KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI filee. sdm aparatur kementerian ketenagakerjaan 5 f. potensi dan...
Transcript of KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI filee. sdm aparatur kementerian ketenagakerjaan 5 f. potensi dan...
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Atas segala rahmat dan ridho-Nya, karena sampai saat
ini kita masih diberikan kesehatan yang prima sehingga dapat mengemban tugas untuk
mewujudkan sumbangsih serta pengabdian ke arah kemajuan, kesejahteraan dan kepuasan
kepada masyarakat dalam bidang ketenagakerjaan.
Pelaksanaan program dibidang ketenagakerjaan selama tahun anggaran 2017 telah diwarnai oleh
sejumlah keberhasilan yang dicerminkan dengan pencapaian sasaran strategis dan indikator
kinerja sesuai target yang ditetapkan dalam Rencana Strategis dan indikator kinerja sesuai target
yang ditetapkan oleh Rencana Strategis 2015-2019. Laporan Kinerja Ketenagakerjaan Tahun 2017
menggambarkan capaian kinerja Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017 membandingkan
antara target yang telah ditetapkan dengan pencapaian di tahun berikutnya.
Masukan dan saran perbaikan yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk peningkatan
kinerja Kementerian Ketenagakerjaan. Perbaikan di segala aspek dengan mengusung nilai-nilai
integritas dan akuntabilitas di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan akan menjadi modal
utama peningkatan kinerja dalam rangka mewujudkan tenaga kerja yang siap bersaing di pasar
global atau internasional. Di samping itu, kerja keras jajaran Kementerian Ketenagakerjaan serta
dukungan lintas sektor, instansi terkait lainnya maupun seluruh pemangku kepentingan akan
menjadikan sinergi pencapaian target pada tahun berikutnya.
Jakarta, 2018 Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia,
M. Hanif Dhakiri
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
ii
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR GRAFIK vi
DAFTAR DIAGRAM vii
IKHTISAR EKSEKUTIF viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. MAKSUD DAN TUJUAN 2
C. KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI 3
D. STRUKTUR ORGANISASI 3
E. SDM APARATUR KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN 5
F. POTENSI DAN PERMASALAHAN 7
BAB II PERENCANAAN KETENAGAKERJAAN 12
A. RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN 12
B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 15
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2017 15
A. CAPAIAN KINERJA 15
B. AKUNTABILITAS ANGGARAN 61
BAB IV PENUTUP 65
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Capaian Sasaran Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017 vi
Tabel 2. Perjanjian Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017 14
Tabel 3. Capaian Sasaran Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017 15
Tabel 4. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017 16
Tabel 5. Persentase Angka Pengangguran 2016-2017 17
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Kategori Pengangguran Terbuka 18
Tabel 7. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) 21
Tabel 8. Tingkatan Status IPK 23
Tabel 9. Hasil IPK Tahun 2017 23
Tabel 10. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan
Menurut Indikator Utama Dan Provinsi Terbaik Tahun 2017
24
Tabel 11. IPK Nasional Tahun 2017 25
Tabel 12. Indikator dan Nilai IPK Nasional, Tahun 2017 28
Tabel 13. Realisasi Peningkatan Kompetensi dan Produktivitas Tenaga Kerja 32
Tabel 14. Jumlah Tenaga Kerja yang Memiliki Sertifikat Kompetensi Tahun
2014 - 2017
33
Tabel 15. Peningkatan Kualitas Pelayanan Penempatan Dan Pemberdayaan Tenaga Kerja
38
Tabel 16. Menciptakan Hubungan Industrial Yang Harmonis Dan Memperbaiki
Iklim Ketenagakerjaan
41
Tabel 17. Angka Perselisihan Hubungan Industrial (HI) 42
Tabel 18. Peningkatan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundangan
di Bidang Ketenagakerjaan
45
Tabel 18.1 Jenis Norma Ketenagakerjaan 46
Tabel 19. Peningkatan Kapasitas Organisasi 47
Tabel 20. Nilai Reformasi Birokrasi Kementerian Ketenagakerjaan 50
Tabel 21. Tingkat Maturitas 57
Tabel 22. Pagu Anggaran Kemnaker Per Program 61
Tabel 23. Pagu Anggaran Kemnaker Per Belanja 62
Tabel 24. Realisasi Belanja Kemnaker RI Tahun 2017 setelah Efisiensi 63
Tabel 25. Realisasi Belanja Kemnaker RI Berdasarkan Kewenangan Tahun 2017 64
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Organisasi Kementerian Ketenagakerjaan 5
Gambar 2. Isu – Isu Ketenagakerjaan 9
Gambar 3. Laju Pertumbuhan Investasi Dan Tingkat Pengangguran 19
Gambar 4. Indeks Daya Saing Global 20
Gambar 5. Indeks Daya Saing Global 20
Gambar 6. Nilai Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Tahun 2017 22
Gambar 7. Workshop Dan Penyerahan Penghargaan
IPK Tahun 2017 Oleh Menteri Ketenagakerjaan
24
Gambar 8. Sertifikasi Profesi 34
Gambar 9. Kemnaker Raih penghargaan Standar Pelayanan publik
tertinggi dari Ombudsman
59
Gambar 10. Kemnaker Raih penghargaan Standar Pelayanan publik
tertinggi dari Ombudsman
59
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
vi
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1. Jumlah ASN Kementerian Ketenagakerjaan Menurut Jenis Kelamin Per-Unit
Kerja Eselon I
6
Grafik 2. Jumlah SDM Aparatur Kemnaker Berdasarkan Pendidikan 7
Grafik 3. Data SDM ASN Kemnaker Berdasarkan Golongan Tahun 2017 7
Grafik 4. Prediksi Bonus Demografi Indonesia 8
Grafik 5. Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia Menurut Jam Kerja Dan Tingkat
Pendidikan 2017
10
Grafik 6. Tingkat kemiskinan di Indonesia berdasarkan perkotaan – perdesaan 2017 11
Grafik 7. Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia (Juta Rupiah), Tahun 2011 – 2017 40
Grafik 8. Perkembangan Capaian Kinerja Kemnaker Tahun 2013-2016 48
Grafik 9. Zonasi Kepatuhan Kementerian Tahun 2017 58
Grafik 10. Skor Indeks Kualitas Pelayanan (IKP) Publik di Kementerian
Ketenagakerjaan Tahun 2016 (perlu update 2017)
60
Grafik 11. Anggaran Kemnaker 2014 – 2017 62
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
vii
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 1. Jumlah Peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan 2014-2017 43
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
viii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Tahun 2017 merupakan tahun ketiga dari RPJMN 2015-2019 dan sesuai dengan fungsinya
Kementerian Ketenagakerjaan melaksanakan 2 (dua) dari 9 (sembilan) agenda prioritas yang
disebut dengan Nawacita, yaitu melindungi hak dan keselamatan pekerja migran serta
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing tenaga kerja di pasar internasional.
Sesuai dengan Renstra 2015-2019, Kementerian Ketenagakerjaan memiliki 7 (tujuh) Sasaran
Strategis (SS) dengan 13 (tigabelas) Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS). Secara umum,
capaian kinerja menunjukkan bahwa 5 (lima) IKSS melebihi target yaitu : Tingkat Produktivitas
Tenaga Kerja, Penyediaan Lapangan Kerja 2015-2019, Persentase penurunan angka perselisihan
hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan, Jumlah Tenaga Kerja yang telah menjadi
peserta Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Formal dan Informal), Jumlah perusahaan yang
menerapkan norma ketenagakerjaan, dan Jumlah Pekerja anak yang ditarik dari Bentuk Pekerjaan
Terburuk Anak (BPTA), dan 8 (delapan) IKSS belum memenuhi target, sebagaimana tertuang pada
tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 :
Capaian Sasaran Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 2017
TARGET REALISASI CAPAIAN 1 2 3 4 5
1. Meningkatnya
kesempatan kerja
masyarakat Indonesia
1 Persentase angka pengangguran 5,0-5,3 5,50% 96,36%
2. Peningkatan
Pembangunan
Ketenagakerjaan di
Provinsi
2 Jumlah Provinsi yang Indeks
Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK)
yang baik (66,00 – 79,99)
4 1 25%
3. Peningkatan kompetensi
dan produktivitas tenaga
kerja
3 Persentase Tenaga Kerja yang
bersertifikat Kompetensi
2,73 2,56 97,77%
4 Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja 76,3 81,91 107,35%
4. Peningkatan Kualitas
Penempatan dan
Pemberdayaan Tenaga
Kerja
5. Penyediaan Lapangan Kerja 2015-2019 2.000.000 2.632.676 109,01%
6 Peningkatan Persentase Tenaga Kerja
Formal
46 42,97 93,41%
5. Perciptaan Hubungan
Industrial yang Harmonis
dan memperbaiki iklim
ketenagakerjaan
7 Persentase penurunan angka
perselisihan hubungan industrial
antara pekerja dengan perusahaan
10,71 59,19 369%
8 Jumlah Tenaga Kerja yang telah
menjadi peserta Program Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan (Formal dan
25.420.386 25.383.204 103,23%
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
ix
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 2017
TARGET REALISASI CAPAIAN 1 2 3 4 5
Informal)
6. Peningkatan perlindungan
tenaga kerja, menciptakan
rasa keadilan dalam dunia
usaha dan pengembangan
sistem
9 Jumlah perusahaan yang menerapkan
norma ketenagakerjaan
19.060 22.295 113,44%
10 Jumlah Pekerja anak yang ditarik dari
Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak
(BPTA)
17.000 18.401 108,24%
7. Peningkatan Kapasitas dan
Kualitas Organisasi
11 Opini Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)
WTP Hasil keluar
di Bulan Mei
Akhir - Juni
12 Hasil Evaluasi AKIP B B*
13 Indeks Reformasi Birokrasi 81 71.78*
*) Nilai Sementara
Untuk realisasi keuangan Kementerian Ketenagakerjaan Tahun Anggaran 2017 (sampai tangggal
31 Desember 2017) sebesar Rp 2.970.851.068.255,- atau 91,92% dari pagu anggaran sebesar
Rp.3.232.104.529.000.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memiliki
peranan yang sangat penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,
khususnya pada aspek human capital dalam pembangunan Indonesia, dan untuk
mengemban peran tersebut, Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, membentuk Kementerian
Ketenagakerjaan yang menangani urusan pemerintahan wajib, yang ruang lingkupnya
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud di atas, Kementerian
Ketenagakerjaan dituntut untuk menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh
dan penuh tanggungjawab serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,
berdasarkan asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yakni : asas kepastian hukum, asas-asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas,
asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Sebagai bentuk penjabaran dari asas akuntabilitas yang menuntut penyelenggara negara
untuk mempertanggungjawabkan setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan kepada seluruh
lapisan masyarakat, maka Kementerian Ketenagakerjaan sebagai salah satu penyelenggara
negara diwajibkan menyusun Laporan Kinerja sesuai amanah Peraturan Presiden RI Nomor
29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntablilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Laporan kinerja ini disusun untuk menggambarkan pencapaian visi dan misi pemerintah
khususnya yang berkaitan pencapaian target dan indikator Kementerian Ketenagakerjaan
selama kurun waktu tahun 2017, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah, dan Peraturan Presiden
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara
Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, yang disampaikan kepada Presiden melalui
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
2
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Penyusunan Laporan Kinerja adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban Menteri
Ketenagakerjaan kepada Presiden atas pelaksanaan program/kegiatan dan pengelolaan
anggaran dalam rangka mencapai sasaran/target yang telah ditetapkan. Tujuan Penyusunan
Laporan Kinerja adalah untuk menilai dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan sasaran
Kementerian Ketenagakerjaan selama tahun 2017. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan
yang kemudian dirumuskan suatu kesimpulan yang dapat menjadi salah satu bahan
masukan dan referensi dalam menetapkan kebijakan dan strategi di tahun berikutnya.
C. KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas Fungsi
Kabinet Kerja, Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian
Ketenagakerjaan, maka kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja
Kementerian Ketenagakerjaan didefinisikan sebagai berikut :
1. Kedudukan Kementerian Ketenagakerjaan dipimpin oleh Menteri Ketenagakerjaan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
2. Tugas Kementerian Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
3. Kementerian Ketenagakerjaan menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan daya
saing tenaga kerja dan produktivitas, peningkatan penempatan tenaga kerja dan
perluasan kesempatan kerja, peningkatan peran hubungan industrial dan
jaminan sosial tenaga kerja, pembinaan pengawasan ketenagakerjaan serta
keselamatan dan kesehatan kerja;
b. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawab
Kementerian Ketenagakerjaan;
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Ketenagakerjaan;
e. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Ketenagakerjaan di daerah;
f. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
g. pelaksanaan perencanaan, penelitian dan pengembangan di bidang
ketenagakerjaan.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
3
D. STRUKTUR ORGANISASI
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian
Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, maka dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya Kementerian Ketenagakerjaan, terdapat 7 unit eselon I, sebagai berikut:
1. Sekretariat Jenderal (Setjen), berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri
yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian
Ketenagakerjaan. Susunan organisasi Setjen terdiri dari : Biro Perencanaan, Biro
Keuangan, Biro Organisasi dan Kepegawaian, Biro Hukum, Biro Umum, Biro Kerjasama
Luar Negeri, Biro Hubungan Masyarakat, dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan, serta
Kelompok Jabatan Fungsional.
2. Inspektorat Jenderal (Itjen), berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri
yang dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal dan mempunyai tugas
menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan,
dengan susunan organisasi Itjen terdiri dari Sekretariat Itjen, Inspektorat Wilayah I
(Irwil I); Irwil II; Irwil III; dan Irwil IV; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
3. Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas),
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri yang dipimpin oleh seorang
Direktur Jenderal (Dirjen) dan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan daya saing tenaga kerja dan
produktivitas, dengan susunan organisasi Ditjen Binalattas terdiri dari Sekretariat
Ditjen Binalattas; Direktorat (Dit) Bina Standarisasi Kompetensi dan Pelatihan Kerja;
Dit. Bina Kelembagaan Pelatihan; Dit. Bina Kelembagaan Pelatihan; Dit. Bina Instruktur
dan Tenaga Pelatihan; Dit. Bina Instruktur Tenaga Pelatihan; Dit. Bina Pemagangan Dit.
Bina Produktivitas; Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi; dan kelompok
jabatan fungsional serta didukung oleh 19 Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu Balai
Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan, BBPLK Serang, BBPLK Bekasi,
BBPLK Bandung, BBPLK Semarang, Balai Besar Peningkatan Produktivitas Bekasi, Balai
Latihan Kerja (BLK) Banda Aceh, BLK Padang, BLK Surakarta, BLK Samarinda, BLK
Makassar, BLK Kendari, BLK Ternate, BLK Ambon, BLK Sorong, BLK Lembang, BLK
Lombok Timur, BLK Bantaeng, Balai Peningkatan Produktivitas Kendari.
4. Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan
Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK), berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Menteri yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal
(Dirjen) dan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pembinaan penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
4
kerja, dengan susunan organisasi Ditjen Binapenta dan PKK terdiri dari Sekretariat
Ditjen; Dit. Pengembangan Pasar Kerja; Dit. Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri;
Dit. Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri; Dit. Pengembangan dan
Perluasan Kesempatan Kerja; Dit. Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing; dan
Kelompok Jabatan Fungsional serta didukung oleh 1 UPT, yaitu Balai Besar
Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Lembang.
5. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Ditjen PHI dan Jamsos), berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri
yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal (Dirjen) dan mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan
hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, dengan susunan organisasi Ditjen
PHI dan Jamsos terdiri dari Sekretariat Ditjen PHI dan Jamsos; Dit. Persyaratan Kerja;
Dit. Pengupahan; Dit. Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Dit. Kelembagaan dan Kerjasama
Hubungan Industrial; Dit. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; dan
Kelompok Jabatan Fungsional.
6. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker dan K3), berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Menteri yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal
(Dirjen) yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan serta keselamatan dan
kesehatan kerja, dengan susunan organisasi Ditjen Binwasnaker & K3 terdiri dari:
Sekretariat Ditjen Binwasnaker dan K3; Dit. Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja; Dit. Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak; Dit. Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Dit. Bina Penegakan Hukum Ketenagakerjaan; Dit.
Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan Kelompok Jabatan Fungsional serta di
dukung oleh 5 UPT, yaitu Balai Besar Pengembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Makassar, Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (BK3) Bandung, Balai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Medan, Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Samarinda, Balai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jakarta.
7. Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan (Barenbang), berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri yang dipimpin oleh seorang Kepala
Badan (Kabadan) mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan perencana-an
tenaga kerja, pengelolaan data dan informasi, pengembangan sistem informatika,
serta penelitian dan pengembangan di bidang ketenagakerjaan, dengan susunan
organisasi Barenbang terdiri dari : Sekretariat Barenbang; Pusat Perencanaan
Ketenagakerjaan; Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ketenagakerjaan; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
5
8. Staf Ahli Menteri (SAHLI), adalah unsur pembantu dalam memberikan telaahan,
pertimbangan, dan saran pemecahan masalah secara konseptual mengenai hal-hal
tertentu menurut keahliannya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, susunan Staf
Ahli Menteri Ketenagakerjaan terdiri dari:
1. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Manusia;
2. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional;
3. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga;
4. Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik.
Secara rinci struktur organisasi Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana pada gambar 1
di bawah ini :
Gambar 1 : Struktur Organisasi Kementerian Ketenagakerjaan RI
E. SDM APARATUR KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
Jumlah SDM Aparatur Kementerian Ketenagakerjaan sampai dengan tanggal 31 Desember
2017 berjumlah 3.245 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 1.971 orang atau 60,74%
dan perempuan sebanyak 1.274 orang atau 39,26%. Tersebar dalam 7 unit kerja Eselon I
dengan komposisi sebagai berikut : Setjen 472 orang, Itjen 131 orang, Barenbang 160 Orang,
Ditjen Binalattas 1.454 orang, Ditjen Binapenta dan PKK 310 orang, Ditjen PHI dan Jamsos
183 orang, Ditjen Binwasnaker dan K3 436 orang dan yang diperbantukan dengan gambaran
SDM tahun 2017 berdasarkan jenis kelamin dari unit kerja seperti grafik berikut :
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
6
Grafik 1 :
Jumlah ASN Kementerian Ketenagakerjaan Menurut Jenis Kelamin Per-Unit Kerja Eselon I
Menurut tingkat pendidikan, jumlah pegawai Kementerian Ketenagakerjaan sampai dengan 31
Desember 2017 masih di dominasi oleh pendidikan Strata 1 (S1) yaitu : 1.638 orang atau 50,48%.
Profil pendidian pegawai Kementerian Ketenagakerjaan secara lebih rinci dapat dilihat pada grafik
2 dibawah ini.
Grafik 2 : Jumlah SDM Aparatur Kemnaker Berdasarkan Pendidikan
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
7
Sedangkan jumlah pegawai Kementerian Ketenagakerjaan menurut golongan : Golongan IV
sebanyak 539 orang, Golongan III sebanyak 2.215 orang, Golongan II sebanyak 467 orang,
dan Golongan I sebanyak 24 orang. SDM Aparatur Kementerian Ketenagakerjaan menurut
golongan kepangkatan dan unit kerja Eselon I seperti grafik berikut :
Grafik 3 : Data SDM ASN Kemnaker Berdasarkan Golongan Tahun 2017
F. POTENSI DAN PERMASALAHAN
1. POTENSI
a. otensi Internal
1) Bonus Demografi :
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) data penduduk usia produktif (usia 15-
64 tahun) akan mencapai persentase yang paling tinggi pada tahun 2025-
2030. Besarnya penduduk usia produktif tersebut merupakan potensi
Indonesia untuk memacu ekonominya karena jumlah penduduk usia
produktif lebih besar dari jumlah penduduk non produktif. Namun
demikian ketersediaan jumlah lapangan pekerjaan dan kualitis penduduk
usia produktif yang rendah adalah permasalahan utama. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan bonus
demograsi tersebut adalah :
a. Memperluas lapangan kerja;
b. Meningkatkan iklim investasi;
c. Meningkatkan fleksibilitas pasar kerja serta pengembangan sistem
kerja yang layak;
d. Pendalaman pendidikan tenaga kerja;
e. Peningkatan partisipasi perempuan dalam tenaga kerja.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
8
Grafik 4 :
Prediksi Bonus Demografi Indonesia
2) Sumber Daya Alam (SDA)
Kandungan SDA merupakan sebuah peluang dan modal dasar dalam
percepatan pembangunan. Keinginan dan komitmen yang kuat dari
pemerintah untuk mendistribusikan kekuatan ekonomi ke seluruh penjuru
nusantara ini semakin terlihat melalui pembangunan nasional berbasis
kewilayahan (Agenda Pembangunan Wilayah/RPJMN 2015-2019 Buku III).
Untuk mengelola SDA tersebut agar bermanfaat bagi perekonomian
Indonesia diperlukan SDM yang berkualitas. Selain itu, dengan adanya SDA
ini maka peluang perluasan kesempatan kerja semakin besar. Namun
demikian Sumber daya alam mempunyai dua tipe yaitu terbatas dan tidak
terbatas, sumber daya alam yang terbatas inilah yang menjadi potensi
permasalahan karena tanpa adanya dukungan pengelolaan oleh sumber
daya manusia yang berkualitas.
b. Potensi Eksternal
Globalisasi
Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar
manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, migrasi, budaya, dan
bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu Negara menjadi
semakin kabur. Salah salah satu bentuk globalisasi adalah globalisasi
perekonomian, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan
pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas teritorial Negara.
Globalisasi perekonomian cenderung menghilangkan berbagai batasan dan
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
9
hambatan terhadap arus modal, barang, dan jasa. Arus globalisasi dalam bentuk
FTA, WTO, NAFTA, dan lain-lain, akan semakin intensif dan pada tahun 2015
telah diberlakukan Asean Economic Community (AEC), di mana peluang ekonomi
menjadi semakin luas secara kewilayahan. Dari sisi ketenagakerjaan hadirnya
Asean Economic Community (AEC) merupakan peluang menempatkan tenaga
profesional di negara-negara ASEAN.
2. PERMASALAHAN
Setiap negara mempunyai masalah ketenagakerjaannya masing-masing, namun dapat
dibatasi pada ketersediaan lapangan pekerjaan, kondisi hubungan industrial serta
pengawasan ketenagakerjaan yang kurang efektif. Permasalahan utama
Ketenagakerjaan di Indonesia masih pada umumnya adalah peningkatan kualitas
pekerja dan produktivitas yang dihasilkan, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri
baik penempatan maupun perlindungannya serta pemberdayaan masyarakat dan
penigkatan lapangan pekerjaan.
Gambar 2 : Isu – Isu Ketenagakerjaan
Isu terkini masalah ketenagakerjan saat ini terbagi atas beberapa hal-hal penting yang
patut diidentifikasi dan dikelola bersama, Isu-isu tersebut muncul karena
permasalahan berikut :
a). Rendahnya Pendidikan Angkatan Kerja Indonesia, dapat di lihat pada grafik
berikut ini :
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
10
Grafik 5: Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia Menurut Jam Kerja Dan Tingkat Pendidikan 2017
SUMBER DATA : BPS PER SEPTEMBER 2017
b). Tingkat kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat besar,
sehingga hal ini menjadi isu penting dalam penanggulangan program kemiskinan
di Indonesia. Dari sisi kewilayahan, angka kemiskinan terbesar terkonsentrasi di
wilayah perdesaan, tercatat kedalaman kemiskinan di perkotaan sebesar 1,41%
dan perdesaan 2,37% sebagaimana grafik di bawah ini :
Grafik 6 : Tingkat kemiskinan di Indonesia berdasarkan perkotaan – perdesaan 2017
SUMBER DATA : BPS PER SEPTEMBER 2017
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
11
c). Ketimpangan Ekonomi dan Middle Income Trap, berdasarkan indeks rasio gini
nasional menunjukkan bahwa pemerataan pendapatan Indonesia berada pada
level sedang. Situasi perekonomian ini berpengaruh langsung dan signifikan
terhadap bidang ketenagakerjaan melalui penciptaan lapangan kerja, penurunan
angka pengangguran dan kemiskinan.
d). Daya Saing Tenaga Kerja, kondisi ketenagakerjaan Indonesia masih menunjukkan
daya saing yang relatif masih rendah dibandingkan dengan Negara tetangga
sehingga belum cukup mampu bersaing baik di dalam negeri maupun di luar
negeri secara keseluruhan. Rendahnya mutu SDM Indonesia dipengaruhi oleh
rendahnya tingkat pendidikan dan tidak dimilikinya kompetensi kerja. Dalam
rangka meningkatkan daya saing melalui pelatihan kerja telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja
Nasional, yang mewajibkan pelatihan yang dilakukan di tempat pelatihan kerja
adalah Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) yang mengacu kebutuhan dunia
kerja sehingga lulusan pelatihan dapat langsung bekerja. Dengan paradigma baru
peningkatan kualitas tenaga kerja bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu standar
kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi
oleh lembaga yang independen.
e). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang merupakan amanat dari Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004, dengan memaksimalkan cakupan kepesertaan
jaminan sosial pada seluruh rakyat Indonesia khususnya dalam hal ini BPJS
Ketenagakerjaan. Tantangan SJSN Ketenagakerjaan adalah pada jaminan pensiun
dan kelompok penduduk tertentu yang berkebutuhan khusus.
f). Pasar Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja, kondisi pasar kerja di Indonesia
ditandai dengan pasar kerja kurang berkualitas dimana hal ini diindikasikan
dengan pendidikan angkatan kerja masih rendah, di tambah dengan pelatihan
kerja yang belum mencakup seluruh angkatan kerja, sehingga tidak
mengherankan jika produktivitas tenaga kerja Indonesia secara makro masih
rendah, bila dibandingkan dengan Thailand, Malaysia dan Singapura.
g). Penegakan Norma Ketenagakerjaan, minimnya kuantitas dan kualitas pengawas
ketenagakerjaan dalam melakukan pembinaan pengawasan dan penegakan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, mengakibatkan
peraturan ketenagakerjaan banyak yang tidak dilaksanakan oleh para pihak.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
12
BAB II PERENCANAAN KINERJA
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2016
tentang Rencana Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2015 – 2019, pembangunan
bidang Ketenagakerjaan diarahkan pada 2 (dua) agenda pembangunan, yaitu :
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman kepada seluruh warga negara;
2. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa
indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa asia lainnya.
Kedua agenda pembangunan tersebut memiliki sasaran pokok, sebagai berikut :
1. Tingkat pengangguran Terbuka sekitar 4% sampai dengan 5% hingga 2019;
2. Penyediaan lapangan kerja 10.000.000 sampai dengan 2019, atau rata-rata 2.000.000 per
tahun;
3. Persentase tenaga kerja Formal meningkat menjadi 51% pada tahun 2019;
4. Kepesertaan SJSN Ketenagakerjaan sebesar 62,4 juta orang untuk Pekerja Formal dan 3,5
juta orang untuk Pekerja Informal sampai dengan 2019;
5. Jumlah tenaga kerja yang dilatih sebesar 2.170.377 orang secara kumulatif hingga 2019;
6. Jumlah tenaga kerja yang disertifikasi sebesar 863.819 orang secara kumulatif hingga 2019;
7. Kinerja lembaga pelatihan milik negara menjadi berbasis kompetensi, sebesar 25% sampai
dengan tahun 2019.
Terkait dengan perkembangan pencapaian sasaran pokok RPJMN 2015-2019 untuk urusan
Ketenagakerjaan tersebut, maka diperlukan indikator kinerja yang menjadi dasar dalam
pengukuran kinerja Kementerian Ketenagakerjaan dalam melaksanakan pembangunan bidang
Ketenagakerjaan.
A. RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN 2015 - 2019
I. Visi
Visi pembangunan nasional untuk tahun 2015 - 2019 adalah :
“Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan
Gotong Royong”.
II. Misi
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015 – 2019, misi
pembangunan nasional sebagai berikut :
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
13
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,
dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan
negara hukum;
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim;
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera;
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional;
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
B. ARAH KEBIJAKAN
Atas misi tersebut, maka arah kebijakan dan strategi Kementerian Ketenagakerjaan
dirumuskan dalam 9 agenda prioritas pembangunan bidang ketenagakerjaan yang disebut
dengan NAWAKERJA KETENAGAKERJAAN, yaitu :
a. Penguatan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional;
b. Percepatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja;
c. Percepatan Sertifikasi Profesi;
d. Perluasan Kesempatan Kerja Formal;
e. Penguatan Wirausaha Produktif;
f. Penciptaan Hubungan Industrial yang Sehat dan Produktif;
g. Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan;
h. Peningkatan Perlindungan Pekerja Migran;
C. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016
Pada Tahun 2016 Kementerian Ketenagakerjaan membuat 2 (Dua) Perjanjian Kinerja, hal ini
disebabkan adanya penajaman/perbaikan pada sasaran strategis dan indikator kinerja
sebagaimana tersebut dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2016
tentang Rencana Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2015 - 2019 yang merevisi
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 14 Tahun 2016, sehingga perjanjian kerja
Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2016, menjadi sebagai berikut :
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
14
Tabel 2 : Perjanjian Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Satuan
1. Meningkatnya kesempatan
kerja masyarakat Indonesia
1. Persentase angka
pengangguran
5,0-5,3 %
2. Peningkatan Pembangunan
Ketenagakerjaan di Provinsi
2. Jumlah Provinsi yang Indeks
Pembangunan
Ketenagkaerjaan (IPK) Baik
4 provinsi
3. Peningkatan kompetensi dan
produktivitas tenaga kerja
3. Persentase Tenaga Kerja
yang bersertifikat
Kompetensi
2,73 %
4. Tingkat Produktivitas
Tenaga Kerja
76,30 Juta Tenaga
Kerja
4. Peningkatan Kualitas
Penempatan dan
Pemberdayaan Tenaga Kerja
5. Penyediaan Lapangan Kerja
2015-2019
2.000.000 Orang
6. Peningkatan Persentase
Tenaga Kerja Formal
46 %
5 Perciptaan Hubungan
Industrial yang Harmonis dan
memperbaiki iklim
ketenagakerjaan
7. Persentase penurunan
angka perselisihan
hubungan industrial antara
pekerja dengan perusahaan
10,71 %
8. Jumlah Tenaga Kerja yang
telah menjadi peserta
Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (Formal
dan Informal)
25.420.386 orang
6. Peningkatan perlindungan
tenaga kerja, menciptakan rasa
keadilan dalam dunia usaha
dan pengembangan sistem
9. Jumlah perusahaan yang
menerapkan norma
ketenagakerjaan
19.060 Perusahaan
10. Jumlah Pekerja anak yang
ditarik dari Bentuk
Pekerjaan Terburuk Anak
(BPTA)
17.000 Pekerja Anak
7. Peningkatan Kapasitas dan
Kualitas Organisasi
11. Opini Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
12. Hasil Evaluasi AKIP
13. Indeks Reformasi Birokrasi
WTP
B
81
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
15
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2017
A. CAPAIAN KINERJA
1. Capaian Sasaran Strategis (SS) Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017
Pengukuran capaian kinerja Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2016
mengalami revisi pada sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang dilakukan
diakhir September. Namun demikian nilai capaian kinerja 2017 akan dihitung dengan
menghimpun dan menghitung indikator-indikator yang ada pada indikator program,
dan indikator kegiatan yang menunjang indikator sasaran strategis. Sehingga
diperoleh capaian masing-masing Indikator Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan
Tahun 2017, sebagai berikut :
Tabel 3 :
Capaian Sasaran Strategis Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017
NO SASARAN STRATEGIS 2016 2017
T R C T R C 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Meningkatnya kesempatan kerja masyarakat Indonesia
5,2%-5,5% 5,61% 98% 5,0-5,3 5,50% 96,36%
2 Peningkatan Pembangunan Ketenagakerjaan di Provinsi
3 Provinsi 3 Provinsi 100% 4 Provinsi 1 Provinsi 25%
3 Peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja
2,30% 2,33% 101,30% 2,73% 2,56 97,77%
4 Peningkatan Kualitas Penempatan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja
2000.000 Orang
2.378.618 Orang
118,93% 2000.000
Orang 2.632.676
Orang 109,01%
5 Perciptaan Hubungan Industrial yang Harmonis dan memperbaiki iklim ketenagakerjaan
9,32% 36% 386,27% 10,71% 59,19 369%
6
Peningkatan perlindungan tenaga kerja, menciptakan rasa keadilan dalam dunia usaha dan pengembangan sistem
17.065 Perusahaan
17.895 Perusahaan
104,86% 19.060
Perusahaan 22.295
Perusahaan 113,44%
7 Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Organisasi
80 69,65% 87,06% 81
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
16
Tabel 4 : Capaian Indikator Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 2016 2017 Target
2019 T R C (%) T R C (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Meningkatnya kesempatan
kerja masyarakat Indonesia Persentase angka pengangguran % 5,2-5,5 5,61 98 5,0-5,3 5,50 96,36 4,0-5,0
2. Peningkatan Pembangunan
Ketenagakerjaan di Provinsi
Jumlah Provinsi yang Indeks
Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK)
yang baik (66,00 – 79,99)
Provinsi 3 3 100 4 1 25 6
3.
Peningkatan kompetensi
dan produktivitas tenaga
kerja
1. Persentase Tenaga Kerja yang
bersertifikat Kompetensi % 2,3 2,33 101,34 2,73 2,56 97,77 3,5
2. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja
Juta per
pekerja per
tahun
75,05 79,66 106,14 76,3 81,91 107,35 79,05
4.
Peningkatan Kualitas
Penempatan dan
Pemberdayaan Tenaga Kerja
1. Penyediaan Lapangan Kerja 2015-2019 Orang 2.000.000 2.378.618 118,38 2.000.000 2.669.469 109,01 2.000.000
2. Peningkatan Persentase Tenaga Kerja
Formal
% 44 42,4 96,40 46 42,97 93,41 51
5.
Perciptaan Hubungan
Industrial yang Harmonis
dan memperbaiki iklim
ketenagakerjaan
1.
Persentase penurunan angka
perselisihan hubungan industrial antara
pekerja dengan perusahaan
% 9,32 36 386,27 10,71 59,19 369 12
2.
Jumlah Tenaga Kerja yang telah menjadi
peserta Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (Formal dan Informal)
Orang 22.135.481 22.633.082 102,25 25.420.386 25.383.204 103,23 33.524.978
6.
Peningkatan perlindungan
tenaga kerja, menciptakan
rasa keadilan dalam dunia
usaha dan pengembangan
sistem
1. Jumlah perusahaan yang menerapkan
norma ketenagakerjaan Perusahaan 17.065 17.895 104,86 19.060 22.295 113,44 23.140
2. Jumlah Pekerja anak yang ditarik dari
Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA) Pekerja Anak 16.500 16.500 100 17.000 18.401 108,24 19.000
7. Peningkatan Kapasitas dan
Kualitas Organisasi
1. Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Opini WTP WTP 100 WTP keluar Mei-
Juni WTP
2. Hasil Evaluasi AKIP Nilai B B 100 B B* BB
3. Indeks Reformasi Birokrasi Nilai 80 69,55 87,06 81 71,78* 88,61* 83
T=Target; R=Realisasi; C=Capaian.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
17
2. Analisis Capaian Kinerja
Selanjutnya dilakukan analisis capaian kinerja yang menggambarkan keterkaitan
antara target dan realisasi pencapaian kinerja yang telah dituangkan dalam Penetapan
Kinerja Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Pada awalnya
program dan target Kemnaker mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.
14 Tahun 2015, namun hasil penajaman bersama disepakati terdapat penyempurnaan
dan penyesuaian. Oleh karenanya dilakukan perubahan sasaran strategis sebagaimana
dirumuskan dan dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 27 Tahun
2016.
SS 1 : Meningkatnya Kesempatan Kerja Masyarakat Indonesia.
Sasaran Strategis ke-1 ini mengandung makna, peningkatan kompetensi tenaga kerja
dan produktivitas. SS 1 didukung oleh Indikator Kinerja (IK) Persentase angka
pengangguran.
Tabel 5: Persentase Angka Pengangguran 2016-2017
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 2016 2017 Target
2019 T R C T R C
1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Meningkatnya
Kesempatan kerja
Masyarakat
Indonesia
1 Persentase angka
pengangguran
%
5,2-
5,5
5,61 98 5,0-
5,3
5,5 96,36 4,0-5,0
Pengukuran SS 1 melalui Indikator Kinerja (IK 1) Persentase angka pengangguran
IK 1 : Persentase angka pengangguran
Memiliki Definisi Operasional : Penganggur adalah angkatan kerja yang tak punya
pekerjaan dan mencari pekerjaan, tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha, tak
punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan, serta sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Persentase angka pengangguran = Jumlah Pengangguran
100 Jumlah Angkatan Kerja
Data Bersumber Dari BPS
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
18
Penjelasan mengenai tidak tercapainya tingkat pengangguran pada tahun 2017,
sebaiknya dilihat dari profil pengangguran itu sendiri. Menurut tingkat pendidikan,
tingkat pengangguran tertinggi berada pada jenjang pendidikan SMK (11,41%), SMA
(8,29%), Diploma (6,88%). Menurut kelompok umur, penangguran tertinggi berada
pada kelompok umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun yaitu 27,54% dan 16,62%. Perlu
dicermati bahwa pengangguran di Indoensia tidaklah identik dengan kemiskinan
karena meskipun pengangguran di perkotaan lebih tinggi, namun tingkat kemiskinan di
perkotaan lebih rendah dibandingkan di perdesaan. Tingkat pengangguran di
perkotaan sebesar 6,79% namun tingkat kemiskinan hanya 7,26% (BPS, September
2017) sedangkan pengangguran di perdesaan hanya 4,01% namun tingkat kemiskinan
mencapai 13,47% (BPS, September 2017). Selain itu jika melihat jumlah pengangguran
terbuka menurut kategori pengangguran, sebagaimana mana pada tabel 6 dibawah ini.
Pada pengangguran yang dikategorikan “sedang mencari pekerjaan”, semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin tinggi pula persentase tenaga kerja yang mencari
pekerjaan.
Tabel : 6
Tingkat Pendidikan Kategori Pengangguran Terbuka
TINGKAT PENDIDIKAN
KATEGORI PENGANGGURAN TERBUKA
TOTAL
Mencari Pekerjaan Mempersiapkan
Usaha Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan
Sudah Punya Pekerjaan Tapi
Belum Mulai Bekerja
N % N % N % N % N %
Tidak/belum pernah sekolah 22,218 35.28 1,230 1.95 36,280 57.60 3,256 5.17 62,984 100
Tidak/belum tamat SD 207,028 51.19 15,751 3.89 163,645 40.46 18,011 4.45 404,435 100
SD 581,628 64.30 45,904 5.07 219,253
24.24 57,776 6.39 904,561 100
SMP 960,200 75.34 48,292 3.79 205,573 16.13 60,352 4.74 1,274,417 100
SMA 1,621,382 84.85 54,759 2.87 169,075 8.85 65,613 3.43 1,910,829 100
SMK 1,475,528 91.00 32,953 2.03 59,915 3.70 53,006 3.27 1,621,402 100
Diploma 204,686 84.25 12,679 5.22 16,159 6.65 9,413 3.87 242,937 100
Universitas 545,617 88.18 25,278 4.09 21,747 3.51 26,116 4.22 618,758 100
Berdasarkan seluruh hal tersebut, maka diindikasikan bahwa tingginya tingkat
pengangguran di SMK, SMA, dan Diploma, khususnya di perkotaan, dikarenakan
adanya kemampuan untuk memilih-milih pekerjaan, sehingga pengambilan keputusan
untuk menerima suatu pekerjaan membutuhkan waktu yang lebih lama. Lulusan SMK,
SMA dan Diploma (khususnya di perkotaan) relatif bukan berasal dari keluarga miskin
dibandingkan lulusan SMP dan SD, sehingga masih menerima “bantuan” ekonomi dari
orang tua ketika mencari kerja, apalagi yang masih berusia muda. Fenomena inilah
yang menjelaskan mengapa tingkat pengangguran justru lebih tinggi pada tingkat
pendidikan yang relatif lebih tinggi pula dan berada di perkotaan.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
19
Sementara itu, penjelasan secara makro dari tidak tercapainya target penurunan pengangguran disebabkan karena investasi semakin bersifat padat modal. Sebagaimana yang terlihat pada gambar 3 dibawah ini, tren laju pertumbuhan investasi relatif meningkat lebih tajam dibandingkan tren penurunan pengangguran yang relatif lebih landai.
Gambar : 3 Laju Pertumbuhan Investasi Dan Tingkat Pengangguran
4,12
5,01
4,47
6,155,75 6,07
5,7 5,53
4
4,5
5
5,5
6
6,5
2014 2015 2016 2017
Laju pertumbuhan Investasi (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Expon. (Laju pertumbuhan Investasi (%)) Expon. (Tingkat Pengangguran Terbuka (%))
(Sumber data : BPS, beberapa tahun, diolah)
Investasi yang semakin bersifat padat modal ini kemungkinan merupakan dampak dari kemajuan teknologi, sehingga terjadi pergeseran jenis pekerjaan yang kurang mampu diadaptasi secara cepat oleh tenaga kerja Indonesia. Kondisi tersebut terkonfimasi dalam laporan World Competitiveness Index, dimana kesiapan teknologi Indonesia menduduki peringkat 80 dari 137 (The Global Competitiveness Report 2017-2018, World Economic Forum) sebagaimana pada gambar 4 dan 5 dibawah ini dan besarnya angkatan kerja kurang terdidik (SMP ke bawah) yang mencapai 58,83% (75.341.011 orang) (BPS 2017).
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
20
Gambar : 4 Indeks Daya Saing Global
Gambar : 5 Indeks Daya Saing Global
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
21
SS 2 : Peningkatan Pembangunan Ketenagakerjaan di Provinsi
Sasaran Strategis ke-2 ini merupakan gambaran terhadap pencapaian pembangunan
ketenagakerjaan di suatu daerah sebagaimana diatur dalam fungsi Kementerian
Ketenagakerjaan dalam pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
urusan Kementerian Ketenagakerjaan di daerah.
Hasil Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) ini sangat bermanfaat
bagi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bersangkutan, diantaranya adalah tersedianya
informasi yang cukup komprehensif mengenai seluruh hasil pembangunan
ketenagakerjaan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, informasi
mengenai berbagai permasalahan dan tantangan ketenagakerjaan yang harus segera
diselesaikan.
Dengan adanya hasil pengukuran IPK, maka dapat diformulasikan berbagai kebijakan,
strategi dan program pembangunan ketenagakerjaan yang tepat, guna mendekatkan
Pemerintah Provinsi pada empat tujuan utama pembangunan ketenagakerjaan.
Maka diperoleh pencapaian SS 2 melalui indikator kinerja jumlah provinsi dengan IPK
Baik dengan capaian kinerja tahun 2017 sebesar 25, sebagaimana dapat dicermati
pada tabel di bawah ini :
Tabel 7 : Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK)
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 2016 2017 Target
2019 T R C (%) T R C (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peningkatan
Pembangunan
Ketenagakerjaan
di Provinsi
2
Jumlah Provinsi
yang Indeks
Pembangunan
Ketenagakerjaan
(IPK) yang baik
(66,00 – 79,99)
Provinsi 3 3 100 4 1 25 6
Pengukuran SS 2 melalui Indikator Kinerja (IK 2) Jumlah Provinsi yang memiliki Indeks
Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) baik (66,00 – 79,99)
IK 2 : Jumlah Provinsi yang memiliki Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK)
baik (66,00 – 79,99)
Memiliki Definisi Operasional : Banyaknya Provinsi yang IPK bernilai baik. Pengukuran
IPK tahun 2017 menggunakan 9 (sembilan) indikator utama dan 25 sub indikator.
Indikator Utama indeks ini mencakup keseluruhan bidang ketenagakerjaan, dan sub
Indikator merupakan kegiatan pokok indikator utama yang diselaraskan dengan SDGs
bidang ketenagakerjaan. Setiap indikator dan sub indikator diberikan bobot sesuai
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
22
dengan beban dan tanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, sehingga IPK mampu
menggambarkan keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan setiap bidang/indikator,
Provinsi dan nasional.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Jumlah Provinsi yang
memiliki Indeks
Pembangunan
Ketenagakerjaan baik
=
Gambar 6 :
Nilai Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Tahun 2017
Hasil pengukuran IPK Tahun 2017 menunjukkan adanya penurunan IPK Nasional
sebesar 1,39 poin, yakni dari 57,46 pada tahun 2016 menjadi 56,07 pada tahun 2017,
sedangkan target RPJMN sebesar 57,00. Indikator paling rendah dalam IPK nasional
yakni kondisi lingkungan kerja. Ini terkait peran pengawas ketenagakerjaan yang
belum optimal dan rendahnya kesadaran untuk menerapkan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Indikator dengan nilai rendah lainnya yaitu
hubungan industrial dan produktivitas tenaga kerja. Pencapaian IPK Tahun 2017 secara
nasional masih jauh dari target.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
23
Tabel 8 : Tingkatan Status IPK
TINGKATAN STATUS INDEKS KOMPOSIT TINGKATAN STATUS
RENDAH < 50.00 BELUM BAIK
MENENGAH BAWAH 50.00 - 65.99 BELUM BAIK
MENENGAH ATAS 66.00 - 79.99 BAIK
TINGGI ≥ 80.00 BAIK
Tabel 9: Hasil IPK Tahun 2017
NO PROVINSI IPK PERINGKAT STATUS
1 D.K.I. Jakarta 66,11 1 Menengah Atas
2 D.I. Yogyakarta 63,76 2 Menengah Bawah
3 Bali 63,48 3 Menengah Bawah
4 Kalimantan Tengah 63,48 4 Menengah Bawah
5 Kalimantan Selatan 62,39 5 Menengah Bawah
6 Kalimantan Timur 62,16 6 Menengah Bawah
7 Sulawesi Selatan 61,95 7 Menengah Bawah
8 Jambi 60,42 8 Menengah Bawah
9 Sumatera Barat 59,92 9 Menengah Bawah
10 Papua Barat 58,88 10 Menengah Bawah
11 Kepulauan Bangka Belitung 58,83 11 Menengah Bawah
12 Jawa Tengah 58,58 12 Menengah Bawah
13 Sulawesi Tengah 58,55 13 Menengah Bawah
14 Sumatera Selatan 58,46 14 Menengah Bawah
15 Jawa Timur 58,29 15 Menengah Bawah
16 Kalimantan Utara 57,65 16 Menengah Bawah
17 Kepulauan Riau 57,55 17 Menengah Bawah
18 Kalimantan Barat 56,23 18 Menengah Bawah
19 Aceh 55,88 19 Menengah Bawah
20 Papua 55,74 20 Menengah Bawah
21 Riau 55,69 21 Menengah Bawah
22 Maluku 54,62 22 Menengah Bawah
23 Bengkulu 54,59 23 Menengah Bawah
24 Banten 54,20 24 Menengah Bawah
25 Maluku Utara 53,07 25 Menengah Bawah
26 Sulawesi Tenggara 52,54 26 Menengah Bawah
27 Sumatera Utara 52,45 27 Menengah Bawah
28 Jawa Barat 52,15 28 Menengah Bawah
29 Gorontalo 49,44 29 Rendah
30 Sulawesi Barat 47,06 30 Rendah
31 Nusa Tenggara Barat 46,41 31 Rendah
32 Sulawesi Utara 45,92 32 Rendah
33 Lampung 45,66 33 Rendah
34 Nusa Tenggara Timur 44,28 34 Rendah
Indonesia 56,07 Menengah Bawah
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
24
Ada sejumlah indikator utama yang digunakan untuk mengukur IPK seperti
perencanaan tenaga kerja. Kemudian, penduduk dan tenaga kerja, serta kesempatan
kerja. Berikutnya, pelatihan dan kompetensi kerja, produktivitas tenaga kerja,
hubungan industrial, serta kondisi lingkungan kerja. Selain itu pengupahan dan
kesejahteraan pekerja serta jaminan sosial juga bagian dari indikator utama.
Tabel 10 :
Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan
Menurut Indikator Utama Dan Provinsi Terbaik Tahun 2017
NO. INDIKATOR UTAMA PROVINSI INDEKS
1. Perencanaan Tenaga Kerja Jawa Timur 8,7
2. Penduduk dan Tenaga Kerja D.I. Yogyakarta 8,74
3. Kesempatan Kerja DKI Jakarta 14,11
4. Pelatihan dan Kompetensi Kerja D.I. Yogyakarta 12,65
5. Produktivitas Tenaga Kerja P a p u a 8,74
6. Hubungan Industrial B a l i 4,82
7. Kondisi Lingkungan Kerja Kalimantan Selatan 6,48
8. Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja DKI Jakarta 10
9. Jaminan Sosial Tenaga Kerja DKI Jakarta 10
Secara Nasional, IPK tertinggi pada tahun 2017 diraih oleh Provinsi DKI Jakarta dengan
Indeks sebesar 66,11, peringkat kedua ditempati oleh Provinsi DI Yogyakarta dengan
Indeks sebesar 63,76, sedangkan peringkat ketiga ditempati Provinsi Bali dengan
Indeks sebesar 63,48.
Gambar 7:
Workshop Dan Penyerahan Penghargaan
IPK Tahun 2017 Oleh Menteri Ketenagakerjaan
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
25
Tabel 11 : IPK Nasional Tahun 2017
NO Indikator Utama & Sub Indikator Indeks
2016 2017
1 Perencanaan Tenaga Kerja 7,92 7,35
Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi 7,92 7,35
2 Penduduk dan Tenaga Kerja 6,13 6,51
Persentase NEET (15-24 tahun)2 - 1,02
Tingkat Pekerja Anak1/Persentase Anak Yang Bekerja (10-17 tahun)2 2,34 1,55
Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) 1,87 2,49
Tingkat Pekerja Tidak Penuh1/ Persentase Setengah Pengangguran2 1,1 1,45
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda1 0,82 -
3 Kesempatan Kerja 10,85 8,56
Proporsi LPINP2 - 2,28
Proporsi LPINP Laki-laki2 - 1,82
Proporsi LPINP Perempuan2 - 1,47
Proporsi LPIP2 - 0,76
Tk. Kesempatan Kerja Sektor Formal1/Persentase Tenaga Kerja Formal2 2,5 2,23
Tingkat Kesempatan Kerja Sek.Informal Tdk Tmsk Pekerja Keluarga1 2,71 -
Tingkat Kesempatan Kerja1 5,64 -
4 Pelatihan dan Kompetensi Kerja 3,65 7,04
Tingkat Kapasitas Pelatihan Kerja 1,31 2,38
Tingkat Lulusan Pelatihan Kerja 0,92 3,4
Tingkat Lembaga Latihan yang Terakreditasi 1,42 1,26
5 Produktivitas Tenaga Kerja 3,99 4,1
Laju Pertumbuhan PDRB per Tenaga Kerja2 - 0,65
Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja 3,99 3,45
6 Hubungan Industrial 3,56 3,16
Tingkat PP Yang Disahkan 0,56 0,58
Tingkat PKB Yang Didaftarkan 0,13 0,12
Tingkat LKS Bipartit di Perusahaan 1,24 0,62
Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial 1,63 1,84
7 Kondisi Lingkungan Kerja 3,6 2,89
Tingkat Penerapan SMK3 di Perusahaan 0,3 0,31
Tingkat Kecelakaan Kerja 2,74 1,84
Tingkat Kepatuhan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan 0,56 0,74
8 Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja 9,61 8,26
Proporsi Upah Rata-rata Per Jam terhadap UMP Per Jam2 - 8,26
Proporsi Besaran Upah Minimum terhadap KHL1 9,61 -
9 Jaminan Sosial Tenaga Kerja 8,15 8,2
Tingkat Perusahaan yang Menjadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan 4,3 4
Tingkat Pekerja Penerima Upah dan Pekerja Bukan Penerima Upah yang Terdaftar sebagai Peserta BPJS Ketenagakerjaan Aktif
3,85 4,2
INDONESIA 57,46 56,07
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
26
Tidak tercapainya target IKU Kementerian Ketenagakerjaan berupa bertambahya
jumlah Provinsi yang kualitas pembangunannya berkategori ‘Baik’ atau ‘Menengah
Atas’ berdasarkan hasil pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan, yakni dari
semula 3 Provinsi pada tahun 2016 menjadi hanya 1 Provinsi di tahun 2017 adalah
disebabkan menurunnya hampir sebagian besar Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan Provinsi, terutama Indeks Provinsi yang semula masuk kategori ‘Baik’
atau Menengah Atas, yakni Provinsi D.I. Yogyakarta dan Provinsi Bali. Secara umum,
penurunan Indeks di setiap Provinsi terjadi akibat penurunan pada Indikator
Perencanaan Tenaga Kerja, Indikator Kesempatan Kerja, Indikator Produktivitas
Tenaga Kerja, Indikator Hubungan Industrial, dan Indikator Kondisi Lingkungan Kerja.
Penurunan pada Indikator Perencanaan Tenaga Kerja disebabkan Proyeksi
Kesempatan Kerja masih kurang akurat yang termanifestasi dari angka proyeksi yang
relatif jauh dari realisasinya. Akibatnya, rekomendasi kebijakan, strategi dan program
pembangunan ketenagakerjaan daerah yang dihasilkan banyak yang tidak efisien dan
efektif. Adanya sejumlah provinsi yang tidak menyusun kembali Perencanaan Tenaga
Kerja juga telah turut menyebabkan turunnya Indikator ini. Tidak adanya Perencanaan
Tenaga Kerja menyebabkan Provinsi tersebut tidak memiliki acuan dalam
melaksanakan pembangunan ketenagakerjaan di wilayahnya.
Penurunan pada Indikator Kesempatan Kerja disebabkan menurunnya tingkat
kesempatan kerja formal dan meningkatnya kesempatan kerja informal di beberapa
Provinsi. Masih terbatasnya ketersediaan kesempatan kerja formal telah
menyebabkan angkatan kerja baru dan para penganggur terpaksa menjatuhkan
pilihannya pada kesempatan kerja informal di sektor pertanian maupun non-
pertanian. Bahkan, persentase Tenaga Kerja Formal di DKI Jakarta sendiri mengalami
penurunan cukup substansial. Hal ini antara lain disebabkan banyaknya kaum millenial
yang memilih jalur wirausaha dibandingkan menjadi karyawan. Bentuk wirausaha yang
dipilih pun masih bersifat informal.
Penurunan pada Indikator Produktivitas Tenaga Kerja disebabkan tingkat
pertumbuhan produktivitas yang relatif rendah di sebagian besar Provinsi. Meskipun
produktivitasnya lebih besar dibandingkan tahun lalu, namun tingkat pertumbuhannya
tidak tinggi. Yang diharapkan adalah pertumbuhannya tinggi dan tidak sekedar
bertambah.
Penurunan pada Indikator Hubungan Industrial disebabkan masih rendahnya jumlah
Peraturan Perusahaan yang Didaftarkan, jumlah Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat
oleh Perusahaan, dan jumlah LKS Bipartit di Perusahaan, akibat belum dijadikannya
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
27
penciptaan Hubungan Industrial yang Kondusif sebagai fokus utama Pemerintah
Provinsi.
Penurunan pada Indikator Kondisi Lingkungan Kerja disebabkan beberapa hal, yaitu (1)
belum optimal dan belum efektifnya pelaksanaan tugas pengawasan ketenagakerjaan
di Perusahaan pasca pelimpahan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan ke
Pemerintah Provinsi yang berimplikasi signifikan pada tingkat Wajib Lapor
Ketenagakerjaan oleh setiap Perusahaan di wilayah tersebut; dan (2) masih sangat
rendahnya tingkat penerapan Standar Manajemen K3 oleh Perusahaan di wilayah
tersebut. Hal ini semua berpengaruh negatif terhadap kondisi pengawasan
ketenagakerjaan di daerah, sehingga Indeks Kondisi Lingkungan Kerja mengalami
penurunan.
Secara umum, program peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan vokasi di BLK-BLK
telah cukup berhasil mendorong peningkatan Indeks pada Indikator Pelatihan dan
Kompetensi Kerja. Jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan Besaran Upah yang
dibayarkan kepada para pekerja juga sudah cukup baik yang tercermin dalam angka
indeksnya. Namun demikian, penurunan Indeks pada 5 Indikator di atas menyebabkan
turunnya Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan secara total dan berkurangnya jumlah
Provinsi yang jumlah Provinsi yang kualitas pembangunannya berkategori ‘Baik’ atau
‘Menengah Atas’ (Target IKU).
Selain hal tersebut diatas, beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya target
Pencapaian indikator kinerja IPK tahun 2017 dengan Renstra Kemnaker Tahun 2015-
2019 dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Berdasarkan kebijakan terkini dalam pelaksanaan pengukuran IPK pada tahun
2017 untuk meningkatkan relevansinya dengan perkembangan dunia dengan
melibatkan stakeholders terkait (ILO-Indonesia) untuk dapat pula mengakomodir
tuntutan bahwa IPK dapat berkontribusi terhadap pencapaian agenda
pembangunan global yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs) atau
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Hal tersebut didorong pula dengan
adanya agenda SDGs terdapat tujuan pembangunan global yang berkaitan
langsung dengan ketenagakerjaan, yakni Agenda ke-8 mengenai Pekerjaan Yang
Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (Decent Work dan Economic Growth).
b. Mengacu pada kebijakan tersebut diatas, dan dengan melakukan penyesuaian
metodologi pengukuran IPK yang telah diintegrasikan dengan Konsep
Pembangunan Dunia (SDGs) dengan penetapan sebagai Keputusan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 206 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
28
c. Hasil pengukuran IPK dengan menggunakan perspektif baru, diperoleh hasil
pembangunan ketenagakerjaan disebagian besar provinsi masih jauh dari target
SDGs. Hal ini disebabkan karena SDGs belum menjadi salah satu fokus
pembangunan didaerah. Hal ini dimungkinkan karena agenda pembangunan
dunia SDGs (yang memiliki 17 Goals) baru diluncurkan pada tahun 2016, bahkan
di Indonesia sendiri secara resmi baru diluncurkan pada tanggal 4 Juli 2017, yakni
melalui Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
d. Belum efektifnya konsep SDGs yang diangkat oleh Pemerintah Daerah dalam
perencanaan pembangunan daerahnya pada tahun 2016, maka tidak dapat
dihindari dalam pengukuran IPK Tahun 2017 yang mengukur kinerja Pemerintah
Provinsi Tahun 2016 menemukan hasil pelaksanaan SDGs pada sejumlah daerah
belum sesuai. Dengan telah terbitnya Perpres diatas, termasuk Kepmenaker
Nomor 206 Tahun 2017, Pemerintah Provinsi dapat segera menyesuaikan
perencanaan pembangunannya dengan konsep SDGs, sehingga diharapkan
dapat terjadi rebound yang positif dalam hasil pengukuran IPK tahun 2018 yang
akan mengukur kinerja tahun 2017.
e. Selain itu terdapat pula kontribusi dari indikator utama perencanaan tenaga
kerja, hal ini disebabkan karena belum disusunnya Perencanaan Tenaga Kerja
disejumlah provinsi yang telah habis masa berlakunya.
Tabel 12 :
Indikator dan Nilai IPK Nasional, Tahun 2017
Indikator Utama & Sub Indikator
Bobot
Satuan Nilai
Minimum
Nilai
Maksimum
Perencanaan Tenaga Kerja
Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi 0 100
Penduduk dan Tenaga Kerja
Persentase NEET (15-24 tahun) 3 40
Persentase Anak Yang Bekerja (10-17 tahun) 0 40
Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) 3 15
Persentase Setengah Pengangguran 0 15
Kesempatan Kerja
Persentase Tenaga Kerja Formal 20 55
Proporsi Lapangan Pekerjaan Informal Non-Pertanian (LPINP) 30 85
Proporsi LPINP untuk Laki-laki 30 85
Proporsi LPINP untuk Perempuan 30 85
Proporsi Lapangan Pekerjaan Informal Pertanian (LPIP) 75 100
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
29
Indikator Utama & Sub Indikator
Bobot
Satuan Nilai
Minimum
Nilai
Maksimum
Pelatihan dan Kompetensi Kerja
Tingkat Kapasitas Pelatihan Kerja 0 10
Tingkat Lulusan Pelatihan Kerja 0 10
Tingkat Lembaga Latihan yang Terakreditasi 0 100
Produktivitas Tenaga Kerja
Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja 25 100 Juta/TK
Laju Pertumbuhan PDRB per Tenaga Kerja 0,1 10
Hubungan Industrial
Tingkat Peraturan Perusahaan (PP) Yang Disahkan 0 100
Tingkat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Yang Didaftarkan 0 100
Tingkat Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit di Perusahaan 0 100
Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial 0 10
Kondisi Lingkungan Kerja
Tingkat Penerapan SMK3 di Perusahaan 10 30
Tingkat Kecelakaan Kerja 0 1 Tingkat Kepatuhan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan 0 75
Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja
Proporsi Besaran Upah Rata-rata Per Jam Terhadap UMP Per Jam 0 120
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Tingkat Perusahaan yg mjd Peserta BPJS Ketenagakerjaan 0 15
Tingkat Pekerja/Buruh/Karyawan yg mjd Peserta BPJS
Ketenagakerjaan
0 20
Pengukuran kinerja IPK Tahun 2017 ini didukung oleh berbagai upaya yang dilakukan
oleh Pusat Perencanaan Ketenagakerjaan sebagai penanggung jawab di Barenbang
Ketenagakerjaan, beberapa kegiatan pendukung yang telah dilakukan, antara lain:
1. Peningkatan Instansi Pemerintah yang Menyusun Perencanaan Tenaga Kerja (Makro)
Pencapaian indikator kinerja melalui pelaksanaan kegiatan penyusunan rencana
tenaga kerja daerah di 96 kabupaten/kota (93 instansi dana APBN, 3 instansi
dana APBD) yang tersebar di 12 (dua belas) lokasi, sehingga total target yang
telah dicapai dalam Renstra selama kurun waktu 2015 - 2017, sebanyak 258
Kabupaten/ Kota telah melakukan penyusunan perencanaan tenaga kerja.
Penyusunan RTKD dimaksud melalui penyusunan Tim Perencanaan Tenaga Kerja,
pengumpulan data, proyeksi persediaan dan kebutuhan tenaga kerja, serta
penyusunan kebijakan, strategi dan program pembangunan ketenagakerjaan.
2. Peningkatan Perusahaan yang Menyusun Perencanaan Tenaga Kerja (Mikro)
Melalui pelaksanaan kegiatan Proyeksi Pasar Kerja Masa Depan Indonesia Untuk
Rentang Waktu 2017-2030 dengan pencapaian target perencanaan tenaga kerja
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
30
mikro sebanyak 34 perusahaan (pemerintah/swasta), sehingga total target yang
telah dicapai dalam Renstra selama kurun waktu 2015-2017, sebanyak 34
perusahaan telah menyusun perencanaan tenaga kerja mikro.
Dalam pencapaian Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan, terdapat 2 (dua) hambatan
yang dihadapi Barenbang Ketenagakerjaan, antara lain:
1. Tidak tersedianya data yang baik dan lengkap di Provinsi, sehingga menyulitkan
proses pengumpulan data dalam setiap tahapan penilaian IPK;
2. Pembangunan ketenagakerjaan belum menjadi prioritas di Provinsi, hal ini dilihat
dari struktur anggaran APBD Provinsi/Kab/Kota belum mengakomodir pada
pembangunan ketenagakerjaan, sehingga kegiatan ketenagakerjaan masih
tergantung pada dana dekon APBN pusat.
Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut dan untuk
meningkatkan kualitas pembangunan ketenagakerjaan, antara lain:
1. Memberikan bimbingan dalam penyusunan dan pengumpulan data IPK di
seluruh Provinsi;
2. Meningkatkan kemampuan sumberdaya pusat/provinsi/kabupaten/kota tentang
penyusunan perencanaan tenaga kerja dengan mengikutsertakan dalam
diklat/bimtek/pembekalan tentang penyusunan perencanaan tenaga kerja;
3. Melakukan supervisi penyusunan kegiatan dalam pembangunan
ketenagakerjaan sesuai dengan permasalahan yang terjadi di setiap provinsi;
4. Melakukan sosialisasi/diseminasi lebih intensif untuk memberikan pemahaman
dan persamaan persepsi pentingnya penyusunan perencanaan tenaga kerja
serta pendampingan dalam penyusunan perencanaan tenaga kerja (sektoral
/provinsi /kabupaten /kota /perusahaan);
5. Masifikasi Program Pelatihan Vokasi melalui penguatan akses dan mutu yang
terbukti telah berhasil meningkatkan Indeks Indikator Pelatihan dan Kompetensi
Kerja hampir di seluruh Provinsi;
6. Program Pemagangan Nasional dan Peningkatan Kualitas Bursa Kerja untuk
mendorong penempatan tenaga kerja di sektor formal;
7. Program penciptaan Wirausaha Baru dan Desmigratif dalam rangka pengurangan
pengangguran;
8. Pendekatan Humanis di bidang Hubungan Industrial yang terbukti mampu
menurunkan kasus mogok dan unjuk rasa secara signifikan;
9. Pemindahan status Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan dari Kabupaten/Kota
ke Provinsi untuk mendorong penegakan Norma Ketenagakerjaan di Perusahaan;
10. Menjamin penerapan Sistem Pengupahan Baru yang mampu memberikan
ketenangan berusahaan dan bekerja.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
31
Rekomendasi
Rekomendasi kebijakan, strategi dan program yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan di seluruh Provinsi, terutama
pada Indikator yang masih rendah ataupun mengalami penurunan. Berikut adalah
beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh seluruh stakeholders pembangunan
ketenagakerjaan dalam rangka peningkatan Indeks kelima Indikator yang mengalami
penurunan pada tahun 2017 tersebut :
1. Menyusun, menetapkan dan mengimplementasikan perencanaan
ketenagakerjaan di pusat dan daerah secara terpadu;
2. Mempercepat proses formalisasi usaha industri kecil, yang saat ini, mayoritas
masih dijalankan secara informal. Hal ini dilakukan secara sinergis, koordinatif
dan terpadu oleh Instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah yang membidangi
Ketenagakerjaan, Perdagangan, Perindustrian, dan UKM dengan dibantu Asosiasi
Profesi/Industri, Perguruan Tinggi dan Tokoh Masyarakat;
3. Internalisasi IPTEK dan Ekonomi Kreatif ke dalam alam rasa, nalar dan budaya
SDM Indonesia untuk mendorong inovasi dan produktivitas secara kuantum;
4. Memastikan setiap perusahaan memiliki Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja
Bersama dan LKS Bipartit;
5. Mempercepat pelaksanaan fungsi Pengawas Ketenagakerjaan di Provinsi untuk
menjamin pelaksanaan berbagai Norma Ketenagakerjaan di setiap Perusahaan
yang ada di wilayahnya.
SS 3 : Peningkatan Kompetensi dan Produktivitas Tenaga Kerja.
Sasaran Strategis ke-3 ini mengandung arti : Meningkatnya kompetensi dan
produktivitas tenaga kerja untuk mencetak tenaga kerja yang berdaya saing. Sasaran
Strategis ke-3 ini didukung oleh dua IK, yaitu (i) Persentase tenaga kerja yang
bersertifikat kompetensi, dan (ii) tingkat produktivitas tenaga kerja, dengan target dan
realisasi tahun 2017 tersebut dalam tabel berikut :
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
32
Tabel 13 :
Realisasi Peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 2016 2017 Target
2019 T R C T R C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peningkatan
kompetensi dan
produktivitas tenaga
kerja
3.
Persentase Tenaga
Kerja yang
bersertifikat
Kompetensi
% 2,3 2,33 101,30 2,73 2,67 97,80 3,50
4. Tingkat Produktivitas
Tenaga Kerja
Juta
Rupiah
per
pekerja
per tahun
75,05 79,66 106,14 76,30 81,91 107,35 79,05
Pengukuran SS 3 melalui Indikator Kinerja (IK 3) Persentase tenaga kerja yang
bersertifikat kompetensi.
IK 3 Persentase tenaga kerja yang bersertifikat kompetensi
Memiliki Definisi Operasional : Tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi yang
diterbitkan oleh BNSP. Kompetensi kerja menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional adalah
kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan
sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Persentase Tenaga Kerja
yang bersertifikat
kompetensi
=
100
Jumlah tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi hingga tahun 2017 sebanyak
3.230.272 orang dan yang bekerja pada tahun 2017 sebanyak 121.020.000 orang
(Sumber : Berita Resmi Statistik BPS No. 103/11/Th.XX, 06 November 2017, Data bulan
Agustus 2017). Sehingga untuk mendapatkan nilai persentase tenaga kerja yang
bersertifikat kompetensi adalah sbb:
Persentase Tenaga Kerja yang
bersertifikat kompetensi =
100
= 2,67 %
Maka realisasi Persentase Tenaga Kerja Yang Bersertifikat Kompetensi adalah 2,67% dari
target 2,73% dengan capaian kinerja sebesar 97,80%.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
33
Tabel 14:
Jumlah Tenaga Kerja yang Memiliki Sertifikat Kompetensi Tahun 2014 - 2017
No Tahun (n) Realisasi
(tahun n)
Total yang Bersertifikat Kompetensi
(s.d tahun n)
1 2014 115.039 2.294.011
2 2015 234.008 2.528.019
3 2016 231.962 2.759.981
4 2017 472.089 3.232.070
Data pada tabel 14 merupakan data berkesinambungan dari tahun anggaran
sebelumnya, dimana pada TA 2013 jumlah tenaga kerja yang telah memiliki sertifikat
kompetensi sebanyak 2.178.972 orang. Angka ini kemudian ditambahkan dengan hasil
realisasi TA 2014 sebanyak 115.039 orang, hingga diperoleh total tenaga kerja yang telah
disertifikasi kompetensi sebanyak 2.294.011 orang dst.
Realisasi tahun 2017 belum sepenuhnya mencapai target karena terdapat peningkatan
variabel penduduk yang bekerja sebanyak 121,02 juta orang atau bertambah 2,61 juta
orang dari Agustus 2016 sebesar 118,41 juta orang. Sedangkan peningkatan jumlah
penduduk bekerja disebabkan oleh meningkatnya angkatan kerja dari 125,44 juta orang
pada tahun 2016 menjadi 128,06 juta orang pada tahun 2017. Sehingga bertambahnya
penduduk bekerja pada tahun 2017 menjadi peluang sekaligus tantangan yang harus
dihadapi dalam pencapain target Renstra.
Realisasi target jumlah tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi pada tahun 2017
sebanyak 472.089 orang merupakan capaian tertinggi sejak BNSP berdiri pada tahun
2006. Tenaga Kerja Bersertifikat Kompetensi tersebut terdiri dari Tata Laksana Rumah
Tangga-Tenaga Kerja Indonesia (TLRT/TKI) sebanyak 90.519 orang dan dari Non
TLRT/Sektor Lainnya sebanyak 381.570 orang. Dengan rincian berdasarkan pembiayaan
pada tahun 2017 dari 472.089 orang, sebanyak 43.534 orang (9,22) dari APBN dan
428.555 orang (90,78) dari sektor terkait/mandiri.
Capaian target Persentase Tenaga Kerja yang Bersertifikat Kompetensi TA 2017 sebesar
2,67% terhadap target Renstra tahun 2019 yang sebesar 3,50%, diperoleh nilai capaian
kinerja sebesar 76,28%. Percepatan, pengembangan dan sinkronisasi program dalam
skala nasional akan dilakukan untuk menggenjot ketertinggalan pada TA 2018 agar target
renstra TA 2019 tercapai sesuai harapan.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
34
Data tersebut menunjukkan bahwa Jumlah Tenaga Kerja yang Bersertifikat Kompetensi
yang capaiannya bersumber dari dana Non – APBN BNSP jauh lebih besar daripada yang
capaiannya bersumber dari dana APBN Sekretariat BNSP. Hal ini menandakan tingginya
komitmen masyarakat dan sektor terhadap pengakuan kompetensi tenaga kerja.
Gambar 8 :
Sertifikasi Profesi
Pencapaian Tahun 2017 diperoleh melalui kegiatan Pengembangan Sistem dan
Pelaksanaan Sertifikasi dengan indikator kinerja kegiatan :
1. Meningkatnya jumlah Lembaga Sertfikasi Profesi (LSP) berlisensi sebanyak 357
lembaga;
2. Sertifikasi tenaga kerja sebanyak 472.089 orang;
3. Membuat skema sertifikasi kualifikasi Kualifikasi Kompetensi Kerja Nasional (KKNI)
dan Okupasi sebanyak 155 skema;
4. Meningkatkan asesor untuk pelaksanaan uji kompetensi sebanyak 1.192 orang;
5. Menerapkan jumlah kualifikasi MRA yang diterapkan sebanyak 59 MRA.
Sedangkan tantangan yang dihadapi dalam pencapaian target ini adalah sebagai berikut :
1. Belum meratanya sebaran LSP dan asesor kompetensi;
2. Koordinasi dan sinergi program pengembangan SDM antar K/L masih belum
efektif.
Upaya yang dilakukan atas tantangan tersebut adalah :
1. Mendorong pembentukan dan pengembangan LSP di daerah;
17
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
35
2. Meningkatkan koordinasi dengan sektor dan institusi terkait melalui
pengembangan program pelatihan berbasis kompetensi, kurikulum dan modul
pelatihan yang mengacu standar yang dikembangkan industri serta penerapan
pengembangan sertifikasi kompetensi melalui uji kompetensi di setiap sektor dan
profesi oleh LSP.
Tindak lanjut yang dilakukan dalam pencapaian rencana yang akan dilakukan pada tahun
2018, antara lain :
a. Melakukan percepatan pembentukan infrastruktur LSP di BLK Unit Pelaksana Tugas
Pusat (UPTP) dan BLK Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD);
b. Melakukan pengembangan sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional yang
harmonis dan terpadu;
c. Melakukan percepatan pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja lulusan BLK dan
percepatan sertifikasi Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI);
d. Melakukan percepatan pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja pada 12 sektor
prioritas, yaitu : 7 sektor perdagangan barang dan 5 sektor perdagangan jasa;
e. Melakukan percepatan pengakuan sertifikasi pada pengguna industri nasional
maupun internasional;
f. Meningkatkan sinkronisasi skema kualifikasi dan okupasi yang dimiliki LSP
Berlisensi dengan lembaga pendidikan dan pelatihan.
Pengukuran SS 3 melalui Indikator Kinerja (IK 4) tingkat produktivitas tenaga kerja.
IK 4 Tingkat produktivitas tenaga kerja
Memiliki Definisi Operasional : Kontribusi tenaga kerja terhadap penciptaan nilai
tambah melalui produksi barang dan jasa. Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Tingkat Produktivitas
Tenaga Kerja =
Pendapatan Domestik Bruto (riil) pada tahun n
100
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan Indonesia tahun 2017 sebesar
Rp9.912,7 triliun (Berita Resmi Statistik BPS No. 16/02/Th.XXI, 05 Februari 2018) dan
jumlah tenaga kerja tahun 2017 sebesar 121.020.000 orang. (Sumber : Berita Resmi
Statistik BPS No. 103/11/Th.XX, 06 November 2017, Data bulan Agustus 2017).
Sehingga tingkat produktivitas tenaga kerja tahun 2017 adalah:
Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja=
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
36
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan Indonesia tahun 2017 Rp.9.912,7
triliun dibagi jumlah tenaga kerja tahun 2017 121.020.000 orang sama dengan 81,91 juta
per tenaga kerja per tahun. Dengan demikian capaian kinerja tahun 2017 sebesar 107,35.
Produktivitas tenaga kerja menggambarkan output yang dihasilkan oleh setiap tenaga
kerja pada tahun tertentu. Semakin tinggi angka yang dihasilkan, menandakan bahwa
tenaga kerja semakin produktif. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia tahun 2017
mencapai 81,91 juta per tenaga kerja per tahun. Angka ini meningkat dibandingkan
beberapa periode tahun sebelumnya. Dilihat dari tren per tahunnya, pertumbuhan
produktivitas dalam angka terus meningkat dari tahun sebelumnya pada periode 2011-
2017. Peningkatan tersebut searah dengan meningkatnya rata – rata Upah Minimum
Provinsi (UMP) pada periode tahun 2011 – 2017 sebagaimana terlihat pada grafik sbb:
Grafik 7:
Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia (Juta Rupiah), Tahun 2011 - 2017
Pencapaian target TA 2017 oleh Kementerian Ketenagakerjaan diperoleh melalui
kegiatan dengan indikator kinerja:
1. Jumlah tenaga kerja yang meningkat produktivitasnya sebanyak 3.725 orang;
2. Jumlah perusahaan/lembaga yang meningkat produktivitasnya sebanyak 198
perusahaan/lembaga;
3. Jumlah tenaga ahli/kader produktivitas yang kompeten sebanyak 240 orang/kader;
4. Jumlah institusi yang menjadi jejaring peningkatan produktivitas sebanyak 21
lembaga.
Hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target ini adalah sebagai berikut :
1. Pelatihan peningkatan produktivitas masih belum seluruhnya dilaksanakan di
Provinsi/kabupaten/kota dikarenakan kurang tersedianya anggaran (APBN dan
APBD); dan
2. Kurang optimalnya pemanfaatan tenaga instruktur produktivitas yang ditempatkan
di Balai Peningkatan Produktivitas Daerah (BPPD)/Dinas yang membidangi
ketenagakerjaan.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
37
Upaya yang dilakukan pada tahun 2018, antara lain :
1. Gerakan nasional peningkatan produktivitas yang mengacu pada 4 strategi dasar
yaitu penciptaan inovasi technology dan engineering, peningkatan kualitas SDM,
pengembangan budaya produktif, perbaikan sistem manajemen dan birokrasi.
2. Mencetak kader produktivitas secara nasional;
3. Memberikan penghargaan Siddhakarya (tingkat Provinsi) dan penghargaan
paramakarya (tingkat nasional) kepada perusahaan-perusahaan yang berhasil
meningkatkan produktivitasnya selama tiga tahun berturut-turut sebagai bentuk
kepedulian pemerintah Indonesia melalui Kemnaker RI untuk bersama dunia usaha
memacu peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa dalam rangka
penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat;
4. Meningkatkan kemampuan instruktur produktivitas;
5. Melakukan pengukuran produktivitas makro dan mikro;
6. Memberikan bimbingan konsultansi dan pelatihan peningkatan produktivitas di
perusahaan maupun di masyarakat (desa);
7. Penerapan Gugus Kendali Mutu secara konsisten pada perusahaan; dan
8. Pelaksanaan Bulan Mutu dan Produktivitas Nasional.
SS 4 : Peningkatan Kualitas Pelayanan Penempatan dan Pemberdayaan Tenaga
Kerja.
Sasaran Strategis ke-4 ini mengandung makna, terwujudnya pengendalian Tenaga
Kerja Asing (TKA) di Indonesia, meningkatnya penempatan tenaga kerja informal
maupun formal, serta meningkatnya kesempatan berusaha.
Sasaran Strategis ke-4 ini didukung oleh dua IK, yaitu (i) Penyediaan Lapangan Kerja
2015-2019 dan (ii) Peningkatan Persentase Tenaga Kerja Formal. Maka diperoleh
target dan realisasi pada tabel Sebagai berikut:
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
38
Tabel 15 : Peningkatan Kualitas Pelayanan Penempatan Dan
Pemberdayaan Tenaga Kerja
Sasaran
Strategis Indikator Kinerja Satuan
2016 2017 Target
2019 T R C (%) T R C (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peningkatan
Kualitas
Penempatan
dan
Pemberdayaan
Tenaga Kerja
5.
Penyediaan
Lapangan
Kerja 2015-
2019
orang 2.000.000 2.448.916 122,44 2.000.000 2.669.469 109,01 2.000.000
6.
Peningkatan
Persentase
Tenaga Kerja
Formal
persen 44,00 42,40 96,36 46,00 42,97 93,41 51,00
Pengukuran SS 4 melalui Indikator Kinerja (IK 5) Penyediaan Lapangan Kerja 2015-
2019.
IK 5 Penyediaan Lapangan Kerja 2015-2019
Memiliki definisi operasional : Jumlah tenaga kerja yang mendapatkan pekerjaan
melalui kegiatan penyerapan tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal yang
dilakukan pemerintah dan swasta.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Sasaran stategis “peningkatan kualitas pelayanan penempatan dan pemberdayaan
tenaga kerja” dengan capaian kinerja sebesar 109,01 di dukung sebagian besar oleh 1
indikator kinerja, yaitu jumlah tenaga kerja yang mendapat fasilitasi penempatan dan
pemberdayaan tenaga kerja. Cara mengukur indikator kinerja ini dengan menjumlah
seluruh kegiatan fasilitasi penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja/perluasan
kesempatan kerja yang dilakukan oleh Ditjen Binapenta dan PKK beserta stakeholder
terkait, melalui koordinasi antar satker dan kompilasi data sesuai target IKSS sebanyak
2.000.000 orang untuk tahun 2017 terealisasi sebesar 2.669.469 orang, melalui :
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
39
1. Data Penempatan IPKOL sebesar 683.777 orang;
2. Data Stakeholder lain (penempatan) sebesar 1.557.445 orang;
3. Penempatan Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah sejumlah 23.452 orang;
4. Perluasan Kesempatan Kerja sejumlah 119.124 orang;
5. Job Fair Daerah sejumlah 20.856 orang;
6. Job Fair Mini sejumlah 19.590 orang;
7. Penempatan Ditjen Binalattas (3 in 1) sejumlah 6.758 orang; dan
8. Penempatan Tenaga Kerja di Luar Negeri 238.467 orang.
Pencapaian target 10.000.000 penempatan orang sampai dengan tahun 2019, dalam
periode Renstra 2015 – 2019, sampai dengan tahun 2017 telah mencapai penempatan
sebanyak 8.004.673 orang, sehingga target renstra 2019 sebanyak 10 juta kesempatan
kerja dipastikan akan terpenuhi.
Selain hal tersebut, dalam pencapaian sasaran staregis peningkatan kualitas pelayanan
penempatan dan pemberdayaan Tenaga Kerja dan sesuai dengan arahan RPJMN yang
menempatkan 10 juta pekerja, maka indikator kinerja yang akan dibuat selain yang
telah ada, Kemnaker di tahun 2017 antara lain membuat program Komunitas Migran
Kreatif di basis TKI.
Tingkat pencari kerja yang tinggi mendorong upaya penempatan tenaga kerja melalui
pelaksanaan mekanisme antar kerja, fasilitasi penempatan, job fair tingkat nasional
dan daerah serta tenaga kerja yang diberdayakan melalui kegiatan padat karya
infrasturktur dan tenaga kerja sukarela pendamping wirausaha mandiri yang
menciptakan peluang penempatan tenaga kerja untuk kelompok masyarakat terutama
bagi tenaga penganggur dan setengah penganggur yang berpendidikan rendah di
daerah-daerah yang terkena bencana alam kekeringan dan kebakaran hutan, serta
daerah industri atau sekitarnya yang banyak melakukan PHK dengan penghasilan
sementara.
Pengukuran SS 4 melalui Indikator Kinerja (IK 6) Peningkatan Persentase Tenaga Kerja
Formal.
IK 6 : Peningkatan Persentase Tenaga Kerja Formal
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
40
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Peningkatan Persentase
Tenaga Kerja Formal
=
Sedangkan capaian kinerja peningkatan persentase tenaga kerja, diukur dengan
membandingkan jumlah tenaga kerja formal dengan total jumlah tenaga kerja formal
dan informal. Menurut BPS tenaga kerja formal adalah mencakup status berusaha
dengan dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan, sisanya termasuk Pekerja informal.
Menurut BPS ada 7 status pekerjaan utama, adalah : (i) berusaha sendiri; (ii) berusaha
dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar; (iii) berusaha dibantu buruh
tetap/buruh dibayar; (iv) buruh/karyawan/pegawai; (v) pekerja bebas di pertanian; (vi)
pekerja bebas di non pertanian; (vii) pekerja keluarga/tidak dibayar.
Cara mengukur pencapaian kinerja ini adalah membandingkan jumlah tenaga kerja
formal (jumlah orang pada kategori Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
ditambah jumlah orang kategori Buruh/ karyawan/pegawai) dibandingkan dengan
total jumlah tenaga kerja formal dan informal (Agustus 2017) dikalikan 100.
Tenaga Kerja Formal n =
Tenaga Kerja Formal n =
= 42,97
Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen)
Ketenagakerjaan No. 16 tahun 2015 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri untuk pekerjaan domestik. Kepmen ini berisi uraian tugas
dan persyaratan tujuh jabatan TKI yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga.
Profesi itu adalah pengurus rumah tangga (housekeeper), Penjaga bayi (babysitter),
tukang masak (family cook), pengurus lansia (caretaker), supir keluarga (family driver),
tukang kebun (gardener) dan penjaga anak (child care worker).
Peraturan Menaker Nomor 7 Tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Indonesia yang mengatur bahwa calon TKI/TKI yang akan bekerja ke luar negeri wajib
terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial yang meliputi Jaminan Kesehatan
Nasional, Jaminan Kesehatan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua
(JHT).
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
41
SS 5 : Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis dan Memperbaiki Iklim
Ketenagakerjaan.
Sasaran Strategis ke-5 ini mengandung makna penguatan kelembagaan hubungan
industrial, meningkatnya kesejahteraan dan penerapan non diskriminasi melalui
pengaturan syarat kerja, terwujudnya pengupahan yang mendukung keadilan,
kesejahteraan dan produktivitas, peningkatan program jaminan sosial bagi tenaga kerja,
meningkatnya pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sasaran Strategis ke-5 ini didukung oleh dua IK, yaitu (i) Persentase penurunan angka
perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan dan (ii) Jumlah
tenaga kerja yang telah menjadi peserta Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
(formal dan informal), dengan target dan realisasi pada tabel sbb:
Tabel 16 :
Menciptakan Hubungan Industrial Yang Harmonis Dan Memperbaiki Iklim Ketenagakerjaan
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 2016 2017
Target 2019
T R C T R C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan memperbaiki iklim Ketenagakerjaaan
7.
Persentase penurunan angka perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan
% 9,32 36 386 10,71 39,57 369 12
8.
Jumlah Tenaga Kerja yang telah menjadi peserta Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Formal dan Informal)
Orang 22.131.481 22.633.082 102,26 25.420.386 26.242.032 103,23 33.524.978
Pengukuran SS 5 melalui Indikator Kinerja (IK 7)
IK 7 : Persentase penurunan angka perselisihan hubungan industrial antara pekerja
dengan perusahaan
Definisi Operasional : Menurunnya perselisihan atau perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau SP/SB karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan,
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan, perselisihan antar SP/SB dalam satu
perusahaan.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
42
Dengan menggunakan data tahun 2014 sebagai angka dasar (baseline), Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
menargetkan adanya penurunan angka perselisihan hubungan industrial di tahun 2017
sebesar 10,71 dari jumlah kasus di tahun 2014 yang sebanyak 2.628, atau berkurang
sebanyak 281 kasus.
Tabel 17 :
Angka Perselisihan Hubungan Industrial (HI)
Tahun Angka Perselisihan H.I.
2014 2.628 2015 1.263 2016 1.680 2017 1.588
Jika membandingkan jumlah perselisihan hubungan industrial di tahun 2017 sebanyak
1.588 kasus dengan jumlah perselisihan di tahun 2014 yang sebanyak 2.628 kasus,
maka menunjukan adanya penurunan angka perselisihan sebesar 1.040 kasus atau
39,57. Dengan demikian target untuk indikator ini tercapai, dengan capaian 369.
Untuk mengupayakan tercapainya penurunan angka perselisihan tersebut dilakukan
pembinaan baik kepada pekerja/buruh, pengusaha dan aparatur, antara lain dengan:
1. Mensosialisasikan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan khususnya
bidang hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja kepada stakeholder;
2. Melaksanakan bimbingan teknis/pelatihan di bidang hubungan industrial dan
jaminan sosial tenaga kerja, seperti : pelatihan teknik bernegosiasi, pelatihan
pembuatan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, pelatihan non
diskriminasi di tempat kerja dan pelatihan penyusunan stuktur dan skala upah;
3. Dialog Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial atau dialog sosial tentang
hubungan industrial kaitannnya dengan pemberdayaan LKS Bipartit dan LKS
Tripartit;
4. Mendorong peningkatan jumlah LKS Bipartit yang terbentuk di perusahaan dan
mendorong peningkatan fungsi LKS Bipartit yang telah terbentuk agar lebih
efektif, dimana LKS Bipartit merupakan salah satu sarana hubungan industrial
yang diharapkan mampu untuk mendeteksi secara dini terhadap permasalahan-
permasalahan yang terjadi di perusahaan dan menanggulanginya agar masalah-
masalah tersebut dapat terselesaikan melalui dialog antara wakil pekerja dan
wakil pengusaha; dan
5. Peningkatan fungsi Mediator Hubungan Industrial khususnya untuk melakukan
pembinaan hubungan industrial dalam rangka mewujudkan kemampuan dan
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
43
kesadaran para pihak yang terlibat dalam proses produksi barang dan jasa yaitu
pekerja dan organisasinya, pengusaha dan organisasinya serta pemerintah
terhadap norma norma yang berlaku sehingga menumbuhkan keserasian dan
iklim usaha yg sehat serta kesejahteraan pekerja.
Pengukuran SS 5 melalui Indikator Kinerja (IK 8)
IK 8 : Jumlah tenaga kerja yang telah menjadi peserta Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (formal dan informal)
Definisi Operasional : Jumlah tenaga kerja penerima upah dan bukan penerima upah
yang mendapatkan perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS
Ketenagakerjaan. Pekerja penerima upah adalah pekerja formal, sedangkan pekerja
bukan penerima upah adalah pekerja informal. Pengukuran IK diperoleh dengan
rumus:
Jumlah Tenaga Kerja yang Telah Menjadi Peserta Jamsos TK=
Cara mengukur pencapaian tersebut melalui jumlah pekerja yang menjadi peserta
program BPJS Ketenagakerjaan pada tahun berjalan.
Meskipun sudah terdapat program perlindungan yaitu Jaminan Sosial Nasional dari
Pemerintah, yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,
namun kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan sosial sebagai solusi terhadap
risiko sosial baik pekerja maupun keluarganya yaitu kecelakaan kerja, sakit hamil, hari
tua dan pensiun masih kurang. Kurangnya kesadaran itu, terutama berada pada
masyarakat yang bergerak di sektor informal.
Diagram 1 : Jumlah Peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan 2014-2017
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
44
Pada tahun 2017, jumlah tenaga kerja yang menjadi Peseserta Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan sebanyak 26.242.032 Orang, dengan target kepesertaan tahun 2017
sebanyak 25.420.386 Orang maka capaian kineranya sebesar 103,23.
Pencapaian pelaksanaan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan khususnya dalam
peningkatan kepesertaan merupakan tantangan yang sangat besar dan membutuhkan
serangkaian langkah-langkah yang strategis dari pemerintah dan penyelenggara serta
kolaborasi yang efektif dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk memastikan
tercapainya cakupan kepesertaan.
Hal tersebut berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran para pengusaha dan
pekerja/buruh akan pentingnya program jaminan sosial sebagai salah satu bentuk
perlindungan tenaga kerja, dimana masih terdapat perusahaan wajib program
jaminan sosial tenaga kerja yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS
Ketenagakerjaan, hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya saja ataupun pada
sebagian program saja. Dengan kata lain masih terdapat pihak yang menganggap
jaminan sosial bukan sebagai investasi SDM tetapi sebagai labour cost.
Harapan pemerintah pada masyarakat pengusaha maupun pekerja kedepan bahwa
jaminan sosial merupakan kebutuhan, untuk itu Kementerian Ketenagakerjaan melalui
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
sepanjang tahun 2017 terus berupaya untuk pencapaian target tersebut melalui
kegiatan :
1. Peningkatan sosialisasi secara terus menerus tentang program jaminan sosial
kepada tenaga kerja atau pekerja dan pengusaha terutama dengan adanya
perubahan program perlindungan jaminan sosial ;
2. Peningkatan koordinasi antar lembaga dalam perluasan kepesertaan program
jaminan sosial nasional ;
3. Penetapan kebijakan melalui pengaturan perundang-undangan dalam
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasonal yang integratif, komprehensif,
efektif dan efisien ; dan
4. Peningkatan dan pengintegrasian peran sektor swasta dalam menunjang
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi masyarakat dalam
peningkatan cakupan kepesertaan program jaminan sosial.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
45
SS 6 : Peningkatan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundangan di Bidang
Ketenagakerjaan.
Sasaran Strategis ke-6 ini mengandung makna, meningkatnya kepatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, dan jumlah pekerja anak
yang ditarik dari Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA).
Sasaran Strategis ke-6 dicapai melalui 2 indikator kinerja, yaitu (i) Jumlah perusahaan
yang menerapkan norma ketenagakerjaan dan (ii) Jumlah Pekerja anak yang ditarik
dari Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA) dengan target dan realisasi pada tabel
sbb:
Tabel 18 :
Peningkatan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundangan
di Bidang Ketenagakerjaan
Sasaran
Strategis Indikator Kinerja
Satuan 2016 2017 Target
2019 T R C (%) T R C (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peningkatan
perlindungan
tenaga kerja,
menciptakan
rasa keadilan
dalam dunia
usaha dan
pengembangan
sistem
9.
Jumlah
perusahaan yang
menerapkan
norma
ketenagakerjaan
Perusahaan 17.065 17.895 104,86 19.060 21.621 113,44 23.140
10.
Jumlah Pekerja
anak yang ditarik
dari Bentuk
Pekerjaan
Terburuk Anak
(BPTA)
Pekerja
Anak 16.500 16.500 100 17.000 18.401 108,24 18.000
Pengukuran SS 6 melalui Indikator Kinerja (IK 9)
IK 9 : Jumlah perusahaan yang menerapkan norma ketenagakerjaan
Definisi operasional : banyaknya perusahaan yang menerapkan norma kerja dan
Jamsostek atau norma kerja perempuan dan anak atau norma keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) melalui pelaksanaan pembinaan atau pemeriksaan atau
pengujian atau penyidikan tindak pidana ketenagakerjaan atau pelayanan K3 dalam
rangka kepatuhan terhadap peraturan perundangan bidang ketenagakerjaan.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Jumlah Perusahaan yang Menerapkan Norma Ketenagakerjaan =
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
46
Tabel 18.1 :
Jenis Norma Ketenagakerjaan
No. Jenis Norma
Ketenagakerjaan Satuan
Tahun 2015 Tahun 2016 2017
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1. Norma Kerja
Perempuan & Anak Perusahaan 750 750 775 775 850 1,120
2. Norma Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Perusahaan 9.050 9.050 10.200 10.200 11.300 11.526
3. Norma Kerja dan
Jamsostek Perusahaan 4.800 4.800 5.600 5.600 6770 7.409
Target SS 6 melalui IK 9 sebesar 105,83% merupakan hasil dari pembinaan,
pemeriksaan, pengujian, dan penyidikan norma ketenagakerjaan yang dilakukan oleh
pengawas ketenagakerjaan baik yang berada di Pusat maupun Daerah pada tahun
2017.
Keberhasilan yang dicapai pada tahun 2017 didukung oleh Program dan Kegiatan
Ditjen Binwasnaker dan K3 berupa:
1. Peningkatan kemampuan teknis SDM Pengawas Ketenagakerjaan;
2. Dukungan sarana dan pra sarana dalam operasionalisasi kegiatan pemeriksaan
dan pengawasan;
3. Pembinaan kepada perusahaan- perusahaan terkait penerapan norma
ketenagakerjaan;
4. Koordinasi fungsi pengawasan dengan instansi atau unit terkait seperti,
pemerintah daerah, Kementerian dan Lembaga, LSM, Kepolisian, Kejaksaan dan
lainnya;
5. Penerapan pemberian sanksi kepada perusahaan yang melanggar norma
ketenagakerjaan dan pemberian penghargaan K3 kepada perusahaan yang telah
berkomitmen dalam penerapan norma K3.
Pengukuran SS 6 melalui Indikator Kinerja (IK 10)
IK 10 Jumlah Pekerja anak yang ditarik dari Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA)
Memiliki definisi operasional, banyaknya pekerja anak yang ditarik dari jenis pekerjaan
yang membahayakan kesehatan, keselamatan, dan moral anak serta dapat
mengganggu tumbuh kembang anak untuk dipersiapkan kembali ke dunia pendidikan.
Pengukuran IK diperoleh dengan rumus:
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
47
Jumlah Pekerja Anak yang ditarik dari BPTA =
Pelaksanaan PPA-PKH Tahun 2017 mengalami pengurangan anggaran yang sangat
signifikan sehingga dari target 17.000 pekerja anak, hanya sebanyak 6.000 pekerja
anak yang dapat dikembalikan ke dunia pendidikan (data terlampir), hal ini disebabkan
karena keterbatasan dana APBN. Sehingga untuk mencapai target tersebut
Kementerian Ketenagakerjaan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Pemda,
LSM dan perusahaan.
Dari hasil koordinasi dan kerjasama dalam penarikan pekerja anak dengan stakeholder
yang lain pada tahun 2017 Kementerian Ketenagakerjaan telah menarik/mencegah
pekerja anak sebanyak 12.401 pekerja anak dengan rincian sebagai berikut :
1. Kontribusi Pemda sebanyak 270 pekerja anak;
2. Kontribusi Lembaga Swadaya Masyarakat sebanyak 11.858 pekerja anak;
3. Kontribusi perusahaan sebanyak 240 pekerja anak.
Sehingga total pekerja anak yang telah ditarik/dicegah sebanyak 18.401 anak. Jumlah
ini telah melampui target tahun 2017 yang sebanyak 17.000 pekerja anak atau 108,24.
SS 7 : Peningkatan Kapasitas Organisasi.
Sasaran Strategis ke-7 ini mengandung makna, meningkatnya kapasitas dan kinerja
organisasi Kementerian Ketenagakerjaan, dan meningkatnya kualitas pelayanan
internal.
Sasaran Strategis ke-7 dicapai melalui 3 indikator kinerja, yaitu (i) Opini Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) (ii) Hasil evaluasi AKIP, dan (iii) Indeks Reformasi Birokrasi.
Tabel 19 : Peningkatan Kapasitas Organisasi
Sasaran
Strategis Indikator Kinerja Satuan
2016 2017 Target
2019 T R C T R C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peningkatan
Kapasitas
Organisasi
11.
Opini Badan
Pemeriksaan
Keuangan (BPK)
Opini WTP WTP 100 WTP
Opini keluar
Mei- Juni 2018
WTP
12. Hasil Evaluasi AKIP Nilai B B 100 B B* BB
13. Indeks Reformasi
Birokrasi Nilai 80 69,65 87,06 81 71,78* 83
*)Nilai sementara
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
48
Pengukuran SS 7 melalui Indikator Kinerja (IK 11)
IK 11 : Opini BPK
Opini BPK adalah penilaian BPK terhadap laporan keuangan Kementerian
Ketenagakerjaan dengan memperhatikan kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintah, kepatuhan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas pengendalian
intern. Pengukuran IK diperoleh melalui hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan
Kemnaker pada tahun n-1.
Laporan keuangan yang berkualitas merupakan syarat mutlak untuk tercapainya good
governance. Target Opini BPK RI atas Laporan Keuangan Kemnaker Tahun 2016 adalah
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), namun Opini BPK tahun ini hingga periode 31
Desember 2017 baru akan diperoleh akhir Mei-Juni 2018 dari BPK RI .
Grafik : 8 Perkembangan Capaian Kinerja Kemnaker
Tahun 2013-2016
Upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan Kualitas Laporan Keuangan dan
mempertahankan Opini WTP di Tahun 2017 adalah :
1. Melakukan Verifikasi dan Validasi bukti-bukti dengan Unit Eselon I terkait;
2. Menelusuri Aset-aset Unit Eselon I yang belum ditemukan;
3. Melakukan Monitoring Tindak Lanjut Temuan BPK Tahun 2016 dan Tahun-tahun
sebelumnya di Pusat dan Daerah;
4. Melakukan Kegiatan Pemutakhiran Data Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK
dengan Satuan Kerja dan Unit Eselon I;
WDP
DISCLAIMER
WDP
WTP
2013 2014 2015 2016
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
49
5. Pendampingan penyusunan Laporan Keuangan pada Satuan Kerja dan Unit
Eselon I;
6. Bersama Sekjen menyusun Kebijakan Akuntansi Persediaan;
7. Menyampaikan seluruh dokumen tindaklanjut kepada BPK;
8. Mendorong Unit Eselon I/Satker terkait untuk menyelesaikan Pembangunan
(KDP);
9. Melakukan pemetaan dan penyelesaian permasalahan LK;
10. Optimalisasi peran Satuan Tugas yang telah dibentuk sesuai dengan Surat
Keputusan Inspektur Jenderal Nomor Kep.05/IJ/I/2016 tentang pembentukan
Satuan Tugas (Satgas) sebagai upaya peningkatan kualitas LK Kemnaker Tahun
2015 dan 2016 menuju opini WTP;
11. Mendorong Unit Kerja Eselon I untuk menyelesaikan likuidasi entitas akuntansi
dan/atau entitas pelaporan keuangan yang sudah tidak mendapat alokasi
anggaran;
12. Melakukan kerjasama dengan BPKP untuk peningkatan akuntabilitas pengelolaan
keuangan dan penguatan SPIP.
Pengukuran SS 7 melalui Indikator Kinerja (IK 12)
IK 12: Hasil evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)
Definisi Operasional : Hasil penilaian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja (LKj) Kemnaker. Pengukuran IK diperoleh
melalui hasil nilai evaluasi Kemenpan & RB atas LKj Kemnaker tahun n-1.
Pada saat Exit Meeting yang dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2017 bertempat di
Kementerian Ketenagakerjaan RI, bahwa hasil evaluasi berdasarkan penilaian
sementara oleh KEMENPAN-RB, untuk nilai PMPRB Kemnaker 2017 diperoleh nilai
sebesar 71,78 mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2016 sebesar 79,66
sedangkan nilai AKIP 2017 memperoleh nilai sebesar 63,65 mengalami kenaikan jika
dibanding tahun 2016 dengan nilai 63,05.
Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan hasil AKIP di tahun 2017 antara lain:
1. Telah dilaksanakan asesmen pada pegawai sehingga pengembangan kompetensi
pegawai telah berdasarkan gap kompetensi;
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
50
2. Telah melaksanakan reformasi birokrasi baik di kantor pusat maupun unit kerja
dan satuan kerja di ingkungan Kementerian Ketenagakerjaan; 3. Telah melaksanakan diklat secara berkelanjutan; 4. Telah dilakukan pembangunan zona integritas pada unit kerja yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat; 5. Penilaian kinerja telah disusun berdasarkan kinerja organisasi; 6. Telah melakukan sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran; 7. Secara bertahap telah melakukan cascading terhadap sasaran kinerja di
lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan; 8. Telah melakukan reviu terhadap Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor. KEP.10/MEN-SJ/III/2005 tentang petunjuk teknis pelaporan
akuntabilitas kinerja di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pengukuran SS 7 melalui Indikator Kinerja (IK 13)
IK 13 Indeks Reformasi Birokrasi
Memiliki definisi operasional : Hasil evaluasi Kemenpan RB atas Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Kemnaker. Pengukuran IK diperoleh melalui
hasil nilai evaluasi Kemenpan RB atas PMPRB Kemnaker tahun n-1.
Berdasarkan rapat exit meeting Tim Evaluasi Kementerian PAN dan RB pada tanggal 18
Oktober 2017, berikut hasil sementara penilaian pelaksanaan mandiri Reformasi
Birokrasi tahun 2017:
Tabel 20 : Nilai Reformasi Birokrasi Kementerian Ketenagakerjaan
No Komponen Penilaian Bobot Nilai
2016 2017
I Komponen Pengungkit
1 Manajemen Perubahan 5,00 3,56 3,66
2 Penataan Peraturan Perundang-undangan 5,00 2,71 3,13
3 Penataan dan Penguatan Organisasi 6,00 3,84 3,84
4 Penataan Tatalaksana 5,00 3,63 3,63
5 Penataan Sistem Manajemen SDM 15,00 12,86 12,91
6 Penguatan Akuntabilitas 6,00 4,31 4,04
7 Penguatan Pengawasan 12,00 6,26 6,96
8 Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 6,00 3,86 3,96
Total Komponen Pengungkit (A) 60,00 41,01 42,13
II Komponen Hasil
1 Nilai Akuntabilitas Kinerja 14,00 8,09 8,83
2 Survei Internal Integritas Organisasi 6,00 5,03 4,31
3 Survei Eksternal Persepsi Korupsi 7,00 5,47 5,47*
4. Opini BPK 3,00 2,00 3,00
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
51
5. Survei Eksternal Pelayanan Publik 10,00 8,05 8,05*
Total Komponen Hasil (B) 40,00 28,63 29,65
Indeks Reformasi Birokrasi (A+B) 100,00 69,66 71,78
*) Nilai Sementara
Upaya yang telah dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan atas 8 area perubahan
dalam Reformasi Birokrasi, adalah sbb :
1) Area Perubahan Manajemen Perubahan :
a. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Tim
Pengarah Reformasi Birokrasi dan Tim Manajemen Perubahan Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi Kementerian Ketenagakerjaan;
b. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 53 Tahun 2016 tentang Agen
Perubahan di Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2015 - 2019;
c. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 204 Tahun 2016 tentang Peta
Jalan Reformasi Birokrasi Tahun 2015 -2019, Road Map Reformasi Birokrasi
Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2015 – 2019, sebagai proses
berkesinambungan dari Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Tahun 2010 – 2014 berikut Rencana Aksi RB tahun
2015 dan 2016;
d. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 30/MEN-IJ/III/2016 tentang
Pembentukan Tim RB Inspektorat dan Tim Penilai Mandiri Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi (PMPRB) Kementerian Ketenagakerjaan RI Tahun 2016.
2) Area Perubahan Penataan Perundang-undangan :
Dalam tahun 2016 Kementerian Ketenagakerjaan telah melakukan identifikasi
dan analisis terhadap seluruh peraturan perundang-undangan dan telah
dilakukan harmonisasi serta simplikasi terhadap:
a. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Ketenagakerjaan (http:
/jdih.kemnaker.go.id).
b. Simplikasi dalam peraturan ketenagakerjaan dengan peraturan kementerian
lainnya, yaitu 3 (tiga) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, yaitu Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan tentang perubahan beberapa Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan antara lain Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor
Per.02/MEN/1989, Nomor Per.09/MEN/1999, Nomor Per.19 Tahun 2012,
Nomor 12 Tahun 2015 dan Nomor 16 Tahun 2015 (pencabutan izin),
menjadi :
1. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pekerjaan pada ketinggian;
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
52
2. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 37 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bejana Tekanan dan Tangki
Tambun;
3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 38 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Tenaga dan Produksi.
3) Area Perubahan Penataan dan Penguatan Organisasi :
a. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Hasil
Pemetaan Urusan Pemerintah Daerah di Bidang Ketenagakerjaan;
b. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 29 Tahun 2016 tentang
Pedoman Nomenklatur Dinas Ketenagakerjaan Propinsi dan
Kabupaten/Kota;
c. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 30 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pembentukan dan Penyelenggaraan Layanan Satu Atap
Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri.
4) Area Perubahan Penataan Tatalaksana :
a. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Penataan Tata Laksana (Business Process) Kementerian Ketenagakerjaan,
yang ditindaklanjuti unit eselon I, yaitu :
1. Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor KEP. 661/SJ/VI/2016 tentang
Bisnis Proses Level 2 (L2) Sekretariat Jenderal ;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas
Nomor KEP.208/LATTAS/VI/2016 tentang Bisnis Proses Level 2 (L2)
Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas ;
3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja
dan Perluasan Kesempatan Kerja Nomor Kep.1605/PPTKPKK/X/2016
tentang Bisnis Proces Level 2 (L2) Direktur Jenderal Pembinaan
Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja ;
4. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Nomor KEP-479/PHIJSK/VII/2016
tentang Bisnis Proses Level 2 (L2) Ditjen. Pembinaan Hubungan
Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
5. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nomor
KEP.295/BINWASK3/IX/2016 tentang Bisnis Proses Level 2 (L2) Ditjen.
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
53
6. Keputusan Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan
Ketenagakerjaan Nomor KEP.357/BPPK/VII/2016 tentang Bisnis
Proses Level 2 (L2) Badan Perencanaan dan Pengembangan
Ketenagakerjaan;
b. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2016 tentang E-
Goverment;
c. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 43 Tahun 2015 tentang
Pelayanan Informasi Publik di Kementerian Ketenagakerjaan.
d. Inventarisasi dan Review Standar Operasional Prosedur / SOP (Bisnis Proses
L3) yang sudah ada dan penyempurnaan / penyusunan SOP sejalan dengan
Peta Bisnis Proses;
5) Area Perubahan Penataan Sistem Manajeman SDM
a. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama
melalui seleksi terbuka, yang dapat diakses oleh masyarkat melalui website
www.kemnaker.go.id. Hasil dari proses pengisian jabatan tersebut dinilai
clear oleh Komisi Aparatur Sipil Negara, dan bahkan mendapat apresiasi
untuk dijadikan model Kementerian/Lembaga lain;
b. Assesment untuk mengukur kompetensi sesuai jabatan seluruh Pejabat
Administrator dan Pejabat Pengawas;
c. Assesment juga dilakukan terhadap Pejabat Pelaksana golongan III/b ke
atas.
6) Area Perubahan Penguatan Akuntabilitas
1. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2016 tentang
perubahan (review) renstra 2015-2019;
2. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Sistem
Pelaporan Unit Kerja Pusat dan Daerah di Kementerian Ketenagakerjaan;
3. Pembuatan Perjanjian Kinerja bagi seluruh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya
sampai dengan Pejabat Adminsitrator ( Eselon I sampai dengan Eselon IV);
4. Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KEP.69/M.PPN/HK/12/2016
Tentang Pemberian Penghargaan Pelaksanaan Elektronik Monitoring and
Evaluation Rencana Pembangunan Tahun 2016 (E-MONEV AWARD 2016),
Kementerian Ketenagakerjaan mendapatkan penghargaan sebagai
kementerian dengan pencapaian kinerja terbaik. Kriteria penilaian
pencapaian kinerja terbaik didasarkan pada:
a) rata-rata pencapaian kinerja setiap triwulan dari tahun 2013 hingga
2016 ; dan
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
54
b) rata-rata pencapaian anggaran setiap triwulan dari tahun 2013
hingga 2016. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Bappenas
kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
7) Area Perubahan Penguatan Pengawasan
a. Gratifikasi
Pengendalian Gratifikasi merupakan salah satu Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi dalam rangka meningkatkan pengawasan
terhadap terjadinya gratifikasi, upaya yang dilakukan berupa :
1. Memasang Banner pada tiap-tiap lantai di Gedung Kemnaker Pusat
tentang Program Pengendalian Gratifikasi;
2. Dan dapat diakses melalui Website : Saberpungli.id, Layanan SMS ke
1193 dan Layanan Call Center ke 193;
3. Sosialisasi pengendalian gratifikasi.
b. Pengaduan Masyarakat
Upaya yang dilakukan adalah:
1. Optimalisasi penggunaan Aplikasi Whistle Blowing System (WBS)
Online. Buka Website : saberpungli.id, Download aplikasi :
saberpungli (android/ios), layanan SMS : 1193 dan layanan Call
Centre ke 193;
2. Efektifitas pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Kementerian
Ketenagakerjaan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) Nomor 12/NK/MEN/IX/2015 tentang Perlindungan bagi
pelapor, Saksi dan Saksi Pelaku yang bekerjasama dalam rangka Aksi
Pecegahan Pemberantasan Tindak pidana Korupsi.
c. Whistle Blowing System (WBS)
Upaya yang dilakukan adalah:
1. Sosialisasi melalui Website : Itjen.naker.go.id;
2. Memasang Banner mengenai WBS;
3. WBS Online klik : www.wbs.LKPP.go.id.
d. Penanganan Benturan Kepentingan
Upaya yang dilakukan adalah:
1. Efektifitas Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 188 Tahun 2016
tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di
Kementerian Ketenagakerjaan;
2. Implementasi penanganan benturan kepentingan melalui sosialisasi.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
55
e. Pembangunan Zona Integritas
Pembangunan Zona Integritas di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan
menuju WBK dan WBBM, terdapat 3 tahapan:
1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas untuk seluruh pegawai
Kementerian Ketenagakerjaan;
2. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah pernyataan dari
Menaker telah siap menjadi Instansi yang berpredikat Zona Integritas
dan telah ditandatangani Piagam Pencanangan Zona Integritas, yang
meliputi: Direktorat Bina Pemagangan, Direktorat Jenderal
Binalattas, Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing
dan Direktorat PTKLN, Direktorat Jenderal Binapenta;
3. Proses Pembangunan Zona Integritas.
f. Pemberantasan Pungutan Liar (Saber Pungli)
1. Diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 628 Tahun
2016 tanggal 21 Desember 2016 tentang Unit Pemberantasan
Pungutan Liar di Kementerian Ketenagakerjaan;
2. Tugas dari Unit ini adalah melaksanakan pemberantasan pungutan liar
secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan
personil, satuan kerja dan sarana prasarana di Kementerian
Ketenagakerjaan;
3. Fungsi dari unit ini adalah pencegahan, penindakan dan yustisi.
g. Rencana Aksi Pelaksanaan RB
1. Perubahan mind set dan culture set di setiap lini Kementerian;
2. Menindaklanjuti hasil evaluasi Zona Integritas menuju WBK dan
WBBM;
3. Mendorong Implementasi terkait Benturan kepentingan di setiap
Unit Eselon I;
4. Implementasi Penanganan Gratifikasi;
5. Survei Eksternal terhadap Indeks Persepsi Anti Korupsi;
6. Evaluasi Pelayanan di Kementerian Ketenagakerjaan.
h. Tingkat Kapabilitas APIP
BPKP telah melakukan proses penjaminan kualitas terhadap hasil penilaian
mandiri kapabilitas APIP Kementerian Ketenagakerjaan. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan bahwa penilaian mandiri
tersebut telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku sehingga hasil yang
diperoleh menggambarkan kapabilitas yang sebenarnya dan dapat
dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam rangka merumuskan program
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
56
peningkatan kapabilitas Inspektorat Jenderal Kementerian
Ketenagakerjaan kedepan.
Berdasarkan kegiatan penjaminan kualitas yang telah dilakukan oleh BPKP,
diperoleh hasil bahwa kapabilitas Inspektorat Jenderal Kementerian
Ketenagakerjaan Tahun 2015 berada pada level 1 (initial) yang artinya APIP
belum dapat memberikan jaminan atas proses data kelola sesuai peraturan
dan mencegah korupsi dan sejak Tahun 2016 berada pada level 2
(Infrastrukstur) yang artinya APIP mampu menjamin proses sesuai
peraturan dan mampu mendeteksi terjadinya korupsi.
Upaya peningkatan Kapabilitas APIP.
Dalam rangka meningkatkan Kapabilitas APIP dari level2 (Infrastruktur) ke
level3 (Integrated), upaya yang dilakukan adalah:
1) Membuat peta audit;
2) Menyusun SOP penyusunan PKPT berbasis rIsiko;
3) Rencana training berbasis risiko;
4) Telaah sejawat;
5) Telah disahkan dengan Peraturan Irjen (PerIrjen) berupa pedoman
audit (Juklak) sebagai berikut :
a. Keputusan Irjen Nomor : Kep.35/IJ/II/2017 tanggal 7 Pebruari
2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Audit Dengan Tujuan
Tertentu;
b. Keputusan Irjen Nomor : Kep.36/IJ/II/2017 tanggal 7 Pebruari
2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Reviu Rencana Kerja dan
Anggaran di Kementerian Ketenagakerjaan;
c. Keputusan Irjen Nomor : Kep.37/IJ/II/2017 tanggal 7 Pebruari
2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan di
Kementerian Ketenagakerjaan.
d. Keputusan Irjen Nomor : Kep.38/IJ/II/2017 tanggal 7 Pebruari
2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Implementasi
SAKIP Kementerian Ketenagakerjaan.
i. Tingkat Kematangan Implementasi SPIP
BPKP telah melakukan penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Kementerian Ketenagakerjaan
RI tahun 2016 dengan uraian sebagai berikut:
a) Simpulan
Simpulan hasil penilaian terhadap penyelenggaraan SPIP pada
Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2016 menunjukkan bahwa
tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP berada di level 2
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
57
(berkembang). Pengukuran dilakukan terhadap 25 fokus penilaian
maturitas dan menghasilkan nilai maturitas SPIP sebesar “2,51”.
Ke 25 fokus maturitas mengikuti prinsip yang sifatnya umum, dan
pengelompokkannya tetap mengikuti sub unsur dalam SPIP. Lebih
lanjut, hasil penilaian terhadap 25 fokus penilaian menunjukkan
kondisi sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 21 : Tingkat Maturitas
No Kategori Fokus Maturitas Level Frekuensi
0 Belum Ada 0 3
1 Rintisan 1 0
2 Berkembang 2 0
3 Terdefinisi 3 14
4 Terkelola dan Terukur 4 7
5 Optimum 5 1
Jumlah 25
Dengan tingkat maturitas “berkembang”, maka karakteristik
Penyelenggara SPIP pada Kementerian Ketenagakerjaan secara
umum menunjukkan sebagai berikut:
1) Telah menetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian untuk
semua kegiatan pokok unit organisasi dalam Kementerian
Ketenagakerjaan sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008;
2) Telah mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur atas semua
kegiatan pokok unit organisasi dalam Kementerian
Ketenagakerjaan;
3) Belum melaksanakan kebijakan dan prosedur atas semua
kegitan pokok unit organisasi dalam Kementerian
Ketenagakerjaan dan mendokumentasikannya secara
konsisten;
4) Belum melakukan evaluasi atas efektivitas penerapan kebijakan
dan prosedur pengendalian atas semua kegiatan pokok unit
organisasi dalam Kementerian Ketenagakerjaan secara berkala;
dan
5) Belum melakukan pemantauan yang berkelanjutan, terintegrasi
dalam pelaksanaan kegiatan yang didukung oleh pemantauan
otomatis menggunakan aplikasi Komputer.
Dalam rangka untuk meningkatan maturitas SPIP perlu
mengintegrasikan dan menginternalisasikan pengendalian intern
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
58
sebagai proses yang melekat/integral dengan proses kegiatan
lainnya. Upaya yang akan dilakukan adalah :
1) Mendorong Unit Kerja Eselon I untuk menyusun Peta Risiko
Program/Kegiatan yang ditetapkan oleh masing-masing Unit
Eselon I;
2) Memantau implementasi pelaksanaan Peta Risiko Program Unit
Eselon I sesuai wilayah kerja/masing-masing Inspektorat.
3) Akan menyusun Audit Universe/Peta Audit termasuk
identifikasi dan penanganan Risiko Program Unit Eselon I;
4) Akan menyusun Pre Reviu/laporan hasil survey kepuasan
stakeholder terhadap peran dan layanan yang diberikan
Inspektorat Jenderal.
8) Area Perubahan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
a. Skor indeks kualitas pelayanan (IKP) pelayanan publik di Kementerian
Ketenagakerjaan tahun 2016 sebesar 3,22 (BAIK) sesuai dengan penilaian
Kementerian PANRB, artinya bahwa dibandingkan dengan
Kementerian/Lembaga (K/L) lain semua unsur pelayanan di Kementerian
Ketenagakerjaan di atas rata-rata IKP. Berdasarkan analisa gap atau
kesenjangan antara harapan dengan kinerja seluruh unsur layanan berada
di bawah gap 1.0 point, artinya kesenjangan antara harapan dengan
penilaian kinerja Kementerian Ketenagakerjaan masih dalam tingkat yang
wajar, bahkan unsur persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan dan biaya
atau tarif layanan yang diterapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan
memiliki kinerja pelayanan melebihi harapan masyarakat pengguna.
b. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memperoleh nilai sebesar
108,00 dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang merupakana nilai
tertinggi di tingkat kementerian tentang kepatuhan pelayanan publik.
Grafik 9 : Zonasi Kepatuhan Kementerian Tahun 2017
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
59
GAMBAR 9 :
Kemnaker Raih penghargaan Standar Pelayanan publik
tertinggi dari Ombudsman
GAMBAR 10 :
Kemnaker Raih penghargaan Standar Pelayanan publik
tertinggi dari Ombudsman
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
60
Grafik 10 : Skor indeks kualitas pelayanan (IKP)
publik di Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2016 (perlu update 2017)
c. Permenaker Nomor 12 Tahun 2016 tentang Unit Layanan Pengadaan
Barang/Jasa di Kementerian Ketenagakerjaan
d. Permenaker Nomor 30 Tahun 2016 tentang Pedoman Pembentukan dan
Penyelenggaraan Layanan Satu Atap Penempatan Tenaga Kerja Luar
Negeri.
e. Pelaksanaan pelayanan penelitian, sertifikasi dan penempatan secara
online melalui:
1. www.kios3in1.net ;
2. http://tka-online.naker.go.id/
3. http://infokerja.naker.go.id/
4. http://lpse.naker.go.id/eproc/
5. http://pusdatin.naker.go.id/
6. https://www.facebook.com/tki.keren
f. Pelaksanaan pelayanan Pelatihan, Sertifikasi dan Penempatan secara
online melalui:
1. http://rb.naker.go.id/
2. http://skp.naker.go.id:8000
g. Prestasi atas penyelenggaraan layanan :
1. Penyelenggaraan PTSA (Lobby Gedung B);
2. Pengelola JDIH Terbaik Ketiga dari Pusat Jaringan Dokumenttasi
Informasi Hukum dan Nasional;
3. Public Productivity for Indonesian Public Services, collaboration for
MOM (Menaker), Singapore Polytechnic, and Temasek Foundation
Singapore (2015 – 2019);
4. Pelatihan membangun Keterampilan Pelayanan Publik.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
61
B. AKUNTABILITAS ANGGARAN
Pada tahun 2017 alokasi anggaran Kementerian Ketenagakerjaan sebesar
Rp3.467.860.165.000,- yang dialokasikan pada 160 DIPA Pusat dan Daerah, untuk
mendukung 7 (tujuh) program. Pada awal bulan Agustus 2017 terjadi APBN-Perubahan
dengan pemotongan anggaran sebesar Rp235.896.138.000,- sehingga alokasi anggaran
Kemnaker menjadi sebesar Rp3.232.104.529.000,-. Khusus untuk Program Perlindungan
Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan pada bulan November 2017 terdapat
penambahan pagu yang bersumber dari penggunaan kelebihan realisasi atas target PNBP
fungsional pada satker K3 Bandung sebesar Rp140.502.000,- dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 22 :
Pagu Anggaran Kemnaker Per Program
NO PROGRAM PAGU AWAL POTONGAN
PENGHEMATAN PAGU REVISI
1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemnaker
249.776.034.000 1.286.049.000 248.489.985.000
2 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kemnaker
57.866.344.000 668.908.000 57.197.436.000
3 Penempatan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja 795.795.105.000 122.389.167.000 673.405.938.000
4 Pengembangan Hubungan Industrial dan Peningkatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
204.599.153.000 4.408.827.000 200.190.326.000
5 Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan 287.118.633.000 1.459.471.000 284.680.677.000
6 Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kemnaker
98.137.321.000 1.679.230.000 96.458.091.000
7 Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas
1.774.567.575.000 135.583.880.000 1.671.682.076.000
JUMLAH 3.467.860.165.000 267.475.532.000 3.232.104.529.000
Berdasarkan jenis belanja, pagu anggaran dibagi menjadi belanja pegawai (51), belanja
barang (52), belanja modal (53) dan belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat
atau bantuan pemerintah dalam bentuk barang atau uang (526) pada 4 unit eselon I lingkup
Kementerian Ketenagakerjaan kecuali Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal serta Ditjen
PHI dan Jamsos. Bantuan Langsung Masyarakat di Kementerian Ketenagakerjaan sesuai
dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 103 Tahun 2016 dan diimplementasikan
dalam program antara lain:
1) Bantuan Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan
Ketenagakerjaan berupa: uang saku Pekerja anak dan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja bagi Nelayan;
2) Bantuan Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas, berupa :
peralatan pelatihan dan program pelatihan;
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
62
3) Bantuan Program Penempatan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja, berupa :
Infrastruktur Pedesaan Padat Kerja di wilayah Barat, Tengah dan Timur; Bahan
bangunan fisik infrastruktur perdesaan dan perkotaan padat pekerja berbasis
sumberdaya lokal (jembatan); Sarana usaha pemberdayaan masyarakat melalui
terapan TTG berbasis jasa dan industri kreatif, pertanian dan maritim, tenaga kerja
mandiri (TKM), pendampingan institusi lokal; penguatan kelompok TKS dan untuk
penyandang difabel dan lanjut usia, wanita dan kerja muda serta inkubasi bisnis
outwall dan kewirausahaan;
4) Bantuan Program Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Ketenagakerjaan kepada lembaga akademisi (Universitas/Institute).
Tabel 23 :
Pagu Anggaran Kemnaker Per Belanja
NO URAIAN BELANJA PAGU AWAL POTONG PENGHEMATAN PAGU REVISI
1. Belanja Pegawai 450.047.729.000 -1.984.448.000 448.063.281.000
2. Belanja Barang 2.386.209.567.000 -238.058.678.000 2.148.150.889.000
3. Belanja Modal 631.602.869.000 4.287.490.000 635.890.359.000
JUMLAH 3.467.860.165.000 -235.755.636.000 3.232.104.529.000
Berdasarkan data SPAN Kementerian Keuangan, realisasi anggaran Kementerian
Ketenagakerjaan sampai dengan akhir tahun 2017 mencapai nilai sebesar
Rp2.970.851.068.255,- atau 91,92%. Penyerapan anggaran Kementerian Ketenagakerjaan
tahun 2017 lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2016 berdasarkan data
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), yaitu sebesar 76,75.
Grafik 11 : Anggaran Kemnaker 2014 – 2017
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
63
Dengan Pagu awal dan revisi anggaran Kementerian Ketenagakerjaan Tahun 2017 sebesar
Rp3.232.104.529.000,- maka realisasi anggaran Kementerian Ketenagakerjaan untuk 7
program yang ada di masing-masing 7 unit eselon I, sebagaimana tersebut dalam tabel sbb:
Tabel 24 :
Realisasi Belanja Kemnaker RI Tahun 2017 setelah Efisiensi
NO UNIT BELANJA PAGU REALISASI % SISA PAGU
1. SEKRETARIAT
JENDERAL
BELANJA PEGAWAI 84.710.180.000 60.541.676.317 71,47 24.168.503.683
BELANJA BARANG 149.294.719.000 146.003.451.679 97,80 3.291.267.321
BELANJA MODAL 14.485.086.000 14.172.152.689 97,84 312.933.311
JUMLAH 248.489.985.000 220.717.280.685 88,82 27.772.704.315
2 NSPEKTORAT
JENDERAL
BELANJA PEGAWAI 20.127.512.000 16.581.727.174 82,38 3.545.784.826
BELANJA BARANG 36.069.924.000 33.390.440.851 92,57 2.679.483.149
BELANJA MODAL 1.000.000.000 997.620.040 99,76 2.379.960
JUMLAH 57.197.436.000 50.969.788.065 89,11 6.227.647.935
3 DITJEN. BINAPENTA
& PKK
BELANJA PEGAWAI 52.494.548.000 42.111.178.625 80,22 10.383.369.375
BELANJA BARANG 612.343.968.000 542.603.841.140 88,61 69.740.126.860
BELANJA MODAL 8.567.422.000 8.048.096.812 93,94 519.325.188
JUMLAH 673.405.938.000 592.763.116.577 88,02 80.642.821.423
4 DITJEN. PHI & JSK
BELANJA PEGAWAI 25.318.402.000 23.028.652.231 90,96 2.289.749.769
BELANJA BARANG 173.411.294.000 159.916.714.535 92,22 13.494.579.465
BELANJA MODAL 1.460.630.000 1.281.110.050 87,71 179.519.950
JUMLAH 200.190.326.000 184.226.476.816 92,03 15.963.849.184
5 DITJEN.
BINWASNAKER & K3
BELANJA PEGAWAI 54.732.035.000 50.271.012.506 91,85 4.461.022.494
BELANJA BARANG 213.557.210.000 198.441.670.238 92,92 15.115.539.762
BELANJA MODAL 16.391.432.000 14.237.485.736 86,86 2.153.946.264
JUMLAH 284.680.677.000 262.950.168.480 92,37 21.730.508.520
6 BARENBANG
BELANJA PEGAWAI 24.821.859.000 20.708.750.769 83,43 4.113.108.231
BELANJA BARANG 41.002.796.000 39.875.146.608 97,25 1.127.649.392
BELANJA MODAL 30.633.436.000 30.121.751.441 98,33 511.684.559
JUMLAH 96.458.091.000 90.705.648.818 94,04 5.752.442.182
7 DITJEN.
BINALATTAS
BELANJA PEGAWAI 185.858.745.000 172.410.673.745 92,76 13.448.071.255
BELANJA BARANG 922.470.978.000 842.509.630.187 91,33 79.961.347.813
BELANJA MODAL 563.352.353.000 553.598.284.882 98,27 9.754.068.118
JUMLAH 1.671.682.076.000 1.568.518.588.814 93,83 103.163.487.186
KEMNAKER
BELANJA PEGAWAI 448.063.281.000 385.653.671.367 86,07 62.409.609.633
BELANJA BARANG 2.148.150.889.000 1.962.740.895.238 91,37 185.409.993.762
BELANJA MODAL 635.890.359.000 622.456.501.650 97,89 13.433.857.350
JUMLAH 3.232.104.529.000 2.970.851.068.255 91,92 261.253.460.745
Sumber : Biro Keuangan Kemnaker Tahun 2017 Audited
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
64
Tabel 25 :
Realisasi Belanja Kemnaker RI Berdasarkan Kewenangan Tahun 2017
NO UNIT KEWENANGAN PAGU REALISASI % SISA PAGU
1. SEKRETARIAT
JENDERAL 1. KANTOR PUSAT 248.489.985.000 220.717.280.685 88,82 27.772.704.315
JUMLAH 248.489.985.000 220.717.280.685 88,82 27.772.704.315
2. INSPEKTORAT
JENDERAL 1. KANTOR PUSAT 57.197.436.000 50.969.788.065 89,11 6.227.647.935
JUMLAH 57.197.436.000 50.969.788.065 89,11 6.227.647.935
3. DITJEN.
BINAPENTA & PKK
1. KANTOR PUSAT 570.843.728.000 495.288.434.906 86,76 75.555.293.094
2. KANTOR DAERAH/UPT-P
102.562.210.000 97.474.681.671 95,04 5.087.528.329
JUMLAH 673.405.938.000 592.763.116.577 88,02 80.642.821.423
4. DITJEN. PHI &
JSK
1. KANTOR PUSAT 168.648.747.000 153.616.962.145 91,09 15.031.784.855
3. DEKONSENTRASI 31.541.579.000 30.609.514.671 97,04 932.064.329
JUMLAH 200.190.326.000 184.226.476.816 92,03 15.963.849.184
5. DITJEN.
BINWASNAKER & K3
1. KANTOR PUSAT 222.898.221.000 206.484.652.909 92,64 16.413.568.091
3. DEKONSENTRASI 61.782.456.000 56.465.515.571 91,39 5.316.940.429
JUMLAH 284.680.677.000 262.950.168.480 92,37 21.730.508.520
6. BARENBANG 1. KANTOR PUSAT 96.458.091.000 90.705.648.818 94,04 5.752.442.182
JUMLAH 96.458.091.000 90.705.648.818 94,04 5.752.442.182
7, DITJEN.
BINALATTAS
1. KANTOR PUSAT 777.593.661.000 740.995.033.566 95,29 36.598.627.434
2. KANTOR DAERAH/UPT-P
822.787.159.000 758.020.288.069 92,13 64.766.870.931
3. DEKONSENTRASI 71.301.256.000 69.503.267.179 97,48 1.797.988.821
JUMLAH 1.671.682.076.000 1.568.518.588.814 93,83 103.163.487.186
Grand Total 3.232.104.529.000 2.970.851.068.255 91,92 261.253.460.745
UNIT KEWENANGAN PAGU REALISASI
SISA PAGU
KEMNAKER
1. KANTOR PUSAT 2.142.129.869.000 1.958.777.801.094 91,44 183.352.067.906
2. KANTOR DAERAH/UPT-P
925.349.369.000 855.494.969.740 92,45 69.854.399.260
3. DEKONSENTRASI 164.625.291.000 156.578.297.421 95,11 8.046.993.579
Grand Total 3.232.104.529.000 2.970.851.068.255 91,92 261.253.460.745
KP = Kantor Pusat, KD = Kantor Daerah/UPTP, DK = Dekonsentrasi
Sumber : Biro Keuangan Kemnaker Tahun 2017 Audited
Upaya yang akan dilakukan untuk lebih meningkatkan kinerja di Kementerian
Ketenagakerjaan dalam mencapai target capaian kinerja ditahun yang akan datang adalah :
1. Memperketat penyusunan anggaran berbasis kinerja atau money follow program;
2. Peningkatan pengendalian pelaksanaan anggaran mulai tingkat pusat hingga daerah
(Dekon dan TP);
3. Peningkatan budaya koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana business
process Kemnaker.
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
65
BAB IV
PENUTUP
Capaian kinerja Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2017 secara umum mulai menunjukkan
kinerja yang baik, dilihat dari jumlah indikator kinerja yang telah melampaui target dan capaian
yang menunjukkan peningkatan. Dari analisis capaian kinerja dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1). Dari 7 (tujuh) Sasaran Strategis dengan 13 (tiga belas) indikator kinerja sasaran strategis
yang telah ditetapkan dan diperjanjikan tahun 2017 terdapat 4 Sasaran Strategis yang
mencapai ≥ 100 atau 57,14 dan 6 (enam) indikator kinerja sasaran strategis mencapai ≥
100 atau 46,15, terdapat 4 (empat) indikator kinerja sasaran strategis yang tidak mencapai
target dan 3 (tiga) indikator kinerja sasaran strategis yang hasilnya belum diperoleh yakni :
Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hasil Evaluasi AKIP dan Indeks Reformasi Birokrasi.
2). Kendala dan permasalahan yang dihadapi yang menyebabkan tidak tercapainya 3(tiga)
Sasaran Strategis akan menjadi fokus perbaikan kinerja di tahun mendatang.
TINDAK LANJUT
Untuk meningkatkan kinerja Kementerian Ketenagakerjaan di tahun 2017, tindak lanjut yang telah
dilakukan antara lain :
1. Melaksanakan asesmen pada pegawai sehingga pengembangan kompetensi pegawai telah
berdasarkan gap kompetensi. 2. Melaksanakan reformasi birokrasi baik di kantor pusat maupun unit kerja dan satuan kerja di
ingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
3. Melaksanakan diklat secara berkelanjutan.
4. Melaksanakan pembangunan zona integritas pada unit kerja yang memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat.
5. Penilaian kinerja telah disusun berdasarkan kinerja organisasi.
6. Telah melakukan sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran.
7. Secara bertahap telah melakukan cascading terhadap sasaran kinerja di lingkungan
Kementerian Ketenagakerjaan.
8. Melaksanakan reviu terhadap Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor.
KEP.10/MEN-SJ/III/2005 tentang petunjuk teknis pelaporan akuntabilitas kinerja di
lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
66
LAMPIRAN
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
67
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
68
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
69
Laporan Kinerja Kementerian Ketenagakerjaan 2017
70