Sejarah Ketenagakerjaan

39
Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial M. Usman Nasution, SH TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Dikutip dari berbagai sumber oleh: M. Usman Nasution, SH

description

raja-raja kecil yang semula hanya merupakan suprastruktur keuasaan lokal yg memperebutkan pengakuan kekuatan dan pengaruh atas suatu wilayah, menjelma jadi bangsawan lokal yang mengangkat dirinya sebagai penguasa politik - bekerja sama dengan para pedagang asing

Transcript of Sejarah Ketenagakerjaan

Page 1: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Dikutip dari berbagai sumber oleh:M. Usman Nasution, SH

Page 2: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1. Rakyat Indonesia pada masa komunal primitif menuju perbudakan (1500 SM – 300 M)

2. Rakyat Indonesia pada masa setengah perbudakan menuju feodalisme (300–1602 M)

Sejarah Perkembangan Masyarakat Indonesia

a. Negrito Sekarang ada di Papua.

b. WeddaKedatangan ras ‘Mon Khmer’ dari Yunnan (Tiongkok

Selatan) pada tahun 1500 SM menyebabkan terjadinya perang antara penduduk asli dan pendatang. Karena kemajuan peradaban dan persenjataan yang dimiliki ‘Mon Khmer’ maka penduduk asli Indonesia dapat dikalahkan, dan dijadikan budak oleh ras pendatang.

kepemilikan perseorangan atas tanah di Nusantara sebagai wujud dari upaya dan keinginan untuk memperkuat diri dengan membangun suprastruktur kekuasaan lokal melalui pengangkatan diri sebagai raja atas sebuah wilayah, dengan membangun kekuatan militer yang dipimpin oleh para pendekar/jagoan

I. KETENAGAKERJAAN

Page 3: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Ketika Raja Philip dari Spanyol naik takhta (1580), menyebabkan ter-putusnya jalur hubungan perdaga-ngan rempah oleh Belanda & Inggris dari Lisabon sbg akibat dari keber-hasilan Raja Philip dlm mempersatu-kan Spanyol dan Portugis serta menguasai perdagangan rempahnya.

Keadaan inilah yang kemudian mendorong seorang Belanda bernama Linscoten untuk menemukan tempat-tempat di Pulau Jawa yang banyak menghasilkan rempah-rempah, dan pada bulan April 1595 Cornelis de Houtman dan de Keyzer memimpin pelayaran menuju Nusantara dengan 4 buah kapal.

raja-raja kecil yang semula hanya merupakan suprastruktur keuasaan lokal yg memperebutkan pengakuan kekuatan dan pengaruh atas suatu wilayah, menjelma jadi bangsawan lokal yang mengangkat dirinya sebagai penguasa politik - bekerja sama dengan para pedagang asing

3. Rakyat Indonesia pada masa feodalisme dan kolonialisme (1602 M – 1830 M)

Page 4: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Sejarah Indonesia (termasuk yang terkait dengan dunia ketenagakerjaan) sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor perkebunan, karena sektor ini memiliki arti yang sangat penting dan menentukan dalam pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. Perkembangan perkebunan pada satu sisi dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat Indonesia dengan ekonomi dunia, memberi keuntungan finansial yang besar, serta membuka kesempatan ekonomi baru, namun pada sisi yang lain perkembangan perkebunan juga dianggap sebagai kendala bagi diversifikasi ekonomi masyarakat yang lebih luas, sumber penindasan, serta salah satu faktor penting yang menimbulkan kemiskinan struktural.

Page 5: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Di dalam pembangunan perkebunan yang memerlukan sangat banyak tenaga kerja untuk membuka hutan, mengolah hingga menanam, maka para raja-raja kecil yang semula hanya merupakan suprastruktur keuasaan lokal yang memperebutkan pengakuan kekuatan dan pengaruh atas satu dan atau beberapa wilayah, menjelma menjadi bangsawan lokal yang mengangkat dirinya sebagai penguasa politik yang cenderung bekerja sama dengan para pedagang asing. Dan inilah yang menjadi ouvuum dari lahirnya masyarakat buruh yang awalnya hanyalah masyarakat biasa yang dipaksa menjadi boedak/koelie melalui perampasan dan pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial yang dibantu oleh para bangsawan lokal

Page 6: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Di Jawa, pemerintah kolonial menerapkan kebijakan Kultuurstelsel dalam rangka memanfaatkan secara paksa tanah-tanah desa baik yang belum maupun yang telah diolah oleh masyarakat di daerah Gubernemen sejak tahun 1830. Penduduk diharuskan menyerahkan tanah dan tenaga kerja mereka dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan berbagai komoditi ekspor untuk kepentingan negara kolonial.

Page 7: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Sistem Tanam Paksa di Jawa yang berbasis pada desa telah melibatkan pejabat lokal dari tingkat bawah sampai bupati bersama-sama controleur sampai residen untuk melakukan kontrol terhadap seluruh aktivitas yang berlangsung. Di Sumatera Barat para tuanku laras, sebagian penghulu, dan kepala desa menjadi bagian penting dari keberhasilan program itu. Di samping para birokrat kolonial, para elite lokal itu menikmati keuntungan ganda berupa manipulasi terhadap produsen dan imbalan yang diterima dari penguasa kolonial.

Page 8: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Oleh sebab itu tidak mengherankan jika para elite lokal ini berhasil membangun relasi politis dan ekonomi yang erat dengan kekuasaan kolonial, yang pada titik tertentu menimbulkan konflik dalam hubungan mereka dengan rakyatnya sendiri.

Page 9: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Pembukaan perkebunan tembakau milik swasta di Jawa Timur dan Sumatera Timur pada akhir abad ke-19 menandai sebuah era baru dalam usaha perkebunan, tidak hanya bagi daerah sekitarnya melainkan juga di seluruh wilayah kekuasaan Hindia Belanda.

Selanjutnya, pengerahan tenaga kerja dari luar daerah, khususnya tenaga kerja kontrak bagi orang Madura di Jawa Timur dan orang Jawa, Cina, dan India di Sumatera Timur (Semula tenaga kerja didatangkan dari Tiongkok, akan tetapi pada tahun 1885 mereka mulai mendatangkan tenaga kerja dari Jawa, karena tenaga yang ada tidak mencukupi dan mahal) yang juga melibatkan banyak tenaga kerja perempuan dan anak-anak.

Kondisi ini menempatkan posisi politis para elite lokal menjadi seolah-olah lebih penting, dan di beberapa daerah para elite itu bahkan mengalami peningkatan status dari sekedar “kepala mukim”, “kepala kampung”, atau kepala wilayah menjadi raja atau sultan, yang menurut konsep state domain berkuasa atas tanah yang ada.

Page 10: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

kekuasaan pada waktu itu mengambil bentuk feodal yaitu kerajaan, akan tetapi hakekat hubungan produksi dan tenaga-tenaga produktif yang ada jelas lebih tepat bila dikatakan sebagai setengah perbudakan. Pembuatan candi-candi yang mempekerjakan rakyat tanpa dibayar, perang dan penaklukan dengan merekrut prajurit dari kalangan kaum tani tanpa dibayar, semua tanah dan hasilnya adalah untuk keperluan dan milik Raja, raja yang menentukan apakah seseorang itu adalah orang bebas atau tidak, merupakan beberapa bukti yang menguatkan karakter masyarakat setengah perbudakan.

Page 11: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Masa berkuasanya kerajaan Majapahit adalah babak paling akhir dari masa setengah perbudakan untuk bisa hidup dan mempertahankan syarat-syarat penindasannya. Sehingga kehancuran Majapahit juga bisa dikatakan sebagai kehancuran dari suprastruktur setengah perbudakan. Bagaimana dengan Feodalisme? Cikal-bakal feodalisme telah tumbuh pada masa setengah perbudakan yang semakin menonjol dengan berdirinya kekuasaan para raja yang sebelumnya adalah tuan budak dan pada hakekatnya adalah kekuasaan para tuan tanah.

Page 12: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Perkebunan mengeluarkan apa yang disebut Poenale Sanctie, sebuah peraturan yang sangat menindas para buruh. Yaitu keharusan bagi pekerja untuk tidak meninggalkan pekerjaan sebelum habis kontrak. Mobilisasi tenaga kerja besar-besaran dengan cara paksa ini telah melahirkan golongan baru dalam masyarakat Indonesia yaitu kelas buruh. Demikian pula dengan pembangunan tranportasi modern seperti kereta api telah melahirkan buruh kereta api. Berdirinya bengkel mesin telah melahirkan buruh bengkel, bertambahnya buruh-buruh pelabuhan, buruh angkut dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles.

Page 13: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Residen, Wedana, asisten Wedana dan demang adalah ujung tombak pihak perkebunan dan pabrik gula dalam melakukan pemaksaan tanam dan kerja wajib. Mereka juga yang melakukan perampasan tanah-tanah rakyat untuk kebutuhan penanaman tebu dan pendirian pabrik gula. Sebagai birokrat jajahan mereka dibayar sangat mahal dengan menggunakan uang dan insentif yang jumlahnya mengalahkan gaji seorang menteri di Kerajaan Belanda. Sebagai gambaran, Residen memperoleh 15.000 gulden/tahun dengan tambahan persen 25.000 gulden/tahun. Para Bupati mendapat 15.000 dan Wedana 1500. Sedangkan gaji menteri di Belanda hanya 15.000 gulden/tahun.

Page 14: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Sejalan dengan system feodalisme tersebut, pemerintah kolonial Belanda melancarkan slogan ;

‘Een Natie Van Koelias En Een Koelie Onder De Naties’

atau (negara kuli dan kulinya bangsa lain) yang dibuat berdasarkan peraturan ketenagakerjaan pemerintah kolonial Hindia Belanda guna menjamin terciptanya kondusifitas penyelenggaraan usaha perkebunan di Nusantara melalui Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 138 dan Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 78 (revisi Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 138).

Page 15: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Tuan Juragan(Investor Pemilik Perkebunan)

PARA KOELIE / BOEROEH

ADMINISTRATUR

ASISTEN PENGAWAS

MANDOR KEPALA

MANDOR

Pada masa itu, yang paling berpengaruh dan paling

berkuasa atas para koeli adalah para para mandor dan mandor

kepala, dan paling sering melakukan pemerasan terhadap

para koeli. Begitu berkuasanya para mandor ini, sehingga para

koeli jika ditanya dimana dia bekerja, maka jawabannya bukan menyebutkan nama

onderneming tempat bekerjanya, akan tetapi akan

menyebutkan siapa nama mandor dan nama mandor

kepalanya.

Page 16: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Upah : dibayarkan lunas setelah para koeli bekerja selama lebih dari 3 tahun kontrak kerja, dipotong hutang dan biaya lainnya yang diangggap sebagai hutang.

Hiburan : menerapkan sebuah kebijakan tahunan, yaitu “acara perayaan yang diadakan sehubungan akhir masa kontrak bagi sebagian koelie”

Pinjaman : memberikan pinjaman uang untuk berjudi (oleh para administrtur melalui para mador kepalanya)

Tumpukan hutang yang tak terbayarkan tersebut kemudian dijadikan sebagai senjata pemaksa oleh para administratur perkebunan untuk melakukan penekanan agar menerima kontrak kerja berikutnya dengan upah rendah untuk jangka waktu yang relatif panjang.

Page 17: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Dalam rangka menjaga stabilitas & harmonisasi di daerah tujuan penanaman modal, pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam beberapa pasalnya memuat aturan yang memastikan para koeli mematuhi hukum & peraturan yg berlaku di daerah itu dan diwajib-kan untuk mencatatkan diri di Pemerintah Daerah setempat.

ketentuan jam kerja selama 10 jam sehari

Tidak meninggalkan & melarikan diri dari tempat kerja, melanggar perintah, melawan dan mengancam atasan, menghasut, mengganggu ketenangan kerja, mabuk-mabukan, berkelahi, dan lain-lain yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi

Dan untuk menjamin terselenggaranya aturan ini, para boeroeh/koelie diawasi oleh mandor yang mendapatkan upah sebesar 7,5% dari hasil kelompok upah para koeli yang dipimpinnya.

Page 18: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

• Tahun 1870 : Perubahan kebijakan politik kolonial dari tanam paksa ke perusahaan swasta. Dikenal corak perkebunan rakyat dan perkebunan swasta (onderneming), dan diterapkan hingga Indonesia merdeka

• Tahun 1957 : Perusahaan swasta diambil alih oleh pemerintah melalui kebijakan nasionalisasi yang menjadi cikal bakan PTPN

• 1968-1990 : Tonggak bangkitnya perkebunan rakyat dengan areal mencapai 80%. Tanaman perkebunan utama : Teh, Karet, Kelapa, Kelapa sawit, Kakao, kopi, dan lada dan sejmlah kecil jambu mete dan pala

• Jumlah tenaga kerja yang terserap adalah : 16,8 juta orang; hingga tahun 1997 terdapat lebih dari 3000 pabrik pengolahan hasil perkebunan

Page 19: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SHAntara tahun 1810-1870 terjadi 19 kali huru

hara akibat kerja paksa dan beban pajak

Di Jawa huru hara praktis tidak pernah berhenti. Antara tahun 1840 hingga tahun 1875 hanya enam tahun tidak terjadi kerusuhan

Pada bulan Juli 1882, terjadi pemogokan besar-besaran oleh kaum buruh di tiga

kabupaten, Sleman, Bantul, dan Kalasan

Pemogokan melanda 30 buah pabrik dan perkebunan yang meliputi enam pabrik gula, delapan perkebunan tebu. 14 perkebunan nila dan dua perkebunan tembakau dengan melibatkan 10.000 orang pemogok yang berlansung selama tiga bulan

Page 20: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

pembaharuan mendasar yang dilakukan oleh Pemerintah Orla, mengubah status "kuli kontrak" menjadi buruh tetap atau yang dikenal di perkebunan dengan istilah "Buruh SKU/Syarat Kerja Umum” yang dilengkapi dengan jaminan kerja tetap dan pemberian upah pokok plus komponen kesejahteran kepada buruh berbasis kebutuhan pokok - pengusaha diwajibkan memenuhi Catu-11 yang terdiri dari beras, minyak makan, pakaian, ikan, susu, dll.).

Di era dimana mereka hidup didalam udara kemerdekaan, hanya status sebutan mereka saja yang berubah dari boedak ataupun koelie manjadi buruh SKU (kemudian di era pemerintahan Orba berubah lagi menjadi Karyawan Harian Lepas/KHL, Karyawan Harian Tetap/KHT, dan Pegawai Rendah Bulanan/PRB). Akan tetapi nasib dan perlakuan yang mereka peroleh masih dibawah ambang batas garis penindasan oleh pengganti tuan kebun yang meneruskan pengelolaan ala feodalisme

Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kekuatan tawar menawar untuk menentukan besar kecilnya manfaat yang pantas mereka terima sebagai upah atas jasa kerjanya. Berbagai bentuk pembatasan hak pun diberlakukan, termasuk hak berserikat dan berunding bersama yang dirancang sedemikian rupa

Page 21: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1905 Lahir Serikat Pekerja Pos (Pos Bond).

1906 Lahir Serikat Pekerja Perkebunan (Cultuur Bond) dan Serikat Pekerja Gula (Zuiker Bond).

1907 Lahir Serikat Pegawai Pemerintah.

1908 Lahir Vereniging Spoor-Traam Personeel (VSTP) dipimpin oleh Semaoen.

1909 Pada 26 September di kalangan Tionghoa di Jakarta dibentuk Tiong Hoa Sim Gie dipimpin oleh Lie Yan Hoei. Empat bulan kemudian kelompok ini merubah nama menjadi Tiong Hoa Keng Kie Hwee yang kemudian menjadi inti dari Federasi Kaoem Boeroeh Tionghoa.

1911 Lahir Perkumpulan Bumi Putra Pabean (PBPP).

II. GERAKAN KETENAGAKERJAAN

Page 22: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1912 Lahir Sarekat Dagang Islam (SDI) yang bergerak di bidang perekonomian dan perdagangan, Serikat Islam sebagai serikat buruh kaum pribumi dan Persatuan Guru Bantu (PGB).

1913 Lahir Serikat Pekerja Kereta Api (Spoor Bond).

1914 Lahir Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB).

1915 Lahir Serikat Pekerja Perusahaan Swasta (Partikulir) / (SPPP).

1916 Lahir Serikat Pekerja Opium Regie Bond (ORB).

1917 Lahir Serikat Pekerja Pabrik Gula.

1918 Pada bulan Agustus lahir PFB (Personeel Fabriek Bond) yang beranggotakan buruh tetap, Perkumpulan Tani dan koperasi yang kemudian lazim disebut sebagai Sarekat Tani dengan anggota kuli kenceng atau pemilik tanah yang disewa pabrik, serta Perserikatan Kaum Buruh Umum (PKBO) yang beranggotakan buruh musiman. Ketiga perhimpunan itu diketuai Suryopranoto yang juga menyebut dirinya sebagai komandan Tentara Buruh Adidarmo.

Page 23: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1919 Lahir Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) dipimpin oleh Semaoen.

1920 Pemogokan buruh terjadi pada 72 pabrik gula di seluruh Jawa. Dari jumlah itu 28 pemogokan terjadi pada masa sebelum dan sesudah giling yang meliputi 4.700 pekerja; sedangkan pemogokan yang lain terjadi dalam masa giling (dari bulan Mei sampai Oktober) dengan pemogokan terdiri dari 20.716 orang. Pemogokan yang terjadi di luar musim giling biasanya terpaksa dilakukan sebagai reaksi tindakan pengusaha yang dianggap tidak adil dan sewenang-wenang. Dari jumlah 4.700 pemogok sebagian besar terdiri dari tukang yang berperan penting dalam menjalankan proses produksi di pabrik gula. Meskipun pemogok yang terdiri dari buruh tetap hanya mencapai 1.997 orang tetapi mereka mampu memimpin sejumlah besar buruh musiman (7.584 orang) dan buruh tidak tetap sekitar pabrik (11.135 orang).

1920 Para pekerja anggota Personeel Fabrik Bond (PFB) mogok kerja, menuntut majikan supaya mau mengakui keberadaan Serikat Pekerja mereka.

Page 24: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1921 Harga gula, komoditas andalan Belanda di tanah jajahannya jatuh di pasaran dunia. Pemodal Belanda yang mengalami kerugian cukup besar terpaksa harus menekan ongkos produksi secara besar-besaran, diantaranya adalah dengan memangkas upah buruh.

Buruknya kondisi kerja waktu itu memicu pergolakan aksi buruh.

Pemerintah mengaktifkan kantor Pengawasan Perburuhan yang berada dibawah Departemen Kehakiman. Ia punya bagian yang secara terpusat mengawasi pergerakan serikat buruh dan mengamati kebutuhan dikeluarkannya peraturan hukum baru menyangkut perburuhan.

1922 Para pekerja pelabuhan Surabaya melancarkan aksi mogok kerja, menuntut perbaikan nasib. PPKB dan Revolutionaire Vakcentrale berhasil membangun aliansi yang bernama PVH (Persatuan Vakbond Hindia).

Page 25: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1923 Pegawai Kereta Api mogok kerja. Tuntutan mereka kala itu kurang berhasil. Pemerintah kolonial melarang adanya aksi mogok kerja, yang dilakukan kaum pekerja dan segera dikeluarkan Undang-Undang tentang larangan mogok kerja (artikel 161 bis Buku Hukum Pidana) tanggal 10 Mei 1923.Serikat Pekerja Kereta Api dan Trem-Vereniging van Spoor en Trem Personeel (VSTP) menjadi anggota Gabungan Serikat Pekerja International yaitu International Federation of Trade Union (IFTU) yang bermarkas besar di Moskow Rusia.Revolutionaire Vakcentrale membangun hubungan dengan Profintern (Red International Labour Union) dan menjadi anggotanya.

1924 Pada bulan Juni Serikat Pekerja Indonesia bersama-sama Serikat Pekerja Filipina, India, Jepang dan Tiongkok di undang untuk menghadiri Konferensi Serikat Pekerja Angkutan Laut di Kanton. Dengan demikian keberadaan dan kehidupan Serikat Pekerja di samping Iebih erat menjalin hubungan kerja sama dengan Serikat-Serikat Pekerja Internasional, juga lebih memperkuat posisi.

Page 26: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1926 PVH (Persatuan Vakbond Hindia) berakhir akibat dari kegagalan aksi politik PKI yang disusul penangkapan besar-besaran terhadap aktivis PV.

1930 Serikat Kaum Buruh Indonesia (SKBI) dibubarkan oleh pemerintah kolonial, dicurigai turut aktif dalam kegiatan perjuangan kebangsaan.

1932 Lahir dua organisasi Serikat Pekerja, yaitu Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri (PVPN) dan Persatuan Serikat Pekerja Indonesia (PSPI), yang didirikan oleh dr. Soetomo.

1937 Direktur Intemasional Labour Organization (ILO), Harold B. Butle berkunjung ke Indonesia pada bulan Oktober untuk memperoleh informasi tentang perkembangan kehidupan perburuhan di Indonesia yang akan dijadikan bahan laporan dalam Konfrensi ILO.

Page 27: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1938 Lahir gerakan politik yang bekerja sama dengan gerakan serikat pekerja untuk bersama-sama melindungi dan membebaskan hak-hak dan kepentingan pekerja, memberantas pengangguran, mengantisipasi tantangan industrialisasi yang menggusur lapangan usaha kerajinan rakyat.

1940 Pemerintah kolonial mengeluarkan Ordonansi Regeling Arberdsverhouding (ORA), suatu peraturan yang mengatur tentang jaminan dan perlindungan kaum pekerja di perusahaan-perusahan swasta (partikelir).

1945 Pada 15 September lahir sebuah organisasi massa buruh yang bernama BBI (Barisan Buruh Indonesia). BBI mengutamakan barisan buruh untuk memudahkan mobilisasi oleh serikat pekerja dan Partai Buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri oleh kaum buruh dan tani, tercetuslah Partai Buruh Indonesia. BBI juga sepakat untuk menuntaskan revolusi nasional. Untuk mempertahankan tanah air dari serangan musuh, BBI membentuk Laskar Buruh bersenjata di pabrik-pabrik. Untuk kaum perempuan dibentuk Barisan Buruh Wanita (BBW).

Page 28: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1946 BBI dilebur menjadi GASBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia). Serikat buruh yang tidak sepakat dengan struktur GASBI keluar dan membentuk GASBV (Gabungan Serikat Buruh Vertikal). Tetapi pada bulan November, tahun yang sama, atas usaha Alimin dan Harjono, GASBI dan GASBV berhasil dilebur menjadi SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).

1948 SOBSI sempat mengalami perpecahan akibat perbedaan sikap dalam menanggapi perjanjian Renville. Tetapi tidak lama kemudian SOBSI berhasil kembali mengkonsolidasikan pecahan-pecahannya. Bahkan dalam pernyataan politiknya tahun 1948, SOBSI kemudian menegaskan menolak perjanjian Renville. SOBSI kemudian menyatakan keluar dari HISSBI (Himpunan Serikat-serikat buruh Indonesia) karena perbedaan garis politik.

Page 29: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1957 Soekarno mengeluarkan dua konsepsi mengenai kabinet karya dan dewan nasional. Kabinet karya ini adalah kabinet eksekutif yang menampung orang-orang di parlemen dan partai politik. Buruh sebagai golongan fungsional mendapatkan tempat di Dewan Perancang Nasional. Anggota Dewan ini 77 orang, dan dari 77 itu ada lima wakil angkatan buruh/pegawai yaitu dari SOBSI, SOBRI, RKS dan dua orang dari KBKI. Sementara di Dewan Pertimbangan Agung, duduk dua orang wakil dari buruh yaitu dari SOBSI dan KBKI.

1973 Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) didirikan sebagai satu-satunya serikat buruh yang diakui pemerintah.

1990 Pada bulan November serikat buruh independen pertama dibentuk dengan nama Serikat Buruh Merdeka Setia Kawan (SBM-SK) di bawah kepemimpinan HJC. Princen. Karena adanya konflik internal dan tekanan pemerintah, serikat ini berhenti beraktivitas.

Page 30: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1992 Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) didirikan pada 25 April oleh sekelompok aktivis pro-demokrasi yang mengadakan “pertemuan buruh nasional” di Cipayung, Jawa Barat. Hadir sekitar 100 buruh dari 18 propinsi. SBSI mendapat dukungan dari Abdurrahman Wahid (NU), Sabam Sirait (PDI) dan Asmara Nababan. Mochtar Pakpahan, seorang lawyer buruh dari Medan menjadi Sekjen SBSI.

1993 Pada 14 Juni, 7 buruh pabrik udang, PT. Tambaksari Jalmorejo di Medan di-PHK karena menjadi anggota SBSI. Kongres SBSI yang sedianya diselenggarakan pada 29 Juli tidak mendapat ijin pemerintah.

1994 Konfederasi Serikat Pekerja Bebas Internasional mengajukan pengaduan resmi terhadap Indonesia ke Organisasi Buruh Internasional, ILO. Mereka menuduh pemerintah menolak hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja atas pilihan mereka sendiri, mengganggu organisasi pekerja independen, dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar ILO mengenai kebebasan berserikat dan hak untuk tawar-menawar kolektif.

Page 31: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH1994 Serikat buruh independen ketiga, Pusat Perjuangan Buruh

Indonesia (PPBI), lahir pada bulan Oktober.

1994 Permohonan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) untuk didaftar sebagai serikat pekerja kembali ditolak pada bulan November. Departemen Tenaga Kerja juga menghalangi niat SBSI untuk mendaftar pada Departemen Dalam Negeri sebagai organisasi sosial di bawah Undang-undang Keormasan. Pemerintah menganggap SBSI tidak sah.

1995 Struktur Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dengan 13 federasi serikat pekerja sektoralnya berubah dari kesatuan (sentralisasi) menjadi federasi (desentralisasi) dengan nama Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI). Ke-13 sektor industrinya didaftar sebagai serikat pekerja nasional yang terpisah; SPSI merupakan satu-satunya federasi serikat pekerja yang diakui oleh Departemen Tenaga Kerja. Menteri Tenaga Kerja menyatakan bahwa serikat pekerja yang dibentuk harus berafiliasi dengan SPSI, dan bahwa pemerintah tidak akan mengakui setiap serikat pekerja di luar federasi.

Page 32: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

1996 PPBI membantu mengorganisasi demo buruh pada bulan Juli di Surabaya. Dengan partisipasi sekira 15.000 buruh dari 10 pabrik, demo ini barangkali merupakan demonstrasi terbesar di masa Orde Baru.

1998 Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) diakui oleh pemerintah. Ketuanya, Mochtar Pakpahan, dibebaskan pada bulan Mei setelah beberapa tahun mendekam di penjara.

2000 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disahkan di Jakarta pada 4 Agustus oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

2003 Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang merupakan gabungan dari 12 organisasi serikat pekerja melaksanakan kongres pendirian pada bulan Januari di Jakarta.

Page 33: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

2004 Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang bertujuan untuk memperjuangkan aspirasi Buruh Migran Indonesia di tingkat nasioanal maupun internasional dideklarasikan di Semarang pada tanggal 10 Juli. Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Sumatera Utara mendapat kehormatan menjadi tuan rumah kongres World Federation of Clerical Workers (WFCW) pada 1-4 November. WFCW beranggotakan 70 negara Asia, Afrika, Eropa dan Amerika, merupakan federasi dari World Confederation of Labour (WCL), organisasi buruh dunia yang terkuat.

Page 34: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Perubahan paradigma sebagaimana yang tertuang didalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) belum sepenuhnya berhasil menciptakan suasana kemitraan dalam arti yang sebenarnya.

Penyebabnya tidak terlepas dari budaya yang telah puluhan tahun tumbuh subur didalam diri dan jiwa masyarakat yang sangat kental dengan pengaruh perbedaan status antara Pekerja dan Pemberi Kerja, sehingga masih banyak karyawan yang memandang PKB ;

• Hanya untuk mengatur hak dan kewajiban karyawan ditingkat pelaksana saja.

• Belum sepenuhnya mampu membela kepentingan seluruh karyawan.

• Para pemberi kerja tidak terpanggil untuk mempelajari dan memahami PKB secara utuh dan menyeluruh.

• Bila kepada mereka dibicarakan tentang hak dan kewajiban sesuai jiwa PKB, timbul penolakan-penolakan yang tidak rasional.

•Timbulnya pelanggaran demi pelanggaran terhadap ketentuan PKB, baik yang tidak disengaja (karena kurang pengusaan terhadap PKB) maupun yang mungkin memang disengaja.

III. HUBUNGAN INDUSTRIAL

Page 35: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Gambaran tentang pertumbuhan serikat pekerja dapat dilihat sebagai sebuah pemandangan dengan mono-color yang berisikan objek gambar para pekerja yang frustasi dan terbelakang karena minimnya wawasan keorganisasian dan hubungan dengan pihak luar.

Dengan kondisi wawasan dan hubungan luar yang mono-color ini, baik secara sadar maupun tidak, sesungguhnya menghadapkan tuntutan mereka kepada golongan pekerja (staff) yang notabene lebih cerdas, lebih berpendidikan, dan memiliki kesempatan untuk saling bertemu dan berinteraksi dengan orang lain diluar perusahaan sehingga mereka lebih tangguh didalam perundingan dan atau adu argumen.

Page 36: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Satu-satunya pilihan yang diambil oleh para pengurus serikat pekerja adalah berlindung di balik punggung anggotanya yang berjumlah sangat besar dan mudah untuk digerakkan.

Untuk menarik perhatan dan rasa simpaik para anggotanya, gaya dan corak kepemimpinan yang mereka lakonkan adalah dengan mempertontonkan kekuatan menuntut dan menghujat dibalik ketidak-mengertian para anggota yang terkesima menyaksikan para wakil mereka, dan secara sengaja menjadikan anggotanya yang buta informasi/ pengetahuan sebagai ''kuda tunggangan'' untuk melakukan perlawanan kepada pemberi kerja melalui demo mogok dengan issu ketidak-adilan

Page 37: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Ketidak-mampuan para pengurus Serikat Pekerja dalam memperjuangkan hak-hak pekerja ditutup-tutupi dan dibungkus dengan pengalihan perhatian para anggotanya lewat penyuaraan tuntutan-tuntutan yang tidak menyentuh kepada perlindungan hak-hak ketenagakerjaan yang mendasar.

Sebagai contoh; poin-poin yang mereka suarakan dan debatkan didalam setiap event perundigan Perjanjian Kerja Bersama selalu berkutat seputar upah dan lembur, peningkatan persentasi pembayaran tunjangan, dan isu klasik lainnya untuk pemancing perhatian dan dukungan para anggota.

Page 38: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Hal-hal lain yang terkait dengan kesejahteraan karyawan yang secara langsung maupun tidak langung berbanding lurus dengan perlindungan hak sebagaimana dimaksud ;

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970, Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konpensi

Organisasi Internasional Nomor 98 mengenai berlakunya dasar-dasar daripada hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama,

Konvensi ILO Nomor 111 mengenai Diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan, dan ....

Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja, serta kelangsungan hidup perusahaan.

Yang secara keseluruhan, sesungguhnya berhubungan erat dengan kelangsungan masa depan karyawan itu sendiri, dan peada kenyataannya hampir dapat dikatakan tidak mampu tersentuh karena keterbatasan para pengurus dalam menganalisa dan merumuskan hak-hak dasar yang seharusnya menjadi fokus perhatian utama untuk diperjuangkan.

Page 39: Sejarah Ketenagakerjaan

Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

M. Usman Nasution, SH

Dari perjalanan sejarah yang sangat panjang, diawali dari dimensi perbudakan sampai kepada dimensi dimana harkat dan martabat pekerja diangkat dan dimuliakan, seyogyanya meninggalkan jejak pengalaman yang sangat membekas dan patut dijadikan sebagai cemeti (cambuk) untuk merubah paradigma berpikir para karyawan saat ini.Alangkah naiifnya bila penderitaan dan kepedihan yang pernah dijalani selama ratusan tahun serta perjuangan keras penuh intimidasi yang pernah ditempuh, dilumpuhkan oleh sikap eforia yang mewarnai pandangan dan tindakan didalam mengamban tugas dan tanggung jawab baik sebagai seorang pekerja maupun sebagai seorang pengurus Serikat Pekerja.

PENUTUP

Thanks for your attention