Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām...

79
Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Kitab Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Achmad Rifai NIM. 1111034000115 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1439 H

Transcript of Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām...

Page 1: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam

Kitab Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Achmad Rifai

NIM. 1111034000115

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/ 1439 H

Page 2: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,
Page 3: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,
Page 4: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,
Page 5: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

iv

ABSTRAK

Achmad Rifai

Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al

Qur’an wa Raghaib al-Furqan

Dalam Muqqadimah tafsir Garā’ib Al-Qur’ān Wa Ragā’ib Al-Furqān,

Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī mengatakan bahwa kitab yang dikarangnya

merupakan ringkasan dari kitab tafsir Mafātīh al-Gayb karya Fakhr al-Dīn ar-

Rāzī. Dari penelitian sebelumnya, hakikat kematian menurut Fakhr al-Dīn ar-Rāzī

bahwa kematian adalah terpisahnya jasad dan ruh sebagaimana penafsiran surat

az-Zumar ayat 42 Sedangkan dalam penafsirannya Naisaburi menafsirkan ayat

tersebut bukan hanya tentang berpisahnya jasad dari ruh akan tetapi juga

membicarakan tentang hubungan jiwa dan kematian. Pada dasarnya suatu

ringkasan tidaklah akan lepas dari apa yang diringkasnya. Hal ini menjadi penting

bagi penulis untuk melakukan penelitian mengenai Kematian dalam Pandangan

Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Garā’ib Al-Qur’ān Wa Ragā’ib Al-Furqān.

Penelitian ini berjenis kualitatif, dengan menggunakan metode maudhu’i.

Sebagai rujukan utama penulis menggunakan kitab tafsir Garā’ib Al-Qur’ān Wa

Ragā’ib Al-Furqān karya Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī.

Menurut Naisābūrī kematian tidak hanya berupa jasad dan ruh, melainkan

kamatian juga bisa berupa perbuatan buruk. Seseorang yang berbuat keburukan

maka ia bisa dikatakan pula mati. Hal ini senada dengan istilah yang mengatakan

bahwa adanya itu seperti tidak ada.

Kata Kunci: Tafsir, Kematian, Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī, Gharâib al Qur’an wa

Raghaib al-Furqan.

Page 6: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

v

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بسم للا الر

Segala puji penulis haturkan kepada Allah Swt. atas segala nikmat dan

pertolongan yang telah, sedang, dan yang akan selalu Ia berikan kepada penulis.

Dialah Tuhan dimana tempat penulis mengadu dan bercurhat ketika penulis sudah

merasa lelah dan frustasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada-Nya penulis

meminta kekuatan agar selalu dikuatkan dalam menyelesaikan skripsi ini. Atas

petunjuk dan rahmat dari-Nya penulis dapat mengolah data menjadi kata,

mengolah kata menjadi kalimat, mengolah kalimat menjadi paragraf-paragraf

yang berisi ide, kemudian dari kumpulan paragraf menjadi bab-bab dan akhirnya

jadilah skripsi ini.

Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan senantiasa tercurah limpahkan

pada baginda Nabi Muḥammad saw, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Seseungguhnya Ia dan merekalah yang sangat berjasa dalam menyampaikan

pesan-pesan Allah Swt., sampai akhirnya pesan itu sampai kepada kita semua saat

ini.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari betul bahwa skripsi

yang berjudul “Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam

Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān” ini tidak akan selesai dengan daya

dan upaya penulis sendiri. Melainkan, ada banyak sosok, kerabat, dan orang-orang

spesial dari berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langung telah

banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan ini selesai. Maka, pada

Page 7: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

vi

kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Quran

dan Tafsir dan Ibu Banun Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan

Ilmu al-Quran dan Tafsir.

4. Bapak Muhammad Rifqi Fatkhi MA, selaku Dosen pembimbing

akademik yang banyak memberi masukan kepada penulis selama studi di

kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Muslih, M.Ag, selaku pembimbing skripsi, yang dengan ikhlas

dan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, beliaulah yang telah meluangkan waktu di

tengah kesibukannya untuk mengoreksi, memberikan arahan serta

memberikan nasihat-nasihat yang bermanfaat bagi penulis.

6. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, dan Bapak Eva Nugraha, M.Ag,

selaku penguji skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik atas

pertimbangan dan masukannya sehingga skripsi ini lebih terarah.

7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya dosen Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan dan

membagikan berbagai wawasan, ilmu, serta pengalaman kepada penulis

selama penulis kuliah di kampus tercinta ini.

Page 8: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

vii

8. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Pusat

Studi al-Qur’an (PSQ) Ciputat yang telah memberikan fasilitas serta

rujukan-rujukan sebagai sumber referensi.

9. Kepada keluarga, Ayahanda Edi Alhamidi dan ibunda Nining, serta adik-

adik Sofyana Aldi, Qonita, dan Muhammad Iqbal, kemudian teh Amelia

Hidayat yang selalu mensuport dalam semua hal, dan juga Siti Karisma

yang tak kenal lelah mensuport penulis.

10. Teman-teman satu Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang senantiasa

menemani penulis dalam menimba ilmu pengetahuan di kampus UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Di antara mereka adalah Asep, Arif, Saiful,

Fuad, Ulil, Jamil, Iyan, Saiful, Subhan, Kuya, Seman, Ilham, Hilman,

Gandi, Bazit, Eka, Ijal, Akrom, dkk. Perjumpaan dengan kalian semua

adalah sesuatu yang akan selalu terkenang. Terima kasih dan semoga

tuhan selalu menemani kita semua dalam segala hal.

Akhirnya, penulis berharap kepada Allah swt., Semoga karya ini dapat

menambah wawasan mengenai Qur’an, Ulum al-Qur’ān, dan bermanfaat bagi

semua yang mau membacanya, terkhusus bagi penulis. Semoga tulisan ini

menjadi tulisan pertama penulis dan dicatat sebagai amal baik bagi penulis.

Jakarta, 11 juli 2018

Achmad Rifai

Penulis

Page 9: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 7

D. Kajian Pustaka ................................................................................... 7

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .......................................... 9

F. Sistematika Penulisan........................................................................ 11

BAB II GAMBARAN SEPUTAR KEMATIAN

A. Definisi Kematian ............................................................................ 12

B. Mati Secara Teoritis .......................................................................... 17

C. Proses Kematian ................................................................................ 20

D. Perbedaan Kematian Manusia dan Hewan ........................................ 24

BAB III SEKILAS TENTANG NIẒĀM AD-DĪN AL-NAISĀBŪRĪ

A. Riwayat Hidup Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī ..................................... 27

B. Karya-karya Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī .......................................... 28

C. Karakteristik Tafsir Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān ....... 29

BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG

KEMATIAN DALAM TAFSIR GARĀ’IB AL-QUR’ĀN WA

RAGĀ’IB AL-FURQĀN

A. Gambaran Seputar Kematian ............................................................41

B. Kematian Awal Kehidupan ...............................................................46

C. Mati dalam Keadaan Kafir ................................................................49

D. Mati dalam Keadaan Beriman ...........................................................57

Page 10: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

ix

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................63

B. Saran-saran ........................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................65

Page 11: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

x

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K

No. 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 b/u/1987.

1. Konsonan

No Arab Latin

No Arab Latin

Tidak dilambangkan ا .1

Ṭ ط .16

B ة .2

Ẓ ظ .17

T ت .3

‘ ع .18

Ṡ ث .4

G غ .19

J ج .5

F ف .20

Ḥ ح .6

Q ق .21

Kh خ .7

K ك .22

D د .8

L ل .23

Ż ذ .9

M م .24

R ر .10

N ن .25

Z ز .11

W و .26

S س .12

H ه .27

Sy ش .13

′ ء .28

Ṣ ص .14

Y ي .29

Ḍ ض .15

2. Vokal Pendek

= a ت ت Kataba ك

= i سئ ل Su′ila

= u ي ذه ت Yażhabu

3. Vokal Panjang

ا = ā ق بل Qāla

Qīla ق يل ī = ا ى

Yaqūlu يقول ū = أو

4. Diftong

يف ia = أ ي Kaifa ك

ول au = أ و Ḥaula ح

Page 12: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kematian di dalam al-Qur’an, memberikan informasi bahwa manusia

selama menjadi mahluk setidaknya mengalami sebanyak dua kali kematian,

sedang dalam hal kehidupan manusia mengalami minimal dua bahkan bisa tiga

kali. Hal ini bisa dilihat di dalam sūrāh Gafir/40: 11 sebagai berikut:

Artinya : Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan

kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami

mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk

keluar (dari neraka)?" (QS. Gafir 40:11)1

Fakhr al-Dīn al-Rāzī menjelaskan di dalam kitab tafsirnya Mafātīh al-Gayb

bahwa kematian itu terjadi dua kali, kematian pertama dialami manusia sesaat

manusia dalam keadaan belum ditiupkanya ruh, yakni dalam masa kandungan.

Kemudian kematian kedua dialami ketika manusia menghembuskan nafas

terakhir, yakni ketika manusia meninggalkan dunia yang fana ini. Begitupun

dengan kehidupan manusia, kehidupan terjadi dua kali, kehidupan pertama

dialami ketika manusia terlahir di dunia, kemudian kehidupan kedua dialami

manusia, ketika di hari pembangkitan.2

Memahami mati sebagai ketiadaan hidup dapat diterima jika yang dimaksud

adalah kematian yang pertama sebagaimana dalam ayat di atas. Tapi jika yang

dimaksud kematian kedua setelah nyawa meninggalkan badan, maka mati tidaklah

1 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro, 2006).

2 Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīh al-Gayb, (Beirut: Darul Fikr, 2005). h. 260-261.

Page 13: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

2

mengakibatkan ketiadaan hidup. Rasa ingin tahu masih tetap menyertai salah satu

unsur diri manusia yang meninggalkan dunia, yakni unsur nafs-nya. Bukankah

manusia, seperti dikemukakan di atas, adalah makhluk yang terdiri dari fisik dan

non-fisik.3

Akan tetapi manusia terkadang tidak sadar setelah menghembuskan nafas,

akan mengalami suatu proses yaitu kematian, yang mana proses itu terkadang

tidak diperhatikan oleh manusia dan terkadang bahkan dilupakan.4

Tidakkah manusia menganggap hidup di dunia itu lebih baik dibanding

nanti setelah manusia mati dan sebaliknya, bukankah kematian itu adalah hanya

ketiadaan hidup di dunia saja, dan kehidupan yang sesungguhnya adalah

kehidupan ketika kita meninggalkan dunia yang fana ini. Kematian memang

kelihatannya sebagai kepunahan akan tetapi pada hakikatnya kematian adalah

kelahiran baru bagi mahluknya.5

Tidak luput dari pandangan mufasir modern, dalam surah al-Zumar (39)

ayat 42, al-Marāghi juga menjelaskan bahwa Allah Swt., yang menggenggam

rūh-rūh ketika ajal manusia telah tiba dan memutuskan hubungan dengan tubuh

ketika itu, lahir maupun batin, dan memutuskan hubungan manusia dengan Allah

Swt., secara lahir saja ketika tidur. Pertama, Allah Swt., menggenggam rūh dan

tidak mengembalikannya lagi. Kedua, yakni dalam keadaan tidur, Allah Swt.,

melepaskannya kembali ke dalam tubuh ketika bangun tidur. Hal ini memuat

3 M. Quraish Shihab, Kematian adalah Nikmat, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), h. 56

4 M. Quraish Shihab, Menjemput Maut Bekal Perjalanan menuju Allah Swt., (Tanggerang:

Lentera Hati, 2005), h. 19 5 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. VI. h. 23

Page 14: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

3

dalil-dalil yang menunjukan atas kekuasaan Allah Swt., bagi mereka yang mau

berpikir dan memperhatikan.6

Pengertian kematian sendiri, Sayyid Qūtb berpendapat dalam kitab tafsir

“kematian adalah suatu kepastian yang sudah ditentukan waktunya, dan tidak ada

hubunganya dengan perlindungan tempat yang dapat melindungi seseorang atau

tidak dapat melindungi. Jikalau demikian kematian juga tidak dapat ditunda

dengan ditundanya tugas perang, dan tidak dapat pula dimajukan dengan

dimajukannya tugas jihad sebelum waktunya”7.

Kemudian definisi kematian juga dijelaskan oleh Choiruddin Hadiri8 dan

Komaruddin hidayat9 yang berpendapat kematian adalah sesuatu yang pasti,

sedangkan di sisi lain pengertian kematian adalah proses, hal ini seperti yang

dikemukakan oleh al-Rāghib al-Isfāhāni.10

Maka memperbincangkan kematian

seperti melihat kepunahan akan tetapi pada hakikatnya kematian adalah kelahiran

baru bagi mahluknya.11

6Ahmad Mustāfa al-Marāghi, Terjemah tafsir al-Marâghi, Jilid 24, (Semarang: Toha

Putera, 1992) h. 15. 7 Sayyīd Qūtb Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, juz IV, terj. As’ad Yasin, (Jakarta Gema Insani,

2008), h.32 8 Kematian adalah sesuatu yang pasti kedatanganya bagi setiap individu, dalam al-Qur’an

sūrâh Ali-Imran 185, menjelaskan “setiap yang bernyawa akan merasakan kematian”. Mati itu

bukan berarti lenyap atau hilang, melainkan perpindahan dari satu alam ke alam yang lain. Al-

Qur’an mengajarkan, bahwa kematian itu tidak dapat dihindari, walaupun dengan bertahan dalam

benteng yang kuat, kematian tidak dapat dipercepat atau diperlambat sebelum waktunya.

Lihat.Choirudin Hadiri SP, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994).

h. 135. 9 Kematian adalah suatu keniscayaan yang tak terelakan dalam kehidupan manusia. Lihat.

Komarudin hidayat. Psikologi Kematian: Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme (Jakarta:

Noura Books, 2012), h. x. 10

Al-Rāgib al-Isfāhāny berpendapat bahwa “kematian merupakan tangga menuju

kebahagian abadi. Ia merupakan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, sehingga dengan

demikian kematian merupakan kelahiran baru bagi umat manusia”.lihat. M. Quraish Shihab,

membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:

Mizan, 1994). Cet. VI. h.23 11

M. Quraish Shihab, membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994). Cet. VI. h.23

Page 15: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

4

Imam al-Gāzāli berpendapat bahwa “kematian adalah hal yang sangat

dahsyat dan menakutkan. Sikap lalai yang dilakukan orang banyak terhadap

kematian adalah akibat kurangnya perenungan dan ingatan terhadapnya. Bahkan

orang yang mengingat kematian pun tidak mengingatnya dengan hati yang penuh,

tetapi dengan hati yang galau oleh hawa nafsu duniawi sehingga ingatan akan

maut itu tidak menimbulkan efek yang kuat pada hatinya. Dengan demikian, cara

untuk menghindarkan hal itu adalah bahwa si hamba hendaknya mengosongkan

hatinya dari segala sesuatu kecuali ingatan kepada mati yang berada dihadapannya

seperti orang yang berniat melakukan perjalanan berbahaya ke padang pasir atau

berlayar ke tengah lautan yang tentunya tidak akan memikirkan sesuatu yang lain.

Manakala ingatan akan maut menggugah hatinya dan telah menimbulkan bekas

padanya, maka ketenangan dan kesenangan duniawi akan memudar dan hatinya

akan hancur”.

Di dalam kitab Imam al-Gāzāli juga memaparkan beberapa pendapat ulama

yang berbicara tentang maut diantaranya ialah; Pertama, al-Hasan yang

berpendapat Maut telah menunjukan kesalahan-kesalahan dunia dan tidak

menyisakan kegembiraan bagi orang yang mau berpikir. Kedua, al-Rabi’ bin

Khutsaim tidak ada suatu hal tersembunyi yang ditunggu-tunggu oleh seorang

beriman, yang lebih baik dari kematian. Dia juga pernah mengatakan, jangan

sampai ada orang yang mengenalku dan mengantarkanku kepada tuhanku. Ketiga,

Ibrahim al-Taimi berkata “Dua hal telah memisahkan aku dari kesenangan

duniawi: ingatan kepada maut dan saat berdiri di hadapan Allah Swt.12

12

Imam Al-Gāzāli, Dibalik Tabir Kematian, Terj, (Jakarta:Khatulistiwa Press, 2009) , h.

139

Page 16: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

5

Pandangan masyarakat luas saat ini banyak yang menganggap kematian

sebagai kelenyapan atau akhir dari segalanya, akibat pandangan demikian, tak

sedikit dari sebagian mereka menebarkan kerusakan dimuka bumi ini. Sebaliknya,

tak jarang pula yang frustasi, fatalistik, dan hampa makna. Karena mati begitu

menakutkan. Kematian dipandang kekuatan Maha dahsyat yang siap merenggut

eksistensi kapan dan di mana saja. Sesungguhnya masa yang lekang oleh detik

pastilah berakhir bagaimanapun lamanya. Andaikata manusia dapat melihat apa

yang telah dilihat nyawanya direnggut oleh maut, pasti sikap dan keadaan semua

bukan seperti sekarang. Tetapi yakinlah, bahwa dalam waktu dekat tabir maut

pasti mencabik-cabik sehingga manusiapun dapat melihatnya, kekhawatiran atau

rasa takut, hadir bagi siapa saja yang menduga atau menantikan datangnya sesuatu

yang buruk. Ini berarti menyangkut sesuatu yang akan datang.13

Penulis tertarik memilih mengambil kitab tafsir Garā’ib Al-Qur’ān Wa

Ragā’ib Al-Furqān untuk dijadikan referensi utama sebagai penafsiran ayat-ayat

tentang kematian dengan beberapa alasan. Pertama, penulis mencoba

menghadirkan profil mufasir yang hidup di era abad pertengahan penafsiran.

Kedua, karena pengarang dari kitab tafsir tersebut merupakan profil mufasir yang

banyak menguasai dalam bidang keilmuan. Ketiga, penulis memilih kitab Garā’ib

al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān karena melihat berdasarkan penamaan kitab

tersebut “Ragāib al-Furqān” yang berarti “asing”, dari penamaan tersebut penulis

berharap dapat mengetahui jawaban yang mendalam terhadap tafsiran yang

menjadi tema dalam pembuatan skripsi ini, serta dengan karakteristik

13

Mathin Kusuma Wijaya, Makna Kematian Dalam Pandangan Jalaluddin Rahmat, skripsi

(Yogyakarta: Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2009), h. 12

Page 17: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

6

pengemasannya pula dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi daya

tarik mengapa penulis lebih memilih kitab tafsir tersebut.

Judul skripsi yang hendak penulis bahas adalah “Kematian dalam

pandanagn Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam kitab tafsir Garā’ib Al-Qur’ān Wa

Ragā’ib Al-Furqān”. Mengapa penulis mengambil judul demikian, letak

ketertarikan terkait kematian adalah karena ayat-ayat tentang kematian di dalam

al-Qur’an berjumlah 127 ayat.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan masalah di atas, penulis mendapatkan rumusan

masalah sebagai berikut: Bagaimana penafsiran Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam

kitab tafsirnya Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān mengenai ayat-ayat al-

Qur’an yang berbicara tentang kematian?

Melihat banyaknya ayat al-Qur’an yang membahas tentang kematian,

kurang lebih terdapat seratus tujuh puluh dua ayat dengan berbagai pembahasan,

maka penulis perlu membatasi pembahasan pemillihan ayat-ayat di lakukan

menggunakan metode maudhu’i kemudian penulis batasi hanya pada surat al-

Baqarah 28, ali-Imran 182, an-Nisa 78 dan az-Zumar 42. Karena menurut penulis

Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī lebih terfokus kepada ayat-ayat di atas, meskipun

tetap menggunakan ayat kematian yang lain dalam penafsirannya

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

Tujuan dari Penulisan antara lain adalah:

a. Mengetahui definisi dan makna kematian.

Page 18: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

7

b. Mengetahui penafsiran ayat-ayat al-Qur’an tentang kematian

menurut Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Kitab tafsir Garā’ib al-

Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān

2. Manfaat penulisan

a. Secara akademik

Penelitian ini bermanfaat untuk lebih memperkenalkan tafsir

Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī

b. Secara praktis

Untuk menjadi salah satu rujukan mengenai kitab tafsir klasik.

C. Kajian Pustaka

Penelitian terhadap Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī sendiri sudah banyak

dilakukan diantaranya terdapat dalam skripsi Siti Rohmah14

fokus penelitian ini

hanya pada ayat-ayat yang di Nasikh dan Mansukh. Kemudian juga dalam skripsi

ahmad taher15

yang lebih terfokus kepada metode dan corak tafsir sufi dan lebih

khusus lagi terhadap metode penafsiran isyari.

Dan yang terakhir skripsi yang di tulis oleh ahmad jaeni16

Skripsi ini

meneliti tentang tafsir sufistik Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī melalui pendekatan

simbolik dan hermeneutika al-Qur’an. Didalamnya dibahas tentang prinsip dasar

penafsiran simbolik Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī, aplikasi penafsiran, dan posisi

penafsiran simbolik Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī. Melalui pendekatan simbolik

14

Siti Rohmah. Al-Nasikh wa Al-Mansukh dalam Pandangan Al Naisâbûri (Telaah

Pemikiran Al-Naisâbûri dalam Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān) (Skripsi: S1, Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Kalijaga, Yogyakarta, 2008), h. xi. 15

Ahmad Taher. Tafsir Sufi Isyari al-Naisābūrī (Studi Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-

Furqān) (Skripsi: S1, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Kalijaga, Yogyakarta,

2014), 16

Ahmad Jaeni. Tafsir Simbolik al-Naisābūrī dalam Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-

Furqān (Skripsi: S1, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Kalijaga, Yogyakarta, 2006)

Page 19: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

8

tersebut, ahmad jaeni berpendapat bahwa tafsir esoteris Niẓām ad-Dīn al-

Naisābūrī adalah tafsir yang (condong) kepada tafsir sufi nazari.

Kemudian untuk penelitian terhadap tema kematian banyak dibahas dan

diteliti sebelumnya diantaranya oleh Mathin Kusuma wijaya, skripsi tersebut

menjelaskan bahwa makna dari kematian adalah proses penyucian diri, proses

manusia menyucikan diri dari aktivitas atau perbuatannya di dunia. Sebelum

melakukan penyucian tersebut manusia diharapakan melakukan taubat.Dijelaskan

pula penyucian itu terjadi tiga kali, pertama, di alam dunia, kedua, di alam barzah,

dan ketiga, di alam akhirat. Jadi kematian adalah proses menyucikan diri dari hal

yang bersifat bathil ketika di dunia.17

Kemudian skripsi karya Jazilatul Mu’ati yang menjelaskan tentang istilah

yang digunakan al-Qur’an tentang kematian,anjuran mengingat kematian dalam

al-Qur’an, dan persiapan apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi

kematian. Kesimpulan yang di dapat dari penelitian skripsi ini adalah bahwa

kematian bukanlah berarti suatu kesudahan, kepunahan, tapi merupakan langkah

awal utnutk kehidupan selanjutnya, karena pada hakikatnya kematian adalah masa

berpindahnya manusia dari alam dunia ke alam akhirat. Kematian bukanlah hal

yang menakutkan dan bukan pula beban yang harus dilupakan. Tetapi sebaliknya

dengan melihat adanya kematian justru dapat menjadikan kehidupan didunia agar

mendapatan keridhoan Allah Swt., sehingga dunia merupakan jembatan

penyebrangan menuju Allah Swt.

17

Mathin Kususma Wijaya, Makna Kematian dalam Pandangan Jalaludin Rakhmat,

(Skripsi S1 : Fakultas Ushuluddin , Uin Sunan Kalijaga, 2009), h. 60

Page 20: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

9

Dalam skripsi ini penulis meneliti menggunakan metode maudhu’i atau

yang lebih dikenal dengan metode tematik dengan menghimpun ayat-ayat yang

berkaitan dengan persoalan dan tema yang dibahas.18

Kemudian yang terakhir karya skripsi yang disusun oleh Ipah Syaripah

Anwar yang berjudul “Efektifitas Mengingat Kematian berdasarkan pemikiran Al-

Ghazali Dalam Menurunkan Agresi”.19

Untuk judul yang penulis ajukan tidak membahas kematian dalam perspektif

tasawwuf maupun filsafat, tetapi lebih memusatkan pada kajian ilmu tafsir,

terutama tafsirnya Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī Tafsir Garā’ib al-Qur’ān wa

Ragā’ib al-Furqān. Dalam hal ini Penulis belum menemukan judul dan

pembahasan yang sama.

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan

(library research). Penelitian kepustakaan merupakan sebuah penelitian yang

fokus penelitiannya menggnakan data dan informasi dengan berbagai macam

literatur yang terdapat di perpustakaan seperti: kitab, buku naskah, catatan kisah

sejarah, dokumen dan lain-lain.20

Sumber data pada penelitian ini terdiri dari sumber primer dan sekunder.

Sebagai rujukan utama penulis menggunakan data primer berupa kitab tafsir

Garā’ib Al-Qur’ān Wa Ragā’ib Al-Furqān, dari kitab tafsir inilah dapat diketahui

makna-makna ayat al-Qur’an tentang kematian, karena memang yang penulis kaji

18

Jazilatul Mu’ati, Kematian Menurut al-Qur’an, (Skripsi S1 : Fakultas Ushuluddin IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 1999), h. 20 19

Efektifitas Mengingat Kematian Berdasarkan Pemikiran al-Ghazali Dalam Menurunkan

Agresi, skripsi (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga, 2013), h. 16 20

Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandarmaju, 1996, h. 33.

Page 21: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

10

dalam hal ini adalah mengungkapkan pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī

mengenai ayat-ayat kematian. Sedangkan sumber skunder berasal dari literatur

lain yang mempunyai relevansi dengan penelitian yang penulis lakukan.

Penelitian ini adalah kajian al-Qur’an maka penulis menggunakan metode

penafsiran al-Qur’an, dalam hal ini adalah metode maudhu’i. Sebuah metode yang

berusaha mencari jawaban al-Qur’an atas masalah tertentu dengan cara

menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah tertentu,

untuk mengetahui pandangan al-Qur’an atas masalah tersebut.21

Dengan demikian

diharapkan mendapatkan pandangan utuh mengenai kematian dalam tafsir

Garā’ib Al-Qur’ān Wa Ragā’ib Al-Furqān.

Proses analisis data, penulis menggunakan pendekatan interpretasi,22

artinya, penulis menyelami maksud yang tersirat di balik teks tentang penjelasan

ayat-ayat yang berkaitan dengan penelitian penulis. Pada prakteknya penulis akan

mengacu pada langkah-langkah metode maudhu’i.23

Adapun langkah-langkah penelitian yang akan ditempuh penulis adalah

sebagai berikut: Pertama, menentukan tema, dalam hal ini tema yang dipilih

adalah kematian. Kedua, menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan kematian

dan ayat-ayat yang terkait kriteria kematian. Dalam hal ini penulis menggunakan

kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim yang karya

21 Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-tafsir al-mawdhu’i, Mesir: Maktabah al-

jumhuriyah, 1997, h. 52. 22 Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-tafsir al-mawdhu’i, Mesir: Maktabah al-

jumhuriyah, 1997, h. 52. 23 Menurut al-farmawi langkah-langkahmetode maudhu’i terdiri dari: 1). Menetapkan

masalah yang akan dibahas (topik), 2). Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah

tersebut, 3). Menyusun runtutan ayat yang sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan

asbab nuzulnya, 4). Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing, 5).

Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline), 6). Melengkapi pembahasan

dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan, 7). Mengkaji ayat-ayat yang dihimpun

secara komprehensif. Al-Farmawi, al-Bidayah fi al-tafsir al-mawdhu’i, h. 52.

Page 22: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

11

Muhammad Fuad Abd al-Baqi,24

dengan mengacu kata kunci tematik berupa

lafazh “maut”.

Ketiga, mengklasifikasikan ayat-ayat yang telah dikumpulkan berdasarkan

temanya. Keempat, melakukan kajian dan analisa terhadap ayat-ayat yang telah

dikumpulkan dengan merujuk penafsiran para mufasir, asbab al-nuzul, hadits-

hadits yang relevan dan mengungkapkan makna-makna yang tersirat dari data-

data tersebut untuk kemudian menuju pada proses kesimpulan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini menguraikan dari Bab I hingga Bab V.

Bab I pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan

pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II membahas mengenai Gambaran umum Tentang Kematian yang

meliputi definisi kematian, mati secara teoritis, proses kematian dan perbedaan

kematian manusia dan hewan.

Bab III penulis menjelaskan mengenai Riwayat Hidup Niẓām ad-Dīn al-

Naisābūrī, karya-karya Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī Dan karakteristik kitab

Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān.

Bab IV penulisan inti mengenai hasil penelitian terhadap Penafsiran ayat al-

Qur’an tentang kematian dalam kitab Garā’ib al-Qur’ān wa Ragā’ib al-Furqān

yang terbagi menjadi 4 bagian yaitu: gambaran seputar kematian, kematian awal

kehidupan, mati dalam keadaan kafir dan mati dalam keadaan beriman.

24

Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim,

Kairo: Daral-Fikr, 1981.

Page 23: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

12

Bab V Penutup berupa kesimpulan, yakni memaparkan intisari dari

pembahasan beserta saran-saran terkait pembahasan.

Page 24: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

12

BAB II

GAMBARAN UMUM SEPUTAR KEMATIAN

A. Definisi Kematian

Di dalam al-Qur’an pembicaraan mengenai kematian bukan hanya disampaikan

dengan kata maut dan ayat yang menjelaskan tentang maut ada 177 ayat dan ratusan

hadis Nabi saw.

Kata maut secara tata bahasa arab adalah bentuk mashdar dari kata kerja تما-

موتا -يموت yang berarti mati,1 atau lawan dari hidup.

2 Sedangkan dalam bahasa

Indonesia, kata mati merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa arab “maut”,

yang berarti sudah hilang nyawanya atau tidak hidup lagi.3 Dalam kalam Arab maut

berarti diam atau tidak bergerak dan berhentinya nafas.4

Kata maut di dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak lima puluh (50) kali dalam

bentuk mufrad, dan enam kali dalam bentuk jama‟ (al-amwat).5 Ahmad Idris Ibn

Zakariyya mengartikan kata al-maut secara bahasa sebagai “hilangnya kekuatan dari

sesuatu, dan hilang itu berarti mati; lawan katanya adalah hidup (hayy). Al-Jurjani

memberikan pengertian al-maut dalam ta‟rifat karangan beliau: “memaksa dan

memalingkan hawa nafsu dari semua keinginannya, maka barangsiapa yang

mematikan hawa nafsunya maka sungguh ia telah hidup dengan petunjuk Allah Swt.

1 M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2010), h. 372. 2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), h. 1365. 3 Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Kairo: Darul Hadits, 2003), Vol.8, h. 396

4 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 724.

5 Abdul al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras Ii Alfaz al-Qur‟an al-Karim, (Istanbul: al-Maktabah

al-Islamiyyah, 1982), h.679

Page 25: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

13

Menurut beliau maut dibagi menjadi 4 macam, sebagai berikut:

a. Al-maut al-abyad : adalah lapar, karena lapar menerangi batin dan

memutihkan wajah hati, barangsiapa mati perutnya maka hidup

kecerdasannya

b. Al-maut al-ahmar : adalah memalingkan keinginan nafsu.

c. Al-maut al-ahdar : adalah berpakaian dengan baju tambalan yang tak

berharga, karena hidupnya penuh dengan sifat qana’ah (merasa cukup

dengan apa yang dikaruniakan Allah Swt).

d. Al-maut al-aswad : sabar menghadapi perlakuan makhluk, dan lebur ke

dalam kekuasaan Allah Swt karena menyaksikan siksaan darinya, dan

melihat leburnya af‟al dalam af‟al kekasihnya Allah Swt.6

Berbeda dari Muhammad Ismail Ibrahim, ia mengartikan kata al-maut sebagai

“terpisahnya kehidupan dari sesuatu, lalu menjadi mati. Bumi dapat dikatakan mati

jika sunyi dari kehidupan.7

Secara istilah, al-Qur’an tidak mendefinisikan kata maut dalam arti kematian

secara biologis. Dari sudut ini kematian manusia tidak ada perbedaannya dengan

kematian makhluk lain. Jadi kata maut, sebagaimana dikemukakan oleh Raghib al-

Isfahani dikhususkan kepada manusia, karena dikaitkan dengan kehidupan yang abadi

di akhirat kelak. Menurutnya, kematian merupakan akhir dari kehidupan di dunia dan

merupakan tanda menuju kebahagiaan yang abadi. Mati berarti perpindahan dari satu

tempat ke tempat yang lain, sehingga merupakan awal kehidupan bagi yang baru bagi

6 Sudirman Tebba, Kiat Sukses Menjemput Maut, (Ciputat: Pustaka Irvan, 2006), h. 33

7 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh, (Pustaka Al-Kautsar, 1999), h. 60

Page 26: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

14

manusia. Manusia dalam kehidupannya di dunia dan dalam kematiannya mirip

dengan telur dan anak ayam. Kesempurnaan anak ayam meninggalkan tempatnya

selama di dalam telur. Demikian juga manusia, kesempurnaan hidupnya hanya dapat

dicapai melalui perpindahannya dari tempat ia hidup di dunia menuju kehidupan yang

abadi di akhirat, maka terlebih dahulu ia akan menempuh kematian.8 Sedangkan

pandangan Ibnu Kathir, kematian menurutnya adalah segala sesuatu yang ada di bumi

itu binasa dan zat yang kekal hanyalah Allah swt yang mempunyai kebesaran dan

kemuliaan.9

Selain lafadz ( موت), al-maut juga disebutkan dalam al-Qur‟an dengan bentuk

lain, yakni dengan menggunakan lafadz (توفي), ( الوفاة) yang berarti wafat, atau

mati.10

Wafat atau mati adakalanya disebut dengan wafat besar (kubra) dan wafat

kecil (sughra‟).Para ulama mendasarkan mati itu disamakan dengan tidur, tidur

adalah wafat, sedangkan bangun tidur adalah kebangkitanya.11

Allah Swt berfirman

dalam Q.S. al-An’âm ayat 60, yang artinya, “Dan Dialah yang mewafatkan kalian

pada malam hari dan mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian

Ia membangunkan kalian padanya (siang itu)”. Dan pada kesempatan lainya Allah

Swt berfirman dalam Q.S. al-Zumar ayat 42, yang artinya, “Allah memegang jiwa

(orang) ketika matinya, dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu

tidurnya; maka tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematianya, dan

8 M. Quraish Shihab, Kematian adalah Nikmat. (Jakarta: Lentera Hati, 2013), h. 54

9 M. Quraish Shihab, Kematian adalah Nikmat, h. 60

10Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir. h. 1572.

11Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat. (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,

2005). h. 27.

Page 27: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

15

melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang telah ditentukan. Sesungguhnya pada

yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir”.

Wafat kecil (sughra) yang dimaksud adalah tidurnya seseorang, tidurnya

seseorang diidentikan dengan mati, karena ketika seseorang sedang tidur

digenggamlah nyawa seseorang oleh Allah Swt, kemudianIa melepaskannya kembali

seketika seseorang itu terbangun dari tidurnya. Tidur serupa dengan mati, yang

sedang tidur diibaratkan sebagai layang-layang yang terbang jauh ke angkasa, akan

tetapi talinya tetap dipegang oleh pemain, sedang (seseorang) yang telah mati

bagaikan layang-layang yang telah putus talinya, sehingga ia diterbangkan ke arah

yang dikehendaki angin dan tidak kembali.12

Itulah yang dimaksud dengan wafat

besar (kubra) adalah ketika Allah Swt mengambil nyawa seseorang dan tidak

melepaskanya kembali hingga waktu yang telah ditentukan, dan kesemuanya itu

merupakan urusan Allah Swt.13

Meskipun mati serupa dengan tidur, akan tetapi ada

faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang, yang dalam hal ini adalah amal

ibadah seseorang tersebut. Bisa jadi dengan amalan ibadahnya yang baik akan

menjadikan kematian itu lebih nyaman daripada tidur, atau menjadikanya sakit

melebihi aneka sakit.14

Manusia hidup karena adanya ruh dalam jasadnya. Menurut Imam al-Ghazali

ruh adalah substansi murni yang terbebas dari unsur materi. Ruh juga disebut dengan

jisim halus yang berasal dari rongga jantung yang menyebar ke seluruh tubuh melalui

pembuluh nadi. Ruh terkait dengan jasad dalam fungsinya mengatur dan

12

M. Quraish Shihab, al-Lubâb. (Jakarta: Lentera Hati, 2013), h. 438. 13

Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat. h. 28. 14

M. Quraish Shihab, al-Lubâb, h. 438.

Page 28: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

16

mendayagunakan jasad tersebut, karena ruh menjadi penengah antara akal dan materi.

Sehingga apabila ruh telah lepas dari jasad, maka alat-alat yang ada dalam jasad

tersebut tidak berfungsi lagi, dan jasad tersebut dinyatakan mati.

Kematian merupakan segala sesuatu yang pasti akan terjadi pada manusia,

Tidak ada manusia satupun yang dapat berpaling darinya. Allah Swt telah

memberitahukan pada seluruh mahluk-Nya bahwa setiap diri akan merasakan

kematian, yang berarti semua yang ada di bumi ini akan binasa atas kehendaknya,

kecuali dia yang maha kekal.15

Ayat-ayat tersebut merupakan takziyah bagi seluruh

manusia bahwa tidak akan ada seorang pun yang terus berada di muka bumi ini. Bila

sifat penciftaan berakhir, maka allah mendirikan kiamat dan menghisab seluruh

makhluk.

Kematian adalah salah satu syarat untuk memasuki alam akhirat, karena

kehidupan di dunia dan akhirat sangat berbeda. Manusia adalah mahluk yang dapat

hidup dengan perantara ruh yang sifatnya hanya sementara, dan jika waktu telah tiba

kembali, maka ruh akan kembali pada alam asalnya, yakni alam akhirat. Seperti yang

dikatakan oleh Ibnu Sina yang dikutip oleh Quraish Shihab,16

ruh ketika berada pada

alam yang tinggi (bukan alam dunia), ia tidak mengenal sifat-sifat terpuji dan positif.

Namun, ketika ruh berada dalam jasad manusai yang memiliki indera, ia dapat

mencapai budi pekerti yang luhur serta pengetahuan yang dalam. Dia merasa bahwa

jasad adalah tempat atau alat yang digunakannya untuk melahirkan kebajikan dan

keutamaan. Dengan demikian, ruh sangat membutuhkan keadaan jasad yang masih

15

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh, h. 60 16

M. Quraish Shihab, Kematian adalah Nikmat. (Jakarta: Lentera Hati, 2013), h. 54

Page 29: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

17

sehat atau berfungsi, jika jasad tersebut telah rusak dan tidak berfungsi, maka ruh

akan kembali pada alam asalnya. Sehingga manusia yang memasuki alam akhirat

harus berpisah dahulu dengan alam dunia, yakni dengan melalui kematian. Hal ini

dijelaskan dalam Qs. al-Baqarah 94.17

B. Mati Secara Teoritis dan Proses Kematian menurut ilmu kedokteran

Kematian dalam ilmu kedokteran atau medis di pelajari dalam suatu disiplin

ilmu yang di sebut dengan ilmu thanatologi. Ilmu thanatologi merupakan cabang

dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kepentingan peradilan dan

penegakan hukum.18

Thanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu “thanatos” yang

berarti mati dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi, thanatologi adalah ilmu yang

mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati. 19

Sebelum membahas definisi mati, perlu dipahami bahwa menurut ilmu

kedokteran, manusia memiliki dua dimensi, yaitu sebagai individu dan sebagai

kumpulan dari berbagai macam sel. Oleh karena itu, kematian manusia juga

dapat dilihat dari kedua dimensi tersebut, dengan catatan bahwa kematian sel

(celluler death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah kematian

manusia sebagai individu (somatic death).20

Dari keterangan tersebut, maka definisi mati atau kematian dalam ilmu

kedokteran ialah hilangnya secara permanen semua tanda-tanda kehidupan pada

17

M. Quraish Shihab, Kematian adalah Nikmat, h. 59 18

Abdul Mun’im Idris dan Agung Legowo Tjiptomartono, Penerapan Ilmu Kedokteran

Forensik Dalam Proses Penyidikan ( Jakarta: Sagung Seto, 2008), h. 1. 19

Sofwan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan Penegak

Hukum (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007), h. 47. 20

Sofwan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan Penegak

Hukum (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007), h. 47

Page 30: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

18

setiap waktu setelah kelahiran hidup, yakni lenyapnya fungsi- fungsi hidup sesudah

dilahirkan, tanpa kemungkinan resusitasi21 (death is the permanent dissaperance of

all evidence of life of any time after live birth has taken place, post natal cessation of

vital function without capability of resuscitation).22

Adapun tanda-tanda kehidupan yang dimaksud dalam definisi tersebut ialah

tanda kehidupan manusia sejak pertama kali dikeluarkan secara sempurna oleh

ibunya, yaitu: jantung berbunyi, tali pusat berdenyut, atau otot serat lintang nyata

bergerak. Selain pengertian tersebut, para ahli berpendapat bahwa hidup

didefinisikan sebagai berfungsinya berbagai organ vital, yakni paru-paru, jantung

dan otak sebagai satu kesatuan yang utuh, yang ditandai oleh adanya konsumsi

oksigen.23 Dengan definisi tanda-tanda kehidupan tersebut, maka definisi mati atau

kematian dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai

organ vital (jantung, paru-paru dan otak) sebagai satu kesatuan yang utuh yang

ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.24

Selain kematian individu dan kematian sel, ada juga istilah kematian yang

perlu dipahami, yaitu mati suri (apparent death). Adapun pengertian yang

sebenarnya dari mati suri adalah suatu keadaan di mana proses vital turun ke tingkat

yang paling minimal untuk mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda

kliniknya tampak seperti sudah mati. Keadaan seperti ini sering ditemukan pada

21

Resusitasi adalah usaha menghidupkan kembali dengan pernapasan buatan atau pijat

dan rangsangan jantung. Lihat: Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Kedokteran (Surabaya: Gitamedia

Press, 2003), h. 231. 22

Arjatmo Tjokronegoro dan Sumedi Sudarsono, Metodologi Penelitian Bidang

Kedokteran (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999), h. 111. 23

Arjatmo Tjokronegoro dan Sumedi Sudarsono, Metodologi Penelitian Bidang

Kedokteran (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999), 111. 24

Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik , h. 47.

Page 31: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

19

orang yang mengalami acute heart failure, tenggelam, kedinginan, anestesi25

yang

terlalu dalam, sengatan listrik atau sambaran petir.26

Jadi, mati suri bukanlah mati

yang sebenarnya, karena alat- alat vitalnya tidak berhenti secara permanen, hanya

turun pada tingkat yang paling rendah. Sehingga, masih dimungkinkan untuk hidup

kembali.

Berdasarkan dalil dan penafsiran para ulama bahwasanya kematian adalah

lawan kehidupan. Sehingga apabila tanda-tanda kehidupan dalam jasad manusia

telah hilang, maka jasad tersebut dinyatakan mati. Manusia adalah mahluk yang

terbentuk dari jasadd dan ruh. Ruh tersebut yang dapat memberikat tanda-tanda

kehidupan pada setiap diri manusia, sedangkan jasadd adalah alat-alat ruh yang

digunakan untuk mengaplikasikan perintahnya. Apabila ruh keluar dari jasad akibat

kerusakan yang dialami oleh jasad, maka jasad sudah tidak mampu dan tidak efektif

untuk melakukan perintha-perintah dari ruh, dan manusia tersebut dinyatakan mati.

Sedangkan dalam ilmu kedokteran menyatkan bahwasanya, kematian adalah

hilangnya secara permanen tanda-tanda kehidupan pada setiap diri manusia. Tanda-

tanda kehidupan tersebut, dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen

fungsi berbagai organ vital (jantung, paru-paru dan otak). Dalam kedokteran dikenal

kematian biologis dan kematian klinis.

Dari konsep tersebut terdapat perkembangan istilah kematian dalam ilmu

kedokteran, yakni:

1. Mati Somatis (Somatich death/Clinical Death)

25

Anestesi adalah hilangnya rasa pada tubuh yang disebabkan oleh pengaruh obat bius;

keadaan mati rasa. Lihat: Muda, Kamus Lengkap Kedokteran, h. 22. 26

Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik , h. 48.

Page 32: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

20

2. Mati Seluler (Celluler Death)

3. Mati Suri (Apparenth Death)

4. Mati Serebral (Cerebral Death)

5. Mati Otak (Brain Steam Death)

Melalui proses kematian manusia diingatkan akan keberadaannya di alam

dunia. Ternyata jika direnungkan, kehidupan ini hanyalah sebatas persinggahan.

Dikatakan persinggahan karena waktu kesempatan hidup yang tersedia untuk mereka

hanya sementara. Tiap-tiap manusia tidak akan pernah tahu kapankah waktu

kesempatan hidup ini akan berakhir. Tidak ada satu pun manusia di alam dunia ini

yang dapat hidup kekal abadi. Karena yang hidup kekal abadi hanyalah Allah swt,

dan semua yang bernama makhluk apapun itu pasti akan rusak binasa (menghadapi

kematian).27

C. Proses Kematian

Ketika seseorang telah berbicara terkait kematian maka tak luput dari proses-

prosesnya, Hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra bahwa

Rasulullah saw bersabda: "Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia

dimuka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenung wajah

seseorang, ditemukan orang itu ada yang tertawa-tawa.” Lalu Malaikat izrail

berkata: 'Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus oleh Allah

untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih bersantai dan bergelak tawa.' Jika dibuat

survey, dari 100 orang di dunia ini barangkali hanya 1 yang selalu ingat mati. Dalam

27

Imam la-Qurtubi, Al-tadhlirahAhwal al-Mauta wa „Umur al-Akhirah, (Beirut Lebanon:

Dar Le-Marefah, 19960) h. 14.

Page 33: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

21

arti bahwa orang itu selalu menyiapkan dirinya untuk menghadapi maut yang bisa

datang kapan saja. Orang yang ingat mati akan selalu berusaha mengumpulkan

bekal untuk menghadapi dua tahap berikutnya yaitu alam barzah dan alam akhirat.28

Peristiwa kematian itu sangat menakutkan, orang hanya bisa berdoa dan

berusaha untuk menunda kedatangannya, tetapi tidak mampu mengalahkannya.

Karena ketakutannya itu sehingga manusia berusaha untuk melupakan dan

menghibur dirinya. Dari sudut psikologi banyak pertanyaan muncul mengapa

seseorang enggan mati, absurd dan paradoks, memang. Sekali lagi, bahwa kematian

itu adalah sebuah kemestian yang tidak dapat terelakan. Karena kematian sudah

merupakan kepastian, dan suatu yang menakutkan, maka orang lebih memilih untuk

tidak memikirkannya dan berusaha menghindarinya agar bisa merasakan

kebahagiaan setiap saat yang dilaluinya. Seperti halnya burung unta, cara yang

praktis ketika menghindari bahaya adalah dengan memasukan kepalanya ke dalam

pasir sehingga musuh yang ditakuti tidak kelihatan, sekalipun sangat bisa jadi dalam

hatinya ia merasa takut, begitu pula manusia. Ia melupakan kematian dengan

berbagai cara, namun selalu dibayangi oleh sosok kematian.29

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw menjelaskan bahwa kesakitan ketika

hampir mati itu seperti dipukul 100 kali dengan pedang tajam atau seperti dikoyak

kulitnya dari daging ketika masih hidup. Bayangkanlah betapa sakit dan dahsyatnya

saat menghadapi kematian. Bahkan Nabi Idris yang minta cara terhalus dalam

mencabut nyawa-Nya pun masih merasakan sakit luar biasa. Maka sangat

28 M. Quraish Shihab, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, h. 25. 29

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h. 138-144.

Page 34: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

22

beruntunglah siapa yang matinya dalam keadaan khusnul khatimah. Salman Al-

Farisi meriwayatkan hadis Nabi saw yang artinya: "Perhatikanlah tiga hal kepada

orang yang sudah hampir mati itu. Pertama: berkeringat pada pelipis pipinya;

kedua: berlinang air matanya dan ketiga: lubang hidungnya kembang

kempis."Sedangkan jika ia mengeruh seperti tercekik, air mukanya nampak

gelap dan keruh, dan mulutnya berbuih, menandakan bahwa azab Allah

sedang menimpa dia." (HR. Abdullah, al-Hakim dan at-Tarmizi) Kematian

'mengundang' manusia secara perlahan-lahan atau bertahap mulai dari jasad, ujung

kaki kemudian ke paha.30

Untuk orang kafir, ketika nyawanya hendak dicabut Izrail, wajahnya akan

menjadi gelap dan keruh dan dia mengeruh seperti binatang yang disembelih. Itu

pula tanda azab yang diterimanya karena dosa dan kekafiran mereka. Al-Qamah bin

Abdullah meriwayatkan hadis Rasulullah saw yang artinya: "Bahwa ruh orang

mukmin akan ditarik oleh Izrail dari jasadnya dengan perlahan-lahan dan halus,

sementara roh orang kafir akan direntap dengan kasar oleh malaikat maut bagaikan

mencabut nyawa seekor khimar." Mungkin ada juga orang kafir yang mati dalam

ketenangan karena ketika hidupnya dia berbuat kebajikan dan itu adalah

balasan terhadapnya karena setiap kebajikan pasti akan dibalas. Tetapi karena tidak

beriman, maka itu tidak menjadi pahala baginya dan kekafirannya tetap diazab di

akhirat.31

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa hidup di dunia ini bagaikan masa

30

Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat, h. 33. 31

Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat, h. 33

Page 35: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

23

tanam, dan hasil panennya nanti dinikmati setelah meninggal. Karena kematian

adalah suatu kemutlakan dan pasti kedatangannya, maka sikap terbaik kita adalah

bersiap untuk menyambutnya, sebagaimana kita menyambut datangnya pesta

ulang tahun, lebaran, atau peristiwa lain yang kita yakini pasti, padahal tingkat

kepastiannya tidak sebanding dengan kepastian datangnya peristiwa kematian.

Dunia bagaikan masa tanam, dan panennya adalah ketika setelah meninggal

nanti. Ibarat seorang petani yang begitu bergairah menanam dan mengurusi

tanamannya dengan penuh kasih dan antusiasme, baik karena kecintaan pada

pekerjaannya maupun karena membayangkan datangnya hari panen. Jika harapan

dan ramalan petani tentang hasil panennya meleset dan mengecewakan, mungkin

dikarenakan hama wereng maupun akibat banjir, yakni masih banyak

kemungkinan dalam hasil panennya meskipun dalam prosesnya dilakukan dengan

sebaik mungkin.32

Lain halnya dengan hukum sebab-akibat dari perilaku manusia, siapa

yang menanam kebaikan di dunia, maka akan memanen kebaikan pula di akhirat

kelak, dan barang siapa yang menanam keburukan di dunia, maka ia

akan memanen kesengsaraan kelak. Hukum sebab-akibat yang ditimbulkannya

bersifat mutlak.33

Telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, perihal definisi umum dan seputar

kematian, dan gambaran beberapa golongan dalam menghadapi atau menyikapi

problema kematian. Banyak hal yang harus dipersiapkan oleh seseorang dalam

32 M. Quraish Shihab, wawasan al-Qur‟an, h. 76 33

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, h. 57

Page 36: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

24

menghadapi kematiannya, sejauh mana seseorang menyiapkan dirinya dalam

menghadapi kematiannya, langkah apa saja yang sudah mereka tempuh sejauh

ini. Pertanyaan tersebut secara tidak langsung mengajak kita agar senantiasa

tergerak hatinya untuk mempersiapkannya sedini mungkin. Salah satu

upaya untuk mempersiapkannya adalah dengan cara mengingatnya, mengapa

mengingat kematian itu begitu penting? dijelaskan dalam sebuah hadis Nabi

Muhammad: “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang memotong beberapa kelezatan

dengan cepat”.34

Maksudnya adalah manusia sebisa mungkin mengurangi kelezatan duniawi

dengan mengingat kematian. Hidup di dunia hanyalah sementara, dan akhirnya kita

akan kembali kepada-Nya. Dalam hadis lain juga disebutkan “Persembahan mukmin

adalah maut”.35

D. Perbedaan Kematian pada Hewan dan Manusia

Kematian bagi manusia itu bukanlah suatu kepunahan, melainkan perpindahan

alam semata. Dalam konteks kematian, tidak hanya ditemukan dalam ajaran agama,

melainkan keyakinan sebagian besar para filosof, ilmuwan, bahkan masyarakat

umum meyakini akan adanya konsep keabadian jiwa. Bahwa manusia itu sendiri

terdiri dari dua element, yakni badan yang berupa materi dan jiwa yang bersifat non-

materi, sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya kehancuran itu berlaku pada benda-

benda yang terstuktur, seperti halnya badan manusia, sedangkan jiwa karena sifatnya

34

HR. Tirmidzi yang menganggapnya hasan, al-Nasai dan Ibnu Majah hadits ini termasuk

hadits riwayat Abu Hurairah r.a 35

HR. Tirmidzi yang menganggapnya hasan, al-Nasai dan Ibnu Majah hadits ini termasuk

hadits riwayat Abu Hurairah r.a

Page 37: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

25

non- materi sehingga tidak mengenal istilah kehancuran pada dirinya. Sekalipun

ilmu pengetahuan belum mampu mengungkapkan secara ilmiah mengenai

keberadaan dan hakikat jiwa, namun hamper semua masyarakat, suku,

bangsa, dan agama mengajarkan sebuah keyakinan yang sangat kuat akan gagasan

keabadian jiwa. Salah satu contoh sederhananya adalah orang Mesir kuno lebih

senang membangun kuburan ketimbang istana, itu menandakan bahwa ada

kehidupan lain setelah kematian, boleh saja jasad akan hancur, namun keyakinan

keabadian jiwa Nampak tercermin dari salah satu contoh di atas.36

Dengan berbagai pandangan, baik yang menilai kematian adalah sebuah suatu

yang menakutkan, maupun sesuatu yang dinantikan kedatanganya. Sejatinya,

merenungkan makna kematian, tidak berarti lalu kita pasif. Sebaliknya, justru lebih

serius menjalani hidup, mengingat fasilitas umur yang teramat singkat dan pendek.

Ibarat orang sedang lomba lari, maka seseorang tersebut akan berpacu karena

adanya batas waktu dan garis finish.37

Peristiwa kematian itu sangat menakutkan, orang hanya bisa berdoa dan

berusaha untuk menunda kedatanganya, tetapi tidak mampu mengalahkanya. Karena

kengerianya itu sehingga orang berusaha untuk melupakan dan menghibur dirinya.

Dari sudut psikologi banyak pertanyaan muncul mengapa seseorang enggan mati,

absurd dan paradoks, memang. Sekali lagi, bahwa kematian itu adalah sebuah

kemestian yang tidak dapat terelakan. Karena kematian sudah merupakan kepastian,

dan suatu yang menakutkan, maka orang lebih memilih untuk tidak

36

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h. 100-103 37

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h.84

Page 38: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

26

memikirkanya dan berusaha menghindarinya agar bisa merasakan kebahagiaan

setiap saat yang dilaluinya. Seperti halnya burung unta, cara yang praktis ketika

menghindari bahaya adalah dengan memasukan kepalanya ke dalam pasir sehingga

musuh yang ditakuti tidak kelihatan, sekalipun sangat bisa jadi dalam hatinya ia

merasa takut, begitu pula manusia. Ia melupakan kematian dengan berbagai cara,

namun selalu dibayangi oleh sosok kematian.38

Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, termasuk hewan.

Namun, satu hal yang masih menjadi misteri adalah apakah ada kehidupan

selanjutnya bagi hewan setelah mereka mati? Apakah ada surga dan neraka untuk

mereka? Berdasarkan al-Qur’an surah al-Takwir 1-5, telah dijelaskan bahwa pada

hari kiamat, hewan (setidaknya beberapa dari mereka) akan dikumpulkan seperti

halnya pada manusia. Adapun bukti lainnya yang menjelaskan fenomena kehidupan

hewan pasca kematian juga terdapat pada al-Qur’an surat al-An'am ayat 38 yang

isinya sebagai berikut: "Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan

burung- burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti

kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada

Tuhanlah mereka dihimpunkan.39

38

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematianh. 138-144. 39

Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs (Jakarta: Gema Insani, 2005) h. 68.

Page 39: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

27

BAB III

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri dan Tafsir Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-

Furqan

A. Riwayat Hidup Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri

Nama lengkapnya adalah Nizhâm al-Dîn al-Hasan bin Muhammad al-

Husain al-Qumi al-Khurasani al-Naisâbûri. Beliau dikenal juga dengan nama

hasan bin Muhammad bin hasan al-khurasani, juga di kenal dengan nama Nizham

al-A’raj al-Naisaburi. Beliau dan keluarganya berasal dari kota Qum sehingga

nama al-Qum dimasukkan pula dalam nama beliau.1

Beliau adalah seorang ulama yang sangat terkenal dengan kecerdasannya,

keahliannya dalam bahasa arab, juga sangat terkenal dengan sifat wara’, zuhud

dan sifat tasawufnya. Al-Naisaburi merupakan ulama pada abad ke 9 hijriyah

yang setingkat dengan Jalaludin al-Dawani dan Ibnu Hajar al-Asqalani.2

Al-Naisaburi merupakan salah satu ulama Syiah yang begitu kental dengan

ajaran syiah dalam menafsirkan al-Qur’an. Sehingga ada ulama yang mengatakan

bahwa al-Naisaburi di bunuh karena ketaatannya pada Mazhab Syiah.

Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai tahun wafatnya al-Naisaburi.

Menurut Ismail Basa’ al-Bagdadi al-Naisaburi wafat pada tahun 728 H. Menurut

al-Tohroni bahwa al-Naisaburi wafat pada akhir tahun 900 H. Menurut Dr.

Hasyim Toha Salas, Dr. Solah Mahdi al-Furtusi, Dr. Abdul Jalil Husain Abid

bahwa al-Naisaburi wafat pada tahun 710 H. Adapun pendapat yang lebih unggul

ialah pendapat yang diungkapkan oleh al-Tohroni dan Sayyid Muhsin al-Amin

1 Husain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004), h. 560

2 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 25

Page 40: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

28

yang mengatakan bahwa al-Nasaburi wafat pada tahun 900 H. Dikarenakan al-

Naisaburi wafat karena di bunuh maka tahun wafatnya belum jelas.3

Persamaan ulama-ulama yang berbeda pendapat mengenai tahun wafat al-

Naisaburi, bahwa al-Naisaburi hidup dari abad ke 8 hingga abad ke 9 H.

B. Karya-karya Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri

Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan atau yang lebih dikenal dengan

tafsir Naisaburi adalah sebuah kitab tafsir yang bercorak sufi isyari. Salah satu hal

yang menarik dari tafsir Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan adalah

kelihaian al-Naisaburi dalam mengawinkan atau menyesuaikan antara tafsir

eksoteris dan tafsir esoteric suatu ayat tanpa ada pertentangan antara satu sama

lain. Hal inilah yang menurut penulis menyebabkan tafsir tersebut diterima

dengan baik oleh para ulama lainnya. Salah satu cara al-Naisaburi dalam

menyesuaikan tafsir eksotris dan esoteric adalah dengan media simbolik. Artinya,

beliau menafsirkan suatu ayat tertentu dengan simbol-simbol dalam kajian

tasawwuf seperti hati, ruh, nafsu, dan sebagainya. Dengan begitu, tafsir

esoterisnya (isyari) tetap dalam koridor ayat atau syari’ah.

Kitab ini dikarang oleh al-Naisaburi karena terinspirasi dari para sahabat

dan tabiin yang mengarang kitab-kitab tafsir yang berkaitan dengan garaib al-

Qur’an (kata-kata yang asing dalam al-Qur’an), dengan tujuan meneruskan jejak-

jejak para sahabat dan tabiin yang mengkaji hal tersebut. Hal ini terjadi karena

banyaknya dorongan dari sahabat-sahabat terdekat al-Naisaburi. Mereka percaya

bahwa al-Naisaburi mampu mengarang sebuah kitab tafsir yang berkaitan dengan

3 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 25

Page 41: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

29

garaib al-Qur’an, karena kemampuan al-Naisaburi sendiri yang sudah terlihat

sejak kecil dalam menghapal dan memahami makna al-Qur’an.4

Adapun karya-karya al-Naisaburi adalah sebagai berikut:5

1. Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan (828 H)

2. Aqof al-Qur’an

3. Lub al-ta’wil

4. Syarh al-syafiyyah (646 H)

5. Ta’bir al-tahrir

6. Taudih al-tazkirah al-nasiriyyah

Dari beberapa karya al-Naisaburi, karya yang paling terkenal ialah Tafsir

Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan. Kitab ini di namai dengan garaib al-

Qur’an karena di dalam kitab tersebut banyak menjelaskan tentang garaib (kata-

kata yang asing dalam al-Qur’an).6

C. Karakeristik Tafsir Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan

Kitab tafsir garaib al-Qur’an merupakan sebuah kitab tafsir yang di nukil

dari beberapa kitab tafsir yang masyhur, diantaranya ialah tafsir al-kasyf. Bahkan

kitab ini merupakan ringkasan kitab tafsir mafatih al-gaib karangan Fakhruddin

ar-Razi dan syarah dari kitab miftahul ulum karya As-Sakaki.

Karakteristik yang paling menonjol dalam kitab tafsir ini ialah banyaknya

ta’wil-ta’wil yang tidak ditemukan dalam kitab tafsir para sahabat nabi.

Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tafsir garaib al-Qur’an kebanyakan

bersumber dari kitab jami al-ushul dan al-Masobih. Kemudian dalam pembahasan

asbabun nuzul kitab tafsir ini banyak merujuk kepada kitab jami al-ushul dan

4 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 25

5 Al-a’lam

6 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 6, h. 650

Page 42: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

30

tafsir al-wahidi. Sedangkan untuk corak bahasa banyak di ambil dari kitab shohah

al-jauhari. Adapun untuk kajian sastra di ambil dari kitab tafsir mafatih al-gaib.

Dan untuk permasalahan mengenai hukum-hukum fiqih banyak di nukil dari kitab

syarah al-wajiz.7

7 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 6, h. 650

Page 43: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

31

BAB IV

PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEMATIAN

DALAM TAFSIR GHARẤIB AL-QUR’AN WA RAGHAIB AL-FURQON

A. Gambaran seputar Kematian

Dalam kategori ini menjelaskan gambaran seputar kematian, antara lain

meliputi datanganya waktu kematian, proses pencabutan nyawa, konteks

kematian.

Allah Swt menciptakan kematian sebagai akhir yang pasti bagi kehidupan.

Sebagaimana diketahui sejauh ini tidak ada seorangpun yang mampu menghindari

kematian. Tidak ada harta benda, kesehatan, jabatan atau kawan yang dapat

menjamin keselamatan seseorang dari maut. Setiap orang pasti mati. Abu

Hurairah mengingatkan untuk memperbanyak mengingat kematian, karena Allah

Swt membuka hati orang yang banyak mengingat mati dengan memudahkan

kematian baginya.1 Hasan Basri berkata “Barang siapa mengetahui bahwa

kematian itu urat nadinya, kiamat itu hari pertemuannya dan menghadap Allah

Swt itu tempat tinggalnya maka yang harus ia lakukan adalah bersedia apabila

hidup berlama-lama di dunia. Maksudnya adalah pikirannya terfokus pada

kehidupan akhiratnya dan tempat tinggalnya adalah di hadapan Allah Swt.2

QS. al-Anbiyâ‟: 34-35

1 Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 327.

2 Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 339.

Page 44: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

32

Artinya: Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun

sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, apakah mereka

akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan

menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang

sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan. (QS.

Al-Anbiyâ 21: 34-35).3

Surah al-Anbiya menurut Manna al-Qathan tergolong dalam surah

Makkiyyah periode kedua atau pertengahan.4 Adapun ayat ini menjelaskan

tentang sebuah penegasan Allah Swt terhadap eksistensi manusia atas pertanyaan

orang kafir apakah Nabi Muhammad Saw itu kekal sebagai manusia mengingat

dia adalah Nabi akhir zaman. Sehingga turunlah ayat ini, Nizhâm al-Dîn al-

Naisâbûri menjelaskan ayat ini dalam kitab tafsirnya dengan menyajikan

beberapa permasalahan, pertama pertanyaan orang kafir akankah Nabi

Muhammad Saw itu kekal? kedua, jika memang Nabi Muhammad Saw mati,

mereka akan mengolok-olok keberadaan Nabi, mereka beranggapan apa

keistimewaan Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terakhir, padahal dia juga mati

seperti nabi-nabi terdahulu. Permasalahan yang ketiga, mengingat Nabi

Muhammad Saw adalah Nabi terakhir dan sekaligus pembawa Syari‛at kemudian

mati, pastilah syari‛atnya pun akan terhenti pula.5

Menanggapi pernyataan tersebut kemudian dijelaskan oleh Ar-Razi pula

pada kitab Asrâr al- Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, menegaskan bahwa setiap yang

berjiwa pasti merasakan yang namanya kematian, tanpa terkecuali, dijelaskan

pula dalam ayat ini sesungguhnya ruh manusia itu mati, kematian itu adalah

dzauq, dalam artian sebuah penemuan, sebuah pencicipan indrawi yang terjadi

pada saat seseorang mengalami sakaratul maut. Namun sebelum itu manusia akan

3 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponogoro, 2006).

4 Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, bogor, Pustaka Litera Nusa, 2009, h. 74

5Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, (Lebanon: Darr

al-Kutub Ilmiah, 1996), Jilid 5, hal. 20

Page 45: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

33

diuji dengan ujian demi ujian, baik merupa kenikmatan ataupun musibah, karena

ujian bukan hanya digambarkan berupa musibah saja, karena kenikmatan juga

adalah sebuah ujian yang Allah Swt berikan kepada hambanya. Setelah ujian

demi ujian diberikan, maka hanya kepada Nya-lah semuanya akan kembali.6

Menurut analisa penulis bahwa penafsiran Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri dan

pendapat Ar-Razi dalam kitab Asrâr al- Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl secara garis

besar dapat ditarik kesimpulan bahwasanya kematian adalah suatu hal yang pasti

kedatangannya kepada semua makhluk dan kepastian yang mutlak ini tidak bisa di

bantah atau di ingkari akan di jumpai dan di rasakan oleh semua makhluk.

Dari pemaparan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa kematian itu haq

atau pasti dan tidak ada manusia yang luput darinya, bahkan kepada seorang nabi

atau rasul, baik sebelum nabi Muhammad Saw bahkan kepada nabi Muhammad

Saw sendiri. Oleh sebab itu kematian merupakan sebuah ujian yang harus disikapi

dengan penuh kesabaran ayat tersebut di sejalan dengan firman Allah Swt sebagai

berikut: QS.Al-Baqarah 1: 155

Dalam ayat ini allah Saw menjelaskan bahwa manusia akan diuji, salah

satunya dengan kekurangan jiwa, dengan kata lain yaitu kematian. Di akhir ayat

tersebut allah menyampaikan bahwa “berikanlah kabar gembira kepada orang-

orang yang bersabar yaitu apabila di timpa musibah selalu mengucapkan kalimat

istirja QS. Al-Baqarah 156

(sesungguhnya kami milik allah dan kepada-Nyalah kami kembali).

6 Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl (Beirut: Dar el-Fikr, 2003), h.

205

Page 46: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

34

QS. Ali-Imran

Artinya: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti

(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah

berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.(QS.

Ali-Imran 3:59).7

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah,8 ayat ini menjelaskan tentang proses penciptaan manusia hingga

kematianya, menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri dalam tafsiran ayat ini

menjelaskan manusia itu diciptakan dari mani dan darah haid, sedangkan air mani

itu sendiri diciptakan dari darah, yang mana darah itu dihasilkan dari makanan

baik dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Penciptaan manusia sama halnya

dengan penciptaan hewan, ujung dari penciptaan keduanya adalah manusia

dihasilkan dari mani, mani dihasilkan dari darah, darah dihasilkan dari

makanan, makanan dari tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan dihasilkan

dihasilkan dari tanah dan air. Jadi manusia itu diciptakan dari tanah.9

Adapun fase-fase pertumbuhan manusia itu dibagi ke dalam tiga tahap:

pertama, masa kanak-kanak, kedua, masa baligh (remaja), dan ketiga, masa tua.

Dimasa tua inilah kehidupan seseorang mulai melemah, baik kekuatan badan

maupun ingatanya. Dari rantaian fase di atas menunjukan bahwa kelemahan fisik

dan melemahnya daya ingat seseorang secara alamiah mendekatkan seseorang

7 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 8 Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, bogor, Pustaka Litera Nusa, 2009, h. 74

9 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 174

Page 47: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

35

pada kematianya, namun diantara dari sebagian mereka ada yang diwafatkan

sebelum fase yang telah ditetapkan tadi, inilah merupakan kebesaran Allah Swt.

Dari penjelasan di atas, singkatnya adalah naisaburi menjelaskan dua hal

pertama penciptaan manusia, kedua kematian manusia, akan tetapi sebelum masuk

ke dalam fase yang kedua yaitu kematian, naisaburi menegaskan bahwa sebelum

datang kematian ada tanda kematian yang harus diketahui yaitu waktu atau usia,

akan tetapi, menurut hemat penulis hal itu tidak bisa menjadi ukuran bahwa waktu

dan usia merupakan tanda kematian yang paling mendasar, karena kematian

merupakan rahasia Allah Swt yang tidak bisa ditebak atau diukur oleh sesuatu

apapun baik dari segi waktu maupun usia. Oleh sebab itu kematian akan

mendatangi siapa saja baik itu tua, muda, laki-laki atau perempuan, dan tidak ada

yang bisa berpaling dari kematian dimanapun tempat atau waktunya.

QS. Al-Zumar

Artinya: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang)

jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah

jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa

yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang

demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang

berpikir. (Q.S. al-Zumar 39: 42).10

Surah al-Zumar menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir.11

Ayat ini menjelaskan sesungguhnya

kematian itu ditangan Allah Swt, Allah Swt memegang jiwa seseorang ketika

10

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 11

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74

Page 48: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

36

dalam keadaan mati dan tidurnya. Ketika dalam keadaan tidur Allah swt menahan

ruh seseorang tersebut hingga seseorang terbangun dari tidurnya dan

dikembalikanya ruh tersebut, adapun ketika dalam kematianya, Allah menahan

ruh seseorang tetap disisinya.

Dijelaskan oleh Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, antara tidur dan mati adalah

satu jenis yang sama, hanya saja apabila tidur itu terputusnya ruh secara tidak

sempurna, sedangkan mati terputusnya ruh secara sempurna. Beliau juga

menjelaskan rûh itu ibarat jauhar (intan) yang bercahaya, ketika dalam keadaan

tidur putuslah cahaya tersebut, dan cahaya tersebut akan bersinar ketika

seseorang terbangun dari tidurnya. Dalam ayat ini dijelaskan tiga hubungan

antara ruh dengan badan. Pertama, rûh bercahaya ketika menyatu dengan badan,

kedua, meskipun antara tidur dan mati adalah satu jenis yang sama akan tetapi

keadaan tidur tidak sepenuhnya mati, masih memiliki sifat kehidupan seperti

bernafas dan sebagainya, ketiga, kematian adalah terputusnya ruh secara

sempurna. Yang demikian itu adalah salah satu keagungan Allah Swt, bahwa

Allah Swt berhak atas semuanya, dan agar kalian semua berpikir.12

Seperti yang sudah dijelaskan dalam penafsiran di atas bahwa tidur

adalah bagian dari kematian. Maka ketika seseorang tidur dan terbangun dari

tidur di wajibkan membaca do‟a, karena ketika manusia bangun berarti Allah

Swt masih memberikan rahmat dan umur yang panjang kepadanya.

QS. al-Ankabût

Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah

12

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 6, h. 6

Page 49: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

37

kepada kami kamu dikembalikan. (QS. al-Ankabût 29: 57).13

Surah al-Ankabut menurut Manna al-Qathan tergolong dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir.14

Ayat ini menjelaskan tentang

gambaran sebuah kematian, yakni kematian itu pasti akan menghampiri semua

mahluk yang bernyawa. Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menggambarkan kematian

sebagai sesuatu yang tidak enak, dan sesuatu itu mau tidak mau pasti terjadi,

pasti menghampiri kita. Namun di balik itu semua Allah Swt memberikan

jawaban dari kematian ini, yakni hanya kepada-Nya lah semuanya akan kembali

dan dikembalikan. Pada hakikatnya kematian itu terjadi hanya bersifat sementara,

kematian ini hanyalah sebuah transisi, perpindahan dari satu alam ke alam lain,

dan di alam tersebut mereka tidak lagi mati, melainkan mereka akan hidup disisi

Allah Swt.15

Dari pemaparan ayat dan penafsiran Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri di atas

bisa di lihat bahwa kematian bukanlah ketiadaan atau akhir dari segala sesuatu,

akan tetapi merupakan sebuah permulaan atau sebuah pintu gerbang menuju

kehidupan yang kekal, baik itu kebaikan atau keburukan, dan dari penjelasan ayat

ini juga bisa dilihat bahwa masih banyak kehidupan yang akan dilalui setelah

kematian di dunia.

QS. Luqman

13

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 14

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74 15

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 5, h. 394

Page 50: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

38

Artinya: Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui

(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Luqman 31: 34).

16

Surah Luqman menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau akhir.17

Adapun ayat ini menjelaskan tentang

misteri kematian dan sesuatu yang belum terjadi yang tidak diketahui oleh

manusia, manusia tidak tahu peristiwa apa yang terjadi esok hari, di tempat mana

seseorang itu akan mati, dan kapan terjadinya hari kiamat, semua itu adalah

rahasia Allah Swt, Allah Swt Maha mengetahui segalanya.

Dalam ayat ini Naisaburi menjelaskan tentang ketakutan manusia akan hari

kiamat, dalam ayat ini pula ditegaskan, seseorang tidak perlu ketakutan akan hal

itu, sebab itu adalah sesuatu yang pasti terjadi. Ibarat kata untuk apa memikirkan

sesuatu yang pasti terjadi, sedangkan untuk esok harinya saja kita tidak tahu apa

yang bakal terjadi, Jadi tidak serta merta Allah Swt menyimpan rahasia itu tanpa

makna, di balik itu semua ada hikmah tersendiri, dengan adanya kepastian seperti

halnya kiamat dan kematian, pertama manusia dituntut harus mengimani, kedua

manusia dituntut untuk selalu berpikir, berusaha sebaik mungkin, dan

merenungi. Pada akhirnya semuanya akan kembali pada Allah Swt.18

Pengetahuan tentang hal gaib yang akan terjadi, salah satunya tentang

16

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 17

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74 18

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 5, h.

431.

Page 51: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

39

kematian dan kiamat hanya diketahui oleh yang maha tahu yaitu Allah Swt,

sebagai seorang hamba diwajibkan untuk mengimani dan mengetahi tanda-tanda

tentang hal-hal tersebut, jangankan kematian dan hari kiamat, tentang hari esok

saja, karena sebagai manusia tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

QS. Yûnus

Artinya: Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit

dan di bumi. Ingatlah, Sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi

kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya). Dia-lah yang menghidupkan

dan mematikan dan Hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS.

Yûnus 10: 55-56).19

Surah Yunus menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surat

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir.20

Ayat ini menjelaskan tentang

kekuasaan Allah, sebuah penegasan bahwa semua, segala sesuatu yang ada di

bumi dan di langit adalah milik Allah Swt. Akan tetapi kebanyakan dari mereka

tidak mengetahuinya. Menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri segala sesuatu yang

ada di bumi maupun di langit ini adalah dalil atau bukti untuk memantapkan

keimanan hambanya, dan bukan hanya itu saja, dengan kuasanya Allah Swt

mampu menciptakan sesuatu dari sesuatu yang mati kemudian mematikan

sesuatu itu dan menghidupkanya kembali, itu merupakan sebuah perkara yang

sangat mudah bagi Allah Swt, seperti yang telah disebutkan dalam ayat-ayat

sebelumnya.

19

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 20

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, h. 74

Page 52: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

40

Perlu diketahui juga, di balik kekuasaan Allah S w t dalam berkehendak

atau menciptakan sesuatu, terdapat sebuah pelajaran sekaligus menjadi peringatan

bagi hamba Nya, yakni hanya sesuatu yang “mungkin” terjadi, itulah kuasa Allah

Swt dalam menciptakan segala sesuatunya, dalam artian selagi dalil-dalil

kekuasaan Allah Swt tidak bersebrangan dengan logika manusia.21

Untuk

memahaminya, ada sebuah perumpamaan kecil yang terkadang seseorang terjebak

dalam sebuah pertanyaan tersebut.22

Mampukah Allah Swt menciptakan batu yang sangat besar sehingga

Allah Swt sendiri tidak bisa mengangkatnya? Jawabannya adalah jelas, itu

adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada Allah Swt. Karena dalam

menciptakan segala sesuatunya Allah Swt menghubungkanya dengan segala

sesuatu yang “mungkin” terjadi, diluar itu Allah Swt tidak akan menjadikannya

sesuatu itu.23

Tanda kekuasaan Allah Swt adalah sebagaiman yang dijelaskan di atas,

apabila Allah Swt sudah berkehendak apa pun bisa terjadi, dan hal itu juga

berlaku untuk permasalahan tentang kematian, tidak ada yang bisa menghindar

atau menjauh dari kematian ketika Allah Swt sudah berkehendak.

QS. al-An‛âm

Artinya: Dan dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua

21

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 593 22

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 23

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan

Page 53: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

41

hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga,

sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia

diwafatkan oleh malaikat-malaikat kami, dan malaikat- malaikat kami

itu tidak melalaikan kewajibannya. (Q.S. al-An‛âm 6: 60-61).24

Surah al-An‛âm menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam

surah Makkiyyah bagian ketiga,25

adapun ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt

menunjukan salah satu ke maha kuasaan terhadap makhluknya. Allah Swt

mampu memindahkan keadaan seseorang dari tidur menjadi terbangun, dari yang

hidup menjadi mati, dan Allah Swt mengatur semua itu dengan sebaik-baiknya.

Menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, dalam lafazh Alladzî

yatawaffâkum billaili, yakni atas kehendak dan kuasanya Allah Swt dzat yang

menggenggam kematian seseorang di malam hari. Seperti yang terdapat dalam

Qs. al-Zumar: 42, Allah Swt memegang jiwa seseorang dalam keadaan mati

maupun sebelum kematiannya. Allah Swt menggenggam nyawa seseorang pada

saat kematianya dan nyawa seseorang yang belum mati di waktu tidurnya. Pada

hakikatnya antara kematian dan tidur itu merupakan satu jenis, namun yang

membedakan antara keduanya adalah jika mati itu terputusnya ruh dari jasad

secara sempurna, sedangkan jikalau tidur terputusnya ruh dengan jasad secara

tidak sempurna, Allah Swt akan mengembalikan nyawa seseorang hingga

seseorang tersebut terbangun dari tidurnya sampai batas waktu yang telah

ditentukan (kematianya). Wa ya‛lamumâ jarahtum binnahâr, seseorang tersebut

dibangunkan lagi di waktu siang hari berupa kesadaran dan sesungguhnya

Allah Swt maha mengetahui atas segalanya. Dari semua penjelasan di atas,

bahwa Allah Swt adalah dzat yang maha kuasa, Allah Swt menjadikan sesuatu

24

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 25

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74

Page 54: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

42

yang belum ada menjadi ada dan meniadakan sesuatu yang ada menjadi tidak

ada, dan hanya kepada-Nya lah kita dikembalikan.26

Dijelaskan pula dalam Q.S. al-Zumar ayat 42, bahwa Nizhâm al-Dîn al-

Naisâbûri menyebut tidur adalah satu jenis yang sama dengan mati. Hanya saja

yang membedakan antara keduanya adalah jikalau tidur itu terputusnya ruh yang

tidak sempurna, masih memiliki sifat hidup pada umumnya, seperti halnya

bernafas dan lainya, sedangkan mati itu terputusnya ruh secara sempurna, tidak

adanya tanda-tanda kehidupan.27

Diteruskan dalam ayat selanjutnya, yang dimana lagi-lagi berbicara

tentang begitu sempurnanya Allah Swt, Allah itu Maha kuasa. Bahwa Allah

Swt itu berkuasa di atas hambanya, seperti halnya dalam lafadz yadullah

fauqa aydîhim bukan dimaknai secara harfiah bahwa Allah Swt itu ada di atas

tangan mereka, bahwa Allah Swt mempunyai tangan dan sebagainya,

melainkan yang dimaksud adalah kekuasaan yang Allah Swt miliki. Dalam

kaitanya dengan kematian, kematian adalah sepenuhnya hak Allah Swt,

kapanpun dan di manapun Allah Swt berhak atas semua yang telah

ditetapkanya sesuatu itu.28

Menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Di samping itu Allah Swt juga

mempunyai mahluk yang bernama malaikat, di mana para malaikat ini

mempunyai kewajiban masing-masing, yakni menjalankan tugas yang telah

diperintahkan Allah Swt untuknya. Salah satunya adalah malaikat pencabut

nyawa, perlu ditegaskan bahwa Allah Swt menugaskan para malaikat bukan

26

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 95 27 Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 198 28

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 95

Page 55: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

43

berarti Allah Swt sendiri tidak mampu melakukanya, jelas-jelas jika itu terjadi

maka itu adalah sifat muhal yang dimiliki Allah yang berarti Allah itu batal,

bukan begitu, melainkan itu adalah sunnatullah yang sudah Allah Swt tetapkan.

Disamping itu para malaikat dalam menjalankan tugasnya tidak lain atas izin

Allah Swt. Karena Allah Swt sudah menetapkan segala sesuatunya.

Dijelaskan juga bahwasanya pada setiap mahluk (manusia) itu terdapat

malaikat yang ditugaskan Allah untuk menjaganya, yang disebut malaikat

hafadzoh. Ada beberapa pendapat mengenai malaikat tersebut. Pertama, ada yang

menyebutkan bahwa malaikat hafadhoh itu adalah malaikat maut, yang kedua

menyebutkan bahwa malaikat hafadzoh itu bukan malaikat maut, namun dari

perbedaan pendapat itu, para ulama lebih condong bahwa yang disebut malaikat

hafadzoh itu berbeda dengan malaikat maut, bukan jenisnya. Dijelaskan bahwa

tugas dari malaikat hafadzoh ini adalah menjaga rûh dan jiwa agar tetap bersatu

dan tetap terjaga, sebab sifat jasad dan rûh itu sangat bertolak belakang. Sifat

jasad yang cenderung bersifat kotor, bau, gelap, penuh dengan nafsu,

sedangkan sifat dari rûh itu cenderung suci, bersih bahkan bercahaya. Secara

logika jika kedua sifat tersebut disatukan, tidak mustahil lagi akan saling

bertolak, namun berkat para malaikat tersebut, keduanya dapat tetap bersatu

sampai batas waktu yang telah ditentukan.29

QS. Ali-Imran

29

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 185

Page 56: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

44

Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S. ali-Imran 3: 185).

30

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah.31

Adapun ayat ini menjelaskan sebagian sikap dari orang

munafik dalam perang Uhûd, mereka mengklaim dapat menghindar dari

kematian, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Ayat ini juga

bertujuan untuk menghibur Nabi Muhammad Saw dari respon negatif dari

orang-orang Yahudi, bahwa siapapun ia, baik golongan orang yang beriman

maupun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt, pasti akan

merasakan kematian. kemudian setelah kematianya ia akan mendapat balasan

yang baik maupun yang buruk sejak kematianya, namun ketika itu belum

semua ganjaran yang diterima oleh mereka melainkan pada hari kiamat sajalah

pahala akan disempurnakan, berbahagialah bagi mereka yang ketika di dunianya

beramal baik, dan sebaliknya merugilah bagi mereka yang mendustakan ayat-

ayatnya. Untuk itu, gunakanlah masa hidup ini dengan sebaik-baiknya,

sesungguhnya kehidupan bagi orang yang tidak beriman itu tidak lain hanyalah

kesenangan yang memperdayakan, sedangkan kehidupan bagi orang yang

beriman kehidupan adalah kesenangan sekaligus menjadikanya sebagai

kesenangan duniawi dan mengantarkanya ke akhirat nanti.32

Menurut Naisaburi, kematian juga disifati dengan sebuah proses

sebelum mengalaminya, yang menandakan sebagai sebuah proses dari kematian

30

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 31

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74 32

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 322

Page 57: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

45

itu sendiri, rasa sakit dan kenikmatan saat kematian merupakan sebagian kecil

saja kepedihan dan kenikmatan yang akan dirasakan. Masih ada kenikmatan

dan kepedihan yang melebihi, yakni setelah proses kematian itu. Kematian bagi

orang yang beriman adalah sebuah kenikmatan, yakni sebelum kematian

menjemput, Malaikat datang dengan menunjukan tempatnya di surga, sebaliknya,

bagi orang kafir sesaat sebelum kematianya tiba, malaikat datang dengan wajah

yang menakutkan dengan menunjukan tempatnya di neraka. Jadi jelas, bahwa

setiap sesuatu yang bernyawa, siapapun itu baik orang yang beriman maupun

orang kafir, nabi sekalipun pasti akan mengalami, mencicipi sebuah kematian,

dan setelah itu hanya kepada-Nya lah semua akan kembali.33

Setiap perbuatan yang dilakukan di dunia entah itu kebaikan atau

keburukan akan mendapatkan balasan, seperti yang di jelaskan di atas bahwa

keiman dan kebaikan akan mendapatkan kenikmatan tetapi sebaliknya kekafiran

dan perbuatan yang buruk akan mendapatkan balasan yang setimpal.

QS. An-Nisa

Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,

kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka

memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan

kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini

(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang)

33

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 322

Page 58: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

46

dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-

hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (Q.S. al-Nisa 4: 78).34

Surah al-Nisa‟ menurut al-Qathan tergolong ke dalam surat Madaniyyah.35

Adapun ayat ini, berdasarkan analisis penulis, mengasumsikan pendapat Nizhâm

al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan tentang sebuah kekhawatiran akan tertimpa

kematian. Adapun tujuan dari ayat ini adalah seakan diwajibkanya sebuah perang,

dimana dengan peperangan tersebut seseorang merasa takut akan kematian dengan

peperangan tersebut, rasa kekhawatiran maupun ketakutanya melebihi rasa

takutnya kepada Allah Swt. Tidak lain sasaran dari ayat ini adalah orang-orang

kafir. Padahal jelas, meskipun berlindung dalam tembok yang kokoh sekalipun

kematian pasti akan menjemput, kapanpun waktunya dan di manapun

tempatnya kematian pasti akan menjemput setiap makhluk yang bernyawa.36

Lebih jelas tentang penjelasan ayat ini menurut penulis melihat dari

penafsiran Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri bahwa kemunafikan orang-orang kafir

dalam menghadapi segala ujian yang Allah Swt berikan merupakan hal yang

sia-sia, karena kematian tidak dapat dihindari.

B. Kematian awal kehidupan

Dalam kategori ini menjelaskan tentang awal kehidupan setelah dunia

menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri. Dalam perjalanan hidup manusia akan

melalui 7 tahap perjalanan hingga akhirnya mendapat kemenangan bertemu

dengan Allah di surga atau terpuruk dilembah neraka. Tiap tahap ditempuh

34

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 35

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74 36

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 451

Page 59: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

47

dalam waktu yang berbeda mulai dari hitungan beberapa bulan hingga ribuan

tahun. Inilah ke empat alam yang akan dilalui oleh setiap manusia.37

Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah Swt. setelah

sebelumnya Allah Swt telah menciptakan makhluk lain seperti malaikat, jin,

bumi, langit dan seisinya. Allah Swt menciptakan manusia dengan dipersiapkan

untuk menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena manusia diciptakan untuk

menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.38

Menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri persiapan pertama, Allah Swt mengambil

perjanjian dan kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh manusia yang berada di

alam arwah.39

Allah Swt mengambil sumpah kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam

Al- Qur‟an surat Al-A‟raf sebagai berikut:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-

anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa

mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka

menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami

lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah

terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-a‟raf 7:172).40

Setelah mati, manusia memasuki alam barzah atau alam kubur. Alam kubur

merupakan tempat penantian arwah orang-orang yang sudah meninggal sebelum

37

Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 344. 38

M. Quraish Shihab, Menjemput Maut, h. 98 39

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 551 40

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006).

Page 60: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

48

dibangkitkan kembali oleh Tuhan dalam bentuk baru. Di situ, roh menunggu

alam baru yang dimulai dengan Kiamat.41

Di alam kubur, arwah orang-orang yang telah meninggal dunia menunggu

datangnya hari kiamat, hari di mana semua ruh akan dibangkitkan dan

dikumpulkan di Padang Mahsyar, untuk selanjutnya di hisab. Dari Hisab inilah

akan diketahui apakah seseorang masuk surga atau neraka. Surga dan neraka

adalah alam akhirat, alam akhirat manusia. Di alam kubur manusia menunggu

untuk dibangkitkan pada hari kiamat. Waktu penantian ini bisa berlangsung jutaan

tahun bahkan milyaran tahun.42

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menyebutkan bahwa orang yang sudah

meninggal dunia akan menemui suatu perbatasan antara dunia dan akhirat, antara

kematian dan kebangkitan di kemudian hari, masa itu disebut alam barzah. Allah

Swt menjelaskan dalam al-Qur‟an surat Al-Mu‟minun sebagai berikut:

(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang

kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: "Ya Tuhanku

kembalikanlah aku (ke dunia). agar aku berbuat amal yang saleh

terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu

adalah Perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada

dinding sampal hari mereka dibangkitkan (QS. Al-Mu‟minun 23: 99-100)43

Setelah mati, manusia akan menuju kehidupan alam kubur. Inilah tempat

manusia menanti datangnya kiamat dan hari kebangkitan. Di dalam kubur,

keturunan, pangkat martabat dan kekayaan seseorang tidaklah berarti. Setiap

41

Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 180 42

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 343 43

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006).

Page 61: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

49

orang akan diperlakukan berdasarkan amal perbuatan selama di dunia. Ketika

masuk ke dalam kubur, segala hal yang duniawi ditinggalkan.44

Di dalam kubur juga akan diperihatkan tempat yang kelak dihuni

seseorang setelah dia dibangkitkan. Jika orang itu membawa amal saleh. Dia

akan melihat tempatnya di surga. Sedangkan yang dibawanya adalah dosa dan

amal buruk, dia akan melihat tempatnya di neraka.45

Singkatnya adalah bahwa ketika seorang hamba sudah mencapai batas

kehidupan yang diakhiri dengan kematian, mereka akan ditanya kembali oleh

Allah Swt sebagaimana manusia ditanya ketika berada dialam Rahim. Dan

pertanya Allah Swt kepada manusia ketika dialam barzah akan menghantarkan

manusia kepada dua pilihan, pertama nikmat kedua laknat/siksaan. Yang dimaksud

nikmat disini manusia akan diberikan rasa aman dan dimasukan kedalam surga

setelah melalui proses pertanyaan dan pertanggung jawaban, adapaun siksa adalah

manusia akan dimasukan ke neraka apabila dia tidak menjawab pertanyaan ketika

di alam kubur, dengan istilah lain ketika manuisa sudah ditimbang amal

perbuataannya dan amal tersebut lebih banyak salahnya ketimbang benarnya maka

manusia akan dimasukan kedalam neraka.

C. Mati dalam keadaan kafir

Dalam kategori ini menjelaskan tentang kematian dan orang kafir, selama

ini kematian identik diartikan sebagai ketiadaan, akan tetapi disisi lain kematian

juga diartikan untuk menggambarkan sebuah perumpamaan, yakni tertutupnya

hati seseorang, yang biasa dikenal dengan sebutan kafir.46

Dalam kategori

ini juga menjelaskan bagaimana keadaan orang-orang kafir ketika datang

44

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 577 45

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 5, h. 135 46

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 756

Page 62: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

50

kematian yang menimpanya. Adapun ayat-ayat al-Qur‟an yang termasuk dalam

kategori ini adalah:

QS. Al-baqarah

Artinya: mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu

Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya

kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (QS. Al-Baqarah

1: 28).47

Adapun ayat ini Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan tentang ketidak

percayaan orang kafir terhadap kabar dari nabi Muhammad Saw yang

mengabarkan berita kepastian akan datangnya kematian, yang tidak di percayai

oleh oarang-orang kafir, yang meskipun dalam hati mereka mempercayai akan

datangnya kematian itu, akan tetapi mereka mengingkari perasaaan itu karena

kebodohan mereka sendiri.48

Juga di jelaskan lebih lanjut bahwa manusia itu di ciptakan di dalam rahim

dan di hidupkan di dunia kemudian dimatikan menuju alam kubur dan

dihidupkan kembali ketika di tiup sangkakala atau ketika di tanya di alam kubu,.

Ketika mereka di tanya di alam kubur mereka akan diberikan 2 perkara pahala

atau siksaan. Kemudian lebih lanjut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan

bahwa manusia akan di bangkitkan dari kematian sebagaimana firman Allah SWT

dalam ayat:

47

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 48

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 208

Page 63: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

51

Artinya: Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian

menghidupkannya kembali.(QS. Al-Baqarah 1: 259).49

Artinya: Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu”(QS: Al-

Baqarah 1: 243).50

Artinya: setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya

kamu bersyukur (QS. Al-Baqarah 1: 56).51

Artinya: dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling

bertanya di antara mereka sendiri.(QS.Al-Kahfi 18: 19)52

Artinya: Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat

gandakan bilangan mereka.(QS. Al-Anbiya 21: 84)53

Penjelasan mengenai penafsiran di atas, penulis dapat mengambil analisis

bahwa kebodohan dan ketidaktahuan orang kafir terhadap permasalah kematian

dengan cara tidak mempercayai, sehingga Allah Swt mempertanyakan hal itu

kepada mereka, dan Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan bahwa sebenarnya

dalam hati orang-orang kafir itu ada kalanya mereka mempercayai tapi karrena

keegoisan mereka, maka siksaaan adalah ganjaran yang di dapatkan.

49

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 50

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 51

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 52

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 53

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006).

Page 64: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

52

QS. al-An‛âm:

Artinya: Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan

Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya) ,akan dibangkitkan oleh Allah,

Kemudian kepadaNyalah mereka dikembalikan. (Q.S. al-An‛âm 6: 36).54

Surah al-An‛âm menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir.55

Ayat ini menjelaskan tentang

orang- orang yang tertutup hatinya (kafir) akan seruan Allah Swt, lebih tegas

lagi, menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri orang-orang ini tergolong ibarat orang

mati, seyogyanya ia mendengar tapi tidak bisa mendengar, ia melihat tapi tidak

bisa melihat (kekuasaan Allah Swt). Dan hanya orang yang berimanlah yang

dapat mendengar melihat dan menerima seruan- seruan Allah Swt. Namun dalam

tafsir ini, Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan makna yang berbunyi “dan

hanya orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan Allah” yang dimaksud

adalah Allah Maha kuasa, Dzat yang Maha membolak-balikan hati, Allah Swt

memberikan sebuah perumpamaan sederhana, Allah Swt mampu menghidupkan

sesuatu yang telah mati, membangkitkan kembali semua yang telah mati,

begitupun hati seseorang, Allah Swt mampu membuka hati seeorang yang

telah tertutup atau mati hatinya sehingga dapat menerima atau mendengar seruan

Allah Swt. Begitupun sebaliknya, Allah Swt mampu menutup hati orang yang

beriman, itu semua tidak lain karena sifat kuasa yang dimiliki Allah Swt.56

Dari penjelasan di atas, singkatnya adalah penulis berkesimpulan bahwa

kondisi orang kafir ketika sudah diberikan pertanyaan di alam kubur mereka akan

54

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 55 Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75 56

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 72

Page 65: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

53

kekal didalam neraka, salah satu sebabnya adalah mereka mengingkari berita

yang di bawa oleh nabi Muhammad Swt sehingga apapun berita yang datang

kepada mereka akan mereka ditolak dan itu yang menjadikan mereka dberikan

siksa.

QS. al-Baqarah: 161.

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan

kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia

seluruhnya.(Q.S. al-Baqarah 2: 161).57

Adapun ayat ini menjelaskan tentang balasan orang-orang yang

mengingkari ayat-ayat Allah Swt dan kehinaanya hingga akhir hayatnya dan

setelah kematianya tiba, penyebutan kata “kafir” dalam ayat ini bersifat umum,

yakni ditunjukan kepada semua orang kafir yang hidup di zaman Nabi. Abu

Muslim berpendapat, yang dimaksudkan dengan kafir adalah orang-orang yang

menyembunyikan ayat-ayat Allah (bangsa Yahudi). Dijelaskan bahwa mereka

yang termasuk dalam golongan kafir akan dilaknat semasa hidupnya, tidak

sampai disitu merekapun akan dilaknat setelah kematianya tiba. Namun itu

semua dikhususkan bagi mereka yang tergolong kafir semasa hidup hingga

akhir hayatnya, tidak terkecuali bagi mereka yang sebelum kematiannya tiba

mereka bertaubat, beriman kepada Allah Swt.58

Menurut Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, ancaman yang diserukan kepada

orang kafir juga diberlakukan kepada malaikat dan seluruh manusia, bahwa

57

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 58

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 448

Page 66: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

54

mereka pun akan melaknat orang kafir tersebut ketika di akhirat nanti. Bahkan di

dalam rombongan kafir sekalipun mereka saling mengingkari, pendapat sebagian

ulama lain mengatakan khusus semua orang mukminlah yang berhak melaknat

orang kafir tersebut. Dalam akhir ayat ini di jelaskan laknat yang ditunjukan

adalah untuk orang yang benar-benar kafir, dan laknat tersebut bersifat wajib,

dalam artian memang benar-benar terjadi setelah kematianya tiba, yakni siksa

akhirat.59

Secara garis besar ayat tersebut di atas dan komentar Nizhâm al-Dîn al-

Naisâbûri menjelaskan bahwa laknat atau siksaan yang pedih hingga kiamat tiba

hanya dikhususkan kepada orang-orang kafir yang sama sekali tidak beriman

kepada Allah Swt dan Rasulnya, sehingga para malaikat pun melaknat mereka

bahwa orang-orang kafir disiksa hingga hari kiamat.

QS. Ali-Imran

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka

tetap dalam kekafirannya, Maka tidaklah akan diterima dari seseorang

diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan

emas (yang sebanyak) itu. bagi mereka Itulah siksa yang pedih dan sekali-

kali mereka tidak memperoleh penolong. (Q.S. ali-Imran 3: 91).60

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah,61

Adapun ayat ini menjelaskan tentang permohonan pertaubatan

yang dilakukan oleh orang-orang kafir yang menyesali perbuatanya selama di

59

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 448 60

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 61

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74

Page 67: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

55

dunia. Adapun sebelum membahas tentang penyesalan orang kafir, menurut

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menggolongkan kafir dan pertaubatanya dalam tiga

macam, pertama, kafir yang bertaubat secara serius, bersungguh-sungguh

sehingga pertaubatanya itu diterima oleh Allah Swt, yang dimaksud pertaubatan

disini adalah keluar dari kekafirannya, lalu masuk agama islam. seperti yang

disebutkan pula dalam Q.S. Ali-Imran (Q.S. 3:89. kedua, adalah orang kafir

bertaubat tidak dengan sungguh-sungguh atau tidak secara serius, dalam artian

mereka sepakat dengan adanya tuhan, namun mereka tetap tidak mengakui Allah

yang Esa itu adalah tuhannya, masih mentuhankan yang lain selain Allah Swt,

sehingga pertaubatanya itu tidak diterima oleh Allah Swt. Dan yang ketiga adalah

orang kafir yang telah mati kemudian mencoba bertaubat dan menyesali

perbuatanya. Baginya adalah suatu perbuatan yang sia-sia dimata Allah Swt.62

Adapun pembahasan yang lebih spesifik dari ayat ini adalah permohonan

ampunan atau pertaubatan seorang kafir yang terlambat, mereka merasa

menyesal dikemudian hari atas perbuatanya selama di dunia, dengan tegas

mereka menyekutukan Allah Swt. Sebagai gambaran atau perumpamaan,

meskipun dengan emas yang jumlahnya seisi duniapun tidaklah mampu menebus

atas kesalahan mereka. Jadi sia-sialah permohonan ampun atau pertaubatan

seorang kafir ketika sudah berhadapan dengan Allah Swt yang maha adil.

Andaikata orang kafir tersebut mempunyai harta seperti apa yang diibaratkan

di atas, sia-sialah upaya mereka, dan memang tidak akan seperti itu, karena harta

benda adalah sesuatu yang tidak bisa menolong ketika seseorang sudah

62

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 205

Page 68: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

56

meninggal, hanya amal kebaikan yang senantiasa memberikan pertolongan

terhadap orang tersebut.63

Dengan demikian jelaslah bahwa orang-orang kafir ketika mereka sudah

mendapati kematian maka yang tersisa dalam diri mereka adalah penyesalan, dan

penyesalan mereka sudah tidak ada artinya lagi, sekalipun mereka menyesali

perbuatannya ketika di dunia dan mereka meminta ampun dan memohon untuk

dikembalikan atau di hidupkan kembali ke dunia agar bisa bertaubat, beriman

kepada Allah Swt, maka permohonan mereka sia-sia.

Q.S. al-Taubah

Artinya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri

(mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka Telah kafir kepada

Allah dan rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (Q.S. al-

Taubah 9: 84).64

Surah al-Taubah menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah,65

Adapun dalam ayat ini Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan

tentang salah satu kehinaan orang-orang dalam keadaan kafir, salah satunya

adalah dengan tidak untuk memandikan mayit, mensholati bahkan untuknya

menziarahi kuburan dikarenakan kekafirannya. Diceritakan oleh Ibn ‛Abbas

Sesungguhnya ayat ini turun ketika Abdullah Ibn Abi Salûl datang kepada Nabi

Muhammad saw untuk meminta beliau agar mensholatkan ayahnya yang

bernama Abi Salûl, kemudian Sayyidina ‛Umar r.a melarang Nabi Muhammad

63

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 205 64

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 65

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75

Page 69: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

57

Saw mensholatkanya dikarenakan dia adalah seorang yang kafir, dan mati dalam

keadaan kekafiranya sehingga dengan tegas Sayyidina ‛Umar r.a melarang Nabi

Muhammad saw, diceritakan pula ketika Nabi Muhammad saw hendak

mensholatkanya Sayidina ‛Umar r.a menghalang- halanginya, akan tetapi dengan

keluasan hati Nabi Muhammad saw, Nabi pun tetap mensholatkanya, dengan

alasan, Nabi Muhammad saw bersabda “aku mensholati bukan karena

menghormati orangnya, biarlah dia mati dalam keadaan seorang yang kafir, akan

tetapi dengan aku mensholatkanya tidak menutup kemungkinan banyak dari

golonganya yang kafir dapat ikut memeluk Islam”.66

Dari urian di atas, keadaan orang-orang kafir yang sudah mati mereka

tidak boleh diperlakukan seperti orang-orang yang beriman kepada allah dan

rasulnya ketika mereka sudah mati, yaitu dari mulai disholatkan sampai

dijiarahi kuburnya dan di doakan.

D. Mati dalam keadaan beriman

Dalam kategori ini menjelaskan keadaan orang beriman ketika menghadapi

kematian dan ketika mengalami kematianya. Bagi mereka kematian itu ibarat

sebuah kenikmatan, karena kematian itulah dapat mengantarkan mereka kepada

kehidupan yang sesungguhnya. Adapun ayat-ayat al-Qur‟an yang termasuk dalam

kategori ini adalah:

QS. al-Nahl

66

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 560

Page 70: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

58

Artinya: Yaitu orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam

keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepaada mereka),

“Salamun „alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah

kamu kerjakan.”(QS. An-Nahl 16: 32).67

Ayat ini menjelaskan tentang balasan bagi orang yang bertaqwa diakhir

hidupnya, dijelaskan oleh Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri dalam kitab ini,

sesungguhnya orang yang bertaqwa ketika meninggal dunia mereka akan

diwafatkan dengan keadaan baik, adapun yang dimaksudkan dengan orang yang

bertaqwa adalah orang yang senantiasa mentaati perintah Allah Swt dan menjauhi

segala larangan-larangannya, juga disertai ahlak yang tinggi, dan terbebas ddari

akhlak yang tercela.68

Sesungguhnya tidak akan dicabut nyawa orang-orang yang bertaqwa kecuali

disertai dengan kabar gembira, yakni surga. Sehingga seolah-olah orang yang

bertaqwa melihat surga, dan dengan hal ini mereka tidak akan mengalami

kesakitan ketika dicabut nyawanya. Ketika malaikat mencabut nyawa mereka,

malaikat memperlihatkan surga dihadapan mereka, karena sesungguhnya Inilah

janji Allah Swt, Allah Swt menjanjikan surga bagi golongan hamba-Nya yang

bertaqwa.69

Gambaran dari ayat di atas memberikan pemamahan bahwa orang-orang

yang beriman ketika mereka menjumpai kematian mereka mendapat

penghormatan dari para malaikat yaitu kabar gemberi dan doa keselamatan

dengan ucapan “keselamatan bagi kalian”. Penghormatan ini diberikan oleh para

malaikat hanya untuk orang-orang yang beriman kedapa Allah swt. Jelasnya

mereka mengerjakan apa-apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah swt.

67

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 68

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 560 69

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 3, h. 560

Page 71: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

59

QS. al-Baqarah

Artinya: Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya,

demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya

Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali

dalam memeluk agama Islam" (QS. al-Baqarah 2: 132).70

Adapun ayat ini Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri menjelaskan tentang sebuah

wasiat Nabi Ibrahim a.s kepada anak-anaknya untuk berpegang teguh pada

agama Islam, dan janganlah mati dalam keadaan selain berpegang teguh pada

agama Islam. Kisah ini sesungguhnya diceritakan dengan bahasa yang sangat

dalam dan bersifat profokatif dengan gaya bahasa yang mengindikasikan sebuah

seruan. Kisah ini dikemas semenarik mungkin agar seseorang secara suka ria dan

tanpa paksaan untuk mengikuti sebuah pesan-pesan, yang dalam hal ini adalah

ajakan untuk tetap dalam keadaan Islam. itu semua tidak lain adalah salah satu

keindahan yang dimiliki oleh al-Qur‟an itu sendiri, dibuktikan dengan

penggunaan kata wasiat bukan menggunakan kata perintah, sebab wasiat

mengisyaratkan sebuah kehalusan makna, wasiat bersifat tidak memaksa dan

tidak ada paksaan, maka dari itu dalam Islam tidak ada suatu paksaan, lain

halnya dengan sebuah perintah, perintah cenderung memaksa dan ada sebuah

penekanan untuk terjadinya sesuatu. Untuk itu ayat ini menggunakan kata

wasiat bukan perintah untuk anak-anak Nabi Ibrahim a.s.71

70

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006).

71 Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 1, h. 400

Page 72: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

60

Dijelaskan pula di dalam wasiat tersebut agar tetap mati dalam keadaan

Islam, sebab kematian itu bersifat gaib, di manapun dan kapanpun, tidak ada

seorangpun yang mengetahuinya. Karena kematian yang sifatnya gaib, maka

upaya untuk tetap terus dalam keadaan Islam terus ditingkatkan lagi, sebab

beruntunglah seseorang yang mati dalam berpegang teguh agama Islam,

sebaliknya orang yang mati dalam keadaan selain Islam, maka hilanglah sudah

kebahagiannya.72

QS. Ali-Imran:

Artinya: Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang

menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka

kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami

dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah

kami beserta orang-orang yang banyak berbakti (QS. Ali-Imran 3: 193).73

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah,74

Ayat ini menjelaskan sebuah doa atau permohonan seorang

mukmin yang memohon agar dirinya diampuni dari segala dosa-dosanya dan

diwafatkan bersama orang-orang yang baik. Dalam pandangan Nizhâm al-Dîn al-

Naisâbûri, dalam ayat ini ada tiga permohonan seorang mukmin. Pertama,

memohon pengampunan dosa, kedua, penghapusan dosa, dan yang ketiga

adalah memohon untuk diwafatkan bersama orang-orang yang baik. Dilihat

secara lafadz anatara permohonan yang pertama dan yang kedua itu memiliki arti

72

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 73

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006). 74

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74

Page 73: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

61

yang sama, yakni memohon pengampunan dosa. Namun menurut Nizhâm al-Dîn

al-Naisâbûri menambahkan lagi, untuk lafadz ghafara itu berfaidah memohon

ampunan secara sungguh-sungguh, adapun lafadz takfir/ kaffara berfaidah

memohon ampunan atas dosa yang cenderung sering terjadi dan secara tidak

langsung terulang dan terulang kembali.75

Wafatkanlah bersama orang-orang yang baik, maksud dari penjelasan

ungkapan tadi adalah sebuah permohonan untuk diwafatkan bersama orang-orang

yang baik, yakni ikut disertakan, ikut dikumpulkan kelak dihari kiamat bersama

golongan orang- orang yang baik, orang yang beriman. Meskipun derajat berbeda

akan tetapi diikut sertakan dalam golongan mereka (orang baik) adalah suatu

keberuntungan bagi orang mukmin.76

QS. An-Nisa.

Artinya: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di

muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa

keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-

Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat

yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan

adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An-Nisa 4:

100).77

75

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 240 76

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 240 77

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV, Diponogoro,

2006).

Page 74: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

62

Surah al-Nisa‟ menurut al-Qathan tergolong ke dalam surat

Madaniyyah,78

Adapun ayat ini menjelaskan tentang salah satu penguraian

nikmat bagi orang mukmin yang melakukan hijrah ke jalan Allah Swt. Hijrah

merupakan salah satu seruan Allah Swt untuk hambanya. Dalam ayat ini

dijelaskan oleh mufassir Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, bahwa hijrah yang

dimaksud disini adalah keluar dari rumah untuk berjihad. Dijelaskan pula,

maksud dari seruan Allah Swtuntuk hijrah keluar dari rumahnya sendiri

adalah seseorang mukmin yang berhijrah dijalan Allah Swt akan menemukan

suatu kebatilan, sesuatu yang hina diluar sana, yakni orang-orang kafir. Allah

Swt menegaskan kembali, bahwa berhijrah adalah suatu keberuntungan,

barangsiapa yang melakukanya dengan sungguh-sungguh adalah pahala baginya,

kenikmatan baginya. Adapun jika dalam perjalanan hijrah tersebut mengalami

kekalahan dikarenakan orang kafir bahkan mengalami kematian, baginya

adalah suatu kenikmatan, surga baginya.79

78

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, h. 74 79

Nizhâm al-Dîn al-Naisâbûri, Gharâib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, Jilid 2, h. 470

Page 75: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī menggunakan pembahasan yang lebih rinci dengan

menafsirkan ayat-ayat kematian lebih banyak pada surah al-Baqarah dan al-Imran, yang dimana

lebih menjelaskan secara mendalam semua aspek tentang kematian baik bagi orang kafir

maupun bagi orang yang beriman.

Dari yang sudah dijelaskan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan;

1. Yang dimaksud hidup adalah ketika ditiupkannya ruh ke dalam jasad.

2. Kematian merupakan pintu gerbang menuju kehidupan selanjutnya.

3. Urusan mati hanya Allah Swt yang tahu, seperti halnya hari esok dan kiamat.

4. Allah Swt memberikan tanda bagi sesuatu yang di luar nalar manusia, tidak terkecuali

rahasia kematian.

5. Menurut Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī kematian dapat diartikan sebagai jiwa yang pasif

karena tidak bisa melakukan apa-apa.

6. Kematian juga dapat dikatakan layaknya wujuduhu ka „adamihi (adanya seperti tidak

adanya). Jadi jika seseorang hidup karena untuk ibadah kepada Allah Swt, dan orang

kafir tidak beribadah, maka dapat dikatakan orang kafir sudah mati sebelum

merasakan kematian dalam arti sesungguhnya.

7. Nikmat dan siksa dapat dirasakan manusia sebelum datangnya mati.

8. Kematian dapat dibagi menjadi dua, yaitu kematian bagi orang kafir dan mukmin.

9. Orang kafir sudah merasakan siksa sebelum mati karena perbuatannya.

10. Sedangkan orang mukmin sudah merasakan nikmat sebelum mati karena

perbuatannya.

Page 76: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

64

B. Saran-saran

Setelah melalui proses dan penelitian terhadap kitab tafsir Garā‟ib al-Qur‟ān wa Ragā‟ib

al-Furqān karya Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī, sebagai upaya pengembangan di bidang tafsir,

maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai corak dan metode penafsiran Garā‟ib

al-Qur‟ān wa Ragā‟ib al-Furqān dari sudut pandang bahasa, dan tema-tema mengenai

masalah hokum.

2. Dan untuk mencari lebih lanjut mengenai biografi Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī, karena

hal itu merupakan hal yang termasuk susah dalam pencariannya.

Page 77: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

65

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. Ipah Syaripah, Efektifitas Mengingat Kematian Berdasarkan Pemikiran al-Ghazali

Dalam Menurunkan Agresi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2013.

Anwar, Rosihon. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia. 2005.

Arifin. Bey, Hidup Sesudah Mati. Jakarta: CV. Kinta. 1994.

Arikunto. Suharsimi, Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002.

Al-Asyqar. Sulaiman, Ensiklopedia Kiamat, Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta. 2007.

Azra, Azyumardi.. Ensiklopedi Tasawuf. Bandung: Angkasa. 2008 .

-------, Ensiklopedi Islam Jilid 1. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. 2001

Baraja. Abbas Affan, Ayat-Ayat Kauniyah Analisis Kitab Tafsir Isyari (Sufi) Imam al-Qusyairi

terhadap Ayat Kauniyah dalam al-Qur‟an, Malang: UIN Malang Press, 2009

Chalil. Komarudin,. Sense of Death “Kepekaan terhadap kematian”. Bandung: Pustaka Madani.

2006

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung : C.V. Diponegoro. 2006.

Fachruddin. Ensiklopedi al-Qur‟an. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2000

Fauzi, Achmad. : CV. Pustaka Setia. 2009.

Baqi, Muhammad Fuad Abdul. Mu‛jam Mufahrâs li al-fadz al-Qur‟an al- Karim. Kairo: Dar al-

Hadis. 2007

Al-Ghazali. Ba‛da al-Maut “Konsep Hidup Sesudah Mati”. Bandung: Husaini 2001

Ghofur. Syaiful Amin, Mozaik Mufassir al-Qur‟an: Dari klasik hingga kontemporer.

Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. 2013.

Hadiri. Choiruddin, Klasifikasi Kandungan al-Qur‟an. Jakarta: Gema InsaniPress. 1994.

Siddiqie. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Studi al-Qur‟an. Jakarta: Bulan Bintang 1980.

Hidayat. Komarudin, Psikologi Kematian: Mengubah kematian menjadi optimisme. Jakarta:

Hikmah, PT. Mizan Publika. 2006.

Huda. Muhammad Syamsul, Pandangan al-Ghazali Tentang Kebangkitan Jasmani Dalam

Kitab Tahafudz al-Falasifah. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2013.

Al-Dzahabi. Husaiyn Muhammad, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Dar al-Fikr: Beirut.

Ilmi. Fahrul, Hadis Tentang Sampainya Hadiah Pahala Bagi Orang Meninggal (Studi Kritik

Sanad dan Matan Hadis). Yogyakarta. 2008.

Page 78: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

66

-------, Mabahits fî Ulumil Qur‟an: Pembahasan ilmu-ilmu al-Qur‟an 2. Jakarta: PT. Rineka

Cipta. 1994

Jaeni, Ahmad, Tafsir Simbolik al-Naisâbûri dalam Garaib al-Qur‟an wa Ragaib al-Furqan, UIN

Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2006,

Mahmud. Mani” Abdul Halim, Metodologi Tafsir: Kajian Komperhensif Metode Para Ahli

Tafsir. Jakarta: Raja Graffindo Persada. 2006.

Mu‟ati. Jazilatul, Kematian Menurut al-Qur‟an, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel

Surabaya, 1999.

Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur‟an. Yogyakarta: LSQ ar-Rahmah. 2012

Mandzur. Ibnu, Lisânul ‛Arab. Lebanon: Dar al-Khotb al-Ilmiyyah, 2009.

Mansyur. Yusuf, Kado Ingat Mati. Bandung: PT. Karya Kita. 2008.

Al-Marâghi. Musthafa,. Terjemah Tafsir al-Marâghi, Jilid 24. Semarang: Toha Putra. Pusat

Studi al-Qur‟an (PSQ) & Ikatan Alumni al-Azhar International (IAAI) Indonesia,

Modul “Langkah Menjadi Awal Mufasir”. Jakarta. 1992

Muhammad. Ahmad Ibnu, Tabaqāt al-Mufassirī, Madinah: Maktabah al-„Ulum wa al-Hikam.

1997

Munawir. Ahmad Warson,. Kamus Al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Nashruddin. Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.

Al-Naisâbûri, Nizhâm al-Dîn. Garā‟ib al-Qur‟ān wa Ragā‟ib al-Furqān, Dar al-Kutub Ilmiyah:

Beirut. 1996.

Rohmah, Siti, Al-Nasikh wa Al-Mansukh dalam Pandangan Al Naisâbûri (Telaah Pemikiran Al-

Naisâbûri dalam Garā‟ib al-Qur‟ān wa Ragā‟ib al-Furqān), Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam, UIN Kalijaga, Yogyakarta, 2008

Al- Qattan. Mana Khalil, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an. Terj. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.

2011.

Al-Râzi. Fakhruddin, Tafsîr Mafatih al-Ghaib, Dar al-Fikr: Beirut. 2005.

Rusmana. Dadan, Al-Qur‟an dan Hegemoni Wacana Islamologi Barat, Bandung: Pustaka

Setia. 2006

Syahin. Abdul Shabur, Saat al-Qur‟an Butuh Pembelaan, Jakarta: Erlangga. Sirajuddin. 1993.

-------, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve. 2006.

Shihab. Quraish, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, Bandung: Mizan 1994.

-------, Wawasan al-Qur‟an. Bandung: Mizan. 2010.

Page 79: Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al …...Achmad Rifai Kematian dalam Pandangan Niẓām ad-Dīn al-Naisābūrī dalam Gharâib al Qur’an wa Raghaib al ... (Bandung: CV,

67

-------, Tafsir al-Misbah, Pesan, kesan, dan keselerasan al-Qur‟an, jilid 12. Ciputat Jakarta:

Lentera hati. 2005.

-------, Al-Lubâb. Jakarta: Lentera Hati. 2013

-------, Menjemput Maut: Bekal perjalanan menuju Allah SWT, Jakarta: Lentera

Hati. 2004.

Sudarto, Metodologi Penelitian filsafat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta2013.

As-Syufi. Mahir Ahmad, Ensiklopedia Akhirat, Misteri Kematian dan Alam Barzakh (al-Maut

wa alam al-Barzakh Jilid 3). Solo: Tiga Serangkai. 2007

Taher. Ahmad, Tafsir Sufi Isyari Al-Naisâbûri (Studi Gharâib al-Qur‟an wa Raghaib al

Furqan), UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2014.

Wijaya. Mathin Kusuma, Makna Kematian Dalam Pandangan Jalaluddin Rahmat, Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga. 2009.