KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA OTORE DENGAN...
Transcript of KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA OTORE DENGAN...
KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA OTORE DENGAN BERBAGAI PENYEBAB DI POLIKLINIK THT
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS
INCIDENCE OF FUNGAL COLONY IN PATIENTS WITH OTORRHEA ASSOCIATED WITH OTOLOGIC DISEASES IN ENT OUTPATIENT
CLINIC IN TEACHING HOSPITAL HASANUDDIN UNIVERSITY
NUCH SABUNGA
P2406204001
KARYA AKHIR
Sebagai salah satu persyaratan penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING
PROF.dr. R. SEDJAWIDADA, SpTHT-KL (K) Dr. dr. EKA SAVITRI, SpTHT-KL
NIP 130 207 835 NIP 140 217 450
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
KEPALA BAGIAN KETUA PROGRAM STUDI
PROF.Dr.dr. SUTJI PRATIWI R, SpTHT-KL(K) Dr.dr.A. QADAR PUNAGI, SpTHT-KL(K)
NIP 131 962 468 NIP 140 240 489
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
dengan selesainya penulisan karya akhir ini.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak luput dari
kekurangan dan keterbatasan, kami banyak dibantu oleh berbagai pihak
baik dukungan moril dan materil hingga akhirnya penelitian karya akhir ini
dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada Prof. dr. R. Sedjawidada, SpTHT-KL(K) dan Dr. dr. Eka
Savitri, SpTHT-KL selaku pembimbing kami, yang dengan tulus dan ikhlas
telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan kami
mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan karya akhir ini.
Demikian juga kami haturkan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala dan
Leher Fakultas Kedokteran UNHAS yang telah membimbing selama
mengikuti pendidikan dan memberikan masukan-masukan pada penelitian
dan penulisan karya akhir ini.
Terima kasih yang tak terhingga juga kami haturkan kepada Dr.dr.
Burhanuddin Bahar, MS yang telah membimbing dan mengarahkan dalam
perencanaan penelitian dan pengolahan data secara statistik
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Gubernur Propinsi Kalimantan Tengah di Palangka Raya, atas
kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan
spesialisasi.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Koordinator
Program Pendidikan Dokter Spesialis I, atas kesempatan yang
diberikan untuk mengikuti pendidikan spesialisasi di Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher,
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
3. Direktur RS BLU dr. Wahidin Sudirohusodo, Direktur RSUD
Labuang Baji, Kepala RSAD Pelamonia, Pimpinan RS. Mitra
Husada, Direktur RSUD Daya, Kepala Balai Kesehatan Indra
Makassar, atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan
kepada kami selama mengikuti pendidikan.
4. Kepala Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar dan staf
bagian mikrobiologi atas segala fasilitas dan bantuan yang
disediakan selama kami melakukan penelitian.
5. Ketua Bagian Anatomi, Ketua Bagian Radiologi dan Ketua Bagian
Anestesi yang telah membimbing kami selama mengikuti stase
pendidikan di bagian masing-masing
6. Rekan sejawat peserta PPDS I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher atas bantuan dan
kerjasamanya selama kami mengikuti pendidikan hinga selesainya
penelitian ini
7. Semua paramedis yang bertugas di unit pelayanan THT-KL RS
BLU dr. Wahididn Sudirohusodo, RSUD Labuang Baji, RSAD
Pelamonia, RS Mitra Husada, Balai Kesehatan Indra atas bantuan
dan kerjasamanya selama kami mengikuti pendidikan.
Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan kepada orang tua
kami A. Sabunga (alm) dan Elisabeth Bade, istri tercinta dr. Maryana
L.Bumbungan, anak kami Yosafat Borneano Bumbungan Sabunga dan
Abner Matarik Allo Bumbungan Sabunga serta semua keluarga kami atas
segala pengorbanan moril dan materil, kesabaran dan pengertian yang
sangat berarti bagi kami selama mengikuti pendidikan.
Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
yang tidak sempat kami sebutkan satu persatu, kamu mengucapkan
banyak terima kasih, permohonan maaf yang sebesar-besarnya bila
terdapat kesalahan dan kekhilafan selama ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat dan
rahmatNya kepada kita semua. Amin
Makassar, Pebruari 2009
Penulis
ABSTRAK
NUCH SABUNGA. Kejadian Koloni Jamur pada Penderita Otore dengan Berbagai Penyebab di Poliklinik THT Rumah Sakit Pendidikan UNHAS (dibimbing oleh R. Sedjawidada, Eka Savitri)
Telah dilakukan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif tentang Kejadian Koloni Jamur pada Penderita Otore dengan Berbagai Penyebab di Poliklinik THT Rumah Sakit Pendidikan Unhas.
Sampel yang diteliti adalah eksudat yang diambil dari liang telinga luar setiap telinga yang menderita Otitis eksterna superfisialis basah, Otitis media supuratif akut perforasi, Otitis media supuratif kronik benigna aktif.
Dari total sampel sejumlah 103 yang dipilih secara consecutive sampling didapatkan adanya koloni jamur pada otitis eksterna superfisialis basah sebesar 57,8% dengan jenis jamur Aspergillus niger 17,9%, Candida albicans 13,3% dan Aspergillus fumigatus 8,9%. Koloni jamur pada OMSA perforasi sebesar 44,4% dengan jenis jamur Aspergillus fumigatus 11,1%, Candida albicans 11,1% dan Aspergillus niger 5,6%. Koloni jamur pada OMSK benigna aktif sebesar 25% dengan jenis jamur Apergillus fumigatus 17,5%, Aspergillus niger 2,5% dan Candida albicans 2,5%
Kata Kunci : koloni jamur, sekret telinga, otitis eksterna, otitis media
ABSTRACT
NUCH SABUNGA. Incidence of Fungal Colony in Otorrhea Patients Associated with Otologic Diseases in ENT OutPatient Clinic in Teaching Hospital UNHAS (supervised by R. Sedjawidada, Eka Savitri)
A survey study on the incidence of fungal colony in patients with otorrhea associated with otologic diseases in ENT OutPatient Clinic in teaching hospital Hasanuddin University had been performed with descriptive approach.
The examined samples are exudates was collected from external auditory canal in ears with active superficial external otitis, perforated acute suppurative otitis media, and active benign chronic suppurative otitis media.
From total of 103 samples collected with consecutive sampling method,it is revealed that the fungal colony are present in active superficial external otitis in 57.8%. the fungal types are Aspergillus niger (17,9%), Candida albicans (13,3%) and Aspergillus fumigatus (8,9%). The fungal colony on perforated ASOM was 44.4%, with the fungal types are Aspergillus fumigatus (11.1%), Candida albicans (11.1%) and Aspergillus niger (5.6%). The fungal colony on active benign CSOM are 25%, and the fungal types was Apergillus fumigatus (17.5%), Aspergillus niger (2.5%) and Candida albicans (2.5%).
Keywords : fungal colony, ear discharge, external otitis, otitis media
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
ABSTRAK vi
ABSTRACK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR SINGKATAN xii
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Liang Telinga Luar 7
B. Beberapa Infeksi Penyebab Otore 9
1. Otitis Eksterna 9
2. Otitis Media Supuratif Akut 11
3. Otitis Media Supuratif Kronik 15
C. Otomikosis 18
D. Kejadian Koloni Jamur pada Penderita Otore 21
III. KERANGKA KONSEP 24
IV. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian 25
C. Populasi dan Sampel Penelitian 25
D. Besar Sampel 25
E. Cara Pengambilan Sampel 26
F. Alur Penelitian 27
G. Definisi Operasional 27
H. Alat dan Bahan Penelitian 27
I. Prosedur Penelitian 28
J. Ijin Penelitian 30
K. Metode Analisis 30
V. HASIL PENELITIAN 31
VI. PEMBAHASAN 39
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 42
B. Saran 42
VIII. DAFTAR PUSTAKA 43
IX. LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1. Distribusi penderita otore menurut kelompok umur
dan jenis kelamin 31
2. Kejadian Koloni Jamur pada Penderita
Otitis eksterna superfisialis basah 33
3. Kejadian koloni jamur pada penderita OMSA perforasi 33
4. Kejadian koloni jamur pada penderita OMSK benigna aktif 34
5. Jenis jamur pada sampel OE superfisialis basah 34
6. Jenis jamur pada sampel OMSA perforasi 35
7. Jenis jamur pada sampel OMSK benigna aktif 36
8. Jenis jamur pada keseluruhan penderita otitis 37
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
1. Distribusi penderita otore menurut kelompok umur 32
2. Distribusi penderita otore menurut jenis kelamin 32
3. Jenis jamur pada sampel penderita OE superfisialis basah 35
4. Jenis jamur pada sampel penderita OMSA perforasi 36
5. Jenis jamur pada sampel penderita OMSK benigna aktif 37
6. Jenis jamur pada keseluruhan penderita otore 38
DAFTAR SINGKATAN
UNHAS : Universitas Hasanuddin
THT : Telinga Hidung Tenggorok
USA : United State of America
MAE : Meatus Akustikus Eksternus
OE : Otitis Eksterna
OMSA : Otitis Media Supuratif Akut
OMSK : Otitis Media Supuratif Kronik
DAFTAR LAMPIRAN
nomor halaman
1. Penentuan Jumlah Sampel 47
2. Naskah penjelasan untuk mendapat persetujuan
subyek penelitian 48
3. Formulir persetujuan 49
4. Case Report Form 50
5. Lembar Kuesioner 52
6. Ethical Clearance 53
7. Contoh Sampel 54
8. Analisis statistik 55
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otomikosis merupakan suatu proses inflamasi pada meatus
akustikus eksternus yang berhubungan dengan infeksi jamur. Infeksi
ini biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri dalam statusnya
sebagai infeksi opportunistik . Infeksi dapat akut, subakut atau kronik
dan keluhannya bisa berupa gatal, otalgi, otore, rasa penuh di telinga,
gangguan pendengaran dan tinnitus. Kasus otomikosis yang berat
disertai perforasi membran timpani, infeksi telinga tengah dan kadang-
kadang keterlibatan infeksi tulang temporal, dihubungkan dengan
kondisi pasien yang mengalami imunosupresi (Fasunla J, Ibekwe I,
Onakoya P, 2007). Walaupun jarang menimbulkan bahaya,
keberadaannya memberi tantangan dan rasa frustasi pada pasien dan
ahli THT karena memerlukan follow up dan pengobatan jangka
panjang disebabkan oleh tingginya angka rekurensi (Ho T, Vrabec JT,
Yoo D, 2006., Mugliston T, 1985). Otomikosis merupakan masalah klinik yang umum ditemukan
pada praktek dokter THT khususnya pada keadaan cuaca yang panas
dan lembab dan prevalensinya diperkirakan sebesar 9% diantara
pasien yang datang dengan tanda dan gejala otitis eksterna sehingga
tetap merupakan masalah diagnostik dan memberikan kontribusi yang
bermakna terhadap infeksi kronik telinga secara umum (Ho T,Vrabec
JT, Yoo D,2006.,Mugliston T,1985). Seperti diketahui bahwa liang
telinga dapat dengan mudah terinfeksi sebab suasananya gelap dan
hangat karena itu bakteri dan jamur mudah tumbuh karena keadaan
tersebut memberi kelembaban tinggi yang cocok sebagai habitat
jamur. Jamur juga mudah tumbuh bila ada cairan yang merusak wax
pelindung liang telinga (Paulose KO,1989)
2
Otomikosis lebih sering terjadi pada daerah beriklim tropis dan
subtropis. Jamur yang menyebabkan otomikosis pada umumnya
adalah spesies jamur saprofitik yang banyak terdapat di alam dan
merupakan sebagian dari flora komensal pada meatus akustikus
normal. Jamur ini umumnya adalah Aspergillus dan Candida
(Gutierrez PH, Alfares SJ,Saundo SG,2005).
Berbagai faktor mempengaruhi perubahan jamur saprofitik menjadi
jamur patogenik, namun hal ini masih belum dipahami dengan jelas
(Gutierrez PH, Alfares SJ,Saundo SG,2005). Pada umumnya para
peneliti berpendapat bahwa dari sekian banyak faktor yang berperan
dalam timbulnya otomikosis yang terpenting ialah suhu dan
kelembaban udara yang meninggi serta bentuk anatomis dari liang
telinga (Pandi PS,Syarifuddin, Suprihatin SD, 1971). Liang telinga
sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan lapisan kulit
yang menutupi bagian-bagian badan lainnya. Meskipun demikian
dalam beberapa hal terdapat perbedaan-perbedaan yang penting
untuk diperhatikan :
1. Liang telinga dihubungkan dengan udara luar oleh orifisium
yang sempit sehingga dapat berfungsi sebagai suatu tabung
biakan yang diliputi kulit yang merupakan medium yang sangat
baik untuk pertumbuhan kuman dan jamur.
2. Pada kelembaban yang relatif di atas 80%, lapisan tanduk
epitel dapat mengabsorpsi air dari udara dalam jumlah banyak.
Pertambahan isi cairan keratin di dalam dan sekitar unit
pilosebaseus menyebabkan pembengkakan dan obstruksi
orifisium dengan demikian mengurangi pengeluaran zat lipoid
ke permukaan kulit yang mengakibatkan hilangnya atau
berkurangnya pembentukan serumen.
3. Pada suhu yang meninggi, produksi keringat menjadi
berlebihan dan menyebabkan reaksi yang bergeser kea rah
alkalis sehingga pembentukan serumen yang memerlukan pH
3
antara 4,7-7,5 terganggu. Tidak adanya serumen yang bersifat
bakterisid dan fungisid berarti hilangnya proteksi kulit meatus
terhadap kuman dan jamur (Pandi PS,Syarifuddin, Suprihatin
SD, 1971).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Hueso Gutierrez dan kawan –
kawan dikalangan patologi otologi, sampel yang positif didominasi
secara jelas adalah otitis media (64%) dengan perforasi yang aktif.
Kebanyakan penulis mempercayai hal ini disebabkan oleh kelembaban
yang terbentuk akibat adanya otore, berkurang dan berubahnya
komposisi serumen, kadar pH yang berfluktuasi antara 5 dan 7,
gangguan flora komensal yang menyebabkan ketidakseimbangan
antara bakteri dan jamur dan juga kasus yang telah diterapi dengan
siprofloksasin (49%), aminoglikosida (21%) atau antibiotik topikal yang
tidak disesuaikan dengan riwayat penyakit pasien (Gutierrez PH,
Alfares SJ,Saundo SG,2005). Menurut A.E.W Gregson dan C.J La Touche kemungkinan adanya
eksudat yang berhubungan dengan infeksi bakteri memberikan
kelembaban yang cukup untuk pertumbuhan jamur sehingga bakteri
dan jamur dapat hidup di lokasi yang sama walaupun kebanyakan
spesies Aspergillus menghasilkan inhibitor terhadap pertumbuhan
bakteri sedangkan menurut Vinnewald adanya otore persisten dengan
maserasi liang telinga dapat menyebabkan kolonisasi jamur liang
telinga pada pasien dengan OMSK. Adanya konidiospora pada kanalis
akustikus eksternus sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa
cairan mukus berfungsi sebagai nutrien jamur (Gregson AW, La
Touche CJ,1961.,Vinnewold I, Wollina U,2005).
Pada penelitian yang dilakukan oleh W. Yavo dan kawan-kawan di
Pantai Gading Afrika pada 115 pasien otitis eksterna didapatkan hasil
kultur jamur positif pada 49 pasien (42,6%) (Yavo W, Kassi R, Barro
PC, 2004). Sementara itu laporan dari James Fasunla pada 1389
pasien yang didiagnosa dengan otitis eksterna didapatkan jamur
4
positif pada 378 kasus (6,54%) (Fasunla J,Ibekwe I, Onakoya P,
2007). Laporan Tang Ho dan kawan-kawan pada tahun 2004
didapatkan prevalensi sebanyak 9% pada 132 pasien (Ho T, Vrabec
JT, Yoo D, 2006 )
Prevalensi otomikosis pada Poliklinik THT RS Tribhun,
Kathmandu, Nepal seperti yang dilaporkan oleh Pradhu B dari 100
pasien (107) telinga yang didiagnosa otomikosis sebanyak 87
spesimen (81,3%) memperlihatkan kultur positif. Jamur patogen yang
paling banyak didapatkan adalah Aspergillus diikuti dengan Candida
albikans (Pradlan B, Tuladhar NR, Amatya RM, 2003)
Menurut Talwur P, dkk dari hapusan dan kultur jamur yang
dilakukan pada 344 pasien infeksi telinga luar didapatkan hasil positif
pada 286 penderita OMSK (49%) dan 14 penderita otitis eksterna
(66,6%) (Talwar P, Chakrabarti A,Kaur P, 1988). Sementara itu hasil
penelitian Vennewold I dkk pada 115 pasien dengan OMSK
diidentifikasi adanya jamur pada meatus akustikus sebanyak 54
pasien (46,9 %) dan di telinga tengah 5 pasien (4,3%) (Vinnewald I,
Scholebe J, Klemm E, 2003).
Laporan dari Oliveri S pada 132 penderita otitis ekstena
didapatkan jamur positif pada 80 kasus (60,6%). Jamur yang
terbanyak diisolasi adalah Aspergillus niger 67,1%, Aspergillus flavus
13,4% dan Aspergillus fumigatus 1,2% (Olivery S, Capello G,
Napolitano MG, 1984).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh James Fasunla, prevalensi
otomikosis pada pasien otitis eksterna adalah 27,20% sementara hasil
penelitian Alexandra R.Bayaoa di Manila pada 67 pasien yang
didiagnosa dengan OMSK didapatkan positif jamur sebanyak 39
pasien, 69 pasien OMSA didapatkan positif jamur 31 pasien dan 7
orang pasien otitis eksterna didapatkan positif jamur pada 6 pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Linda Kodrat di Makassar terhadap 100
penderita otitis eksterna didapatkan 87 kasus positif jamur (Ho T,
5
Vrabec JT, Yoo D, 2006., Bayaoa AR, 2005., Kodrat L, 1990).
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan oleh Benayam pada 102
telinga dengan OMSK didapatkan hasil 74% kuman aerob, 25% jamur
dan hanya 0,9% anaerob (Benayam A, AL Shareef Z, Ibekwe AO,
1997).
Di Indonesia penyakit ini belum banyak dilaporkan namun karena
infeksi jamur ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi bakteri
sehingga menyebabkan kesalahan diagnosis dan pengobatan yang
tidak tepat dengan hanya pemberian antibiotik oleh yang tidak
berpengalaman (Fasunla J, Ibekwe I, Onakoya P,2007., Mugliston T,
1985). Akibatnya bila tidak tertangani dapat menyebabkan infeksi
kronis, gangguan pendengaran dan perforasi membran timpani
(Fasunla J, Ibekwe I, Onakoya P, 2007., Ruckenstein MJ, 1998). Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA OTORE DENGAN BERBAGAI PENYEBAB DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNHAS
B.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat
kejadian koloni jamur pada penderita otitis eksterna superfisialis
basah, OMSA perforasi dan OMSK benigna aktif di Makassar?
C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Menentukan kejadian koloni jamur pada penderita yang datang
dengan otore dengan berbagai penyebab
6
2. Tujuan Khusus
1. Menentukan kejadian koloni jamur pada penderita otitis
eksterna superfisialis basah
2. Menentukan kejadian koloni jamur pada penderita otitis media
supuratif akut perforasi
3. Menentukan kejadian koloni jamur pada penderita otitis media
supuratif kronik benigna aktif
4. Menentukan jenis jamur pada penderita otits eksterna
superfisialis basah
5. Menentukan jenis jamur pada penderita OMSA perforasi
6. Menentukan jenis jamur pada OMSK benigna aktif
D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah tentang kejadian koloni jamur
pada penderita otore di Rumah Sakit Pendidikan FK UNHAS
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pertimbangan terapi
anti jamur pada penderita otore utamanya yang tidak mempan
antibiotik
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data penelitian
lebih lanjut
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Liang Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga luar. Daun
telinga pada umumnya disusun oleh kartilago fibroelastik, kulit dan
sedikit jaringan subkutaneus menutupinya kecuali lobulus yang terdiri
dari lemak tanpa kartilago.
Meatus akustikus eksternus merupakan struktur yang berbentuk
huruf S dengan panjang sekitar 2,5 cm dan berakhir pada membran
timpani pada bagian medial. Penyokong dinding kanalis adalah
kartilago pada sepertiga bagian lateral dan tulang pada duapertiga
bagian medial. Dehisensi pada dinding anterior pars kartilagineus dari
kanalis disebut dengan fissura Santorini. Oleh karena kedudukan
membran timpani yang miring maka liang telinga bagian
posterosuperior lebih pendek 6 mm dari liang telinga bagian
anteroinferior (Quinn FB, 2001)
Meatus akustikus eksternus pada bagian medial dibentuk oleh
membran timpani yang merupakan pertahanan yang baik untuk
penyebaran infeksi. Bagian superior dipisahkan dari fossa kranial oleh
lempeng tulang yang tipis yang mencegah penyebaran infeksi
langsung ke intrakranial. Bagian posterior berbatasan dengan rongga
mastoid sedangkan bagian anterior dengan fossa glenoidea
temporomandibular joint dan kelenjar parotis. Bagian inferior
berhubungan dengan fossa infratemporal (Quinn FB, 2001., Hirsch
BE,1996).
Meatus akustikus eksternus melengkung ke arah anterior dan
inferior dan di bagian tengah membentuk isthmus. Kulit di bagian
tulang ini sangat erat melekat ke tulang. Jaringan fibrosa memasuki
dua buah sutura pada liang telinga sehingga pengangkatan kulit pada
8
bagian ini menjadi sulit. Mendekati membran timpani kulit makin tipis
dan akhirnya membentuk satu lapisan pada permukaan luar membran
timpani (Boies LR, 1997)
Liang telinga luar dilapisi oleh epitel skuamosa dimana bagian
kartilagineus tipis (0,5-1mm) dibanding dengan bagian osseus
(0,2mm). Kulit pada bagian kartilagineus mengandung glandula
sebasea dan apokrin dengan folikel-folikel rambut. Bersama dengan
folikel-folikel rambut , glandula sebasea dan glandula apokrin disebut
unit apopilosebaseus. Ruang antara dinding bagian luar dan rambut
disebut kanalis follikuler. Duktus eksretorius sebaseus dan apokrin
mengalir masuk ke kanalis follikularis. Pada telinga normal sekresi
kelenjar ini dikombinasi dengan deskuamasi lapisan keratin
membentuk lapisan penahan air, sifat asam, lapisan lilin serumen
yang merupakan barier terhadap infeksi dan kerusakan kulit. Gerakan
liang telinga bersamaan dengan gerakan mengunyah akan membantu
proses proliferasi epitel dan migrasi serumen ke arah lateral.
Fungsi protektif kanalis mengarah kepada kolonisasi dan invasi
organisme patogenik. Obstruksi dan drainase kelenjar ke dalam
kanalis follikuler sebagai respon terhadap peningkatan temperatur dan
kelembaban kanalis. Penyerapan kelembaban oleh stratum korneum
mengarah kepada hiperhidrasi dan maserasi pada jaringan kanal
dimana pasien merasakan penuh dan gatal. Hal apa saja yang
menyebabkan trauma kulit meatus seperti memasukkan alat-alat
pembersih yang berlebihan atau menggaruk, memberi peluang
masuknya organism eksogen dan endogen lewat kulit yang rusak
(Quinn FB,2001).
Vaskularisasi meatus akustikus eksternus diperoleh dari a.
aurikularis posterior, a. temporalis dan cabang aurikularis profunda
dari a. maksillaris.
Pembuluh limfe mengalir ke pre dan post aurikuler kemudian menuju
mastoid, parotis dan kelenjar servikalis superfisialis.
9
Saraf-saraf sensoris berasal dari n. aurikulotemporalis dan cabang
aurikularis n. vagus (Helmi,2005., Boies, 1997).
B. Beberapa Infeksi Penyebab Otore Otore atau keluarnya cairan dari liang telinga mengindikasikan
adanya gangguan pada telinga normal. Meskipun kebanyakan pasien
dengan otore disebabkan oleh otitis eksterna akut, otitis media
supuratif kronik, atau otitis media supuratif akut perforasi,
pemeriksaan yang lengkap penting untuk mengetahui lebih dalam dan
mengetahui etiologinya (Scott PM, 2006.,Hoffer ME, 2007).
1. Otitis Eksterna Definisi Otitis eksterna didefinisikan sebagai peradangan pada liang
telinga luar yang tidak mengenai membran timpani atau tulang atau
kartilago meatus akustikus eksternus yang berlangsung kurang dari
30 hari yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Bentuk
terbanyak dari otitis eksterna akut adalah bentuk difus dimana tampak
kerusakan dan edema dari kulit meatus akustikus eksternus
(PerEmgard,2005)
Epidemiologi Menurut Cassi dkk (1997) Otitis eksterna merupakan keluhan
kedua terbanyak pada kasus telinga hidung tenggorok di poliklinik
THT. Prevalensi otitis eksterna di Inggris berkisar 1,3% pada
perempuan dan 1,2 % pada laki-laki pertahun. Penelitian lain yang
dilakukan di USA pada tahun yang sama melaporkan bahwa sekitar
3,31 juta yang datang dengan otitis eksterna dan sekitar 40%
diantaranya adalah pasien anak-anak. Di Swedia dengan jumlah
penduduk sekitar 9 juta jiwa sekitar 250.000 yang datang ke poli
dengan keluhan otitis eksterna. Dari jumlah ini sekitar 5% dirujuk ke
dokter spesialis THT sedangkan sisanya ditangani di Pusat
10
Kesehatan Masyarakat. Menurut laporan Hannley dan kawan-kawan
pada tahun 2000 menyatakan bahwa otitis eksterna mengenai 4 dari
1000 orang dewasa di Amerika Serikat. Di Negara-negara yang
beriklim tropis insiden otitis eksterna diperkirakan lebih tinggi lagi
(PemEgard, 2005)
Patogenesis Berdasarkan lapisan kulit yang mengalami inflamasi, reaksi
patologik otitis eksterna dibagi atas inflamasi epidermis dan inflamasi
dermis.
Dengan kata lain otitis eksterna dapat dibagi atas :
a. Otitis eksterna superfisialis, merupakan peradangan pada
meatus akustikus eksternus yang masih terbatas pada lapisan
epidermis. Oleh karena merupakan suatu dermatitis maka otitis
eksterna superfisialis bisa terdapat dalam bentuk basah dan
kering.
b. Otitis eksterna profunda, merupakan peradangan pada meatus
akustikus eksternus yang mengenai lapisan di bawah
epidermis terdiri dari otitis eksterna profunda sirkumskripta
(furunkel) dan otitis eksterna profunda difus (flegmon)
(Sedjawidada, 1992., Sosialisman,2007).
Perjalanan penyakit otitis eksterna dibagi atas 3 stadium yaitu:
i. Stadium preinflamasi
ii. Stadium inflamasi akut
iii. Stadium inflamasi kronik
Pada stadium preinflamasi, kerusakan kulit disebabkan oleh
manipulasi atau penyakit kulit yang menyebabkan edema pada kulit
MAE, sering ditandai dengan permukaan kulit yang basah dan adanya
patogen opportunistik yang masuk ke kulit.
11
MAE terlihat kemerahan atau pucat kemerahan, bengkak dan
biasanya basah tergantung pada tingkat kerusakan kulit. Bila tidak
diterapi keadaan ini akan masuk ke stadium inflamasi akut.
Akut otitis eksterna pada umumnya disertai dengan nyeri, gatal
atau lebih bengkak dan otore. Cairan dari MAE dapat bercampur
dengan debris sehingga biasanya berbau busuk. Pada kasus yang
berat tampak kerusakan yang meluas ke daun telinga dan kulit
disamping prosesus mastoidea. Bila otore putih kekuningan dan
kental biasanya disertai infeksi C.albicans. Kadang-kadang koloni
jamur tampak jelas dilihat pada pemeriksaan mikroskop, menyerupai
benang-benang kapas yang tipis yang khas untuk spesies
Aspergillus. Bila kasus ini tidak diobati sering berlanjut menjadi kronik.
Kronik otitis eksterna bila berlangsung lebih dari 30 hari. Pasien
biasanya merasa gatal berkepanjangan pada MAE sehingga
penderita menggaruk telinga atau MAE dengan menggunakan benda-
benda seperti korek atau jarum yang akan memperberat keadaan
inflamasinya.
Berdasarkan penelitian Stunth dkk pada tahun 1990 sebanyak
58% pasien dengan otitis eksterna kronik dimunculkan oleh dermatitis
kontak atopi, kelainan kulit lain seperti psoriasis, gangguan metabolik
dan malnutrisi (PerEmgard, 2005)
2. Otitis Media Supuratif Akut Definisi Otitis media supuratif akut adalah inflamasi akut pada telinga
tengah dengan manifestasi klinik berupa otalgia, otore dan penurunan
pendengaran dengan tanda dan gejala yang berlangsung kurang dari
3 minggu. Biasanya gejala ini disertai dengan gejala sistemik yaitu
demam, malaise dan kadang-kadang nyeri kepala (Gray RF,
1997.,Lambert PR, Canalis RF, 2000).
12
Epidemiologi Otitis media supuratif akut dapat mengenai semua usia tapi paling
sering ditemukan pada anak-anak. Pada usia kurang dari 1 tahun
sekitar 19-62% anak-anak terinfeksi dan 85% didapatkan pada anak
dengan usia sekitar 3 tahun (Lee KJ, 2003., Waseem M, 2007). Teely
dkk menemukan bahwa sekitar 22,7% pasien yang berkunjung ke
dokter spesialis anak menderita OMSA pada tahun pertama
kehidupannya dan meningkat sampai 40% pada kunjungan 4-5 tahun
berikutnya (Donalson JD, 2008). Faktor-faktor resiko pada OMSA
adalah umur <6 tahun, biasanya terjadi pada bayi yang kurang
mendapat ASI, sering terpapar asap rokok, abnormalitas
pertumbuhan kraniofasial, pernah terkena infeksi virus saluran napas
atas, imunodefisiensi dan predisposisi genetik ( Waseem M, 2007).
Patofisiologi Telinga tengah biasanya steril meskipun banyak flora organisme
yang ada dalam nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat
mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah
oleh silia mukosa tuba Eustakius, enzim dan antibodi. Otitis media
akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh tersebut terganggu.
Sumbatan tuba Eustakius merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media. Karena fungsi tuba Eustakius terganggu, pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu sehingga
kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan
(Boies,1997.,Djaafar ZA, Restuti RD, 2007).
Penelitian saat ini membuktikan bahwa infeksi virus dari epitel
saluran napas bagian atas dapat menyebabkan disfungsi tuba
Eustakius dan meningkatkan perkembangan bakteri di nasofaring.
Infeksi virus menyebabkan perubahan daya tahan tubuh atau
inflamasi dalam mukosa tuba Eustakius sehingga terjadi invasi
mikroba pada telinga tengah. Keadaan ini akan memproduksi cairan
13
pada telinga tengah yang merupakan tanda dan gejala otitis media
dan biasanya berlanjut dengan terjadinya perforasi ditandai oleh
mengalirnya eksudat ke telinga luar (Waseem M, 2007.,Sedjawidada,
1992)
Gambaran Klinik Gejala OMSA antara lain berupa otalgia, demam, malaise dan
kadang-kadang nyeri kepala, pada anak-anak dapat terjadi anoreksia
dan kadang-kadang mual dan muntah (Boies LR, 1997)
Berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan otoskopi, OMSA dapat
dibagi dalam 6 stadium sebagai berikut :
1.Stadium hiperemis Nyeri telinga dan demam yang menandai OMSA mungkin
merupakan gejala pertama atau mungkin didahului oleh gejala-gejala
infeksi saluran napas atas. Pada anak yang lebih besar dan dewasa
gejala utama otalgia atau mungkin juga disertai sensasi penuh di
telinga. Pada otoskopi tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani terutama sekitar manubrium malei tepi pars tensa
dan pars flaksida.
2.Stadium Eksudasi Otalgia dan demam bertambah berat dan pendengaran mulai
terganggu. Bukti tidak langsung adanya OMSA pada bayi dan anak
kecil meliputi demam, gelisah, muntah, kejang dan meningismus.
Pada otoskopi membrane timpani tampak hiperemis dan bombans.
3.Stadium supurasi Otore yang bersifat mukopurulen ditemukan pada stadium ini
dimana hal ini menandakan terjadinya perforasi pada membran
timpani yang diikuti dengan berkurangnya otalgia dan demam
sehingga keadaan umum pasien tampak membaik namun
pendengaran akan semakin berkurang. Pada otoskopi tampak
perforasi kecil pada pars tensa dan adanya otore.
14
Eksudat mula-mula serosanguinolen, kemudian setelah beberapa
hari menjadi purulen. Eksudat yang menggenang di lumen meatus
akustikus eksternus dapat membuat iritasi kulit sehingg terjadi
dermatitis.
4.Stadium Koalesensi dan mastoiditis Kerusakan dapat berlanjut ke lapisan yang lebih dalam seperti
periosteum atau tulang. Tulang menjadi karies dan terjadi
osteomielitis. Nanah dapat meluas mengisi antrum dan selula
mastoid. Trabekula antara sel-sel mastoid yang terdiri dari tulang
dapat rusak sehingga prosesus mastoideus hanya terdiri satu rongga
yang luas.
5.Stadium komplikasi Perluasan infeksi yang merusak mukoperiosteum telinga tengah
dan sel-sel pneumatisasi mastoid dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi tersebut dapat berupa komplikasi intratemporal dan
intrakranial.
6.Stadium Resolusi Pada stadium ini membran timpani akan menutup spontan dan
perlahan-lahan akan normal kembali, sekret akan berkurang dan
akhirnya kering. Pada otoskopi nampak hiperemis pada membran
timpani mulai kembali normal dan jelas bentuknya. Perforasi kering ini
berpotensi menjadi otitis media akut yang disebut eksaserbasi akut.
(Dhingra PL, 2007.,Sedjawidada R, 1992.,Cawthrone T, 1967)
Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan hal yang sangat
penting untuk menegakkan diagnosis yang benar. Pemeriksaan
lainnya adalah teknik pemeriksaan standar dengan otoskopi
pneumatik, tes pendengaran, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
mikrobiologi. Pemeriksaan radiologi biasanya dilakukan untuk pasien
15
dengan suspek komplikasi intratemporal dan komplikasi intrakranial
(Lee KJ, 2003.,Waseem M, 2007)
Penatalaksanaan Pada dasarnya penanganan yang diberikan adalah pengobatan
medikamentosa dan penanganan bedah. Pengobatannya tergantung
pada stadium penyakit, meliputi :
1. Terapi sistemik : antibiotik minimal selama 7 hari
2. Perawatan lokal
3. Pembedahan : miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi
(Djaafar ZA,Helmi, Restuti RD,2007)
3. Otitis Media Supuratif Kronik Definisi Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronik di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2 bulan (Djaafar
ZA,Helmi, Restuti RD,2007, Sedjawidada R, 1992).
Epidemiologi Insiden OMSK lebih tinggi di negara – negara berkembang
disebabkan oleh sosioekonomi yang rendah, malnutrisi, higiene yang
buruk. Beberapa peneliti di luar negeri melaporkan prevalensi OMSK
antara lain di India prevalensinya berkisar 46 pasien per 1000
penduduk sedangkan di Israel hanya sekitar 39 dari 100.000 kasus
anak dengan OMSK (Dhingra PL,2007.,Mills RP,1997).
Prevalensi OMSK pernah dilaporkan oleh Sedjawidada R, dkk
pada tahun 1970 yaitu sebesar 5,3%. Mahdi, pada tahun 1994
melaporkan sebesar 3,4% dan Faridah M tahun 2007 melaporkan hal
yang serupa pada murid sekolah dasar di Makassar sebesar 2,5%.
Tahun 1994 Depkes RI melakukan survey nasional di lima propinsi
16
termasuk propinsi Sulawesi selatan dan melaporkan prevalensi otitis
media sebesar 3,7% (Faridah M, 2008)
Etiologi dan Patogenesis Proses OMSK biasanya diawali dengan otitis media supuratif akut
yang berulang. Abnormalitas fungsi tuba dianggap faktor yang paling
berperan pada patogenesis OMSK. Yang menandai sudah terjadinya
OMSK yaitu terbentuknya lendir mukoid dalam eksudat sehingga
eksudat yang semula seropurulen berubah menjadi mukopurulen.
Perubahan ini disebabkan oleh terbentuknya dan telah
berproduksinya kelenjar metaplastik pada mukosa telinga tengah
(Parry D, 2006., Sedjawidada R, 1992).
Penelitian yang dilakukan oleh Bluestone dan Klein menyebutkan
bahwa otitis media lebih merupakan penyakit primer pada mukosa
telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi dan atau alergi daripada
disebabkan karena disfungsi tuba eustakius.
Menurut Ballenger, patogenesis otitis media supuratif kronik belum
dapat diketahui secara pasti tetapi tampaknya proses bermula dari
tuba auditiva ke telinga tengah kemudian ke sel-sel mastoid. Proses
ini berjalan perlahan-lahan dan tersembunyi tetapi aktif sehingga
menyebabkan hilangnya bagian membran timpani dan menetapnya
fator-faktor penyebab kronisitas pada mukosa timpani. Faktor-faktor
yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis sangat majemuk antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba Eustakius yang kronik akibat infeksi
hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang dan adanya
obstruksi parsial atau total tuba Eustakius
2. Perforasi membran timpani yang menetap akan memudahkan
kontaminasi kuman yang berasal dari luar sehingga
menyebabkan timbulnya infeksi berulang
17
3. Terjadinya metaplasia epitel skuamosa mukosa atau
perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga
mastoid
5. Terjadinya osteomielitis yang menetap pada tulang dinding
telinga tengah terutama antrum dan mastoid
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum
atau perubahan mekanisme pertahanan lokal (Ballenger JJ,
1997)
Otore merupakan gejala utama OMSK. Dalam hal OMSK
eksudatnya adalah mukopurulen. Derajat kekeruhan tergantung dari
banyak sedikitnya sel-sel nanah. Warna putih kekuningan atau
kehijauan disebabkan oleh kuman, bila bercampur darah
kemungkinan ada granulasi (Sedjawidada R, 1992). Pada kasus yang
tidak terurus akan terjadi otitis eksterna yang menyebabkan membran
timpani sukar dilihat (Helmi, 2005).
OMSK mempunyai kecendrungan untuk berkembangnya infeksi
jamur disebabkan oleh tingginya tingkat kebasahan mukosa dan kulit
meatus akustikus eksternus akibat sekret radang kronik (Esperanza
BEN, 2005)
Klasifikasi Secara klinis Otitis Media Supuratif Kronik dibagi menjadi dua tipe,
yaitu :
1. Tubotimpanik, biasanya juga disebut tipe benigna atau tipe mukosa
atau tipe aman, peradangannya terbatas hanya pada mukosa dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasinya terletak di sentral
dan tidak terdapat kolesteatoma. Selanjutnya OMSK tipe benigna
dibagi lagi menjadi :
a. Tipe inaktif, ditemukan perforasi menetap di pars tensa tetapi
tidak ada peradangan baik pada mukosa telinga tengah
18
maupun pada membran timpani. Rantai osikula dapat
mengalami erosi atau kekakuan (terfiksasi). Tipe ini dapat
kembali aktif penyakitnya atau tetap inaktif.
b. Tipe aktif, didapatkan perforasi pada pars tensa dari membran
timpani dan mukosa telinga tengah mengalami peradangan
dan edema dengan sekret mukoid atau mukopurulen. Aktivitas
penyakit dapat terus menerus atau dapat pula hilang timbul.
2. Atikoantral, disebut juga tipe maligna atau tipe tulang atau tipe
bahaya merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.
Perforasinya terletak di atik atau marginal disertai sekret berbau
akibat nekrosis tulang (Dhingra PL, 2007., Parry D, 2007., Helmi,
2005).
C. Otomikosis Definisi Otomikosis adalah radang pada telinga luar yang disebabkan oleh
jamur yang ditandai dengan inflamasi eksudatif. Otomikosis
merupakan infeksi sekunder yang disebabkan oleh faktor predisposisi
seperti otitis eksterna bakteri dan terapi kortikosteroid (Paulose KO,
1989., Budimulja U, 1993).
Distribusi geografi
Distribusinya diseluruh dunia, merupakan penyakit kosmopolit
yang terutama terdapat di daerah panas, lembab dan berdebu di
mana infeksi biasanya terjadi secara kontak langsung (Budimulja U,
1993.,Mahmoudabadi AZ,2006). Connant memperkirakan bahwa tidak
lebih dari 15-20% infeksi telinga merupakan infeksi jamur yang
sebenarnya (Binesian F, Fredonian MR, 2006., Gutierrez PH, 2005).
Pandi dkk tahun 1972 dalam penelitiannya terhadap 63 penderita
dengan diagnosis klinik otitis eksterna diffusa dan otomikosis di
19
Jakarta Pusat mendapatkan 61,9% dengan infeksi jamur (Pandi PS,
1971).
Linda dalam penelitiannya di Makassar terhadap 100 penderita
Otitis eksterna superfisialis mendapatkan prevalensi sebesar 87%
(Kodrat L, 1990)
Nan Sati dalam penelitiannya di bagian THT RS Sumber Waras
selama periode 1 Januari 1980 sampai 31 Desember 1980 terdapat
1.370 orang penderita baru dengan diagnose otitis eksterna diffus dan
55% dari penderita disertai dengan infeksi mikosis dan terbanyak
pada kelompok umur 20-30 tahun (Nan Sati CN, 1986).
Etiologi dan Patogenesis Jamur tumbuh subur pada daerah beriklim tropik dengan suhu
antara 12-35 derajat celcius (Lunggono P, 1993., Richardson MD,
1993). Otomikosis umumnya disebabkan oleh spesies Candida
khususnya C.albicans dan C.tropicalis dan spesies Aspergillus
khususnya A.fumigatus, A.niger dan A.flavus. Agen lain yang terlibat
termasuk jamur saprofitik yang ada di mana-mana seperti spesies
Absidia, spesies Acremonium, spesies Penicillin, spesies Rhizopus
dan Scopulariopsis brevicaulis (Richardson MD, 1993).
Siklus hidup jamur yang ditemukan di liang telinga adalah sekitar 2
minggu. Berenang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi pada banyak kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
berenang memberikan kelembaban yang cukup sehingga jamur dapat
tumbuh menjadi banyak atau dapat menurunkan resistensi kulit
melalui maserasi yang menyediakan medium yang baik bagi
pertumbuhan jamur.
Jamur tumbuh pada lapisan permukaan atas epitel dan
pertumbuhannya menyebabkan gatal dan rasa tidak nyaman pada
telinga. Reaksi lokal sewaktu-waktu dapat menjadi reaksi atopik yang
berat jika pasien sangat rentan terhadap jenis jamur penyebab.
20
Vesikulasi dan ulserasi dapat terjadi. Infeksi jarang mengenai kartilago
telinga tetapi perforasi membran timpani dapat terjadi namun tidak
sering (Jackson C, Jackson CL., 1959).
Urutan perubahan patologik yang diakibatkan oleh jamur pada dinding
liang telinga sebagai berikut :
1. Terjadi implantasi pada liang telinga luar
2. Diikuti oleh pertumbuhan organism yang kecepatannya
tergantung kepada keadaan temperatur, kelembaban atau
iritasi yang sudah ada sebelumnya
3. Invasi pada epitel menyebabkan rasa gatal dan rasa tidak
nyaman pada telinga, kadang – kadang disertai rasa nyeri
4. Epitel mengelupas secara alami terjadi untuk mengatasi infeksi
dengan melepaskan sel-sel epitel bagian atas
5. Akibat lanjut pengelupasan epitel menyebabkan liang telinga
penuh dengan debris
6. Terjadi ulserasi superfisial dan dermatitis eksematosa jika
proses patologik ini berlanjut terus. Perubahan ini tidak selalu
melalui tingkatan seperti di atas. Kadang-kadang infeksi jamur
mengakibatkan perubahan yang sangat ringan sehingga
terabaikan oleh penderita (Jackson C, Jackson CL., 1959).
Manifestasi klinik Panas dan lembab yang berlebihan merupakan faktor
predisposisi. Karena tidak ada gejala yang spesifik, otomikosis
biasanya dikacaukan dengan beberapa bentuk dari otitis eksterna.
Keluhan yang paling sering dirasakan oleh penderita otomikosis
adalah gatal pada telinga, nyeri,rasa tidak enak atau rasa tersumbat
yang berhubungan dengan akumulasi debris pada meatus (Wright D,
1997). Manifestasi klinik penyakit ini tergantung pada dalamnya
struktur jaringan kulit yang terkena. Bila yang terkena epidermis,
mungkin tidak menimbulkan gejala klinik tetapi apabila yang terkena
21
dermis akan menimbulkan gejala tersebut (Ballenger JJ, 1997). Pada
pemeriksaan tampak tanda-tanda radang pada liang telinga, terdapat
debris warna putih, abu-abu, kuning kotor, bahkan bisa berwarna
hitam, ataupun terlihat seperti kertas yang basah (blotting paper )
(Lunggono P, 1993).
Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarka anamnesis, pemeriksaan
otoskopi dan pemeriksaan laboratorium.
Pada anamnesis ditemukan keluhan utama berupa rasa gatal
yang sangat mengganggu. Disamping itu dapat pula dikeluhkan rasa
penuh dan rasa nyeri pada liang telinga luar serta gangguan
pendengaran bila terjadi obstruksi liang telinga (Budimulja U, 1993).
Pada otoskopi dapat ditemukan lapisan seperti beludru yang
berwarna hitam, kuning atau putih serta tanda-tanda radang, krusta
dan lekinifikasi pada kasus lanjut. Dapat juga telihat debris putih
keabu-abuan menyerupai wet blotting paper yang mengisi liang
telinga (Wright D, 1997).
Untuk diagnosa pasti dilakukan pemeriksaan debris dan kotoran
liang telinga. Dapat juga digunakan sekret atau pus dengan memakai
steril cotton wool swabs (Budimulja U,1993., Mahmoudabadi AZ,
2006)
Pada sediaan langsung dengan larutan KOH 10% akan terlihat
hifa atau spora. Biakan pada agar Sabouraud pada suhu kamar akan
menghasilkan koloni jamur
penyebab (Budimulja U, 1993., Nugroho SA, 2004)
D. Kejadian Koloni Jamur pada Penderita Otore Otore merupakan keluhan yang sering muncul oleh infeksi telinga
terutama otitis eksterna akut, OMSK, Timpanostomi Tuba Otore atau
OMSA dengan perforasi. Pemeriksaan yang lengkap penting untuk
22
mengetahui lebih dalam dan mengetahui etiologi otore (Scott PM,
2006)
Seperti kita ketahui bahwa berkembangnya infeksi pada liang
telinga luar disebabkan oleh mekanisme pertahanan lokal terganggu.
Kelembaban udara yang tinggi, paparan langsung oleh air, trauma
lokal, dermatitis kronik, infeksi bakteri dan paparan lama oleh suhu
yang berubah-ubah memberikan konstribusi terhadap kegagalan
mekanisme pertahanan lokal (Roland PS, 1997). Panas dan lembab
dapat menyebabkan pembengkakan dari stratum korneum yang
menutup kanalis follikuler. Beberapa penyakit seperti otitis eksterna
yang disebut juga swimmers ear memberikan kelembaban yang tinggi
yang merupakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan organisme
yang berbeda-beda yang normalnya berkolonisasi di MAE. Saprofit
yang normalnya berkolonisasi di MAE yaitu stafilokokkus,
streptokokkus, mikrokokkus, beberapa basil gram negatif dan
beberapa jenis jamur saprofit (Roland PS, 1997).
Air yang ada dalam liang telinga dapat sangat berperan
mempengaruhi pH. pH yang alkalis sering dihasilkan oleh air eksogen
yang kurang efektif menekan mikroorganisme patogen (utamanya
Pseudomonas aeroginosa) padahal Pseudomonas aeroginosa
terkenal dihambat oleh lingkungan yang asam. Efek merusak dari air
atau kelembaban didapatkan jika disertai dengan dermatitis seboroik
atau alergi yang memperlemah mekanisme pertahanan tubuh (Roland
PS, 1997).
Ada ketidaktahuan bahwa jamur tertentu normal ada di liang
telinga dan juga ada hubungan antara mycoflora telinga normal dan
patogen-patogen penyebab otomikosis ( Pakshir K, Sabayan B,
2008). Kasus pertama tentang infeksi telinga oleh jamur telah
dijelaskan oleh Hertz Bezold pada tahun 1889. Laporan pertama
dalam literatur yang menjelaskan bahwa infeksi jamur merupakan
23
patogen pada otitis eksterna telah dipublikasikan oleh Meyer pada
tahun 1844. Infeksi jamur merupakan superinfeksi yang dicurigai pada
penderita OMSK bila otore tidak berespon terhadap obat tetes telinga
antibiotik (Talwar P et al, 1998)
Pada beberapa pasien OMSK yang disertai dengan otomikosis
dapat diidentifikasi adanya miselium pada liang telinga luar dan
membran timpani. Kedua infeksi ini sangat sukar disembuhkan
walaupun OMSKnya dapat ditangani namun infeksi jamurnya sulit
dihilangkan (Esperanza BEN, 2005)
OMSK dan OMSA perforasi memberikan media yang baik untuk
pertumbuhan jamur karena adanya perubahan ekobiologi infeksi
jamur dalam liang telinga oleh sekret telinga tengah. Interaksi antara
bakteri dan jamur menyebabkan peradangan pada stratum korneum,
inflamasi atau maserasi. Beberapa spesies jamur juga menghasilkan
antibakteri. Kecendrungan untuk berkembangnya jamur pada OMSK
juga disebabkan oleh adanya infeksi kronik dan berubah-ubahnya
mukosa telinga tengah, membran timpani dan meatus akustikus
eksternus akibat seringnya keluar sekret. Pasien yang datang dengan
OMSK tanpa kolesteatom dan otore persisten yang tidak berespon
dengan pengobatan antibiotik harus dicurigai sebagai infeksi jamur
(Esperanza BEN, 2005, Kaur R, Mittal N, Kakkar M et al.,2000)