Kel 9 Spondilitis Tubercolosis
-
Upload
indra-saputra -
Category
Documents
-
view
39 -
download
6
Transcript of Kel 9 Spondilitis Tubercolosis
TUGAS KELOMPOK PBL SISTEM MUSKULOSKELETAL
PATOFISIOLOGI GANGGUAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL
Kelompok 9 :
Erik Adik Putra.B.K 1002038
Petrus Kinkin Prahara 1002082
Yonathan Hondo 10020
Ni Made Asri Wianita 1002076
Maianjelina Hutagaol 10020
Annisa Eka Febri R 1002005
Elisabeth W.M. Wede 1002035
Nindya Yuliana Rizki 1002078
Roselina Kurnia S.C 1002091
Efrin Rambu Leki 1002032
Erly Pe Leba 1002039
PRODI S - 1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
TA 2013/2014
SPONDILITIS TUBERCOLOSIS
A. Pengertian
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis.
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan
granulomatosa yg bersifat kronisdestruktif olehMycobacterium tuberculosis. Dikenal
pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 – L3dan paling jarang pada
vertebraC1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi
jarang menyerang arkus vertebrae.
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa
merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif
olehMycobacterium tuberculosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan
infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1973) yang
pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit
ini disebut juga sebagai penyakit Pott atau tuberculous vertebral
osteomyelitis (Rasjad, 2007).
B. Anatomi fisiologi
C. ETIOLOGI
Penyakit ini
disebabkan
oleh karena
bakteri
berbentuk
basil.
Bakteri
yang paling
sering
menjadi
penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun
spesiesMycobacterium yang lain pun dapat juga bertanggung jawab sebagai
penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum, bovine tubercle baccilus,
ataupun non-tuberculous mycobacteria (Brooks, 2008)
Ruas tulang
belakang
tulang leher (vertebrae sevicale)
ruas tulang punggung (vertebrae
dorsales)
ruas tulang pinggang (vertebrae
lumbales)
ruas tulang kelangkang (os.cacrum)
ruas tulang ekor (vertebrae
cocigeus)
7 ruas
12 ruas
5 ruas
5 ruas
4 ruas
Tulang dada
(Sternum)
Hulu (manubrium sterni)
Badan (corpus sterni)
Taju pedang (proccesus
xyphoideus)
Tulang rusuk
(Costae)
tulang rusuk sejati (costa vera)
tulang rusuk palsu (costa sporia)
pasang tulang rusuk melayang
(costa fluctuantes)
7 pasang
3 pasang
2 pasang
Tulang gelang
bahu
tulang belikat (scapula)
tulang selangka (clavicula)
2 tlg
2 tlg
Tulang gelang
panggul
tulang usus (os.ilium)
tulang duduk (os.ichium)
tulang kemaluan (os.pubis)
2 tlg
2 tlg
2 tlg
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan
lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus
urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis
(Rasjad, 2007).
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder.
Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan
ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi
menjadi lima stadium, yaitu13:
1. Stadium I (Implantasi) : Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat
dari daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau
torakolumbal soliter atau beberapa level.
2. Stadium II (Destruksi awal) : Terjadi 3-6 minggu setelah implantasi. Mengenai
diskus intervertebralis.
3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) : Terjadi setelah 8-12 minggu dari
stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi yang hebat
dan kolaps dengan pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).
4. Stadium IV (Gangguan Neurologis) : Terjadinya komplikasi neurologis, dapat
berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom.
5. Stadium V (Deformitas residual) : Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I.
Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi.
Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra. Destruksi tulang yang
progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan kifosis. Kanal spinalis menyempit
karena adanya abses atau jaringan granulasi. Ini mengakibatkan kompresi spinal
cord dan defisit neurologis.
E. TANDA DAN GEJALA
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)
1. Terdapat gejala klasik tuberkulosis berupa penurunan berat badan, keringat
malam, demam subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak menonjol.
2. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila
istirahat.
3. Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20% kasus
(akibat abses dingin).
4. Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan kifosis).
5. Pada awalnya terjadi nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian
diikuti paraparesis yang lambat laun semakin memberat, spastisitas, klonus,
hiperrefleksia dan refleks Babinsky bilateral. Dapat ditemukan deformitas dan
nyeri ketok tulang vertebra.
6. Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama
gangguan motorik.
7. Gangguan menelan dan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis
tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis
b. Uji Mantoux positif
Dilakukan dengan penyuntikan intrakutan dan “multiple puncture method” dengan
4-6 jarum berdasarkan cara Heaf dan Tine. Sampai sekarang cara Mantoux masih
dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan karena jumlah
zat yang dimasukkan ke intrakutan dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang
terdapat pada uji mantoux terdiri atas: (Staf IKA UI, 2007)
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2. Pemeriksaan radiologis
a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus
vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus
tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral
c. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarung burung
(bird’s nets) di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses
terlihat berbentuk fusiform
d. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis
e. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
f. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum
tulang
g. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
h. Pemeriksaan MRI
G. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Pengobatan terdiri atas: (Rasjad, 2007)
1. Terapi konservatif, berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak
dioperasi
d. Pemberian obat antituberkulosa
Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:
1) Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari
dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat
badan.
2) Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan
3) Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari
4) Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak.
Pada orang dewasa 300-400 mg per hari.
5) Streptomisin, pada saat ini tidak digunakan lagi.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,
setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka
dan sekaligus debrideman serta bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan
utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif
masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold
abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat
terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang
besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa,
yaitu:
1) Debrideman fokal
2) Kosto-transveresektomi
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pottds paraplegiaa.
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulaspinalis dan
saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatantulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
2. Ruptur abses paravertebraa.
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk
psoas abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).
3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pustuberkulosa,
sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia
“ prognosabaik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh
jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :menigomyelitis “ prognosa buruk). Jika
cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor).
MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau
karena invasi dura dancorda spinalis.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang
terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian
di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah
kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri
dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan
diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien,
keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan
dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS
dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah
sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada
atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah
berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya
keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat
badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di
dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis
paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab
timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain
yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada
yang menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan
kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,
pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut
dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.Adanya tindakan medis serta
perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang
kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti
benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam
pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat
tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang
mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
7) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah
dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
8) Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan
adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB
dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya
perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses
aliminasi.
9) Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
10) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahat.
11) Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran
dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya
hubungan interpersonal.
12) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
13) Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila
terjadi komplikasi paraplegi.
14) Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal
curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara
merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
15) Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti
penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang
menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya
untuk mengurangi stres.
16) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan
pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
17) Pemeriksaan fisik.
a) Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan
pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
b) Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c) Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d) Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
18) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a) Radiologi
Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,
sangat jarang menyerang area posterior.
Terdapat penyempitan diskus.
Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b) Laboratorium
Laju endap darah meningkat
Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
c) Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data
subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi
atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan,
observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun
laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang
di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).
b. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang
nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk
melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa
adalah:
1) Gangguan mobilitas fisik
2) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
3) Perubahan konsep diri : Body image.
4) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
c. Perencanaan Keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan klien.( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri.
Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
Mattress
Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang
keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
d) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada
tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat
ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau
lecet – lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra
indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek
samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
2) Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya
peradangan sendi.
Tujuan
a) Rasa nyaman terpenuhi
b) Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
a) klien melaporkan penurunan nyeri
b) menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan
peningkatan keberhasilan.
Rencana tindakan
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan
nyeri ke daerah yang baru.
b) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap
nyeri.
c) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk
meningkatkan rasa nyaman.
e) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
3) Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping
yang adaptif.
Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan
keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
Rencana tindakan
a) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b) Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan
teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi
perubahan body image.
4) Kurang pengetahuan berhungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
Kriteria hasil
a) Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau
korset
b) Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c) Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana
pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
Daftar Pustaka
Anonim, 2007. Spondylitis Tuberkulosa. Diakses tanggal 25 Agustus 2010 darihttp://www.medlinux.blogspot.com
Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. p. 195-197
Hidalgo, J.A., 2005. Pott Disease. Diakses tanggal 25 Agustus 2010 darihttp://www.eMedicine.com/med/topic
Rasjad C., 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. p. 144-149
Tamburaf, V., 2006. Spinal Tuberculosis. Diakses tanggal 25 Agustus 2010 darihttp://www.infeksi.com http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-dengan- spondilitis.html
http://adirasoziety.blogspot.com/2012/08/laporan-tutorial-spondilitis-tuberkulosa.html