan sumberdaya manusia guna keberlanjutan

dukungan oleh masyarakat; dan

e) mengoptimalkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya

alam dalam rangka antisipasi gangguan keamanan kawasan;

2. Strategi Pengelolaan Kawasan

Berdasarkan hasil analisis diatas, maka terdapat 22 (dua puluh dua)

strategi pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang disusun berdasarkan

unsur-unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Ke 22 (dua

puluh dua) strategi pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu ini telah

mencakup 3 (tiga) strategi utama pengelolaan kawasan konservasi perairan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan

Zonasi Kawasan Konservasi Perairan yaitu penguatan kelembagaan,

penguatan pengelolaan sumber daya kawasan, dan penguatan sosial

ekonomi dan budaya.

a. Penguatan Kelembagaan

Strategi pengelolaan terkait penguatan kelembagaan yaitu:

1) koordinasi dengan pemerintah daerah dalam pembangunan sarana

dan prasarana wilayah;

2) menjalin kerjasama dengan instansi terkait dalam menanggulangi

bencana;

3) menjaring kerjasama dengan berbagai pihak untuk memperkuat

pendanaan pengelolaan kawasan;

4) memelihara keberlanjutan dukungan sumberdaya manusia dalam

pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu dengan program-program

pengembangan kapasitas, sosialisasi berkelanjutan, dan

peningkatan nilai tambah kawasan bagi kesejahteraan masyarakat;

5) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka

pengamanan kawasan, pengawasan terhadap pembangunan yang

berdampak pada lingkungan kawasan, dan pengawasan terhadap

pemanfaatan sumberdaya kawasan dengan menggunakan

peralatan yang merusak;

246

6) mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya secara

berkelanjutan dalam rangka antisipasi tidak adanya pendanaan

yang sarat dengan kepentingan;

7) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka

peningkatan kualitas sumberdaya manusia;

8) pengembangan jejaring kawasan konservasi Perairan dalam skala

nasional dan regional (ekoregion) terutama dalam hal pendanaan

dan sharing ilmu dan pengetahuan dalam pengelolaan kawasan

dengan tetap menjaga prinsip kesetaraan, dan norma-norma yang

berlaku secara lokal dan nasional;

9) mengoptimalkan peran Balai KKPN dalam pengelolaan kawasan

sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan kewenangan dan

kebijakan komitmen yang tidak berkelanjutan;

b. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

Strategi pengelolaan terkait penguatan pengelolaan sumber daya

kawasan yaitu:

1) mempertahankan kualitas keanekaragaman sumberdaya hayati

(ekosistem dan biota) melalui program pengelolaan yang

berkelanjutan, serta memanfaatkan jaringan kerjasama dengan

semua pihak, baik nasional maupun internasional untuk

konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan di TNP Laut Sawu;

2) memfasilitasi pengembangan pemanfaatan potensi sumberdaya

alam di kawasan TNP Laut Sawu secara lestari dan berkelanjutan,

sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat;

3) melakukan pembatasan serta rehabilitasi dalam rangka menjaga

kelestarian dan daya dukung sumberdaya;

4) memanfaatkan luas area kawasan sebagai salah satu daya tarik

untuk menjaring kerjasama pengelolaan yang lebih luas;

5) mengidentifikasi potensi-potensi sumberdaya yang dapat

dioptimalkan pemanfaatannya sebagai alternatif sumber pendanaan

pengelolaan kawasan;

6) melakukan mitigasi dan adaptasi bencana dalam rangka

menghadapi bencana; dan

247

7) mengoptimalkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya alam

dalam rangka antisipasi gangguan keamanan kawasan.

c. Penguatan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Strategi pengelolaan terkait penguatan sosial, ekonomi dan

budaya yaitu:

1) melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan budaya dan

kearifan lokal yang mendukung pengelolaan kawasan, melalui

integrasi nilai budaya dan kearifan lokal dalam pengelolaan

kawasan;

2) memanfaatkan ketersediaan sumberdaya manusia di kawasan TNP

Laut Sawu untuk mendukung pengelolaan kawasan melalui

pelibatan secara aktif dalam program-program pengelolaan

kawasan;

3) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kawasan TNP Laut

Sawu, baik untuk mendukung ketersediaan sumberdaya pengelola

kawasan maupun untuk meningkatkan pemahaman dan juga

dukungan terhadap keberadaan kawasan TNP. Laut Sawu. Dapat

dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengelola,

dan juga sosialisasi dan integrasi program konservasi dalam

kurikulum lokal sistem pendidikan;

4) merumuskan dan mengimplementasikan pendekatan-pendekatan

yang tepat untuk mengitegrasikan budaya dan kearifan lokal dalam

mendukung program-program pengelolaan;

5) mengoptimalkan budaya dan kearifan lokal yang tinggi sebagai

asset pengembangan kawasan dalam rangka menghadapi dampak

negatif globalisasi dan informasi; dan

6) meningkatkan sumberdaya manusia guna keberlanjutan dukungan

oleh masyarakat.

248

C. Program Pengelolaan TNP Laut Sawu

1. Kelembagaan Pengelolaan

Kawasan konservasi merupakan benteng terakhir upaya konservasi

sumber daya alam hayati. Namun pengelolaannya sampai saat ini masih

belum optimal. Isu otonomi daerah, tuntutan terhadap manfaat kawasan

konservasi dan sumberdaya alam di dalamnya, serta efektifitas manajemen

kawasan konservasi (terrestrial dan marine) telah mendorong tuntutan

terhadap pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang

berimplikasi luas terhadap keseluruhan aspek manajemen dan perangkat

regulasinya. Keberadaan sebuah kelembagaan yang handal sangat penting

dalam menunjang keberhasilan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan.

Kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi

kepentingan para pemangku kepentingan lebih dapat menunjang

keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi dalam mencapai tujuan

pembentukannya.

Pembentukan kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan

dimaksudkan agar pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dapat berjalan

secara efisien, efektif dan transparan yang didukung dengan kemampuan,

kebutuhan dan potensi pada masing-masing daerah. Untuk itu dalam

pembentukan kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan perlu dipersiapkan

melalui suatu proses dan perencanaan yang baik agar lembaga yang

terbentuk dapat menjadi penggerak dalam pengelolaan Kawasan Konservasi

Perairan.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan berpedoman pada Pasal 15

ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi

Sumber Daya Ikan yang menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Perairan

yang telah ditetapkan dikelola oleh pemerintah atau pemerintah daerah

sesuai kewenangannya. Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat 2 Pengelolaan

Kawasan Konservasi Perairan dilakukan oleh satuan unit organisasi pengelola

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

a. Lembaga Pengelola (Management Unit) TNP Laut Sawu

Mengacu pada status pengelolaan TNP Laut Sawu sebagai

kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah pusat, maka

249

Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 November 2007

telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.19/MEN/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kawasan

Konservasi Perairan Nasional (Balai KKPN) dengan jenjang struktural

setingkat eselon IIIa. Wilayah kerjanya mencakup perairan nasional di

Indonesia bagian timur yakni Provinsi NTT, Provinsi NTB, Provinsi Sulsel,

Provinsi Sultra, Provinsi Sulbar, Provinsi Sulteng, Provinsi Gorontolo,

Provinsi Sulut, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Irian

Jaya Barat dan Papua.

Balai KKPN Kupang, adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat

yang berada di lingkup Ditjen KP3K-KKP yang bertanggung jawab

langsung kepada Direktur Jenderal KP3K, Kementerian Kelautan dan

Perikanan. Balai KKPN Kupang mempunyai tugas melaksanakan

pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi

perairan nasional yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya ikan

dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan memiliki fungsi:

1) penyusunan rencana, program dan evaluasi di bidang

pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi

perairan nasional;

2) pelaksanaan pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan

kawasan konservasi perairan nasional;

3) pelaksanaan pemberdayaan dan peningkatan kesadaran

masyarakat (Public Awareness) didalam dan sekitar kawasan

konservasi perairan nasional;

4) pelaksanaan bimbingan pemangkuan, pemanfaatan dan

pengawasan kawasan konservasi perairan nasional; dan

5) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Struktur organisasi Balai KKPN Kupang sebagaimana terdapat

pada Gambar 28.

KEPALA BALAI KAWASAN KONSERVASI

SUB BAGIAN TATA USAHA

SEKSI PENDAYAGUNAAN DAN PENGAWASAN SEKSI PROGRAM DAN EVALUASI

250

Gambar 28. Struktur Organisasi BKKPN (Pengelola TNP Laut Sawu)

Memperhatikan kondisi TNP Laut Sawu yang terdiri atas 10

kabupaten, 89 kecamatan, dan 195 desa, maka dengan struktur seperti

tersebut diatas, sangatlah kurang memadai untuk melakukan

pengelolaan yang efektif terhadap kawasan konservasi yang luasnya

sekitar 3,5 juta hektar tersebut. Untuk menjamin operasionalisasi

pengelolaan kawasan yang baik, maka ke depan perlu dibentuk Satuan

Kerja di setiap kabupaten atau minimal di tingkat regional untuk

mendekatkan pelayanan kepada kawasan dan masyarakat.

Menyadari akan keterbatasan sumberdaya manusia yang dimiliki

Balai KKPN Kupang sebagai unit pengelola TNP Laut Sawu saat ini serta

masih minimnya sarana dan prasarana pendukung pengelolaan, maka

pemerintah daerah dan kalangan profesional dalam mendukung

eksistensi unit pengelola perlu dilibatkan.

b. Pendanaan untuk Lembaga Pengelola

Balai KKPN Kupang merupakan salah satu Unit Pelaksana

Teknis dengan pendanaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN). Selain itu juga terdapat dana yang berasal

dari luar negeri yang diterima oleh Pemerintah, untuk selanjutnya

dikelola dan dimandatkan kepada lembaga pengelola. Skema

pendanaan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat

pada Gambar 29.

APBN Donor Luar Negeri

Unit Pengelola/ BALAI KKPN

Fungsi Pengelolaan

251

Keterangan

: Aliran Langsung

: Aliran Tidak Langsung

Gambar 29. Skema Pendanaan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu

c. Kolaborasi Untuk Mendukung Pengelolaan TNP Laut Sawu

Memperhatikan kondisi geografis kawasan TNP Laut Sawu

yang sangat luas, keragaman fitur konservasi dan keadaan sosial

budaya masyakat di dalam kawasan yang sangat beragam, maka

Lembaga Pengelola perlu memperoleh dukungan para pihak baik

institusi pemerintah, kalangan perguruan tinggi, organisasi profesi,

lembaga swadaya masyarakat, tokoh adat dan tokoh masyarakat

serta masyarakat secara luas agar pengelolaan kawasan menjadi

lebih efektif dan memenuhi harapan semua pihak. Mengingat saat

ini badan kolaborasi untuk pengembangan kawasan konservasi di

Provinsi Nusa Tenggara Timur telah ada, maka kemitraan yang

strategis perlu diciptakan antara Lembaga Pengelola dengan badan

kolaborasi dan pemangku kepentingan terkait.

Membangun kemitraan yang efektif untuk pengelolaan TNP

Laut Sawu didasarkan pada tiga prinsip dasar, yaitu saling

menghargai (mutual respect), saling mempercayai (mutual trust), dan

saling menguntungkan (mutual benefit). Peran dan fungsi badan

kolaborasi dalam mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu sebagai

berikut :

1) memfasilitasi dan mendorong berbagai kebijakan pemerintah

yang berkaitan dengan pengelolaan TNP Laut Sawu;

2) memberikan masukan kepada pemerintah pusat, provinsi dan

kabupaten/kota terkait dukungan pengelolaan TNP Laut Sawu;

252

3) mengkoordinasi program lintas sektoral terkait dukungan

pengelolaan TNP Laut Sawu ;

4) mengakomodir aspirasi dari Pemerintah Daerah terkait dengan

implementasi rencana pengelolaan serta penyusunan program

dan kegiatan;

5) membantu pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan

evaluasi terhadap implementasi rencana pengelolaan TNP Laut

Sawu oleh Lembaga Pengelola;

6) memberikan masukan kepada Lembaga Pengelola dalam rangka

pengelolaan TNP Laut Sawu;

7) membantu Lembaga Pengelola dalam menyusun program dan

kegiatan, menggalang dan memobilisasi pendanaan serta

memperkuat kemitraan untuk pengembangan TNP Laut Sawu;

dan

8) melakukan koordinasi secara berkala dalam setiap kegiatan

sesuai kewenangan.

Untuk menjamin pola hubungan antara badan kolaborasi dan

Lembaga Pengelola, maka dibangun skema mekanisme kolaborasi

sebagaimana terdapat pada Gambar 30.

Gambar 30. Mekanisme Kolaborasi antara Badan Kolaborasi dengan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu di tingkat Provinsi dan Kabupaten

Menteri Kelautan Dan Perikanan Cq. Ditjen KP3K

Satker tingkat Kabupaten

Forum Konservasi Tingkat Kabupaten

BALAI KKPN GUBERNUR

Dewan Konservasi Tingkat Provinsi

BUPATI

253

d. Dukungan Pendanaan dari Badan Kolaborasi untuk Pengembangan TNP

Laut Sawu

Badan Kolaborasi yang didalamnya terdapat dinas/instansi

pemerintah provinsi dan kabupaten, akademisi, asosiasi profesi, NGO

dan stakeholder lainnya dalam dukungannya bagi pengelolaan TNP

Laut Sawu memiliki spesifikasi pendanaan sebagai berikut :

1) pendanaan Badan Kolaborasi berasal dari sumber-sumber

tertentu;

2) sumber pendanaan badan kolaborasi berasal anggota badan

kolaborasi baik berupa dana tunai maupun kolaborasi program

tertentu;

3) Badan Kolaborasi dapat melaksanakan kerjasama (MoU) dengan

Lembaga, badan di dalam maupun di lauar negeri dengan tetap

menjunjung tinggi asas kemaslahatan kawasan konservasi;

4) segala sumber dana (hibah serta bantuan yang tidak mengikat)

pada badan kolaborasi, peruntukkannya tertuang di dalam

pedoman umum pengelolaan keuangan untuk sebesar-besarnya

pengembangan kawasan konservasi perairan, termasuk TNP Laut

Sawu;

5) dalam hal pendanaan, masing-masing anggota Badan Kolaborasi

dapat mencadangkan dananya melalui program-program tertentu

yang bersumber dana APBD, APBN dan dana perbantuan, serta

kerjasama dalam dan luar negeri berupa penelitian dan

pengabdian pada masyarakat (PT, LSM);

6) mekanisme pendanaan Badan Kolaborasi untuk mendukung

pengembangan TNP Laut Sawu lebih diarahkan pada

pemanfaatan sumber-sumber yang ada di TNP Laut Sawu seperti

perizinan, penggunaan fasilitas dan lainnya;

7) pendekatan pendanaan mencakup sejumlah sumber dana,

seperti peningkatan bantuan pembangunan, pajak atas jasa

retribusi, dan/atau dana donor; dan

8) dana donor untuk kegiatan persiapan dan pembiayaan

implementasi dokumen Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu.

254

Selain itu dana tersebut untuk mendanai upaya-upaya

pencegahan pengalihan status zona pada kawasan konservasi.

Dalam kerangka pendanaan kolaboratif ini, nilai – nilai

konservasi penting yang potensial terdapat di kawasan TNP Laut

Sawu perlu dioptimalkan sebagai sumber pendanaan yang

diharapkan dapat secara kontinyu mendukung implementasi program

dan kegiatan. Yang dimaksud dengan nilai-nilai penting konservasi

sebagai sumber atau perolehan pendapatan untuk mendukung

pengelolaan TNP Laut Sawu secara kolaboratif sebagai berikut :

1) nilai-nilai konservasi penting berasal dari semua zona di TNP Laut

Sawu kecuali zona inti;

2) nilai penting pada zona pemanfaatan pariwisata alam perairan

adalah aktivitas yang diperbolehkan sesuai Permen Kelautan dan

Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana

Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, yaitu

kegiatan pendidikan dan penelitian serta pariwitasa alam

perairan.

3) usaha sebagai bagian dari pendapatan sebagai berikut:

a) optimalisasi sarana pariwisata, seperti pancing, penangkaran

penyu, selancar, snorkling dan diving;

b) penyiapan buku saku tentang lokasi dengan berbagai

keanekaragaman hayati yang mendiaminya untuk kepentingan

pendidikan dan aktifitas penelitian; dan

c) ganti rugi dari kemungkinan adanya dampak negatif terhadap

nilai-nilai penting sumberdaya di semua zona di TNP Laut

Sawu.

Rincian pendanaan berkelanjutan di kawasan TNP Laut Sawu

sebagaimana terdapat pada Tabel 40.

Tabel 40. Rincian pendanaan berkelanjutan di kawasan TNP Laut Sawu

Tipe Biaya Deskripsi Keterangan

Biaya Masuk Biaya dikenakan ketika masuk Kawasan Konservasi

Biaya dipungut di pintu masuk Kawasan

Konservasi

255

Tipe Biaya Deskripsi Keterangan

Biaya Konservasi (Conservation Fee)

Biaya yang dikenakan untuk

pengunjung/swasta yang beroperasi di Kawasan Konservasi

Biaya yang dipungut dari

aktifitas pariwisata antara lain toko souvenir,

pengunjung yang membawa kamera

Biaya Penggunaan Fasilitas Umum

Biaya dikenakan oleh pengunjung yang menggunakan fasilitas

umum di dalam Kawasan Konservasi

Biaya untuk menggunakan tempat parkir,

tempat perkemahan,

visitor centre, kapal boat, shelter

Biaya Royalti dan Pendapatan penjualan

Uang dari penjualan produk

Uang hasil penjualan souvenir, peralatan

dan perlengkapan rekreasi

Biaya Lisensi dan Surat Izin

Instrumen yang diperlukan untuk perusahaan-

perusahaan swasta (atau

individu) untuk melakukan kegiatan di TNP Laut Sawu

Izin untuk operator perjalanan maupun pemandu wisata

Mekanisme pendanaan Kolaborasi untuk pengembangan TNP Laut

Sawu dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung mengikuti

skema sebagaimana terdapat pada Gambar 31.

256

Gambar 31. Mekanisme pendanaan kolaborasi untuk pengembangan TNP Laut Sawu

e. Penguatan Kelembagaan Pengelolaan TNP Laut Sawu

Kelembagaan pengelolaan TNP Laut Sawu merupakan salah

satu instrumen terpenting dalam memastikan tingkat efektivitas

pengelolaan kawasan. Memperhatikan karakteristik TNP Laut Sawu

yang unik, luas dengan kompleksitas permasalahan yang tinggi maka

dibutuhkan sumberdaya manusia yang handal dan profesional,

kebijakan dan strategi pengelolaan yang akurat dan adaptif serta

dukungan pendanaan yang memadai.

Berdasarkan hasil kajian PNCI (2009) tentang Pendanaan

Berkelanjutan TNP Laut Sawu, diketahui bahwa rata-rata biaya

investasi yang dibutuhkan dalam setahun untuk mendukung

operasionalisasi TNP Laut Sawu dengan standar minimal adalah

365.000 USD, sedangkan untuk pendanaan dengan standar terbaik

atau ideal adalah 465.000 USD. Selengkapnya trend investasi di TNP

Laut untuk 10 tahun pertama pengelolaan TNP Laut Sawu (USD)

terdapat pada Gambar 32.

: Aliran Dana Langsung

Keterangan :

APBN, Donor Luar Negeri

Satker

Dewan Konservasi Provinsi

BALAI KKPN

Fungsi Pengelolaan

Forum konservasi Kabupaten

Ijin (penangkapan dan budidaya)

Dana retribusi

Pariwisata

Ganti rugi

: Aliran Dana Tidak Langsung

APBD, Donor, Dana Perbantuan, dan Dana Luar

Negeri

257

Gambar 32. Skenario investasi pengelolaan TNP Laut Sawu dengan

standar biaya minimal dan biaya tinggi (TNC, 2009)

Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dilihat bahwa dalam

pengelolaan TNP Laut Sawu akan sangat membutuhkan adanya

dukungan pendanaan dari sumber-sumber lain secara berkelanjutan.

Pendanaan berkelanjutan di kawasan konservasi dapat diartikan

sebagai kemampuan untuk pendanaan yang cukup, stabil dan

bersifat jangka panjang, dan mengalokasikan keuangan dengan tepat

sasaran, untuk membiayai operasional kawasan dan untuk

memastikan bahwa area konservasi dikelola secara efektif dan efisien.

Dengan berbentuk sebagai Badan Layanan Usaha (BLU), maka

sumber-sumber pendanaan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu

diharapkan kedepannya tidak hanya bersumber dari APBN, tetapi

lebih luas sesuai amanat Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 23

Tahun 2005 yakni meliputi :

1) penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD;

2) pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan

kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari

masyarakat atau badan lain; dan

3) hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha

lainnya.

258

Sumber-sumber pendanaan di atas dapat digunaan untuk

membiaya implementasi program pengelolaan TNP Laut Sawu yang

secara umum meliputi:

1) Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan;

2) Pengembangan Konservasi;

3) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

4) Pengembangan Pariwisata;

5) Pengembangan Ekonomi Masyarakat secara Berkelanjutan;

6) Pengembangan Pengawasan dan Monitoring Kawasan; dan

7) Pengembangan Penyadartahuan Masyarakat, Informasi dan

Komunikasi.

Pola pengelolaan keuangan BLU yang kedepannya perlu

dikembangkan adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan

fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktek-praktek

bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka memajukan kesejahteraannya. Untuk memastikan

bahwa sumber-sumber pendanaan yang dihasilkan di atas dapat

dikelola dengan baik sesuai peruntukkannya, maka BLU perlu

dilengkapi dengan SDM yang memadai dan profesional. Hal ini sangat

dimungkinkan dapat dipenuhi mengingat dengan berstatus BLU,

sesuai Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka pegawai

Lembaga Pengelola dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau

tenaga profesional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan

BLU. Pola rekrutmen seperti ini dapat mengakomodir pegawai di

tingkat pusat maupun daerah serta kalangan profesional, dan

memungkinkan terjadinya kolaborasi yang efektif untuk pengelolaan

TNP Laut Sawu. Untuk itu, dibutuhkan SDM yang disamping handal

dan profesional dalam bidang konservasi, juga diharapkan dapat

memahami kondisi sosial budaya masyarakat di kawasan TNP Laut

Sawu secara utuh. Dengan demikian struktur Lembaga Pengelola

sebagaimana terdapat pada Gambar 33.

259

Gambar 33. Skema Kelembagaan BLU-TNP Laut Sawu

Pengembangan kelembagaan ke depan harus menjamin

terwujudnya kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, pemerintah

daerah, dan masyarakat untuk pengelolaan TNP Laut Sawu yang

efektif. Dalam konteks ini, maka pembagian peran dan tanggung

jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam kerangka

manajemen kawasan harus menjadi bagian penting dalam proses

perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program

pengembangan TNP Laut Sawu. Diharapkan dalam jangka panjang

diharapkan TNP Laut Sawu terkelola secara profesional, kolaboratif

dan mandiri. Kondisi ini secara ideal harus tercermin dalam struktur

dan personalia unit pengelola, sehingga disamping mewadahi aspirasi

para pihak, kelembagaan ini juga mampu menjembatani berbagai

kebutuhan vital dalam pengembangan TNP Laut Sawu ke depan,

dengan pelibatan peran aktif pemerintah dan masyarakat mulai dari

tingkat desa, kabupaten, provinsi maupun pusat.

2. Program Pokok Pengelolaan

Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan pengelolaan TNP

Laut Sawu, analisis SWOT, strategi pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu,

maka program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu dikelompokkan

ke dalam 3 (tiga) strategi utama sesuai dengan Pasal 6 Permen Kelautan

dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan

dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, yaitu:

1. Penguatan kelembagaan;

BLU-TNP Laut Sawu

Kepala/Pemimpin

PNS-PPA/ Non PNS

Bendahara

PNS-PPA/ Non PNS

Sekretaris

PNS-PPA/ Non PNS

Bidang/Divisi Konservasi

(PNS-Non PNS)

Bidang/Divisi Ekowisata

(PNS-Non PNS)

Bidang/Divisi Perikanan

(PNS-Non PNS)

Bidang/Divisi MCS

(PNS-Non PNS)

Dewan Konservasi

260

2. Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan; dan

3. Penguatan sosial ekonomi dan budaya.

Strategi dan Program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu

sebagaimana terdapat pada Tabel 41.

Tabel 41. Strategi dan Program pengelolaan jangka panjang TNP Laut

Sawu

No Strategi Program

1 Penguatan Kelembagaan

1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu

2. Perencanaan dan pengendalian pengelolaan

3. Pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan Umum

4. Pengembangan sistem pengelolaan

kolaborasi; 5. Pengembangan kerjasama kemitraan

pengelolaan TNP Laut Sawu; 6. Pengembangan sistem pendanaan

berkelanjutan TNP Laut Sawu;

7. Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;

8. Pengembangan peraturan yang

mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu.

9. Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

10. Pengembangan Bank Data TNP Laut

Sawu 11. Monitoring dan evaluasi

2 Penguatan pengelolaan sumber daya

kawasan

1. Penetapan kawasan TNP Laut; 2. Penataan kawasan TNP Laut Sawu 3. Pengelolaan perikanan tangkap dan

budidaya laut; 4. Pengelolaan keanekaragaman hayati

dan ekosistem TNP Laut Sawu 5. Perlindungan, pengawasan dan

pengamanan kawasan

6. Pengembangan industri kelautan yang lestari

7. Pengembangan pemanfaatan jasa

lingkungan dan wisata alam 8. Pengembangan Sistem Pemantauan

dan penanggulangan bencana alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

9. Pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam

10. Pengembangan Pengelolaan

261

No Strategi Program

menghadapi perubahan iklim 11. Pengelolaan populasi setasea 12. Penelitian, pengembangan dan

penerapan ilmu dan teknologi kelautan

13. Pengelolaan pelayaran

14. Monitoring dan evaluasi

3 Penguatan sosial

ekonomi dan budaya

1. Peningkatan kesadaran masyarakat

dan pendidikan lingkungan;

2. Pengembangan mekanisme

penyebarluasan informasi dan komunikasi TNP Laut Sawu

3. Pengembangan partisipasi

masyarakat;

4. Pemberdayaan masyarakat pesisir

5. Pengembangan mata pencaharian

yang berkelanjutan

6. Pelestarian adat dan budaya

masyarakat pesisir

7. Monitoring dan evaluasi

3. Rincian Kegiatan-Kegiatan Pengelolaan

Pengelolaan kawasan harus memperhatikan daya dukung dan

hubungan dari potensi sumberdaya alam dan kegiatan yang telah ada saat

ini. Potensi ini sangat didukung oleh keberadaan ekosistem yang masih

eksis. Standar pelayanan minimal pengelolaan TNP Laut Sawu dilakukan

dengan memperhatikan standar pelayanan minimal Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang meliputi aspek pelayanan dalam

perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan perencanaan

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Berdasarkan program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu

maka diuraikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pengelolaan berdasarkan

skala prioritas pengelolaan setiap 5 (lima) tahun dalam kerangka

pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu ke depan sebagaimana

terdapat pada Tabel 42.

Tabel 42. Kegiatan-kegiatan Pengelolaan Berdasarkan Skala Prioritas

Pengelolaan

1. Penguatan Kelembagaan

1.1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP Laut Sawu

262

Peningkatan kapasitas kelembagaan TNP Laut Sawu dilaksanakan dalam rangka membangun kelembagaan pengelolaan yang mantap

yang didukung dengan sumberdaya manusia yang berkualitas berdasarkan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan

kebutuhan pengelolaan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan: a) penyusunan rencana formasi SDM; b) peningkatan kemampuan dan profesionalisme SDM pengelola

TNP Laut Sawu melalui pendidikan dan latihan, penyegaran, magang dan studi banding untuk mendukung pengelolaan yang efektif.

1.2. Perencanaan dan pengendalian pengelolaan

Perencanaan dan pengendalian pengelolaan kawasan TNP Laut

Sawu dilaksanakan dengan tujuan pengelolaan kawasan didasarkan dan mengacu pada perencanaan yang sistematis

berdasarkan skala prioritas yang didukung dengan mekanisme pengendalian dan pembinaan serta akuntabilitasnya. Hal ini akan diwujudkan melalui kegiatan penyusunan rencana pengelolaan 20

tahun, 5 tahun dan tahunan dengan monitoring dan evaluasi terhadap setiap pelaksanaan kegiatan.

1.3. Pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan Umum

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian

disebutkan bahwa: a) UPT merupakan satuan kerja yang bersifat mandiri yang

melaksanakan tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang tertentu dari organisasi induknya;

b) organisasi atau satuan kerja yang bersifat mandiri adalah

satuan kerja yang diberikan kewenangan mengelola kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan sendiri dan tempat kedudukannya terpisah dari organisasi induk;

c) tugas teknis operasional adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis tertentu yang secara langsung berhubungan

dengan masyarakat dan; d) tugas teknis penunjang adalah tugas untuk melaksanakan

kegiatan teknis tertentu dalam rangka mendukung pelaksanaan

tugas organisasi induknya.

Kedudukan BKKPN Kupang berada dibawah unsur pelaksana Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kedudukan tersebut didasarkan pada kesesuaian ruang lingkup

tugas dan fungsi BKKPN dalam melaksanakan tugas, unit organisasi induknya, hubungan pertanggungjawaban antara BKKPN Kupang dengan Ditjen KP3K, efektivitas kebutuhan

koordinasi, dan hubungan kerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Sementara itu BKKPN Kupang berkaitan dengan

pengembangan aktivitasnya tidak bersifat pembinaan dan tidak berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan kebijakan publik, tidak mengenal batas wilayah administrasi pemerintahan

tertentu dan tidak membawahkan UPT lainnya.

263

Dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan BKKPN, ada 3

(tiga) tataran pokok yang menjadi fokus diantaranya yaitu sistem (kerangka aturan dan kebijakan pendukung), lembaga (tata cara,

sumberdaya, struktur organisasi, pengambilan keputusan budaya kerja), dan individu (pengetahuan, keterampilan, kompetensi dan etos kerja). Oleh karena kewenangan pengelolaan Kawasan

Konservasi Perairan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota merupakan kewenangan pemerintah pusat yang berupa penetapan kebijakan, norma, standar dan kriteria

pengelolaan sumberdaya kelautan wilayah nasional dan ZEE. Disisi lain, pemerintah daerah Provinsi NTT dengan kewenangan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan di

wilayah laut kewenangan provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota didalam kawasan memiliki kewenangan dalam hal

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan di wilayah laut kewenangan kabupaten/kota. Dalam kaitan dengan kewenangan pengelolaan tersebut, pendanaan pengelolaan

Kawasan Konservasi Perairan untuk tahap awal pengelolaan dapat dianggarkan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN, pemerintah daerah provinsi melalui APBD Provinsi dan pemerintah daerah

kabupaten/kota melalui APBD kabupaten/kota. Untuk menjamin kelangsungan dan kemandirian pengelolaan TNP

Laut Sawu maka upaya pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) diharapkan dapat menjadi pola pengelolaan keuangan lembaga pengelola TNP Laut Sawu. BLU

dapat ditentukan oleh Menteri/Gubernur, dengan lingkup kerjanya meliputi 10 kabupaten. Secara substantif hal ini terkait dengan pengadaan barang dan secara teknis berprinsip pada Kinerja

Layanan Layak Kelola. Untuk itu dalam 3 tahun kedepan direncanakan lembaga pengelola TNP Laut Sawu dapat menjadi

BLU dengan beberapa persyaratan antara lain membuat pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja, memiliki pola tata kelola yang jelas, memiliki Renstra Bisnis Anggaran, memiliki Standar

Pelayanan Minimal, mampu Laporan Keuangan Pokok (proposal laporan keuangan) dan membuat laporan audit.

1.4. Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi

Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu

meningkatkan efektivitas pengelolaan TNP Laut Sawu secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan:

a. pembentukan mekanisme pengelolaan kolaboratif dengan

membuat rancangan/model mekanisme pengelolaan bersama, penerapan model mekanisme pengelolaan bersama,

pembentukan wadah/ruang konsultasi pengelolaan bersama TNP Laut Sawu dan penetapan (kedudukan, fungsi dan peran para pihak dalam pengelolaan kolaborasi);

264

b. penguatan forum konsultasi para pihak dengan memfasilitasi pelatihan/kursus, memfasilitasi pertemuan rutin di tingkat,

kecamatan 3 bulan sekali, kabupaten 6 bulan sekali dan provinsi setahun sekali;

c. formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance mechanism) dengan merancang mekanisme dan impelementasinya.

1.5. Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;

Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu merupakan wujud dari paradigma pengelolaan kawasan konservasi

sebagai bagian dari tanggung jawab banyak pihak dengan menjalin kerjasama-kerjasama dalam mendukung pengelolaan melalui

pengembangan kerjasama dengan institusi/lembaga/pihak lain dalam rangka efektifitas dan peningkatan kapasitas pengelolaan (pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, kelompok/lembaga

masyarakat) lingkup lokal, regional, nasional dan internasional serta pengembangan mekanisme kerjasama pengelolaan (penyusunan MoU kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu,

penyusunan rencana kerja bersama, pelaksanaan rencana kerja bersama dan monitoring & evaluasi bersama).

1.6. Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu

Pendanaan pengelolaan TNP diarahkan guna mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu yang efektif secara berkelanjutan

dalam bentuk penyusunan rencana anggaran kebutuhan pengelolaan, merancang mekanisme pendanaan berkelanjutan,

penetapan standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu dan akuntabilitas pendanaan yang mencakup pengelolaan keuangan, administrasi keuangan, pelaporan dan pengawasannya.

Kebijakan pengembangan kawasan konservasi perairan menjadi penting diperhatikan. Dari segi pendanaan perlu mengakomodir dalam dokumen perencanaan APBD. Kelaikan finansial dan atau

operasional pada pilihan-pilihan pengelolaan sumberdaya alam TNP Laut Sawu dilakukan dengan:

a. inventarisasi dan merumuskan pilihan-pilihan pengelolaan sumberdaya alam Laut Sawu, dengan memfokuskan pada pengelolaan jejaring TNP dan perikanan;

b. melakukan perkiraan pembiayaan pilihan-pilihan pengelolaan tersebut di atas; dan

c. mengkaji sumber dana potensial untuk pembiayaan pengelolaan.

Dengan demikian diperoleh pilihan-pilihan biaya maupun penghasilan termasuk sumber pengeluaran utama dan potensi kebutuhan/kekurangan dana untuk implementasi pengelolaan

pemanfaatan sumberdaya alam, alternatif potensi sumber dana untuk menutup biaya pengelolaan.

Teridentifikasinya kebutuhan pembiayaan dan sumber pendanaan yang diperlukan bagi pengelolaan kawasan dan dukungan teknis

265

yang memadai dalam pelaksanaannya. Sehingga didapatkan Rencana Pembiayaan dan Pendanaan berkelanjutan bagi TNP Laut

Sawu. Model pembiayaan dan keuangan untuk pengelolaan TNP Laut Sawu didasarkan prinsip-prinsip perancangan pengelolaan

antara lain prosentase pada kawasan yang dilindungi secara ketat, prosentase pada kawasan multi guna serta sistem perijinan bagi nelayan kecil, menengah dan besar. Berdasarkan hal tersebut

maka kerangka pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam, dalam kaitannya dengan struktur pengelolaan, termasuk sumber pengeluaran utama dan potensi kebutuhan/kekurangan dana

untuk implementasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam, alternatif potensi sumber dana untuk menutup biaya pengelolaan.

Pilihan model operasional, yakni strategi investasi rendah dan tinggi. Dalam skenario ini perbedaan tingkat investasi meliputi berbagai kebijakan dan upaya pengelolaan yang berbeda

kebutuhan pendanaan. Skenario investasi tingkat rendah mencerminkan upaya pengelolaan yang minimal lebih

memfokuskan pada aktivitas utama yakni pada pengawasan daerah perlindungan melalui sistem zonasi.

Sedangkan skenario investasi tinggi meliputi semua biaya utama

pada cakupan kegiatan dan usaha yang besar termasuk juga biaya untuk wilayah yang dilindungi seperti pemantauan biologi, pengembangan masyarakat dan manajemen kolaborasi. Dengan

memperhatikan pada hubungan tanggung-jawab dan institusi pengelolaan yang ada. Untuk tujuan studi, area pengelolaan atau

"area-of-interest" juga menjadi bahan pertimbangan. Secara keilmuan, disampaikan area pengelolaan berupa "daerah lindung" (no take zone) seluas 30% dari kawasan pesisir dari pantai sampai

kedalaman 200 meter merupakan scenario investasi rendah, sedangkan daerah perlindungan dengan jarak hingga 5 mil laut

sebagai skenario investasi tinggi. Inventarisasi dan analisa sumber-sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk pengelolaan TNP Laut Sawu yakni alokasi pemerintah, donor dan bantuan,

perikanan dan pariwisata. Terkait dengan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu semua pihak perlu untuk merumuskan mekanisme

pendanaannya, pemanfaatan dan penggunaannya serta aturan perundang-undangan untuk setiap sumber pembiayaan. Khusus dalam bidang pariwisata, sumber pendapatan tidak hanya berasal

dari atraksi dan daerah tujuan wisata, tapi juga dapat diperoleh dari unsur pendukung lainnya seperti fasilitas wisata, transportasi,

penginapan, penanganan didarat dan lain-lain. Penerapan inisiatif baru, terutama pembagian pendapatan sektor perikanan dengan setiap pemerintah daerah yang berada di dalam TNP Laut Sawu

merupakan proses yang butuh perhatian utama. Dalam upaya menjamin pendanaan yang berkelanjutan, maka secara operasional perencanaan program dan pendanaan pengelolaan TNP

disesuaikan dengan siklus perencanaan program dan pendanaan tahunan pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.

Sinkronisasi program kerja juga sangat diperlukan dengan pemerintah pusat (KKP). Pengelolaan keuangan harus bersifat dinamis dan harus berlangsung untuk jangka waktu yang tidak

terbatas, oleh karena itu akan diperlukan dana yang berkesinambungan dalam pengelolaannya.

266

1.7. Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran

Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran ditujukan guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan dan rumah tangga perkantoran sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari pengelolaan TNP Laut Sawu secara keseluruhan dalam bentuk kegiatan pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan penyelenggaraan operasional perkantoran,

perawatan sarana dan prasarana, serta penyelenggaraan tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi

(pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi).

Fasilitas dan perlengkapan dalam rangka mendukung pengelola Laut Sawu terdiri dari:

a. fasilitas domisili b. fasilitas penunjang:

1) penunjang kebutuhan dasar perkantoran 2) penunjang kinerja kelembagaan 3) penunjang aksesibilitas kegiatan

c. perlengkapan: 1) perangkat lunak 2) perangkat keras

Indikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi

pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam

penyusunan program Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNP Laut Sawu yang merupakan kunci dalam pencapaian tujuan

pengelolaan TNP Laut Sawu, serta acuan sektor dalam menyusun rencana strategis beserta besaran investasi. Indikasi program utama lima tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua

puluh) tahun.

1.8. Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut

Sawu

Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP

Laut Sawu dimaksudkan sebagai bentuk pengintegrasian peraturan perundangan bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya ke dalam rancangan peraturan daerah sehingga arah

pengembangan dan pembangunan di Provinsi NTT selalu sejalan dengan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu dengan mendorong penyusunan rancangan Peraturan Daerah yang

mendukung pengelolaan TNP seperti rancangan Peraturan Daerah pengelolaan kolaboratif TNP Laut Sawu, pengaturan alat tangkap,

tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten, dan pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, dan lain-lain.

1.9. Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

TNP Laut Sawu sebagai bagian dari kawasan Eko-region Sunda Kecil memiliki keterkaitan kuat dengan kawasan konsersasi

perairan sekitarnya. Keterkaitan dalam bentuk jejaring ini

267

merupakan keterkaitan yang mempresentasikan daya lenting spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem

melalui pengelolaan bersama. Jejaring tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan keanekaragaman

hayati di kawasan tersebut. Jejaring di sekitar TNP Laut Sawu akan: a. menggambarkan, menjaga dan memelihara keanekaragaman

hayati; b. memberikan model pemanfaatan kawasan konsersasi perairan

yang mendukung ekosistem setempat;

c. menjaga atau melindungi tempat biota laut yang dilindungi dari berbagai ancaman;

d. menjaga keberadaan potensi sumberdaya perikanan laut, serta memperluas dan meningkatkan ketahanan kawasan konsersasi perairan.

Keterkaitan (connectivity) merupakan kata kunci pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan. Adanya keterkaitan

bioekologis merupakan pertimbangan dasar untuk mengelola beberapa kawasan konsersasi perairan dalam satu sistem pengelolaan bersama untuk mewujudkan kawasan konsersasi

perairan yang tahan (resilient) terhadap ancaman dan dapat berfungsi efektif untuk mendukung perikanan berkelanjutan.

Pengelola TNP laut Sawu melaksanakan kerja sama antar unit organisasi pengelola di eko-region sunda kecil.

1.10. Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu

Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu

dan teknologi kelautan. Didalamnya memiliki elemen berupa data yang menyediakan informasi, prosedur pemanfaatan data yang membantu pengguna mengoperasikan, dan membuat serta

menyelesaikan data tersebut. Pengembangan data termasuk juga basis data untuk sistem informasi geografis dan sistem informasi

kelautan dengan menyesuaikan kepada kelompok referensi yang sesuai.

1.11. Monitoring dan evaluasi

Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian

antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam

penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan

kewenangannya. Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman

dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

2.1. Penetapan kawasan TNP Laut Sawu

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan

268

Konservasi Perairan, setelah dicadangkan maka harus memenuhi beberapa hal. TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi

perairan yang mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang

menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan dan rekreasi. Penetapan TNP Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Peraian akan dilakukan setelah tersedianya informasi dan data yang cukup

meliputi lokasi dan luas kawasan konservasi perairan dengan batas-batas koordinat yang jelas, satuan unit organisasi di tingkat pemerintah untuk melakukan pengelolaan, evaluasi oleh pejabat

yang ditunjuk terhadap beberapa aspek. Setelah seluruh unsur pendukung terpenuhi selanjutnya Menteri dapat mengeluarkan

aturan penetapan untuk selanjutnya mengumumkan dan mensosialisasikan kepada masyarakat dan menunjuk panitia penataan batas kawasan yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah

dan pemerintah daerah

2.2. Penataan Kawasan TNP Laut Sawu

Penataan kawasan TNP Laut Sawu dilaksanakan dalam rangka

efektifitas pengelolaan yang bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum yang jelas dengan pembagian ruang-ruang pengelolaan berdasarkan fungsi peruntukan yang diwujudkan ke dalam bentuk

kegiatan evaluasi fungsi kawasan, rekonstruksi batas luar kawasan dan penataan zonasi TNP Laut Sawu.

Upaya membangun Pengelolaan TNP haruslah didasarkan atas aturan-aturan tertulis serta prinsip-prinsip yang dapat menjamin keberlangsungan keberadaan Lembaga Pengelola TNP secara jangka

panjang, yang diterima oleh para pemangku kepentingan. Adapun prinsip-prinsip yang perlu dikembangkan dalam kelembagaan pengelolaan TNP adalah: sikap keterbukaan, Berbasis kepada

kebutuhan para pemangku kepentingan, Jenjang pengawasan yang efektif dengan struktur yang efisien, dapat dipertanggungjawabkan,

kejelasan wilayah kewenangan pengelolaan. berikut peran dan tanggung jawab berdasar protokol yang menunjang, Adanya kelengkapan protokol yang mengatur sistem TNP, mengakomodasi

dan memfasilitasi norma dan lembaga setempat, dikelola secara profesional dan legal, menerapkan prinsip dan norma hukum dalam rangka pengelolaan.

Usaha-usaha penataan kawasan guna mendukung system penyangga kehidupan di TNP Laut Sawu, dengan memperhatikan

kegiatan yang ada saat ini, maka pembinaan daya dukung sumberdaya yang tidak bisa ditinggalkan, adalah: 1) perlindungan sumberdaya alam dari eksploitasi yang tidak terkendali terutama di

zona inti, zona pemanfaatan pariwisata alam, zona perikanan perikanan berkelanjutan dan zona lainnya serta pengelolaan dan

perlindungan keanekaragaman keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan; 2) rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak, di pesisir (terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan

estuaria) 3) pengembangan teknologi berwawasan lingkungan, termasuk tradisional pengelolaan sumberdaya alam, pengelolaan limbah dan teknologi yang ramah lingkungan; 4) pengembangan

pola pemanfaatan sumberdaya yang berbasiskan masyarakat

2.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya Laut

269

Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi penting bagi masyarakat di wilayah pesisir TNP Laut Sawu, khususnya

masyarakat nelayan dan pembudidaya. dengan melihat potensi yang ada, maka sektor perikanan dan kelautan menjanjikan

prospek yang cukup baik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perolehan pendapatan asli daerah dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Secara umum dapat dilihat

hingga saat ini hasil produksi untuk sektor perikanan masih bergantung pada jenis perikanan laut dan kegiatan budidaya perikanan. Untuk dapat meningkatkan perekonomian masyarakat

maka usaha-usaha budidaya ini perlu untuk terus dikembangkan di samping tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati

tersebut dari kepunahan. Strategi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan budidaya laut dalam rencana jangka panjang TNP Laut Sawu sebagai berikut:

a. mendorong pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran ikan yang ditangkap, daerah perikanan dan musim tangkapan

untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan berdasarkan hasil dari taksiran data statistik perikanan, analisis ancaman kritis dan perencanaan para pemangku kepentingan yang

terlibat. b. memastikan informasi dan status terkini ancaman kritis, hasil

tangkapan perikanan, potensi sumberdaya daya kelautan dan

perikanan tercatat dan teranalisis dengan baik. c. mendorong pembuatan sistem perijinan kolaboratif yang

didukung oleh peraturan perundang-undangan bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di dalam kawasan TNP Laut Sawu sesuai dengan zonasi yang telah ada.

d. sistem perijinan yang mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan bidang perikanan tangkap dan budidaya

e. mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi

hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU fishing) di dalam TNP Laut Sawu.

f. pembinaan sarana dan prasarana perikanan budidaya melalui penyusunan rencana, inventarisasi, identifikasi, analisis kebutuhan dan pemanfaatan sarana-prasarana perikanan

budidaya serta bimbingan, pemanfaatan sarana prasarana serta verifikasi dan pengujian lapangan

g. melakukan kegiatan pengembangan dan teknologi perikanan budidaya melalui penyusunan rencana, inventarisasi, identifikasi, kajian kebutuhan teknologi dalam rangka

optimalisasi perikanan budidaya, Komoditi perikanan karang yang paling banyak dieksploitasi adalah

grouper (jenis kerapu), snapper (jenis kakap) dan tuna. Jenis-jenis ikan ini memiliki harga jual yang relatif lebih mahal dibandingkan

ikan lainnya dan belum ada pembatasan penangkapan. Pola perdagangan ikan grouper dan snapper khususnya memiliki trend

lain yaitu pemasaran ikan dalam keadaan hidup. Sebagian nelayan menggunakan racun/potassium untuk membius ikan sehingga dapat ditangkap dalam keadaan hidup. Harga ikan hidup jauh

lebih mahal dibandingkan ikan yang sudah mati. Ikan tuna merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di Indonesia

270

dan memiliki banyak permintaan dari pasar internasional. Jumlah permintaan tidak dapat dipenuhi semua dari hasil penangkapan

ikan tuna di Indonesia. Peningkatan permintaan ini terutama disebabkan oleh adanya peningkatan masyarakat mengkonsumsi

ikan sejak dasawarsa terakhir ini. Tingginya permintaan ikan tuna dengan harga yang relatif lebih mahal daripada jenis ikan-ikan lain, menyebabkan armada penangkapan ikan tuna semakin banyak di

Indonesia. Teknologi penangkapan ikan tuna juga semakin maju. Kondisi menyebabkan masalah terhadap sumber perikanan tuna dunia, termasuk di perairan laut Indonesia. Umumnya peraian

Indonesia yang menjadi fishing ground ikan tuna, telah mengalami tangkap jenuh (fully exploited), bahkan sudah mengalami tangkap

lebih (overfishing). Tekanan eksploitasi penangkapan yang dapat menyebabkan

overfishing dan cara menangkap destructive menjadi permasalahan utama dalam pengelolaan perikanan karang. Kerusakan ekosistem

terumbu karang akan menyebabkan sumberdaya ikan karang berkurang sehingga perekonomian nelayan dari hasil penangkapan ikan karang juga akan terganggu. Permasalahan ini harus

diantisipasi melalui pengelolaan perikanan karang berbasis ekosistem, metode penangkapan sampai pada pola perdagangan yang harus memperhatikan sumber ikan yang bebas cara tangkap

merusak. Pengelolaan perikanan karang berbasis ekosistem dan kebijakan

perdagangan yang memperhatikan aspek lingkungan memiliki ruang lingkup manajemen yang komprehensif. Hal ini menyangkut pengelolaan kawasan secara menyeluruh. Pengelolaan ini dapat

diterapkan secara efektif pada suatu kawasan konservasi. Pencadangan Laut Sawu sebagai TNP dapat menjadi momentum dalam pengelolaan perikanan karang sesuai prinsip-prinsip

ekosistem dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi dalam perdagangannya.

Peningkatan kapasitas tangkap nelayan dengan alat tangkap selektif dan memperhatikan kondisi sumberdaya ikan, peningkatan prasarana perikanan, seleksi zonasi TNP berdasarkan spawning, nursery dan fishing ground, pengawasan illegal fishing, penegakan peraturan dan perizinan perikanan dan studi lanjutan sumberdaya

perikanan dan baseline data perikanan merupakan hal penting dalam menjamin pengelolaan sumberdaya perikanan di TNP Laut

Sawu. Pengelola TNP Laut Sawu bersama para pemangku kepentingan lainnya harus mampu merencanakan operasional, mengendalikan

dan mengevaluasi kegiatan perikanan tangkap, pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan, melalui pengembangan sarana prasarana, pengembangan teknologi serta

pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan, berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku

untuk pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.

2.4 Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu

Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu bertujuan untuk melestarikan sumberdaya laut dan ekosistemnya sesuai tujuan penunjukan dan penetapan TNP Laut Sawu untuk

271

dapat memenuhi fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan dan keanekaragaman jenis serta ekosistemnya serta

pemanfaatan secara lestari sumberdaya kelautan dan perikanan dan ekosistemnya secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan bagi

penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, wisata alam dan peran serta masyarakat. Hal ini akan diwujudkan ke dalam bentuk kegiatan survey dan

monitoring sumberdaya alam (ekologi kawasan, karang, mangrove, setasea, penyu, daerah pemijahan ikan, habitat burung pantai, pola pemanfaatan sumberdaya alam dan potensi wisata alam) dan

pengelolaan ekosistem, habitat, dan populasi (pemulihan ekosistem mangrove, restoking jenis ikan melalui kegiatan rehabilitasi,

restorasi dan pengembangan budidaya laut dan penangkaran satwa. Eksplorasi survei-survei dan monitoring haruslah berjalan secara

rutin, instensif dan berkelanjutan, kegiatan survei dan eksplorasi diperlukan untuk mencari potensi-potensi sumberdaya kelautan

dan perikanan baru yang mungkin menjadi kunci dalam pelestarian kawasan. Monitoring yang berkelanjutan akan menjamin keterbaharuan data,

sehingga analisis mengenai status dan kondisi sumberdaya kelautan dan perikanan menjadi lebih representatif. Survei dan monitoring yang dilakukan bukan hanya terhadap sumberdaya

kelautan dan perikanan tetapi juga interaksi dan dampak pemanfaatannya.

2.5 Perlindungan, Pengawasan dan Pengamanan Kawasan

Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan TNP Laut Sawu difokuskan pada pencegahan dan pemberantasan kejahatan

pencurian atau pengambilan hasil laut tanpa izin (illegal fishing) seperti penggunaan bahan peledak/bahan kimia (potasium cyanida) dalam penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem yang lebih luas baik dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

Beberapa faktor penyebab utama terjadinya illegal fishing sebagai berikut:

a. bahan peledak/bahan kimia masih dianggap sebagai alat/bahan yang dapat mendatangkan keuntungan besar dengan mudah dan cepat;

b. adanya jaringan penadah hasil tangkapan illegal fishing; c. adanya jaringan pemasok bahan baku peledak (amonium nitrat)

dan kimia (potassium cyanida); d. lemahnya penegakan hukum;

e. tingginya permintaan ikan hidup di luar negeri; f. kondisi sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan; dan g. SDM, sarana prasarana dan dana operasional perlindungan

yang belum memadai. Kerugian yang sangat besar dari segi ekologi dimana ratusan jenis

tumbuhan, karang dan satwa di dalamnya terancam kelangsungan hidupnya dan untuk memulihkan diri kembali membutuhkan

waktu yang lama. Kepunahan satu unsur akan mempengaruhi kondisi ekosistem karena fungsinya tidak bisa digantikan oleh unsur yang lain. Kerugian yang nyata dan dapat langsung dilihat

272

adalah rusak/matinya rumput laut akibat penggunaan bahan kimia (potasium cyanida). Oleh karena itu berbagai langkah/upaya untuk mengurangi, mencegah dan memberantas kegiatan yang bersifat merusak serta

peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi perlu terus dilakukan secara fungsional maupun gabungan (kolaborasi) bersama dengan pemerintah daerah di sekitar kawasan TNP Laut

Sawu, LSM serta berbagai elemen masyarakat. Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan TNP Laut Sawu akan

diwujudkan melalui kegiatan: a. pengamanan kawasan baik yang bersifat fungsional maupun

gabungan dalam bentuk patroli rutin/reguler dan patroli

mendadak; b. peningkatan kapasitas petugas pengawasan dan kelembagaan

perlindungan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan,

penyegaran, studi banding dan magang bagi pengawas perikanan dan PPNS;

c. proses penyelesaian hukum atas perkara/kasus pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan TNP Laut Sawu.

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan TNP Laut Sawu maka dengan merujuk kepada penyelenggaraan Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara terpadu dan berkelanjutan, dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil, oleh pejabat tertentu yang berwewenang di bidang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan sifat pekerjaannya dan diberikan wewenang kepolisian khusus.

Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan perencanaan pengelolaan Laut Sawu.

Pengawasan ditujukan kepada pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan perencanaan pengelolaan Laut Sawu serta standar pelayanan minimal Pengelolaan Laut Sawu secara terpadu dan

berkelanjutan. Pengawasan terhadap pengaturan dilakukan melalui peninjauan keberadaan dan fungsi regulasi yang sudah disusun, dengan melihat konsistensi penerapan, relevansi dan kemungkinan

penyesuaiannya. Pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan dengan

melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat dapat dilakukan melalui Pokmaswas dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan/atau

pengaduan kepada pihak yang berwenang. Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu

pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.6 Pengembangan industri dan jasa kelautan yang lestari

Pengelolaan dan pengembangan industri dan jasa kelautan di TNP

Laut Sawu diarahkan dalam memperkuat pembangunan di Provinsi NTT guna mendorong ekonomi kerakyatan melalui penguatan sarana prasarana, ilmu dan teknologi dan sumberdaya manusia

sehingga memperkuat peran serta masyarakat di dalam dan sekitar TNP Laut Sawu. Optimalisasi industri dan jasa kelautan lestari

lebih diarahkan melalui pengembangan bioteknologi, energi baru

273

dan terbarukan, air murni dan sejenis.

2.7 Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam

Daya tarik wisata kawasan TNP Laut Sawu dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu daya tarik wisata berbasis alam, wisata berbasis budaya dan kehidupan masyarakat, serta daya tarik wisata berbasis wisata buatan. Beberapa dari kawasan tersebut telah

berkembang dan dikelola secara professional serta pangsa pasarnya dari wisatawan mancanegara. Panorama bawah laut dengan

berbagai jenis ikan dan terumbu karang yang sangat indah merupakan produk utama yang terdapat di kawasan ini. Jadi pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan adalah: wisata

menyelam, keragaman biota laut yang tinggi, migrasi mamalia laut (whale watching dan dolphin watching), berselancar, memancing

wisata dan tempat peneluran penyu. Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di

TNP Laut Sawu dilaksanakan dalam rangka mengembangkan produk-produk jasa lingkungan dan wisata alam yang mampu

menghasilkan manfaat ekonomi dari sumberdaya alam yang ada di dalam kawasan guna menyediakan ruang usaha bagi masyarakat, pemerintah daerah dan dunia usaha dengan menciptakan iklim

usaha yang kompetitif, menciptakan infrastruktur dasar bagi pengembangan wisata yang didukung dan diwujudkan dengan kegiatan promosi dan penyebaran informasi potensi pariwisata TNP

Laut Sawu; pengembangan pengelolaan wisata, pemberlakuan ijin dan karcis masuk serta adanya mekanisme perizinan dan

standarisasi bagi usaha pariwisata alam di zona pemanfaatan pariwisata TNP Laut Sawu. Selain itu juga perlu dikembangkan potensi jasa lingkungan yang bermanfaat bagi lingkungan dan

masyarakat. Kawasan TNP Laut Sawu mempunyai potensi dan daya tarik wisata

yang sangat tinggi, antara lain: 1. kawasan TNP Laut Sawu merupakan koridor migrasi lebih dari

18 spesies mamalia laut (paus, lumba-lumba dan dugong), dengan didukung bentang laut dengan transisi kedalaman dari perairan dangkal ke perairan dalam hanya beberapa ratus

meter saja dari pantai sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan wisata melihat paus.

2. diving dan snorkeling di Rote Ndao, Sabu Raijua, Kupang, Sumba dan beberapa tempat lainnya

3. berselancar (surfing), berlayar (sailing), dan kite surfing di

Nembrala dan Boa Kabupaten Rote Ndao. 4. wisata pantai, mengingat semua kabupaten yang termasuk

kawasan TNP mempunyai pantai yang sangat indah untuk dijadikan obyek wisata pantai.

5. wisata mangrove di Sumba Timur dan Rote.

6. wisata kayak, di beberapa tempat di Rote Ndao terutama di Mulut Seribu dengan pemandangan bukit-bukit karst yang sangat indah.

274

Peningkatan wisata memerlukan perencanaan dan pengelolaan cermat, termasuk peraturan yang jelas, untuk menjamin

terwujudnya pariwisata yang berkelanjutan, serta melindungi kelestarian sumberdaya alam yang merupakan fondasi dari

kegiatan wisata itu sendiri. Strategi dalam pengelolaan pariwisata dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu adalah mendorong pembangunan pariwisata bahari yang ramah

lingkungan dan berkelanjutan untuk memastikan pelayanan jasa lingkungan yang memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial terhadap masyarakat lokal.

2.8 Pengembangan sistem pemantauan dan penanggulangan bencana alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

Pengelola TNP Laut Sawu secara kolaboratif dengan stakeholder

terkait mengembangkan sistem pencegahan dan penanggulangan bencana dan fenomena kelautan sebagai bagian yang terintegrasi dengan sistem pencegahan dan penanggulangan bencana nasional.

Bencana kelautan yang disebabkan oleh fenomena alam yang perlu diwaspadai meliputi gempa bumi, tsunami, rob, angin topan dan

serangan hewan secara musiman. Sedangkan pencemaran lingkungan yang harus diantisipasi adalah fenomena red tide, pencemaran minyak, pencemaran logam berat, sampah, pestisida,

limbah domestik dan disperse termal.

2.9 Pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam

Informasi dan pengetahuan tentang laut dalam (deep ocean) di TNP Laut Sawu masih minim. Pengelolaan habitat perairan dalam

membutuhkan pengumpulan data dan informasi serta evaluasi kritis untuk memenuhi data dasar dan evaluasi yang benar.

Untuk meninjau status ekologi laut dalam, memerlukan informasi yang cukup mendasar terutama yang relevan dengan pengelolaan dan penelitian kawasan untuk diketahui yaitu kepekaan fauna

terhadap dampak pengelolaan. Selanjutnya sifat dan gradien biota laut yang tidak seragam mulai dari batas kedalaman lebih dari 200

m dasar lereng benua harus diketahui untuk mengembangkan pemantauan rencana dan peraturan yang berlaku. Kemudian proses mempertahankan tingkat keanekaragaman jenis di laut

dalam harus diketahui dampak yang mempengaruhinya, jika makanan benar-benar terbatas di laut dalam, maka gangguan proses ketersediaan dan pemanfaatan mungkin merupakan proses

yang paling sensitif dari ekosistem laut dalam TNP Laut Sawu.

2.10 Pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi ekosistem laut,

spesies, dan produktivitas baik di daerah tropis maupun kutub. Ekosistem TNP Laut Sawu tidak terkecuali juga akan menghadapi ancaman tersebut, tetapi dengan keadaan alamnya, posisi dan

pengelolaan yang baik maka ekosistem TNP laut Sawu akan dapat bertahan hidup dari dampak perubahan iklim termasuk pemutihan

karang, kenaikan permukaan laut, naiknya kadar asam laut dan ancaman badai tropis.

275

Hal penting untuk mengatasi dampak perubahan iklim perlu dipersiapkan sejak dini, yakni dibutuhkan kesadaran bersama

bahwa ancaman yang timbul harus disikapi secara proaktif dengan mengembangkan dan menerapkan strategi adaptasi dan

membangun fleksibilitas yang cukup dalam sistem manajemen untuk memungkinkan respon yang adaptif.

Pengelola TNP Laut Sawu akan melakukan pengelolaan terhadap perubahan iklim tersebut dengan menggunakan strategi antara lain: menerapkan strategi penyebaran resiko untuk mengatasi

ketidakpastian perubahan iklim, melindungi daerah-daerah kritis yang tahan terhadap perubahan iklim dan yang berfungsi sebagai

tempat perlindungan untuk mensuplay daerah yang terkenda dampak, memahami dan mempertahankan konektivitas antara habitat untuk meningkatkan penambahan kembali secara bersama-

sama dan pemulihan untuk menjaga hubungan fungsional antar habitat terkait serta mengelola ekosistem agar kesehatan dan

ketahanannya tetap terjaga dengan memonitor beberapa indikator keefektifan tindakan ini sebagai dasar bagi pengelolaan adaptif.

2.11 Pengelolaan populasi setasea

TNP Laut Sawu sebagai bagian dari Ekoregion Sunda Kecil, adalah daerah di Indonesia dimana upaya untuk mendapatkan informasi

terkait dengan setasea telah lama dilakukan baik terhadap untuk setasea dan habitat asosiasi mereka "di perairan laut dan sekitar pesisir". Laut Sawu merupakan habitat koridor kritis secara

regional penting, bagi paus biru dan paus sperma, yang juga menggunakan Laut Sawu sebagai tempat untuk mencari makan

(feeding ground) dan melahirkan keturunan mereka. Paus biru dapat digunakan sebagai "flagship spesies atau simbolis" untuk TNP Laut Sawu. Wisata mamalia laut dan ekowisata di TNP Laut

Sawu memiliki potensi yang tinggi. Paus dari Laut Sawu dapat mempromosikan pembangunan pariwisata berbasis alam tersebut

untuk kepentingan masyarakat lokal. Beberapa lokasi di Laut Sawu masih kekurangan informasi sehingga harus segera dilengkapi dengan data melalui survei dan penelitian di kedua habitat pesisir

dan laut dan spesies. Upaya ini harus dikaitkan oleh pengelola TNP Laut Sawu melalui pembangunan kapasitas pada semua aspek

pengelolaan kolaborasi tingkat lokal. Untuk melestarikan paus dan spesies mamalia laut lainnya, upaya

pengelolaan khusus harus diterapkan terutama pada aktivitas di lepas pantai, industri pelayaran dan perikaan skala besar. Pengurangan penggunaan jaring insang dan driftnet dapat

menghindari seperti by-catch dan terbelit jarring yang menjadi ancaman utama untuk kehidupan hewan laut bermigrasi di Laut

Sawu. Sebaliknya, pole and line serta perikanan hand line ideal untuk kegiatan perikanan tangkap skala besar di TNP Laut Sawu.

Manajemen Berbasis Ekosistem (Ecosystems Based Management/EBM) merupakan mekanisme yang efektif untuk mengelola Laut Sawu pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya. Manajemen Berbasis Ekosistem ini akan mendukung pemanfaatan

276

multi-aspek di TNP Laut Sawu melalui Sistem Zonasi yang jelas.

2.12.

Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan

Pengelola TNP Laut Sawu harus menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian yang terkait dengan pengelolaan

kawasan. TNP Laut Sawu perlu bekerjasama dengan mitra dari LSM dan lembaga-lembaga penelitian. Strategi pengelolaan pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian di TNP Laut Sawu

ini dengan merancang rencana pengembangan penelitian dan pendidikan di TNP Laut Sawu seperti penelitian pemantauan

degradasi dan rehabilitasi terumbu karang, rehabilitasi terumbu karang dengan manipulasi substrat terumbu karang, perilaku agregasi berpijah ikan ekonomis penting, pemanfaatan sumberdaya

terumbu karang dan konsekuensinya bagi pengelolaan kawasan konservasi, dampak lingkungan kegiatan ekonomi alternatif di dekat kawasan konservasi, dan lain-lain.

Bidang penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK kelautan

penelitian meliputi antara lain kegiatan penelitian dasar dan terapan untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi, kimiawi, fisika, geologi dan dasar laut, proses dan interaksi laut dan pantai

dengan hidrologi, cuaca serta pengaruh laut dan pantai terhadap masyarakat dan komunitas di sekitar laut, lingkungan serta

pengembangan metodologi dan instrumen untuk meningkatkan pemahaman tentang laut.

Perlu dikembangkan kegiatan-kegiatan penelitian lain yang mengkaji potensi perikanan yang dapat dikembangkan sebagai alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan. Salah satu pemicu

tekanan terhadap kawasan TNP Laut Sawu adalah tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya laut di kawasan

TNP Laut Sawu, oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian-penelitian pengembangan mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan (alternative sustainable livelihood) yang tidak

mengganggu kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan di kawasan TNP Laut Sawu sehingga diharapkan tekanan terhadap

kawasan TNP Laut Sawu akan berkurang seperti melalui pengembangan usaha budidaya perikanan laut dan pengembangan industri rumah tangga untuk mendukung sektor lainnya

(pariwisata, perikanan, dan lain-lain).

2.13

. Pengelolaan pelayaran

TNP Laut Sawu dengan potensi alur pelayaran yang strategis dan sangat berkepentingan terhadap pembangunan di sektor pelayaran baik dalam arus perdagangan dan wisata. Sehubungan dengan itu

perhatian terhadap pelayaran dapat dilakukan dengan membangun prasarana dan sarana perhubungan dengan kapasitas dan kualitas

pelayanan memadai serta sebagai wilayah yang relatif dekat dengan wilayah perbatasan maka terjangkaunya pelayanan perhubungan ke seluruh wilayah perbatasan dapat dijadikan sebagai prioritas

dalam pembangunannya. Laut Sawu merupakan jalur pelayaran

277

lokal dan internasional dengan lalu lintas yang padat. Pengelolaan melalui peraturan yang mengatur tentang hal ini seperti penutupan

musiman daerah tertentu untuk kapal barang, peraturan ketat pada kecepatan, aturan dilarang membuang sampah di laut dan

keamanan kapal (untuk menghindari tenggelam atau rusaknya kapal di daerah ini) perlu disusun agar hal ini bisa dikelola dengan baik. Pengelolaan terhadap keamanan dan kenyamanan pelayaran

dengan titik berat pada aspek-aspek: pengembangan titik asal dan tujuan pelayaran, pengembangan jalur-jalur pelayaran dan Pengembangan armada pelayaran.

2.14.

Monitoring dan evaluasi

Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan

evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan

evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan

Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya. Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan

dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.

3. Penguatan sosial, ekonomi dan budaya

3.1. Peningkatan kesadaran partisipasi masyarakat dan para pihak

lainnya dalam pendidikan lingkungan

Peningkatan kesadaran masyarakat dan penjangkauan dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi sumberdaya

kelautan dan perikanan dan ekosistemnya. Sehingga dapat lebih berperan aktif secara langsung dalam kegiatan pelestarian dan

pengamanan sumberdaya kelautan dan perikanan yang terdapat dalam kawasan TNP Laut Sawu. Untuk mewujudkan maksud tersebut, beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu :

Kampanye Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu, pembentukan dan Pembentukan dan pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi, pengembangan kerjasama

penerapan kurikulum muatan lokal berbasis pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, serta monitoring dan

evaluasi. Pengelolaan TNP Laut Sawu yang efektif sangat ditentukan oleh

tingkat kesadaran, pemahaman dan pengetahuan masyarakat lokal tentang pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam dan

lingkungan yang berada di kawasan tersebut, dengan tetap melakukan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya secara optimal berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.

Upaya yang perlu dilakukan dalam hal penyadartahuan masyarakat adalah penerapan program pendidikan konservasi melalui berbagai penyuluhan, pelatihan dalam jangka waktu tertentu dan berkala

yang meliputi tema-tema:

278

a. pentingnya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan b. tujuan pembentukan TNP Laut Sawu dan aspek konservasi

lingkungan dan keterkaitannya dengan kondisi sosekbud masyarakat lokal

c. sistem dan klasifikasi zonasi kawasan serta kaitannya terhadap pola mata pencaharian masyarakat

d. berbagai bentuk upaya perikanan tangkap yang bersifat

merusak dan dampaknya terhadap keberlanjutan eksosistem sumberdaya serta taraf hidup/kesejahteraan masyarakat lokal. Perlu juga disampaikan perikanan tangkap yang ramah

lingkungan berdasarkan hasil riset dan dampak positifhya terhadap usaha mata pencaharian masyarakat

e. berbagai bentuk perikanan budidaya yang "destructive" dan ramah lingkungan berdasarkan hasil riset di beberapa wilayah di Indonesia ataupun di negara lain

f. pengembangan program mata pencaharian alternatif di TNP Laut Sawu

Pelaksanaan program TNP Laut Sawu perlu mendapat respon positif dari masyarakat lokal serta pihak lain yang berkepentingan

terhadap sumberdaya dan lingkungan. Respon positif dimulai dari penumbuhan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian

sumberdaya dan lingkungan hingga pada taraf mendukung implementasi program dan berupaya mengubah perilaku yang negatif terhadap ekosistem/lingkungan. Upaya penumbuhan

respon positif dan pengubahan perilaku masyarakat dapat ditempuh dengan sistem pemasaran sosial (social marketing):

menjual ide/gagasan tentang urgensi TNP. Lembaga pengelola dan pihak yang terkait terhadap pembentukan TNP harus mampu mempertajam, menggali, menganalisa secara komperhensif isu-isu

sosial yang berkembang dalam masyarakat terkait TNP. Dinamika sosial kemasyarakatan akan mudah dipahami dan dianalisa dengan melakukan pengkajian terhadap konektor sosial baik dalam bentuk

individu mauplun lembaga/institusi yang bersifat profit oriented dan non profit oriented (nirlaba). Melalui pengkajian ini diharapkan

dapat terbentuk peta sosial yang sangat mempengaruhi dinamika sosial masyarakat dalam konteks pemanfaatan sumberdaya laut

dan kawasan tertentu dalam batas yuridis TNP.

3.2. Pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan komunikasi TNP Laut Sawu

Pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan

komunikasi TNP Laut Sawu dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat akses informasi dan komunikasi seputar TNP

Laut Sawu kepada masyarakat luas (nasional dan internasional) sebagai media pendidikan, penyuluhan dan juga promosi. Untuk mewujudkan hal tersebut, akan dilakukan kegiatan-kegiatan

sebagai berikut: Penyebaran informasi melalui media massa (Website, TV, Radio, Surat kabar dan majalah), Desain dan Pembuatan Material Publikasi TNP Laut Sawu, dan Penyebaran

Informasi TNP Laut Sawu melalui ragam kegiatan Publik seperti partisipasi dalam kegiatan Pameran, Eksebisi, Festival di tingkat

lokal,regional, nasional dan internasional.

279

3.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat

Pengembangan partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk

mendorong peran aktif masyarakat semakin meningkat di lapangan, sehingga pengelolaan TNP Laut Sawu menjadi lebih efektif dan

efisien serta dapat dukungan penuh dari masyarakat serta semua pihak. Hal ini diwujudkan melalui kegiatan perlindungan sumberdaya laut, pengawasan berbasis masyarakat, perbaikan

kualitas lingkungan, rehabilitasi (bersih pantai, penanaman pohon bakau), pengamanan preventif masyarakat, penguatan aturan di tingkat desa, dan akses terhadap kebijakan dan informasi

pengembangan TNP Laut Sawu.

3.4. Pemberdayaan masyarakat pesisir

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk mendorong peningkatan pendayagunaan potensi yang terdapat di masyarakat,

untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan serta dukungannya terhadap kawasan dalam pelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan melalui kegiatan-kegiatan :

penguatan kapasitas masyarakat dan kelompok pengguna sumberdaya laut, dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat

pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan di dalam TNP Laut Sawu. Pemberian akses pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya

kepada masyarakat lokal dan tradisional dengan memperhatikan aspek spesifik lokasi, adaptif, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan, keberlanjutan, dan kelestarian serta dalam

pelaksanaannya tidak mengubah status dan fungsi kawasan, tidak memberikan hak kepemilikan atas kawasan dan hanya hak

pemanfaatan yang diatur, serta merupakan bagian pengelolaan yang dilakukan secara utuh.

3.5. Pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan

Studi mata pencaharian alternatif di TNP Laut Sawu yang telah dilakukan diharapkan dapat diadopsi oleh masyarakat dengan

bantuan dan pendampingan dari pemerintah dan stakeholder terkait pada saat tahap implementasi TNP Laut Sawu. Studi matapencaharian alternatif yang telah dilakukan ini menghasilkan

rekomendasi jenis dan bentuk kegiatan usaha mata pencaharian alternatif yang sesuai dengan karakteristik/kondisi masyarakat dan

geofisik lokasi, layak dari sisi bisnis, dapat diterima secara sosial budaya masyarakat setempat, dapat dilaksanakan secara teknis, ramah lingkungan dan memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi

yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di masing-masing Kabupaten yang termasuk dalam kawasan TNP Laut Sawu.

3.6. Pelestarian Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir

Wilayah Perairan Laut Sawu ternyata menyimpan banyak

peninggalan kebajikan yang jika difungsikan memiliki potensi untuk melindungi upaya pelestarian lingkungan khususnya konservasi laut. Saat ini upaya revitalisasi mutlak diperlukan, hal

tersebut penting guna menghidupkan kembali muatan lokal berbasis kebudayaan dan kebijakan yang secara partisipatif

melibatkan masyarakat agar proses implementasi pelestarian lingkungan dapat tumbuh dan berkembang kembali dalam pola kehidupan masyarakat.

280

Berdasar hasil pengamatan yang telah dilakukan dilapangan, terdapat tidak kurang dari 20 kearifan lokal yang tumbuh dan

berkembang di masyarakat desa pesisir di TNP Laut Sawu yang sekarang ini hanya sedikit sekali yang masih aktif.

Ragam kebajikan ini seharusnya dapat direvitalisasi kembali, mengingat hal ini dapat menjadi suatu upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan yang bernuansa lokal. Selain itu,

pemerintah juga dapat melakukan inisiasi dengan memasukkan semua hal yang berkaitan dengan kearifan lokal ini kedalam kurikulum pendidikan formal yang berupa muatan lokal disekolah

mengenai pengetahuan bentuk kearifan lokal yang ada di wilayahnya sebagai sarana untuk proses diseminasi informasi

tentang upaya pentingnya melestarikan lingkungan.

3.7. Monitoring dan evaluasi

Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian

antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam

penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.

Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman

dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.

281

BAB V

RENCANA JANGKA MENENGAH

A. Umum

Rencana jangka menengah pengelolaan TNP Laut Sawu dilakukan

melalui 3 (tiga) strategi pokok yaitu strategi penguatan kelembagaan,

strategi penguatan pengelolaan sumber daya kawasan dan strategi

penguatan sosial, ekonomi, dan budaya.

Indikator yang diharapkan dapat dicapai dari perencanaan

pengelolaan 5 (lima) tahun pertama pengelolaan TNP Laut Sawu terdiri dari :

1. Penguatan kelembagaan diarahkan pada penguatan kelembagaan unit

pengelola, tersedianya SDM Pengelola, tersedianya sarana dan

prasarana pengelolaan, dokumen pengelolaan dan rencana aksi

pengelolaan, SOP pengelolaan, dan terbangunnya kemitraan dalam

pengelolaan, data dan informasi terbaharui secara reguler (data base)

dan tersedianya sumber pendanaan lain untuk mendukung pengelolaan.

2. Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan diarahkan pada penataan

batas kawasan, tersosialisasinya kawasan konservasi TNP Laut Sawu

sampai ke tingkat masyarakat, Zonasi TNP Laut Sawu terintegrasi di

dalam RTRW Nasional, RTRW Provinsi NTT dan RTRW kabupaten-

kabupaten di dalam TNP Laut Sawu, tersedianya petugas dari pengelola

yang memiliki keahlian khusus dalam kegiatan pengawasan dan

monitoring, terlaksananya kegiatan patroli atau pengawasan kawasan,

tersedianya hasil studi pengembangan dan pengelolaan serta

pemanfaatan sumber daya di kawasan TNP Laut Sawu serta

terbangunnya pemahaman masyarakat dan stakeholder tentang

ancaman bencana di lokasinya dan bagaimana penanggulangannya.

3. Penguatan sosial ekonomi dan budaya diarahkan pada upaya

penyadaran masyarakat tentang arti penting konservasi perairan,

terbentuk dan terlatihnya kelompok masyarakat peduli konservasi

perairan di masing-masing kabupaten di dalam TNP Laut Sawu,

tersedianya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat,

meningkatnya kapasitas masyarakat dalam manajemen usaha

perikanan dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan dan

282

terwujudnya pengembangan demplot-demplot mata pencaharian

alternatif yang cocok diimplementasikan di masing-masing daerah

berdasarkan survey dan analisis

B. Rencana Jangka Menengah I (5 Tahun Pertama)

1. Penguatan Kelembagaan

Penguatan Kelembagaan dilakukan melalui program:

a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP Laut Sawu;

b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;

c. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;

d. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;

e. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;

f. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;

g. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut

Sawu;

h. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;

i. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;

j. monitoring dan evaluasi.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan dilakukan melalui program:

a. penetapan kawasan TNP Laut Sawu;

b. penataan kawasan TNP Laut Sawu;

c. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang

berkelanjutan;

d. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;

e. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;

f. pengembangan industri kelautan yang lestari;

g. pengembangan sistem pemantauan dan penanggulangan bencana

alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait;

h. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;

i. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;

j. pengelolaan populasi setasea;

k. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi

kelautan;

283

l. pengelolaan pelayaran;

m. monitoring dan evaluasi.

3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya dilakukan melalui program :

a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;

b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan

komunikasi TNP Laut Sawu;

c. pengembangan partisipasi masyarakat;

d. pemberdayaan masyarakat pesisir;

e. pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan;

f. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;

g. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana

terdapat dalam matriks sebagai berikut.

284

MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE - 1

TNP LAUT SAWU TAHUN 2014-2019

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan Kelembagaan

Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu

Penyusunan rencana formasi SDM pengelola TNP Laut Sawu

Menyusun kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan SDM TNP Laut Sawu

Formasi personel TNP Laut Sawu disusun berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut Sawu direkruit berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Peningkatan kemampuan dan profesionalisme pengelola TNP Laut Sawu

Diklat/kursus/ penyegaran, magang

SDM Pengelola telah dididik dan dilatih sesuai dengan tupoksi untuk mengelola TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Studi banding ke KKP lain yang telah dikelola dengan baik

Kemampuan pengelola meningkat dalam mengelola TNP Laut Sawu dan mendapatkan lesson learnt yang dapat diaplikasikan dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

285

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Peningkatan sarana prasarana

Pengembangan dan pembangunan gedung kantor

Gedung kantor pengelola TNP Laut Sawu terbangun dan terpenuhi fasilitasnya

untuk menunjang pengelolaan

BKKPN Kupang

Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk menunjang aktifitas pengelolaan

BKKPN Kupang

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara dan berfungsi dengan baik untuk mendukung pengelolaan

BKKPN Kupang

Perencanaan dan pengendalian pengelolaan

Penyusunan Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu

Penyusunan dan review Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

Dokumen Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penyusunan program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

Dokumen program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

286

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan rencana kerja pengelolaan tahunan

Dokumen rencana kerja pengelolaan tahunan

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu

Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Sosialisasi dan konsultasi publik Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu di tingkat stakeholder dan masyarakat

Adanya masukan dari stakeholder dan masyarakat untuk penyempurnaan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan dan pelatihan pelaksanaan SOP

Penyusunan dan pelatihan implementasi SOP tentang administrasi perkantoran dan pengelolaan keuangan

- Dokumen SOP tentang administrasi perkantoran dan pengelolaan keuangan - Adanya SDM pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam administrasi perkantoran

dan pengelolaan keuangan

BKKPN Kupang

Penyusunan SOP tentang sarana prasarana

Dokumen SOP tentang sarana prasarana

BKKPN Kupang

287

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan SOP tentang patroli reguler dan patroli bersama

Dokumen SOP tentang patroli reguler dan patroli bersama

BKKPN Kupang DKP Provinsi dan Kabupaten

TNI AL Polair LSM

Penyusunan SOP tentang penelitian dan pendidikan

Dokumen SOP tentang penelitian dan pendidikan

BKKPN Kupang

Penyusunan SOP tentang pelaksanaan kegiatan pariwisata alam perairan

Dokumen SOP tentang pelaksanaan kegiatan pariwisata alam perairan

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi dan Kabupaten

Penyusunan SOP tentang pelaksanaan kegiatan budidaya

Dokumen SOP tentang pelaksanaan kegiatan budidaya

BKKPN Kupang DKP Provinsi dan Kabupaten

Penyusunan SOP tentang pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap

Dokumen SOP tentang pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap

BKKPN Kupang DKP Provinsi dan Kabupaten

Penyusunan SOP dan pelatihan monitoring sumber daya:

288

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1) Monitoring Pemetaan Partisipatif

a) Dokumen SOP Monitoring Pemetaan Partisipatif

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring pemetaan partisipatif

BKKPN Kupang LSM

2) Monitoring Manta Tow a) Dokumen SOP Monitoring Manta Tow

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring manta tow

BKKPN Kupang LSM

3) Monitoring Kesehatan Karang (reef health monitoring)

a) Dokumen SOP Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring)

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring)

BKKPN Kupang LSM

289

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

4) Monitoring Ikan Karang a) Dokumen SOP Monitoring Ikan Karang

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Ikan Karang

BKKPN Kupang LSM

5) Monitoring Insidental a) Dokumen SOP Monitoring Insidental

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring insidental

BKKPN Kupang LSM

6) Monitoring Pemanfaatan Sumber Daya (Resource Use Monitoring)

a) Dokumen SOP Monitoring Pemanfaatan Sumber Daya (Resource Use Monitoring)

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Pemanfaatan Sumber Daya (Resource Use Monitoring)

BKKPN Kupang LSM

290

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

7) Monitoring Lamun a) Dokumen SOP Monitoring Lamun

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Lamun

BKKPN Kupang LSM

8) Monitoring Mangrove a) Dokumen SOP Monitoring Mangrove

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Mangrove

BKKPN Kupang LSM

9) Monitoring Setasea a) Dokumen SOP Monitoring Setasea

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung

jawab dalam pelaksanaan monitoring Setasea

BKKPN Kupang LSM

10) Monitoring Penyu a) Dokumen SOP Monitoring Penyu

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung

BKKPN Kupang LSM

291

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

jawab dalam pelaksanaan monitoring Penyu

11) Monitoring SPAG (Spawning Aggregation Site)

a) Dokumen SOP Monitoring SPAG (Spawning Aggregation Site)

b) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring SPAG (Spawning Aggregation Site)

BKKPN Kupang LSM

Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi

Pembentukan mekanisme pengelolaan kolaborasi

Membuat rancangan/model mekanisme pengelolaan kolaborasi

a) Mekanisme pengelolaan kolaboratif

b) MoU para pihak dalam

pengelolaan kolaboratif

c) Adanya forum pengelolaan kolaborasi

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Pembentukan Forum Pengelolaan Kolaborasi

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

292

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penerapan model mekanisme pengelolaan kolaborasi

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

LSM

Penguatan peran forum kolaborasi para Pihak

Memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM forum

Meningkatnya peran forum kolaborasi para pihak melalui peningkatan kapasitas SDM dan koordinasi rutin

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Koordinasi rutin dengan para pihak

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Merancang mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Dokumen mekanisme keluhan yang disepakati para pihak yang relevan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Implementasi dan evaluasi

mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Terlaksananya dan

terevaluasinya implementasi mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

BKKPN Kupang

Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

293

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan kerjasama kemitraan

pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan kerjasama dengan institusi/lembaga/piha

k lain dalam rangka efektifitas dan peningkatan kapasitas pengelolaan (pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, kelompok/lembaga masyarakat) lingkup lokal, regional, nasional dan internasional

Kerja sama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

Adanya kerjasama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Kerja sama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

Adanya kerjasama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LSM Lembaga lain

Kerja sama dalam survey/ kajian dan penerapan IPTEK

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan terlaksananya kerjasama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi kerjasama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi kerjasama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LSM Lembaga lain

294

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan mekanisme kerjasama pengelolaan

Penyusunan MoU kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu

MoU kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

LSM Lembaga lain

Penyusunan rencana kerja bersama

Adanya rencana kerja bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Pelaksanaan rencana kerja bersama

Terlaksananya rencana kerja bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi bersama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu

Penyusunan rencana anggaran kebutuhan pengelolaan dan peluang sumber pendanaan

Penyusunan rincian kebutuhan anggaran per kegiatan

Dokumen rencana anggaran tahunan

BKKPN Kupang LSM

Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang

295

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

berkelanjutan pendanaan yang berkelanjutan sumber pendanaan yang berkelanjutan

LSM

Pengembangan

mekanisme pendanaan berkelanjutan

Penyusunan mekanisme

pendanaan berkelanjutan

1) Dokumen mekanisme

pendanaan berkelanjutan

2) Teralokasinya budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan APBD Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten

3) Tersedianya sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan

pengelolaan, dll untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengelolaan

BKKPN Kupang

Pemprov NTT LSM

Pengusulan pengalokasian budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan APBD Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Penggalian sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll.

BKKPN Kupang

Penetapan standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu

Penyusunan standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu berdasarkan syarat profesionalisme

Dokumen standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu berdasarkan syarat profesionalisme

BKKPN Kupang

296

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Akuntabilitas pendanaan

Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk penggunaan anggaran

BKKPN Kupang

Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran

Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan

Penyediaan gaji, honorarium dan tunjangan

Gaji, honorarium dan tunjangan terkelola dengan baik dan akuntabel

BKKPN Kupang

Penyelenggaraan operasional perkantoran

Rapat-rapat koordinasi/konsultasi/kerja/dinas

Operasional perkantoran terselenggara dengan baik

BKKPN Kupang

Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan prasarana

Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan pengelola terawat dan digunakan untuk menunjang pengelolaan

BKKPN Kupang

Perawatan peralatan BKKPN Kupang

Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan bermotor

BKKPN Kupang

297

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyelenggaraan tata usaha perkantoran, kearsipan,

perpustakaan dan dokumentasi

Pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi

Tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi terlaksana

dengan baik

BKKPN Kupang

Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Mendorong penyusunan rancangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Dukungan dalam menyusun draft akademik perda pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

Adanya dukungan dari pengelola dalam menyusun draft akademik perda pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

Kerjasama antar unit organisasi pengelola

Rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

Terlaksananya rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

BKKPN Kupang BBKSDA NTT Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

Adanya kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

BKKPN Kupang BBKSDA NTT Pemprov NTT Pemda Kabupaten

298

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu

Pengembangan Database

Merancang desain database a. Tersedianya SDM pengelola database.

b. Desain database TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Pemasukan update data Data dan informasi terbaharui secara reguler

BKKPN Kupang

Penyajian dan pengelolaan data

Database TNP Laut Sawu dikelola dan disajikan dalam bentuk peta, laporan, maupun terintegrasi didalam website

BKKPN Kupang

Pembuatan Website Merancang desain website Desain website TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Pemasukan update data di website

a. Tersedianya SDM pengelola website.

b. Website TNP Laut Sawu selalu terupdate secara regular

BKKPN Kupang

Penyajian dan pengelolaan website

Website TNP Laut Sawu bisa diakses secara global oleh semua kalangan dan dikelola dan diupdate secara regular

BKKPN Kupang

299

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi kelembagaan

Melakukan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan

kerjasama/kemitraan)

Laporan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan

dan kerjasama/kemitraan)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

2 Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan

Penetapan kawasan TNP Laut

Evaluasi rencana penetapan

Penyusunan dokumen kegiatan dan kajian yang telah dilaksanakan di TNP Laut Sawu

Tersedianya dokumen kegiatan dan pengkajian yang telah dilakukan di TNP Laut Sawu sebagai bahan masukan rencana penetapan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu

Rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta stakeholder terkait untuk membahas rencana penetapan TNP Laut Sawu

Adanya rencana penetapan TNP Laut Sawu yang telah disepakati bersama oleh pemerintah Pusat dan Daerah serta stakeholder terkait

BKKPN Kupang Kementerian KP Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Rapat evaluasi rencana penetapan

Adanya evaluasi rencana penetapan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Kementerian KP Pemprov NTT Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Surat Keputusan Menteri

Penetapan kawasan TNP Laut Sawu dengan SK Menteri

Diterbitkannya SK Menteri tentang penetapan kawasan

BKKPN Kupang Kementerian KP

300

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kelautan dan Perikanan TNP Laut Sawu, berdasarkan rekomendasi Gubernur

Penunjukan unit organisasi pengelola

Penunjukan unit organisasi pengelola kawasan dan disahkan dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan

Adanya unit organisasi pengelola kawasan yang ditunjuk dan disahkan dengan SK Menteri dengan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan yang telah ditentukan

BKKPN Kupang Kementerian KP

Pengumuman dan sosialisasi ke masyarakat

Pengumuman dan sosialisasi ke masyarakat

Masyarakat di dalam kawasan dan diluar TNP Laut Sawu mengetahui TNP Laut Sawu telah ditetapkan

BKKPN Kupang

Penunjukan Panitia penataan batas

Penunjukan panitia penataan batas kawasan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari

Direktur Jenderal atau Gubernur

SK panitia penataan batas yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI

BKKPN Kupang Kementerian KP

Penataan Batas Kawasan

Perancangan penataan batas kawasan;

Rancangan penataan batas kawasan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Pengukuran batas; Batas kawasan telah diukur Panitia Penataan Batas

301

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

BKKPN Kupang

Pemetaan batas kawasan; Batas kawasan telah

dipetakan

Panitia Penataan

Batas BKKPN Kupang

Pemasangan tanda batas dan pembuatan papan informasi batas kawasan;

Tanda batas dan papan informasi batas kawasan telah dibuat dan dipasang

BKKPN Kupang

Pembuatan berita acara tata batas; dan

Berita acara tata batas kawasan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Pengesahan batas kawasan konservasi perairan

Batas kawasan TNP Laut Sawu disahkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri, setelah berita acara tata batas kawasan konservasi perairan ditandatangani oleh

semua anggota panitia tata batas

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Sosialisasi penandaaan batas kawasan konservasi perairan;

Masyarakat di dalam kawasan dan diluar TNP Laut Sawu mengetahui batas kawasan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

302

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penataan kawasan TNP Laut Sawu

Penataan kawasan Penataan zonasi TNP Laut Sawu

Rencana Zonasi TNP Laut Sawu disusun berdasarkan data-data yang akurat dan

dianalisis secara komprehensif sesuai arahan dari Permen 30 Tahun 2010 dan disepakati oleh stakeholder dan masyarakat di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu

LSM

Padu serasi zonasi TNP Laut Sawu dengan RTRW Nasional/Provinsi/Kabupaten

Zonasi TNP Laut Sawu terintegrasi di dalam RTRW Nasional, RTRW Provinsi NTT dan RTRW Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi yang jelas dilapangan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah direkonstruksi sesuai dengan survey lapangan dan dipetakan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

303

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pembuatan papan informasi batas zonasi dan aturan dalam zonasi

Papan informasi batas-batas zonasi yang telah menampilkan peraturan-

peraturan di masing-masing zona TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses tahapan penyusunan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Pengesahan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

Rencana Zonasi TNP Laut Sawu disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

BKKPN Kupang Kementerian KP

Sosialisasi dan konsultasi publik zonasi TNP Laut Sawu ke tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu

Rencana zonasi TNP Laut Sawu disosialisasikan dan dikonsultasi publikkan ke tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu dan mendapatkan kesepakatan dari stakeholder dan masyarakat

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

304

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan perikanan tangkap dan

budidaya laut yang berkelanjutan

Pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran ikan yang

ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan dengan pendekatan zonasi

Formulasi kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh

ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

Kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh

ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pembuatan aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu.

Aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan formulasi dan analisis kebutuhan serta didukung kajian yang komprehensif

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pembuatan pedoman mekanisme kolaborasi perijinan bagi perikanan tangkap dan budidaya

Koordinasi dengan instansi terkait di dalam TNP Laut Sawu terkait dengan penyusunan mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya

Pedoman mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya di dalam TNP Laut Sawu yang disepakati semua pihak

BKKPN Kupang Pemprov NTT DKP Prov NTT DKP Kabupaten LSM

305

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan pedoman mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan

tangkap dan budidaya

BKKPN Kupang Pemprov NTT DKP Prov NTT

DKP Kabupaten/KPSP (Kantor Pelayanan Satu Pintu) LSM

Pelaksanaan mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya

Terlaksananya mekanisme perijinan dan pemberian rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya sesuai dengan pedomannya

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten/KPSP (Kantor Pelayanan Satu Pintu) LSM

Mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi hukum, tidak

dilaporkan dan tidak di atur (IUU fishing) di dalam TNP Laut Sawu.

Pengusulan perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

Perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Tim P4KKP Laut

Sawu Uniconsufish LSM

Pengelolaan keanekaragaman hayati dan

Survey dan monitoring sumber daya kelautan dan perikanan

Rapid Ecological Asessment (10 tahun sekali)

- Tersedianya petugas dari pengelola yang memiliki keahlian khusus dalam

BKKPN Kupang LIPI Uniconsufish

306

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

ekosistem TNP Laut Sawu Monitoring Manta Tow (2

tahun sekali)

kegiatan monitoring. - Survey dan monitoring sumber daya kelautan dan perikanan terlaksana sesuai dengan SOP masing-masing monitoring dan hasilnya digunakan sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan yang adaptif

BKKPN Kupang

Monitoring Kesehatan Terumbu Karang (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Penyu (setiap bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Mangrove (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Lamun (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring SPAGS (setiap bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Setasea (setiap tahun)

BKKPN Kupang LSM

Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya (Resource use monitoring) (setiap bulan)

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

Pengelolaan ekosistem, habitat dan populasi

Pemulihan/rehabilitasi habitat sumber daya

Terlaksananya kegiatan rehabilitasi pada lokasi-lokasi di dalam kawasan

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

307

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

yang perlu direhabilitasi berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

Uniconsufish

Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan restocking sumberdaya sesuai kebutuhan berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Uniconsufish

Perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan

Pengamanan kawasan TNP Laut Sawu

Patroli pengamanan fungsional:

- Patroli pengamanan dilakukan oleh pengelola sesuai dengan SOP patroli yang telah disusun - Berkurangnya pelanggaran dan gangguan di dalam kawasan

a. Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang

b. Patroli mendadak/insidentil BKKPN Kupang

c. Patroli pengamanan

bersama/joint patrol: - Patroli pengamanan

dilakukan secara bersama dengan stakeholder-stakeholder terkait (PPNS DKP, TNI AL, Polair) dan masyarakat sesuai dengan SOP patroli bersama yang telah disusun dan disepakati - Berkurangnya pelanggaran

1) Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten TNI AL Polair Masyarakat

308

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

2) Patroli mendadak/ insidentil

dan gangguan di dalam kawasan BKKPN Kupang

DKP Provinsi DKP Kabupaten

TNI AL Polair Masyarakat

Pemetan daerah rawan pelanggaran dan gangguan

Peta daerah rawan pelanggaran dan gangguan

BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten TNI AL Polair Masyarakat

Penyusunan mekanisme pelaporan pelanggaran

Penyusunan mekanisme pelaporan pelanggaran

Mekanisme pelaporan pelanggaran

BKKPN Kupang

Pembuatan pusat layanan pelaporan pelanggaran

Adanya pusat layanan pelaporan pelanggaran

BKKPN Kupang

Sosialisasi ke masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu tentang mekanisme pelaporan pelanggaran

Masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu mengetahui bagaimana penyampaian pelaporan pelanggaran sesuai mekanisme yang telah disusun ke pusat pelaporan pelanggaran

BKKPN Kupang DKP Kabupaten

309

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penegakan hukum atas pelanggaran dan gangguan dalam

kawasan TNP Laut Sawu

Proses hukum/penyelesaian kasus secara hukum

Semua kasus pelanggaran dalam kawasan TNP Laut Sawu diselesaikan secara

hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

BKKPN Kupang DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten

Polair TNI AL

Pengembangan industri kelautan yang lestari

Pengembangan bioteknologi kelautan

Studi pengembangan bioteknologi kelautan

Laporan studi pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam pengembangan bioteknologi kelautan

Adanya kerjasama dalam pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

Pengembangan energi terbarukan

Studi pengembangan energi terbarukan

Laporan studi pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam pengembangan energi terbarukan

Adanya kerjasama dalam pengembangan dan pengelolaan energi

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

310

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

terbarukan

Percontohan pengembangan energi terbarukan

Percontohan pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam

Pengembangan wisata bahari dan wisata budaya

Promosi dan penyebaran

informasi potensi pariwisata TNP laut Sawu (expose)

- Tersedia desain teknik pengembangan sarana prasarana wisata di zona pemanfaatan pariwisata - Mekanisme perijinan pengusahaan pariwisata yang dapat membangun iklim investasi dan ijin pariwisata (ijin masuk) - Adanya dampak dan manfaat ekonomi secara nyata bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

Rapat koordinasi pengembangan pengelolaan wisata

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

Peningkatan sarana dan prasarana destinasi wisata

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

311

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemberlakukan ijin dan karcis masuk

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi NTT

Disbudpar Kabupaten

Penetapan dan pemberlakuan mekanisme perizinan dan standarisasi usaha pariwisata alam dan budaya di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten

Pengembangan Sistem Pemantauan dan penanggulangan bencana alam secara kolaboratif dengan stakeholder

terkait

Studi dan kajian kerawanan bencana di dalam TNP Laut Sawu

Studi kerawanan bencana dan mitigasi bencana di dalam TNP Laut Sawu

Laporan studi kerawanan bencana dan mitigasi bencana di dalam TNP Laut Sawu

BNPB BPBD DKP Provinsi Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

Sosialisasi penanggulangan

bencana

Sosialisasi penanggulangan bencana ke masyarakat dan

stakeholder

Masyarakat dan stakeholder mengetahui ancaman

bencana di lokasinya dan bagaimana penanggulangannya

BNPB BPBD

DKP Provinsi Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

312

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana

Pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana

Terlaksananya pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana secara kolaboratif

dengan stakeholder terkait

BNPB BPBD DKP Provinsi

Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

Pengembangan fasilitas evakuasi dan pemulihan

Pengembangan fasilitas evakuasi dan pemulihan

Adanya pengembangan fasilitas evakuasi pada saat bencana alam dan pemulihan pasca terjadinya bencana alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

BNPB BPBD DKP Provinsi Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

Pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam

Pengumpulan data dan informasi habitat perairan dalam

Pengumpulan data dan informasi habitat perairan dalam

Data dan informasi habitat perairan dalam

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat LSM

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Laporan Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat LSM

313

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pengelolaan menghadapi

perubahan iklim

Kolaborasi antara unit pengelola, lembaga pemerintah, organisasi

konservasi, sektor swasta, dan masyarakat lokal dalam pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Rapat koordinasi regular antara unit dengan stakeholder terkait dalam

membahas kolaborasi pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Adanya koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan pengelolaan

menghadapi perubahan iklim

Pemerintah Pusat Pemprov NTT Pemda Kabupaten

BKKPN Kupang LSM

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat dan stakeholder terkait

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat dan stakeholder terkait

Masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu mengetahui informasi mengenai dampak perubahan iklim dan bagaimana mitigasinya

BKKPN Kupang Pemerintah Pusat Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penerapan manajemen adaptif di TNP laut Sawu untuk memungkinkan respon

yang efektif terhadap perubahan iklim, tuntutan, dan tekanan pada kawasan

Penerapan manajemen adaptif untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim

Tersedianya mekanisme untuk mengatasi ketidakpastian perubahan iklim, melindungi daerah-

daerah kritis yang tahan terhadap perubahan iklim dan yang berfungsi sebagai tempat perlindungan untuk mensuplai daerah yang terkena dampak, memahami dan mempertahankan konektivitas antara habitat

BKKPN Kupang

314

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

untuk meningkatkan penambahan kembali secara bersama-sama dan pemulihan untuk menjaga hubungan fungsional antar habitat terkait serta mengelola ekosistem agar kesehatan dan ketahanannya tetap terjaga dengan memonitor beberapa indikator keefektifan tindakan ini sebagai dasar bagi pengelolaan adaptif.

Penguatan dukungan ilmiah untuk TNP Laut Sawu agar sesuai dengan kondisi local untuk memastikan kawasan dikelola, dirancang dan berhasil bertahan terhadap

perubahan iklim.

Studi identifikasi dan inventarisasi daerah-daerah serta sumberdaya hayati yang resilient dan rawan terhadap perubahan iklim

Laporan studi identifikasi dan inventarisasi daerah-daerah serta sumberdaya hayati yang resilient dan rawan terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang LSM

Perancangan zonasi kawasan yang resilient terhadap perubahan iklim

Rencana zonasi TNP Laut Sawu yang resilient terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

315

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan populasi setasea

Kelengkapan data untuk mendukung zonasi dan pengelolaan

setasea

Survey setasea dengan menggunakan kapal (cetacean boat survey)

Data dan analisis hasil survey setasea untuk kemudian sebagai bahan

dalam pengambilan kebijakan pengelolaan kawasan dan setasea

BKKPN Kupang Kementrian KP Tim P4KKP Laut

Sawu LSM

Pelibatan masyarakat dan operator wisata secara aktif untuk melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar)

Adanya kerjasama dengan masyarakat operator wisata untuk secara aktif melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar) di TNP Laut sawu

BKKPN Kupang Operator Wisata Masyarakat LSM

Pengembangan dan peningkatan kapasitas dalam mendukung pengelolaan setasea

Pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi pengelola dan tim lokal secara langsung bersamaan dengan kegiatan survei dan penelitian (misal: penanganan paus terdampar, survey setasea, incidental

monitoring)

- Terbentuknya kelompok masyarakat peduli setasea di tiap kabupaten didalam TNP Laut Sawu yang mampu untuk melakukan penanganan setasea terdampar

- Adanya protocol penanganan dan penyelamatan setasea terdampar di TNP Laut Sawu - Tersedianya SDM pengelola yang mampu untuk melakukan survey dan penelitian tentang setasea

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten Masyarakat LSM

316

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan wisata melihat setasea

Studi kelayakan wisata melihat paus dan lumba-lumba

Dokumen Studi yang mencakup analisis kelayakan dan rekomendasi lokasi-

lokasi yang layak untuk wisata melihat paus dan lumba-lumba dan aspek yang berkaitan lainnya

BKKPN Kupang LSM

Pengurangan ancaman setasea dari limbah dan polusi di laut

Kampanye Polusi di Laut (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan feri, kapal, dll.

- Adanya kerjasama dengan angkutan perairan yang melintas pada perairan TNP Laut Sawu untuk mengurangi ancaman terhadap setasea dari limbah dan polusi di laut - Tersedianya sarana dan prasarana kebersihan pada alat angkut yang melintas di TNP Laut Sawu - Tersedianya publikasi polusi di laut (stiker, papan informasi larangan ataupun melalui suara/mikrofon ) pada angkutan perairan

BKKPN Kupang Dishub NTT Dishub Kabupaten PT. ASDP Indonesia Ferry DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

317

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penelitian, pengembangan dan penerapan

ilmu dan teknologi kelautan

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan

teknologi perikanan budidaya

Penyusunan rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT

DKP Kabupaten LSM

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Pengembangan teknologi perikanan budidaya berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah lingkungan untuk mendukung perikanan yang berkelanjutan

Penyusunan rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap

Rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah lingkungan

Pengembangan teknologi perikanan tangkap berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

318

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan

terlaksananya kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

Laporan survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

BKKPN Kupang Uniconsufish Komnaskajiskan DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Pengelolaan pelayaran

Pengelolaan keamanan dan kenyamanan pelayaran

Rapat koordinasi antara Lembaga Pengelola dengan dinas terkait untuk pengelolaan alur pelayaran

Tersedianya sistem dan koordinasi yang disepakati parapihak dalam pengelolaan keamanan dan pelayaran

BKKPN Kupang Dishub NTT Dishub Kabupaten PT. ASDP Indonesia Ferry

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

Terlaksananya monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

BKKPN Kupang

319

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kecil)

3 Penguatan sosial ekonomi dan budaya

Peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan

Kampanye Konservasi Perairan dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Diskusi Rutin Penyadaran Konservasi Perairan dengan kelompok masyarakat dan penerima manfaat lainnya di wilayah TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM

Kampanye Penyadaran Konservasi Perairan dan penyebarluasan informasi Peraturan dan Perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan serta peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM

Pembentukan dan pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Identifikasi kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Teridentifikasinya kelompok-kelompok masyarakat peduli konservasi

BKKPN Kupang Pemda Kabupaten LSM

Pembentukan dan pelatihan Kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Terbentuk dan terlatihnya Kelompok masyarakat peduli konservasi perairan di masing-masing Kabupaten di

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat Pemda Kabupaten LSM

320

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok masyarakat peduli konservasi

perairan

dalam TNP Laut Sawu BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat Pemda Kabupaten

LSM

Kerjasama pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan dan penerapannya di sekolah dasar dan menengah

Pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan

Kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan yang diterapkan di SD dan SMP di Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten LSM

Pelatihan dan penyegaran guru konservasi

BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten LSM

Kerja sama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten

Evaluasi BKKPN Kupang Dinas Pendidikan

Kabupaten

Pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan komunikasi TNP

Penyebaran informasi melalui media massa (Website, TV, Radio, Surat Kabar dan majalah)

Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP Laut Sawu tersebar luas melalui media massa

BKKPN Kupang LSM

Update Ragam Informasi yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

321

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Laut Sawu Diskusi Rutin dengan Jurnalis Lokal NTT

BKKPN Kupang LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang LSM

Memfasilitasi kunjungan/ peliputan media

BKKPN Kupang LSM

Desain dan Pembuatan Material Publikasi TNP Laut Sawu

Perancangan desain dan materi, pencetakan bahan, penyebarluasan dan evaluasi

Terbitnya material publikasi TNP Laut Sawu secara berkala

BKKPN Kupang LSM

Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu melalui ragam kegiatan Publik

Partisipasi dalam kegiatan Pameran, Eksebisi, Festival di tingkat lokal,regional, nasional dan internasional

Informasi mengenai TNP Laut Sawu disebarluaskan melalui kegiatan-kegiatan di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional

BKKPN Kupang LSM

Pengembangan partisipasi

masyarakat

Pengembangan kapasitas masyarakat

dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara lestari

Pelatihan perancangan dan pengelolaan kawasan

konservasi laut

Terlaksananya pelatihan perancangan dan

pengelolaan kawasan konservasi laut

BKKPN Kupang LSM

322

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut

Sawu

Penguatan kelompok-kelompok pengguna sumberdaya (nelayan dan

pembudidaya) melalui pertemuan reguler dan pelatihan pengorganisasian masyarakat

Terlaksananya pertemuan reguler kelompok-kelompok pengguna sumberdaya

(nelayan dan pembudidaya) dan pelatihan pengorganisasian masyarakat

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM Lokal

LSM

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan pengawasan berbasis masyarakat

Mekanisme pengawasan berbasis masyarakat

BKKPN Kupang DKP Kabupaten LSM

Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat pengawas

Terbentuknya kelompok masyarakat pengawas di masing-masing daerah di dalam TNP Laut Sawu

DKP Kabupaten BKKPN Kupang LSM

Pemberdayaan masyarakat pesisir

Penguatan kapasitas masyarakat pengguna sumberdaya laut

Pelatihan manajemen usaha dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

Kapasitas masyarakat meningkat dalam manajemen usaha perikanan dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

DKP Kabupaten BKKPN Kupang Uniconsufish

Pelatihan teknis mitigasi bencana

Kapasitas dan pengetahuan masyarakat meningkat dalam upaya mitigasi bencana

DKP Kabupaten BKKPN Kupang Uniconsufish

323

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat pengguna sumberdaya

kelautan dan perikanan di dalam TNP laut Sawu

Bantuan modal kerja untuk meningkatkan skala usaha masyarakat pengguna

sumberdaya kelautan dan perikanan

Meningkatnya usaha masyarakat

DKP Kabupaten DKP Provinsi

Pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan

Pengembangan mata pencaharian masyarakat secara berkelanjutan (Sustainable livelihood)

Studi pengembangan mata pencaharian alternatif untuk mengurangi tekanan atas sumberdaya dan meningkatkan peluang-peluang ekonomi masyarakat

Mata pencaharian alternatif yang cocok diimplementasikan di masing-masing daerah berdasarkan survey dan analisis

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Demplot dan pelatihan untuk pengembangan mata pencaharian alternative masyarakat dan diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan

budidaya

Adanya demplot dan pelatihan mata pencaharian alternative masyarakat yang diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan

budidaya yang kemudian direplikasi di daerah lainnya

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lokal LSM

324

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelatihan dan pengembangan ekowisata bagi kelompok masyarakat di dalam TNP Laut

Sawu dan diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan budidaya

Terlaksananya pelatihan dan pengembangan ekowisata bagi kelompok masyarakat di

dalam TNP Laut Sawu dan diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan budidaya

BKKPN Kupang Disbudpar NTT Disbudpar

Kabupaten LSM Lokal LSM

Pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir

Pelestarian kearifan local masyarakat pesisir

Identifikasi dan inventarisasi kearifan local masyarakat pesisir di dalam TNP Laut Sawu

Data dan informasi kearifan local masyarakat pesisir di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Fasilitasi revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

Terlaksananya revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

BKKPN Kupang LSM Lokal LSM

Monitoring dan evaluasi

Monitoring persepsi Monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

Terlaksananya monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Monitoring dan evaluasi program

Monitoring dan evaluasi Kampanye Konservasi dan

Terlaksananya monitoring dan evaluasi Kampanye

BKKPN Kupang LSM

325

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan demplot pengembangan mata pencaharian alternative masyarakat

Terlaksananya monitoring dan evaluasi pelaksanaan demplot pengembangan mata pencaharian alternative masyarakat

BKKPN Kupang LSM

326

C. Rencana Jangka Menengah II (5 Tahun Kedua)

1. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:

a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;

b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan ;

c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan

Umum;

d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;

e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;

f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;

g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;

h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut

Sawu;

i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;

j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;

k. monitoring dan evaluasi.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

Penguatan pengelolaan sumber Daya kawasan dilakukan melalui program:

a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;

b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang

berkelanjutan;

c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;

d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;

e. pengembangan industri kelautan yang lestari;

f. pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam;

g. pengembangan Pengelolaan menghadapi perubahan iklim;

h. pengelolaan populasi setasea;

i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi

kelautan;

j. pengelolaan pelayaran;

k. monitoring dan evaluasi program.

3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:

a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;

b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan

komunikasi TNP Laut Sawu;

c. pengembangan partisipasi masyarakat;

327

d. pemberdayaan masyarakat pesisir;

e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;

f. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana

terdapat dalam matriks sebagai berikut.

328

MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 2

TNP LAUT SAWU TAHUN 2019-2023

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan Kelembagaan

Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu

Penyusunan rencana formasi SDM pengelola TNP Laut Sawu

Menyusun kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan SDM TNP Laut Sawu

Formasi personel TNP Laut Sawu disusun berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut Sawu direkruit berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Peningkatan kemampuan dan profesionalisme pengelola TNP Laut Sawu

Diklat/kursus/penyegaran, magang

SDM Pengelola telah dididik dan dilatih sesuai dengan tupoksi untuk mengelola TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Studi banding ke KKP lain yang telah dikelola dengan baik

Kemampuan pengelola meningkat dalam mengelola TNP Laut Sawu dan mendapatkan lesson learnt yang dapat diaplikasikan dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

329

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Peningkatan sarana prasarana

Pengembangan dan pembangunan gedung kantor

Gedung kantor pengelola TNP Laut Sawu terbangun dan terpenuhi fasilitasnya

untuk menunjang pengelolaan

BKKPN Kupang

Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk menunjang aktifitas pengelolaan

BKKPN Kupang

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara dan berfungsi dengan baik untuk mendukung pengelolaan

BKKPN Kupang

Perencanaan dan pengendalian pengelolaan

Penyusunan Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu

Penyusunan dan review Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

Dokumen Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penyusunan program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

Dokumen program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

330

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan rencana kerja pengelolaan tahunan

Dokumen rencana kerja pengelolaan tahunan

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu

Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Sosialisasi dan konsultasi publik Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu di tingkat stakeholder dan masyarakat

Adanya masukan dari stakeholder dan masyarakat untuk penyempurnaan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan dan pelatihan pelaksanaan SOP

Penyusunan dan pelatihan implementasi SOP tentang administrasi perkantoran dan pengelolaan keuangan

- Dokumen SOP tentang administrasi perkantoran dan pengelolaan keuangan - Adanya SDM pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam administrasi perkantoran

dan pengelolaan keuangan

BKKPN Kupang

Penyusunan SOP tentang sarana prasarana

Dokumen SOP tentang sarana prasarana

BKKPN Kupang

331

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan SOP tentang patroli reguler dan patroli bersama

Dokumen SOP tentang patroli reguler dan patroli bersama

BKKPN Kupang DKP Provinsi dan Kabupaten

TNI AL Polair LSM

Penyusunan SOP tentang penelitian dan pendidikan

Dokumen SOP tentang penelitian dan pendidikan

BKKPN Kupang

Penyusunan SOP tentang pelaksanaan kegiatan pariwisata alam perairan

Dokumen SOP tentang pelaksanaan kegiatan pariwisata alam perairan

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi dan Kabupaten

Penyusunan SOP tentang pelaksanaan kegiatan budidaya

Dokumen SOP tentang pelaksanaan kegiatan budidaya

BKKPN Kupang DKP Provinsi dan Kabupaten

Penyusunan SOP tentang pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap

Dokumen SOP tentang pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap

BKKPN Kupang DKP Provinsi dan Kabupaten

Penyusunan SOP dan pelatihan monitoring sumber daya:

332

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

a. Monitoring Pemetaan Partisipatif

1) Dokumen SOP Monitoring Pemetaan Partisipatif

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring pemetaan partisipatif

BKKPN Kupang LSM

b. Monitoring Manta Tow 1) Dokumen SOP Monitoring Manta Tow

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring manta tow

BKKPN Kupang LSM

c. Monitoring Kesehatan Karang (reef health monitoring)

1) Dokumen SOP Monitoring Kesehatan

Karang (Reef Health Monitoring)

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Kesehatan Karang (Reef

BKKPN Kupang LSM

333

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Health Monitoring)

d. Monitoring Ikan Karang 1) Dokumen SOP Monitoring Ikan Karang

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Ikan Karang

BKKPN Kupang LSM

e. Monitoring Insidental 1) Dokumen SOP Monitoring Insidental

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung

jawab dalam pelaksanaan monitoring insidental

BKKPN Kupang LSM

334

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

f. Monitoring Pemanfaatan Sumber Daya (Resource Use Monitoring)

1) Dokumen SOP Monitoring Pemanfaatan Sumber Daya (Resource Use Monitoring)

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Pemanfaatan Sumber Daya (Resource Use Monitoring)

BKKPN Kupang LSM

g. Monitoring Lamun 1) Dokumen SOP Monitoring Lamun

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Lamun

BKKPN Kupang LSM

h. Monitoring Mangrove 1) Dokumen SOP

Monitoring Mangrove

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Mangrove

BKKPN Kupang

LSM

i. Monitoring Setasea 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang

335

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring Setasea

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung

jawab dalam pelaksanaan monitoring Setasea

LSM

j. Monitoring Penyu 1) Dokumen SOP Monitoring Penyu

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring Penyu

BKKPN Kupang LSM

k. Monitoring SPAG (Spawning Aggregation Site)

1) Dokumen SOP Monitoring SPAG (Spawning Aggregation Site)

2) Tenaga pengelola yang terlatih dan bertanggung

jawab dalam pelaksanaan monitoring SPAG (Spawning Aggregation Site)

BKKPN Kupang LSM

Pengembangan sistem pengelolaan

Pembentukan mekanisme pengelolaan kolaborasi

Membuat rancangan/model mekanisme pengelolaan kolaborasi

a. Mekanisme pengelolaan kolaboratif

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

336

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

kolaborasi b. MoU para pihak dalam

pengelolaan kolaboratif

c. Adanya forum pengelolaan kolaborasi

LSM

Pembentukan Forum Pengelolaan Kolaborasi

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penerapan model mekanisme pengelolaan kolaborasi

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penguatan peran forum kolaborasi para Pihak

Memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM forum

Meningkatnya peran forum kolaborasi para pihak melalui peningkatan kapasitas SDM dan koordinasi rutin

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Koordinasi rutin dengan para

pihak

BKKPN Kupang

Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance

Merancang mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Dokumen mekanisme keluhan yang disepakati para pihak yang relevan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

337

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Mechanism) Implementasi dan evaluasi mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Terlaksananya dan terevaluasinya implementasi mekanisme keluhan

(Grievance Mechanism)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

LSM

Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan kerjasama dengan institusi/lembaga/pihak lain dalam rangka efektifitas dan peningkatan kapasitas pengelolaan (pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, kelompok/lembaga masyarakat) lingkup lokal, regional, nasional dan internasional

Kerjasama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

Adanya kerjasama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Kerjasama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

Adanya kerjasama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LSM Lembaga lain

Kerjasama dalam survey/ kajian dan penerapan IPTEK

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan terlaksananya kerjasama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

338

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi kerjasama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi kerjasama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Uniconsufish LSM Lembaga lain

Pengembangan mekanisme kerjasama pengelolaan

Penyusunan MoU kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu

MoU kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Penyusunan rencana kerja bersama

Adanya rencana kerja bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Pelaksanaan rencana kerja bersama

Terlaksananya rencana kerja bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT

Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

339

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi bersama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

LSM Lembaga lain

Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu

Penyusunan rencana anggaran kebutuhan pengelolaan dan peluang sumber pendanaan berkelanjutan

Penyusunan rincian kebutuhan anggaran per kegiatan

Dokumen rencana anggaran tahunan

BKKPN Kupang LSM

Analisis peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan

Hasil analisis peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan

BKKPN Kupang LSM

Pengembangan mekanisme pendanaan berkelanjutan

Penyusunan mekanisme pendanaan berkelanjutan

a. Dokumen mekanisme pendanaan berkelanjutan

b. Teralokasinya budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan APBD Tingkat

Provinsi dan Tingkat Kabupaten

BKKPN Kupang Pemprov NTT LSM

Pengusulan pengalokasian budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan

APBD Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

340

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penggalian sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas

kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll.

c. Tersedianya sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis

masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengelolaan

BKKPN Kupang

Penetapan standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu

Penyusunan standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu berdasarkan syarat profesionalisme

Dokumen standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu berdasarkan syarat profesionalisme

BKKPN Kupang

Akuntabilitas pendanaan

Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk penggunaan anggaran

BKKPN Kupang

Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraan urusan tata usaha dan

Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan

Penyediaan gaji, honorarium dan tunjangan

Gaji, honorarium dan tunjangan terkelola dengan baik dan akuntabel

BKKPN Kupang

341

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

rumah tangga perkantoran Penyelenggaraan

operasional perkantoran

Rapat-rapat koordinasi/konsultasi /kerja/dinas

Operasional perkantoran terselenggara dengan baik

BKKPN Kupang

Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan prasarana

Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan pengelola terawat dan digunakan untuk menunjang pengelolaan

BKKPN Kupang

Perawatan peralatan BKKPN Kupang

Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan bermotor

BKKPN Kupang

Penyelenggaraan tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan

dokumentasi

Pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi

Tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi terlaksana dengan baik

BKKPN Kupang

342

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan peraturan yang mendukung

pengelolaan TNP Laut Sawu

Mendorong penyusunan rancangan peraturan yang

mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Dukungan dalam menyusun draft akademik perda pengelolaan kolaboratif,

pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

Adanya dukungan dari pengelola dalam menyusun draft akademik perda

pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

Kerjasama antar unit organisasi pengelola

Rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

Terlaksananya rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

BKKPN Kupang BBKSDA NTT Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

Adanya kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

BKKPN Kupang BBKSDA NTT Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu

Pengembangan Database

Merancang desain database a.Tersedianya SDM pengelola database.

b. Desain database TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Pemasukan update data Data dan informasi terbaharui secara reguler

BKKPN Kupang

343

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyajian dan pengelolaan data

Database TNP Laut Sawu dikelola dan disajikan dalam bentuk peta, laporan,

maupun terintegrasi didalam website

BKKPN Kupang

Pembuatan Website Merancang desain website Desain website TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Pemasukan update data di website

a. Tersedianya SDM pengelola website.

b. Website TNP Laut Sawu selalu terupdate secara regular

BKKPN Kupang

Penyajian dan pengelolaan website

Website TNP Laut Sawu bisa diakses secara global oleh semua kalangan dan dikelola dan diupdate secara regular

BKKPN Kupang

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi kelembagaan

Melakukan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan kerjasama/kemitraan)

Laporan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan kerjasama/kemitraan)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

2 Penguatan pengelolaan sumber daya

Penetapan kawasan TNP Laut

Evaluasi rencana penetapan

Penyusunan dokumen kegiatan dan kajian yang telah dilaksanakan di TNP

Tersedianya dokumen kegiatan dan pengkajian yang telah dilakukan di TNP

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu

344

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

kawasan Laut Sawu Laut Sawu sebagai bahan masukan rencana penetapan TNP Laut Sawu

Rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta stakeholder terkait untuk membahas rencana penetapan TNP Laut Sawu

Adanya rencana penetapan TNP Laut Sawu yang telah disepakati bersama oleh pemerintah Pusat dan Daerah serta stakeholder terkait

BKKPN Kupang Kementerian KP Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Rapat evaluasi rencana penetapan

Adanya evaluasi rencana penetapan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Kementerian KP Pemprov NTT Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Surat Keputusan Menteri

Penetapan kawasan TNP Laut Sawu dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan

Diterbitkannya SK Menteri tentang penetapan kawasan TNP Laut Sawu, berdasarkan rekomendasi Gubernur

BKKPN Kupang Kementerian KP

Penunjukan unit organisasi pengelola

Penunjukan unit organisasi pengelola kawasan dan disahkan dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan

Adanya unit organisasi pengelola kawasan yang ditunjuk dan disahkan dengan SK Menteri dengan tugas pokok dan fungsi

BKKPN Kupang Kementerian KP

345

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

sesuai dengan yang telah ditentukan

Pengumuman dan sosialisasi ke masyarakat

Pengumuman dan sosialisasi ke masyarakat

Masyarakat di dalam kawasan dan diluar TNP Laut Sawu mengetahui TNP Laut Sawu telah ditetapkan

BKKPN Kupang

Penunjukan Panitia penataan batas

Penunjukan panitia penataan batas kawasan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal atau Gubernur

SK panitia penataan batas yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI

BKKPN Kupang Kementerian KP

Penataan Batas Kawasan

Perancangan penataan batas kawasan;

Rancangan penataan batas kawasan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Pengukuran batas; Batas kawasan telah diukur Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Pemetaan batas kawasan; Batas kawasan telah dipetakan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

346

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemasangan tanda batas dan pembuatan papan informasi batas kawasan;

Tanda batas dan papan informasi batas kawasan telah dibuat dan dipasang

BKKPN Kupang

Pembuatan berita acara tata batas; dan

Berita acara tata batas kawasan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Pengesahan batas kawasan konservasi perairan

Batas kawasan TNP Laut Sawu disahkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri, setelah berita acara tata batas kawasan konservasi perairan ditandatangani oleh semua anggota panitia tata batas

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Sosialisasi penandaaan batas kawasan konservasi perairan;

Masyarakat di dalam kawasan dan diluar TNP Laut Sawu mengetahui batas kawasan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Penataan kawasan TNP Laut Sawu

Penataan kawasan Penataan zonasi TNP Laut Sawu

Rencana Zonasi TNP Laut Sawu disusun berdasarkan data-data yang akurat dan dianalisis secara komprehensif sesuai arahan dari Permen 30 Tahun 2010 dan disepakati oleh

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu LSM

347

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

stakeholder dan masyarakat di dalam TNP Laut Sawu

Padu serasi zonasi TNP Laut Sawu dengan RTRW Nasional/Provinsi/Kabupaten

Zonasi TNP Laut Sawu terintegrasi di dalam RTRW Nasional, RTRW Provinsi NTT dan RTRW Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi yang jelas dilapangan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah

direkonstruksi sesuai dengan survey lapangan dan dipetakan

BKKPN Kupang

Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

348

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pembuatan papan informasi batas zonasi dan aturan dalam zonasi

Papan informasi batas-batas zonasi yang telah menampilkan peraturan-

peraturan di masing-masing zona TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses tahapan penyusunan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Pengesahan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

Rencana Zonasi TNP Laut Sawu disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

BKKPN Kupang Kementerian KP

Sosialisasi dan konsultasi publik zonasi TNP Laut Sawu ke tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu

Rencana zonasi TNP Laut Sawu disosialisasikan dan dikonsultasi publikkan ke tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu dan mendapatkan kesepakatan dari stakeholder dan masyarakat

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

349

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan perikanan tangkap dan

budidaya laut yang berkelanjutan

Pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran ikan yang

ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan dengan pendekatan zonasi

Formulasi kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh

ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

Kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh

ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pembuatan aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu.

Aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan formulasi dan analisis kebutuhan serta didukung kajian yang komprehensif

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pembuatan pedoman mekanisme kolaborasi perijinan bagi perikanan tangkap dan budidaya

Koordinasi dengan instansi terkait di dalam TNP Laut Sawu terkait dengan penyusunan mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya

Pedoman mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya di dalam TNP Laut Sawu yang disepakati semua pihak

BKKPN Kupang Pemprov NTT DKP Prov NTT DKP Kabupaten LSM

350

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan pedoman mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan

tangkap dan budidaya

BKKPN Kupang Pemprov NTT DKP Prov NTT

DKP Kabupaten/KPSP (Kantor Pelayanan Satu Pintu) LSM

Pelaksanaan mekanisme perijinan dan rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya

Terlaksananya mekanisme perijinan dan pemberian rekomendasi bagi perikanan tangkap dan budidaya sesuai dengan pedomannya

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten/KPSP (Kantor Pelayanan Satu Pintu) LSM

Mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi hukum, tidak

dilaporkan dan tidak di atur (IUU fishing) di dalam TNP Laut Sawu.

Pengusulan perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

Perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Tim P4KKP Laut

Sawu Uniconsufish LSM

Pengelolaan keanekaragaman hayati dan

Survey dan monitoring sumber daya kelautan dan perikanan

Rapid Ecological Asessment (10 tahun sekali)

a. Tersedianya petugas dari pengelola yang memiliki keahlian khusus dalam

BKKPN Kupang LIPI Uniconsufish

351

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

ekosistem TNP Laut Sawu Monitoring Manta Tow (2

tahun sekali)

kegiatan monitoring.

b. Survey dan monitoring sumber daya kelautan

dan perikanan terlaksana sesuai dengan SOP masing-masing monitoring dan hasilnya digunakan sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan yang adaptif

BKKPN Kupang

Monitoring Kesehatan Terumbu Karang (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Penyu (setiap bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Mangrove (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Lamun (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring SPAGS (setiap bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Setasea (setiap tahun)

BKKPN Kupang LSM

Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya (Resource use monitoring) (setiap bulan)

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

Pengelolaan ekosistem, habitat dan populasi

a. Pemulihan/rehabilitasi habitat sumber daya

Terlaksananya kegiatan rehabilitasi pada lokasi-lokasi di dalam kawasan

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

352

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

yang perlu direhabilitasi berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

Uniconsufish

b. Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan restocking sumberdaya sesuai kebutuhan berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Uniconsufish

Perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan

Pengamanan kawasan TNP Laut Sawu

1. Patroli pengamanan fungsional :

1) Patroli pengamanan dilakukan oleh pengelola sesuai dengan SOP patroli yang telah disusun

2) Berkurangnya pelanggaran dan gangguan di dalam kawasan

a. Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang

b. Patroli mendadak/insidentil

BKKPN Kupang

2. Patroli pengamanan bersama/joint patrol:

1) Patroli pengamanan dilakukan secara

353

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

a. Patroli rutin/reguler bersama dengan stakeholder-stakeholder terkait (PPNS DKP, TNI AL, Polair) dan masyarakat sesuai dengan SOP patroli bersama yang telah disusun dan disepakati

2) Berkurangnya pelanggaran dan gangguan di dalam kawasan

BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten

TNI AL Polair Masyarakat

b. Patroli mendadak/insidentil

BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten TNI AL Polair Masyarakat

3. Pemetan daerah rawan pelanggaran dan gangguan

Peta daerah rawan pelanggaran dan gangguan

BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten TNI AL Polair Masyarakat

Penyusunan mekanisme pelaporan pelanggaran

a. Penyusunan mekanisme pelaporan pelanggaran

Mekanisme pelaporan pelanggaran

BKKPN Kupang

b. Pembuatan pusat layanan pelaporan pelanggaran

Adanya pusat layanan pelaporan pelanggaran

BKKPN Kupang

354

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

c. Sosialisasi ke masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut

Sawu tentang mekanisme pelaporan pelanggaran

Masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu mengetahui

bagaimana penyampaian pelaporan pelanggaran sesuai mekanisme yang telah disusun ke pusat pelaporan pelanggaran

BKKPN Kupang DKP Kabupaten

Penegakan hukum atas pelanggaran dan gangguan dalam kawasan TNP Laut Sawu

Proses hukum/penyelesaian kasus secara hukum

Semua kasus pelanggaran dalam kawasan TNP Laut Sawu diselesaikan secara hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

BKKPN Kupang DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten Polair TNI AL

Pengembangan industri kelautan yang lestari

Pengembangan bioteknologi kelautan

a. Studi pengembangan bioteknologi kelautan

Laporan studi pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

b. Kemitraan dalam pengembangan bioteknologi kelautan

Adanya kerjasama dalam pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

355

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

c. Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas

Pemerintah Pusat

Pengembangan energi terbarukan

a. Studi pengembangan energi terbarukan

Laporan studi pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

b. Kemitraan dalam pengembangan energi terbarukan

Adanya kerjasama dalam pengembangan dan pengelolaan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

c. Percontohan pengembangan energi terbarukan

Percontohan pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan

dan wisata alam

Pengembangan wisata bahari dan wisata budaya

a. Promosi dan penyebaran informasi potensi pariwisata TNP laut Sawu

(expose)

- Tersedia desain teknik pengembangan sarana prasarana wisata di zona

pemanfaatan pariwisata - Mekanisme perijinan pengusahaan pariwisata yang dapat membangun iklim investasi dan ijin pariwisata (ijin masuk) - Adanya dampak dan manfaat ekonomi secara

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar

Kabupaten BKKPN

b. Rapat koordinasi pengembangan pengelolaan wisata

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

356

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

c. Peningkatan sarana dan prasarana destinasi wisata

nyata bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah Disbudpar Provinsi

NTT Disbudpar

Kabupaten BKKPN

d. Pemberlakukan ijin dan karcis masuk

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten

e. Penetapan dan pemberlakuan mekanisme perizinan dan standarisasi usaha pariwisata alam dan budaya di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten

Pengembangan Sistem Pemantauan dan penanggulangan bencana alam

Studi dan kajian kerawanan bencana di dalam TNP Laut Sawu

Studi kerawanan bencana dan mitigasi bencana di dalam TNP Laut Sawu

Laporan studi kerawanan bencana dan mitigasi bencana di dalam TNP Laut Sawu

BNPB BPBD DKP Provinsi Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

357

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

Sosialisasi penanggulangan bencana

Sosialisasi penanggulangan bencana ke masyarakat dan stakeholder

Masyarakat dan stakeholder mengetahui ancaman bencana di lokasinya dan

bagaimana penanggulangannya

BNPB BPBD DKP Provinsi

Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

Pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana

Pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana

Terlaksananya pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

BNPB BPBD DKP Provinsi Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

Pengembangan fasilitas evakuasi dan pemulihan

Pengembangan fasilitas evakuasi dan pemulihan

Adanya pengembangan fasilitas evakuasi pada saat bencana alam dan pemulihan pasca terjadinya bencana alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

BNPB BPBD DKP Provinsi Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang

Pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam

Pengumpulan data dan informasi habitat perairan dalam

Pengumpulan data dan informasi habitat perairan dalam

Data dan informasi habitat perairan dalam

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat LSM

358

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta

pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan

sumberdaya laut dalam

Laporan Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan

dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas

Pemerintah Pusat LSM

Pengembangan Pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Kolaborasi antara unit pengelola, lembaga pemerintah, organisasi konservasi, sektor swasta, dan masyarakat lokal dalam pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Rapat koordinasi regular antara unit dengan stakeholder terkait dalam membahas kolaborasi pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Adanya koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Pemerintah Pusat Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang LSM

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat

dan stakeholder terkait

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat dan stakeholder terkait

Masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu mengetahui informasi mengenai dampak perubahan iklim dan

bagaimana mitigasinya

BKKPN Kupang Pemerintah Pusat Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penerapan manajemen adaptif di TNP laut Sawu untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim,

Penerapan manajemen adaptif untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim

Tersedianya mekanisme untuk mengatasi ketidakpastian perubahan iklim, melindungi daerah-daerah kritis yang tahan terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang

359

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

tuntutan, dan tekanan pada kawasan

dan yang berfungsi sebagai tempat perlindungan untuk mensuplai daerah yang terkena dampak, memahami dan mempertahankan konektivitas antara habitat untuk meningkatkan penambahan kembali secara bersama-sama dan pemulihan untuk menjaga hubungan fungsional antar habitat terkait serta mengelola ekosistem agar kesehatan dan ketahanannya tetap terjaga dengan memonitor beberapa indikator keefektifan tindakan ini sebagai dasar bagi pengelolaan adaptif.

Penguatan dukungan ilmiah untuk TNP Laut

Sawu agar sesuai dengan kondisi local untuk memastikan kawasan dikelola,

Studi identifikasi dan inventarisasi daerah-daerah

serta sumberdaya hayati yang resilient dan rawan terhadap perubahan iklim

Laporan studi identifikasi dan inventarisasi daerah-

daerah serta sumberdaya hayati yang resilient dan rawan terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang LSM

360

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dirancang dan berhasil bertahan terhadap perubahan iklim.

Perancangan zonasi kawasan yang resilient terhadap perubahan iklim

Rencana zonasi TNP Laut Sawu yang resilient terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pengelolaan populasi setasea

Kelengkapan data untuk mendukung zonasi dan pengelolaan setasea

Survey setasea dengan menggunakan kapal (cetacean boat survey)

Data dan analisis hasil survey setasea untuk kemudian sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan kawasan dan setasea

BKKPN Kupang Kementrian KP Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pelibatan masyarakat dan operator wisata secara aktif untuk melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar)

Adanya kerjasama dengan masyarakat operator wisata untuk secara aktif melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar) di TNP Laut sawu

BKKPN Kupang Operator Wisata Masyarakat LSM

Pengembangan dan peningkatan kapasitas dalam mendukung pengelolaan setasea

Pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi pengelola dan tim lokal secara langsung bersamaan dengan kegiatan survei dan penelitian (misal: penanganan paus terdampar, survey setasea, incidental monitoring)

a. Terbentuknya kelompok

masyarakat peduli setasea di tiap kabupaten didalam TNP Laut Sawu yang mampu untuk melakukan penanganan setasea terdampar

b. Adanya protocol penanganan dan

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten Masyarakat LSM

361

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

penyelamatan setasea terdampar di TNP Laut Sawu

c. Tersedianya SDM pengelola yang mampu untuk melakukan survey dan penelitian tentang setasea

Pengembangan wisata melihat setasea

Studi kelayakan wisata melihat paus dan lumba-lumba

Dokumen Studi yang mencakup analisis kelayakan dan rekomendasi lokasi-lokasi yang layak untuk wisata melihat paus dan lumba-lumba dan aspek yang berkaitan lainnya

BKKPN Kupang LSM

Pengurangan ancaman setasea dari limbah dan polusi di laut

Kampanye Polusi di Laut (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan feri, kapal, dll.

a. Adanya kerjasama dengan angkutan perairan yang melintas pada perairan TNP Laut Sawu untuk mengurangi ancaman terhadap

setasea dari limbah dan polusi di laut

b. Tersedianya sarana dan prasarana kebersihan pada alat angkut yang melintas di TNP Laut Sawu

c. Tersedianya publikasi polusi di laut (stiker,

BKKPN Kupang Dishub NTT Dishub Kabupaten PT. ASDP Indonesia Ferry DKP Provinsi NTT

DKP Kabupaten LSM

362

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

papan informasi larangan ataupun melalui suara/mikrofon ) pada angkutan perairan

Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Penyusunan rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Pengembangan teknologi perikanan budidaya berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah

lingkungan untuk mendukung perikanan yang berkelanjutan

Penyusunan rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap

Rencana penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah lingkungan

Pengembangan teknologi perikanan tangkap berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

363

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan

terlaksananya kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

Laporan survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

BKKPN Kupang Uniconsufish Komnaskajiskan DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Pengelolaan pelayaran

Pengelolaan keamanan dan kenyamanan pelayaran

Rapat koordinasi antara Lembaga Pengelola dengan dinas terkait untuk pengelolaan alur pelayaran

Tersedianya sistem dan koordinasi yang disepakati parapihak dalam pengelolaan keamanan dan pelayaran

BKKPN Kupang Dishub NTT Dishub Kabupaten PT. ASDP Indonesia Ferry

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

Terlaksananya monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

BKKPN Kupang

364

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kecil)

3 Penguatan sosial ekonomi dan budaya

Peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan

Kampanye Konservasi Perairan dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Diskusi Rutin Penyadaran Konservasi Perairan dengan kelompok masyarakat dan penerima manfaat lainnya di wilayah TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM

Kampanye Penyadaran Konservasi Perairan dan penyebarluasan informasi Peraturan dan Perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan serta peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM

Pembentukan dan pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Identifikasi kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Teridentifikasinya kelompok-kelompok masyarakat peduli konservasi

BKKPN Kupang Pemda Kabupaten LSM

Pembentukan dan pelatihan Kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Terbentuk dan terlatihnya Kelompok masyarakat peduli konservasi perairan di masing-masing Kabupaten di

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat Pemda Kabupaten LSM

365

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok masyarakat peduli konservasi

perairan

dalam TNP Laut Sawu BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat Pemda Kabupaten

LSM

Kerjasama pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan dan penerapannya di sekolah dasar dan menengah

Pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan

Kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan yang diterapkan di SD dan SMP di Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten LSM

Pelatihan dan penyegaran guru konservasi

BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten LSM

Kerjasama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten

Evaluasi BKKPN Kupang Dinas Pendidikan

Kabupaten

Pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan komunikasi TNP

Penyebaran informasi melalui media massa (Website, TV, Radio, Surat Kabar dan majalah)

Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP Laut Sawu tersebar luas melalui media massa

BKKPN Kupang LSM

Update Ragam Informasi yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

366

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Laut Sawu Diskusi Rutin dengan Jurnalis Lokal NTT

BKKPN Kupang LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang LSM

Memfasilitasi kunjungan/peliputan media

BKKPN Kupang LSM

Desain dan Pembuatan Material Publikasi TNP Laut Sawu

Perancangan desain dan materi, pencetakan bahan, penyebarluasan dan evaluasi

Terbitnya material publikasi TNP Laut Sawu secara berkala

BKKPN Kupang LSM

Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu melalui ragam kegiatan Publik

Partisipasi dalam kegiatan Pameran, Eksebisi, Festival di tingkat lokal,regional, nasional dan internasional

Informasi mengenai TNP Laut Sawu disebarluaskan melalui kegiatan-kegiatan di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional

BKKPN Kupang LSM

Pengembangan partisipasi

masyarakat

Pengembangan kapasitas masyarakat

dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara lestari

Pelatihan perancangan dan pengelolaan kawasan

konservasi laut

Terlaksananya pelatihan perancangan dan

pengelolaan kawasan konservasi laut

BKKPN Kupang LSM

367

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut

Sawu

Penguatan kelompok-kelompok pengguna sumberdaya (nelayan dan

pembudidaya) melalui pertemuan reguler dan pelatihan pengorganisasian masyarakat

Terlaksananya pertemuan reguler kelompok-kelompok pengguna sumberdaya

(nelayan dan pembudidaya) dan pelatihan pengorganisasian masyarakat

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM Lokal

LSM

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan pengawasan berbasis masyarakat

Mekanisme pengawasan berbasis masyarakat

BKKPN Kupang DKP Kabupaten LSM

Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat pengawas

Terbentuknya kelompok masyarakat pengawas di masing-masing daerah di dalam TNP Laut Sawu

DKP Kabupaten BKKPN Kupang LSM

Pemberdayaan masyarakat pesisir

Penguatan kapasitas masyarakat pengguna sumberdaya laut

Pelatihan manajemen usaha dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

Kapasitas masyarakat meningkat dalam manajemen usaha perikanan dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

DKP Kabupaten BKKPN Kupang Uniconsufish

Pelatihan teknis mitigasi bencana

Kapasitas dan pengetahuan masyarakat meningkat dalam upaya mitigasi bencana

DKP Kabupaten BKKPN Kupang Uniconsufish

368

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat pengguna sumberdaya

kelautan dan perikanan di dalam TNP laut Sawu

Bantuan modal kerja untuk meningkatkan skala usaha masyarakat pengguna

sumberdaya kelautan dan perikanan

Meningkatnya usaha masyarakat

DKP Kabupaten DKP Provinsi

Pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan

Pengembangan mata pencaharian masyarakat secara berkelanjutan (Sustainable livelihood)

Studi pengembangan mata pencaharian alternatif untuk mengurangi tekanan atas sumberdaya dan meningkatkan peluang-peluang ekonomi masyarakat

Mata pencaharian alternatif yang cocok diimplementasikan di masing-masing daerah berdasarkan survey dan analisis

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Demplot dan pelatihan untuk pengembangan mata pencaharian alternative masyarakat dan diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona

pemanfaatan pariwisata dan budidaya

Adanya demplot dan pelatihan mata pencaharian alternative masyarakat yang diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan

budidaya yang kemudian direplikasi di daerah lainnya

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lokal LSM

369

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelatihan dan pengembangan ekowisata bagi kelompok masyarakat di dalam TNP

Laut Sawu dan diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan budidaya

Terlaksananya pelatihan dan pengembangan ekowisata bagi kelompok masyarakat di

dalam TNP Laut Sawu dan diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan, zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan budidaya

BKKPN Kupang Disbudpar NTT Disbudpar

Kabupaten LSM Lokal LSM

Pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir

Pelestarian kearifan local masyarakat pesisir

Identifikasi dan inventarisasi kearifan local masyarakat pesisir di dalam TNP Laut Sawu

Data dan informasi kearifan local masyarakat pesisir di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Fasilitasi revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

Terlaksananya revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

BKKPN Kupang LSM Lokal LSM

Monitoring dan evaluasi

Monitoring persepsi Monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

Terlaksananya monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Monitoring dan evaluasi program

Monitoring dan evaluasi Kampanye Konservasi dan

Terlaksananya monitoring dan evaluasi Kampanye

BKKPN Kupang LSM

370

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan demplot pengembangan mata pencaharian alternative masyarakat

Terlaksananya monitoring dan evaluasi pelaksanaan demplot pengembangan mata pencaharian alternative masyarakat

BKKPN Kupang LSM

371

D. Rencana Jangka Menengah III (5 Tahun Ke-Tiga)

1. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:

a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;

b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;

c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan

Umum;

d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;

e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;

f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;

g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;

h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut

Sawu;

i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;

j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;

k. monitoring dan evaluasi.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan dilakukan melalui program:

a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;

b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang

berkelanjutan;

c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;

d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;

e. pengembangan industri kelautan yang lestari;

f. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;

g. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;

h. pengelolaan populasi setasea;

i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi

kelautan;

j. pengelolaan pelayaran;

k. monitoring dan evaluasi program.

3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:

a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;

b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan

komunikasi TNP Laut Sawu;

c. pengembangan partisipasi masyarakat;

372

d. pemberdayaan masyarakat pesisir;

e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;

f. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana

terdapat dalam matriks sebagai berikut.

373

MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 3

TNP LAUT SAWU TAHUN 2024-2028

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan

Kelembagaan

Peningkatan

kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu

Penyusunan rencana

formasi SDM pengelola TNP Laut Sawu

Menyusun kualifikasi dan

klasifikasi kebutuhan SDM TNP Laut Sawu

Formasi personel TNP Laut

Sawu disusun berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut Sawu direkruit berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Peningkatan kemampuan dan profesionalisme pengelola TNP Laut Sawu

Diklat/kursus/penyegaran, magang

SDM Pengelola telah dididik dan dilatih sesuai dengan tupoksi untuk mengelola TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Peningkatan sarana prasarana

Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk menunjang aktifitas pengelolaan

BKKPN Kupang

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara dan berfungsi

dengan baik untuk mendukung pengelolaan

BKKPN Kupang

Perencanaan dan pengendalian pengelolaan

Penyusunan Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu

Penyusunan dan review Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

Dokumen Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Tim P4KKP Laut Sawu, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

374

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

Dokumen program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

BKKPN Kupang, Tim P4KKP Laut Sawu, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

Penyusunan rencana kerja pengelolaan tahunan

Dokumen rencana kerja pengelolaan tahunan

BKKPN Kupang, Tim P4KKP Laut Sawu, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

Adanya masukan dari stakeholder dan masyarakat untuk penyempurnaan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Tim P4KKP Laut Sawu, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

375

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan Umum

Pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan Umum

Penetapan implementasi BLU Terbentuknya Badan Layanan Umum TNP Laut Sawu yang sudah memiliki pola tatakelola yang jelas, standar pelayanan minimal layanan umum, pelaporan keuangan keuangan pokok dan laporan audit sebagai bentuk dari pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan

BKKPN Kupang, LSM

Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi

Penguatan peran forum kolaborasi para Pihak

Memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM forum

Meningkatnya peran forum kolaborasi para pihak melalui peningkatan kapasitas SDM dan koordinasi rutin

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

Koordinasi rutin dengan para pihak

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

Formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Implementasi dan evaluasi mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Terlaksananya dan terevaluasinya implementasi mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

376

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan kerjasama dengan institusi/lembaga/pihak lain dalam rangka efektifitas dan peningkatan kapasitas pengelolaan (pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, kelompok/lembaga masyarakat) lingkup lokal, regional, nasional dan internasional

Kerjasama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

Adanya kerjasama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Uniconsufish, LIPI

LSM, Lembaga lain

Kerjasama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

Adanya kerjasama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Uniconsufish, LSM, Lembaga lain

Kerjasama dalam survey/ kajian dan penerapan IPTEK

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan terlaksananya kerjasama

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Uniconsufish, LIPI, LSM,

Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi kerjasama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi kerjasama

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Uniconsufish, LSM, Lembaga lain

377

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan mekanisme kerjasama pengelolaan

Pelaksanaan rencana kerja bersama

Terlaksananya rencana kerja bersama

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM, Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi bersama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi bersama

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM, Lembaga lain

Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu

Penyusunan rencana anggaran kebutuhan pengelolaan dan peluang sumber pendanaan berkelanjutan

Penyusunan rincian kebutuhan anggaran per kegiatan

Dokumen rencana anggaran tahunan

BKKPN Kupang, LSM

Analisis peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan

Hasil analisis peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan

BKKPN Kupang, LSM

Pengembangan mekanisme pendanaan berkelanjutan

Pengusulan pengalokasian budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan APBD Tingkat Provinsi dan

Tingkat Kabupaten

1) Dokumen mekanisme pendanaan berkelanjutan

2) Teralokasinya budget

pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan APBD Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten

3) Tersedianya sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten

Penggalian sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll.

BKKPN Kupang

378

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengelolaan

Akuntabilitas pendanaan

Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk penggunaan anggaran

BKKPN Kupang

Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraan

urusan tata usaha dan

rumah tangga

perkantoran

Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan

Penyediaan gaji, honorarium dan tunjangan

Gaji, honorarium dan tunjangan terkelola dengan baik dan akuntabel

BKKPN Kupang

Penyelenggaraan operasional perkantoran

Rapat-rapat koordinasi/konsultasi/kerja/dinas

Operasional perkantoran terselenggara dengan baik

BKKPN Kupang

Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan prasarana

Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan pengelola terawat dan digunakan untuk menunjang pengelolaan

BKKPN Kupang

Perawatan peralatan BKKPN Kupang

Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan bermotor BKKPN Kupang

Penyelenggaraan tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan

Pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi

Tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi terlaksana dengan baik

BKKPN Kupang

379

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dokumentasi

Pengembangan

peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Mendorong

penyusunan rancangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Dukungan dalam menyusun

draft akademik perda pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

Adanya dukungan dari

pengelola dalam menyusun draft akademik perda pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

BKKPN Kupang,

Pemprov NTT, Pemda Kabupaten

Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

Kerjasama antar unit organisasi pengelola

Rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

Terlaksananya rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

BKKPN Kupang, BBKSDA NTT, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten

Kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

Adanya kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

BKKPN Kupang, BBKSDA NTT, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten

Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu

Pengembangan Database

Merancang desain database 1) Tersedianya SDM pengelola database.

2) Desain database TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, LSM

Pemasukan update data Data dan informasi terbaharui secara reguler

BKKPN Kupang

380

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyajian dan pengelolaan data Database TNP Laut Sawu dikelola dan disajikan dalam bentuk peta, laporan, maupun terintegrasi didalam website

BKKPN Kupang

Pembuatan Website Pemasukan update data di website

1) Tersedianya SDM pengelola website.

2) Website TNP Laut Sawu selalu terupdate secara regular

BKKPN Kupang

Penyajian dan pengelolaan website

Website TNP Laut Sawu bisa diakses secara global oleh semua kalangan dan dikelola dan diupdate secara regular

BKKPN Kupang

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi kelembagaan

Melakukan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan kerjasama/kemitraan)

Laporan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan kerjasama/kemitraan)

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten

2 Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan

Penataan kawasan TNP Laut Sawu

Padu serasi zonasi TNP Laut Sawu dengan RTRW Nasional/Provinsi/Kabupaten

Zonasi TNP Laut Sawu terintegrasi di dalam RTRW Nasional, RTRW Provinsi NTT dan RTRW Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Tim P4KKP Laut Sawu, LSM

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi yang jelas dilapangan

Panitia Penataan Batas BKKPN Kupang

381

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah direkonstruksi sesuai dengan survey lapangan dan dipetakan

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Tim P4KKP Laut Sawu, LSM

Pembuatan papan informasi batas zonasi dan aturan dalam zonasi

Papan informasi batas-batas zonasi yang telah menampilkan peraturan-peraturan di masing-masing zona TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses tahapan penyusunan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Pengesahan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

Rencana Zonasi TNP Laut Sawu disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

BKKPN Kupang, Kementerian KP

Sosialisasi dan konsultasi publik zonasi TNP Laut Sawu ke tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu

Rencana zonasi TNP Laut Sawu disosialisasikan dan dikonsultasi publikkan ke tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu dan mendapatkan kesepakatan dari

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Tim P4KKP Laut Sawu, LSM

382

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

stakeholder dan masyarakat

Pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang berkelanjutan

Pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran ikan yang ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan dengan pendekatan zonasi

Formulasi kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

Kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

BKKPN Kupang, DKP Prov NTT, DKP Kabupaten, Tim P4KKP Laut Sawu, LSM

Pembuatan pedoman mekanisme kolaborasi perijinan bagi

perikanan tangkap dan budidaya

Pembuatan aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap,

daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu.

Aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap,

daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan formulasi dan analisis kebutuhan serta didukung kajian yang komprehensif

383

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi hukum, tidak dilaporkan dan tidak di atur (IUU fishing) di dalam TNP Laut Sawu.

Pengusulan perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

Perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, DKP Prov NTT, DKP Kabupaten, Tim P4KKP Laut Sawu, Uniconsufish, LSM

Pengelolaan

keanekaragaman

hayati dan

ekosistem TNP Laut Sawu

Survey dan monitoring sumber daya kelautan dan perikanan

Monitoring Manta Tow (2 tahun sekali)

1) Tersedianya petugas yang memiliki keahlian khusus dalam kegiatan monitoring.

2) Survey dan monitoring sumber daya kelautan dan perikanan terlaksana sesuai dengan SOP masing-masing monitoring dan hasilnya digunakan sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan yang

adaptif

BKKPN Kupang

Monitoring Kesehatan Terumbu Karang (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Penyu (setiap bulan) BKKPN Kupang

Monitoring Mangrove (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Lamun (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring SPAGS (setiap bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Setasea (setiap tahun)

BKKPN Kupang LSM

Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya (Resource use monitoring) (setiap bulan)

BKKPN Kupang, DKP Prov NTT, DKP Kabupaten

384

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan ekosistem, habitat dan populasi

Pemulihan/rehabilitasi habitat sumber daya

Terlaksananya kegiatan rehabilitasi pada lokasi-lokasi di dalam kawasan yang perlu direhabilitasi berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

BKKPN Kupang, DKP Prov NTT, DKP Kabupaten, Uniconsufish

Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan restocking sumberdaya sesuai kebutuhan berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

BKKPN Kupang, DKP Prov NTT, DKP Kabupaten, Uniconsufish

Perlindungan,

pengawasan dan

pengamanan kawasan

Pengamanan kawasan TNP Laut Sawu

Patroli pengamanan fungsional: 1) Patroli pengamanan dilakukan oleh pengelola sesuai dengan SOP patroli yang telah disusun

2) Berkurangnya pelanggaran dan gangguan di dalam kawasan

BKKPN Kupang

1) Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang

2) Patroli mendadak/insidentil BKKPN Kupang

Patroli pengamanan bersama/joint patrol:

1) Patroli pengamanan dilakukan secara bersama dengan stakeholder-stakeholder terkait (PPNS DKP, TNI AL, Polair) dan masyarakat sesuai dengan SOP patroli bersama yang telah

Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang, DKP Provinsi, DKP Kabupaten, TNI-AL, Polair, Masyarakat

385

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Patroli mendadak/insidentil disusun dan disepakati 2) Berkurangnya

pelanggaran dan gangguan di dalam kawasan

BKKPN Kupang, DKP Provinsi, DKP Kabupaten, TNI-AL, Polair, Masyarakat

Pemetan daerah rawan pelanggaran dan gangguan

Peta daerah rawan pelanggaran dan gangguan

BKKPN Kupang, DKP Provinsi, DKP Kabupaten, TNI-AL, Polair, Masyarakat

Pengembangan industri kelautan yang lestari

Pengembangan bioteknologi kelautan

Studi pengembangan bioteknologi kelautan

Laporan studi pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang, Uniconsufish, Universitas, Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam pengembangan bioteknologi kelautan

Adanya kerjasama dalam pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang, Uniconsufish, Universitas, Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

Percontohan pengembangan bioteknologi

kelautan

BKKPN Kupang, Uniconsufish,

Universitas, Pemerintah Pusat

Pengembangan energi terbarukan

Studi pengembangan energi terbarukan

Laporan studi pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang, Universitas, Pemerintah Pusat

386

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kemitraan dalam pengembangan energi terbarukan

Adanya kerjasama dalam pengembangan dan pengelolaan energi terbarukan

BKKPN Kupang, Universitas, Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan energi terbarukan

Percontohan pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang, Universitas, Pemerintah Pusat

Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam

Pengembangan wisata bahari dan wisata budaya

Promosi dan penyebaran

informasi potensi pariwisata TNP laut Sawu (expose)

1) Tersedia desain teknik pengembangan sarana prasarana wisata di zona pemanfaatan pariwisata

2) Mekanisme perijinan pengusahaan pariwisata yang dapat membangun iklim investasi dan ijin pariwisata (ijin masuk)

3) Adanya dampak dan manfaat ekonomi secara nyata bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah

Disbudpar Provinsi NTT, Disbudpar Kabupaten, BKKPN

Rapat koordinasi pengembangan pengelolaan wisata

Disbudpar Provinsi NTT, Disbudpar Kabupaten, BKKPN Kupang

Peningkatan sarana dan prasarana destinasi wisata

Disbudpar Provinsi NTT, Disbudpar Kabupaten, BKKPN Kupang

Pemberlakukan ijin dan karcis masuk

BKKPN Kupang, Disbudpar Provinsi NTT, Disbudpar Kabupaten

387

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penetapan dan pemberlakuan mekanisme perizinan dan standarisasi usaha pariwisata alam dan budaya di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Disbudpar Provinsi NTT, Disbudpar Kabupaten

Pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Laporan Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

BKKPN Kupang, Uniconsufish, Universitas, Pemerintah Pusat, LSM

Pengembangan Pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Kolaborasi antara unit pengelola, lembaga pemerintah, organisasi konservasi, sektor swasta, dan masyarakat lokal dalam pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Rapat koordinasi regular antara unit dengan stakeholder terkait dalam membahas kolaborasi pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Adanya koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Pemerintah Pusat, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, BKKPN Kupang, LSM

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat dan stakeholder terkait

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat dan stakeholder terkait

Masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu mengetahui informasi mengenai dampak perubahan iklim dan bagaimana mitigasinya

BKKPN Kupang, Pemerintah Pusat, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, LSM

388

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penerapan manajemen adaptif di TNP laut Sawu untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim, tuntutan, dan tekanan pada kawasan

Penerapan manajemen adaptif untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim

Tersedianya mekanisme untuk mengatasi ketidakpastian perubahan iklim, melindungi daerah-daerah kritis yang tahan terhadap perubahan iklim dan yang berfungsi sebagai tempat perlindungan untuk mensuplai daerah yang terkena dampak, memahami dan mempertahankan konektivitas antara habitat untuk meningkatkan penambahan kembali secara bersama-sama dan pemulihan untuk menjaga hubungan fungsional antar habitat terkait serta mengelola ekosistem agar kesehatan dan ketahanannya tetap terjaga dengan memonitor beberapa indikator keefektifan tindakan ini sebagai dasar bagi pengelolaan adaptif.

BKKPN Kupang

389

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan dukungan ilmiah untuk TNP Laut Sawu agar sesuai dengan kondisi local untuk memastikan kawasan dikelola, dirancang dan berhasil bertahan terhadap perubahan iklim.

Perancangan zonasi kawasan yang resilient terhadap perubahan iklim

Rencana zonasi TNP Laut Sawu yang resilient terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang, Pemprov NTT, Pemda Kabupaten, Tim P4KKP Laut Sawu, LSM

Pengelolaan populasi setasea

Kelengkapan data untuk mendukung zonasi dan pengelolaan setasea

Pelibatan masyarakat dan operator wisata secara aktif untuk melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar)

Adanya kerjasama dengan masyarakat operator wisata untuk secara aktif melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar) di TNP Laut sawu

BKKPN Kupang, Operator Wisata, Masyarakat, LSM

Pengurangan ancaman setasea dari limbah dan polusi di laut

Kampanye Polusi di Laut (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan feri, kapal, dll.

1) Adanya kerjasama dengan angkutan perairan yang melintas pada perairan TNP Laut Sawu untuk

mengurangi ancaman terhadap setasea dari limbah dan polusi di laut

2) Tersedianya sarana dan prasarana kebersihan pada alat angkut yang melintas di TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Dishub NTT, Dishub Kabupaten, PT. ASDP Indonesia Ferry,

DKP Provinsi NTT, DKP Kabupaten, LSM

390

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

3) Tersedianya publikasi polusi di laut (stiker, papan informasi larangan ataupun melalui suara/mikrofon) pada angkutan perairan

Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Pengembangan teknologi perikanan budidaya berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang, Uniconsufish, DKP Provinsi NTT, DKP Kabupaten, LSM

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah lingkungan untuk mendukung perikanan yang berkelanjutan

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah lingkungan

Pengembangan teknologi perikanan tangkap berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang, Uniconsufish, DKP Provinsi NTT, DKP Kabupaten, LSM

Kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang

ramah lingkungan

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak

yang relevan dan terlaksananya kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

BKKPN Kupang, Pemprov NTT,

Pemda Kabupaten, Uniconsufish, LIPI, LSM, Lembaga lain

391

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

Laporan survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

BKKPN Kupang, Uniconsufish, Komnaskajiskan, DKP Provinsi NTT,

DKP Kabupaten, LSM

Pengelolaan pelayaran

Pengelolaan keamanan dan kenyamanan pelayaran

Rapat koordinasi antara Lembaga Pengelola dengan dinas terkait untuk pengelolaan alur pelayaran

Tersedianya sistem dan koordinasi yang disepakati parapihak dalam pengelolaan keamanan dan pelayaran

BKKPN Kupang, Dishub NTT, Dishub Kabupaten, PT. ASDP Indonesia Ferry

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

Terlaksananya monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

BKKPN Kupang

3 Penguatan sosial ekonomi dan budaya

Peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan

Kampanye Konservasi Perairan dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Diskusi Rutin Penyadaran Konservasi Perairan dengan kelompok masyarakat dan penerima manfaat lainnya di wilayah TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan

BKKPN Kupang, Tokoh Masyarakat, LSM

392

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kampanye Penyadaran Konservasi Perairan dan penyebarluasan informasi Peraturan dan Perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan serta peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Tokoh Masyarakat, LSM

Pembentukan dan pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Terbentuk dan terlatihnya Kelompok masyarakat peduli konservasi perairan di masing-masing Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Tokoh Masyarakat, Pemda Kabupaten, LSM

Kerjasama pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan dan penerapannya di sekolah dasar dan menengah

Pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan

Kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan yang diterapkan di SD dan SMP di Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, Dinas Pendidikan Kabupaten, LSM

Pelatihan dan penyegaran guru konservasi

BKKPN Kupang, Dinas Pendidikan

Kabupaten, LSM

Kerjasama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang, Dinas Pendidikan Kabupaten

393

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Evaluasi BKKPN Kupang, Dinas Pendidikan Kabupaten

Pengembangan

mekanisme penyebarluasan informasi dan komunikasi TNP Laut Sawu

Penyebaran informasi

melalui media massa (Website, TV, Radio, Surat Kabar dan majalah)

Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP

Laut Sawu tersebar luas melalui media massa

BKKPN Kupang,

LSM

Update Ragam Informasi yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, LSM

Diskusi Rutin dengan Jurnalis Lokal NTT

BKKPN Kupang, LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang, LSM

Memfasilitasi kunjungan/peliputan media

BKKPN Kupang, LSM

Desain dan Pembuatan Material Publikasi TNP Laut Sawu

Perancangan desain dan materi, pencetakan bahan, penyebarluasan dan evaluasi

Terbitnya material publikasi TNP Laut Sawu secara berkala

BKKPN Kupang, LSM

Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu melalui ragam kegiatan Publik

Partisipasi dalam kegiatan Pameran, Eksebisi, Festival di tingkat lokal,regional, nasional dan internasional

Informasi mengenai TNP Laut Sawu disebarluaskan melalui kegiatan-kegiatan di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional

BKKPN Kupang, LSM

394

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan partisipasi masyarakat

Penguatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

Penguatan kelompok-kelompok pengguna sumberdaya (nelayan dan pembudidaya) melalui pertemuan reguler dan pelatihan pengorganisasian masyarakat

Terlaksananya pertemuan reguler kelompok-kelompok pengguna sumberdaya (nelayan dan pembudidaya) dan pelatihan pengorganisasian masyarakat

BKKPN Kupang, Tokoh Masyarakat, LSM

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan pengawasan berbasis masyarakat

Mekanisme pengawasan berbasis masyarakat

BKKPN Kupang, DKP Kabupaten, LSM

Pemberdayaan masyarakat

pesisir

Penguatan kapasitas masyarakat pengguna sumberdaya laut

Pelatihan manajemen usaha dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

Kapasitas masyarakat meningkat dalam manajemen usaha perikanan dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

DKP Kabupaten, BKKPN Kupang, Uniconsufish

Pelatihan teknis mitigasi bencana

Kapasitas dan pengetahuan masyarakat meningkat dalam upaya mitigasi bencana

DKP Kabupaten, BKKPN Kupang, Uniconsufish

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan di dalam TNP laut Sawu

Bantuan modal kerja untuk meningkatkan skala usaha masyarakat pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan

Meningkatnya usaha masyarakat

DKP Kabupaten, DKP Provinsi

395

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir

Pelestarian kearifan local masyarakat pesisir

Fasilitasi revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

Terlaksananya revitalisasi kearifan lokal masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

BKKPN Kupang, LSM

Monitoring dan evaluasi

Monitoring persepsi Monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

Terlaksananya monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, LSM

Monitoring dan evaluasi program

Monitoring dan evaluasi Kampanye Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Terlaksananya monitoring dan evaluasi Kampanye Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang, LSM

396

E. Rencana Jangka Menengah IV (5 Tahun Ke-Empat)

1. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:

a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;

b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;

c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan

Umum;

d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;

e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;

f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;

g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;

h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut

Sawu;

i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;

j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;

k. monitoring dan evaluasi.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan dilakukan melalui program:

a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;

b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang

berkelanjutan;

c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;

d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;

e. pengembangan industri kelautan yang lestari;

f. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;

g. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;

h. pengelolaan populasi setasea;

i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi

kelautan;

j. pengelolaan pelayaran;

k. monitoring dan evaluasi Program.

3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:

a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;

b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan

komunikasi TNP Laut Sawu;

397

c. pengembangan partisipasi masyarakat;

d. pemberdayaan masyarakat pesisir;

e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;

f. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana

terdapat dalam matriks sebagai berikut.

398

MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 4

TNP LAUT SAWU TAHUN 2029-2034

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan Kelembagaan

Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu

Penyusunan rencana formasi SDM pengelola TNP Laut Sawu

Menyusun kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan SDM TNP Laut Sawu

Formasi personel TNP Laut Sawu disusun berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut Sawu direkruit berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi kebutuhan

BKKPN Kupang

Peningkatan kemampuan dan profesionalisme pengelola TNP Laut Sawu

Diklat/kursus/penyegaran, magang

SDM Pengelola telah dididik dan dilatih sesuai dengan tupoksi untuk mengelola TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Peningkatan sarana prasarana

Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk menunjang aktifitas pengelolaan

BKKPN Kupang

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara dan berfungsi dengan baik untuk mendukung

BKKPN Kupang

399

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

pengelolaan

Perencanaan

dan pengendalian pengelolaan

Penyusunan Rencana

Pengelolaan TNP Laut Sawu

Penyusunan dan review

Rencana Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

Dokumen Rencana

Pengelolaan 20 Tahun TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penyusunan program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

Dokumen program dan rencana kegiatan pengelolaan jangka menengah 5 tahun

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Penyusunan rencana kerja pengelolaan tahunan

Dokumen rencana kerja pengelolaan tahunan

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT

Pemda Kabupaten LSM

Adanya masukan dari stakeholder dan masyarakat untuk penyempurnaan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tim P4KKP Laut Sawu Pemprov NTT Pemda Kabupaten

400

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

LSM

Pengembangan kelembagaan

mandiri berbentuk Badan Layanan Umum

Pengembangan kelembagaan mandiri

berbentuk Badan Layanan Umum

Penetapan implementasi BLU Terbentuknya Badan Layanan Umum TNP Laut Sawu yang

sudah memiliki pola tatakelola yang jelas, standar pelayanan minimal layanan umum, pelaporan keuangan keuangan pokok dan laporan audit sebagai

bentuk dari pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan

BKKPN Kupang

LSM

Pengembangan

sistem pengelolaan kolaborasi

Penguatan peran forum

kolaborasi para Pihak

Memfasilitasi peningkatan

kapasitas SDM forum

Meningkatnya peran forum

kolaborasi para pihak melalui peningkatan kapasitas SDM dan koordinasi rutin

BKKPN Kupang

Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

Koordinasi rutin dengan para pihak

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM

401

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Implementasi dan evaluasi mekanisme keluhan (Grievance Mechanism)

Terlaksananya dan terevaluasinya implementasi mekanisme keluhan

(Grievance Mechanism)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

LSM

Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan kerjasama dengan institusi/lembaga/pihak lain dalam rangka efektifitas dan peningkatan kapasitas pengelolaan (pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, kelompok/lembaga masyarakat) lingkup lokal, regional, nasional dan internasional

Kerja sama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

Adanya kerjasama teknis: penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan (tenaga ahli)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Kerja sama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

Adanya kerjasama operasional pengelolaan (tenaga, dana, sarana prasarana)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LSM Lembaga lain

Kerja sama dalam survey/ kajian dan penerapan IPTEK

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan terlaksananya kerjasama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

402

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi kerjasama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi kerjasama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Uniconsufish LSM Lembaga lain

Pengembangan mekanisme kerjasama pengelolaan

Pelaksanaan rencana kerja bersama

Terlaksananya rencana kerja bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi bersama

Terlaksananya Monitoring dan evaluasi bersama

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten LSM Lembaga lain

Pengembangan

sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu

Penyusunan rencana

anggaran kebutuhan pengelolaan dan peluang sumber pendanaan berkelanjutan

Penyusunan rincian

kebutuhan anggaran per kegiatan

Dokumen rencana anggaran

tahunan

BKKPN Kupang

LSM

Analisis peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan

Hasil analisis peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan

BKKPN Kupang LSM

403

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan mekanisme pendanaan berkelanjutan

Pengusulan pengalokasian budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan

APBD Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten

- Dokumen mekanisme pendanaan berkelanjutan - Teralokasinya budget

pengelolaan secara kontinyu melalui APBN dan APBD Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten - Tersedianya sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengelolaan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Penggalian sumber dana lain dari misalnya pemberlakuan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, menetapkan dana sanksi pelanggaran sesuai aturan pengelolaan, dll.

BKKPN Kupang

Akuntabilitas pendanaan

Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk penggunaan anggaran

BKKPN Kupang

Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraan urusan tata usaha dan

Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan

Penyediaan gaji, honorarium dan tunjangan

Gaji, honorarium dan tunjangan terkelola dengan baik dan akuntabel

BKKPN Kupang

404

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

rumah tangga perkantoran Penyelenggaraan

operasional perkantoran

Rapat-rapat koordinasi/ konsultasi/kerja/dinas

Operasional perkantoran terselenggara dengan baik

BKKPN Kupang

Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan prasarana

Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan pengelola terawat dan digunakan untuk menunjang pengelolaan

BKKPN Kupang

Perawatan peralatan BKKPN Kupang

Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan bermotor

BKKPN Kupang

Penyelenggaraan tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi

Pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi

Tata usaha perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi terlaksana dengan baik

BKKPN Kupang

Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Mendorong penyusunan rancangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu

Dukungan dalam menyusun draft akademik perda pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata

Adanya dukungan dari pengelola dalam menyusun draft akademik perda pengelolaan kolaboratif, pengaturan alat tangkap, tata ruang wilayah, pemberlakukan karcis masuk

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

405

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dalam kawasan dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan

Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

Kerjasama antar unit organisasi pengelola

Rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

Terlaksananya rapat koordinasi regular antar unit organisasi pengelola

BKKPN Kupang BBKSDA NTT Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

Adanya kerjasama dalam melakukan pengawasan kawasan dan pelatihan

BKKPN Kupang BBKSDA NTT Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Pengembangan Bank Data TNP

Laut Sawu

Pengembangan Database

Merancang desain database - Tersedianya SDM pengelola database.

- Desain database TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Pemasukan update data Data dan informasi terbaharui secara reguler

BKKPN Kupang

Penyajian dan pengelolaan data

Database TNP Laut Sawu dikelola dan disajikan dalam bentuk peta, laporan, maupun

BKKPN Kupang

406

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

terintegrasi didalam website

Pembuatan Website Pemasukan update data di website

- Tersedianya SDM pengelola website. - Website TNP Laut Sawu selalu terupdate secara regular

BKKPN Kupang

Penyajian dan pengelolaan website

Website TNP Laut Sawu bisa diakses secara global oleh semua kalangan dan dikelola dan diupdate secara regular

BKKPN Kupang

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi kelembagaan

Melakukan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan kerjasama/kemitraan)

Laporan monev internal dan eksternal (monev kelembagaan, pendanaan dan kerjasama/kemitraan)

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

2 Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan

Penataan kawasan TNP Laut Sawu

Padu serasi zonasi TNP Laut Sawu dengan RTRW Nasional/Provinsi/Kabupaten

Zonasi TNP Laut Sawu terintegrasi di dalam RTRW

Nasional, RTRW Provinsi NTT dan RTRW Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi yang jelas dilapangan

Panitia Penataan Batas

407

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

BKKPN Kupang

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah

direkonstruksi sesuai dengan survey lapangan dan dipetakan

BKKPN Kupang

Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pembuatan papan informasi batas zonasi dan aturan dalam zonasi

Papan informasi batas-batas zonasi yang telah menampilkan peraturan-peraturan di masing-masing zona TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses tahapan penyusunan Rencana Zonasi TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang

Pengesahan Rencana Zonasi

TNP Laut Sawu oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

Rencana Zonasi TNP Laut

Sawu disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya sudah disetujui oleh Gubernur Provinsi NTT

BKKPN Kupang

Kementerian KP

408

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Sosialisasi dan konsultasi publik zonasi TNP Laut Sawu ke tingkat stakeholder dan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu

Rencana zonasi TNP Laut Sawu disosialisasikan dan dikonsultasi publikkan ke

tingkat stakeholder dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TNP Laut Sawu dan mendapatkan kesepakatan dari stakeholder dan masyarakat

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang berkelanjutan

Pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran ikan yang ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan dengan pendekatan zonasi

Formulasi kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

Kebutuhan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan informasi terkini.

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pembuatan pedoman mekanisme kolaborasi perijinan bagi perikanan tangkap dan budidaya

Pembuatan aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu.

Aturan/batasan alat tangkap, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap, daerah fishing ground, dan musim tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu berdasarkan formulasi dan analisis kebutuhan serta didukung kajian yang

409

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

komprehensif

Mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi hukum, tidak dilaporkan dan tidak di atur (IUU fishing) di dalam TNP Laut Sawu.

Pengusulan perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

Perda khusus tentang hal-hal yang tidak diatur dalam perundangan dan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu Uniconsufish LSM

Pengelolaan keanekaragama

n hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu

Survey dan monitoring sumber daya kelautan

dan perikanan

Rapid Ecological Asessment (10 tahun sekali)

Tersedianya petugas dari pengelola yang memiliki

keahlian khusus dalam kegiatan monitoring. - Survey dan monitoring sumber daya kelautan dan perikanan terlaksana sesuai dengan SOP masing-masing monitoring dan hasilnya digunakan sebagai bahan

BKKPN Kupang

LIPI

Uniconsufish

Monitoring Manta Tow (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Terumbu Karang (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

410

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring Kesehatan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan yang adaptif BKKPN Kupang

Monitoring Penyu (setiap

bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Mangrove (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring Lamun (2 tahun sekali)

BKKPN Kupang

Monitoring SPAGS (setiap bulan)

BKKPN Kupang

Monitoring Setasea (setiap tahun)

BKKPN Kupang LSM

Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya (Resource use monitoring) (setiap bulan)

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

Pengelolaan ekosistem, habitat dan populasi

Pemulihan/rehabilitasi habitat sumber daya

Terlaksananya kegiatan rehabilitasi pada lokasi-lokasi di dalam kawasan yang perlu direhabilitasi berdasarkan kajian yang sebelumnya dilakukan

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten Uniconsufish

411

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan restocking sumberdaya sesuai kebutuhan berdasarkan

kajian yang sebelumnya dilakukan

BKKPN Kupang DKP Prov NTT DKP Kabupaten

Uniconsufish

Perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan

Pengamanan kawasan TNP Laut Sawu

Patroli pengamanan fungsional :

- Patroli pengamanan dilakukan oleh pengelola sesuai dengan SOP patroli yang telah disusun - Berkurangnya pelanggaran dan gangguan di dalam kawasan

a. Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang

b. Patroli mendadak/ insidentil

BKKPN Kupang

Patroli pengamanan bersama/joint patrol:

- Patroli pengamanan dilakukan secara bersama dengan stakeholder-stakeholder terkait (PPNS DKP, TNI AL, Polair) dan masyarakat sesuai dengan

SOP patroli bersama yang telah disusun dan disepakati - Berkurangnya pelanggaran

a. Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten

TNI AL Polair Masyarakat

412

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

b. Patroli mendadak/ insidentil

dan gangguan di dalam kawasan BKKPN Kupang

DKP Provinsi DKP Kabupaten

TNI AL Polair Masyarakat

Pemetan daerah rawan pelanggaran dan gangguan

Peta daerah rawan pelanggaran dan gangguan

BKKPN Kupang DKP Provinsi DKP Kabupaten TNI AL Polair Masyarakat

Pengembangan industri kelautan yang lestari

Pengembangan bioteknologi kelautan

Studi pengembangan bioteknologi kelautan

Laporan studi pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam pengembangan bioteknologi kelautan

Adanya kerjasama dalam pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

Percontohan pengembangan bioteknologi kelautan

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat

413

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan energi terbarukan

Studi pengembangan energi terbarukan

Laporan studi pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam pengembangan energi terbarukan

Adanya kerjasama dalam pengembangan dan pengelolaan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan energi terbarukan

Percontohan pengembangan energi terbarukan

BKKPN Kupang Universitas Pemerintah Pusat

Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam

Pengembangan wisata bahari dan wisata budaya

Promosi dan penyebaran

informasi potensi pariwisata TNP laut Sawu (expose)

- Tersedia desain teknik pengembangan sarana prasarana wisata di zona pemanfaatan pariwisata - Mekanisme perijinan pengusahaan pariwisata yang dapat membangun iklim investasi dan ijin pariwisata (ijin masuk) - Adanya dampak dan manfaat ekonomi secara nyata bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

Rapat koordinasi pengembangan pengelolaan wisata

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

Peningkatan sarana dan prasarana destinasi wisata

Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten BKKPN

414

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemberlakukan ijin dan karcis masuk

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi NTT

Disbudpar Kabupaten

Penetapan dan pemberlakuan mekanisme perizinan dan standarisasi usaha pariwisata alam dan budaya di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Disbudpar Provinsi NTT Disbudpar Kabupaten

Pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

Laporan Studi pengembangan dan pengelolaan habitat perairan dalam serta pemanfaatan sumberdaya laut dalam

BKKPN Kupang Uniconsufish Universitas Pemerintah Pusat LSM

Pengembangan Pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Kolaborasi antara unit pengelola, lembaga pemerintah, organisasi konservasi, sektor swasta, dan masyarakat lokal dalam pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Rapat koordinasi regular antara unit dengan stakeholder terkait dalam membahas kolaborasi pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Adanya koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Pemerintah Pusat Pemprov NTT Pemda Kabupaten BKKPN Kupang LSM

415

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan

iklim di dalam TNP Laut Sawu ke masyarakat dan stakeholder terkait

Sosialisasi dan penyebaran informasi tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu

ke masyarakat dan stakeholder terkait

Masyarakat dan stakeholder terkait di dalam kawasan TNP Laut Sawu mengetahui

informasi mengenai dampak perubahan iklim dan bagaimana mitigasinya

BKKPN Kupang Pemerintah Pusat Pemprov NTT

Pemda Kabupaten LSM

Penerapan manajemen adaptif di TNP laut Sawu untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim, tuntutan, dan tekanan pada kawasan

Penerapan manajemen adaptif untuk memungkinkan respon yang efektif terhadap perubahan iklim

Tersedianya mekanisme untuk mengatasi ketidakpastian perubahan iklim, melindungi daerah-daerah kritis yang tahan terhadap perubahan iklim dan yang berfungsi sebagai tempat perlindungan untuk mensuplai daerah yang terkena dampak, memahami dan mempertahankan konektivitas antara habitat untuk meningkatkan penambahan kembali secara bersama-sama dan pemulihan untuk menjaga hubungan fungsional antar habitat terkait serta mengelola ekosistem agar kesehatan dan ketahanannya tetap terjaga dengan memonitor beberapa indikator keefektifan

BKKPN Kupang

416

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

tindakan ini sebagai dasar bagi pengelolaan adaptif.

Penguatan dukungan ilmiah untuk TNP Laut Sawu agar sesuai dengan kondisi local untuk memastikan kawasan dikelola, dirancang dan berhasil bertahan terhadap perubahan iklim.

Perancangan zonasi kawasan yang resilient terhadap perubahan iklim

Rencana zonasi TNP Laut Sawu yang resilient terhadap perubahan iklim

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten Tim P4KKP Laut Sawu LSM

Pengelolaan populasi setasea

Kelengkapan data untuk mendukung

zonasi dan pengelolaan setasea

Pelibatan masyarakat dan operator wisata secara aktif

untuk melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar)

Adanya kerjasama dengan masyarakat operator wisata

untuk secara aktif melaporkan keberadaan paus (penampakan dan terdampar) di TNP Laut sawu

BKKPN Kupang Operator Wisata

Masyarakat LSM

417

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengurangan ancaman setasea dari limbah dan polusi di laut

Kampanye Polusi di Laut (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan feri, kapal, dll.

- Adanya kerjasama dengan angkutan perairan yang melintas pada perairan TNP

Laut Sawu untuk mengurangi ancaman terhadap setasea dari limbah dan polusi di laut - Tersedianya sarana dan prasarana kebersihan pada alat angkut yang melintas di TNP Laut Sawu - Tersedianya publikasi polusi di laut (stiker, papan informasi larangan ataupun melalui suara/mikrofon ) pada angkutan perairan

BKKPN Kupang Dishub NTT Dishub Kabupaten

PT. ASDP Indonesia Ferry DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan budidaya

Pengembangan teknologi perikanan budidaya berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah

Inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan teknologi perikanan tangkap yang ramah lingkungan

Pengembangan teknologi perikanan tangkap berdasarkan hasil inventarisasi, identifikasi dan analisis kebutuhan

BKKPN Kupang Uniconsufish DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

418

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

lingkungan untuk mendukung perikanan yang berkelanjutan

Kerja sama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

Adanya MoU kerjasama antara pengelola dan pihak yang relevan dan

terlaksananya kerjasama untuk pengkajian metode dan alat tangkap yang ramah lingkungan

BKKPN Kupang Pemprov NTT Pemda Kabupaten

Uniconsufish LIPI LSM Lembaga lain

Survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

Laporan survey pendugaan stok jenis ikan ekonomis penting dan kritis

BKKPN Kupang Uniconsufish Komnaskajiskan DKP Provinsi NTT DKP Kabupaten LSM

Pengelolaan pelayaran

Pengelolaan keamanan dan kenyamanan pelayaran

Rapat koordinasi antara Lembaga Pengelola dengan dinas terkait untuk pengelolaan alur pelayaran

Tersedianya sistem dan koordinasi yang disepakati parapihak dalam pengelolaan keamanan dan pelayaran

BKKPN Kupang Dishub NTT Dishub Kabupaten PT. ASDP Indonesia Ferry

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

Terlaksananya monitoring dan evaluasi dengan menggunakan perangkat Pedoman Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

BKKPN Kupang

419

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kecil)

3 Penguatan sosial ekonomi dan budaya

Peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan

Kampanye Konservasi Perairan dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu

Diskusi Rutin Penyadaran Konservasi Perairan dengan kelompok masyarakat dan penerima manfaat lainnya di wilayah TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM

Kampanye Penyadaran Konservasi Perairan dan penyebarluasan informasi Peraturan dan Perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi perairan serta peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM

Pembentukan dan pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok masyarakat peduli konservasi perairan

Terbentuk dan terlatihnya Kelompok masyarakat peduli konservasi perairan di masing-masing Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat Pemda Kabupaten LSM

420

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kerjasama pengembangan kurikulum muatan

lokal berbasis konservasi perairan dan penerapannya di sekolah dasar dan menengah

Pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan

Kurikulum muatan lokal berbasis konservasi perairan yang diterapkan di SD dan

SMP di Kabupaten-Kabupaten di dalam TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten

LSM

Pelatihan dan penyegaran guru konservasi

BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten LSM

Kerjasama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten

Evaluasi BKKPN Kupang Dinas Pendidikan Kabupaten

Pengembangan mekanisme penyebarluasan

informasi dan komunikasi TNP Laut Sawu

Penyebaran informasi melalui media massa (Website, TV, Radio,

Surat Kabar dan majalah)

Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP Laut Sawu tersebar luas melalui media massa

BKKPN Kupang LSM

Update Ragam Informasi yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

Diskusi Rutin dengan Jurnalis Lokal NTT

BKKPN Kupang LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang

421

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

LSM

Memfasilitasi kunjungan/

peliputan media

BKKPN Kupang

LSM

Desain dan Pembuatan Material Publikasi TNP Laut Sawu

Perancangan desain dan materi, pencetakan bahan, penyebarluasan dan evaluasi

Terbitnya material publikasi TNP Laut Sawu secara berkala

BKKPN Kupang LSM

Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu melalui ragam kegiatan Publik

Partisipasi dalam kegiatan Pameran, Eksebisi, Festival di tingkat lokal,regional, nasional dan internasional

Informasi mengenai TNP Laut Sawu disebarluaskan melalui kegiatan-kegiatan di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional

BKKPN Kupang LSM

Pengembangan partisipasi masyarakat

Penguatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

Penguatan kelompok-kelompok pengguna sumberdaya (nelayan dan pembudidaya) melalui pertemuan reguler dan

pelatihan pengorganisasian masyarakat

Terlaksananya pertemuan reguler kelompok-kelompok pengguna sumberdaya (nelayan dan pembudidaya) dan pelatihan

pengorganisasian masyarakat

BKKPN Kupang Tokoh Masyarakat LSM Lokal LSM

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNP Laut Sawu

Pengembangan pengawasan berbasis masyarakat

Mekanisme pengawasan berbasis masyarakat

BKKPN Kupang DKP Kabupaten LSM

422

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemberdayaan masyarakat pesisir

Penguatan kapasitas masyarakat pengguna sumberdaya laut

Pelatihan manajemen usaha dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan

Kapasitas masyarakat meningkat dalam manajemen usaha perikanan dan teknis

usaha perikanan yang berkelanjutan

DKP Kabupaten BKKPN Kupang Uniconsufish

Pelatihan teknis mitigasi bencana

Kapasitas dan pengetahuan masyarakat meningkat dalam upaya mitigasi bencana

DKP Kabupaten BKKPN Kupang Uniconsufish

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan di dalam TNP laut Sawu

Bantuan modal kerja untuk meningkatkan skala usaha masyarakat pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan

Meningkatnya usaha masyarakat

DKP Kabupaten DKP Provinsi

Pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir

Pelestarian kearifan local masyarakat pesisir

Fasilitasi revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

Terlaksananya revitalisasi kearifan local masyarakat pesisir yang mendukung konservasi dan pemanfaatan sumberdaya lestari

BKKPN Kupang LSM Lokal LSM

Monitoring dan evaluasi

Monitoring persepsi Monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

Terlaksananya monitoring persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

423

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi program

Monitoring dan evaluasi Kampanye Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP

Laut Sawu

Terlaksananya monitoring dan evaluasi Kampanye Konservasi dan Penyebaran

Informasi TNP Laut Sawu

BKKPN Kupang LSM

424

BAB VI

PENUTUP

Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu dan sekitarnya di

Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014–2034 merupakan dokumen yang

memuat kebijakan pengelolaan TNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi

Nusa Tenggara Timur, yang meliputi visi dan misi, tujuan dan sasaran

pengelolaan, dan strategi pengelolaan untuk mengarahkan dan

mengendalikan program dan kegiatan pengelolaan TNP Laut Sawu dan

sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.Rencana Pengelolaan dan

Zonasi TNP Laut Sawu merupakan acuan untuk menyusun rencana kerja

tahunan oleh Satuan Organisasi Unit Pengelola TNP Laut Sawu.

Untuk itu, semua pihak yang terkait dalam pengelolaan TNP Laut

Sawudan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur diharapkan

mendukung Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu dan

sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara partisipatif.

Mengingat pengelolaanTNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi

Nusa Tenggara Timur bersifat dinamis dan adaptif, maka Rencana

Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa

Tenggara Timur dapat dilakukan peninjauan kembali sekurang-kurangnya 5

(lima) tahun sekali dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan

yang terjadi dan memperhatikan kebijakan nasional dan daerah, serta

mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial budaya, fisik kawasan, ekologis

dan sumberdaya alam yang penting bagi kesejahteraan masyarakat dan

pembangunan ekonomi, dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah

dan pembangunan yang berkelanjutan.

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SHARIF C. SUTARDJO