Kel 13 Epidemiologi

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Globalisasi adalah suatu proses menyeluruh di dunia yang menyertakan internasionalisasi komunikasi, perdagangan dan organisasi ekonomi. Hal itu melibatkan perubahan sosial, politis dan ekonomi secara cepat. Globalisasi mempunyai potensi untuk menyebabkan ketidakseimbangan. Riset terhadap dampak perubahan politis dan ekonomi yang cepat serta meluasnya ketidakseimbangan sosial pada penyebaran dan kemunculan penyakit, dapat menjadi pertimbangan bagi pilihan kebijakan kesehatan di suatu negara. Seperti yang diketahui, sekarang ini banyak masalah kesehatan masyarakat, khususnya pengendalian penyakit. Adanya epidemiologi dapat menjadi alat atau metode yang strategis untuk memecahkan dan menanggulangi masalah kesehatan tersebut. Di bidang kesehatan, pengenalan masalah merupakan landasan bagi pengelolaan kesehatan, yaitu untuk merencanakan tindakan pencegahan ataupun mengatasi masalah yang dihadapi. Epidemiologi sebagai ilmu diagnosa kesehatan masyarakat, terus menerus berkembang dari pengalaman menghadapi sepak terjang penyakit sebagai fenomena massa. Ketika wabah penyakit menular melanda bangsa-bangsa di dunia, epidemologi diartikan sebagai ilmu tentang epidemik (wabah). Untuk mengatasi suatu wabah yang tengah berkecamuk, perlu diketahui bagaimana menjalarnya wabah tersebut dengan mengamati siapa-siapa yang terserang, dimana wabah menyerang, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyerang sejumlah orang tertentu. Sesuai peranannya pada masa itu epidemiologi dirumuskan sebagai ilmu tentang fenomena massa penyakit infeksi (Frost, 1927). Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit dalam masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang

description

Ukuran Asosiasi

Transcript of Kel 13 Epidemiologi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Globalisasi adalah suatu proses menyeluruh di dunia yang menyertakan

    internasionalisasi komunikasi, perdagangan dan organisasi ekonomi. Hal itu

    melibatkan perubahan sosial, politis dan ekonomi secara cepat. Globalisasi

    mempunyai potensi untuk menyebabkan ketidakseimbangan. Riset terhadap

    dampak perubahan politis dan ekonomi yang cepat serta meluasnya

    ketidakseimbangan sosial pada penyebaran dan kemunculan penyakit, dapat

    menjadi pertimbangan bagi pilihan kebakan kesehatan di suatu negara.

    Seperti yang diketahui, sekarang ini banyak masalah kesehatan masyarakat,

    khususnya pengendalian penyakit. Adanya epidemiologi dapat menjadi alat atau

    metode yang strategis untuk memecahkan dan menanggulangi masalah kesehatan

    tersebut. Di bidang kesehatan, pengenalan masalah merupakan landasan bagi

    pengelolaan kesehatan, yaitu untuk merencanakan tindakan pencegahan ataupun

    mengatasi masalah yang dihadapi.

    Epidemiologi sebagai ilmu diagnosa kesehatan masyarakat, terus menerus

    berkembang dari pengalaman menghadapi sepak terjang penyakit sebagai

    fenomena massa. Ketika wabah penyakit menular melanda bangsa-bangsa di

    dunia, epidemologi diartikan sebagai ilmu tentang epidemik (wabah). Untuk

    mengatasi suatu wabah yang tengah berkecamuk, perlu diketahui bagaimana

    menjalarnya wabah tersebut dengan mengamati siapa-siapa yang terserang,

    dimana wabah menyerang, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

    menyerang sejumlah orang tertentu. Sesuai peranannya pada masa itu

    epidemiologi dirumuskan sebagai ilmu tentang fenomena massa penyakit infeksi

    (Frost, 1927).

    Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Kesehatan Masyarakat

    (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit

    ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit

    dalam masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu,

    epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang

  • 2

    banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan

    (M.N Bustan, 2006).

    Menurut asal katanya, secara etimologis, Epidemiologi bearti ilmu

    mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari bahasa

    Yunani, di mana epi = upon, pada atau tentang; demos = people, penduduk; dan

    logia = knowledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejarah

    kelahirannya dimana epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang

    mengenai penduduk (epidemi). Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada

    waktu itu hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic (penyakit

    yang mengenai penduduk secara luas). Epidemiologi memberikan perhatian

    tentang epidemic yang banyak menelan korban kematian, dan begitulah nama

    Epidemiologi tidak bias dilepaskan dengan epidemi itu sendiri (M.N Bustan,

    2006).

    Epidemiologi juga erat hubungannya dengan dunia kerja, yaitu mengenai

    Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Tempat kerja bisa menjadi tempat

    penyebaran penyakit atau perkembangbiakannya wabah penyakit. Oleh karena itu

    dengan epidemiologi dapat diatasi masalah penyebaran penyakit dan cara

    penanggulangannya serta identifikasi bahaya-bahaya yang akan terjadi. Faktor

    faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit adalah host, agent, dan

    environmental.

    Host atau pejamu adalah faktor yang ada dalam diri manusia, yang dapat

    mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut yaitu

    faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status

    perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup dan lain-lain. Agent atau bibit penyakit

    merupakan suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau

    ketidakhadirannya dapat menimbulkan dan mempengaruhi perjalan suatu

    penyakit. Substansi atau elemen yang dimaksud banyak macamnya, yang secara

    sederhana dapat dikelompokkan kedalam lima macam, yaitu nutrient, faktor

    kimia, faktor fisik, faktor mekanik, dan faktor biologi. Sedangkan untuk faktor

    environmental (lingkungan) adalah seperti faktor lingkungan fisik dan lingkungan

    non-fisik. Hubungan antara host, agent dan environmental dalam menimbulkan

    suatu penyakit amat komplek dan majemuk.

  • 3

    Penyakit merupakan gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh

    seseorang. Penyakit, sakit, cedera, dan gangguan semuanya dikategorikan didalam

    istilah tunggal morbiditas. Morbiditas (kesakitan) merupakan derajat sakit,cedera

    atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas juga merupakan suatu

    penyimpangan dari status sehat dan sejahtera, atau keberadaan suatu kondisi sakit.

    Morbiditas biasanya ditunjukkan dalam angka prevalensi atau insidensi

    yangumum atau spesifik. Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan;

    jumlahorang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering

    kalimerupakan kelompok yang sehat atau kelompok yang berisiko.

    Mortalitas (kematian) dan angka kematian digunakan sebagai indicator

    status kesehatan. Selain itu angka morbiditas atau angka kesakitan juga digunakan

    sebagai indikator kesehatan.

    Jika ditinjau dari proses yang terjadi pada orang sehat, menderita penyakit

    dan terhentinya penyakit tersebut yang dikenal dengan nama riwayat alamiah

    perjalanan penyakit (RAP), ada beberapa tahap, yaitu tahap prepatogenesis,

    inkubasi, penyakit dini, penyakit lanjut, dan tahap akhir penyakit.

    Adapun empat tahapan kegiatan untuk mengatasi masalah penyakit menular,

    yaitu:

    Apa masalahnya (surveillance). Identifikasi masalah, apa

    masalahnya, kapan terjadinya, di mana, siapa penderitanya,

    bagaimana terjadinya, kapan hal itu terjadi, apakah ada kaitannya

    dengan musim atau periode tertentu.

    Mengapa hal itu terjadi (identifikasi faktor resiko). Mengapa hal itu

    lebih mudah terjadi pada orang tertentu, faktor apa yang

    meningkatkan kejadian (faktor resiko) dan faktor apa yang

    menurunkan kejadian (faktor protektif).

    Apa yang berhasil dilakukan (evaluasi intervensi). Atas dasar kedua

    langkah terdahulu, dapat di rancang upaya yang perlu dilakukan

    untuk mencegah terjadinya masalah, menanggulangi dengan segera

    penderita dan melakukan upaya penyembuhan dan pendampingan

    untuk menolong korban dan menilai keberhasilan tindakan itu dalam

    mencegah dan menanggulangi masalah.

  • 4

    Bagaimana memperluas intervensi yang efektif itu (implementasi

    dalam skala besar). Setelah diketahui intervensi yang efektif,

    tindakan selanjutnya bagaimana melaksanakan intervensi itu di

    pelbagai tempat dan setting dan mengembangkan sumber daya untuk

    melaksanakannya.

    Suatu penyakit (menular) tidak hanya selesai setelah membuat seseorang

    sakit, tetapi cenderung untuk menyebar. Setelah menyelesaikan riwayatnya pada

    suatu rangkaian kejadian sehingga seseorang jatuh sakit, pada saat yang sama

    penyakit beserta kumannya dapat berpindah dan menyebar ke orang lain.

    Dalam proses perjalanan penyakit, kuman memulai aksinya dengan

    memasuki pintu masuk tertentu calon penderita baru dan kemudian jika ingin

    berpindah ke penderita baru lagi, kuman tersebut akan keluar melalui pintu

    tertentu.

    Pengetahuan tentang jalan masuknya kuman (perjalanan penyakit) ini

    penting untuk epidemiologi karena dengan itu dapat dilakukan penghadangan

    perjalanan penyakit (kuman) yang masuk ke dalam tubuh manusia. Misalnya

    cacing yang ingin masuk melalui mulut dapat dicegah dengan mencuci tangan

    sebelum makan.

    Di samping perlu mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi penyakit

    serta proses perjalanan penyakit, selain itu yang terpenting adalah mengenal ada

    atau tidaknya suatu penyakit di masyarakat , jika ada kemudian mengukur jumlah

    frekuensi masalah kesehatan yang terjadi dan menanggulangi insiden penyebaran

    penyakit tersebut.

    Dalam epidemiologi, penyebab penyakit perlu diketahui dengan maksud

    untuk mengetahui proses trejadinya penyakit dan berupaya mencegah beraksinya

    factor penyebab itu. Dilihat dari segi epidemiologis, kejadian penyakit umumnya

    dengan sejumlah penyebab. Sebaliknya satu penyebab juga menyebabkan

    beberapa penyakit (M.N Bustan, 2006).

    Salah satu unsur pokok yang terdapat pada epidemiologi ialah mempelajari

    tentang frekuensi masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia dan

    atau masyarakat. Dengan demikian untuk dapat memahami epidemiologi dengan

  • 5

    baik, haruslah dapat dipahami pula tentang frekuensi masalah kesehatan tersebut

    (Azrul Azwar, 1999).

    Selain itu ada juga pengukuran Asosiasi merupakan hal yang penting dalam

    penyebaran penyakit. Ukuran Asosiasi berkaitan dengan bagaimana kejadian atau

    lingkungan yang berbeda berhubungan satu sama lain atau bagaimana suatu

    asosiasi sebab akibat memang ada untuk meyebabkan penyakit. Dengan

    mengetahui ukuran asosiasi dapat mengetahui berapa besar kemungkinan bahwa

    hubungan antar kejadian terbentuk akibat variable-variabel sebab akibat.

    1.2 TUJUAN

    Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul Ukuran Asosiasi pada

    Penyebaran Penyakit adalah

    1. Dapat memahami dan mengukur Risiko Relative, Risiko Laju Insidensi

    dan Rasio Odd pada suatu maslah kesehatan / penyebaran penyakit

    2. Dapat memahami Beda Risiko, Beda Laju Insidensi, dan Penggunaan

    Ukuran Asosiasi.

  • 6

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Ukuran asosiasi termasuk salah satu dari tiga ukuran dalam epidemiologi.

    Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan akibat pemaparan dari suatu

    penyakit dan berfungsi untuk mengukur keeratan hubungan statistik antara faktor

    tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan

    tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur dengan menggunakan

    Risiko Relatif (Relative Risk) dan Rasio Odds (Odds Ratio) (Bustan,2006).

    Ukuran asosiasi juga merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara

    suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit. Memasukkan suatu

    perbandingan frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan berbagai

    derajat eksposur. Selain itu, beberapa ukuran asosiasi juga digunakan untuk

    mengestimasi efek penyakit yang ditimbulkan (Azwar,1999).

    Ukuran asosiasi terdiri dari :

    1. Ukuran Rasio [Rasio Resiko/Risiko Relatif (RR) dan Odds Ratio (OR)]

    2. Ukuran Beda [Risk Different/Beda Risiko (RD)]

    (Azwar,1999)

    2.1 RISIKO RELATIF

    Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio) adalah

    perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok orang yang

    berbeda. Risiko relatif (RR) biasanya digunakan untuk memperkirakan paparan

    terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi kesehatan. Risiko relatif adalah rasio

    angka insidensi penyakit karena paparan dibandingkan dengan angka insidensi

    penyakit yang sama tanpa terpapar, dengan rumus sebagai berikut:

    Relative Risk = Angka insidensi penyakit dalam kelompok yang terpapar

    Angka insidensi penyakit dalam kelompok tanpa terpapar

    Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas, dengan ini

    dapat dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit jika mereka terpapar

    dan berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau tidak terpapar (Magnus, 2010).

  • 7

    Risiko relatif berhubungan dengan penelitian kohort. Penelitian kohort

    disebut juga penelitian insiden atau penelitian prospektif karena dikaitkan dengan

    waktu pengumpulan datanya, bukan menyatakan hubungan antara eksposur dan

    efeknya. Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metodenya yang

    memungkinkan mengamati bagaimana suatu faktor keterpaparan berlangsung

    hingga memungkinkan terjadinya efek. Pada umumnya rancangan kohort

    merupakan penelitian epidemiologi longitudinal prospektif, yaitu:

    a) Dimulai dari status keterpaparan

    b) Arahnya selalu maju

    Rancangan penelitian kohor dapat digambarkan sebagai berikut:

    Efek

    Faktor Risiko (FR)

    Waktu

    Arah pengumpulan data

    Gambar 1 rancangan Penelitian kohort

    Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok (subjek) sehat dari

    suatu populasi. semua subjek penelitian harus bebas dari penyakit atau efek yang

    diteliti. Setelah itu subjek-subjek dengan maupun tanpa paparan faktor risiko

    diikuti terus secara prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu. Hasilnya

    memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif (Relative Risk).

    Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis terhadap data penelitian

    kohor, perlu adanya pemahaman kerangka tabulasi yang baku. risiko relatif dapat

    digambarkan dalam suatu matriks empat sel 2 x 2 yang mempresentasikan adanya

    eksposur faktor risiko dan penyakit (Ryadi, dkk., 2010).

    ya

    Populasi

    subjek:

    Sampel orang

    sehat tanpa

    sakit

    Populasi

    Populasi

    tidak

    ya

    tidak

  • 8

    Tabel 2.1

    Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:

    Eksposur Outcome/ efek

    Total (+) (-)

    (+) A B (a+b)

    (-) C D (c+d)

    Total (a+c) (b+d)

    Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden kasus kelompok

    terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus kelompok tidak terpapar adalah

    b/(b+d).

    Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:

    Interpretasi:

    1) RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar sama dengan

    kelompok tidak terpapar.

    2) RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit.

    3) RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit(Bustan,

    2006).

    Contoh soal:

    Suatu bahan cat tertentu bila digunakan dalam jangka waktu lama dapat

    menimbulkan kanker kulit. Untuk mewaspadai sifat karsinogenik kini diadakan

    studi kohort. Pada penelitian diambil 1.500 pegawai di perusahaan cat tersebut

    yang sehari-harinya mengalami kontak langsung terhadap bahan yang dicurigai

    sebagai kelompok terpapar. Sebagai kelompok control adalah mereka yang

    dianggap yang tidak terpapar. Diambil 2.500 pegawai perusahaan (yang sehari-

    harinya tidak mengalami kontak dengan bahan cat tersebut).

    2.2 RISIKO LAJU INSIDENSI

  • 9

    Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat dibedakan

    menjadi 2 jenis yaitu insidence dan prevalens insidence sering dikatakan sebagai

    kasus baru, sedangkan prevalens sering dikatakan sebagai kasus baru dan kasus

    lama.

    2.2.1 Laju Insidentil / Insidence Rate

    Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase

    klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Incidens rate dari suatu penyakit

    tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk

    selama periode/kurun waktu tertentu.

    K = Konstanta ( 100%, 1000 )

    Kegunaan Insidence rate adalah :

    1. Untuk menentukan penduduk yg menderita dan terancam

    2. Untuk penelitian kasus (mencari faktor risiko)

    3. Untuk mengetahui faktor penyebab

    4. Untuk mengevaluasi keberhasilan program penanggulangan

    Didalam mempelajari insidence diperlukan penentuan waktu atau saat

    timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang aut seperti influenza, infeksi

    stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardinal infarction dan cerebral

    hemorrhage. Penentuan insidence rate ini tidak begitu sulit berhubung waktu

    terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan

    penyakitt dimana timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan nya diagnosis

    paati diartikan sebagai waktu mulai penyakit.

    Insidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan periode waktu tertentu

    seperi bulan, tahun dan seterusnya. Apabila penduduk berada didalam ancaman

    diserangnya penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti hanya dalam

    epidemi suatu penyakit) maka periode waktu terjadinya kasus-kasus baru adalah

    sama dengan lamanya epidemi. Insidence rate pada suatu epidemi disebut attack

    rate.

  • 10

    Ukuran frekuensi insidens penyakit dapat dibedakan dapat dibedakan

    menjadi 3 macam yaitu insidens kumulatif, secondary attack rate dan laju

    insidens.

    2.2.1.1 Insiden Kumulatif (Cumulative Incidence = CI)

    Insidens kumulatif adalah parameter yang menunjukkan taksiran

    probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk terkena penyakit dalam suatu jangka

    waktu. CI selalu bernilai antara 0 dan 1. Dalam menghitung CI, perlu penentuan

    periode waktu. Periode waktu tersebut bias berupa beberapa jam, bulan, tahun dan

    sebagainya.

    Rumusnya sebagai berikut :

    Istilah lain untuk insidens komulatif adalah insidens risk. Syarat yang

    digolongkan beresiko dalam insiden komulatif adalah:

    1) Tidak sedang/telah terjangkit penyakit yang diteliti

    2) Tidak imun terhadap penyakit yang diteliti

    3) Memiliki organ sasaran yang masih intak

    4) Hidup

    5) Masih dalam jangkauan pengamatan

    Sedangkan dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah. Misalnya keracunan

    makanan, istilah yang digunakan adalah attack rate. Rumus sebagai berikut:

    2.2.1.2 Secondary Attack Rate

  • 11

    Secondary attack rate dalah ukuran yang menunjukkan jumlah penderita

    baru pada serangan kedua berbanding dengan jumlah penduduk yang mempunyai

    resiko-jumlah penduduk yang terkena pertama.

    Rumus sebagai berikut:

    2.2.1.3 Laju Insidensi (Incidence Density = ID)

    Laju insidens adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian baru

    penyakit pada populasi. Laju insidens merupakan proporsi antara jumlah orang

    yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko kali lamanya dalam

    resiko.

    1) Perkiraan terbaik mengenai mortalitas dan morbiditas.

    2) Numerator adalah jumah kasusbaru dalam populasi.

    3) Denominator adalah jumlah periode waktu dimana setiap orang dalam

    pengamatan dan bebas dari penyakit.

    4) Dimensi adalah orang per waktu ( Orang-tahun, Orang-bulan, Orang-

    hari, Orang-jam, Orang-menit dan lain-lain.

    5) Nilai berkisar : 0 Tak Terhingga.

    Rumus sebagai berikut :

    Person time adalah jumlah orang dalam resiko dikalikan dengan lamanya

    orang-hari dalam resiko, yang digambarkan dalam orang-minggu, orang-bulan

    atau orang-tahun tergantung dari jenis penyakit yang sedang diteliti. Untuk

    masing-masing individu yang berada dalam populasi, maka waktu memiliki resiko

    adalah waktu selama individu yang sedang diamati itu masih terbebas dari

    penyakit. Denominator yang diperlukan untuk menghitung laju insidens tersebut

  • 12

    adalah jumlah dari keseluruhan periode-periode waktu terbebas dari penyakit

    selama penelitian.

    Contoh kasus:

    Physicians Health Study mengamati kasus baru Heart Attack individu yang

    menggunakan Aspirin. Jumlah orang tahun yang lalu diobservasi 54.560 jiwa,

    orang yang terkena Heart Attack sebanyak 139 jiwa. Berapa laju insidensinya?

    Jawab :

    139 / 54.560 jiwa = 25,48 / 10.000 person years

    Laju Insidensinya =

    x 1000 = 2,548 / 1000 person years.

    2.3 Rasio Odds (OR)

    Odds ratio (OR) atau rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko

    pada kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok

    kontrol (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Definisi lain odds ratio menurut Magnus

    (terj., Belawati, dkk., 2010) adalah ukuran yang digunakan untuk menjelaskan

    asosiasi yang di dapatkan dalam penelitian kasus-kontrol. Ukuran ini

    menggunakan tabel 2x2 dengan notasi yang sama untuk menjelaskannya.

    Terdapat dua pola desain tabulasi pada penelitian kasus-kontrol. Pola desain

    tersebut yaitu sebagai berikut:

    Tabel 2.2

    Notasi Tabel 2 x 2

    Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol

    Penyakit Eksposur

    Total ( + ) ( - )

    ( + ) ( a ) ( b ) ( a + b )

    ( - ) ( c ) ( d ) ( c + d )

    Total ( a + c ) ( b + d ) ( a + b + c + d )

  • 13

    Tabel 2.3.

    Notasi Tabel 2 x 2

    Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol

    Eksposur Penyakit

    Total ( + ) ( - )

    ( + ) ( a ) ( c ) ( a + c )

    ( - ) ( b ) ( d ) ( b + d )

    Total ( a + b ) ( c + d ) ( a + b + c + d )

    (Ryadi dan Wijayanti, 2011).

    Tabel Odds ratio merepresentasikan probabilitas untuk berada dalam

    kelompok yang sesuai (concordant group), dimana huruf (a) mewakili kelompok

    yang terpajan dan sakit serta (d) mewakili kelompok yang tidak terpajan dan tidak

    sakit., atau berada dalam kelompok yang tidak sesuai (discordant group), dimana

    (b) mewakili kelompok yang tidak terpajan namun sakit serta (c) mewakili

    kelompok yang terpajan namun tidak sakit.

    Baik pada pola I maupun pola II, rumus untuk mencari rasio odds-nya yaitu :

    Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds yang sama,

    hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya pada sistem tabulasi.

    Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan.

    Rasio odds digunakan dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan penelitian

    kohort. Hal ini karena desain dan ukuran penelitian kohort terkait secara integral,

    dan tidak dibenarkan untuk mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain.

    Kita tidak mungkin menyamakan kelompok yang tidak terpajan di dalam

    penelitian kohort dengan jumlah kasus dan kontrol yang tidak terpajan di dalam

    penelitian kasus-kontrol. Pada penelitian kasus-kontrol dengan perhitungan rasio

    odds-nya sampel kasus harus bersifat tetap, sedangkan pada kohort bisa

    bertambah. Oleh karena jumlah sampel kasus tetap, maka harus dilihat pada

    peluang seseorang untuk mendapatkan pajanan yang menjadikannya sakit bukan

    risiko seseorang menjadi sakit (Magnus, terj., Belawati, dkk., 2010).

  • 14

    Pada penelitian kasus-kontrol, studi kasus yang digunakan dalam penelitian

    bukan kasus insidensi, tetapi sering berupa prevalensi (mencakup kasus baru dan

    kasus lama), sedangkan untuk penelitian kohort, studi kasus yang digunakan

    berupa kasus insidensi sehingga RR (risiko relatif) pada kasus-kontrol tidak dapat

    dihitung langsung dengan perhitungan pada metode kohort. Karena data yang di

    dapat pada kasus-kontrol lebih banyak prevalensi, maka RR yang digunakan

    adalah RR yang disebut rasio odds (OR) (Ryadi dan Wijayanti, 2011).

    Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit yang relatif langka,

    misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan sampel kelompok kontrol

    ditentukan tanpa bergantung pada pajanan, maka rasio odd akan

    merepresentasikan aproksimasi RR. Ini terjadi karena a

  • 15

    Definisi rasio odds disini yaitu rasio angka kecelakaan kerja pada pekerja

    yang tidak memakai APD terhadap angka kecelakaan kerja pada pekerja yang

    memakai APD. Disini angka kecelakaan kerja pada pekerja yang memakai APD

    adalah 5, yang tidak memakai APD adalah 20, dan rasio yang tidak memakai

    APD terhadap yang memakai APD adalah:

    Dengan keluarnya angka hitungan ini dapat disimpulkan bahwa

    kecenderungan pekerja yang tidak menggunakan APD untuk mengalami

    kecelakaan kerja adalah 7,625 kali lebih besar daripada pekerja yang memakai

    APD.

    Untuk penggunaan pola I sebagai pola perhitungan yaitu sebagai berikut :

    Tabel 2.5

    Hubungan Pemakaian APD dengan Angka Kecelakaan Kerja

    untuk mencari Rasio Odds (Pola I)

    Mengalami

    Kecelakaan

    Memakai APD Total

    ( - ) ( + )

    ( + ) 20 5 25

    ( - ) 32 61 93

    Total 52 66 118

    Rasio odds yang dicari yaitu rasio angka kecelakaan pada pekerja yang tidak

    memakai APD terhadap pekerja yang memakai APD, dimana angka kecelakaan

    pada pekerja yang tidak memakai APD adalah 20/32 dan kelompok yang

    memakai APD adalah 5/61, yaitu sebagai berikut:

    Dari penggunaan dua pola tersebut dihasilkan angka yang sama. Cara

    terbaik untuk kasus tersebut yaitu dengan menggunakan poka II, dimana eksposur

    ditempatkan di atas dan outcome (penyakit yang timbul) ditempatkan disamping.

    Hal ini untuk memudahkan menghitung rasio outcome positif ( + ) terhadap

    outcome negatif ( - ) pada masing-masing kelompok terekspos dan kelompok

    tidak terekspos sebelum lebih lanjut dihitung rasio odds-nya.

  • 16

    Dengan dihitung rasio odds-nya dan ditemukan hasilnya yaitu 7,625

    berarti bahwa pekerja yang tidak memakai APD mempunyai peluang mengalami

    kecelakaan kerja 7,625 kali lebih besar dibandingkan dengan memakai APD.

    2.4 Beda Risiko

    Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut (attributable

    risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok

    terpajan dan kelompok angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap

    sebagai pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah

    kasus penyakit yang bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya

    paparan pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko sebagai berikut.

    Angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok tidak terpajan

    (Richard F. Morton et all,2009)

    Beda risiko kadang-kadang juga dinyatakan sebagai pecahan preventif di

    kalangan terpajan, yaitu :

    Angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok tidak terpajan

    Angka Insidensi kelompok terpajan

    (Eko Budiarto dan Dewi Anggraeni, 2003)

    Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor di subkelompok

    populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika angka insidensi di kalangan

    terpajan diganti dengan angka insidensi di seluruh populasi dalam rumus beda

    risiko, maka akan didapatkan population attribute risk. Population attribute risk

    umumnya penting bagi pengambil kebijakan kesehatan masyarakat karena

    population attribute risk mengukur potensial manfaat yang diharapkan jika

    pajanan di dalam populasi dapat dikurangi (Richard F. Morton et all,2009)

    Contoh 1

    Hubungan antara perokok dengan karsinoma paru-paru

    1. Dari 100 orang pekerja tambang lapangan ditemukan sebanyak 5 orang

    yang menderita karsinoma paru-paru maka besarnya risiko = 0,05

    2. Dari 100 orang pekerja tambang kantor ditemukan sebanyak 2 orang yang

    menderita karsinoma paru-paru maka besarnya risiko = 0,02

    Risiko atribut = 0,05 0,02 = 0,03

  • 17

    Angka risiko atribut di atas dapat dinyatakan bahwa 3% insidensi

    karsinoma paru-paru disebabkan karena rokok.

    Risiko atribut bermanfaat untuk memperkirakan besarnya risiko yang dapat

    dihindarkan bila atribut yang dianggap sebagai faktor penyebab penyakit

    dihindarkan. Hal ini penting untuk:

    1. Memberi penerangan pada masyarakat tentang manfaat yang diperoleh

    bila faktor penyebab penyakit dapat dihindarkan dan

    2. Menyusun rencana pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau

    mengurangi atribut atau factor yang dianggap sebagai penyebab

    timbulnya penyakit.

    Contoh 2

    1. Penelitian tentang hubungan APD dengan kecacatan. Hasil penelitian

    menyatakan bahwa dari 1700 orang yang tidak menggunakan APD

    terdapat 17 orang yang menderita kecacatan. Dari 1000 orang yang

    menggunakan APD ditemukan sebanyak 5 orang yang menderita

    tromboflebitis. Besarnya risiko kecatatan akibat lalai pemakaian APD

    adalah

    2. 17/1700 5/1000 = 0,005

    a. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko timbulnya

    kecacatan akibat tidak memakai APD adalah 0,5% atau dengan kata

    lain, risiko timbulnya kecacatan yang dapat dihindarkan dengan

    memakai APD adalah sebesar 0,5 %

    2.5 BEDA LAJU INSIDENSI

    Insidensi merupakan salah satu tipe ukuran yang paling penting dalam

    epidemologi, terutama dalam epidemologi penyakit menular. Ukuran insidensi

    menyatakan banyaknya kasus baru penyakit yang terjadi dalam rentan waktu

    tertentu. Insidensi memungkinkan kita untuk memeriksa hal terkait kasus yang

    menjadi saat ini bukan yang terjadi pada periode waktu sebelumnya. Ketika suatu

    masalah pertama kali teridentifikasi, insidensi menghitung semua jumlah kasus

    baru dalam beberapa bulan terakhir.

    2.5.1 Insidensi Rate (IR)

  • 18

    Insidensi adalah jumlah seluruh kas baru pada suatu populasi pada suatu

    populasi pada suatu saat periode waktu tertentu. Indikator yang paling banyak

    digunakan di dalam epidemologi bila dikaitkan dengan penderita baru dalam

    waktu tertentu

    IR =

    Biasanya insidensi digunakan untuk penyakit yang sifatnya akut.

    Pengamatan harus bersifat dinamis dimana ukuran disini menggambarkan

    keoatan/kekuatan peubahan keadaan karena pengaruh lingkungan. Insidensi bukan

    merupakan ukuran probabilitas, lain dapat berkisar dari 0 hampir tak terhingga.

    Dan ukuran ini tidak dapat diinterpretasikan kepada individu yang ada di populasi.

    Kelemahan dari pemakaian insidensi adalah susah menentukan waktu

    serangan suatu penyakit dengan jelas beberapa hal yang perlu diperhatikan :

    a. Kapan mulainya gejala pertama.

    b. Waktu diagnose.

    c. Tanggal masuk rumah sakit/ pelayanan kesehatan

    Penyebut adalah jumlah penduduk didaerah yang bersangkutan pada

    periode waktu yang sama (dalam hal ini sulit menentukan siapa dari penduduk

    tersebut tersebut yang susceptible dan siapa yang bukan, sehingga diambil

    pendekatan dengan memakai jumlah populasi yang beresiko pada pertengahan

    tahun dikalikan dengan lama periode pengamatan). Contoh : kita hendak

    menyelidiki 100 tikus sehat yang dapat menderita TBC setelah dicampurkan satu

    kandang dengan seekor tikus penderita TBC selama setahun. Bila dalam setahun

    terdapat 10 tikus sebagai kasus TBC baru maka :

    IR =

    =

    = 0,1

  • 19

    Manfaat insidensi Rate adalah :

    Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi

    Mengetahui resiko unutk terkena masalah kesehatan yang dihadapi

    Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas

    pelayanan kesehatan.

    2.5.2 Insidensi Kumulatif (IK)

    Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian penyakit

    atau ukuran status kesehatan yang lebih sederhana. Tidak seperti tingkat insidensi,

    maka yang diukur hanyalah denominator yang ada pada permulaan saja tingkat

    insidensi kumulatif dapat dihitung sebagai berikut :

    IK =

    Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah merupakan

    probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam populasi tersebut untuk

    terkena penyakit dalam periode waktu tertentu. Hasil ukuran tersebut tidak

    mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 1. Seringkali tingkat insidensi

    kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus per 1.000 populasi.

    2.5.3 Attack Rate/AR

    Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam jumlah

    populasi yang realtif sedikit dan waktu yang relatif singkat. Proses penghitungan

    sama dengan IR.

    Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang menyerang pada

    batas umur tertentu.

    2.5.4 Secondary Attack Rate/SAR

    Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di dalam suatu

    lingkungan setelah dating nya satu atau lebih kasus primer dari lingkungan yang

    lain

  • 20

    SAR =

    2.6 PENGGUNAAN UKURAN ASOSIASI

    Cara terbaik untuk membahas bagaimana cara menyampaikan ukuran

    asosiasi secara tepat dapat dilihat pada contoh berikut ini.

    Suatu penelitian mengenai asosiasi antara virus dan sindrom yang baru

    dikenali dan kaitannya dengan kabut asap yang menyerang suatu kota karena

    pembakaran lahan. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki tentang agent

    etiologik. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kasus-kontrol.

    Penelitian cross-sectional, ekologis, dan laboratorium telah dilaksanakan dan

    tinggal menyelesaikan penelitian case-control yang pertama mengenai agent

    etiologik. OR adalah 1,64. Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk

    sebelumnya terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 1,64 kali lebih besar

    daripada orang yang tidak sakit. Atau, peluang untuk sebelumnya terpajan agen

    infeksi pada orang yang sakit 64% lebih tinggi daripada orang yang tidak sakit.

    Ukuran ini membandingkan peluang untuk keterpajanan sebelumnya pada dua

    kelompok, yaitu kelompok orang yang sakit dan tidak sakit.

    Pada penelitian sebelumnya (melalui penelitian kohort) diperoleh RR adalah

    1,75. Angka tersebut menunjukkan resiko seseorang terpajan dan kemudian

    menjadi sakit 1,75 kali lebih besar daripada orang yang tidak terpajan. Atau,

    risiko untuk menjadi sakit lebih besar 75% pada orang yang terpajan daripada

    yang tidak terpajan. Ukuran ini membandingkan probabilitas untuk menjadi sakit

    pada dua kelompok, yaitu orang yang terpajan dan tidak terpajan.

    Sehingga dapat dikatakan, kedua kasus telah memperlihatkan asosiasi

    (hubungan) antara dua variabel, yaitu agens infeksi dan penyakit yang diteliti.

    Namun, kita harus hati-hati dalam menyajikan ukuran asosiasi, kesimpulan suatu

    penelitian bukan melalui asumsi pribadi, namun melalui uji terkontrol acak dan

    analisis yang sangat spesifik.

  • 21

  • 22

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    1. Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan akibat pemaparan

    dari suatu penyakit dan berfungsi untuk mengukur keeratan hubungan

    statistik antara faktor tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga

    merupakan akibat pemaparan tersebut.

    2. Ukuran asosiasi terdiri dari ukuran Rasio [Rasio Resiko/Risiko Relatif

    (RR) dan Odds Ratio (OR)] dan ukuran Beda [Risk Different/Beda

    Risiko (RD)].

    3. Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio) adalah

    perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok orang

    yang berbeda.

    4. Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas dan

    berhubungan dengan penelitian kohort.

    5. Laju insidensi adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian

    baru penyakit pada populasi

    6. Rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok

    kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok

    kontrol.

    7. Rasio odds digunakan dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan

    penelitian kohort dikarenakan desain dan ukuran penelitian kohort

    terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk mengubah salah

    satunya tanpa mengubah yang lain.

    8. Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut

    (attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka

    insidensi kelompok terpajan dan kelompok angka insidensi tidak

    terpajan dan hasilnya dianggap sebagai pemaparan oleh faktor

    penyebab penyakit (atribut).

    9. Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor di

    subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor.

  • 23

    3.2 Saran

    Dengan mengetahui ukuran asosiasi dan penggunaannya, seharusnya faktor

    resiko penyakit dapat dihindari dan ditanggulangi. Dengan demikian, akan

    tericipta kebersihan dan kenyamanan lingkungan.

  • 24

    CONTOH SOAL

    1. Untuk mengukur suatu hubungan pemaparan dengan akibatnya

    menggunakan dua ukuran asosiasi, yaitu...

    a. Risiko Relatif dan Risiko Laju Insidensi

    b. Rasio Odds dan Beda Risiko Relatif

    c. Risiko Relatif dan Rasio Odds

    d. Rasio Odds dan Risiko Laju Insidensi

    Jawaban : C. Risiko Relatif dan Rasio Odds

    2. Dari kelompok yang terpapar ternyata 200 di antaranya setelah 10 tahun

    mengalami kanker kulit. Sebaliknya dalam jangka waktu yang sama pada

    kelompok tidak terpapar hanya terdapat 50 orang yang mengalami tanda-

    tanda kanker kulit. Berapa risiko relatifnya?

    a. 7

    b. 8

    c. 9

    d. 10

    Jawaban:

    Eksposur Outcome/ efek

    Total (+) (-)

    (+) 200 50 250

    (-) 1.300 2.450 3.750

    Total 1.500 2.500 4.000

    Jawaban: a. 7x

    3. Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat dibedakan

    menjadi dua jenis, yaitu?

    a. Prevalensi dan Rasio

    b. Rasio dan Attack Rate

  • 25

    c. Insidens dan prevalens

    d. Prevalens dan attack rate

    Jawaban : C. Insidens dan Prevalens

    4. Di suatu RW terjadi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditandai

    dengan demam tinggi. Diduga kuat bahwa penyebab wabah ini

    dimungkinkan karena adanya kontainer di rumah-rumah penduduk yang

    tidak higienis. Peristiwa ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan, dan untuk ini

    petugas dari Dinas Kesehatan mengadakan penelitian dengan mengambil

    sampel di lapangan. Dari 180 soma (rumah tangga) yang anggotanya pernah

    menderita demam, ternyata 150 soma memiliki kontainer yang tidak

    terawat. Sebaliknya pada 160 soma yang tidak mengalami keluhan pada

    anggota keluarganya ternyata 20 soma diantaranya memiliki kontainer yang

    tidak terawat. Berapa rasio angka Demam Berdarah Dengue (DBD) pada

    kasus yang terekspos terhadap angka Demam Berdarah Dengue (DBD)

    kasus yang tidak terekspos?

    a. 35 x

    b. 10 x

    c. 20 x

    d. 30 x

    Jawaban : a. 35

    5. Berapa risiko atribut dari hubungan antara pekerja yang tidak menggunakan

    APD dengan kanker jika dari 100 orang pekerja tidak memakai APD

    ditemukan sebanyak 9 orang yang menderita kanker dan dari 100 orang

    pekerja memakai APD ditemukan sebanyak 3 orang yang menderita kanker

    hati.

    a. 5%

    b. 6%

    c. 7%

    d. 8%

    Jawaban : b. 6%

  • 26

    6. Berikut yang merupakan salah satu empat tahapan kegiatan untuk mengatasi

    masalah penyakit menular adalah

    a. Identifikasi faktor resiko

    b. Identifikasi lingkungan sosial

    c. Evaluasi social budaya masyarakat

    d. Identifikasi faktor dari individu

    e. Evaluasi dari masalah lingkungan

    Jawaban : a. Identifikasi faktor risiko

    7. Ukuran penyakit yang bersifat akut biasanya menggunakan sifat ?

    a. Insidensi Kumulatif (IK)

    b. Attack Rate / AR

    c. Insidensi Rate (IR)

    d. Secondary attack rate

    Jawaban : C. Insidensi Rate (IR)

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    Azwar Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara: Jakarta

    Bustan, MN. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta: Jakarta

    Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2.

    Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

    Kasjono, Heru Subaris, Heldhi B. Kristiawan. 2009. Intisari Epidemiologi. Mitra

    Cendikiawan Press: Yogyakarta.

    Magnus, Manya. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Terjemahan

    Fema Solekhah Belawati, Palupi Widyastuti, dan Andri Lukman. Penerbit

    Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

    Morton, Richard F. et all.2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Statitiska Edisi

    5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

    Ryadi, A.L. Slamet, T. Wijayanti. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Penerbit

    Salemba Medika : Jakarta.

    TIM Dosen Universitas Lambung Mangkurat Fak. Kedokteran Program Studi

    Kesehatan Masyarakat. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Epidemiologi.

    Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

  • 28

    INDEX

    A

    Acute Myocardinal

    Infraction

    Aproksimasi

    Attack Rate

    C

    Cerebral Hemorrhage

    Concordant

    D

    Denominator

    Diagnosa

    Discordant

    E

    Eksposur

    Epidemiologi

    Etimologis

    Evaluasi Intervensi

    F

    Faktor Protektif

    Faktor Risiko

    G

    Gastroenteritis

    Globalisasi

    H

    Hearth Attack

    I

    Implementasi

    Indeks

    Insidence Rate

    Insidensi

    Insidensi Kumulatif

    Internasionalisasi

    Komunikasi

    K

    Kasus Insidensi

    Kasus-Kontrol

    Kasus Prevalensi

    L

    Longitudinal

    M

    Morbiditas

    Mortalitas

    N

    Numerator

    O

    Outcome

    P

    Person Time

    Physicans Health Study

    Prevalens Insidence

    Probabilitas

    Prospektif

    R

    Rasio

    Rasio Odds

    Risk difference/RD

    Risiko atribut

    Risiko Relatif

    Riset

    S

    Secondary Attack Rate

    Stafilokokus

    V

    Variabel