Afiksasi Bahasa Sabu

45
1 TUGAS MATA KULIAH MORFOLOGI AFIKSASI BAHASA SABU OLEH GUD REACHT HAYAT PADJE PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2013

Transcript of Afiksasi Bahasa Sabu

Page 1: Afiksasi Bahasa Sabu

1

TUGAS MATA KULIAH MORFOLOGI

AFIKSASI BAHASA SABU

OLEH

GUD REACHT HAYAT PADJE

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG 2013

Page 2: Afiksasi Bahasa Sabu

1

AFIKSASI BAHASA SABU

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia dalam pergaulannya sehari-hari pada

umumnya menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Bahasa-

bahasa daerah yang ada di wilayah Indonesia merupakan lahan subur bagi

penelitian kebahasaan. Jumlah bahasa daerah di Indonesia belum dapat

disepakati oleh para ahli dengan angka tertentu, karena masih banyak

bahasa daerah yang belum terjamah oleh peneliti terutama bahasa minor

misalnya, di pedalaman Papua. Sementara menurut Purwo (2009), secara

kuantitatif menyebutkan bahasa daerah di Indonesia berjumlah 706

bahasa. Dari 706 bahasa daerah itu, satu diantaranya adalah bahasa Sabu

(yang selanjutnya disingkat BS) digunakan oleh masyarakat yang ada di

Kepulauan Sabu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur

(NTT) sebagai alat komunikasi intraetnis dalam kehidupan sehari-hari. BS

juga dipakai oleh masyarakat Sabu yang berada di daerah lain, misalnya

di Sumba, Kupang, Flores, dan Rote. Selain sebagai alat komunikasi

sehari-hari, BS juga digunakan dalam upacara-upacara adat, misalnya:

upacara kelahiran, perkawinan, kematian, dan keagamaan (Ratukoreh,

2006). BS juga digunakan dalam pewarisan karya sastra lisan, seperti (1)

Li Pedjo (tuturan yang dilagukan untuk mengiringi tarian masal pedho’a),

(2) Li kewedhe (pantun), (3) Li jawi (cerita rakyat), (4) Li mengao (doa

Page 3: Afiksasi Bahasa Sabu

2

permohonan), (5) Li lodo (nyanyian rakyat), (6) Tangi pali (ratapan), dan

(7) Li pana (mantra).

Masyarakat Sabu, baik yang termasuk etnis Sabu maupun etnis

non-Sabu mengenal istilah sabu dalam kehidupan mereka. Akan tetapi, di

kalangan orang Sabu, penyebutan istilah sabu kurang populer karena

orang Sabu lebih senang menyebutnya dengan Hawu. Lebih lanjut, Kaho

(2007) mengungkapkan bahwa orang Sabu menamakan dirinya dengan

sebutan Do Hawu dan menamakan Pulau Sabu dengan sebutan Rai Hawu.

Do adalah singkatan dari kata dou yang berarti orang atau manusia,

sedangkan rai berarti tanah atau negeri. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa Do Hawu mengacu pada orang atau manusia Sabu, sedangkan Rai

Hawu mengacu pada tanah atau negeri Sabu.

Data statistik tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk Pulau

Sabu berjumlah 91.870 jiwa dengan rincian 45.832 jiwa laki-laki dan

46.038 jiwa perempuan. Mata pencaharian utama penduduk Sabu adalah

pertanian, kerajinan (khususnya tenun dan gula nira), dan pengolahan hasil

laut (khususnya rumput laut). Aktivitas ekonomi masyarakat Sabu masih

konvensional yang terikat dengan norma budaya. Selain itu, masyarakat

Sabu masih tetap konsisten menjalankan budaya lokal walaupun kemajuan

informasi dan teknologi telah mulai berkembang. Wilayah Kabupaten

Sabu Raijua yang luasnya 460,84 km², terdiri atas 6 kecamatan yang

terdiri dari, Kecamatan sabu timur, Sabu Tengah, Sabu Barat, Sabu Liae,

Hawu Mehara dan Sabu Raijua, dapat ditempuh dalam hitungan menit

Page 4: Afiksasi Bahasa Sabu

3

atau jam. Bila menggunakan jalur udara, jarak tempuh dari ibu kota

propinsi ke Pulau Sabu sekitar 45 menit dan bila menggunakan jalur laut

jarak tempuhnya adalah sekitar 12 jam.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 52 Tahun 2008, daerah ini

resmi menjadi sebuah daerah otonom baru dengan nama Kabupaten Sabu

Raijua yang terdiri dari empat pulau. Dari empat pulau ini, hanya dua

pulau yang berpenghuni. Walaupun penduduknya mendiami pulau yang

berbeda namun bahasa yang digunakan dalam berinteraksi sehari-hari

sama, yaitu bahasa Sabu. Menurut Kridalaksana (2008), bahasa Sabu

termasuk dalam rumpun bahasa Bima-Sumba yang meliputi bahasa Bima,

bahasa Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Lio, bahasa Sumba Barat,

bahasa Sumba Timur, dan bahasa Sabu.

BS memiliki lima variasi dialek, yakni dialek Seba, dialek Mesara,

dialek Raijua, dialek Timu, dan dialek Liae (Walker, 1982:3). Kelima

variasi dialek tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau

mencolok. Perbedaannya hanya terletak pada variasi fonologis pada

sebagian kecil leksikon (Ratukoreh, 2006). Dalam penelitian ini yang

menjadi subjek penelitian adalah BS dialek Seba karena dialek Seba bisa

berterima pada semua dialek BS. Untuk lebih jelas, variasi fonologis

sebagai penanda dialek tersebut terlihat di bawah ini.

Seba Mesara Timu Liae Raijua Arti

yaa dja dja yaa Jo Saya

dji dji dji dji ji Kami

Ri ri ro ri li Oleh

Page 5: Afiksasi Bahasa Sabu

4

do do do do ro Yang

hiammu hiemmu ihiemmu hiammu ihiammu Istri/Suami

terae terae terae terae kerae Jagung

BS dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari dan di tempat

upacara yang dilakukan oleh setiap kelompok sepanjang takwin adat.

Kegiatan upacara dibagi dalam kurun musim kemarau dan kurun musim

hujan. Upacara itu berfungsi untuk menyingkirkan segala bentuk kekuatan

gaib yang merusak dan mengancam kehidupan manusia. Upacara adat

musim hujan dipimpin Deo Rai ‘dewa tanah’, sedangkan upacara musim

kemarau dipimpin oleh Pulodo Wadu ‘leluhur Matahari’ (Juli, 2003).

Masyarakat Sabu tergolong masyarakat dwibahasawan, yakni menguasai

dan menggunakan dua bahasa (BS sebagai bahasa ibu dan bahasa

Indonesia). Bahasa Indonesia dikuasai dan digunakan oleh anggota

masyarakat yang berpendidikan dan tinggal di ibu kota kabupaten dan

kecamatan. Kegiatan berbahasa Indonesia dilakukan ketika

berkomunikasi dengan mitra tutur yang bukan penutur BS. Hal itu sangat

berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman yang

menggunakan BS sebagai alat komunikasi utama.

Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki struktur. Struktur suatu

bahasa mencakup bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, dan

tata makna (Keraf 1991:17). Bahasa Sabu sebagai salah satu bahasa

memiliki struktur bahasa, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian

Wakidi dkk, yang membahas tentang Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis

bahasa Sabu. Khusus dalam bidang morfologi, membahas tentang

Page 6: Afiksasi Bahasa Sabu

5

morfem, proses morfologis, dan kelas kata. Dalam kajian morfem terikat

hanya disebutkan dua morfem saja yaitu prefiks pe- dan ke-. Padahal

dalam bahasa Sabu masih ada morfem terikat yang lain. Begitu juga dalam

kajian proses morfologis afiksasi tidak dibahas secara tuntas tentang

kaidah pembentukan kata, fungsi dan makna afiks.

Selain berperan dalam aspek kehidupan manusia sebagai alat

komunikasi yang memiliki sistem dan kaidah-kaidah, bahasa juga

memiliki properti struktural atau aspek gramatikal, yang dikaji dalam

tipologi bahasa. Berkaitan dengan tipologi menurut Comrie (1989:42-43)

dalam morfologi tradisional dikenal tiga tipe bahasa, yaitu isolasi,

aglutinasi, dan fusi yang kemudian ditambahkan lagi dengan tipe keempat,

yaitu tipe polisintesis atau inkorporasi. Tipe bahasa isolasi memiliki ciri-

ciri antara lain: (1) tidak memiliki bentuk morfologi; (2) memiliki

hubungan satu-satu; (3) setiap kata mungkin terdiri atas lebih dari satu

suku kata, tetapi batasan dari masing-masing morfem selalu jelas; (4) tidak

memiliki variasi morfologis untuk menyatakan kata atau kasus-kasus

lainnya. Tipe bahasa aglutinasi memiliki ciri-ciri antara lain: (1) sebuah

kata terdiri atas lebih dari sebuah morfem; (2) batasan kata atau morfem

selalu jelas; (3) tiap-tiap morfem selalu memiliki varian-varian ( variasi

bentuk ); (4) identifikasi bunyi mudah dipahami. Tipe bahasa fusi

memiliki ciri-ciri antara lain: (1) tidak ada batasan yang tegas antara

morfem-morfem; (2) ekspresi dari kategori yang berbeda dalam kata yang

sama lebur dan menjadi sebuah bentuk tunggal; (3) morfem tidak dapat

Page 7: Afiksasi Bahasa Sabu

6

disegmentasikan; (4) seperti bahasa aglutinasi, bahasa fusi memiliki

bentuk infleksi. Tipe bahasa polisintesis memiliki ciri-ciri antara lain: (1)

tidak mungkin berkombinasi dengan morfem dalam jumlah yang besar,

baik morfem leksikal maupun morfem gramatikal. Umumnya, kombinasi

antara satu morfem leksikal dengan satu morfem gramatikal; (2) setiap

kalimat terdiri atas satu kata, dan setiap kata terdiri atas beberapa morfem

untuk mengungkapkan makna yang diinginkan.

Berdasarkan tipologi morfologi yang telah dipaparkan di atas

maka bahasa Sabu dapat digolongkan dalam tipologi morfologi aglutinasi.

Hal ini, dapat dibuktikan dengan ditemukan afiks berupa prefiks dalam

pembentukan kata yang terdapat dalam bahasa Sabu.

Secara genealogis bahasa Sabu termasuk rumpun bahasa

Austronesia Barat yaitu kelompok Hespronesia (Indonesia Barat). Ciri-ciri

bahasa Austronesia Barat yaitu: (1) memiliki morfem-morfem derivasi,

hampir tak ada morfem infleksi, (2) menempatkan kata benda yang

berfungsi sebagai posesif di belakang kata benda yang dimiliki, (3)

menempatkan penanda jumlah bilangan di depan satuan bilangannya, dan

(4) hanya mengenal kata depan atau preposisi (Keraf, 1991:14-15).

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa alasan yang mendorong

peneliti untuk melakukan penelitian khusus tentang afiks bahasa Sabu.

Pertama, bahasa Sabu memiliki afiks yang pernah diteliti oleh peneliti

terdahulu tetapi belum tuntas. Kedua, dalam penggunaan sehari-hari

sebagian besar warga masyarakat Sabu, terutama generasi muda merasa

Page 8: Afiksasi Bahasa Sabu

7

enggan menggunakan bahasa Sabu sebagai media komunikasi. Ketiga,

bahasa Sabu merupakan salah satu bahasa daerah yang dipandanng masih

memerlukan penelitian lebih lanjut, karena informasi kebahasaan yang ada

mengenai bahasa Sabu masih relatif terbatas. Keempat, teori morfologi

generatif belum pernah diterapkan dalam penelitian bahasa Sabu

khususnya afiksasi.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Afiks apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Sabu ?

2. Bagaimanakah kaidah pembentukan kata dengan menggabungkan

afiks

dalam bahasa Sabu ?

3. Apakah fungsi afiks yang terdapat dalam bahasa Sabu ?

4. Apa makna afiks yang terdapat dalam bahasa Sabu ?

II KERANGKA TEORI DAN KONSEP

2.1 Kerangka Teori

Untuk menganalisis Afiksasi BS menggunakan teori Morfologi

Generatif yang dikemukakan oleh Halle (1973), Aronoff (1976) dan

Dardjowidjojo (1988).

Page 9: Afiksasi Bahasa Sabu

8

Halle, (1973:3) menyatakan, bahwa penutur asli suatu bahasa

tertentu memiliki kemampuan intuisi untuk mengenal kata-kata dalam

bahasanya sendiri serta bagaimana kata-kata itu dibentuk. Halle (1973)

memberikan contoh, penutur asli bahasa Inggris akan mengetahui, bahwa

kata-kata a dog think write love, antidisertablish mentananisme adalah

bahasanya dan kata-kata svan pansare katau mile Donawdampfs

chiffahrtsgesell chaff (1973) bukan bahasanya.

Berdasarkan teori Morfologi Generatif model Halle, tataran

morfologi memiliki tiga komponen yang tidak bisa dihilangkan salah

satunya. Ketiga komponen tersebut adalah (1) List of Morphemes “Daftar

Morfem” disingkat menjadi DM, (2) Word Formation Rules “Aturan

Pembentukan Kata” yang kemudian disingkat menjadi APK, dan (3) Filter

“Saringan” ( Halle, 1973: 8, Darjowidjojo 1988: 34 ).

Pada komponen DM, terdapat dua anggota, yaitu akar kata dan

bermacam-macam afiks, baik yang infleksional maupun yang

derivasional. Sebagai contoh kata write dalam bahasa Inggris mesti

diinformasikan, bahwa (a) kata ini adalah akar kata verbal, (b) kata ini

tidak berasal dari bahasa Latin, dan konjungsinya tidak umum. Pengertian

morfem menurut Halle berbeda dengan pengertian morfem yang umum

diketahui, misalnya kata transformational terdiri atas lima morfem yaitu:

trans-form-at-ion-al. Demikian juga kata vacant, total, dan believe terdiri

atas dua morfem yakni: va-cant, tot-al, dan be-lieve.

Page 10: Afiksasi Bahasa Sabu

9

Komponen kedua dari morfologi adalah APK, dalam komponen

ini memuat semua aturan pembentukan kata dari morfem-morfem yang

termuat dalam DM. Dalam hal ini, APK dan DM bersama-sama

membentuk kata, kata-kata yang dibentuk itu berupa kata-kata yang benar

ada maupun kata-kata yang potensial. Maksudnya, kata-kata yang

memiliki persyaratan kaidah, pembentukan kata, tetapi dalam kenyataan

tidak digunakan oleh pemakai bahasa. Lebih lanjut Dardjowidjojo (1988:

35), memberikan contoh kata derivation dan *derivan untuk bahasa

Inggris serta pemberian, berlayar, dan * berbus untuk bahasa Indonesia

yang dihasilkan dalam APK. Kata-kata yang memakai tanda bintang

sebenarnya sudah memenuhi aturan kaidah pembentukan kata, namun

kenyataannya kata-kata itu tidak pernah muncul dalam pemakaian bahasa.

Akan tetapi, kata-kata tersebut pada suatu saat akan muncul dan digunkan

oleh masyarakat bahasa tersebut. Bentuk-bentuk yang potensial tersebut

akan tertahan dalam komponen Filter (saringan ).

Komponen Saringan, adalah komponen Morfologi Generatif yang

memiliki tugas menyaring kata bentukan yang diproses dalam komponen

APK. Di samping itu, komponen saringan memiliki tugas menempelkan

idiosinkresi yang terdapat dalam kata yang telah diproses dalam

komponen APK baik itu idiosinkresi fonologis, idiosinkresi, semantik,

maupun idiosinkresi leksikal.

Halle (1973) menambahkan sebuah komponen lagi, yaitu

komponen Dictionary atau Kamus. Komponen Kamus mempunyai tugas

Page 11: Afiksasi Bahasa Sabu

10

menampung kata-kata hasil dari komponen APK yang sudah lolos dari

Komponen Saringan dan kata-kata yang tidak lolos akan tertahan dalam

Komponen Saringan menjadi bentuk potensial. Kata-kata yang sudah lolos

dari komponen saringan menjadi anggota kamus. Kata-kata yang sudah

lolos itu dapat dibentuk lagi dalam komponen APK dengan proses

afiksasi, sehingga diperoleh lagi kata-kata bentukan baru dan kalau tidak

tertahan dalam komponen Saringan, maka akan menjadi anggota Kamus.

Kata-kata bentukan yang termuat dalam kamus inilah yang nantinya

menjadi bahan pembentukan sintaksis sedangkan pada struktur permukaan

tam.pil mengikuti kaidah fonologis, tentunya yang sudah mengalami

proses dalam komponen APK. Dengan demikian, komponen APK

memiliki saluran dari fonologi dan komponen Kamus.

Alur pembentukan kata sesuai dengan teori Morfologi Generatif

model Halle, dapat digambarkan dalam diagram berikut ini.

Output

List of

Morphe

mes

Phonology Syntax

Word

Formation

Rules

Dictionary

of Word

Filter

Page 12: Afiksasi Bahasa Sabu

11

Aronoff (1976) juga membicarakan Morfologi Generatif.

Pendapatnya tertuang dalam tulisannya yang berjudul ”Word Formation

in Generatif Grammar” pendapat Aronoff memiliki perbedaan dengan

pendapat Halle terutama dalam Kaidah Pembentukan Kata. Menurut Halle

morfem sebagai bentuk minimal sebagai penurunan dari pembentukan

kata sehingga dikenal dengan istilah morpheme based approach.

sementara itu, Aronoff menganggap bahwa kata adalah bentuk minimal

yang dipakai sebagai landasan pembentukan kata. Kata yang dimaksud

harus diartikan leksem, sehingga teori Aronoff dikenal dengan lexem

based approach karena leksem merupakan bentuk dasar dalam penurunan

kata.

Teori Morfologi Generatif model Aronoff menyatakan kata sebagai

unit minimal penurunan kata. Kata yang dimaksud harus memenuhi

persyaratan seperti berikut: (1) dasar pembentukan kata adalah kata, (2)

kata yang dimaksud adalah kata yang benar-benar ada dan bukan hanya

merupakan bentuk potensial saja, (3) aturan pembentukan kata ( WFR’s )

hanya berlaku pada kata tunggal, dan bukan kata kompleks atau lebih kecil

dari kata (bentuk terikat), (4) baik masukan maupun keluaran dari

(WFR’s) harus termasuk dalam kategori sintaksis yang utama (Aronoff,

1976: 40).

Dardjowidjojo mengusulkan empat komponen yang integral dalam

teori Morfologi Generatif. Keempat komponen tersebut adalah Daftar

Morfem (DM), Aturan Pembentukan Kata (APK), Saringan, dan Kamus.

Page 13: Afiksasi Bahasa Sabu

12

Diagram Model Pembentukan Kata menurut Dardjowidjojo

Dalam komponen DM, Dardjowidjojo memisahkan bentuk bebas

dan bentuk terikat, tujuannya adalah untuk menampung bentuk terikat

seperti morfem prakategorial. Penerapan model ini merupakan bentuk

KAMUS

Kata

Dasar

Bebas

Terikat

a

f

i

k

s

a

b

c

d

i

e

f

g

h

j

k

SARING

AN

APK DM

Page 14: Afiksasi Bahasa Sabu

13

bebas yang ada dalam komponen DM seperti baju, makan dan minum

dapat melalui jalur (a) tanpa mengalami hambatan pada komponen

saringan. Untuk jalur (b) bentuk bebas setelah mengalami proses afiksasi

andaikata tidak mengalami idiosinkresi maka dapat langsung masuk ke

dalam komponen Kamus dan kalau dikenai idiosinkresi, bentuk itu akan

melalui jalur (c). Untuk bentuk potensial yang tidak ada dalam pemakaian

sehari-hari, maka akan melalui jalur (d) dan (g), kemudian disimpan dalam

komponen Kamus dengan memberikan tanda (*). Untuk bentuk-bentuk

yang mustahil seperti *berjalani,* melukisan, melalui jalur (d) dan (h)

tidak bisa masuk dalam komponen kamus, kemudian tertahan pada

komponen Saringan. Jalur (f) pecah menjadi jalur (j) untuk bentuk yang

tidak mendapatkan idiosinkresi dan jalur (k) untuk bentuk yang

mengalami idiosinkresi.

2.2 Konsep Afiksasi

Afiksasi merupakan suatu proses pembentukan kata-kata dengan

cara melekatkan afiks, baik prefiks, infiks, sufiks, maupun konfiks.

Berbicara tentang afiksasi berarti membicarakan bagaimana proses

pembentukan kata-kata dalam suatu bahasa dengan cara

menambahkan unsur afiks (morfem terikat) pada bentuk dasar bebas

(morfem bebas).

1. Bentuk Dasar

Bentuk dasar dalam kajian sistem afiksasi BS ini diartikan

sebagai bentuk yang terkecil dalam proses afiksasi. Bentuk dasar

Page 15: Afiksasi Bahasa Sabu

14

dibedakan menjadi dua bagian yaitu bentuk dasar bebas dan bentuk

dasar terikat. Ciri-ciri bentuk dasar adalah sebagai berikut: (1) satuan

bentuk lingual yang terkecil dalam sebuah kosa kata, (2) satuan yang

berperan sebagai masukan dalam proses morfologis, (3) merupakan

bahan baku dalam bahan morfologis, dan (4) sebagai unsur yang

diketahui adanya dari bentuk yang setelah dianalisis dari bentuk

kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari proses morfologis

(Harimurti Kridalaksana: 1989, 20-30).

2. Kaidah Penyesuaian

Cara kerja komponen Aturan Pembentukan Kata (APK) dalam

teori Morfologi Generatif pada proses afiksasi terjadi penggabungan

sebuah morfem dengan morfem yang lain. Seperti sebuah bentuk

dasar dibubuhi dengan sebuah morfem pembentukan kata, yang

dalam hal ini morfem terikat berupa afiks. Afiks yang dibahas dalam

kajian ini berupa prefiks, mengingat sufiks konfiks dan infiks tidak

ditemukan dalam BS. Kaidah penyesuaian merupakan terjemahan

dari bahasa Inggris Adjusment Rules (Aronoff 1976: 105) atau

Readjusment Rules (Scalice, 1984: 54). Adapun tujuannya adalah

untuk memperlihatkan bagaimana penyesuaian itu berinteraksi

dengan Aturan Pembentukan Kata (APK). Selanjutnya, Aronoff

membedakan jenis Kaidah Penyesuaian menjadi dua yaitu Kaidah

Pemenggalan dan Kaidah Alomorfi. Kaidah Pemenggalan dalam

operasionalnya tidak berlaku secara luas, sifatnya sangat khusus.

Page 16: Afiksasi Bahasa Sabu

15

Tugas Kaidah Pemenggalan adalah mengatur pelesapan dalam sebuah

morfem yang berwujud dalam proses afiksasi. Kaidah Alomorfi

adalah kaidah yang mengatur perubahan fonologis, yang diterKPKan

pada morfem tertentu dalam lingkungan morfem tertentu (Aronoff

1976:116). Kaidah Alomorfi terjadi sebagai akibat penggabungan

sebuah morfem dengan morfem yang lain dalam proses afiksasi.

III PEMBAHASAN

3.1 Afiks

Afiks dalam teori Morfologi Generatif merupakan unsur ketiga

dari komponen Dasar Morfem, setelah bentuk dasar bebas dan kata dasar

terikat. Afiks adalah bentuk terikat yang digolongkan sebagai morfem

terikat, berfungsi sebagai pembentuk kata turunan (Kridalaksana,

1989:28; Mathews, 1974:41). Afiks yang terdapat dalam bahasa Sabu

berupa prefiks saja. Prefiks adalah afiks yang dilekatkan di awal bentuk

dasar. Prefiks tersebut adalah pe-, he-, ke- dan ta-.

3.2 Kaidah Pembentukan Kata

Kaidah Pembentukan Kata adalah komponen kedua dalam

Morfologi Generatif. KPK merupakan tempat memproses bentuk turunan.

Muatan yang ada dalam komponen Daftar Morfem berupa bentuk dasar

bebas, bentuk dasar terikat, dan afiks ditarik ke dalam komponen APK,

kemudian diproses sehingga melahirkan kata turunan atau kata kompleks.

Kedudukan bentuk dasar bebas dan terikat dalam bahasa Sabu adalah

Page 17: Afiksasi Bahasa Sabu

16

sama yaitu mempunyai potensi sebagai bentuk asal, kemudian dikodekan

dengan huruf A.

Rumus yang dikemukakan dalam komponen APK adalah:

[A] [[A] + Af ]

Artinya bentuk dasar [A] diproses berdasarkan afiksasi sehingga

menjadi bentuk kompleks, (bandingkan dengan Anom, 1995:114).

Gabungan bentuk asal dengan afiks dalam bahasa Sabu dapat dicontohkan

sebagai berikut:

bentuk asal afiksasi bentuk kompleks

[ra’i] ‘kotor’ [[ra’i] + pe-]’mengotori

[tabbhu] ‘tikam’ [[tabbhu]+pe-] ‘saling tikam’

Untuk lebih jelas rumus ini dapat dideskripsikan dengan substitusi

afiks yang berupa prefiks (pref), infiks (inf), sufiks (suf), dan konfiks

(konf), menjadi seperti di bawah ini:

a) [A] [[A] + Pref]

b) [A] [[A] + Inf ]

c) [A] [[A] + Suf]

d) [A] [[A] + Konf]

Dalam kajian ini afiks yang akan dibahas adalah prefiks karena

infiks, sufiks, dan konfiks tidak ada dalam bahasa Sabu. Untuk lebih jelas

tentang kaidah Pembentukan Kata bahasa Sabu akan diuraikan sebagai

berikut.

a. Pembentukan Kata dengan prefiks.

Page 18: Afiksasi Bahasa Sabu

17

Prefiks dalam proses afiksasi merupakan morfem terikat yang

dilekatkan di depan bentuk asal atau A. Proses pembentukan katanya

ditentukan oleh lingkungan segmen pertama dari bentuk A dan pada

golongan kata mana yang bisa dilekatinya. Prefiks memiliki

kesanggupan untuk dilekatkan dengan satuan-satuan bebas (morfem

bebas), tetapi tidak semua morfem bebas dapat dilekatkan dengan

prefiks. Dalam proses afiksasi bahasa Sabu prefiks tidak memiliki

alomorf. Di bawah ini akan dibahas masing-masing prefiks bahasa

Sabu.

1. Prefiks {pe-}

[A] [A] + pe-]

ra’i ‘kotor’ pera’i ‘mengotori’

dhida ‘tinggi’ pedhida ‘meninggikan’

nga’a ‘makan’ penga’a ‘memberi makan’

puru ‘turun’ pepuru ‘menurunkan’

kako ‘jalan’ pekako ‘ menjalankan’

hudhi ‘kejar’ pehudhi ‘ saling kejar’

tabbu ‘tusuk’ petabbu ‘saling tikam’

rubhi ‘desak’ perubhi ‘saling desak’

dhaba ‘pukul’ pedhaba ‘saling pukul’

hengaddhu’cium’ pehengaddhu’saling cium’

nginu ‘minum’ penginu ‘memberi minum’

hudi ‘sedikit’ pehudi ‘membuat jadi sedikit’

Page 19: Afiksasi Bahasa Sabu

18

made ‘mati’ pemade’membuat jadi mati’

huba ‘ampun’ pehuba’mengampuni

Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa prefiks

pe- dapat bergabungkan dengan adjektiva dan verba.

2. Prefiks {he-}

[A] [[A]+he-]

lai’lembar’ helai’selembar’

piri’piring’ hepiri’sepiring’

ammu’rumah’ heammu’serumah’

bhakka’belah’ hebakka’sebelah’

madha’malam’ hemadha’semalam’

muhi’hisap’ hemuhi’mengisap’

atta ‘potong’ heatta ‘sepotong’

Prefiks he- berdasarkan contoh di atas dapat dilekatkan pada kata

benda dan kata kerja.

3. Prefiks {ke-}

[[A] [[A]+ke-]

ahhi’satu’ keahhi’pertama’

dhue’dua’ kedhue’kedua’

tallu’tiga’ ketallu’ketiga’

appa’empat’ keappa’keempat’

Prefiks ke- berdasarkan contoh kata di atas dapat bergabung dengan

kata bilangan (numeralia).

Page 20: Afiksasi Bahasa Sabu

19

4. Prefiks {ta-}

[A] [[A] + ta-]

hakko’coba’ tahakko ’mau coba’

nga’a ’makan’ tanga’a ‘mau makan’

walli ‘beli’ tawalli ‘mau beli’

pue’petik’ tapue’ mau petik’

nginu ‘minum’ tanginu ‘mau minum’

aggo ‘ambil’ taaggo ‘mau ambil’

happe ‘tarik’ tahappe ‘mau tarik’

Prefiks ta- berdasarkan contoh kata di atas dapat digabungkan dengan

kata kerja.

b. Saringan

Dalam teori Morfologi Generatif komponen yang ketiga sesudah

Kaidah Pembentukan Kata adalah komponen saringan. Saringan atau

penapis memiliki fungsi menyaring bentuk turunan yang diproses dalam

komponen Kaidah Pembentukan Kata. Kata-kata yang berterima akan

diteruskan ke komponen kamus, sedangkan bentuk turunan yang tidak

berterima atau tidak lazim akan tersimpan dalam komponen Saringan.

Kata dalam bahasa Sabu yang memenuhi Kaidah Pembentukan

Kata melalui proses afiksasi tetapi tidak muncul dalam pemakaian sehari-

hari dapat dilihat dalam contoh berikut. Kata ki’i ‘ kambing, adju ’kayu’,

wela’parang’ mendapat prefiks {he-} akan mejadi *heki’i ‘satu kambing’

*heajhu ‘satu kayu’, *hewela ‘satu parang’.

Page 21: Afiksasi Bahasa Sabu

20

Bentuk *heajhu, *hewela, *heki’i adalah bentuk turunan yang

terdapat dalam bahasa Sabu yang akan terbendung dalam komponen

saringan atau penapis. Bentuk–bentuk yang terbendung itu diberikan tanda

* agar dapat dibedakan dengan kata–kata yang lolos ke komponen kamus.

Kata yang bertanda * tidak pernah muncul penggunaannya dalam

kehidupan sehari-hari.

c. Kamus

Dalam diagramnya Halle mencantumkan kamus tetapi ia tidak

menganggap kamus merupakan bagian integral dari morfologi generatif.

Kamus memiliki peranan dalam pembentukan kata karena APK dapat

memanfaatkan leksikon yang tersimpan dalam kamus. Menurut

Dardjowidjoyo (1983:57) komponen kamus sangat penting dalam sistem

pembentukan kata. Komponen kamus menampung bentuk dasar bebas dan

kata turunan yang sudah lolos dari komponen saringan. Dalam penelitian

ini penulis akan mengikuti saran dari Dardjowidjoyo yang mengatakan

bahwa kamus merupakan bagian integral dalam morfologi generatif

(Dardjowidjoyo, 1988:57).

Isi kamus yang berhubungan dengan sistem afiksasi bahasa Sabu

dapat dikelompokkan menjadi kata dasar bebas dan kata turunan yang

berasal dari kaidah pembentukan kata melalui afiksasi. Agar mendapat

gambaran yang lebih jelas dapat dilihat dalam contoh berikut.

1. Kata Dasar Bebas

be’i ‘tidur’ nyakka ‘tolak’

Page 22: Afiksasi Bahasa Sabu

21

nginu’minum’ tuku’lempar’

bhara’barang’ maddha’malam’

arru’periuk’ tou’tahun’

idhu’pikul’ pudi’putih’

parru’pegang’ puru’turun’

lila’terbang’ ehhi’satu’

tao’buat’ dallu’telur’

tabe’tambah’ hudi’sedikit’

dhue’dua’ atta’potong’

tallu’tiga’ parru’pegang’

appa’empat’ bhakka’belah’

ammu’rumah’ hudi’sedikit’

made’mati’ hedui’susah’

2. Kata Turunan

pemade ’membuat jadi mati’

penga’a ‘ memberi makan’

penginu ’memberi minum’

pehedui ‘membuat jadi susah’

pekako ‘menjalankan’

peapa ‘membuat jadi rusak’

pelammi ‘membuat jadi lima’

petuku ‘saling lempar’

peti’o ‘meniup’

Page 23: Afiksasi Bahasa Sabu

22

hekama ‘sekamar’

hemuhi ‘menghisap’

heatta ‘ sepotong’

heammu ‘serumah’

hedou ‘seorang’

tabhale ‘mau pulang’

tabe’i ‘mau tidur’

tanga’a ‘mau makan’

tahakko ’mencoba’

kedhue ‘kedua’

keappa ‘keempat’

keanna ‘keenam’

Kata dasar atau kata turunan bahasa Sabu yang terdaftar

dalam kamus akan digunakan dalam pembentukan kalimat.

Page 24: Afiksasi Bahasa Sabu

23

Diagram Proses Pembentukan Kata

D M

a. Kata Dasar Bebas nginu ( V ) nga’a ( V ) ha’e ( V ) puru ( V ) made ( V ) tuku ( V ) ti’o ( V ) maddi ( Adj ) pudi ( Adj ) mea ( Adj ) hedui ( Adj ) ammu ( N ) kepue ( N ) piri ( N ) kama ( N ) muhi ( V ) dhue ( Num ) tallu ( Num ) walli ( V ) nga’a ( V ) kei ( V )

b. Afiks : pe- he- ke- ta-

A P K

penginu penga’a peha’e pepuru pemade petuku peti’o pemaddi pepudi pemea pehedui heammu hekepue hepiri hekama hemuhi kedhue ketallu tawalli tanga’a takei

SARINGAN

KAMUS

penginu penga’a peha’e pepuru pemade petuku peti’o pemaddi pepudi pemea pehedui heammu hekepue hepiri hekama hemuhi kedhue ketallu tawalli tanga’a takei

Page 25: Afiksasi Bahasa Sabu

24

3.3 Fungsi Afiks Bahasa Sabu

Afiks mempunyai fungsi mengubah bentuk dasar dan bentuk

terikat menjadi bentuk turunan atau yang biasa disebut bentuk kompleks.

Proses afiksasi yang terjadi pada kaidah pembentukan kata tidak

selamanya berasal dari daftar morfem, bisa juga berasal dari komponen

kamus untuk membentuk bentuk turunan. Oleh sebab itu, secara leksikal–

gramatik bentuk A itu, bisa berupa bentuk dasar bebas, bentuk dasar

terikat, bentuk turunan, bentuk reduplikasi, dan bentuk kompositum,

bandingkan (Reteg, 2002:89).

Verhaar (2008:107) menyatakan fungsi utama yang dimiliki oleh

proses afiksasi ada dua, yaitu infleksi, afiksasi yang membentuk alternan-

alternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur leksikal, yang

sama dan derivasi, afiksasi yang menurunkan kata unsure leksikal yang

lain dari kata atau unsure leksikal tertentu. Lebih lanjut Aronoff (1976:2)

menyatakan, bahwa secara tradisional gejala morfologi dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu gejala derivasional dan gejala infleksional. Gejala

derivasional berkaitan dengan kategori leksikal. Artinya proses

derivasional merupakan suatu proses pembentukan bentuk turunan lewat

proses afiksasi dapat mengubah kategori kata asal sebagai dasar

pembentukan kata. Gejala infleksional berkaitan dengan kategori

gramatikal. Artinya, dalam proses infleksional tidak terjadi perubahan

kategori kata turunan dari kata asal. Untuk memperoleh gambaran yang

lebih jelas akan diuraikan fungsi afiks bahasa Sabu sebagai berikut.

Page 26: Afiksasi Bahasa Sabu

25

a. Fungsi prefiks {pe-}

1. Jika prefiks {pe-} dilekatkan dengan A adjektif, maka bentuk A

tersebut akan menjadi verba.

Contoh:

[pe- + [ra’i]adj ]V

ra’i’kotor’ pera’i ‘mengotori’

[pe- + [pudi]Adj]V

pudi’putih’ pepudi’memutihkan’

[pe- + [made]Adj]V

made’mati’ pemade’mematikan’

[pe- +[padha]Adj]V

paddha’sakit’ pepadha’menyakiti’

1) a) Ki’i made pa padha.

Kambing N matiAdj diPrep padangN.

‘Kambing mati di padang’.

b) ’Ki’i no pemade ri Ande.

Kambing(N) dia(N) dimatikan dar Ande(N).

‘Kambingnya dibunuh oleh Ande’.

2) a) Bajhu ari ra’i .

BajuN adikN kotorAdj.

‘Baju adik kotor’

b) Evi do perai kama jhi.

EviN yang mengotoriV kamar N kamiN.

‘Evi yang mengotori kamar kami’.

Kata ‘pemade’ dan ‘pera’i’ pada contoh kalimat di atas adalah

bentuk turunan dari kata dasar ‘made’ dan ‘ra’i’ yang dilekatkan prefiks

Page 27: Afiksasi Bahasa Sabu

26

{pe-}. Prefiks {pe-} memiliki fungsi derivasional mentransformasikan

adjektiva menjadi verba.

Proses pembentukan kata turunan ini adalah sebagai berikut :

[pe- + (Adj] V

2. Jika prefiks {pe-} dilekatkan dengan A verba, maka bentuk A

tersebut tetap menjadi verba.

Contoh: [pe- + [nga’a]V]V

nginu’minum’ penginu’meminumkan’

[pe- + [hengadhu]V]V

hengadhu’cium’

pehengadhu’berciuman’

[pe- + [rubhi]V]V

rubhi’desak’ perubhi’berdesakan’

1) a) Ama nginu kowi.

AyahN minumV kopiN

‘Ayah minum kopi’

b) Ama penginu dou lowe.

AyahN memberi minumV orang N banyakNum.

‘Ayah memberi minum orang banyak’

2) a) Yuli hengaddhu ina nga ama no.

YuliN cium V ibu N dan ayah N diaN

‘ Yuli cium ayah dan ibunya’

b) Ro pehengadhu pa ammu ya.

MerekaN berciuman V diPrep rumahN sayaN.

‘Mereka berciuman di rumahku’.

Page 28: Afiksasi Bahasa Sabu

27

Kata ‘peginu’ dan ‘pehengadhu’ pada contoh kalimat di atas

merupakan kata turunan dari kata dasar ‘nginu’ dan ‘hengadhu’ yang

dilekatkan afiks {pe-}. Afiks {pe-} memiliki fungsi infleksional.

Proses pembentukan kata turunan ini adalah sebagai berikut :

[pe- + V] V

b. Fungsi prefiks {he-}

1. Jika prefiks {he-} dilekatkan dengan A nomina maka bentuk A itu

akan menjadi numeralia.

Contoh: [he- + [piri]N]Num

piri’piring’ hepiri’sepiring’

[he- + [ammu]N]Num

ammu’rumah’ heammu’serumah’

[he- + [dou]N]Num

dou’orang’ hedou’seorang’

1) a. Chaty lojho piri.

ChatyN cuciV piringN.

‘Chaty cuci piring’

b. Chaty nga’a ai kawo hepiri.

ChatyN makanV bubur N satu piringNum.

‘Chaty makan bubur satu piring’

2) a. Randy manga pa ammu.

RandyN mainV di rumah.

‘Randy main di rumah’.

b. No nga yaa be’i heammu.

DiaN dan sayaN tidurV serumahNum

‘Dia dan saya tidur serumah’

Page 29: Afiksasi Bahasa Sabu

28

3) a. Dou nanni ari ri ina ya.

OrangN ituAtr adikN dari ibuN saya.

‘Orang itu adik dari ibu saya’

b. Ana no hedou we.

AnakN dia N seorangNum saja .

‘Anaknya seorang saja’

Bentuk kata ‘hepiri’, ‘heammu ‘, ’hedou’, pada kalimat di atas

merupakan bentuk turunan dari kata dasar ‘ammu ‘, ’piri’, ‘dou ‘, yang

dilekatkan prefiks {he-}. Prefiks he- memiliki fungsi derivasional.

Proses pembentukan kata turunan ini adalah

[he + N] NUM

2. Jika prefiks {he-} dilekatkan dengan A verba maka bentuk A tetap

verba.

Contoh : [he +[ muhi]V ]V

muhi’ hisap’ hemuhi’menghisap’

4) a. Ama muhi roko pa kama.

AyahN hisapV rokokN di Prep kamarN.

‘Ayah hisap rokok di kamar’

b. Ana ngaka naido hemuhi huhu pa kejhunga ammu.

AnakN anjingN sedang menghisapV susuN diPrep belakangN rumahN.

‘Anak anjing sedang menghisap susu di belakang rumah.

Page 30: Afiksasi Bahasa Sabu

29

Bentuk kata ‘hemuhi’ pada kalimat di atas adalah bentuk turunan

dari kata dasar ‘muhi’ yang dilekatkan prefiks {he-}. Prefiks he memiliki

fungsi infleksional.

3. Jika prefiks {he-} dilekatkan dengan A verba maka bentuk A

menjadi Num.

Contoh : [he + [bhakka]V]Num

bhakka ’belah’ hebhakka’sebelah’

[he + [atta]V ] Num

atta ‘potong’ heatta’sepotong’

9) a. Ama neido bhakka ajhu.

AyahN sedang belahV kayuN.

‘Ayah sedang belah kayu’.

b. Nga’e hebhakka we ri ya wopau nadhe.

MakanV sebelahNum saja dariPrep sayaN mangga N iniArt.

‘Saya makan sebelah saja mangga ini’.

10) a. Luji heido atta ajhu.

LujiN sedang potong V kayuN.

‘Luji sedang potong kayu’.

b. Ani aggo heatta we ajhu nadhe.

Ani bawa sepotong saja kayu ini.

‘Ani bawa kayu ini sepotong saja’.

Bentuk turunan ‘hebakka’ sebelah dan ‘heatta’ sepotong adalah

bentuk turunan dari’ bakka’ dan ’atta’ yang dilekatkan prefiks {he}.

Prefiks {he} memiliki fungsi derivasional.

Proses bentuk turunan ini adalah

Page 31: Afiksasi Bahasa Sabu

30

[he+ [V]]Num

c. Fungsi Prefiks {ke-}

Prefiks {ke} jika dilekatkan dengan A Numeralia maka A tetap

Numeralia.

Contoh: [ke+[dhue]Num]Num

dhue’dua’ kedhue ‘kedua’

[ke+[tallu]Num]Num

tallu’tiga’ ketallu’ketiga’

11) a. Ana ro dhue dou.

AnakN mereka N duaNum orangN.

‘Anak mereka dua orang’.

b. No ana kedhue ri ina nga ama ya.

DiaN anakN keduaNum dari Prep ibuN dan ayahN sayaN.

‘Dia anak kedua dari orang tuaku’.

12) a. Ari nga’a wopau tallu bhue.

AdikN makanV manggaN tigaNum buah.N

‘Adik makan mangga tiga buah’.

b. Alla tamade ama ro, pa lodho ketallu metana

Sesudah meninggalV ayahN merekaN, pada hariN ketigaNum melahir

anake Yuli.

anaklahN YuliN.

‘Sesudah ayah mereka meninggal, pada hari ketiga Yuli melahirkan’.

Page 32: Afiksasi Bahasa Sabu

31

Bentuk turunan ‘kedhue’kedua dan ‘ketallu’ ketiga adalah bentuk

turunan dari bentuk dasar ‘dhue’ dan ‘tallu’ yang dilekatkan prefiks {ke-

}. Prefiks {ke-} memiliki fungsi infleksional.

Proses turunan ini adalah

[he+[Num]Num]

d. Fungsi Prefiks {ta-}

Prefiks {ta-} jika dilekatkan dengan A Verba maka A tetap Verba.

Contoh : [ta+[walli]V]V

walli’beli’ tawalli’mau beli’

13) a. No walli kenana pa paha.

DiaN beliV sirihN diPrep pasarN.

‘Dia beli sirih di pasar’

b. No tawalli kenana pa paha.

DiaN membeliV sirihN diPrep pasarN.

‘Dia membeli sirih di pasar.

14) a. Yuli hakko ai kua hedhai wawi.

YuliN cobaV air supN dagingN babiN.

‘ Yuli coba sup daging babi’.

b. Yuli tahakko ai kua hedhai wawi.

Yuli mencoba air sup daging babi.

‘Yulu mencoba sup daging babi’.

Page 33: Afiksasi Bahasa Sabu

32

Bentuk turunan ‘tawalli’ membeli dan ‘tahakko’mencoba adalah

bentuk turunan dari bentuk dasar’walli’ dan ’hakko’ yang dilekatkan

prefiks {ta-}.Prefiks {ta-} memiliki fungsi infleksional.

3.4 Makna Afiks Bahasa Sabu

Masing–masing kata dalam 4 jenis kelompok kata dasar yaitu

nomina, verba, adjektiva, dan numeralia maupun berbagai bentuk hasil

pembentukan kata jadian, jelas ditandai oleh bentuk dan isi kata itu

sendiri. Secara ideal, dapat dikatakan bahwa setiap kata pasti memiliki 5

buah unsur yang dinamakan kadar. Besar atau kecilnya kadar dari masing-

masing unsur dalam sebuah kata itulah yang akan menentukan makna

sebuah kata. Kelima unsur itu adalah 1) Kadar bunyi. Setiap kata pasti

dibentuk oleh bunyi. 2) Kadar arti dan pengertian. Setiap bunyi yang

dihsilkan oleh alat ucap manusia mempunyai arti apabila bunyi itu

berfungsi sebagai tanda untuk “sesuatu dan dimiliki oleh sekelompok

orang yang konvensi. 3) Kadar tugas. Bunyi yang diucapkan mempunyai

tugas untuk menimbulkan kontak dengan orang lain karena menangkap

acuan yang sama dalam angan dan kata itu bertugas menghadirkan kata

lain yang berhubungan dekat dengan acuan tadi. 4) Kadar rasa adalah

unsur bunyi, arti, dan tugas dalam sebuah kata mempunyai hubungan erat

dengan perasaan dengan setiap yang memilikinya. 5) Kadar asosiasi

mempunyai fungsi dan pengaruh sangat penting terhadap pertumbuhan

dan perkembangan intelegensi manusia.kecepatan bernalar, kelogisan

Page 34: Afiksasi Bahasa Sabu

33

berpikir, dan ketejaman analisis ternyata sangat ditentukan oleh

kemampuan menggunakan kekuatan unsur asosiasi (Sanga, 2008:23-26).

Ogden and Richards (dalam Reteg, 2002:107) mengemukakan,

bahwa konsep makna dapat digambarkan dalam bagan berupa segitiga,

seperti tergambar di bawah ini.

Reference

Symbol ------------------------------ Referent

Ketiga unsur terdapat dalam diagram segi tiga yaitu symbol,

reference, dan referent merupakan tiga komponen makna. Unsur yang

pertama adalah symbol atau lambang merupakan bunyi ujaran yang berupa

kata yang menempati titik kiri bagian bawah. Unsur kedua, adalah

reference atau referensi merupakan bayangan atau citra, terletak pada

pikiran penutur bahasa, yang berada pada titik atas. Referensi ini mengacu

kepada unsur atau peristiwa yang dibicarakan.Unsur ketiga, adalah

referent merupakan benda atau hal yang diacu. Referent berada pada titik

kanan bawah.Dalam konsep makna ini symbol atau kata tidak memiliki

hubungan langsung dengan referent yang diacu, sebagaimana terlihat

adanya garis putus-putus yang menghubungkan symbol dengan referent.

Setiap kata dalam bahasa Sabu memiliki makna, baik itu kata dasar

maupun kata yang telah mengalami proses morfologis. Kata-kata yang

Page 35: Afiksasi Bahasa Sabu

34

telah mengalami proses morfologis pasti mengalami perubahan makna.

Perubahan makna itu bisa secara gramatis dan non-gramatis. Secara

gramatis proses morfologis kata dalam bahasa Sabu ada 3 yaitu 1) afiksasi,

2) reduplikasi, 3) kompositum atau pemajemukan. Dalam penelitian ini

peneliti hanya akan menjelaskan makna kata yang mengalami perubahan

makna akibat proses afiksasi.

1. Makna gramatikal prefiks {pe-}.

Contoh :

15) Ama penga’e ari.

Ayah menyuap adik.

‘Ayah meyuap adik’

16) Ama penga’a dou do djagga ammu.

Ayah memberi makan orang yang kerja rumah.

‘Ayah memberi makan orang yang kerja rumah’

Bentuk turunan kata ‘penga’e’ dan ‘penga’a ‘ berasal dari kata

‘nga ‘a ‘yang dilekatkan prefiks { pe-}.Prefiks {pe-} pada kata ‘penga’e’

bermakna memberi makan untuk seorang saja sedangkan’penga’a‘

bermakna memberi makan untuk orang banyak.

17) Ani pengino ari.

Ani meminumkan adik.

‘Ani meminumkan adik’

18) Welem penginu dou lowe.

Welem meminumkan orang banyak

Page 36: Afiksasi Bahasa Sabu

35

‘Welem meminumkan orang banyak’.

Bentuk turunan kata’ penginu’dan ‘pengino’berasal dari kata

‘nginu’ yang dilekatkan prefiks {pe-}. Kata’ nginu’adalah pekerjaan yang

dilakukan untuk diri sendiri sedangkan kata ‘pengino’ pekerjaan yang

dilakukan untuk seorang saja dan kata ’ penginu’ pekerjaan yang

dilakukan untuk orang banyak.

19) Ro hei do petuku pa ammu.

Mereka sedang saling lempar di rumah.

‘Mereka sedang saling lempar di rumah’.

20) Yuli nga Ana hei do pedhaba pa dahi.

Yuli dan Ana sedang saling pukul di laut.

‘Yuli dan Ana sedang saling pukul di laut’.

Bentuk turunan’ petuku ‘ dan ‘pedhaba ‘ berasal dari kata ‘tuku’

dan kata ‘dhaba’ yang dilekatkan prefiks {pe-}.Prefiks {pe-} pada kata

‘petuku ‘memiliki makna saling lempar dan kata ‘pedhaba’ memiliki

makna saling pukul.

21) Andi peha’e paji pa hekola.

Andi menaikkan bendera di sekolah.

‘Andi menaikkan bendera di sekolah’.

22) A’a pepure ari ti kelaga.

Kakak menurunkan adik dari balai-balai.

‘Kakak menurunkan adik dari balai-balai’.

23) Toni pepuru bhara ti oto.

Toni menurunkan barang dari oto.

Page 37: Afiksasi Bahasa Sabu

36

‘Toni menurunkan barang dari oto’

Bentuk turunan ‘peha’e ‘, ‘pepure’, dan ‘pepuru’ berasal dari kata

dasar’ ha’e’ dan ‘puru’ yang dilekatkan prefiks {pe-}. Prefiks {pe-} pada

kata ’peha’e’ memiliki makna menaikkan sedangkan kata ’pepure’

memiliki makna menurunkan kalau itu manusia dan kata ‘pepuru’

memiliki makna menurunkan kalau itu barang.

24) Uce pera’i tebo hekola.

Uce mengotori tembok sekolah.

‘Uce mengotori tembok sekolah’.

25) Ina heido pemaddi luawangngu.

Ibu sedang menghitamkan benang.

‘Ibu sedang menghitamkan benang’.

26) Ama heido pemola bhehi.

Ayah sedang meluruskan besi.

‘Ayah sedang meluruskan besi’.

Bentuk turunan ‘pemaddi’ dan ‘pemola’ berasal dari kata dasar

‘maddi’ dan ‘mola’ yang dilekatakan prefiks {pe-}. Prefiks {pe-} pada

kata ‘pemaddi’ memiliki makna menghitamkan (membuat jadi hitam) dan

‘pemola’ memiliki makna meluruskan (membuat jadi lurus).

1. Makna Gramatikal Prefiks {he-}.

Contoh :

27) Banni nga Yanti be’i heammu.

Banni dan Yanti tidur serumah.

‘Banni dan Yanti tidur serumah (satu rumah)’.

Page 38: Afiksasi Bahasa Sabu

37

28) Ama nga ina nga,a hepiri.

Ama dan ina makan sepiring.

‘Ayah dan ibu makan sepiring (satu piring)’.

29) No nginu kowi hegela.

Dia minum kopi segelas (satu gelas).

‘Dia minum kopi segelas (satu gelas)’.

Bentuk kata turunan ‘heammu’ dan ‘hegela’ berasal dari kata

dasar’ ammu ‘ dan ‘gela’ yang dilekatkan prefiks {he-}. Prefiks {he-}

pada kata’ heammu’ memiliki makna satu rumah dan kata’ hegela’

memiliki makna satu gelas.

30) Wempi ag’go heatta we ne dari.

Wempi ambil sepotong saja itu tali.

‘Wempi mengambil sepotong saja tali itu’.

31) Toni be’i herammi we pa ammu yaa.

Toni tidur semalam saja di rumah saya.

‘Toni tidur semalam di rumahku’.

Bentuk kata turunan ‘heatta’ dan’ herammi ‘berasal dari kata dasar

‘atta’ dan ‘rammi’ yang dilekatkan prefiks {he-}. Kata ‘heatta’ memiliki

makna satu potong dan ‘semalam’ memiliki makna satu malam.

32) Ana ngaka heido hemuhi huhu pa keraha ammu.

Anak anjing sedang menghisap susu di samping rumah.

‘Anak anjing sedang menghisap susu di belakang rumah’.

Page 39: Afiksasi Bahasa Sabu

38

Bentuk kata turunan ‘hemuhi’ berasal dari kata dasar ‘ muhi’ yang

dilekatkan prefiks {he-} .Prefiks {he-} pada kata’ hemuhi’ memiliki

makna sedang melakukan pekerjaan.

2. Makna Gramatikal Prefiks {ke-}

Contoh :

33) Yanti ana kedhue ri ina nga ama yaa.

Yanti anak kedua dari ibu dan ayah saya.

‘Yanti anak kedua dari ibu dan ayahku.

34) Alle tamade ama ro, pa lodho ketallu

Sesudah meninggal ayah mereka, pada hari ketiga

metana anake Yuli.

melahir anaklah Yuli.

‘Sesudah ayah mereka meninggal, pada hari ketiga Yuli

melahirkan’

Bentuk kata turunan ‘kedhue’ dan ‘ketallu’ berasal dari kata dasar

‘dhue’ dan ‘tallu’ dilekatkan prefiks {ke-}. Prefiks {ke-} pada kata

‘kedhue’ dan ‘ketallu’ memiliki makna yang menyatakan numeralia

tingkatan.

3. Makna Gramatikal Prefiks {ta-}

Contoh :

35) Yanto tanga’a koki pa ammu Uli.

Yanto mau makan kue di rumah Uli.

‘Yanto mau makan kue di rumah Uli’.

36) Evi tawalli kenana wie ina.

Evi mau beli sirih untuk ibu.

Page 40: Afiksasi Bahasa Sabu

39

‘Evi mau beli sirih untuk ibu’.

Bentuk kata turunan ‘tanga’a’ dan ‘tawalli’ berasal dari kata dasar

’nga’a dan ‘walli’ dilekatkan prefiks {ta-}. Prefiks {ta-} pada kata

‘tanga’a’ dan ‘tawalli’ memiliki makna tindakan yang belum dilakukan.

IV PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa bahasa Sabu

memiliki:

1. Afiks yaitu berupa prefiks {pe-, he-, ke-, dan ta-}.

2. Kaidah pembentukan kata dengan afiks dalam bahasa Sabu adalah

dengan menggunakan teori Morfologi Generatif model Halle (1993)

yang sudah dimodifikasikan oleh Dardjowidjoyo (1980). Unsur–unsur

pembentuk kata itu adalah sebagai berikut.

Daftar Morfem yang memuat unsur pembentuk kata berupa bentuk

dasar bebas dan afiks.

1. Bentuk dasar bebas terdiri atas :

a. Kata dasar nomina yaitu nomina insan, nomina binatang, nomina

tumbuhan, dan nomina alat.

b. Kata dasar verba yaitu verba keadaan, verba proses, verba

tindakan, dan verba pengalaman.

c. Kata dasar adjektiva terdiri atas :

Page 41: Afiksasi Bahasa Sabu

40

1. Adjektiva kualitatif yaitu adjektiva ukuran, adjektiva warna,

adjektiva sikap batin, dan adjektiva cerapan.

2. Adjektiva klasifikatoris.

d. Kata dasar numeralia

2. Bentuk dasar terikat berupa afiks yaitu prefiks {pe-, he-, ke-, ta-}

A. Kaidah Pembentukan Kata adalah komponen proses pembentukan

kata turunan. Proses Pembentukan Kata dengan afiks dalam bahasa

Sabu hanya berupa prefiks yaitu :

1. Prefiks {pe-}

Contoh : {pe-} + ra’i ‘kotor’ pera’i ‘mengotori’

{pe-}+ tuku ‘lempar’ petuku ‘saling lempar’

{pe-} + puru’turun’ pepuru’menurunkan’

{pe-} + maddi’hitam’ pemaddi’membuat jadi hitam’

2. Prefiks {he-}

Contoh: {he-}+ atta’potong’ heatta’satu potong’

{he-}+ ammu’rumah’ heammu’satu rumah’

{he-}+ arru ‘periuk’ hearru’satu periuk’

{he-}+ muhi’hisap’ hemuhi’menghisap’

3. Prefiks {ke-}

Contoh: {ke-} + dhue ‘dua’ kedhue’kedua’

{ke-}+ tallu’tiga’ ketallu’ketiga’

{ke-} + appa’empat’ keappa’keempat’

Page 42: Afiksasi Bahasa Sabu

41

4. Prefiks {ta-}

Contoh: {ta-}+ walli’beli’ tawalli’mau beli’

{ta-}+ kako’jalan’ takako’mau jalan’

{ta-}+ nga’a’makan’ tanga’a’mau makan’

{ta-}+nginu’minum’ tanginu’mau minum’

3. Komponen ketiga, yaitu komponen saringan atau penapis berfungsi

menyaring bentuk – bentuk kata turunan yang dihasilkan oleh APK.

Kata turunan bahasa Sabu yang berterima langsung menuju ke

komponen kamus, sedangkan kata turunan yang tidak berterima

tertahan dalam komponen saringan. Bentuk kata turunan bahasa Sabu

yang tertahan dalam saringan seperti *heki’i,* hewela, *heajhu,dan

*hetudhi.

4. Komponen keempat, yaitu kamus yang menampung kata, baik kata asal

maupun kata turunan yang diproses dari APK, seperti ra’i ’kotor’

,nginu ’minum’, tuku’lempar’, ammu ’rumah’, dhue’dua’, walli’beli’,

pera’i ‘mengotori’, penginu’memberi minum’, petuku’saling lempar’,

heammu ’satu rumah’,kedhue ’kedua’,dan tawalli’mau beli’.

5. Afiks bahasa Sabu memiliki fungsi derivasional dan infleksional.

a. Afiks yang memiliki fungsi derivasional yaitu prefiks {pe-} yang

mentransformasikan adjektiva menjadi verba proses.

b. Afiks yang memiliki fungsi derivasional yaitu prefiks {he-} yang

mentransformasikan nomina menjadi numeralia.

Page 43: Afiksasi Bahasa Sabu

42

c. Afiks yang memiliki fungsi derivasional yaitu prefiks {he-} yang

mentransformasikan verba tindakan menjadi numeralia.

d. Afiks yang memiliki fungsi infleksional yaitu prefiks {pe-} yang

mentransformasikan verba tindakan menjadi menjadi verba

tindakan yang menyatakan saling.

e. Afiks yang memiliki fungsi infleksional yaitu prefiks {ke-} yang

mentransformasikan numeralia menjadi numeralia tingkat.

f. Afiks yang memiliki fungsi infleksional yaitu prefiks {ta-} yang

mentransformasikan verba tindakan menjadi verba tindakan yang

berlangsung.

6. Makna afiks bahasa Sabu.

a. Prefiks {pe-} memiliki makna tindakan yang menyatakan proses dan

menyatakan saling.

b. Prefiks {ke-} memiliki makna yang menyatakan urutan atau

tingkatan seperti apa yang tersebut pada bentuk dasarnya.

c. Prefiks {he-} memiliki makna menyatakan jumlah dan tindakan

yang sedang berlangsung.

d. Prefiks {ta-} memiliki makna tindakan yang belum dilakukan.

Page 44: Afiksasi Bahasa Sabu

43

4.2 SARAN

Penelitian mengenai morfologi bahasa Sabu sudah dilakukan oleh

peneliti lain, khususnya penelitian mengenai afiksasi bahasa Sabu dengan

menggunakan teori morfologi generatif adalah penelitian yang pertama.

Karena itu penelitian ini bisa dipakai untuk melengkapi penelitian-

penelitian terdahulunya. Penelitian ini juga dapat dipakai sebagai

pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar di kabupaten Sabu Raijua untuk

pengenalan materi afiksasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gusti Ketut. 1995. “Sistem Morfologi Verba dengan Afiks {N-.

{-an/-in} dalam Bahasa Bali”. Tesis Program S2 Linguistik,

Universitas Udayana, Denpasar.

Aronoff, Mark. 1976. Word Formation on Gererative Grammer.

Cambridge: The MIT Press.

Chomsky, M. 1965. Aspect of the Theory of Syntax. Cambridge,

Massachuseets: The MIT Press.

Dardjowidjojo, Soendjono. 1983. Beberapa Aspek Linguistik Indonesia.

Jakarta: Djambatan.

Dardjowidjojo, Soendjono. 1988. “Morfologi Generatif: Teori dan

Permasalahan”, PELBA I” 31-60. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika

Atma Jaya.

Halle, Moris. 1973. “Prolegomena to a Theory of World Formation”.

Cambridge: The MIT Press.

Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa

Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

Page 45: Afiksasi Bahasa Sabu

44

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. (Edisi Ketiga). Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Matthews, H. P. 1974. Morphology: An Introduction to the Theory of

Word Structure. London University Press.

Ratukoreh, Adriana.2006. Laporan Hasil Penelitian Bahasa Sabu.

Kupang : Unit Pelaksana Teknis Dinas Bahasa Pendidikan Dan

Kebudayaan Propinsi Nusa Tenggara Timur

Reteg, I Nyoman. 2002. “Afiksasi Bahasa Dawan” Tesis Program

Pascasarjana Universitas Udayana.

Scalice, Sergio. 1984. Generative Morphology. Dordrixht: Faris

Publication.

Verhaar, J. W. M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Wakidi, dkk. 1991. Fonologi, Formologi, Sintaksis, Bahasa Sabu Jakarta:

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Walker, T. Alan. 1982. ”A Grammar Of Sabu,” dalam Nusa Universitas

Atma Jaya, Volume 13 Jakarta : Universitas Atma Jaya.