KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SUMBERDAYA …iibic.org/wp-content/uploads/2016/11/2.-KEMAKMURAN... ·...

34
KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA : International Business Integrity Conference 2016 Jakarta, 17 November 2016 REPUBLIK INDONESIA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Transcript of KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SUMBERDAYA …iibic.org/wp-content/uploads/2016/11/2.-KEMAKMURAN... ·...

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA :

International Business Integrity Conference 2016 Jakarta, 17 November 2016

REPUBLIK INDONESIA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

HUTAN INDONESIA : sebuah medan pertempuran

MENUJU TATA KELOLA YANG SEMAKIN BAIK : praktik baik dan aksi kolektif

sebuah medan pertempuran

dari luas daratan yang tersusun dari keragaman tipe hutan yang mencerminkan keragaman wilayah, dari Leuser hingga Lorenz

Foto atas : Gajah di TN. Gunung Leuser (Aceh), Komodo di TN. Komodo (NTT), Orangutan di TN. Kutai (Kaltim), Burung Migran mampir di TN. Wasur (Papua).

Foto bawah : TN. Bunaken (Sulut), TN. Wakatobi (Sultra), TN. Taka Bonerate (Sulsel), TN. Togean (Sulteng), TN. Kepulauan Seribu (DKI Jakarta).

Semakin tinggi jumlah jenis, semakin sedikit jumlah

individu di setiap jenis

Sebagian kearagaman jenis burung di TN. Laiwangi Wanggameti, Sumba. Foto oleh Simon Onggo (Balai TN. Laiwangi Wanggameti-Manupeu Tanadaru)

Pertumbuhan Penduduk

Kebutuhan akan sandang, pangan dan

papan

IMPLIKASI

TEMPAT MANUSIA DAN KERAGAMAN HAYATI BEREBUT HIDUP

Pesisir Dataran Rendah Pegunungan

ILUSTRASI JUMLAH RAGAM HAYATI

TINGGINYA KONFLIK BAIK ANTARA SATWA DENGAN MANUSIA, MAUPUN KONFLIK TENURIAL. MENYEBABKAN

KERUSAKAN HUTAN DI DATARAN RENDAH MENJADI SANGAT TINGGI

ILUSTRASI JUMLAH MANUSIA

Peta geopolitik dan distribusi sumberdaya alam senantiasa menempatkan deforestasi dan degradasi hutan sebagai muara

SEJARAH PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA :

MENUJU TATA KELOLA YANG SEMAKIN BAIK : praktik baik dan aksi kolektif

KEBIJAKAN SATU PETA (ONE MAP POLICY)

PENATAAN PERIZINAN BIDANG KEHUTANAN (SATU PINTU, PERBAIKAN WAKTU PERIJINAN)

PERLUASAN WILAYAH KELOLA MASYARAKAT

PENGUATAN INSTRUMEN PERLINDUNGAN HUTAN (SLVK, KEBAKARAN HUTAN)

MENGARTIKULASIKAN KINERJA PADA PEMBANGUNAN NASIONAL (WISATA, ENERGI, INDUSTRI)

MEMBANGUN SISTEM PENGENDALIAN ANTI KORUPSI

KEBIJAKAN SATU PETA

PETA RUPA BUMI

INDONESIA

1:50.000

PETA KAWASAN HUTAN

INDONESIA

1:50.000

Program Keluaran Target

Perwujudan Informasi

Geospasial Tematik

(IGT) Status

Peta Penetapan Kawasan Hutan minimal

pada skala 1:50.000

17 prov - Des 2016,

17 prov - Des 2017

Peta Izin Pemanfaatan Hutan (IUPHHK-

HA/HT/RE minimal 1:50.000

11 prov - Des 2016,

12 prov - Des 2017,

11 prov Des 2018

Peta Hutan Tanaman Rakyat minimal

skala 1:50.000

34 prov - Sep 2016

Peta Kawasan Hutan dengan Tujuan

Khusus minimal skala 1:50.000

34 prov - Juni 2016

Perwujudan Informasi

Geospasial Tematik

(IGT) Potensi

Peta NSDH 1:250.000 34 prov - Juni 2017

Peta DAS 1:50.000 10 prov - Juni 2016,

16 prov - Juni 2017,

3 prov - Maret 2018

Peta Penunjukan Kawasan Hutan skala

1:250.000

34 prov - Des 2016

Peta Zonasi Kawasan Konservasi

1:50.000

6 prov – Juni 2016,

14 prov – Juni 2017,

14 prov – Juni 2018

Peta Zonasi Kawasan Konservasi Perairan

1:50.000

6 prov – Juni 2016,

14 prov – Juni 2017,

14 prov – Juni 2018

Catatan :

Untuk mendukung Percepatan KSP pada Kementerian LHK telah ditetapkan Permen LHK tentang Jaringan Informasi Geospasial Lingkup LHK (P.28/MenLHK/Setjen/Kum.1/2/2016 tgl 22 Februari 2016

Bidang Usaha Jenis Perizinan Jangka Waktu Penerbitan Izin

Bidang Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi.

1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)

• Persetujuan prinsip 10 hari kerja • Izin defenitif: 14 hari kerja, tidak termasuk

AMDAL, pelunasan iuran usaha dan penolakan yang merupakan kewajiban pemohon

2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI)

• Persetujuan prinsip 10 hari kerja • Izin defenitif: 14 hari kerja, tidak termasuk

AMDAL, pelunasan iuran usaha dan penolakan yang merupakan kewajiban pemohon

3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Dalam Hutan Alam (IUPHHK-RE)

• Persetujuan prinsip 10 hari kerja • Izin defenitif: 14 hari kerja, tidak termasuk

AMDAL, pelunasan iuran usaha dan penolakan yang merupakan kewajiban pemohon

4. Perpanjangan Izin Usaha PemanfaatanHasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA).

• Persetujuan prinsip 10 hari kerja • Izin defenitif: 15 hari kerja, tidak termasuk IL

dan tata batas, pelunasan IIUPH

Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) pada Hutan Produksi/Hutan Lindung.

5. Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (UP RAP-KARBON dan/atau UP PAN-KARBON) Pada Hutan Lindung

• 24 hari kerja, tidak termasuk pelunasan iuran usaha dan penolakan yang merupakan kewajiban pemohon

6. Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (UP RAP-KARBON dan/atau UP PAN-KARBON) Pada Hutan Produksi

• 24 hari kerja, tidak termasuk pelunasan iuran usaha dan penolakan yang merupakan kewajiban pemohon

Lanjutan....

Bidang Usaha Jenis Perizinan Jangka Waktu Penerbitan Izin

Bidang Industri Kehutanan

7. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu di atas 6.000 M3/tahun

• 15 hari kerja

8. Izin Perluasan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu di atas 6.000 M3/tahun

• 15 hari kerja

Bidang Pemanfaatan Kawasan Pada Hutan Produksi/Hutan Lindung.

9. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvo Pastura Pada Hutan Produksi.

• 25 hari kerja, tidak termasuk AMDAL, pelunasan iuran usaha dan penolakan yang merupakan kewajiban pemohon

Bidang Penggunaan Kawasan Hutan Pada Hutan Produksi/Lindung, Pelepasan Kawasan Hutan dan Tukar Menukar Kawasan Hutan.

10.Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan • Persetujuan prinsip: 52 hari kerja

• Izin defenitif: 52 hari kerja

11.Pelepasan Kawasan Hutan

• Persetujuan prinsip: 28 hari kerja

• Izin defenitif: 19 hari kerja

Lanjutan....

Bidang Usaha Jenis Perizinan Jangka Waktu Penerbitan

Izin

Bidang Pemanfaatan Kawasan Konservasi dan Tumbuhan/Satwa Liar

12.Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam.

• Persetujuan prinsip: 51 hari kerja

• Izin defenitif: 25 hari kerja

13.Izin Lembaga Konservasi. • Persetujuan prinsip: 47 hari kerja

• Izin defenitif: 28 hari kerja

14.Izin Pengusahaan Taman Buru. • Persetujuan prinsip: 14 hari kerja

• Izin defenitif: 198 hari kerja

15.Izin Peminjaman Satwa Liar Di Lindungi Ke Luar Negeri untuk Kepentingan Pengembangbiakan (Breeding Loan).

51 hari kerja

16.Izin Usaha Pemanfaatan Air untuk Skala Menengah dan Skala Besar di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya.

• Persetujuan prinsip: 32 hari kerja

• Izin defenitif: 25 hari kerja

17.Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air untuk Skala Menengah dan Skala Besar di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya

• Persetujuan prinsip: 51 hari kerja

• Izin defenitif: 43 hari kerja

BENTUK Hutan Desa/Nagari, HKm, HTR, Hutan Adat, Hutan Rakyat, Kemitraan Kehutanan

TUJUAN AKHIR Sumberdaya Hutan untuk mengatasi kesenjangan

INDIKATOR • Gross Margin Kelompok/Rumah Tangga • Penyerapan tenaga kerja • Pertumbuhan ekonomi wilayah dan Gini ratio

UPAYA • Akses kawasan, berupa perijinan dan Kemitraan Pembinaan Kelompok Tani Hutan • Investasi

NILAI • Pemanfaatan untuk kesejahteraan (HHK, HHBK, Jasa lingkungan) • Partisipasi Masyarakat • Respect to Ecology, function of nature • Konservasi dan perlindungan hutan, suksesi, keseimbangan/homeostasis • Kesadaran untuk preservasi, restorasi dan rehabilitasi

IMPLEMENTASI

Rantai Bisnis • Jasa Lingkungan/Ekowisata/Tata Air • Agro forestry : padi, jagung, kedelai,

tebu, • Silvo Pastur • Silvofishery • Biomass dan bioenergy • HHBK: madu, rotan, akar, dll • Industri kayu

Konsekuensi (Investasi, Teknologi, Kelembagaan Masy) • Ijin dan legitimasi (syarat dan the

do’s and dont’s) • Penataan wilayah (konflik : use and

status)/ tenurial • Infrastruktur • Revitalisasi Kelompok Tani Hutan • Investasi (negara dan swasta) • Review kawasan (limittaif) • Pendampingan Aktivis • Pengawasan Aparatur

“ Mengurangi konflik dan menumbuhkan sentra produksi hasil hutan berbasis desa, untuk : mendorong pertumbuhan,

menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan, mengurangi kesenjangan antar wilayah “

Meningkatkan proporsi akses kelola masyarakat terhadap hutan

0,51%

±10%

2014 2019

2015 2016

49.803 ha 49.224 ha

67.862 ha

104.126 ha

42.612 ha

Hutan Kemasyarakatan

Hutan Desa

Hutan Adat

Hutan Tanaman Rakyat

Hutan Rakyat

Kemitraan Kehutanan

Proprosi di awal kerja dan rencana hingga tahun 2019

HKm HD HKm HD Hutan Adat

BATASAN UMUM SKEMA PERHUTANAN SOSIAL

KATEGORI HUTAN SOSIAL

STATUS KAWASAN KEGIATAN UMUM KELOMPOK TANI HUTAN

1. Hutan Desa/ Nagari Hutan Lindung Jasa lingkungan (air, ekowisata, Sertifikat

Karbon) HHBK Kel Tani, Koperasi

2. Hutan Tanaman Rakyat

Hutan Produksi Kayu Industri dan Pangan,

Kebun dan Jasa Lingkungan

Koperasi, industri rakyat, Proyeksi dukungan untuk

HTI

3. Hutan Kemasyarakatan

Hutan Lindung dan Hutan Produksi

Jasa Lingkungan (air, ekosiwisata, Sertifikat

Karbon), Kayu dan HHBK Kel Tani, Koperasi

4. Kemitraan Hutan Konservasi, Hutan

Lindung dan Hutan Produksi

Jasa Lingkungan dan HHBK

Kel Tani, Koperasi

5.Hutan Adat

Hutan Hak dengan Fungsi Konservasi, Lindung dan

Produksi (masih diproyeksikan)

Jasa Lingkungan (air, ekosiwisata, Sertifikat

Karbon), Kayu dan HHBK

Kel Masyarakat Hukum Adat

5. Hutan Rakyat Hutan Hak/ Hutan Milik Kayu industri Koperasi dan Individual

Masyarakat

RANTAI BISNIS Jasa Lingk/ Ekowisata/ Tata Air

Agroforestry

Silvopasture

Biomass/ Bioenergy

HHBK

Industri kayu

Sumber Pemandangan hutan, (air terjun, Landscape view)

Lahan Hutan, Bibit Kayu dan Tanaman

Lahan Hutan/Tanah Milik, Bibit Ternak dan Satwa Liar (Rusa), Pangan

Kawasan Hutan dan Lahan Milik

Kawasan Hutan, Lahan Milik dan Industri Pengolahan

Kayu

Proses

Permohonan dan pemberian hak/ izin Menteri dengan rekomendasi dari Provinsi/ Kabupaten/ KPH

Permohonan dan pemberian hak/izin atau kemitraan dari Menteri (kecuali Hutan Rakyat/Hak)

Permohonan dan pemberian hak/ izin Menteri dengan rekomendasi dari Provinsi/ Kabupaten/ KPH (kecuali Hutan Rakyat/Hak)

Permohonan dan pemberian hak/izin Menteri dengan rekomendasi dari Provinsi/ Kabupaten/ KPH (kecuali Hutan Rakyat/Hak)

Permohonan dan pemberian hak/izin Menteri dengan rekomendasi dari Provinsi/Kabupaten/KPH (kecuali Hutan Rakyat/Hak)

Kayu Rakyat di Hutan Hak dan HTR di kawasan Hutan Produksi

Delivery

Turis mancanegara dan lokal, kerajian Hasil hutan dan lain-lain.

Produk Kayu, Pangan dan Hasil Hutan Lainnya

Kayu, HHBK, daging, susu dan produk ikutannya

Wood Pellet, Arang (charcoal)

Madu, getah, kulit kayu, biji-bijian, minyak atsiri, kopi, obat-obatan,

Penjualan langsung oleh rakyat dan atau sistem kelompok koperasi dan atau sistem kerjasama kemitraan HTI dan pemegang izin industri kayu

Return Tiket masuk Kelompok (bebas PNBP), Multiplier Effect

Gross Margin dari semua Produk

Gross Margin dari semua Produk

Return : Gross Margin dari semua Produk

Return : Gross Margin dari semua Produk

Hasil penjualan kayu

SKEMA IMPLEMENTASI TORA

Transmigrasi umum :

Melegalisir 335 satuan pemukiman transmigrasi yang sudah ada, seluas

403.542 Ha

Transmigrasi lokal:

Membangun transmigrasi lokal dalam rangka

menata dispute penggunaan dan status

lahan (menata pemukiman dll).

Mendukung proyek strategis (bandara,

pelabuhan) pangan, dan energi

PRINSIP IMPLEMENTASI TORA

Tanah dilepas menjadi hak

Ada satuan luas tertentu, plus kelipatannya pada

setiap KK

Sejalan dengan kepentingan umum, program strategis pemerintah, untuk

kesejahteraan umum

Alokasi 20% areal perkebunan masyarakat yang berasal dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan besar sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17/Menhut-II/2011.

Penyelesaian pelepasan kawasan hutan untuk permukiman transmigrasi yang telah memperoleh persetujuan prinsip Menteri Kehutanan.

Pelepasan areal permukiman, fasiilitas umum, fasilitas sosial dan lahan garapan masyarakat di dalam kawasan hutan.

Pelepasan HPK untuk cadangan pangan di Provinsi Kalteng, Kalbar dan Kaltim

KRITERIA PENENTUAN LOKASI TORA

Catatan: Tidak termasuk provinsi dengan kawasan hutan < 30%

ALOKASI LAHAN SUMBERDAYA HUTAN 4,1 JUTA HA UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN TANAH OBJEK REFORMA AGRARIA (TORA)

No. Kelompok/ Kriteria Luas (Ha) Strategi

1 Alokasi 20% dari seluruh Pelepasan Kebun (sejak pemberlakuan ketentuan alokasi 20% untuk masyarakat)

321.982

Diberikan kepada masyarakat di dalam dan disekitar kebun. Apabila diberikan sekitar 5 ha per KK maka dapat memberikan kesejahteraan kepada 251.166 KK. Dilakukan dalam bentuk inti-plasma dengan kebun.

2 Alokasi 20% dari permohonan yang telah memperoleh persetujuan prinsip pelepasan untuk perkebunan

281.029

3

Alokasi 20% dari permohonan pelepasan areal HPK yang belum ada persetujuan prinsip pelepasan dan tutupan lahannya merupakan perkebunan/ kebun; pertanian lahan kering campur semak/ kebun campur serta semak belukar .

635.043

4 Pelepasan HPK untuk cadangan pangan di Provinsi Kalteng, Kalbar dan Kaltim

306.867

Belum ada konsep pengembangan dari Kementerian Pertanian apakah mau dikembangkan oleh BUMN/ Swasta, atau menjadi sawah rakyat. Jika sawah rakyat maka diberikan status hak atas tanah. Hingga saat ini belum ada permohonan pelepasan/ pinjam pakai dari kementerian Pertanian. Hasil verifikasi oleh Litbang Pertanian, IPB dan UGM yang layak untuk pangan: Kalimantan Barat seluas + 108.147 ha, dan Kalimantan Tengah seluas + 85.671 ha

5 Penyelesaian pelepasan kawasan hutan untuk transmigrasi yang telah memperoleh persetujuan prinsip pelepasan

403.542

Diberikan kepada masyarakat yang telah menggarap atau menempati. Akan diproses melalui mekanisme pengukuhan kawasan hutan. Selanjutnya diberikan status hak atas tanah. Namun demikian, dilakukan pembatasan luas per kepala keluarga sesuai ketentuan pertanahan.

6 Permukiman/ lahan terbangun, lahan terbuka, Transmigrasi dan Bandara/ Pelabuhan dalam kawasan hutan

322.553

7 Pertanian lahan kering dalam kawasan hutan

1.303.824

8 Sawah dalam kawasan hutan

237.619

9 Tambak dalam kawasan hutan

268.182

JUMLAH 4.080.640

KAWASAN HUTAN POTENSIAL UNTUK TORA

73.719 ha

529.079 ha

132.314 ha

475.604 ha 26.327 ha

299.504

15.367 ha

87.012 ha 223.957 ha

692.860 ha

84.801 ha

125.359 ha

76.175 ha

55.263 ha 76.640 ha

30.840 ha

30.998 ha 170.218 ha

158.005 ha

433.796 ha

152.273 ha

Potensi Tanah Obyek Reforma Agraria

25.903 ha

299.504

32.592 ha

Mengalokasikan kawasan hutan sebagai tanah obyek reforma agraria 4,1 juta ha dan mendukung pencetakan sawah baru 1 juta ha

Menunda perijinan penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kepala sawit

207.056 ha 47 unit

124.188 ha 21unit

132.806 ha 18 unit

1.103.218 ha 102 unit

291.301 ha 28 unit

231.825 ha 36 unit

36.664 ha 5 unit

216 ha 1 unit

34.363 ha 4 unit

276.085 ha 25 unit

1.038.116 ha 118 unit

182.509 ha 16 unit

449.907 ha 44 unit

67.113 ha 7unit

602 ha 1 unit

7.862 ha 2 unit

55.941 ha 5 unit

51.690 ha 3 unit

6.292 ha 9 unit

34.090 ha 7 unit

785.902 ha 30 unit

365.505 ha 20 unit

Sebaran Perijinan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Sawit 1987-2016

5,48 juta ha. Luas penggunaan kawasan hutan untuk

perkebunan sawit hingga 2016

2,3 juta ha. Luas perkebunan sawit yang tidak ada

proses pelepasan

18%

kebutuhan nasional

Rp. 67 trilyun

Kisaran nilai produksi

SVLK mengatasi illegal logging dan illegal timber trade

2013 US$6 milyar Ekspor kayu legal

2014 US$6,6 milyar Ekspor kayu legal

2015 US$8 milyar Ekspor kayu legal

online tidak melibatkan pertemuan langsung dan hanya hitungan menit. Sehingga tidak ada celah ekonomi biaya tinggi maupun pungli.

V-Legal Indonesia diakui sebagai sertifikat FLEGT dan produk kayu Indonesia bebas masuk Uni Eropa tanpa due-dilligence

aset diplomasi mengangkat harga diri Republik Indonesia yang berpuluh tahun selalu dicap sebagai perusak hutan tropis

3 dari 7 Satgas penanggulangan

18.507 Bangunan manajemen air

Membangun mekanisme pencegahan dan deteksi dini, untuk mengurangi potensi kebakaran hutan dan lahan

5

6

Sistem deteksi dan peringatan

dini

Pembentukan Satgas

Koordinasi dan Sinkronisasi

Penetapan status siaga

darurat

Patroli Terpadu

Pencegahan

Patroli Fungsional.

2

1

3 4

Sumatera • 16.474 bangunan

manajemen air

• 121 desa patroli terpadu

Kalimantan • 2.033 bangunan

manajemen air

• 226 desa patroli terpadu 347 dari 731 Desa patroli terpadu

Integrasi WEB dan aplikasi andorid

6 dari 7 Status siaga darurat

Sinergi kerja KLHK, BNPB, TNI, Polri,

Pemda, Swasta dan Masyarakat

Wujud nyata kehadiran petugas di

lapangan

Pintu masuk untuk pendekatan sosiologis

Deteksi lebih awal, dengan sistem

pelaporan terpadu

Temuan dari kebijakan 2016

1 2

3 4

Mengurangi Kebakaran Hutan dan Lahan Luas areal terbakar pada tahun 2016 (per agustus) menurun dibandingkan data pada bulan yang sama tahun 2015.

191,993

88,122

Luas Areal Terbakar2015 2016

Selanjutnya, eskalasi meluas hingga 2,3 juta

ha per November 2015

-30,4%

-11,4% -37,7%

-23,9%

-81,7%

-78,9%

-93,1%

-96,4%

-84,1%

-89,7%

-79,2%

-97,9%

-95,5%

-98,9% -69,1%

-72,2%

-68,8%

-68,9%

+0,7%

+84,2%

NOAA

Terra Aqua ≥80%

Melihat Dampak Kinerja Kebakaran

2016

√ Normal di 7 provinsi

pada 2016

531.475 orang Terkena ISPA selama kurun waktu Juli hingga Oktober 2015

√ Normal di 7 provinsi

pada 2016

Menebar pesona wisata alam dalam wonderfull Indonesia

4,03 juta wisatawan nusantara

0,21 juta wisatawan mancanegara

Rp.140 miliar PNBP

Kinerja wisata alam LH dan Kehutanan 2015

Meningkatkan peranan energi baru dan energi terbarukan dalam bauran energi

(setara 20 mw) Pemanfaatan hutan produksi untuk bioenergi

Menjadi bahan bakar

Mini/mikro hydro

Energi panas bumi dari kawasan hutan

MENINGKATKAN PRODUKSI HASIL HUTAN UNTUK MEMENUHI BAHAN BAKU INDUSTRI

58,8 JUTA M3 produksi kayu bulat

252 RIBU TON produksi HHBK

3,5 JUTA PCS tumbuah dan satwa liar hasil penangkaran

MEMBANGUN SISTEM PERENCANAAN PENGANGGARAN DAN PENGENDALIAN ANTI KORUPSI

Mewujudkan perbaikan kinerja dengan mengukur kinerja utama di tingkat tapak seiring perbaikan administrasi (IKU, Penelitian RKA-K/L, Revieu APIP dan LKJ)

Pembentukan satker berpredikat WBK dan audit investigasi diprioritaskan sebagai upaya pemberantasan korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penyelenggaraan SPIP sebagai upaya untuk memantau pelaksanaan pengawasan dan pengendalian (wasdal) di masing-masing satker lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

terima kasih KEMENTERIAN

LH DAN KEHUTANAN