Kelompok 2 - Hipertensi

52
ASUHAN KEFARMASIAN Hipertensi Disusun Oleh: Kelompok II BD Farmasi 2012 Afina Almas G 1112102000050 Elsa Rahmi 1112102000034 Fika Febiati 1112102000039 Gunawan Listyo L 1112102000083 Fakhrun Nisa 1112102000108 Ikhda Khullatil M 11121020000 Nita Fitriani

description

Asuhan Kefarmasian

Transcript of Kelompok 2 - Hipertensi

ASUHAN KEFARMASIAN

Hipertensi

Disusun Oleh: Kelompok II BD Farmasi 2012

Afina Almas G 1112102000050

Elsa Rahmi 1112102000034

Fika Febiati 1112102000039

Gunawan Listyo L 1112102000083

Fakhrun Nisa 1112102000108

Ikhda Khullatil M 11121020000

Nita Fitriani 1112102000078

Putri Hayati Nufus 1112102000030

Ratnika Sari 1112102000089

Resha Adriana P 1112102000099

Rizki Amelia 11121020000

Tania Rizki A 1112102000100

Umi Kulsum 1112102000043

Program Studi Farmasi 2012

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

A. Definisi dan EtiologiHipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten/tetap

(ISO Farmakoterapi). Hipertensi merupakan kondisi dimana keadaan tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Hipertensi yang

tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih

memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder

karena sebab-sebab yang diketahui.

Klasifikasi

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa menurut ISO Farmakoterapi :

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Distolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120- 139 80-90

Hipertensi 1 140-159 90-99

Hipertensi 2 >160 >100

Etiologi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi

primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai

faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui

yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-

lain. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat

dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi

antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat

dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M, 2006).

Penyebab tekanan darah tinggi sesuai dengan jenis tekanan darah tinggi itu sendiri, ada dua

jenis tekanan darah tinggi (hipertensi).

1. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer merupakan jenis hipertensi terbanyak bagi orang dewasa, disebut primer

atau esensial atau idiopatik karena penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi jenis ini

cenderung terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun.

2. Hipertensi Sekunder

Pada hipertensi sekunder ini, terjadinya tekanan darah tinggi disebabkan oleh kondisi atau

penyakit yang mendasarinya. Hipertensi sekunder ini cenderung muncul tiba-tiba dan

menyebabkan tekanan darah tinggi. Berbagai kondisi dan obat-obatan yang dapat menyebabkan

hipertensi sekunder, diantaranya:

Penyakit ginjal

Tumor kelenjar adrenal

Cacat tertentu dalam pembuluh darah sejak lahir (bawaan)

Obat-obat tertentu, seperti pil KB, obat flu, dekongesta, kokain, amfetamin dan lain-lain

Penyebab hipertensi atau tekanan darah tinggi masih belum bisa dipastikan pada lebih dari

90% kasus yang ada, tapi terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko mengalami

tekanan darah tinggi. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko terkena tekanan darah tinggi

primer adalah sebagai berikut:

Konsumsi kadar garam berlebih

Kurang olahraga

Kelebihan berat badan (obesitas)

Riwayat keluarga (genetik)

Merokok

Konsumsi alkohol

Stres

B. Penyebab Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang

spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya

(hipertensi primer atau esensial). Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi,

pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovaskular.

Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara lain pheochromocytoma,

sindrom Cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep

apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah

kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), amphetamine, sibutramin,

siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan venlafaxine.

Multifactor yang dapat menyebabkan hipertensi primer adalah :

1. Ketidak normalan humoral meliputi system rennin angiotensin aldosteron, hormoon natriuretik atau hiperinsulinemia

2. Masalah patologi pada system syaraf pusat, serabut syaraf otonom, volum plasma, dan kontriksi arteriol.

3. Defisiensi senyawa sintesis local vasodilator pada endothelium vaskular , misalnya prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida atau terjadinya peningkatan produksi senyawa vasokontrikstor seperti angiotensin II dan endotelin I.

4. Asupan natrium tinggi dan peningkatan sirkulasi hormone natriuretik yang menginhibisi transfor natrium intraseluler, menghasilkan peningkatan reaktivitas vascular dan tekanan darah.

5. Peningkatan konsentrasi kalsium intraselular, memicu perubahan vascular, fungsi otot halus dan peningkatan resistensi vascular perifer.

Penyebab utama kematian pada hipertensi adalah serebrovaskular, kardiovaskular, dan

gagal ginjal. Kemungkinan kematian premature ada korelasinya dengan meningkatnya tekanan

darah.

C. Manifestasi Klinis Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak terdapat kelainan apapun selain nilai tekanan darah yang

tinggi. Pada umumnya, gejala hipertensi tidak dijumpai pada penderita awal selama bertahun-

tahun. Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya kerusakan vaskuler,

dengan manifestasi khas sesuai dengan system organ yang ivaskularisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan.

Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala

saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah

intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena

kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari), dan edema akibat

peningkatan tekanan kapiler. Terdapat empat gangguan utama yang ditimbulkan oleh penyakit

hipertensi yaitu stroke, infark miokard, gagal ginjal dan ensefalopati. Keterlibatan gangguan

pada pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralisis (kelumpuhan) sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau

gangguan penglihatan.

D. Faktor Resiko Hipertensi

1. Ras Kulit hitam beresiko lebih tinggi terkena hipertensi. Di amerika, penderita

hipertensi berkulit hitam 40% lebih banyak dibanding penderita kulit putih.

2. UsiaHipertensi bisa terjadi pada semua usia. Tetapi semakin bertambah usisa

seseorang akan besar juga terkena hipertensi. Hal ini tentu dikarenakan akibat perubahan

alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.

3. Riwayat keluargaHipertensi bisa diturunkan kepada keturunannya, anak yang salah satu

orangtuanya menidap hipertensi memiliki resiko 25% menderita hipertensi juga. Jika

keduanya orangtuanya mengidap hipertensi, maka keturunannya 60% mendapatkan

hipertensi.

4. Jenis kelaminHipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya.

Sebaliknya pada wanuta, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah

berusia 55 tahun atau yang mengalami menopause.

5. Asupan GaramGaram merupakan faktor penting dalam  patogenesis hipertensi. Garam

menyebabkan  penumpukan cairan didalam tubuh, karena  menarik cairan luar sehingga tidak keluar,  sehingga akan meningkatakan volume dan  tekanan darah. Pada manusia, tingkat  konsumsi garam sebanyak 3 gram atau  kurang ditemukan tekanan darah rata-rata  rendah, sedangkan asupan garam semkitar  7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih  tinggi

.6. Obesitas

Obesitas memiliki kolerasi posotif dengan  hipertensi. Semakin besar massa tubuh,  semakin banyak darah yang dibutuhkan  untuk memasok oksigen dan makanan ke  jaringan tubuh. Ini berarti volume darah  yang beredar melalui pembuluh darah  menjadi meningkat sehingga memberi  tekanan lebih besar pada dinding arteri.

7. InaktivitasOlahraga teratur dapat  menurunkan tekanan perifer yang akan  menurunkan tekanan darah (untuk  hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga  akan terbiasa saat jantung harus bekerja  keras karena adanya kondisi tertentu.  Semakin keras dan sering otot jantung harus  memompa, makin besar tekanan yang  dibebankan pada arteri. Kurangnya olahraga  juga akan meningkatkan kemungkinan  timbulnya obesitas dan jika saupan garam  juga bertambah, maka akan memudahkan  timbulnya hipertensi.

8. MerokokZat-zat beracun, seperti nikotin dan karbon  yang dihisap melalui rokok akan masuk  kedalam aliran darah dan merusak lapisan  endotel pembuluh darah arteri,  mengakibatkan proses aterosklerosis dan  hipertensi. Nikotin didalam tembakau yang  menjadi penyebab meningkatnya tekanan  darag segera setelah isapan pertama. Hanya  dalam beberapa detik nikotin sudah  mencapai otak. Otak bereaksi terhadap  nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar  adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).  Hormon yang kuat ini akan menyempitkan  pembuluh darah dan memaksa jantung  untuk bekerja lebih keras karena tekanan  yang lebih tinggi.

9. StressTelah banyak diketahui bahwa stress dapat  merangsang kelenjar anak ginjal

melepaskan  hormon adrenalin dan memacu jantung  berdenyut lebih cepat serta lebih

kuat,  sehingga tekanan darah akan meningkat.  Apabila stress berlangsung lama, dapat 

menyebabkan peninggian tekanan darah  yang menetap. Stress dapat meningkatkan 

tekanan darah untuk sementara waktu dan  jika stress sudah hilang, tekanan darah akan 

kembali normal.

10. AlkoholHubungan alkohol dengan hipertensi  memang belum jelas, namun penelitian 

menyebutkan bahwa resiko hipertensi  meningkat dua kali lipat jika mengonsumsi 

alkohol 3 gelas atau lebih.

11. Obat-obatanPenggunaan obat-obatan seperti golongan  kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat 

hormon, termasuk beberapa obat antiradang  (anti-inflamasi) secara terus menerus dapat 

meningkatkan tekanan darah seseorang

E. Diagnosis Hipertensia. Evaluasi Hipertensi

Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskuler lainnya atau

menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan

pengobatan.

2. Mencari penyebab kenaikan darah.

3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler

(Yogiantoro, 2006).

Diagnosa hipertensi ditegakkan berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik

dan laboratorium, maupun pemeriksaan penunjang lainnya.Diagnosa hipertensi tidak

dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran. Diagnosis baru dapat ditetapkan setelah

dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikan

yang tinggi atau gejala-gejala klinis.

Pemeriksaan anamnesis meliputi:

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria

c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi

d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor Risiko

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga

c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarga

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan

f. Kegemukan, intensitas olahraga

g. Kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan

b. Ginjal : haus, poliurea, nokturia, hematuria

c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin

Pemeriksaan fisik terdiri atas pengukuran tekanan darah, pemeriksaan umum,

pemeriksaan khusus organ serta funduskopi. Dalam pengukuran fisik dilakukan

pengukuran tekanan darah setelah pasien beristirahat 5 menit. Posisi pasien adalah duduk

bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung. Ukuran dan letak manset

stetoskop harus benar. Ukuran manset standar untuk orang dewasa adalah panjang 12 –

13 cm dan lebar 35 cm. Pengukuran dilakukan dua kali dengan jeda 1–5 menit.

Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sangat berbeda. Kemudian

dilakukan pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat

duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah.

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

a. Tes darah rutin

b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)

c. Kolesterol total serum

d. Kolesterol LDL dan HDL serum

e. Trigliserida serum

f. Asam urat serum

g. Kreatinin serum

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kreatinin adalah kadar kreatinin dalam darah

meningkat sehingga berdampak pada fungsi ginjal.

h. Kalium serum

Peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan hipertensi.

i. Hemoglobin dan hematokrit

Pada penderita hipertensi kadar hematokrit dalam darah meningkat seiring dengan

meningkatnya kadar natrium dalam darah.

j. Urinalisis

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/ adanya diabetes.

k. Elektrokardiogram

Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan

pemeriksaan ini.

Evaluasi untuk menentukan adanya penyakit penyerta:

a. Aterosklerosis

Melalui pemeriksaan profil lemak

b. Diabetes Mellitus

Melalui pemeriksaan gula darah

c. Fungsi Ginjal

Melalui pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperbaiki laju filtrasi

glomerulus.

F. Cara Pencegahan Hipertensi

1. Maintain a healthy weight.

Dari berbagai penelitian, terbukti bahwa kenaikan berat badan dapat meningkatkan

tekanan darah dan terjadinya hipertensi. Penurunan sistolik dan diastolik rata-rata per kg

penurunan berat badanadalah 1,6 / 1,1 mmHg. Sehingga dianjurkan untuk selalu menjaga

berat badannormal, untuk menghindari terjadinya hipertensi

2. Eat a balanced diet

Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa

mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang

berhubungan dengan diet seseorang. Perbanyak makan sayur dan buah dan makananan

yang kaya akan pottasium. Sebaliknya, hindari makanan yang berlemak. Faktor penyebab

utama terjadinya hipertensi adalah asteroklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak

berlebih, oleh karena untuk mencegah timbulnya hipertensi adalah mengurangi konsumsi

lemak yang berlebih Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum

hipertensi muncul, terutama pada orang-orang yang mempunyai riwayat keturunan

hipertensi dan pada orang menjelang usia lanjut. Sebaiknya mulai umur 40 tahun pada

wanita agar lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi lemak pada usia mendekati

menopause.

Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah “gizi seimbang”, dimana

mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang dari “kuantitas” dan “kualitas” yang

terdiri dari:

Sumber karbohidrat : biji-bijian.

Sumber protein hewani : ikan, unggas, daging putih, putih telur, susu rendah/bebas lemak.

Sumber protein nabati : kacang-kacangan dan polong-polongan serta hasil olahannya.

Sumber vitamin dan mineral : sayur dan buah-buahan segar

3. Cut back on salt.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penurunan asupan natrium + 1,8

gram/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4 mmHg dan diastolik 2 mmHg pada

penderita hipertensi dan penurunan lebih sedikit pada individu dengan tekanan darah

normal. Respons perubahan asupan garam terhadap tekanan darah bervariasi diantara

individu yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga faktor usia. Disarankan asupan

garam < 6 gram sehari atau kurang dari 1 sendok teh penuh.

4. Exercise regularly.

Olah raga aerobik secara teraturpaling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu

ideal untuk menjaga tekanan darah agar teteap normal. Studi menunjukkan kalau olah

raga aerobik, seperti jogging, berenang,jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat

menurunkan tekanan darah.

5. Limit the alcohol.

Dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau bahan makanan yang mengandung

alkohol karena dapat meningkatkan tekanan darah. Disamping itualkohol juga dapat

menyebabkan kecanduan.

6. Monitor your blood pressure

Pastikan cek tekanan darah secara berkala, baik itu cek ke dokter maupun cek tekanan

darah di rumah karena terkadang tekanan darah tinggi terjadi tanpa gejala yang begitu

jelas. Berhati-hatilah jika tekanan darah mencapai 130/90 mmHg karena hal tersebut

menunjukkan kondisi prehipertensi dan merupakan rambu kuning hipertensi.

G. Pengobatan Terapi Hipertensi Obat Hipertensi Golongan ARB dan B Bloker

Angiotensin II digenerasikan leh jalur renin angiotensin (termasuk ACEI) . Jalur

ACEI hanya menutup jalur Angiotensin , ARB menahan langsung reseptor angiotensin

tipe I, reseptor yang memperantarai efek Angiotensin II (vasokontriksi, pelepasan

aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon anti diuretik, dan konstriksi arteriol

eferen glomerulus). Perbedaan golongan ACEI dengan ARB adalah ARB tidak

mencegah terjadinya pemecahan bradikinin. Hal ini tidak memberikan efek samping

batuk , banyak konsekuensi negatif. Karena beberapa efek inhibitor ACE dapat

menyebabkan meningkatnya level bradikin. Bradikinin ini cukup penting untuk regresi

hipertropi miosit dan fibrosis serta meningkatkan level aktivator plasminogen. Semua

obat-obat pada tipe ini meiliki efikasi dan memiliki hunungan antara dosis respon yang

linier. Tambahan dosis diuretik thiazid dapat meningkatkan efikasi secara signifikan.

ARB memiliki efek samping yang rendah daripada antihipertensi lainnya. Batuk sangat

jarang terjadi. Seperti inhibitor ACE mereka dapat mengakibatkan insufiensi ginjal,

hiperkalemia, dan hipotensi ortostatik. ARB tidak boleh digunakan pada ibu hamil.

Mekanisme beta bloker tidak diketahui secra pasti tapi dapat melibatkan menurunnya

curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan

renin dari gijal. Efeksamping dari blokade B pada miokardium adalah bradikardi,

ketidaknormalan konduksi pada bronkospasmus pada penderitaan asma dan COPD .

penghambatan reseptor B2 otot polos arteriol dapat menyebabkan kedinginan ekstrim dan

memperparah nyeri intemitten atau fenomena reynauld karena penurunan aliran darah

perifer. Penghentian B Bloker yang cepat dapat menyebabkan angina tidak stabil, infark

miokard, atau kematian . Penghentian secara tiba-tiba pada penderita non arteri koroner

berhubungan dengan sinus takikardi, meningkatnya sekresi keringat, dan depresi. Untuk

alasan ini dosis ditingkatkan secara bertahapa 1 sampai 2 minggu sebelum penghentian. B

bloker meningkatkan kadar serum trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol.

Penghambat B yang memiliki sifat menghambat reseptor a (carvedilol dan labetalol) tidak

mempengaruhi kosentrasi serum lipid.

H. Monitoring dan Penanganan Hipertensi

Untuk mengukur efektivitas terapi, hal-hal berikut harus di monitor :a. tekanan darahb. kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otakc. interaksi obat dan efek sampingd. kepatuhan (adherence)

a. Monitoring tekanan darahMemonitor tekanan darah di klinik tetap merupakan standar untuk pengobatan hipertensi.

Respon terhadap tekanan darah harus di evaluasi 2 sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan terapi pasien diabetes dan pasien dengan gagal ginjal kronik < 130/80 mmHg.

b. Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otakPasien hipertensi harus di monitor secara berkala untuk melihat tanda-tanda dan gejala

adanya penyakit target organ yang berlanjut. Sejarah sakit dada (atau tightness), palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala, penglihatan tiba-tiba berubah, lemah sebelah, bicara terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan seksama untuk menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular.

Parameter klinis lainnya yang harus di monitor untuk menilai penyakit target organ termasuk perubahan funduskopik, regresi LVH pada elektrokardiogram atau ekokardiogram, proteinuria, dan perubahan fungsi ginjal. Parameter laboratorium untuk masing-masing obat dan asuhan kefarmasian dapat dilihat pada tabel 6. Tes laboratorium harus diulangi setiap 6 sampai 12 bulan pada pasien yang stabil

I.

d. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat

Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus di nilai secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4 minggu setelah memulai obat baru atau setelah menaikkan dosis (tabel 7). Kejadian efek samping mungkin memerlukan penurunan dosis atau substitusi dengan obat antihipertensi yang lain. Adapun interaksi obat antihipertensi dengan obat lain dapat dilihat pada tabel 8. Monitoring yang intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat; misalnya apabila pasien mendapat diuretik tiazid atau loop dan pasien juga mendapat digoksin; yakinkan pasien juga dapat supplemen kalium atau ada obat-obat lain menahan kalium dan yakinkan kadar kalium diperiksa secara berkala.

J.

K.

Monitoring tambahan mungkin diperlukan untuk penyakit lain yang menyertai bila ada (misalnya diabetes, dislipidemia, dan gout).

e. Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke pasien

Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang dinginkan.29 Paling sedikit 50 % pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminumnya sesuai dengan yang di rekomendasikan.30 Satu studi menyatakan kalau pasien yang menghentikanterapi antihipertensinya lima kali lebih besar kemungkinan terkena stroke.31 Kurangnya adherence mungkin disengaja atau tidak disengaja. Beberapa cara untuk membantu pasien dengan masalah adherence dapat di lihat di tabel 7.

Strategi yang paling efektif adalah dengan kombinasi beberapa strategi seperti edukasi, modifikasi sikap, dan sistem yang mendukung.32 Strategi konseling untuk meningkatkan adherence terapi obat antihipertensi adalah sebagai berikut :

•Nilai adherence pada setiap kunjungan

•Diskusikan dengan pasien motivasi dan pendapatnya

•Libatkan pasien dalam penanganan masalah kesehatannya

•Gunakan keahlian mendengarkan secara aktif sewaktu pasien menjelaskan masalahnya

•Bicarakan keluhan pasien tentang terapi

•Bantu pasien dengan cara tertentu untuk tidak lupa meminum obatnya

•Sederhanakan regimen obat (seperti mengurangi frekuensi minum, produk kombinasi)

•Minum obat disesuaikan dengan kebiasaan pasien sehari-hari

•Berikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan darah

•Beritahukan perkiraan efek samping obat yang mungkin terjadi

•Beritahukan informasi tertulis mengenai hipertensi dan obatnya bila memungkinkan

•Petimbangkan penggunaan alat pengukur tekanan darah di rumah supaya pasien dapat terlibat dalam penanganan hipertensinya

•Berikan pendidikan kepada keluarga pasien tentang penyakit dan regimen obatnya

•Libatkan keluarga dan kerabatnya tentang adherence minum obat dan terhadap gaya hidup sehat

•Yakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien•Bila memungkinkan telepon pasien untuk meyakinkan pasien mengikuti rencana pengobatannya

I.Penanganan efek samping obat anti hipertensi

Efek samping obat merupakan gejala yang timbul akibat pengkonsumsian obat yang

merupakan gejala yang tidak diharapkan. Dalam pengobatan hipertensi dari berbegai agent

terdapat efek samping yang timbul, diantaranya dijabarkan sebgai berikut :

Diuretics

Obat anti hipertensi tipe ini membuang kelebihan air dan garam dari dalam tubuh. Obat anti

hipertensi diuretik mungkin menyebabkan efek samping seperti :

1. Banyak buang air besar, sehingga disarankan minum obat ini di pagi hari dan ketika anda tidak terdampar jauh dari kamar kecil.

2. Disfungsi ereksi bagi beberapa pria3. Obat anti hipertensi diuretik menurunkan kadar potasium (kalium) dalam tubuh yang

dapat menyebabkan efek samping rasa lelah, lemah, atau kram pada kaki..4. Nyeri yang intens dan tiba-tiba yang merupakan gejala rematik (jarang)

Beta-Blockers

Obat ini membuat detak jantung anda lebih lambat dan berkurang kekuatannya. Obat anti

hipertensi beta blockers mungkin menyebabkan efek samping seperti :

1. Gejala asma2. Rasa dingin pada tangan dan kaki3. Depresi4. Disfungsi ereksi5. Insomnia dan gangguan tidur

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

Obat anti hipertensi tipe ini menghambat pembentukan hormon yang menyebabkan

penyempitan pembuluh darah. Obat anti hipertensi ACE inhibitors mungkin menyebabkan efek

samping seperti :

1. Batuk kering yang tidak sembuh-sembuh. Jika anda mengalami efek samping ini, dokter mungkin akan meresepkan obat anti hipertensi tipe lainnya.

2. Ruam kulit dan hilangnya rasa pengecapan

Angiotensin II Receptor Blockers (ARB)

Obat anti hipertensi ini membentengi pembuluh darah dari hormon yang menyebabkan

penyempitan pembuluh darah. Salah satu efek samping obat anti hipertensi ARB yang paling

umum terjadi adalah rasa pusing.

Calcium Channel Blockers (CCB)

Obat anti hipertensi tipe ini menjaga kalsium agar tidak memasuki otot jantung dan sel-

sel pembuluh darah. Obat anti hipertensi calcium channel blockers mungkin menyebabkan efek

samping seperti :

1. Konstipasi/sembelit2. Pusing3. Sakit kepala4. Detak jantung yang sangat cepat atau berdebar-debar (palpitasi)5. Pembengkakan pada pergelangan kaki

Alpha-Blockers

Obat anti hipertensi tipe ini mengurangi impuls saraf ke pembuluh darah dan

memungkinkan darah untuk mengalir dengan lebih mudah. Obat anti hipertensi alpha-blockers

mungkin menyebabkan efek samping seperti :

1. Pusing, kepala melayang (seperti mau pingsan) atau rasa lemah ketika bangkit dari tempat tidur secara tiba-tiba di pagi hari (sebagai akibat dari penurunan tekanan darah)

2. Denyut jantung yang cepat3.

Alpha-2 Receptor Agonist

Obat anti hipertensi tipe ini menurunkan aktifitas sistem saraf dalam memproduksi adrenalin,

yang mungkin menyebabkan rasa kantuk atau pusing.

Alpha-Beta-Blockers

Obat anti hipertensi tipe ini mengurangi impuls saraf dan juga memperlambat detak

jantung. Pasien dengan hipertensi berat (tekanan darah yang sangat tinggi) seringkali

mendapatkan obat ini melalui suntikan intravena (IV). Obat anti hipertensi alpha-beta blockers

mungkin menyebabkan penurunan darah ketika anda pertama bangkit dari tempat tidur di pagi

hari yang dapat menyebabkan pusing, kepala melayang (seperti mau pingsan) atau rasa lemah.

Central Agonists

Obat anti hipertensi tipe ini bekerja dengan cara mengendalikan impuls saraf. Obat anti

hipertensi central agonists mungkin menyebabkan efek samping seperti :

1. Anemia2. Konstipasi/sembelit3. Pusing, kepala melayang (seperti mau pingsan) atau rasa lemah ketika bangkit dari

tempat tidur secara tiba-tiba di pagi hari (sebagai akibat dari penurunan tekanan darah)4. Rasa kantuk5. Mulut kering6. Disfungsi ereksi7. Demam

Peripheral Adrenergic Inhibitors

Obat anti hipertensi tipe ini menghambat neurotransmitters di otak, sehingga sinyal untuk

penyempitan pembuluh darah tidak sampai ke otot polos.Obat ini mungkin menyebabkan efek

samping seperti :

1. Diare2. Pusing, kepala melayang (seperti mau pingsan) atau rasa lemah ketika bangkit dari

tempat tidur secara tiba-tiba di pagi hari (sebagai akibat dari penurunan tekanan darah)3. Disfungsi ereksi4. Rasa panas atau nyeri ulu hati5. Hidung tersumbat

6. Jika terjadi insomnia atau gangguan tidur, bicarakan dengan dokter mengenai pilihan obat anti hipertensi tipe lainnya.

Vasodilators

Obat anti hipertensi tipe ini mengendurkan otot-otot pada dinding pembuluh darah,

melebarkan pembuluh darah dan memungkinkan aliran darah yang lebih baik. Obat anti

hipertensi vasodilators mungkin menyebabkan efek samping seperti :

1. Pertumbuhan rambut yang berlebihan2. Retensi cairan3. Sakit kepala4. Detak jantung yang sangat cepat atau berdebar-debar (palpitasi)5. Nyeri sendi6. Pembengkakan di sekitar mata

Renin Inhibitor

Obat anti hipertensi tipe terbaru ini bekerja dengan cara menurunkan zat-zat kima yang

menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Obat anti hipertensi renin inhibitors mungkin

menyebabkan efek samping seperti :

1. Batuk2. Diare atau sakit perut3. Rasa panas atau nyeri ulu hati4. Ruam kulit

Dari beberapa golongan agent anti hipertensi dapat memiliki resiko efek samping yang

hampir sama. Dari sumber rujukan dapat diperoleh beberapa efek samping yang serin gitbul

yaitu:

1. Batuk

Obat yang paling sering digunakan untuk tekanan darah tinggi adalah golognan ACE

inhibitors. Tetapi satu kelemahannya ialah dapat menyebabkan batuk terus menerus pada 10%

sampai 15% dari penderita.

Saran : Disarankan penggantian obat dengan golongan ARB.

2. Kelelahan dan Pusing

Keluhan ini merupakan masalah yang paling umum saat penderita mulai mengonsumsi

obat- obatan hipertensi, terutama pada orang tua. Hal ini terjadi karena tekanan darah

meningkat kemudan diturunkan dengan obat, maka akan terjadi pengurangan aliran darah di

beberapa pembuluh darah. Penurunan aliran darah ini dapat menyebabkan kelelahan dan

pusing.

Saran :Hindari berdiri terlalu lama di bawah panas matahari dan melakukan kegiatan yang

berat.

3. Sering Kencing

Jenis obat diuretika sering membuat penderita buang air kecil. Salah satu diuretik yang

paling umum digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi adalah hydrochlorothiazide.

Saran: Untuk mengatasinya, dianjurkan untuk diminum pada pagi atau siang hari.

4. Retensi Cairan

Pada umumnya setiap jenis obat hipertensi yang bukan diuretika bisa menyebabkan

edema atau retensi cairan. Calcium channel blockers seperti amlodipine dan nifedipine

diketahui bisa menyebabkan pembengkakan dan rasa sakit di kaki.

Saran : Jika mulai merasakan hal tersebut, segeralah mengkonsultasikannya kepada dokter.

5. Disfungsi Seksual

Obat golongan beta blockers yang menurunkan tekanan darah berpotensi menyebabkan

impotensi. Namun beberapa ahli ada yang berpendapat bahwa penyebab sebenarnya

kemungkinan adalah penyakit pembuluh darah akibat hipertensi yang diderita selama beberapa

tahun dan pasien justru tidak menggunakan obat-obatan secara teratur.

Saran :disarankan penggunaan obat teratur unutk memperbaiki struktural pebuluh darah,

6. Aritmia jantung

Obat golongan diuretic, yang umumnya diresepkan untuk menurunkan tekanan darah,

dapat mengurangi kadar kalium (hypokalemia) dalam tubuh dan menyebabkan aritmia jantung,

atau irama jantung yang abnormal. Obat lain seperti calcium channel blockers dan beta

blockers dapat memperlambat denyut jantung.

Saran : Konsultasikan dengan dokter dan disarankan peresepan diuretik dosis rendah dan atau

menggunakan obat dalam kombinasi bisa mendapatkan hasil yang diinginkan dan efek

samping yang sedikit. ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker jika dikombinasikan

dengan diuretic melindungi terhadap penurunan kalium.

7. Reaksi alergi

Reaksi alergi serius terhadap obat-obat tekanan darah jarang terjadi, tetapi layak

diperhatikan karena bisa berbahaya. Alergi terhadap inhibitor ACE atau angiotensin reseptor

blocker yang biasa terjadi. Obat ini dapat menyebabkan pembengkakan berbahaya pada wajah

dan tenggorokan sehingga dapat menghalangi saluran udara, atau disebut sebagai angioedema.

Bengkak tersebut biasanya terjadi secara tiba-tiba, biasanya dimulai sekitar bibir dan wajah,

kadang-kadang dengan sesak nafas dan mengi. Hal ini dapat mengancam kehidupan. Oleh

karena itu, jika hal ini terjadi, segera larikan ke rumah sakit.

Saran : Diperlukan penghentian obat, pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila

diperlukan dan dirujuk kerumah sakit.

J. Pemilihan obat hipertensi yang tepat

A. Terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien

Petunjuk dari JNC 7 merekomendasikan diuretik tipe tiazid sebagai terapi lini pertama untuk

kebanyakan pasien, baik tunggal atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI,

ARB, penyekat beta, CCB). Pada penelitian Antihypertensive and LipidLowering Treatment to

Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi

kardiovaskular akibat hipertensi. Kecuali penelitian the Second Australian National Blood

Pressure Trial; dimana dilaporkan hasil yang lebih baik dengan menggunakan ACEI dibanding

dengan diuretik pada pasien laki-laki kulit putih. Diuretik meningkatkan efikasi antihipertensi

daripada regimen obat yang lain, berguna dalam mengontrol tekanan darah , dan harganya

lebih dapat dijangkau dibanding obat antihipertensi lainnya.

Mencapai Tekanan Darah pada masing-masing pasien

Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk

mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang

berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target

tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat

dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah

resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi

autonomik, dan lansia.

Terapi Kombinasi

Rasional kombinasi obat antihipertensi:

Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:

1. Mempunyai efek aditif

2. Mempunyai efek sinergisme

3. Mempunyai sifat saling mengisi

4. Penurunan efek samping masing-masing obat

5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu

6. Adanya “fixed dose combination”akan meningkatkan kepatuhan pasien (adherence)

Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:

1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik

2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik

3. Penyekat beta dengan diuretik

4. Diuretik dengan agen penahan kalium

5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium

6. Agonis α-2 dengan diuretik

7. Penyekat α-1 dengan diuretic

B. Indikasi Khusus (Compelling Indications)

JNC 7 mengidentifikasi 6 indikasi khusus. Indikasi khusus ini merupakan kondisi komorbid

khusus dimana bukti dari penelitian klinis mendukung penggunaan obat antihipertensi untuk

mengobati indikasi khususnya maupun hipertensinya.

1. Gagal Jantung

Gagal jantung, dalam bentuk disfungsi vetrikular sistolik atau diastolik , terutama sebagai

akibat dari hipertensi sistolik dan penyakit jantung iskemik. Lima kelas obat didaftarkan untuk

indikasi khusus gagal jantung. Rekomendasi ini khususnya untuk gagal jantung sistolik,

dimana kelainan fisiologi utama adalah berkurangnya kontraktilitas jantung.

ACEI adalah pilihan obat utama. Berdasarkan hasil dari beberapa studi yang menunjukkan

penurunan mortalitas dan morbiditas. Diuretik juga merupakan terapi lini pertama karena

mengurangi edema dengan menyebabkan diuresis. ACEI harus dimulai dengan dosis rendah

pada pasien dengan gagal jantung, terutama pada pasien dengan eksaserbasi akut. Gagal

jantung menginduksi suatu kondisi renin tinggi, sehingga memulai ACEI pada kondisi ini akan

menyebabkan efek dosis pertama yang menonjol dan memungkinan hipotensi ortostatik.

Terapi dengan penyekat beta digunakan untuk mengobati gagal jantung sistolik untuk pasien-

pasien yang sudah mendapat standar terapi dengan ACEI dan furosemid. Studi menunjukkan

penyekat beta menurunkan mortalitas dan morbiditas.Dosis penyekat beta haruslah tepat

karena beresiko menginduksi eksaserbasi gagal jantung akut. Dosis awal harus sangat rendah,

jauh dibawah dosis untuk mengobati darah tinggi, dan dititrasi secara perlahan-lahan ke dosis

yang lebih tinggi.

ARB dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien-pasien yang tidak dapat

menoleransi ACEI. Antagonis aldosteron dapat dipertimbangkan pada gejala gagal jantung

sistolik tetapi jika ditambahkan dengan diuretik, ACEI atau ARB, dan ß-bloker.

2. Pasca Infark Miokard

Hipertensi adalah faktor resiko yang kuat untuk infark miokard. Sekali pasien mengalami

infark miokard, pengontrolan tekanan darah sangat penting sebagai pencegahan sekunder

untuk mencegah kejadian kardiovaskular berikutnya. Guideline untuk pasca infark miokard

oleh American College of Cardiology/American Heart Association merekomendasikan terapi

dengan penyekat beta dan ACEI.

Penyekat beta menurunkan stimulasi adrenergik jantung (cardiac adrenergic stimulation) dan

pada trial klinis penyekat beta telah menunjukkan menurunkan resiko infark miokard

berikutnya atau kematian jantung tiba-tiba (sudden cardiac death). ACE inhibitor memperbaiki

remodeling cardiac, fungsi jantung dan menurunkan kejadian kardiovaskular setelah infark

miokard. Eleprenon yang merupakan antagonis aldosteron yang memberikan manfaat yang

segera setelah infark miokardial pada penderita gagal jantung sistolik. Hal ini sebaiknya

digunakan hanya untuk pasien tertentu.

3. Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner adalah bentuk kerusakan organ target paling umum yang paling

sering akibat hipertensi. Bukti menunjukkan kalau terapi dengan penyekat beta

menguntungkan pada pasien-pasien dengan penyakit jantung koroner. Penyekat beta adalah

terapi lini pertama pada angina stabil untuk menurunkan tekanan darah, dan mengurangi

kebutuhan oksigen miokardial. Sebagai alternative antagonis kalsium kerja panjang dapat

digunakan. CCB (terutama golongan nondihidropiridin diltiazem dan verapamil) menurunkan

tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. CCB dihidropiridin, dapat

menyebabkan stimulasi jantung dan sebaiknya digunakan sebagai terapi tahap kedua atau

ketiga.

4. Penyakit Diabetes Mellitus

Tekanan darah yang diharapkan adalah kurang dari 130/80 mmHg. Penderita diabetes dan

hipertensi seharusnya mendapatkan pengobatan yang mengandung ACEI atau ARB. Kedua

kelompok ini menyebabkan nefroproteksi dan mengurangi resiko kardiovaskuler. Tiazid

dibutuhkan sebagai obat lini kedua. ß-bloker mengurangi resiko kardiovaskuler pada penderita

diabetes yang pernah mengalami infark miokardial atau resiko tinggi koroner. Meskipun obat

ini dapat menutupi gejala hipoglikemia pada penderita dalam pengawasan ketat, dapat terjadi

penundaan pemulihan hipoglikemia dan meningkatnya tekanan darah melalui vasokonstriksi

yang disebabkan oleh stimulasi reseptor α selama fase pemulihan hipoglikemia. Walaupun ada

permasalahan seperti ini penghambat ß sangat bermanfaat pada diabetes setelah ACEI, ARB,

dan diuretik. CCB merupakan antihipertensi yang bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah

pada penderita hipertensi yang disertai diabetes.

5. Penyakit Ginjal Kronis

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (parenkim) atau arteri renal. Pada

pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis, didefinisikan sebagai berikut:

(1). fungsi ekskresi berkurang dengan perkiraan GFR <60 ml/min/1.73m2 (± setara dengan

kreatinin >1.5 mg/dl)

(2). adanya albuminuria (>300mg/hari); tujuan terapeutiknya adalah untuk memperlambat

deteriorasi fungsi ginjal dan mencegah penyakit kardiovaskular.

Hipertensi terdeteksi pada mayoritas pasien dengan penyakit ginjal kronis dan pengontrolan

tekanan darahnya harus agresif, sering dengan dua atau lebih obat untuk mencapai target

tekanan darah <130/80 mmHg. ACEI dan ARB menurunkan tekanan darah dan juga

menguragi tekanan intraglomerular yang lebih lanjut sehingga menurunkan fungsi ginjal. Salah

satu dari kedua obat ini harus digunakan sebagai terapi lini pertama. Beberapa data

menunjukkan bahwa kombinasi ACEI dan ARB lebih efektif daripada penggunaan tunggalnya.

6. Penyakit Serebrovaskular

Resiko dan keuntungan menurunkan tekanan darah semasa stroke akut masih belum jelas;

pengontrolan tekanan darah sampai kira-kira 160/100mmHg memadai sampai kondisi pasien

stabil atau membaik. Kambuhnya stroke berkurang dengan penggunaan kombinasi ACEI dan

diuretik tipe thiazide.

C. Populasi Khusus

1. Left Ventricular Hypertrophy (LVH)

LVH adalah faktor resiko independen yang meningkatkan resiko untuk penyakit

kardiovaskular berikutnya. Regresi LVH dapat terjadi dengan pengontrolan tekanan darah

yang agresif, termasuk mengurangi berat badan, membatasi garam, dan pengobatan dengan

semua kelas obat antihipertensi kecuali dengan vasodilator langsung seperti minoxidil dan

hidralazin.

2. Penyakit Arteri Perifer

α/ß bloker, carvedilol dan labetolol dapat digunakan pada penyakit arterial periferal karena

tidak menyebabkan konstriksi seperti halnya penyekat beta.

3. Hipertensi pada Lansia

Terapi hipertensi pada lansia, dosis awal yang lebih rendah disarankan untuk pasien hipertensi

sistolik. Sebaiknya diawali dengan dosis kecil diuretik dan meningkatkan dosis secara

bertahap. Jika diuretik digunakan tunggal tidak dapat menurunkan SBP, obat ACEI dapat

ditambahkan dalam dosis rendah kemudian ditingkatkan secara bertahap. ß-bloker merupakan

pilihan pertama obat antihipertensi pada orang tua dengan hipertensi dan angina, serta ACEI

sangat baik untuk penderita dengan diabetes atau gagal jantung.

4. Pasien yang beresiko Hipotensi Ortostatik

Hipotensi ortostatik, yaitu berkurangnya tekanan darah yang bermakna bila melakukan

perubahan posisi tubuh seperti berdiri dari posisi duduk, bangun dari posisi tidur dan

sebagainya, dapat diikuti dengan pusing dan atau hilang kesadaran. Berkurangnya tekanan

darah sistolik >20 mmHg atau tekanan darah diastolic >10 mmHg dari posisi berbaring ke

posisi berdiri lebih sering dijumpai pada lansia dengan hipertensi sistolik, diabetes, dan yang

menggunakan diuretik, venodilator (seperti golongan nitrat, α-blocker, dan obat-obat seperti

sildenafil), dan beberapa obat-obat psikotropik. Tekanan darah pada pasien-pasien ini juga

harus dimonitor pada posisi tegak. Pada pasien-pasien dengan resiko ini, obat antihipertensi

harus dimulai dengan dosis kecil, terutama diuretic dan ACEI

5. Anak-anak dan Remaja

Pada beberapa kasus, hipertensi pada anak-anak sama dengan yang terjadi pada orang dewasa.

Walaupun hipertensi sekunder lebih umum terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.

Penanganan hipertensi primer dengan terapi nonfarmakologi sedangkan hipertensi sekunder

dengan diuretik, ß-bloker, dan ACEI. Terapi alternatif dengan menggunakan CCB

dihidropiridin untuk terapi jangka panjang.

6. Hipertensi pada kehamilan

Preeclamsia adalah komplikasi pada ibu hamil dan janin yang terjadi setelah 20 minggu

kehamilan. Diagnosisnya berdasarkan pada nilai hipertensi ( lebih besar dari 140/90 mmHg )

dengan proteinuria. Metildopa adalah first line. Data menunjukkan kalau aliran darah

uteroplacenta dan hemodinamik fetus stabil dengan metildopa dan dianggap sangat aman

berdasarkan data follow-up jangka panjang (7,5 tahun). Penyekat beta, labetalol, dan antagonis

kalsium dapat digunakan sebagai alternative. ACE inhibitor dan ARB sangat kontraindikasi

untuk ibu hamil.

7. Hipertensi dengan dislipidemia

Dislipidemia merupakan faktor resiko utama kardiovaskular dan sebaiknya dikontrol pada

penderita hipertensi. Diuretik tiazid dan ß-bloker dapat menyerang lipid serum. α bloker telah

menunjukkan beberapa efek seperti menurunkan kolesterol LDL dan meningkatkan kadar

kolesterol HDL. ACEI dan CCB tidak memberikan efek pada konsentrasi serum.

8. Hipertensi Urgensi dan Emergensi

Hipertensi urgensi idealnya ditangani dengan menyesuaikan terapi pemeliharaan dengan

menambahkan obat antihipertensi yang baru dan/atau menaikkan dosis obat antihipertensi yang

ada. Hal ini lebih disukai karena dapat menurunkan tekanan darah secara perlahan-lahan.

Penurunan tekanan darah terlalu cepat ke nilai yang ideal tidak disarankan kerena berpotensi

resiko (kejadian serebrovaskular, infark miokard, dan gagal ginjal akut). Kaptopril, klonidin,

atau labetalol dapat diberikan, diikuti dengan pengamatan beberapa jam untuk meyakinkan

penurunan tekanan darah secara bertahap.

9. DementiaDementia dan gangguan kognitif terjadi lebih sering pada pasien dengan

hipertensi. Dengan terapi antihipertensi yang efektif progres gangguan kognitif dapat berkurang.

10. Hipertensi pada perempuan penggunaan. Perempuan yang menggunakan obat oral kontraseptif harus memeriksa

tekanan darah secara teratur. Timbulnya hipertensi adalah suatu alasan untuk mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi lainnya. Sebaliknya, terapi pengganti hormon tidak menaikkan tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Kartikasari, Agnesia Nuarima. 2012. Skripsi: Faktor Risiko Hipertensi Pada

Masyarakat di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang. Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro.

https://ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-hipertensi.pdf

ISO FARMAKOTERAPI