Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
-
Upload
ingrid-patricia -
Category
Documents
-
view
84 -
download
0
description
Transcript of Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 1/7
Kehilangan Tulang dan Pola Destruksi Tulang
Pendahuluan
Cacat tulang terjadi karena destruksi tulang alveolar karena penyakit periodontal.
Tinggi tulang alveolar yang normal adalah di batas sementoenamel dan tinggi tulang
dijaga oleh keseimbangan fisiologis antara pembentukan tulang oleh osteoblas dankehilangan tulang oleh osteoklas, yang dipengaruhi oleh faktor lokal dan sistemik.
Anatomi normal tulang alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari tulang rahang yang mengelilingi dan mendukung
didi. Tulang alveolar memiliki lapisan kortikal atau tulang kompak di bagian fasial
dan lingual yang diantaranya terdapat tulang spongiosa.
Keberadaan tulang alveolar bergantung pada keberadaan gigi, sehingga saat
gigi diekstraksi, tulang alveolar akan mengalami resorbsi. Bentuk, ukuran dan
ketebalan tulang alveolar bervariasi dalam setiap region mulut. Tepi dari puncak
tulang alveolar parallel dengan batas sementoenamel dengan jarak 1-2 mm. Anatominormal dari tulang alveolar ditunjukkan pada gambar 24.1
Mekanisme pembentukan dan destruksi tulang
Osteoblas adalah sel utama yang membentuk matriks tulang, yang diikuti dengan
kalsifikasi. Awalnya, matriks yang belum terkalsifikasi, disebut osteoid, dibentuk dan
dimineralisasi karena adanya deposisi kristal hidroksiapatit.
Destruksi tulang pada penyakit periodontal terjadi karena faktor lokal dan
sistemik.
Destruksi tulang pada penyakit periodontal tidak terjadi karena nekrosis
tulang, tetapi karena adanya keterlibatan aktivitas sel pada tulang yang masih hidup.Nekrosis jaringan dan tulang yang terjadi akan terlihat pada dinding jaringan lunak
dari poket periodontal, bukan pada batas resorbsi tulang di bawahnya.
Sel yang diperlukan untuk resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas.
Stimulasi proses resorpsi tulang terdapat pada tabel 24.1
Faktor lokal
Faktor lokal dapat berupa:
- Inflamasi gingiva kronis
- Trauma karena oklusi
- Kombinasi keduanya
Peran inflamasi gingiva kronik
Inflamasi gingiva kronis adalah penyebab yang umumnya terjadi pada destruksi
tulang penyakit periodontal. Inflamasi menyebar dari gingiva ke jaringan yang lebih
dalam melalui dua jalur (menandakan adanya transisi dari gingivitis menjadi
periodontitis).
Transisi dari gingivitis ke periodontitis berhubungan dengan kandungan plak
bakteri atau ketahanan dari host . Lesi terjadi karena bakteri pathogen dan infiltrasi sel
inflamatori. Lesi enjadi lebih progresif dan destruktif dengan adanya konversi dari lesi
limfosit-T menjadi limfosit-B.
Perjalanan penyebaran inflamasi
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 2/7
Interproksimal
a. Dari gingiva tulang ligamen periodontal
b. Dari gingiva ligamen periodontal
(jarang terjadi; biasnaya pada trauma karena oklusi)
Fasial dan linguala. Dari gingiva di luar periosteum menuju ke tulang
b. Dari gingiva menuju ke tulang
Saat inflamasi dari gingiva mencapai tulang, inflamasi akan menyebar ke sumsum
tulang dan kemudian diisi oleh leukosit dan cairan eksudat, pembuluh darah baru dan
fibroblast yang berproliferasi. Osteoklas multinuclear dan fagosit mononuclear
bertambah banyak dan permukaan tulang dilapisi dengan lakuna berbentuk kerucut
yang meresorpsi. Pada sumsum tulang, resorpsi berlanjut dan menyebabkan penipisan
awal dari tulang trabekula yang mengelilingi dan pembesaran dari sumsum tulang,
diikuti dengan destruksi tulang dan pengurangan tinggi tulang. Di sekitar daerah yangresorpsi, tulang sumsum berlemak akan diganti sebagian atau seluruhnya menjadi
sumsum tulang fibros. Singkatnya, perubahan pada tulang ditunjukkan pada gambar
24.2.
Berikut adalah kemungkinan perjalanan dimana destruksi tulang terjadi karena
perluasan inflamasi gingiva (Hausmann):
1. Aksi langsung dari produk plak pada sel progenitor tulang untuk melepaskan
osteoklas.
2. Produk plak yang langsung beraksi pada tulang dan menghancurkannya
melalui mekanisme non selular.
3. Produk plak menstimulasi sel gingiva untuk melepaskan mediator, yangkemudian menyebabkan sel progenitor berdiferensiasi menjadi osteoklas
4. Stimulasi sel gingiva untuk melepaskan agen yang mendestruksi tulang
melalui proses kimia langsung tanpa osteoklas.
5. Produk plak berperan sebagai kofaktor pada resorpsi tulang
Terdapat hipotesa yang menyatakan dua jenis sel yang berperan dalam
resorpsi tulang:
1. Osteoklas: membuang bagian mineral tulang
2. Sel mononuclear: berperan dalam degradasi matriks organic.
Keduanya ditemukan dekat dengan tulang yang teresorpsi
Destruksi tulang karena Trauma dari oklusi
Trauma karena oklusi tanpa adanya inflamasi dapat menyebabkan perubahan berikut:
1. Peningkatan penekanan dan tarikan dari ligamen periodontal
2. Peningkatan osteoklas dari tulang alveolar dan nekrosis ligamen periodontal
Perubahan yang terjadi bersifat reversible, jika gaya dihilangkan. Namun,
trauma karena oklusi yang terus-menerus akan menyebabkan cacat tulang berbentuk
funnel.
Urutan resorpsi tulang dikategorikan menjadi tiga fase utama (gambar 24.3).
Fase pertama
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 3/7
Berbagai percobaan telah menyatakan bahwa keberadaan osteoblas dan osteoklas
diperlukan untuk resorpsi tulang. Faktor sistemik dan lokal yang resorpsi tulang
menstimulasi produksi osteoblas. Osteoblas terlibat dengan regulasi fungsi osteoklas
mealui beberapa tingkat:
1. Faktor lokal
a. Prostaglandinb. Leukotrien
c. sitokin
2. Faktor sistemik
a. Parathormon (PTH)
b. Vitamin D3
Fase kedua
Osteoblas yang distimulasi oleh faktor ini menyebabkan terjadinya respon melalui
serangkaian sistem pembawa pesan kedua. Sebagai respon terhadap stimulus ini,
osteoblas mensekresi faktor yang mempersiapkan tulang untuk resorpsi osteoklas dan juga merangsang perkembangan osteoklas.
Produksi osteoklas melibatkan pembentukan sel precursor dari sel induk di
tulang sumsum (gambar 24.4). Sel prekurosor ini bermigrasi ke permukaan tulang dan
menjadi preosteoklas sampai mereka menerima stimulus tertentu. Osteoblas
merangsang pembentukan osteklas melalui sekresi sitokin dan kontak sel ke sel.
Osteoblas dan sel lain seperti limfosit dan makrofag mensekresi faktor pertumbuhan
seperti limfosit dan faktor perangsang koloni monosit (GMCSF) dan faktor stimulasi
makrofag (M-CSF) dan makrofag IL-6 (tabel 24.2). Semua ini bersamaan dengan IL-
3 akan merangsang perkembangan sel precursor di sumsum (gambar 24.5).
Perkembangan osteoklas dikendalikan oleh sel stromal melalui raktivatorreseptor dari faktor nuclear kappa-B (RANK)/RANKL/aksis osteoprotegrin (OPG).
RANK berada pada osteoklas dan diaktivasi oleh ikatan nya dengan RANKL, yang
merupakan sel permukaan protein pada osteoblas, sedangkan OPG adalah reseptor
umpan dan penghambat alami pada resorpsi tulang (gambar 24.6). Sitokin ini penting
pada terjadinya regulasi proses remodeling tulang; adanya ketidakseimbangan pada
ekpresi sitokin ini akan meneybabkan terjadinya perubahan dari fisiologis menjadi
resorpsi atau pembentukan tulang. RANKL dari limfosit dan makrofag merangsang
diferensiasi dan maturasi preosteoklas menjadi osteoklas yang bekerja.
Osteoblas yang terangsang mensekresi protein yang disebut faktor aktivasi,
yang dapat mengaktivasi osteoklas matang. Osteonlas yang terangsang juga
mensekresi prokolagenase dan activator plasminogen (gambar 24.7). Kativator
plasminogen merubah plamin dari plasminogen, yang kemudian mengaktifkan
prokolagenase, yang berperan dalam penyingkiran tulang yang tidak termineralisasi
yang melapisi permukaan tulang untuk resorpsi osteoklas.
Fase ketiga
Resorpsi osteoklas terjadi dalam dua tahap:
- Tahap I: Pelarutan fase mineral
- Tahap II: Desolusi matriks organic
Proses pada dua tahap ini terjadi ekstraselular. Preosteklas menyebar dan
bersatu dengan osteolas multinukelasi; kemudian menyebar pada permukaan tulangsebelum resorpsi. Daerah resorpsi ditentukan dibawah batas yang tidak jelas pada
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 4/7
osteoklas, yang merupakan daerah spesifik tertenu dari sitoplasma yang mengelilingi
membran plasma (podosom). Podosom ini melekat langsung ada permukaan tulang
untuk dihancurkan (gambar 24.8)
Tahap I: Pelarutan kandungan mineral
Pelarutan terjadi karena sekresi asam dari sistem transportasi ion hidrogenelektrogen. pH intraseluler diatur anhydrase karbon, yang berjumlah banyak pada
sitoplasma osteoklas. Pada saat terjadi interaksi, ion hidrogen dilepaskan ke
kompartemen ekstraselular lisosom dan melarutkan mineral dan menyingkap matriks
organik.
Tahap II: Pemutusan/ degradasi matriks organik demineralisasi
Osteoklas juga memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS), yang berperan
pada demineralisasi patologis tulang saat terjadinyapenyakit. Ion hidrogen yang telah
dilepaskan pada kompartemen ekstraseluler bersamaan dengan ROS, membentuk pH
yang sesuai dengan aktivitas enzim sistein protease lisosom. Protease sistein terlibatpada produksi katepsin B, L, dan K yang dapat mendegradasi kolagen dan
proteoglikan. Namun, belakangan ini ditemukan bahwa degradasi matriks organi
melibatkan produksi dari sistein dan metalloproteinase.
Aksi sistein proteinase: berperan oada degradasi proteoglikan dari matriks tulang dan
menyerang bagian akhir heliks dan non-heliks dari molekul kolagen. Sistein
proteinase juga mengaktifkan metalloproteinase dan proenzim.
Fungsi metalloproteinase: Saat pH meningkat, metalloproteinase berfungsi dan
kemudian menyerang bagian heliks dari molekul kolagen yang tersisa
Faktor sistemik
Faktor lokal dan sistemik mengatur keseimbangan fisiologis tulang. Ketika terdapat
kecenderungan yang mengarah pada terjadinya resorpsi tulang, kehilangan tulang
diawali dengan adanya proses inflamasi lokal yang meningkat. Pengaruh sistemik ini
terhadap respon tulang alveolar merupakan konsep faktor tulang pada penyakit
periodontal. Belakangan ini, banyak studi berfokus pada kemungkinan adanya
hubungan antara kehilangan tulang periodontal dengan osteoporosis. Osteoporosis
adalah kondisi fisiologis pada wani post-menopause yang menyebabkan kehilangan
mineral tulang dan perubahan mikrostruktur tulang. Kehilangan tulang periodontal
juga dapat terjadi pada gangguan skeletal yang lain (seperti: hiperparatiroitisme,
leukemia, dll) melalui mekanisme yang dapat berhubungan dengan destruksi tulang
periodontal pada umumnya.
Agent farmakologi dan resorpsi tulang
Agen farmakologi termasuk prostaglandin dan prekursornya sera faktor aktivasi
osteoklas terdapat saat inflamasi gingiva. Komplemen juga dapat menyebabkan
resorpsi tulang dengan merangsang terjadinya sintesa prostaglandin. Prostaglandin
disintesa oleh precursor asam lemak seperti asam arakidonat dan dikendalikan oleh
jalur sikooksigenase. Flubiprofen (NSAID) adalah penghambat yang efektif terhadap
jalur sikooksigenase metabolisme asam arakidonat yang dapat memperlambat lajukehilangan tulang
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 5/7
Radius Aksi
Beberapa penulis menyatakan, faktor lokal resorpsi tulang yang terdapat pada
permukaan tulang berdekatan dapat mengakibatkan terjadinya aksi yang sama.
Berdasarkan pengukuran Waerhaug, dinyatakan bahwa adanya kisaran 1.5-2.5 mm
plak bakteri yang efektif dapat menyebabkan terjadinya kehilangan tulang, diluar dari2.5 mm tidak memiliki efek. Cacat besudut interproksimal dapat terjadinya hanya
dengan adanya ruang lebih dari 2.5 mm, karena ruang yang lebih kecil telah hancur
seluruhnya. Cacat luas yang melebihi 2.5 mm dapat terlihat pada kondisi tertentu,
seperti periodontitis juvenile lokalisata dan sindroma Papillon-Lefevre, yang terjadi
karena adanya bakteri pada jaringan.
Tingkat kehilangan tulang
Loe dkk. menemukan bahwa tingkat kehilangan tulang rata-rata adanya sekitar 0.2 per
tahun untuk permukaan fasial dan sekitar 0.3 untuk permukaan proksimal, pada
penyakit periodontal tidak dirawat.
Periode Destruksi
Destruksi periodontal terjadi sewaktu-waktu dan intermiten yang ditandai dengan
masa aktif dan eksaserbasi yang diikuti dengan periode remisi dan tidak aktif.
Destruksi ini menyebabkan hilangnya kolagen dan tulang alveolar, sehingga poket
periodontal bertambah dalam.
Penyebab terjadinya pola destruksi belum dimerngerti secara keseluruhan,
tetapi teori di bawah ini dapat menjelaskan:
1. Munculnya aktivitas berhubungan dengan ulserasi subgingival dan reaksi
inflamasi akut yang menyebabkan kehilangan tulang alveolar.2. Munculnya aktivitas bersamaan dengan lesi limfosit-T ke lesi limfosit-B
inflitrasi sel plasma.
3. Masa eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram negatif poket
anaerobic yang tidak terikat, motile, dan masa remisi bersamaan dengan
pembentukan flora gram-positif padat, tidak terikat dan non-motile.
4. Adanya antibody.
Faktor penentu morfologi tulang pada penyakit periodontal
Variasi Normal tulang alveolar
Variasi normal tulang alveolar dapat mempengaruhi kontur tulang yang disebabkan
penyakit periodontal. Bagian antomi yang dapat mempengaruhi pola kerusakan tulang
pada penyakit periodontal adalah sebagai berikut:
1. Ketebalan, lebar dan angulasi puncah septa interdental
2. Ketebalan fasial dan lingual piring alveolar.
3. Adanya fenestration dan dehiscence.
4. Peningkatan ketebalan tepi tulang alveolar untuk mengakomodasi fungsi
fungsional.
5. Susunan gigi, anatomi akar.
Sebagai contoh, cacat tulang bersudut tidak dapat terjadi pada piring tulang
alveolar fasial dan lingual yang tipis dan memiliki sedikit atau tidak ada tulang
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 6/7
kanselousantara lapisan kortikal luar dan dalam. Dalam hal ini, seluruh puncak tulang
alveolar terdestruksi dan ketinggian tulang berkurang.
Pola kehilangan tulang pada penyakit periodontal
Keliangan tulang horizontal
Kehilangan tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang paling seringterjadi pada penyakit periodontal. Ketinggian tulang berkuran tetapi tepi tulang tetap
tegak lurus terhadap permukaan gigi. (gambar 24.9).
Cacat tulang vertical atau bersudut
Cacat vertical atau bersudut (gambar 24.10 dan 24.11A-D) terjadi dalam arah oblik,
membentuk celah pada tulang di sepanjang akar. Dasar dari cacat tulang berada pada
apical dari tulang sekitar. Di hamper setiap cacat tulang vertical, terjadi poket
infraboni.
Cacat tulang bersudut diklasifikasikan berdasarkan jumlah tulang yang ada:
1. Cacat tulang satu dinding atau hemiseptal: terdapat satu dinding.2. Cacat tulang dua dinding: terdapat dua dinding
3. Cacat tulang tiga dinding atau infraboni: terdapat tiga dinding (umumnya pada
permukaan mesial dari molar atas atau bawah).
4. Cacat tulang kombinasi: Jumlah tulang pada bagian apical lebih besat daripada
bagian oklusal. Radiografi dapat membantu melokalisir cacat tulang vertical,
namun pembedahan untuk melihat cacat tulang yang terjadi adalah lebih baik.
Kawah tulang
Kawah tulang ada puncak tulang interdental yang menjadi cekung pada terjepit oleh
dinding fasial dan lingual. Kawah tulang terjadi pada dua per tiga cacat tulangmandibular, dan dapat didiagnosa dengan probing transgingival.
Hal berikut dapat menyebabkan banyak terjadinya kawah interdental:
1. Daerah interdental lebih mudah terjadi akumulasi plak dan lebih sulit
dibersihkan.
2. Bentuk fasiolingual yang normalnya rata atau cekung pada septum interdental
molar bawah mempermudah terjadinya kawah.
3. Vaskularisasi pada gingiva di tengah puncak tulang dapat menyebabkan
terjadinya jalur inflamasi.
Kontur tulang yang bergelembung
Kontur tulang yang bergelembung (Gambar 24.13A dan B) adalah pembesaran tulang
karena eksostosis, adaptasi fungsi atau pembentukan tulang yang menonjol. Kontur
tulang yang bergelembung lebih sering ditemukan pada maksila daripada mandibula.
Bentuk terbalik
Cacat tulang yang terbalik terjadi karena kehilangan tulang interdental, termasuk
bagian fasial dan lingual tanpa kehilangan tulang radicular, sehingga terjadi
pembalikan anatomi normal (lebih sering pada maksila).
Ledges
Ledges adalah tepi tulang berbentuk plateau yang terjadi karena resorpsi tulang yan gmenebal.
7/17/2019 Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang
http://slidepdf.com/reader/full/kehilangan-tulang-dan-pola-destruksi-tulang-568dd6f318c30 7/7
Keterlibatan furkasi
Keterlibatan furkasi (gambar 24.14) adalah keterlibatan daerah bifurkasi atau
trifurkasi pada gigi berakar jamak karena pernyakit periodontal. Molar pertama
mandibula adalah daerah yang paling sering terjadi dan premolar maksila adalah yang
paling jarang terjadi.Trauma karena oklusi yang menjadi eiologi keterlibatan furkasi masih
kontroversi; ada yang juga menyatakan adanya proyeksi enalmel ke daerah furkasi,
adanya kanal akseksori pulpa. Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan probe
Nabers dan radiografi pada daerah ini dapat membantu, tetapi dapat dihalangi oleh
berbagai faktor seperti angulasi sumber sinar dan radiopak dari struktur sekitar.
Prevalensi dan distribusi cacat tulang pada periodontitis dewasa sedang
Berbagai klasifikasi pada cacat tulang yaitu:
1. Goldman dan Cohen (1958)
Berdasarkan morfologi, cacat tulang dapat diklasifikasikan menjadi:a. Cacat tulang dinding berdinding satu
b. Cacat tulang berdinding dua\Cacat tulang berdinding tiga
c. Cacat tulang kombinasi
2. Glickman (1964) mengklasifikasikan cacat tulang menjadi:
a. Kawat tulang/interdental
b. Cacat tulang hemiseptal
c. Cacat tulang infraboni
d. Kontur tulang bergelembung (lebih sering pada maksila dan
merupakan pembesaran tulang karena eksostosis, pembentukan tulang
yang menonjol).e. Tepi tulang yang tidak konsisten dan ledges (tepi tulang berbentuk
plateau).
3. Prichard (1967) mengembangkan klasifikasi ini dan memasukkan keterlibatan
furkasi, kelainan anatomi dari prosesus alveolar, seperti ledges tepi yang tebal,
eksostosis dan torus, dehiscence dan fenestration.
Terdapat prevalensi yang tinggi pada cacat tulang pada bagian posterior
(karena tulang yang lebih tebal). Tulang yang tipis menyebabkan terjadinya cacat
tulang horizontal. Pada bagian posterior, persentase cacat tulang lebih banyak pada
daerah mandibula. Kawah interdental lebih sering terjadi pada molar dan hemisepta
jarang terjadi.