Kelompok 1-Permasalahan dalam Ekstraksi Rhodamin B pada Makanan - 001 sampai 008 + 260110100009...

download Kelompok 1-Permasalahan dalam Ekstraksi Rhodamin B pada Makanan - 001 sampai 008 + 260110100009 (hilda)

of 24

description

task

Transcript of Kelompok 1-Permasalahan dalam Ekstraksi Rhodamin B pada Makanan - 001 sampai 008 + 260110100009...

MAKALAH

PERMASALAHAN DALAM EKTRAKSI RHODAMIN B PADA MAKANANDisusun Oleh :

Sri Yannika

260110110001Gladyola Ayu M260110110002

Shally Liyalkhairah260110110003Asep Ekas Soemantri260110110005

Riska Nurul Haque260110110006

Linawati Nurannisa P.260110110007Kendy Livi Danawati260110110008Kandida Hilda

260110100009

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014

ABSTRAK

Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak dijumpai dan dicampuri dengan Rhodamin B, antara lain bubur delima, cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini makanan tersebut menjadi berwarna merah muda terang. Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan bahwa sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado ada yang positif menggunakan Rhodamin B. Penelitian kedua berisi tentang metode menggunakan polimer molekuler dicetak yang dicangkokkan ke permukaan karboksil dimodifikasi nanotube karbon berdinding multi sebagai adsorben ekstraksi fase padat untuk mendeteksi Rhodamin B dalamsampel bubuk cabai.Polimer yang ditandai dengan FTIR dan TGA.Berbagai parameter yang mungkin mempengaruhi efisiensi ekstraksi yang dioptimalkan.Parameter analisis seperti presisi,akurasi dan linear jangkauan kerja juga ditentukan dalam kondisi percobaan yang optimal. Metode ini diterapkan untuk analisis Rhodamin B dalam sampel bubuk cabai.Batas deteksi dankuantifikasi adalah 2,57 dan 8,56 mg / g. Perolehan kembali untuk analit lebih tinggi dari 95% dannilai standar deviasi relatif ditemukan berada di kisaran 0,83-4,15%. Metode ini berhasilditerapkan untuk penentuan Rhodamine B.

Kata kunci: kue berwarna merah muda, rhodamin B, bubuk cabai, polimer dicetak molekuler, ekstraksi padat-fase, multi-nanotube karbon berdinding.

ABSTRACT

Rhodamin B is the illegal dyes that is often found in food, especially street foods. Rhodamin B, which is a dye form crystalline powder colored green or reddish purple, odorless, easily soluble in bright red fluoroscence solution as dye of textiles or apparel. Types of street food that are often found and mixed with Rhodamin B, amon pomegranate porridge, cendol, fro, grass jelly and other pastries. After mix with Rhodamon B, all that food becomes light pink. The results of research has obtained prove that the samples pink cake that circulated in Manado citythere are positive use of Rhodamin B. This second paper reports a method using molecularly imprinted polymers that are grafted onto the surface of carboxyl-modified multi-walled carbon nanotubes as the solid-phase extraction adsorbents to detect Rhodamine B in chili powder samples. The polymers were characterized by FTIR and TGA. Various parameters which probably influence efficiency of extraction were optimized. The analytical parameters such as precision, accuracy and linear working range were also determined in optimal experimental conditions. And the proposed method was applied to analysis of Rhodamine B in chili powder samples. The limits of detection and quantification were 2.57 and 8.56 g/g, respectively. The recoveries for analytes were higher than 95% and relative standard deviation values were found to be in the range of 0.83-4.15%. This method was successfully applied for the determination of Rhodamine B.

Key Words : pink cake, Rhodamine B, Chili powder, Molecularly imprinted polymers, Solid-phase extraction, Multi-walled carbon nanotubes

BAB I

PENDAHULUANRhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.28, Tahun 2004, rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, , keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker. Zat warna Rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaanya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk produknnya (Judarwanto, 2009).

Harga menjadi salah satu alasan oleh produsen untuk menggunakan zat pewarna tekstil untuk ditambahkan pada produk makanan dan minuman, dimana zat pewarna tekstil ini relatif lebih murah dan biasanya warnanya lebih menarik dibanding dengan zat pewarna untuk makanan. Pemberian zat pewarna berbahaya dalam bahan makanan dan minuman juga disebabkan karena ketidaktahuan tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan. Masyarakat kurang mengetahui bahwa pewarna tekstil yang digunakan dalam makanan dapat menimbulkan gangguan kesehatan tubuh yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto, 2009).

Akhir akhir ini banyak ditemukan berbagai kasus tentang penggunaan pewarna Rhodamin B pada makanan, minuman ataupun pada kosmetik. Ada juga kasus kematian yang merupakan akibat dari keracunan makanan. Kasus keracunan makanan yang dilaporkan tidak hanya bersumber pada ketidak higienisan makanan. Namun, adanya fenomena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan juga turut mendominasi. Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis Rhodamin pada makanan dan kosmetik, dan cara mengekstraksi Rhodamin B dari makanan.

Ekstraksi Rhodamin B ini bisa menggunakan dua cara, yaitu ekstraksi cair cair dan ekstraksi fasa padat. Ekstraksi cair cair merupakan metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik). Ekstraksi cair - cair dapat juga disebut ekstraksi pelarut (Yazid,. E,. 2005.). Sedangkan ekstraksi fasa padat adalah proses pemisahan dimana senyawa yang terlarut atau tersuspensi dalam campuran cairan dipisahkan dari senyawa lain dalam campuran sesuai dengan sifat fisik dan kimianya (Anonim, 2013). Dari proses ekstraksi yang dilakukan dalam rangka pemurnian zat warna Rhodamin B banyak ditemukan berbagai permasalahan sehingga dapat menganggu proses pemurnian zat warna Rhodamin B tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pewarna Rhodamin B pada jajanan kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado, untuk mengetahui seberapa besar kadar zat warna Rhodamin B pada jajanan kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado. Selain itu tujuannya juga untuk mengetahui metode menggunakan polimer molekuler dicetak yang dicangkokkan ke permukaan karboksil dimodifikasi nanotube karbon berdinding multi sebagai adsorben ekstraksi fase padat untuk mendeteksi Rhodamin B dalamsampel bubuk cabai.

BAB IIMETODOLOGI PENELITIAN

2.1 Alat dan Bahan2.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Erlenmeyer, Hot plate, Timbangan, Corong pisah, Spektrofotometer UV-Vis Milton Roy 501, Labu takar, Gelas arloji, Gelas ukur, Pipet, Spatula, Batang pengaduk, Kertas saring Whatman No. 42. Kartrid SPE dari Waters (Milford, USA).

2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah: Kue ku dan kue bolu kukus, Dietil eter, Aquades, Larutan natrium hidroksida 10%, Larutan natrium hidroksida 0,5%, Larutan asam klorida 0,1 N, Larutan ammonia 2% dalam etanol 70%. Bubuk cabai dari pasar lokal di Cina, RhB yang dibeli di (Aladdin-Reagent Co, Cina), Asam metakrilat (MAA) dan azobisisobutironitril (AIBN) yang dibeli di (Sinopharm Reagen Kimia Co, Ltd, Cina). Carboxyl-modified multi-walled carbon nanotubes (MWCNT-COOH) diperoleh dari Nanjing (Nanjing XFNANO Bahan Tech Co, Ltd, Cina). Trihydroxymethylpropyl trimethylacrylate (TRIM) dari (Sigma-Aldrich, USA). Carmine, bayam, tartrazine dan sunset yellow yang dibeli di (Aladdin-Reagent Co, Cina).Variabel yang Diamati

A1: kue ku dari pasar Karombasan pada penjual I

A2: kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada penjual I

B1: kue ku dari pasar Karombasan pada penjual II

B2: kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada penjual II

C1: kue ku dari pasar Bahu pada penjual I

C2: kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual I

D1: kue ku dari pasar Bahu pada penjual II

D2: kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual II

E1: kue ku dari paar Bersehati pada penjual I

E2: kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada penjual I

F1: kue ku dari pasar Bersehati pada penjual II

F2: kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada penjual II

G1: kue ku dari pasar Tuminting pada penjual I

G2: kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada penjual I

H1: kue ku dari pasar Tuminting pada penjual II

H2: kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada penjual II

Identifikasi Zat Warna

Prinsip kerja dalam identifikasi zat warna Rhodamin B pada jajanan kue dan bubuk cabai menggunakan identifikasi secara spektrofotometer UV-Vis setelah diekstraksi dan dimurnikan.

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Metode Ekstraksi Cair-Cair (ECC)

2.2.1.1 Pengambilan dan Penyiapan Sampel

Sampel kue ku dan bolu kukus diambil pada dua penjual jajanan kue di empat pasar yang ada di kota Manado yaitu pasar Karombasan, pasar Bahu, pasar Bersehati dan pasar Tuminting, pada tanggal 1 November 2008. Sampel kue ku diambil sebanyak 2 buah dan sampel kue bolu kukus diambil sebanyak 8 buah pada tiap-tiap penjual kemudian sampel dimasukkan ke dalam wadah plastik dan selanjutnya dibawa ke laboratorium Kimia Lanjut FMIPA UNSRAT.

2.2.1.2 Ekstraksi dan Pemurnian

a. Pembuatan larutan uji

Sejumlah 5 gram sampel kue ditimbang saksama kemudian sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang bertutup asah dan masing-masing wadah diberi label. Sampel kemudian ditambahkan 100 ml larutan ammonia 2% dalam etanol 70% dan didiamkan semalam hingga semua pewarna larut. Larutan berwarna disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman ke dalam erlenmeyer. Hasil penyaringan tersebut dipindahkan ke gelas ukur kemudian diuapkan di atas hot plate selama 4 jam pada suhu 65C. Sampel yang menjadi pekat selama proses penguapan kemudian dilarutkan dengan 30 ml aquades sambil diaduk dengan batang pengaduk. Larutan dimasukkan ke dalam corong pisah 250 ml, kemudian ditambahkan 6 ml larutan natrium hidroksida 10% dan dikocok. Larutan diekstraksi dengan 30 ml dietil eter kemudian dikocok dan didiamkan hingga larutan membentuk 2 lapisan yaitu lapisan eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna merah (bawah). Lapisan air kemudian dibuang melalui kran corong pisah sehingga hanya terdapat lapisan eter yang disebut ekstrak eter. Ekstrak eter dicuci dengan larutan NaOH 0,5% sebanyak 5 ml dengan cara dikocok kemudian diamkan. Dari pencucian tersebut maka akan terbentuk 2 lapisan lagi yaitu lapisan eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna kecoklatan (bawah). Lapisan air bagian bawah dibuang melalui kran corong pisah sehingga hanya terdapat ekstrak eter yang kemudian diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 10 ml asam klorida 0,1 N hingga lapisan eter tidak berwarna lagi. Lapisan eter dibuang, ekstrak asam klorida ditampung dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan asam klorida 0,1 N sampai tanda.

b. Pembuatan larutan baku Larutan baku rhodamin B dibuat dengan konsentrasi 1000 mg/l. Dari larutan baku ini dibuat larutan baku antara dengan kadar 20; 40; 80; 120 g/ml. Selanjutnya dibuat satu seri larutan baku kerja dengan konsentrasi masing-masing 0,4; 0,8; 1,6; 2,4 g/ml. Sebagai pelarut digunakan larutan HCl 0,1 N.

c. Penetapan Kadar Zat Warna Rhodamin B Cara penetapan kadar Rhodamin B yaitu masing-masing larutan diukur secara spektrofotometri cahaya tampak pada panjang gelombang 538 nm. Sedangkan untuk menghitung kadar Rhodamin B dalam sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi : y = bx a (Anonimc, 2006). 2.2.2 Metode Solid Phase Extraction (SPE)2.2.2.1 Persiapan Molecularly Imprinted Polymer MWCNT-COOH (0,5 g), RhB (1 mmol) dan MAA (4 mmol) ditimbang dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan dalam asetonitril (50 ml). Larutan diaduk dan disimpan selama 1 jam. Ditambahkan TRIM (20 mmol) dan AIBN (65 mg), campuran diaduk sampai homogen dan dibersihkan dengan nitrogen selama 5 menit sebelum ditempatkan dalam WB pada 60C selama 24 jam. Polimer yang dihasilkan disaring menggunakan mesh 100 dan dicuci dengan campuran metanol / asam asetat (9:1, V / V) Partikel polimer yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dan akhirnya disimpan dalam desikator.2.2.2.2 Pengkondisisan kolom 250 mg MIPS dimasukkan kedalam kolom.

Kolom dibilas dengan 5 mL asetonitril 2.2.2.3 Persiapan SampelSebanyak 0,5 g serbuk cabe dilarutkan dengan 3mL acetonitril. Sampel diekstraksi dengan sonikasi pada suhu kamar selama 15 menit. Setelah sentrifugasi pada 4000 rpm selama 5 menit, supernatan yang diperoleh disaring melalui filter membran selulosa dengan ukuran pori-pori 0,45 pM.2.2.2.4 Proses SPELarutan sampel dimasukkan ke dalam kolom MIP (diatur laju alir 1 mL/menit). Dicuci dengan 3 mL n-hexane untuk menghapus interferents. Analit yang tertahan dalam kolom dielusi dengan 5 mL methanol. Hasil elusi dikumpulkan dalam tabung reaksi dan selanjutnya di analisis dengan Spektrofotometer UV-Vis.

BAB III

PEMBAHASANRhodamin B adalah pewarna sintesis yang digunakan di industri tekstil dan kertas. Pewarna ini berbentuk serbuk kristal berwarna merah keunguan dan dalam larutan berwarna merah terang. Zat pewarna ini sangat berbahaya apabila terhirup, mengenai mata dan kulit serta tertelan (Wijaya, 2011).

Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000.

Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 0C (Cahyadi, 2006).

Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen. Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan (Cahyadi, 2006).

Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan , terutama makanan jajanan. Jenis jajanan yang banyak dijumpai dan dicampuri dengan Rhodamin B adalah bubur delima, cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-kue lainnya (Anonim, 2008; Anonima, 2006).Penggunaan Rhodamin B dalam waktu lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Selain itu, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).

Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV didapatkan LD5089,5mg/kg yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organnya (Merck Index, 2006).

Hasil analisis berupa penelitian menyatakan bahwa Rhodamin B dapat membahayakan kesehatan manusia yaitu tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat menyebabkan keracunan hati. Pengaruh toksisitas yang teramat biasanya bersifat akut saja yaitu yang pengaruhnya cepat terjadi, sedangkan pengaruh yang bersifat kronis tidak dapat diketahui secara cepet karena manusia yang normal memiliki toleransi yang tinggi terhadap racun dalam tubuh dengan adanya mekanisme detoksifikasi. Selain itu, pembeli juga diduga tidak mengonsumsi menu yang sama setiap harinya. Efek toksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung pewarna sintetis yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena golongan pewarna sintetik tersebut memang bukan untuk dimakan manusia. Efek ini tergantung pada banyaknya intake pewarna sintesik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorang karena dalam tubuh manusia terdapt proses detoksifikasi di dalam tubuh. Laporan gangguan kesehatan yang akut sebagai akibat mengonsumsi pewarna sintetis yang tidak diizinkan belum pernah diperoleh, karena diduga sulit mengenali penyakit ini (Sumarlin, 2010).

Uji toleransi zat warna Rhodamin B terhadap hewan menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dari organisme sel dalam jaringan hati dari normal ke patologis. Sel hati mengalami perubahan menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak, dan sitoklis dari sitoplasma. Degenerasi lemak terjadi akibat terhambatnya pasokan energi dalam hati yang digunakan untuk memelihara fungsi struktur endoplasmik sehingga mengakibatkan penurunan proses sintesa protein yang menyebabkan sel hati kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida dan mengakibatkan nekrosis hati (Djarismawati, 2004). Rhodamin B juga menyebabkan retardasi mental, limfoma, dan kematian karena penyakit hati (Bonster et al; Hunsen et al dalam Kelner, 1985). Rhodamin B juga menyebabkan aktivitas mutagenik dan kerusakan DNA pada sel ovarium tikus (Nestman et al, 1979).

Penelitian Webb et al pada tahun 1961 mengenai tingkat toksisitas Rhoamin B menunjukkan bahwa LD50 (Intravena) untuk Rhodamin B adalah 89,5 mg/kg yang berarti cukup tinggi. Rhoamin B dapat menyebabkan terjadinya pembesaran hati pada tikus. Kemudian dari hasil studi inkubasi in vitro menunjukkan bahwa metabolisme Rhoamin B terjadi di mikrosom sel hati dan menduplikasi proses de-etilasi yang menunjukkan kegagalan metabolisme.

Hal pertama yang dilakukan pada prosedur ektraksi rhodamin b dengan menggunakan metode ECC (Ektraksi Cair-cair). Prinsip metode ECC adalah pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagaian komponen larut dalam fase pertama dan sebagian larut dalam fase kedua. Lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah kedalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Langkah yang dilakukan pada ekstraksi cair-cair adalah dengan cara menimbang sampel kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml larutan ammonia 2% dalam etanol 70% , penambahan tersebut bertujuan untuk menarik rhodamin b dari sampel, karena rhodamin bersifat polar, sehingga dia dapat larut dalam etanol. Kemudian larutan yang berwarna disaring dengan menggunakan kertas whatman dan larutan tersebut di uapkan hingga menjadi sedikit pekat.

Sampel yang menjadi pekat selama proses penguapan kemudian dilarutkan dengan 30 ml aquades sambil diaduk dengan batang pengaduk. Larutan dimasukkan ke dalam corong pisah 250 ml, kemudian ditambahkan 6 ml larutan natrium hidroksida 10% dan dikocok. Fungsi dari penambahan natrium hidroksida 10 % adalah untuk melarutkan rhodamin b dalam sampel. Larutan diekstraksi dengan 30 ml dietil eter kemudian dikocok dan didiamkan hingga larutan membentuk 2 lapisan yaitu lapisan eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna merah (bawah). Lapisan air kemudian ditampung melalui kran corong pisah sehingga hanya terdapat lapisan eter yang disebut ekstrak eter. Ekstrak eter dicuci dengan larutan NaOH 0,5% sebanyak 5 ml dengan cara dikocok kemudian diamkan. Dari pencucian tersebut maka akan terbentuk 2 lapisan lagi yaitu lapisan eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna kecoklatan (bawah). Lapisan air bagian bawah dibuang melalui kran corong pisah sehingga hanya terdapat ekstrak eter yang kemudian diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 10 ml asam klorida 0,1 N hingga lapisan eter tidak berwarna lagi, agar larutan bersifat netral. Lapisan eter dibuang, ekstrak asam klorida ditampung dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan asam klorida 0,1 N sampai tanda.

Hasil analisis kualitatif Rhodamin B pada jajanan kue berwarna merah muda, dilakukan sebanyak 2 kali pengujian (duplo) dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi, pertama-tama dibuat variasi konsentrasi standar lalu diukur absorbansi nya, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi juga terhadap sampel, sehingga akan didapatkan persamaan garis dan kadar dari sampel dapat diketahui. Prinsip dari spektofotometri UV-Vis tersebut adalah adanya radiasi yang diserap oleh molekul sehingga molekul tereksitasi dan electron-elektron yang terlibat dalam ikatan antar atom didalam suatu struktur menjadi keadaan energy yang lebih tinggi (Watson, 2005). Tabel 1. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Karombasan

Sampel Keterangan warna larutan uji Perlakuan Absorba nsi Kadar (g/ml) Rata-rata (g/ml)

A1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

A2 Merah muda 1

2 0,097

0,097 0,0019798

0,0019798 0,0019798

B1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

B2 Kemerahmudaan 1

2 0,003

0,005 0,0011879

0,0012047

Baku standar Merah muda 1 0,490 0,0052906 -

Keterangan:

A1: Kue ku dari pasar Karombasan pada penjual I; A2 : Kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada penjual I; B1 : Kue ku dari pasar Karombasan pada penjual II; B2 : Kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada penjual II Tabel 2. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Bahu

Sampel Keterangan warna larutan uji Perlakuan Absorba nsi Kadar (g/ml) Rata-rata (g/ml)

C1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

C2 Bening 1

2 0,000

0,000 -

D1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

D2 Bening 1

2 0,000

0,000 -

Baku standar Merah muda 1 0,490 0,0052906 -

Keterangan:

C1: Kue ku dari pasar Bahu pada penjual I; C2: Kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual I; D1 : Kue ku dari pasar Bahu pada penjual II; D2 : Kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual II

Tabel 3. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Bersehati

Sampel Keterangan warna larutan uji Perlakuan Absorb ansi Kadar (g/ml) Rata-rata (g/ml)

E1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

E2 Kemerahmudaan 1

2 0,009

0,008 0,0012384

0,0012299 0,00123415

F1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

F2 Kemerahmudaan 1

2 0,007

0,008 0,0012216

0,0012299 0,00122575

Baku standar Merah muda 1 0,490 0,0052906 -

Keterangan:

E1 : Kue ku dari pasar Bersehati pada penjual I

E2 : Kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada penjual I

F1 : Kue ku dari pasar Bersehati pada penjual II

F2 : Kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada penjual II

Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan bahwa sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado ada yang positif menggunakan Rhodamin B. Sampel yang positif menggunakan Rhodamin B yaitu sampel kue bolu kukus yang diambil di pasar Karombasan, pasar Bersehati dan pasar Tuminting (Tabel 1, Tabel 3, Tabel 4). Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis jajanan kue berwarna merah muda tersebut menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan 2 kali pengujian (duplo).Tabel 4. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Tuminting

Sampel Keterangan warna larutan uji Perlakuan Absorba nsi Kadar (g/ml) Rata-rata (g/ml)

G1 Kemerahmudaan 1

2 0,000

0,000 -

G2 Merah muda 1

2 0,147

0,150 0,0024010

0,0024263 0,00241365

H1 Bening 1

2 0,000

0,000 -

H2 Bening 1

2 0,000

0,000 -

Baku standar Merah muda 1 0,490 0,0052906 -

Keterangan:

G1 : Kue ku dari pasar Tuminting pada penjual I; G2 : Kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada penjual I; H1 : Kue ku dari pasar Tuminting pada penjual II; H2 : Kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada penjual II

Dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar Rhodamin B untuk sampel kue bolu kukus yang diambil dari pasar Karombasan pada penjual I yaitu 0,0019798 g/ml (Tabel 1), pada penjual II yaitu 0,0011963 g/ml, dari pasar Bersehati pada penjual I yaitu 0,00123415 g/ml, pada penjual II yaitu 0,00122575 g/ml (Tabel 3) dan dari pasar Tuminting pada penjual I yaitu 0,002413650 g/ml (Tabel 4). Dari hasil ini dapat diketahui ternyata kue bolu kukus dari pasar Tuminting yang memiliki kadar

Tujuan penambahan Rhodamin B pada jajanan kue adalah untuk menambah kualitas dari kue tersebut dimana warnanya menjadi merah muda terang mencolok sehingga konsumen menjadi tertarik untuk membeli kue tersebut. Selain itu banyak penjual jajanan yang masih menggunakan Rhodamin B karena harganya relatif murah dan mudah didapat. Selain itu, Rhodamin B dapat diekstraksi dengan cara Solid Phase Extraction (SPE). Ekstraksi fase padat (SPE) adalah proses pemisahan dimana senyawa yang dilarutkan atau disuspensikan dalam campuran cairan dipisahkan dari senyawa lain dalam campuran tersebut berdasarkan sifat fisikokimianya.

Langkah awal yang dilakukan pada ekstraksi ini adalah persiapan Molecularly Imprinted Polymer sebagai adsorbennya. Langkah yang dilakukan adalah MWCNT-COOH sebanyak 0,5 g, Rhodamin B 1 mmol dan MAA 4 mmol ditimbang dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan dalam asetonitril 50 ml. Penggunaan pelarut asetonitril bertujuan untuk melarutkan rhodamin B karena asetonitril pelarut yang baik untuk rhodamin B. Larutan diaduk dan disimpan selama 1 jam. Ditambahkan TRIM 20 mmol dan AIBN 65 mg, campuran diaduk sampai homogen dan dibersihkan dengan nitrogen selama 5 menit sebelum ditempatkan dalam waterbath pada 60C selama 24 jam. TRIM dan AIBN sebagai cross- linker untuk menstabilkan kompleks yang terbentuk. Polimer yang dihasilkan disaring menggunakan mesh 100 dan dicuci dengan campuran metanol/asam asetat (9:1, V/V). Partikel polimer yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dan akhirnya disimpan dalam desikator. Proses ini dijelaskan pada gambar 1.

Gambar 1

Polimer dengan struktur cross-linked yang tinggi dapat mempertahankan struktur setelah pembersihan template dan dapat digunakan untuk mengikat ulang analit dengan afinitas dan spesifisitas yang tinggi.

Setelah itu dilakukan pengkondisian kolom yaitu dengan cara sebanyak 250 mg MIPS dimasukkan kedalam kolom. Kemudian kolom dibilas dengan 5 mL asetonitril. Asenotril disini bertujuan untuk melarutkan rhodamin B. Kolom harus dibilas terlebih dahulu agar kolom terbasahi dan mudah mengikat rhodamin B. Sampel yang digunakan adalah serbuk cabe sebanyak 0,5 g dilarutkan dengan 3 mL acetonitril. Kemudiana sampel diekstraksi dengan sonikasi pada suhu kamar selama 15 menit. Sonikasi dilakukan untuk memecah globul yang terbentuk menjadi ukuran yang lebih kecil. Selain itu, sonikasi ini bertujuan untuk mempercepat pelarutan karena proses sonikasi ini akan memecah ikatan antar molekul-molekul sehingga terbentuk partikel lebih kecil. Setelah itu disentrifugasi pada 4000 rpm selama 5 menit yang berguna untuk mempercepat pemisahan anatra filtrat dan supernatan. Kemudian supernatan yang diperoleh disaring melalui filter membran selulosa dengan ukuran pori-pori 0,45 pM. Kemudian larutan sampel dimasukkan ke dalam kolom MIP (diatur laju alir 1 mL/menit). Kemudian dicuci dengan 3 mL n-hexane yang bertujuan untuk menghilangkan pengganggu dalam analit. Analit yang tertahan dalam kolom dielusi dengan 5 mL methanol. Hasil elusi dikumpulkan dalam tabung reaksi dan selanjutnya di analisis dengan Spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan literatur RhB MIP dapat disintesis oleh presipitasi polimerisasi atau membran polymerisasi (Liu, 2005). Dalam studi ini, RhBspesifik pada lapisan MIP yang dimasukkan ke MWCNT-COOH disiapkan menggunakan novel mode yaitu dikombinasikan dengan metode tradisional.

Figure 2. Thermo-gravimetric analysis curves of MWCNT-COOH (a), MIP (b) and NIP (c)

Kurva analisis thermo-gravimetric (TGA) dari MWCNT-COOH, MIP, dan NIP ditunjukkan pada Gambar 2. Dari kurva MWCNTCOOH, penurunan berat dari MWCNT-COOH adalah 4,62 % pada suhu 730C yang diindikasikan bahwa MWCNT-COOH adalah stabilitas termal yang baik. Kurva MIP dan NIP menunjukkan pola yang sama, dimana terjadi stabilitas termal analog dari kedua polimer. Penurunan berat antara MIP dan NIP yaitu pada suhu 0 - 350C disebabkan oleh hilangnya air yang teradsorpsi. MIP dan NIP hampir stabil di bawah 350C. Namun, polimer terurai secara bertahap pada suhu 350-420C dan seluruhnya terurai pada suhu 420-570C. Hilangnya berat MIP dan NIP pada suhu 350, 420, dan 570C masing-masing adalah 3,34 ,12,09, dan 94,71% dan 4,02 , 17,51 , dan 88,88 %. Perbedaan stabilitas termal antara MIP dan NIP kemungkin disebabkan oleh perbedaan densitas setelah molekul template (rhodamin B) terelusi dari MIP. Sedangkan berat yang lainnya berhubungan dengan stabilitas MWCNT-COOH yang terdapat dalam polimer. Hal ini menunjukkan bahwa polimer yang dimasukkan ke permukaan MWCNT-COOH nano-partikel dengan hasil MIP dan NIP masing-masing adalah sekitar 94,71% dan 88,88%.

Figure 3. Fourier transform infrared spectra of MWCNT-COOH (a) and MIP (b).

Spektrum inframerah dari MWCNT-COOH dan MIP yang diukur dengan menggunakan disk KBr ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 (a), panjang gelombang 3421 dan 1633 cm-1 terjadi vibrasi ikatan OH dan C = O pada MWCNT COOH (Luo, 2013). Pada Gambar 3 (b) intensitas ikatan C=O menjadi rendah. Banyaknya ikatan yang terabsorpsi baru ditemukan pada 700-1900 cm- 1 yaitu senyawa organik dalam MIP pada fabrikasi yang berbeda. Pada 2973 cm-1 terjadi peregangan C-H. Intensitas rendah terjadi pada 1633 cm-1 dan Gambar 3 (b) menegaskan bahwa MIP berhasil disintesis.

Figure 4. The adsorption selectivity of MIP for different analytes (mMIP = mNIP = 0.05 g, V = 4 mL, t = 6 h, T = 20 C).

Selektivitas yang tinggi merupakan salah satu karakteristik dari MIP. Beberapa pewarna yang biasanya digunakan dalam pengolahan makanan termasuk carmin, bayam, tartrazin dan sunset yellow dicampur dengan RhB untuk mendeteksi selektivitas MIP. Jumlah analit terikat pada polimer dihitung sebagai kapasitas adsorpsi. Hasil yang diperoleh ditunjukkan oleh gambar 4. Berdasarkan hasil yang diperoleh MIP memiliki kapasitas ikatan yang besar untuk RhB daripada pewarna lainnya.Masalah Ekstraksi Rodamin B

Metode ekstraksi yang digunakan pada ekstraksi rhodamin antara lain adalah ektraksi cair-cair dimana komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut, pelarut yang digunakan adalah 2 pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yaitu air dan dietil eter. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).

Masalah yang mungkin atau bahkan sering terjadi ketika ekstraksi dengan ECC ini adalah terbentuknya emulsi yaitu ketika analit terikat kuat pada partikulat,analit tersebut akan terserap oleh partikulat yang mungkin ada atau analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi dan adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua fase.

Emulsi yang terbentuk harus dipecah atau dirusak karena akan sangat berpengaruh terhadap nilai recovery.

Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara:1. Penambahan garam ke dalam fase air2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan3. Penyaringan melalui glass-wool4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring5. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda6. Sentrifugasi.Kesempurnaan ekstraksi dengan ECC tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit Masalah-masalah SPE

Secara umum, pada SPE digunakan adsorben C18 tetapi memiliki spesifikasi dan selektifitas yang rendah karena banyaknya analit yang terikat pada komponen matriks, sehingga pemisahan terjadi tidak sempurna.Maka dikembangkan suatu metode baru dengan menggunakan MISPE yaitu adsorbennya berupa Molecularly Imprinted.Molecularly Imprinted merupakan polimer yang dibuat dengan menggunakan teknik pencetakan molekuler yang meninggalkan rongga dalam matriks polimer dengan afinitas yang tinggi untuk memilih "template" molekul target.Kondisi ekstraksi harus diperhatikan mulai dari jenis pelarut ekstraksi sampel, larutan pencuci dan eluen, jumlah MIP, laju alir dan volume sampel. Jenis pelarut : kepolaran pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi analit semaksimaksimal mungkin. Pencuci : harus dapat menghapus interferens dari adsorben. Eluen : harus dapat mengelusi analit dari kolom MIP Jumlah MIP : mempengaruhi recovery analit Laju alir : parameter untuk retensi kuantitatuf analit pada SPE Volume Sampel : untuk memastikan baik atau tidaknya reprodusibilitas SPE(Xiuying Liu, 2013)

BAB IV

KESIMPULAN

1. Sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado ada yang positif menggunakan Rhodamin B. Sampel yang positif menggunakan Rhodamin B yaitu sampel kue bolu kukus yang diambil di pasar Karombasan, pasar Bersehati dan pasar Tuminting (Tabel 1, Tabel 3, Tabel 4). Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis jajanan kue berwarna merah muda tersebut menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan 2 kali pengujian (duplo).

2. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar Rhodamin B untuk sampel kue bolu kukus yang diambil dari pasar Karombasan pada penjual I yaitu 0,0019798 g/ml (Tabel 1), pada penjual II yaitu 0,0011963 g/ml, dari pasar Bersehati pada penjual I yaitu 0,00123415 g/ml, pada penjual II yaitu 0,00122575 g/ml (Tabel 3) dan dari pasar Tuminting pada penjual I yaitu 0,002413650 g/ml (Tabel 4).DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Metode Analisis PPOMN. Pusat Pengujian Obat dan Makanan. Badan POM RI. Jakarta.

Anonim. 2008. Bahan Tambahan Terlarang dan Berbahaya. Tersedia di : http://dinkes.denpasarkota.go.id.Anonim, 2013. Ekstraksi dan SPE. Tersedia di: http://majabintang.com/index.php/article/97article/solid-phase-extraction/123-ekstraksi-spe (Diakses tanggal 16 Mei 2014)Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan Pertama. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Djarismawati. 2004. Pengetahuan dan Prilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 (1).

Judarwanto, W. 2006. Perilaku Anak Sekolah. Tersedia di: http//www.gizi.net.co.id (Diakses tanggal 16 Mei 2014)

Kelner. 1985. Rhodamine B Ingestion as A Cause of Fluorescebt Red Urine The Western Journal of Medicine.Liu, R. G.; Li, X.; Li, Y. Q.; Jin, P. F.; Qin, W.; Qi, J. Y. 2005. Biosens. and Bioelectron., 25, 629-634Luo, C.; Wei, R.; Guo, D.; Zhang, S.; Yan, S. Chem. Eng. J. 2013, 225, 406-415.MerckIndex.2006. Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed14Th, 1410,1411,Merck & Co.,Inc,White house Station,NJ,USA.

Nestman et al. 1979. Mutagenic Activity of Rhodamine Dyes and Their Impuritis as Detected By Mutation Induction in Salmonella and DNA Damage in Chinese Hamster Ovary Cells. Journal of Cancer Research.

Sumarlin L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintetis pada Produk Pangan yang Beredar di Jakarta dan Ciputat. Jurnal Valensi Vol1 (6).

Waston, David G. 2005. Analisis Farmai. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Wijaya, Desi. 2011. Waspada Zat Aditif dalam Makananmu (Inilah Biang Kerok Beragam Serangan Penyakit Mematikan). Buku Biru. Yogyakarta.

Xiuying Liu, dkk. 2013. Spectrometric Determination of Rhodamine B in Chili Powder After Molecularly Imprinted Solid Phase Extraction. Bull. Korean Chem. Soc. Vol.34, No.11.

Yamlean, Paulina V. Y. 2011. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado.

Yazid,. E,. 2005.Kimia Fisika untuk Paramedis.Andi. Yogyakarta. Tersedia di: http://digilib.itb.ac.id/Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Andi Offset. Yogyakarta.

.