Ke Jang Dem Am Hilda

47
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RS HUSADA Kejang demam sedererhana suspec pneumonia Disusun oleh: Hilda Melysa LB 112015016 Pembimbing : Dr. Frieda, SpA Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Husada Periode 19/10 –26/12/2015 Fakultas Kedokteran UKRIDA JAKARTA 1

description

case

Transcript of Ke Jang Dem Am Hilda

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RS HUSADA

Kejang demam sedererhana suspec pneumoniaDisusun oleh:

Hilda Melysa LB

112015016Pembimbing :

Dr. Frieda, SpAKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

RS Husada Periode 19/10 26/12/2015

Fakultas Kedokteran UKRIDA JAKARTATopik

: Kejang demam sederhana suspec pneumoniaNama

: Hilda Melysa LB

NIM

: 11-2015-016Dokter Pembimbing : dr. Frieda, SpA.I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap

: An. ARBTanggal Lahir

: 20 Agustus 2014Umur

: 1 tahun 2 bulanJenis kelamin

: PerempuanAlamat : Jl. Mangga besar XIII No.19 RT 001 / 03. Mangga dua Jakpus.Agama

: IslamPendidikan

: Belum SekolahSuku bangsa

: Indonesia

Tanggal masuk RS: 20 Oktober 2015 jam 09:12 IDENTITAS ORANG TUAAyah

Nama lengkap : Tn. MP Umur

: 33 tahun Suku bangsa: Indonesia Alamat

: Jl. Mangga besar XIII No.19 RT 001 / 03. Mangga dua Jakpus. Agama

: Islam Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan

: WiraswastaIbu Nama lengkap : Ny. N Umur

: 31 tahun

Suku bangsa: Indonesia Alamat

: Jl. Mangga besar XIII No.19 RT 001 / 03. Mangga dua Jakpus. Agama

: Islam Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah TanggaHubungan dengan ayah: ayah kandungHubungan dengan ibu: ibu kandungII. ANAMNESIS

Alloanamnesis

: Ibu pasien, pada tanggal 20 Oktober 2015Keluhan utama

: kejang 2 jam SMRSKeluhan tambahan

: Batuk, Berdahak, Pilek, muntah 3-4 kali sehari, mual, tidak nafsu makanRIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

ibu pasien mengeluh pasien batuk pilek yang sudah berlangsung selama kurang lebih dua minggu, sudah dibawa berobat namun tidak kunjung sembuh. batuk disertai dahak berwarana putih dan pasien susah untuk mengeluarkan dahak, demam tidak ada, nafsu makan mulai turun namun minum masih mau. BAB dan BAK normal.lima hari SMRS sebelum masuk RS Husada, pasien terasa hangat namun orang tua pasien tidak mengukur suhunya, batuk semakin sering, memburuk pada malam hari, ibu pasen mengeluh pasien sering terbangun saat batuk, nafas terdengar serasa berat. Pasien hanya diberikan obat batuk da pilek saja Pilek sudah tidak ada, Tidak nafsu makan dan hanya minum susu, BAB dan BAK normalsatu hari SMRS demam masih belum turun, panas dirasakan semakin meningkat namun tidak diukur ibunya dan ibu pasien memberi obat paracetamol drop satu kali sehari saja, muntah saat batuk sebanyak 4 kali berisikan dahak berwarana putih, tidak nafsu makan sama sekali, minum sedikit, belum BAB, BAK normaldua jam SMRS, pasien datang dengan keluhan kejang satu kali selama lima menit, kejang seluruh badan, mata pasien mendelik kearah atas dan setelah kejang pasien menangis dan menurut ibu ini pertama kali pasien mengalami kejang. Ibu mengatakan saat kejang ibu memasukan sendok kedalam mulut anak untuk mencegah lidah tergigit, batuk dan demam masih ada.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULUTidak adaRIWAYAT PENYAKIT KELUARGARiwayat kejang pada keluarga tidak adaSILSILAH KELUARGA (FAMILYS TREE)

Ayah Ibu

Pasien

DATA KELUARGA AYAH/WALIIBU/WALI

Umur (thn)33 tahun31 tahun

Perkawinan ke11

Keadaan Kesehatan/ Penyakit bila adaSehatSehat

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Pasien lahir secara spontan pervaginam ditolong oleh bidan. Ibu pasien tidak mengetahui apa itu APGAR, menurut Ibu pasien saat lahir anaknya segera menangis kuat, tampak kemerahan, bergerak aktif dan tidak kejang. Masa gestasi 38 minggu. Berat badan lahir pasien adalah 2200 gram, panjang badan lahir dan lingkar kepala lupa. Saat hamil, ibu pasien rutin kontrol ke Puskesmas dan tidak mempunyai penyakit selama kehamilan.

Kurva Lubchenko

Kesan : Neonatus cukup bulan kecil masa kehamilan (NCB-KMK)

Berat Badan Lahir terletak di persentil 10RIWAYAT PERTUMBUHAN

UmurBerat Badan

0 tahun2200 gram

1 tahun6,5 kg

Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien belum dapat dinilai karena data tidak lengkap.RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi pertama: lupa

Reflex menghisap

: 0 bulan

Tengkurap

: 4 bulan

Duduk

: 9 bulan

Merangkak

: 6 bulan

Bicara

:9 bulan

Berdiri

: 12 bulanBerjalan

: 14 bulanBerlari

: 14 bulanKesan: Tidak ada keterlambatan perkembangan pada pasien ini.RIWAYAT IMUNISASI

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan

ImunisasiWaktu Pemberian

BulanBooster (tahun)

0123456912185612

BCGI

DPTIIIIII

PolioIIIIIIIV

Hepatitis BIIIIII

CampakI

VaksinUsia

Hepatitis A----

PCV----

Rotavirus----

MMR----

Varicela----

Influenza----

Tifoid----

HPV----

Kesan: - riwayat imuisasi dasar lengkap

- Imunisasi non-PPI belum dilakukan

Riwayat Makanan Usia (bulan)ASISusu FormulaBubur SaringBuburNasi TimBuahNasi+lauk

0 6 bulanAd libitum on demandSusu formula 80 cc 3-4 kali/hari3x/hari porsi kecil----

6 7 bulanAd libitum on demandSusu formula 120 cc 3-4 kali/hari3x/hari porsi kecil--pisang/pepaya 1x/hari1x/hari

8 bulan 12 bulanAd libitum on demandSusu formula 120 cc 4-5 kali/hari -2x/hari porsi kecil-pisang/pepaya 1x/hari1x/hari

Kesan : - ASI eksklusif

- - Kualitas dan kuantitas makanan cukup baik.RIWAYAT PENYAKITPenyakit Penyakit

Diare -Morbili -

Otitis -Parotitis -

Radang paru-Demam berdarah-

Tuberkulosis -Demam tifoid-

Kejang -Cacingan -

Ginjal -Alergi-

Jantung -Kecelakaan -

Darah -Operasi -

Difteri -Lain-lain-

DATA PERUMAHAN

Kepemilikan Rumah: Milik orang tua pasien

Keadaan Rumah: 1 rumah ditinggali 3 orang (ayah, ibu pasien, dan pasien), terdiri dari 4 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur, dan 1 ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang keluarga. Rumah tersebut sekaligus merupakan tempat ayah pasien berwirausaha.Ventilasi: Terdapat jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang tamu sehingga sinar matahari dapat masuk ke rumah, 2 jendela di dapur. Terdapat lubang udara di atas tiap pintu sebagi tempat pertukaran udara.Cahaya

: Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu dan kamar. Terdapat lampu dengan sinar putih di setiap ruangan (kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu, dapur).

Keadaan Lingkungan: Sanitasi lingkungan baik, selokan depan rumah lancar.Kesan : Kondisi rumah dan lingkungan baik III. PEMERIKSAAN FISIKTanggal : 20 Oktober 2015PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital:

Frekuensi nadi : 100 x/menit

Frekuensi napas : 30 x/menit

Suhu

: 38,0 oC

Tekanan darah : -Data Antropometriperempuan 1 tahun 2 bulan Berat badan

: 6,5 kg Panjang badan : lupa Lingkar lengan : 9 cm Lingkar kepala: 39 cmKurva Berat Badan Menurut Usia berdasarkan WHO

Kesan : berat badan menurut usia adalah gizi buruk dibawah persentil -3PEMERIKSAAN SISTEMATIS

KepalaBentuk dan ukuran normocephali, rambut hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut.MataBentuk simetris, palpebra superior dan inferior tampak cekung, kedudukan kedua bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva palpebral anemis +/+, sklera ikterik -/-, kornea kanan dan kiri jernih, pupil kanan dan kiri bulat simetris (2 mm/ 2 mm), refleks cahaya +/+, air mata +/+TelingaBentuk normotia, liang telinga kiri dan kanan lapang, hiperemis -/-, bulging -/-, serumen -/-.

HidungBentuk normal, septum deviasi (-), secret kering (+/+), pernafasan cuping hidung (+)

MulutBentuk normal, sianosis (-), bibir tidak kering dan tidak pecah-pecah, mulut tidak kotor, luka (+) di palatum durum.Lidah

Bentuk dan ukuran normal, kotor (-) tidak terdapat bercak-bercak putih

Tonsil

T1-T1Faring

Tidak hiperemis, uvula di tengah

LeherBentuk leher tidak ada kelainan, tidak terdapat pembesaran KGB. Kelenjar tiroid tidak tampak maupun teraba membesar.Paru

:Inspeksi: Bentuk normal, simetris keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga ( - )Palpasi: Fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki kering +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tampak pada sela iga ke V garis midclavicularis sinistra

Palpasi: Pulsasi ictus cordis teraba pada sela iga ke V garis midclavicularis sinistra.

Perkusi: Tidak dilakukan.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi: datar, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak gerakan peristaltik usus.

Palpasi: hepar dan lien tidak membesar, tidak teraba massa.

Perkusi: timpani di seluruh lapang abdomen.

Auskultasi: Bising usus (+) meningkat.Genitalia eksterna : perempuanEkstremitas: Akral hangat, tidak ada deormitas, tidak ada edema

Kulit: Sawo matang, tidak ada sianosisIV. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium tanggal 20 Oktober 2015HematologiLED

: 19 mm/jam (0-10)Hemoglobin

: 12,8 g/dL (11.8-15.0)

Hematokrit

: 38% (31-43)

Leukosit

: 35.4 10^3/L (5.5 15.5)

Trombosit

: 357 ribu/L (150 450)

MCV

: 76 fL (69 93)

MCH

: 25 pg/ml (22 34)

MCHC

: 33 g/dl (32 36)

Hitung Jenis

Basofil

: 0 (0-1)

Eosinofil

: 0(1-5)

Neutrofil Batang: 0(3-6)

Neutrofil segmen: 10% (20-60)

Limfosit

: 78% (25-50)

Monosit

: 3% (1-6)Eritrosit

: 5.06 juta (3.80-5.80)

Retikulosit

: 1,12% (0.5-2.0)Kimia Klinik

CRP Kuantitatif: 2.05 mg/dL ( 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

DIAGNOSIS

Anamnesis1,9,10

Pada anak yang mengalami kejang perlu ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali atau sudah pernah sebelumnya; bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa. Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifa klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, interval antara dua serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran, atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.

Kejang demam sangat sering dijumpai pada bayi dan anak. Perlu dibedakan apakah kejang demam tersebut merupakan kejang demam sederhanan, atau epilepsi yang dibangkitkan serangannya oleh demam. Beberapa patokan berikut ini dapat digunakan ada anamnesis: kejang terjadi pada umur diantara enam bulan sampai empat tahun, kejang harus sudah terjadi dalam enam belas jam setelah anak mulai demam, kejang bersifat umum, meskipun seringkali diawali oleh kejang fokal, frekuensi kejang tidak lebih dari empat kali dalam setahun, lama setiap kali kejang tidak lebih dari lima belas menit, tidak terdapat kelainan neurologis sebelum dan setelah kejang, dan EEG normal (dibuat > 1 minggu setelah bebas demam). Kejang demam yang memenuhi kriteria tersebut dianggap sebagai kejang demam sederhana; bila tidak, dianggap sebagai epilepsi yang dibangkitkan oleh demam.

Pada anak yang mengalami demam dapat ditanyakan mengenai karakteristik demam untuk mencari tahu penyebabnya. Ditanyakan apakah demam timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinu; apakah terutama terjadi pada malam hari, atau berlangsung beberapa hari, kemudian menurun atau naik lagi, dan sebagainya; apakah pasien menggigil, kejang, kesadaran menurun, mengigau, mencret, muntah, sesak napas, terdapatnya manifestasi perdarahan.

Bila anak mengalami mencret, perlu diketahui apakah mencret berlangsung akut atau kronik. Frekuensi defekasi sehari serta kira-kira banyaknya feses setiap kali buang air besar perlu ditanyakan; juga konsistensi tinja, warnanya (hitam seperti ter, hijau, kuning seperti dempul), baunya (busuk, anyir), serta apakah tinja disertai lendir dan atau darah. Konsistensi tinja yang cair dengan warna warna seperti air cucian beras mungkin mengarahkan diagnosis kepada kolera atau eltor; tinja lembek yang disertai lendir dan darah, apabila disertai dengan tenesmus seringkali khas untuk amebiasis intestinal. Selain rasa mulas, tenesmus serta kolik, perlu juga ditanyakan keluhan-keluhan lain yang menyertai mencret, misalnya muntah, sesak napas, kejang, gangguan kesadaran, kencing berkurang, lemas, lecet di dubur, dubur keluar dan sebagainya.

Pemeriksaan Fisik ,9,10

Pada pemeriksaan fisik perlu diperika kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar susunan saaraf pusat.

Pemeriksaan fisik pertama yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum pasien. Hal ini berkaitan dengan penilaian kesan keadaan sakit, termasuk fasies dan posisi pasien; kesadaran dan kesan status gizi, Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai :

Komposmentis : pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan.

Apatik : pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, ia akan memberikan respons yang adekuat bila diberikan stimulus.

Somnolen : yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatik, apsien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsif terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur lagi

Sopor : pada keadaan ini pasien tidak memberikan respons ringan mapun sedang, tetapi masih memberi sedikit respons terhadap stmulus yang kuat. Refleks pupil terhadap cahaya masih positif

Koma : pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah

Delirium : keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi, iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi halusinasi

Karakteristik tangisan pasien kadang-kadang dapat memberi petunjuk umum ke arah diagnosis tertentu. Tangisan yang kuar dapa disebabkan karena pasien memang merasa sakit, ketakutan, atau memang sekedar mau menangis saja. Apapun sebabnya, tangisan yang kuat biasanya memberi petunjuk bahwa pasien tidak dalam distres berat, dan pasien tidak dalam keadaan lemah. Sebaliknya tangisan yang lemah menunjukkan keadaan pasien yang lemah atau sakit cukup berat.

Penilaian status gizi dilengkapi dengan data antropometrik serta hasil pemeriksaan laboratorium. Penilaian status gizi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, data antropometris, dan hasil pemeriksaan laboratorium akan memberikan hasil yang akurat. Interpretasi dara antropometrik pada anak sebagai berikut,

Interpretasi berat badan terhadap umur dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam persentase:

> 120%: gizi lebih

80-120%: gizi baik

60 80%: tanda edema-gizi kurang; dengan edema-gizi buruk (kwasiorkor)

18 bulan tidak rutin Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

c. Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.d. Pencitraan MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), Paresis nervus VI, Papiledema.DIAGNOSIS BANDING

Kejang demam kompleks

Kejang demam kompleks kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :

1.Kejang lama > 15 menit

2.Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3.Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jamPneumonia adalah nflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar. Penyebab paling sering disebabkan oleh virus pernafasan dan puncaknya pada umur 2-3 tahun. Usi samerupakan factor penentu dalam manisfestasi klinis pneumonia. Neonates dapat menunjukan gejala demam. Pola klinis yangkhas pada pasien pneumonia viral dan bacterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan anak , walaupun perbedaan itu tidak selalu telihat jelas dipasien. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritic, retraksi dan sesaksering terjadi pada bati yang lebih tua dan anak. 7

Pneumonia virus lebih sering berasosisasi dengan batuk, mengi atau stridor dan gejala demam lebih tidka menonjol disbanding pneumonia bakterialis. Ciri pneumoni abakterialis adalah demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada auskultasi ditemukan rhonki kering, nafas cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta merintih.7Komplikasi yang sering timbul adalah efusi parapneumonik, mepisema, bronkiektasis dna abses paru.7

TATALAKSANA

Penatalaksanaan Saat Kejang9,13

Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat dan saat pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, dengan cara pemberian secara perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal yang dapat diberikan adalah 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Jika anak di bawah usia 3 tahun dapat diberi diazepam rektal 5 mg dan untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5 mg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.

Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan phenytoin intravena dengan dosis awal 10- 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/ kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika dengan phenytoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Pemberian Obat pada Saat Demam9,13

1. AntipiretikAntipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan. 2. Antikonvulsan Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,50 C. Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital, carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Bagan 2. Penatalaksanaan Kejang Demam.14Pemberian obat rumat.9,13

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat

Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

PROGNOSIS 9,13

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

Kemungkinan berulangnya kejang demamKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsiFaktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.

Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam

PENCEGAHAN

Edukasi pada Orang Tua

Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua perlu diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan keluarga; penjelasan terutama pada:

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

Memberitahukan cara penanganan kejang. Memberi informasi mengenai risiko berulang. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping obat. Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang:

Tetap tenang dan tidak panik. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah mungkin tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang. Tetap bersama pasien selama kejang. Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.Vaksinasi

Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.9,13

KESIMPULAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang demam tidak menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh. Edukasi orang tua penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang demam sebelum dirujuk ke rumah sakit.

Daftar Pustaka

1. Arief RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Cermin Dunia kedokteran. 2015. Sep. 42 (9):658-61.

2. Mahmood KT, Fareed T, Tabbasum R. Management of febrile seizures in children. J Biomed Sci and Res. 2011; 3(1): 353-7. 3. De Siqueira LFM. Febrile seizures: Update on diagnosis and management. Rev Assoc Med Bras. 2010; 56(4): 489-92.4. Millichap JG, Millichap JJ. Role of viral infections in the etiology of febrile seizures. Pediatr Neurol. 2006 Sep. 35(3):165-72.5. Kwong KL, Lam SY, Que TL, Wong SN. Influenza A and febrile seizures in childhood. Pediatr Neurol. 2006 Dec. 35(6):395-9.6. Delpisheh A, Veisani Y, Sayehmiri K, Fayyazi A. Febrile Seizures: Etiology, Prevalence, and Geographical Variation. Iran J Child Neurol. 2014 Summer; 8(3):30-37.

7. Nelson WE, Behman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Jakarta : EGC. 2012.h.2059-60.

8. Hay WW, Levin MJ, Deterding RR, Abzug MJ. Lange medical Book : Current Diagnosis & Treatment Pediatrics. 22nd ed. Mc Graw Hill Education. 2012.p.798-9.

9. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. 2006.

10. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta : CV Sagung Seto. 2003

11. Haryana. Meningitis.Apr 11, 2011. Diunduh dari http://www.vancoplus.com/meningitis/, Nov 7, 2015.

12. Vera M. Bacterial Meningitis. Mar 1, 2012. Diunduh dari http://nurseslabs.com/bacterial-meningitis/, Nov, 7 2015.

13. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : IDAI. 2010.h.150-3.

14. Kania N. Kejang pada Anak. Bandung : AMC Hospital. 12 Februari 2007.

15. Pramudianto A, Evaria. MIMS Indonesia, petujunk konsultasi. Edisi 12. Jakarta : Medidata Indonesia. 2013.h.294-5.

Peningkatan Suhu Tubuh

Metabolisme Basal Meningkat

O2 ke Otak Menurun

Resiko Tinggi Gangguan Kebutuhan Nutrisi

TIK Meningkat

Kejang Demam

Kejang Demam Sederhana

Kejang Demam Kompleks

Gangguan Perkusi Jaringan

Defisit VolumeCairan

Risiko Injury

RisikoTinggiGangguan TumbuhKembang

35