Kelompok-6-Vaksin-Imun.docx

37
TUGAS VAKSIN IMUN RESPON IMUNITAS TERHADAP PENYAKIT KEGANASAN (KANKER PAYUDARA) Kelompok 6 Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015 DAFTAR ISI 1 Prajna Paramitha 25010112120088 Mega Nur Cahyaningih 250101121200!6 "nina #di "ndrarini 250101121$0116 Ma%roatul Chaanah 250101121&0118 'etie Nur (ailly )250101121&02!0 "nani Nahiroh 250101121&0&&* +arkah ,aryo - 250101121$0&*0 -ahyu Etining Tya 250101121&0&!$ Maria .ita Putri 250101121&0&!* #gung /etiya an 2501011$1$0&2*$

Transcript of Kelompok-6-Vaksin-Imun.docx

TUGAS VAKSIN IMUN RESPON IMUNITAS TERHADAP PENYAKIT KEGANASAN(KANKER PAYUDARA)Kelompok 6Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik

Prajna Paramitha25010112120088Mega Nur Cahyaningsih25010112120096Isnina Adi Indrarini25010112140116Mazroatul Chasanah25010112130118Destie Nur Lailly V25010112130290Insani Nashiroh25010112130337Barkah Haryo W25010112140370Wahyu Estining Tyas25010112130394Marisa Gita Putri25010112130397Agung Setiyawan 250101141403274

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2015ii

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iDAFTAR ISIiiDAFTAR GAMBARiiiA. Pengertian Kanker Payudara 1B. Patogenesis Kanker Payudara2C. Patofisiologi Kanker Payudara 4 D. Faktor Risiko Kanker Payudara9E. Diagnosis Kanker Payudara12F. Upaya Pencegahan Kanker Payudara 17G. Pengobatan Kanker Payudara22H. Respon Imun Non Spesifik 23I. Respon Imun Spesifik 27

DAFTAR PUSTAKA34

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 (Skema Patogenesis Kanker Payudara) 4Gambar 2 (Reaksi immune T-Cell mediated) 32Gambar 3 (Tahapan sitolitik sel target oleh CTLs) 33

A. Pengertian Kanker Payudara

Kanker atau neoplasma merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal.Definisi yang paling sederhana yang dapat diberikan adalah pertumbuhan sel-sel yang kehilangan pengendaliannya,kanker dapat menyebar pada bagian tubuh tertentu seperti payudara.1Kanker payudara adalah penyakit yang bersifat ganas akibat tumbuhnya sel kanker yang berasal dari sel-sel normal di payudara bisa berasal dari kelenjar susu,atau jaringan penunjang seperti lemak dan saraf.Penyebab payudara termasuk multifaktor yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lainnya.Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara adalah riwayat keluarga,hormonal,dan faktor lain yang bersifat eksogen.2Saat ini penyakit tidak menular,termasuk kanker menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia maupun di indonesia.Menurut data WHO tahun 2013,insidens kanker meningkat dari 12,7 juta kasus tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012.Sedangkan jumlah kematian meningkat dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun 2012.Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular.Diperkirakan pada 2030 insidens kanker dapat mencapai 26 juta orang dan 17 juta di antaranya meninggal akibat kanker,terlebih untuk negara miskin dan berkembang kejadiannya lebih cepat.3Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi.Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013,prevalensi tumor/kanker di indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk,atau sekitar 330.000 orang.kanker tertinggi di indonesia pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim.Sedangkan pada laki-laki adalah kanker paru dan kanker kolorektal.Berdasarkan estimasi Globocan,International Agency for Ressearch on Cancer(IARC) tahun 2012,insidens kanker payudara sebesar 40 per 100.000 perempuan,kanker leher rahim 17 per 100.000 perempuan,kanker paru 26 per 100.000 laki-laki,kanker kolorektal 16 per 100.000 laki-laki.Berdasarkan data sistem informasi rumah sakit 2010,kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%),kanker leher rahim 5.349 kasus (12,8%).3B. Patogenesis Kanker PayudaraPayudara adalah sebuah kelenjar yang berasal dari kumpulan tubula-alveolar yang tertanam dalam sebuah jaringan yang saling terhubung. Jaringan tersebut mengalami perubahan dari sifat awalnya. Perubahan dapat terlihat dari siklus menstruasi pertama dan kehamilan untuk memicu keadaan aksioma sebagai salah satu pertanda dari sel berdiferensiasi menjadi jaringan dewasa yang dapat membentuk duktus-lobular baru.4Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.5 Penyebab kanker payudara hingga saat ini belum dapat diketahui secara pasti, diduga penyebab kanker payudara adalah multifaktorial. Faktor endogen yang diduga berperan dalam proses kejadian tumor ini adalah faktor hormon esterogen, namun bagaimana mekanismenya belum jelas. Esterogen terutama disekresikan oleh ovarium dan sebagian kecil oleh korteks adrenal. Hormon esterogen terutama meningkatkan poliferasi dan pertumbuhan sel-sel spesifik pada tubuh dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar sifat seksual sekunder wanita. Pada payudara esterogen dapat menyebabkan pengendapan lemak dalam kelenjar mammae dan pertumbuhan sistem saluran yang luas.6Proses timbulnya kanker payudara merupakan kejadian kompleks yang melibatkan berbagai faktor. Selain adanya defek gen Brcal dan Brca2, masih banyak kelainan yang pada prinsipnya meningkatkan aktivitas proliferasi sel serta kelainan yang menurunkan atau menghilangkan regulasi kematian sel. Kanker payudara terjadi karena hilangnya kontrol atas proliferasi sel payudara dan apoptosis sehingga sel payudara berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kematian. Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila terjadi mutasi gen p53 maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan hilang. Sehingga sel-sel abnormal berproliferasi terus menerus.7Apoptosis merupakan suatu program yang mengetur kematian sel, dan merupakan proses normal untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Melalui proses apoptosis sel-sel yang rusak akan dieliminasi sedangkan sel-sel yang masih berfungsi baik dibiarkan tetap berproliferasi sehingga dapat melindungi organisme atau tubuh dari kerusakan.6Proses apoptosis diregulasi oleh berbagai gen yang menyandi protein-protein tertentu. Salah satu protein yang memicu terjadinya kenker payudara adalah Bcl-2. Hilangnya kontrol atas proses apoptosis mempunyai peran yang sangat penting pada proses timbulnya kanker.8

Gambar 1 (Skema Patogenesis Kanker Payudara)9

C. Patofisiologis Kanker Payudara

Penyebab obesitas ada kompleks dan sukar untuk difahami. Faktor genetik, lingkungan dan psikologi memainkan peranan penting dalam patofisiologi obesitas. Secara ringkas, obesitas merupakan gangguan keseimbangan energi. Penggunaan (expenditure) serta pengambilan (intake) energi diregulasi oleh mekanisme neural dan hormonal tubuh, dan berat badan bisa tetap dijaga dalam rentang yang sempit untuk beberapa tahun. Keseimbangan ini dijaga oleh set point dalaman (lipostat), yang bisa mendeteksi kuantiti cadangan energi (jaringan adiposa) dan meregulasi asupan makanan serta penggunaan energi. Beberapa tahun belakangan ini, gen obesitas telah diidentifikasi. Gen-gen ini mempunyai kode untuk komponen molekular untuk sistem fisiologis yang mengatur keseimbangan energi. Salah satu gen penting yang berperan dalam homeostasis energi ialah gen LEP serta produknya, leptin.10Leptin merupakan sejenis sitokin yang disekresi oleh sel adiposa, berfungsi untuk meregulasi asupan makanan dan pengunaan energi. Efek leptin adalah untuk mengurangkan pengambilan makanan dan meningkatkan penggunaan energi. Sekresi leptin diregulasi oleh jumlah cadangan lemak, tetapi mekanismenya belum jelas. Dengan jaringan adiposa yang banyak,sekresi leptin distimulasi, dan hormon tersebut sampai ke hipothalamus, di mana ia berikatan dengan reseptor leptin pada dua kelas neuron. Satu kelas neuron yang sensitif terhadap leptin menghasilkan neuropeptida yang memicu nafsu makan (orexigenic), neuropeptida Y (NPY) dan protein agouti-related (AgRP).10Kelas neuron dengan reseptor leptin yang satu lagi menghasilkan peptida yang menghambat nafsu makan (anorexigenic), hormon alpha-melanocyte stimulating (-MSH) dan transkrip yang berhubung dengan kokain- dan amfetamin- (CART). Kerja neuropeptida anoreksigenik dan oreksigenik ditunjukkan dengan berikatan pada set reseptor lain, yang paling utama adalah reseptor NPY dan reseptor melanokortin 4 (MC4R), di mana AgRP dan -MSH masing-masing berikatan. Pengikatan leptin mengurangkan asupan makanan dengan cara menstimulasi produksi -MSH dan CART (peptida anoreksigenik) dan menghambat sintesis NPY dan AgRP (peptida oreksigenik).10Keadaan yang sebaliknya berlaku apabila cadangan lemak tubuh tidak adekuat: sekresi leptin berkurang dan pengambilan makanan meningkat. Pada individu dengan berat badan yang stabil, proses ini dalam keadaan seimbang. Seperti yang telah dibincangkan sebelum ini, leptin bukan saja meregulasi nafsu makan, tetapi juga penggunaan energi, melalui mekanisme tertentu. Oleh itu, kadar leptin yang tinggi meningkatkan aktivitas fisik, penghasilan panas, dan penggunaan energi. Mediator-mediator neurohormonal untuk penggunaan energi yang dipicu oleh leptin kurang diketahui. Termogenesis (thermogenesis) mungkin merupakan efek katabolik paling utama yang dipicu oleh leptin melalui hipothalamus. Termogenesis sebagiannya dikawal oleh sinyal hipothalamus yang meningkatkan pelepasan norepinefrin daripada ujung syaraf simpatetik di jaringan adiposa.11 Sel lemak memaparkan reseptor 3-adrenergik yang akan menyebabkan hidrolisis asam lemak dan penghasilan energi uncouple dari cadangan apabila distimulasi oleh norepinefrin. Obesitas pada manusia dalam bentuk monogenik adalah jarang, dan dikatakan terdapat gangguan didapat (acquired) yang lain terlibat dalam patogenesis obesitas. Contohnya, kadar leptin darah yang tinggi pada kebanyakan individu obesitas, menunjukkan resistensi terhadap leptin dibandingkan defisiensi leptin adalah lebih sering terjadi pada manusia. Tidak dinafikan bahawa genetik mempunyai peran penting dalam mengawal berat badan. Namun, dengan adanya ciri-ciri kompleks, obesitas bukanlah gangguan genetik semata-mata. Terdapat pengaruh dari lingkungan yang definitif; prevalensi obesitas pada orang Asia yang pindah ke Amerika adalah lebih tinggi berbanding dengan yang tinggal di Asia. Hal ini mungkin merupakan akibat daripada perubahan tipe dan jumlah asupan gizi. Bagaimanapun kondisi genetik individu itu, obesitas tidak mungkin akan terjadi tanpa pengambilan makanan.11Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan mengkonsumsi zat-zatkarsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara . Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira- kira berdiameter 1 cm ). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi.12Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi kira- kira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang.12 Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif, intra operatif dan pos operatif. Operasi ini merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon neuron endokrine respon terdiri dari system saraf simpati yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah, maka mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai dapat menimbulkan terjadinya syock.11Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di metabolism untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk menyajikan suplai asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan baru. Intake protein yang di perlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal. Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang deket maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal.12Jadi beberapa jenis kanker payudara sering menunjukkan disregulasi hormon HGF dan onkogen Met, serta ekspresi berlebihan enzim PTK-6.101. TransformasiSel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.2. Fase InisiasiPada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetic sel yang memicu sel menjadi ganas.Perubahan dalam bahan genetic sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen yang bisa berupa bahan kimia,virus,radiasi (penyinaran) atau sinar matahari.Tetapi tidak semua sel mempunyai kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen.kelainan genetic sel atau bahan lainnya yang disebut promotor yang menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa menyebabkan sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan..3. Fase promosiPada tahap promosi suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi.Karena itu diperlukan beberapa factor untuk tertajidanya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).4. Fase metastasisMetastatis menuju ketulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker payudara,beberapa diantaranya disertai komplikasi lainseperti simtoma hiperkalsemia,patologikal fractures atau spinal cord compression.Metastatis demikian bersifat oestiolotik yang berarti bahwa oesteoklas hasil induksi sel kanker merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensial dan aktifitas osteoblas serta osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang.10

D. Faktor Risiko Kanker Payudara

Sampai saat ini belum diketahui penyebab utama munculnya kanker payudara, namun ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya kanker payudara yang sudah diterima oleh kalangan onkologis di dunia adalah sebagai berikut : 13,14,15a. UmurUmur merupakan faktor penting yang ikut menentukan insidens atau frekuensi kanker payudara. Di Indonesia frekuensi kanker payudara yang tertinggi ditemukan pada umur 40-49 tahun. Umur lebih dari 30 tahun mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan kanker payudara dan risiko akan bertambah sampai dengan 50 tahun dan setelah menopause.b. Riwayat PerkawinanRiwayat perkawianan dihubungkan dengan paritas, umur melahirkan anak pertama, riwayat menyusui anak, dan pemakaian alat kontrasepsi. Tidak kawin risikonya 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita-wanita yang kawin dan punya anak. c. Usia Melahirkan Anak PertamaWanita dengan kehamilan bayi pertama cukup bulan dan pada usia sebelum usia 18 tahun akan memiliki risiko kanker payudara 3 kali lebih besar dari risiko wanita yang kelahiran bayi pertamanya pada saat ia berusia antara 18-35 tahun. Anak pertama lahir pada usia 35 tahun risiko kanker payudara 2 kali lebih besar. d. Usia Menarche DiniBila haid pertama dating sebelum usia 12 tahun, maka wanita akan mengalami sirkulasi hormone estrogen sepanjang hidupnya lebih lama. Hormon estrogen dapat merangsang pertumbuhan duktus dalan kelenjar payudara. Keterpajanan lebih lama dari hormone estrogen dapat menimbulkan perubahan sel-sel duktus dari kelenjar payudara. Prubahan tersebut dapat berupa hipertropi dan poliferasi yang abnormal sehingga akhirnya dapat berubah menjadi kanker. Menarche kurang dari 12 tahun risiko kanker payudara 1.7-5 kali lebih tinggi daripada waita dengan menarche yang dating pada usia normal atau lebih dari 12 tahun.e. Menopause TerlambatWanita yang mengalami menopause diatas usia 55 tahun mempunyai risiko lebih besar dibandingkan wanita yang menopause sudah mulai sebelum berusia 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan usia yang demikian lama mengalami sirkulasi hormone estrogen sepanjang hidupnya dimana hormone tersebut agaknya mendukung pertumnbuhan kanker payudara. Wanita yang menopause terlambat (lebih dari 55 tahun) risiko kanker payudara 2-9 kali lebih besar.f. Menderita Tumor Jinak PayudaraWanita yang pernah mengalami operasi tumor jinak payudara berisiko 2-9 kali lebih besar terkena kanker payudara.g. Riwayat Menyusui AnakTampaknya wanita yang tidak menyusui anaknya memiliki risiko kanker payudara dibandingkan wanita yang menyusui anaknya. Fungsi hormone prolaktin adalah menstimunir terjadinya laktasi sehingga kelenjar payudara berfungsi dengan normal dan menstimulasi sekresi hormone progesterone, yang bersifat melindungi wanita terhadap kanker payudara. Jadi pada wanita yang tidak menyusui anaknya terdapat keseimbangan estrogen, prolaktin, dan progesterone sehingga estrogen reseptornya tinggi, lebih peka terhadap keterpajanan estrogen akibatnya keadaan itu memudahkan mutasi sel normal menjadi kanker. h. Mengalami RadiasiMenurut Epstein yang dikutip oleh Elisabeth pemeriksaan dengan mamografi (radiasi) bagi wanita yang belum haid, mningkatkan risiko serangan kanker payudara. Pengujian dilakukan selama lima tahun terhadap 300.000 wanita pada tahun 1972 bahwa untuk setiap unit radiasi yang terserap rata-rata terjadinya kanker meningkat satu persen.i. Riwayat KeluargaRiwayat keluarga juga dihubungkan dengan terjadinya kanker payudara. Diduga dari beberapa penelitian selama 40 tahun terakhir menunjukkan adanya risiko menderita kanker payudara pada wanita yang ibu, saudara perempuan, adik atau kakak mengalami kanker payudara memiliki risiko 3-4 kali lebih tinggi. j. Penggunaan HormonPenggunaan kontrasepsi oral menyangkut keterpajanan estrogen yang lama memudahkan sel normal mnjadi kanker. Bagi penderita tumor payudara jinak seperti fibrokistik yang ganas akan memungkinkan risiko untuk mendapat kanker payudara 4 kali lebih tinggi.k. ObesitasOrang dewasa yang memiliki berat badan berlebihan (obesitas) berisiko terhadap kanker payudara. Risiko ini disebabkan oleh jumlah lemak yang berlebih dalam darah meningkatkan kadar estrogen dalam darah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan sel-sel kanker

E. Diagnosis Kanker PayudaraDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan berikut 16: Biopsi (pengambilan contoh jaringan payudara untuk diperiksa dengan mikroskop) Rontgen dada Pemeriksaan darah untuk menilai fungsi hati dan penyebaran kanker Skening tulang (dilakukan jika tumornya besar atau ditemukan pembesaran kelenjar getah bening) Mammografi USG payudaraPenentuan stadium kanker penting sebagai panduan pengobatan, follow-up dan menentukan prognosis. Staging kanker payudara (American Joint Committee on Cancer): 17 Stadium 0 : Kanker in situ dimana sel-sel kanker berada pada tempatnya di dalam jaringan payudara yang normal Stadium I : Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan belum menyebar keluar payudara Stadium IIA : Tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak Stadium IIB : Tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak Stadium IIIA : Tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketah ke struktur lainnya; atau tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak Stadium IIIB : Tumor telah menyusup keluar payudara, yaitu ke dalam kulit payudara atau ke dinding dada atau telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam dinding dada dan tulang dada Stadium IV: Tumor telah menyebar keluar daerah payudara dan dinding dada, misalnya ke hati, tulang atau paru-paru.Selain stadium kanker, terdapat faktor lain yang mempengaruhi jenis pengobatan dan prognosis: 16 Jenis sel kanker Gambaran kanker Respon kanker terhadap hormon Kanker yang memiliki reseptor estrogen tumbuh secara lebih lambat dan lebih sering ditemukan pada wanita pasca menopause. Ada atau tidaknya gen penyebab kanker payudara.Terdapat beberapa cara mendiagnosis kanker payudara, diantaranya: 181. Imaging Test18a. Diagnostic mammographySama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih banyak gambar yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita dengan tanda-tanda, diantaranya puting mengeluarkan cairan atau ada banjo;an baru. Diagnostic mammography bisa juga digunakan apabila sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat screening mammogram.b. Ultrasound (USG)Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada payudara. Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan kanker.c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI merupakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi gambaran detail dari tubuh. Apabila seorang wanita telah didiagnosa mempunyai kanker maka untuk memeriksa payudara lainnya dapat digunakan MRI. Tetapi ini tidaklah mutlak karena dapat digunakan untuk screening saja. Menurut American Cancer Society (ACS), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti pada wanita dengan mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya terkena kanker payudara, sebaliknya juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan mammografi. MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu kumpulan masa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlihbat pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat. Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan pada yang terlihat pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak dapat menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsi.2. Tes dengan Bedah18a. BiopsiSuatu tes bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker tapi hanya biopsi yang bisa memberikan diagnosis secara pasti. Sampel yang diambil dari biopsy, dianalisa oleh ahli patologi (dokter spesialis yang ahli dalam menterjemahkan tes-tes laboratorium dan mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk menentukan penyakit). Image guided biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang mencurigkan tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan jarum kecil untuk mengambil sampel jaringan). Stereotactic Core Biopsy (menggunakan X-ray untuk menentukan jaringan yang akan diambil) atau Vacuum Assisted Biopsy (menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil beberapa macam jaringan inti yang luas). Dalam melakukan prosedur ini, jarum biopsy untuk menuju area yang dimaksud, dibantu oleh mammografi. USG atau MRI. Metal klip kecil dapat diletakkan pada bagian dari payudara yang akan dilakukan biopsy. Dalam kasus ini apabila jaringan itu membuktikan adanya kanker, maka segera diadakan operasi tambahan. Keuntungan teknik ini adalah bahwa pasien hanya butuh sekali operasi untuk menentukkan pengobatan dan menentukkan stadium. Core Biopsy dapat menentukkan jaringan FNAB dapat menentukkan sel dari suatu masa yang berada dan ini semua kemudian dapat dianalisa untuk menentukkan adanya sel kanker. Surgical Biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil sejumlah besar jaringan. Biopsy ini biasa incisional (mengambil sebagain dari benjolan) atau excisional (mengambil seluruh benjolan).Apabila didiagnosa kanker, operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk mendapatkan clear margin area (area jaringan disekitar tumor dimana dipastikan sudah bersih dari sel kanker) kemungkinan, sekalian mengambil jaringan kelenjar getah bening. Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan dites oleh dokter untuk menentukan pengobatan. Tes itu untuk melihat 17: Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu invasif (biasanya menyebar) atau in situ (biasanya tidak menyebar). Ductal (dalam saluran susu) atau lobular (dalam kelenjar susu) Grade (seberapa besar perbedaan kanker itu dari sel sehat) dan apakah sel kanker telah menjalar ke pembuluh darah atau pembulu getah bening. Margin dari tumor juga diamati. Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progestron (PR) tes. Apabila diketahui positif mengandung receptor ini [ER (+) dan PR (+)], kanker ini berkembangnya karena hormon-hormon tersebut. Biasanya diadakan terapi hormon. Tes HER2 neu. (C-erb2). Adanya protein HER2 yang berlebihan. Rata-rata pada 25% penderita kanker. Dengan mengetahui status HER2 (positif atau negatif), maka dapat ditentukan apakah pasien akan diterapi dengan menggunakan obat yang disebut trastuzumab (HERCEPTIN) atau tidak. Genetic Desription of the Tumor. Tes dengan melihat unsur biologi dari tumor, untuk memahami lebih dalam mengenai kanker payudara. Oncotype DX adalah tes untuk mengukur resiko seberapa jauh kekambuhannya. F. Upaya Pencegahan Kanker PayudaraPencegahan merupakan suatu usaha mencegah timbulnya kanker payudara atau mencegah kerusakan lebih lanjut yang diakibatkan kanker payudara. Usaha pencegahan dengan menghilangkan dan melindungi tubuh dari karsinogen dan mengelola kanker dengan baik. Usaha pencegahan kanker payudara dapat berupa pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier. 19a. Pencegahan Primordial Pencegahan sangat dini atau sangat dasar ini ditujukan kepada orang sehat yang belum memiliki faktor risiko dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak berkembang yaitu dengan membiasakan pola hidup sehat sejak dini dan menjauhi faktor risiko changeable (dapat diubah) kejadian kanker payudara. Pencegahan primordial yang dapat dilakukan antara lain: 19 1) Perbanyak konsumsi buah dan sayuran yang banyak mengandung serat dan vitamin C, mineral, klorofil yang bersifat antikarsinogenik dan radioprotektif, serta antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, berbagai zat kimia dan logam berat serta melindungi tubuh dari bahaya radiasi. 2) Perbanyak konsumsi kedelai serta olahannya yang mengandung fitoestrogen yang dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara. 3) Hindari makanan yang berkadar lemak tinggi karena dapat meningkatkan berat badan menyebabkan kegemukan atau obesitas yang merupakan faktor risiko kanker payudara. 4) Pengontrolan berat badan dengan berolah raga dan diet seimbang dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara. 5) Hindari alkohol, rokok, dan stress. 6) Hindari keterpaparan radiasi yang berlebihan. Wanita dan pria yang bekerja di bagian radiasi menggunakan alat pelindung diri. b. Pencegahaan PrimerPencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kanker pada orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Pencegahan primer dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara.19Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain: 19 a) Penggunaan Obat-obatan Hormonal 1) Penggunaan obat-obatan hormonal harus sesuai dengan saran dokter. 2) Wanita yang mempunyai riwayat keluarga menderita kanker payudara atau yang berhubungan, sebaiknya tidak menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon seperti pil, suntikan, dan susuk KB. b) Pemberian ASI Memberikan ASI pada anak setelah melahirkan selama mungkin dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara. Hal ini di sebabkan selama proses menyusui, tubuh akan memproduksi hormon oksitosin yang dapat mengurangi produksi hormon estrogen. Hormon estrogen memegang peranan penting dalam perkembangan sel kanker payudara.

c) Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Semua wanita di atas umur 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan untuk menemukan ada tidaknya benjolan pada payudara. Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu 5-7 hari setelah menstruasi terakhir ketika payudara sudah tidak membengkak dan sudah menjadi lembut. Langkah-langkah pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu: 19 1) Tahap I Melihat Perubahan di Hadapan Cermin 1. Berdiri tegak dengan kedua tangan lurus ke bawah dan perhatikan apakah ada kelainan lekukan, kerutan dalam, atau pembengkakan pada kedua payudara atau puting. 2. Kedua tangan diangkat ke atas kepala periksa payudara dari berbagai sudut. 3. Tegangkan otot-otot bagian dada dengan meletakkan kedua tangan di pinggang. Perhatikan apakah ada kelainan pada kedua payudara atau puting. 4. Pijat puting payudara kanan dan tekan payudara untuk melihat apakah ada cairan atau darah yang keluar dari puting payudara. Lakukan hal yang sama pada payudara kiri. 2) Tahap II Melihat Perubahan dengan Cara Berbaring 1. Letakkan bantal di bahu kanan dan letakkan tangan kanan di atas kepala. Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan untuk memeriksa benjolan atau penebalan. 2. Raba payudara dengan gerakan melingkar dari sisi luar payudara ke arah puting Buat sekurang-kurangnya dua putaran kecil sampai ke puting payudara. 3. Raba payudara dengan gerakan lurus dari sisi luar ke sisi dalam payudara. Gunakan jari telunjuk,tengah, dan jari manis untuk merasakan perubahan. Ulangi gerakan 1, 2, dan 3 untuk payudara kiri. d) Pemeriksaan Mammografi Pemeriksaan melalui mammografi memiliki akurasi tinggi yaitu sekitar 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena hal tersebut, menurut American Cancer Society mammografi dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain: 1) Untuk perempuan berumur 35-39 tahun, cukup dilakukan 1 kali mammografi. 2) Untuk perempuan berumur 40-50 tahun, mammografi dilakukan 1-2 tahun sekali. 3) Untuk perempuan berumur di atas 50 tahun, mammografi dilakukan setiap tahun dan pemeriksaan rutin. c. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita kanker payudara dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Penanganan yang tepat pada penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan, mencegah komplikasi penyakit, dan memperpanjang harapan hidup penderita Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 19a) Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis di mulai dengan mewawancarai penderita kanker payudara, pemeriksaan klinis payudara, untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya, insfeksi payudara, palpasi, dan pemeriksaan kelenjar getah bening regional atau aksila. Dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang dilakukan dengan menggunakan alat-alat tertentu antara lain dengan termografi, ultrasonografi, scintimammografi, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologis untuk mendiagnosis secara pasti penderita kanker payudara.b) Penatalaksanaan Medis yang Tepat Semakin dini kanker payudara ditemukan maka penyembuhan akan semakin mudah. Penatalaksanaan medis tergantung dari stadium kanker didiagnosis yaitu dapat berupa operasi/pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan terapi homonal.d. Pencegahan Tersier Pencegahan tertier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain serta perbaikan di bidang psikologis, sosial, dan spiritual. Untuk mengurangi ketidakmampuan dapat dikakukan Rehabilitasi supaya penderita dapat melakukan aktivitasnya kembali. Upaya rehabilitasi dilakukan baik secara fisik, mental, maupun sosial, seperti menghilangkan rasa nyeri, harus mendapatkan asupan gizi yang baik, dukungan moral dari orang-orang terdekat terhadap penderita pasca operasi.19

G. Pengobatan Kanker Payudara

1. Kemoterapi dengan TamoxifenStudi yang telah dilakukan The Breast Cancer Prevention Trial (BCPT) menemukan kegunaan tamoxifen dalam mencegah berkembangnya kanker payudara yang invasif pada populasi dengan risiko tinggi. Tamoxifen merupakan agen nonsteroid yang bersifat selective estrogen receptor modulator yang telah banyak digunakan dalam terapi kanker payudara. 20Penggunaan tamoxifen dapat menurunkan risiko kanker sebanyak 44 % pada wanita usia 49 tahun atau lebih muda, 51 % pada wanita usia 50-59 tahun dan 55 % pada wanita usia 60 tahun atau lebih. Sebuah penelitian dari The National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project (NSABP) Tamoxifen Prevention Trial melaporkan bahwa pemakaian tamoxifen 20 mg tiap harinya selama lima tahun dapat menurunkan angka kejadian kanker payudara pada wanita dengan risiko tinggi.20Secara umum, tamoxifen dapat ditoleransi efek sampingnya. Namun, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kanker endometrium dan penyakit terkait dengan vaskuler meskipun jarang kejadiannya. Efek samping yang paling sering terjadi adalah gejala-gejala yang menyerupai defisiensi hormone estrogen (vaginal discharge dan penurunan fungsi seks). 202. Kemoterapi dengan RaloxifenRaloxifen merupakan agen nonsteroid yang bersifat selective estrogen receptor modulator. Cara kerjanya sama dengan tamoxifen yaitu menghalangi atau menahan hormonestrogendanprogesteronyang berada pada permukaan sel-sel kanker payudara dan menghentikan melekatnyaestrogen(yang secara alami diproduksi oleh tubuh) pada sel-sel kanker. Perlu diketahui, kalau hormonestrogenmelekat pada sel-sel kanker payudara, maka hormon tersebut akan menstimulasi (memacu) pertumbuhan sel-sel kanker. 203. Pembedahan Bilateral MastektomiPembedahan dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain Mastektomi profilaksis dan Ooforektomi Bilateral. Mastektomi profilaksis diketahui berpotensi dalam menurunkan angka kematian kanker payudara. Dalam suatu penelitian kohort, Mastektomi profilaksis dapat menurunkan angka kematian akibat kanker payudara sebesar 90 %. Ada dua jenis pembedahan bilateral mastektomi yaitu dengan mengangkat seluruh payudara termasuk jaringan payudara, kulit arola dan putting kecuali jaringan dada di bawahnya atau dengan mengangkat seluruh payudara bersama dengan kelenjar getah bening ketiak. 20

H. Respon Imun Non Spesifik Kanker Payudara

Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuh waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. 21Sistem imun non spesifik ini dibagi kepada empat yaitu pertahanan fisik dan mekanik, pertahanan biokimiawi, pertahanan humoral serta pertahanan seluler. Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi.Mikroba yang berhasil menembus garis pertahanan pertama, kulit, akan menghadapi garis pertahanan kedua. Mekanisme internal pertahanan non-spesifik tubuh terutama bergantung pada fagositosis, yaitu proses penelanan organisme yang menyerang tubuh oleh jenis sel darah putih tertentu. 21Pertahanan biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu. Berbagai bahan dalam sirkulasi berperanan pada pertahanan humoral seperti komplemen, interferon, dan C-Reactive Protein. Komplemen berperan meningkatkan fagositosis dan mempermudah destruksi bakteri dan parasit. Interferon pula dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Di samping itu, ia juga dapat. Mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Fagosit, makrofag, sel NK dan sel K berperanan dalam sistem imun non spesifik selular dan berperan untuk menangkap, mamakan, membunuh dan akhirnya mencerna kuman. 22Fungsi pertahanan nonspesifik inang pada awal infeksi untuk menghancurkan virus adalah mencegah atau mengendalikan infeksi, kemudian adanya fungsi pertahanan spesifik dari inang termasuk pada infeksi virus bervariasi bergantung pada virulensi virus, dosis infeksi, dan jalur masuknya infeksi. 21Pertahanan tubuh yang mempunyai sifat tidak spesifik dan merupakan bagian sistem imun yang berfungsi sebagai barrier terdepan pada awal terjadinya infeksi penyakit, oleh karena itu sering disebut natural atau native immunity. Yang termasuk innate immunity adalah makrofag, sel darah merah dan sel asesories . Dapat mendeteksi adanya benda asing & melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, namun tdk dpt mengenali benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Yang termasuk dlm sistem ini: 23,24,251. Pertahanan yang Terdapat di Permukaan Organ TubuhTubuh memiliki daerah daerah yang rawan terinfeksi oleh kuman penyakit berupa mikroorganisme, yaitu daerah saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Saluran pencernaan setiap hari dilewati oleh berbagai macam makanan dan air yang diminum. Makanan tersebut tidak selalu terbebas dari kuman penyakit baik berupa jamur maupun bakteri sehingga terinfeksi melalui saluran pencernaan kemungkinannya tinggi. 232. Reaksi inflamasi/peradanganMerupakan respons lokal tubuh terhadap infeksi atau perlukaan . Tidak spesifik hanya untuk infeksi mikroba, tetapi respons yg sama juga terjadi pada perlukaan akibat suhu dingin, panas, atau trauma. Fagosit merupakan pemeran utama yang terdiri dari: neutrofil, monosit, & makrofag. 233. Protein antivirus (interferon) Interferon adalah protein yang membantu untuk melindungi sel-sel tubuh yang sehat di sekitarnya terhadap virus. Interferon yang dihasilkan sebagai respon terhadap suatu virus, memberikan perlindungan kepada sel-sel terhadap invasi yang sama atau virus lainnya. Interferon berfungsi untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, meningkatkan sistem kekebalan, efektif untuk melawan melanoma (kanker kulit), leukemia, membantu menyembuhkan rematik tulang. 23Sel yang terinfeksi virus akan mengeluarkan interferon. Interferon mengganggu replikasi virus (antivirus), interfere. Interferon juga memperlambat pembelahan & pertumbuhan sel tumor dengan meningkatkan potensi sel NK & sel T sitotoksik (antikanker). Peran interferon yg lain yaitu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag & merangsang produksi antibodi. 244. Sel natural killer (NK)Salah satu jajaran sel limfoid yang merupakan bagian dari sistem imun non spesifik yaitu sel NK (Natural Killer cells). Sel ini beredar dalam darah sebagai limfosit besar yang khusus memiliki granula spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperti sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler. 23 Sel NK tidak menyerang menyerang mikroorganisme secara langsung, tetapi merusak sel tubuh yang diserang oleh virus dan juga sel-sel abnormal yang dapat membentuk tumor. Sel NK tidak bersifat fagositik, melainkan menyerang membrane sel sehingga sel tersebut lisis. 24Sel natural killer (NK) adalah sel limfosit yang ditemukan di dalam darah dan organ limfosit perifer, yang mampu membunuh sel yang terinfeksi virus atau sel tumor tanpa melibatkan sistem imun dan restriksi MHC. Sel NK juga disebut sebagai granuler limfosit yang besar atau sel nul karena ditandai dengan absennya penanda permukaan yang khas seperti sel-T dan sel-B. sel-NK juga mampu menghancurkan (menghaluskan) sel target dengan kontak langsung tanpa perantara antibody atau Antibody Dependent Celluler Cytoxicity (ADCC). 24Sel NK dapat mengenali host cell yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme pengenalan ini belum sepenuhnya diketahui. Sel NK mempunyai berbagai reseptor untuk molekul host cell, sebagian reseptor akan mengaktivasi sel NK dan sebagian yang lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi bertugas untuk mengenali molekul di permukaan host cell yang terinfeksi virus, serta mengenali fagosit yang mengandung virus dan bakteri. Reseptor pengaktivasi sel NK yang lain bertugas untuk mengenali molekul permukaan host cell yang normal (tidak terinfeksi). 245. Sistem komplemenSistem komplemen ialah seri (lebih dari 18 macam) protein plasma yang dihasilkan oleh hati dan beredar di dalam pembuluh darah dalam keadaan inaktif. Apabila ada mikroorganisme tersebut akan mengaktifkan sistem komplemen. Hal lain yang dapat mengaktifkan sistem komplemen, yaitu jika terdapat kompleks antibodi yang telah melekat pada antigen. 23Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang dinamakan enzymatic cascade. 23Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3 yang akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement cascade menjadi C3a dan C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan mengaktivasi reaksi selanjutnya. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda pada cara dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama. 24Sistem komplemen mempunyai 3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan. Pertama, C3b menyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan dengan fagosit (melalui reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan komplemen bersifat kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di tempat aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa pembentukan membrane attack complex (MAC) yaitu kompleks protein polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk lubang-lubang sehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian mikroba. 25

I. Respon Imun Spesifik Kanker Payudara

a. Respon imunologik terhadap sel tumor Respon imun merupakan hasil Interaksi antara antigen dengan sel-sel imunokompeten, termasuk mediator-mediator yang dihasilkannya. Limfosit merupakan unit dasar terbentuknya respon imun karena mampu berdiferensiasi menjadi seri lainnya, juga karena berperan dalam mengenal sekaligus bereaksi dengan antigen. Limfosit T dapat bertindak sebagai Efektor dalam respon imun, tetapi dapat pula bertindak sebagai regulator respon imun karena kemampuannya dalam mempengaruhi aktivitas sel imunokompeten lainnya melalui limfokin yang dilepaskannya. Limfosit T-helper (Th) dan T-supresor (Ts) mempengaruhi produksi imunoglobulin oleh limfosit B. Setelah limfosit B berkontak dengan antigen kemudian berproliferasi, sebagian berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berfungsi mensintesis serta mensekresi imunoglobulin, dan sebagian lagi menjadi limfosit B memori.26, 27, 28, 29Induksi limfosit T dalam respon imun hampir selalu bersifat makrofag dependent. Makrofag berfungsi untuk memproses imunogen dan menyajikannya sebagai Antigen Presenting Cells (APC) ke limfosit T spesifik (immune T cells). Pada penelitian invitro dapat terjadi ikatan limfosit T dengan makrofag. Ikatan limfosit T dengan makrofag sangat dipengaruhi oleh imunogen. 26, 27, 28, 29, 30Respon Imun pada dasarnya terdiri dari tiga fase :a. Fase KognitifFase Kognitif dari respon imun terdiri dari pengikatan imunogen ke reseptor spesifik dari limfosit mature yang terjadi sebelum stimulasi imunogenik. Limfosit B memiliki molekul antibodi pada permukaannya yang dapat mengikat protein, polisakarida, atau lipid. Sedangkan limfosit T hanya mengenal peptida yang berikatan dengan MHC pada permukaan sel penyaji. Respon imun diawali dengan peristiwa masuknya imunogendan penyajian imunogentersebut ke reseptor dari limfosit. 26, 27, 28, 30 b. Fase AktivasiFase aktivasi dari respon imun merupakan rangkaian kejadian dimana limfosit terinduksi sebagai konsekuensi dari pengenalan terhadap imunogen spesifik. Limfosit mengalami dua perubahan utama dalam respons terhadap imunogen. Pertama, limfosit spesifik berproliferasi sehingga jumlahnya bertambah. Kedua, limfosit tersebut berdiferensiasi menjadi sel yang berfungsi mengeliminasi imunogen asing 26. Interaksi makrofag yang menyajikan imunogen dengan limfosit T spesifik mengakibatkan makrofag mensekresikan IL-1 yang menstimulasi limfosit T helper sehingga menghasilkan IL-2. Limfosit T helper berproliferasi sebagai respons terhadap IL-2 tersebut 28. Limfosit T helper tersebut juga menghasilkan interleukin lain yang dapat menginduksi berbagai sel lain seperti limfosit B, makrofag, prekursor limfosit T sitotoksik, dan sel endotelial. 29c. Fase EfektorFase Efektor dari respons imun adalah tahap pada waktu limfosit telah teraktifkan oleh Imunogen dan dalam keadaan yang dapat berfungsi mengeliminasi imunogen tersebut.30 Pada fase Efektor, imunogen tidak lagi berperan kecuali sebagai suatu target untuk dihancurkan. 31Fungsi sistem imun adalah fungsi protektif dengan mengenal dan menghancurkan sel-sel abnormal itu sebelum berkembang menjadi tumor atau membunuhnya kalau tumor itu sudah tumbuh. 33 Peran sistem imun ini disebut immune surverillance, oleh karena itu maka sel-sel Efektor seperti limfosit B, T-sitotoksik dan sel NK harus mampu mengenal antigen tumor dan memperantarai/menyebabkan kematian sel-sel tumor. 32Beberapa bukti yang mendukung bahwa ada peran sistem imun dalam melawan tumor ganas diperoleh dari beberapa penelitian, diantaranya yang mendukung teori itu adalah 30: 1) Banyak tumor mengandung infiltrasi sel-sel mononuklear yang terdiri atas sel T, Sel NK dan Makrofag; 2) tumor dapat mengalami regresi secara spontan; 3) tumor lebih sering berkembang pada individu dengan imunodefisiensi atau bila fungsi sistem imun tidak efektif; bahkan imunosupresi seringkali mendahului pertumbuhan tumor; 4) dilain fihak tumor seringkali menyebabkan imunosupresi pada penderita. Bukti lain yang juga mendukung bahwa tumor dapat merangsang sistem imun adalah ditemukannya limfosit berproliferasi dalam kelenjar getah bening yang merupakan draining sites dari pertumbuhan tumor disertai peningkatan ekspresi MHC dan Interseluler adhesion molecule (ICAM) yang mengindikasikan sistem imun yang aktif. 34Sebukan limfosit disekitar sel kanker secara histologik mempunyai nilai prognostik yang baik karena kecepatan pertumbuhan sel kanker akan menurun. Secara invitro, beberapa sel imun disekitar sel kanker terbukti dapat membunuh sel kanker disekelilingnya29. Hubungan antara banyaknya limfosit yang ditemukan diantara kelompok sel kanker secara histologi dengan prognosis penderita telah ditunjukkan pada kanker leher rahim. 29Sel CTL dan sel NK melakukan cara sitotoksisitas yang sama yaitu dengan mengeluarkan perforin, sedangkan makrofag menggunakan cara fagositosis. 32,34,35 Dalam memproses antigen tumor in vivo akan melibatkan baik respon imun humoral maupun seluler. Sampai saat ini belum ada bukti antibodi secara sendiri dapat menghambat perkembangan / pertumbuhan sel tumor. Dengan demikian respon imun humoral dalam bentuk antibodi terhadap tumor selalu memerlukan bantuan efektor imun seluler 29,31,34.b. Mekanisme efektor dalam melawan tumor 1. Peran makrofag dalam respon antitumor. Makrofag juga berperan dalam pertahanan melawan sel tumor baik bertindak sebagai APC dalam mengolah dan mempresentasikan antigen tumor kepada sel T helper, maupun bertindak langsung sebagai efektor dengan melisiskan sel tumor. 26,30Makrofag yang berperan dalam mekanisme tersebut adalah makrofag aktif yaitu makrofag yang telah diaktifasi oleh Macrofag Activating Factors (MAF), suatu sitokin yang dihasilkan limfosit T yang distimulasi antigen. Makrofag yang tidak aktif telah dibuktikan tidak memiliki kemampuan melisis sel tumor 26.2. Antibodi yang diproduksi limfosit B berperan dalam sitotoksisitas sel tumor Selain limfosit B berperan dalam membentuk antibodi spesifik terhadap antigen tumor,juga berperan dalam mengikat, memproses dan mempresen tasikan antigen tumor untuk menginduksi sel Th agar menghasilkan respon pada sel tumor. Fungsi yang terakhir disebutkan adalah kapasitas limfosit B sebagai Antigen Presenting Cells (APC). Meskipun pada tumor, imunitas selular lebih banyak berperan daripada imunitas humoral, tetapi tubuh membentuk juga antibodi terhadap antigen tumor. Antibodi tersebut ternyata dapat menghancurkan sel tumor secara langsung atau dengan bantuan komplemen, atau melalui sel Efektor ADCC yang memiliki reseptor Fc misalnya sel K dan makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan mencegah adhesi sel tumor. Pada penderita kanker sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan kanker sifatnya masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperanan terhadap sel yang bebas (leukemia, metastase tumor) dibanding terhadap tumor yang padat, mungkin dengan membentuk kompleks imun, dengan demikian mencegah sitotoksisitas sel-T. 26, 27, 28, 29, 303. Limfosit T sebagai efektor anti tumorSubpopulasi limfosit T, limfosit T-helper dan T- sitotoksik sama-sama berperan dalam mengeliminasi antigen tumor. Sel yang mengandung antigen tumor akan mengekspresikan antigennya bersama molekul MHC kelas I yang kemudian membentuk komplek melalui TCR (T-cell Receptor) dari sel T-sitotoksik (CD8), mengaktivasi sel T-sitotoksik untuk menghancurkan sel tumor tersebut. Sebagian kecil dari sel tumor juga mengekspresikan antigen tumor bersama molekul MHC kelas II, sehingga dapat dikenali dan membentuk komplek dengan limfosit T-helper (CD4) dan mengaktivasi sel T-helper terutama subset Th1 untuk mensekresi limfokin IFN- dan TNF- di mana keduanya akan merangsang sel tumor untuk lebih banyak lagi mengekspresikan molekul MHC kelas I, sehingga akan lebih mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel T-sitotoksik (CD8) 26, 27, 28, 30, 34.

Gambar 2. Reaksi immune T-Cell mediated 26

Gambar 3. Tahapan sitolitik sel target oleh CTLs 26.

4. Sel Natural Killer (NK) sebagai efektor anti tumorSel NK merupakan komponen utama dari immune suveilance, yang dapat bekerja sebagai sel efektor dari imunitas natural maupun spesifik / adaptif. Mekanisme Efektor sel NK mirip dengan sel T- sitotoksik (CD8), yang membedakan adalah bahwa sel NK melakukan sitotoksisitas terhadap sel tumor tanpa melalui ekspresi antigen tumor bersama molekul MHC kelas I (MHC-unrestricted manner). Secara in vitro, sel NK dapat melisis sel terinfeksi virus dan cell line dari tumor terutama tumor hematopoetik. Sebagian dari populasi sel NK dapat melisis sel target yang diopsonisasi oleh antibodi, terutama dari kelas IgG karena sel NK memiliki reseptor Fc RIII atau CD16 untuk Fc dari IgG. Kapasitas tumorisidal dari sel NK akan ditingkatkan oleh berbagai sitokin, diantaranya IFN, TNF, IL-2 dan IL-12. Konsep ini diadaptasikan dalam imunoterapi tumor menggunakan LAK (Lymphokine-activated Killer), yaitu sel mononuklear perifer yang dikultur secara in vitro dengan penambahan IL-2 dosis tinggi 27, 28, 29, 30, 35DAFTAR PUSTAKA

1. Pane, Masdalina.Aspek Klinik dan Epidemiologi Penyakit Kanker Payudara.Jakarta;Majalah medika no.8 tahun 20082. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,Ditjen PP & PL Depkes RI. Buku saku pencegahan kanker leher rahim & kanker payudara,tahun 20093. Riset Kesehatan Dasar,tahun 20134. Villadsen R, Fridriksdottir AJ, Rnnov-Jessen L, et al. Evidence for Stem cell hierarchy in the adult human breast. J Cell Biol 2007;177(1):87-1015. Departemen kesehatan RI. Buku saku pencegahan kanker leher rahim dan kanker payudara. 20096. Tambunan, gani W. Diagnosis dan tatalaksana sepuluh jenis kanker terbanyak di indonesia, EGC, Jakarta, 19917. Meister Kathleen, Morgan John. Risk factor for breast cancer, american council on science an health, 20008. Nugrahaningsih. Ekspresi Protein Bcl-2 Pada kanker Mammae, M med indonesia, 2004, vol. 39:53-579. StingI J, Raouf A, Emerman JT, Eaves CJ. Epithelial progenitor in the normsl human mammary gland. J Mammary Gland Biol Neoplasia 2005; 10(1):49-50.10. Megarezky, adriani. 2012. Makalah kesehatan reproduksi. Diakses dari http://adrianimegarezky.blogspot.com/2012/11/makalah-kesehatan-reproduksi.html tanggal 16 Juni 201511. Isatriola. 2013. Makalah komunitas Kanker Payudara dan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Bengkulu : Politeknik Kesehatan Provinsi Bengkulu12. Khasanah FT. 2013. Karsinoma Mammae Stadium Iv Dengan Tanda-Tanda Dyspnoe Dan Paraplegi Ekstremitas Inferior. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung13. Price. A.S., Wilsom M., Anugrah. P (Alih bahasa). 2000. Patofisiologi II. EGC.Jakarta14. Cunningham, FG, Suyono. J (Alih Bahasa)., 2000, Obstetri William. Edisi 18 EGC, Jakarta.15. Ramli, M., (Editor)., 2002, Deteksi Dini Kanker. FKUI. Jakarta16. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. www.itokindo.org Sept 2011. Diakses pada 17 Juni 2015.17. Lestadi J. 1999. Penuntun Diagnostik Praktis Sitologi Payudara: Cara Diagnostik Pra Bedah dalam Penatalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: Widya Medika18. Jatmika S, Aryandono T. Perbandingan Pemeriksaan Triple Diagnostik yang Tidak Sesuai dengan Histopatologi pada Penderita Tumor Payudara, Bedah Indonesia 2001: 2(1): 17-21.19. Thornthwaite JT. My discovery of the natural killer cell. Available from: URL:http://www.cancerfoundation.com/NKcells.html. 2002 20. Rasjidi, Imam. Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto.21. Darmono. 2006. Farmakologi Dan Toksikologi Sistem Kekebalan: Pengaruh Penyebab Dan Akibatnya Pada Kekebalan Tubuh. Jakarta: Universitas Indonesia22. Fedik A.Rantam. 2003. Metode Imunologi. Jakarta: Universitas Airlangga.23. Pacito. 2010. Sistem Imunitas.24. Anonymous. 2010. Imunitas Non-Spesifik.25. Anfirman. 2013. Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh. STFB. 26. Tazulakhova EB, Parshina OV, Guseva TS, Ershov FI. Russian experience in screening, analysis, and clinical application of novel interferon inducers. J Interferon Cytokine Res 2001;21(2):65-73. 27. Abbas A, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and Molecular Immunology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2005. p. 4-15,22-3,65-80,81-103,182-7,247-53,258-9,266,268-9,279-80,290-5. 28. Wunderlich J R., Restifo N P. Essentials of immunology. In: Vincent TD, Samuel H, Steven AR. editors. Principles & practice of oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincot and Raven; 1997. p. 47-75. 29. Constatinides P. General Pathobiologi. Connecticut: Appleton & Lange; 1994. p. 173 90. 30. Sarjadi. Karsinoma epidermoid serviks uteri (Beberapa aspek epidemiologi serta peran histopatologi dan petanda tumor dalam penentuan prognosis). Disertasi doktor. Semarang: Universitas Diponegoro; 1985. p. 8-12. 31. Kresno SB. Aspek imunologi pada kanker. Nelwan editor. Simposium ke-4 Jakarta Antimicrobial Update 2003. Jakarta: Sub Bagian Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo; 2003. p. 59 77. 32. Roitt IM. Immunology, 8th ed. Barcelona: Times Miror International; 1994. p. 21-8. 33. Goodman JW. The immune response. In: Stites DP, Terr A I editors. Basic and Clinical Immunologi. 8th ed. USA: Prentice-Hall Int; 1998. p. 40-9. 34. Contran RS, Kumar V, Robbins SL. Pathologic basis of disease. 5th ed. Philadelpia: WB Saunders; 1994. p. 35-9,72-8. 35. Stites DP, Terr Abba I, Parslow TP, .Medical Immunology, 9th ed, Stamford Connecticut, USA: Appleton & Lange, 1997. 36. Whiteside TL, Haberman RB. Caracteristics of natural killer cell and lymphokine-activated killer cells. In: Oettgen H.F editor. Human cancer immunology. Philadelphia: WB Saunders Company; 1990. p. 718-44.

1