Kedokteran Industri RSI Halimah Kandangan

33
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI RUMAH SAKIT ISLAM SITI HALIMAH KANDANGAN KAB. KEDIRI “UNIT LABORATORIUM” Disusun oleh: Muhamma A!i!uin "#$%$#&#$#$$#'( Res)u Kusuma *u)+i "#$%$#&#$#$$#(, Amalia -au ia Nisai "#$%$#&#$#$$#&' -AKULTAS KEDOKTERAN UNI/ERSITAS MUHAMMADI0AH MALANG "#$, STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI I. STATUS UMUM TEM*AT KER1A 2FACTORY 3 A. IDENTITAS: 1. Nama Perusahaan : RSI HLMH KDNGN 2. Alamat : Jalan Veteran nomer 23 Kan!an"an Ke!#r# 3. Jen#s usaha : $n#t La%orator#um RS HLMH KDNGN &. Jumlah tena"a 'er(a : 1 oran"

description

Kedokteran Industri RSI Halimah Kandangan

Transcript of Kedokteran Industri RSI Halimah Kandangan

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRIRUMAH SAKIT ISLAM SITI HALIMAH KANDANGAN KAB. KEDIRIUNIT LABORATORIUM

Disusun oleh:Muhammad Afifudin201310401011076Restu Kusuma Putri201310401011065Amalia Fauzia Nisai 201310401011047

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2015

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY)A. IDENTITAS:1. Nama Perusahaan: RSI HLMH KDNGN2. Alamat: Jalan Veteran nomer 23, Kandangan, Kediri3. Jenis usaha: Unit Laboratorium RS HLMH KDNGN4. Jumlah tenaga kerja: 1 orangB. ANALISIS KOMPONEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA:1. Proses Kerja:NoUnit KerjaJenis PemeriksaanBahan BakuAlat KerjaCara KerjaBahan Berbahaya

1.LaboratoriumPengambilan spesimen mg EDTA/ml darah.1. Pipet2. Semprit suci hama & kering3. Jarum suntik no. 20 (untuk anak-anak dipakai no. 23) suci hama dan kering4. Lancet/hemolet suci hama dan kering5. Tourniquet6. Kapas alcohol 70%7. Botol penampung yang tertutup, bersih, dan kering.Darah tidak boleh diambil dari daerah yang terinfeksi (misal bisul, luka, radang, dll.)Bila kulit dingin atau pucat harus dipijat dan direndam dalam air hangat.

1.Darah Kapilera.Lokasi1)Pada orang dewasa biasanya pada ujung jari manis atau jari tengah di bagian tepi, sebab di daerah tersebut banyak pembuluh darah kapilernya dan kurang sensitif.2)Pada bayi dan anak kecil dapat dilakukan di bagian tumit atau ibu jari kaki di bagian pinggir.b.Cara1)Bersihkan ujung jari pasien dengan kapas alcohol 70%. Biarkan kering sendiri.2)Peganglah bagian yang akan ditusuk supaya tidak bergerak dan tekan sedikit. Tusuk dengan lancet steril sedalam 3 mm (pada bayi tidak boleh lebih 2,5 mm). Darah harus keluar dengan sendirinya tanpa harus diperas.3)Tetesan darah pertama dihapus dengan kapas kering dan tetesan berikutnya dapat dipergunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan. Dipergunakan kapas kering agar lubang bekas lanset tidak cepat menutup lagi dan darah yang keluar tidak melebar.2.Darah Venaa.LokasiPembuluh darah pada lipat siku, pilih yang paling jelas dan paling besar. Yang paling baik yaitu pada pada salah satu cabang yang membentuk huruf Y.b.Cara1)Letakkan lengan pasien lurus di atas meja dengan telapak tangan menghadap ke atas.2)Kemudian lengan diikat dengan tourniquet untuk membendung aliran darah, tetapi tidak boleh terlalu kencang sebab dapat merusak pembuluh darah.3)Pasien disuruh mengepal dan membuka tangannya beberapa kali untuk mengisi pembuluh darah.4)Dalam keadaan tangan pasien masih mengepal, ujung telunjuk kiri pemeriksa mencari lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.5)Bersihkan lokasi tersebut dengan kapas alcohol dan biarkan kering.6)Peganglah semprit dengan tangan tangan kanan dan ujung telunjuk pada pangkal jarum.7)Tegangkan kulit dengan jari telunjuk dan ibu jari kiri di atas pembuluh darah supaya pembuluh darah tidak bergerak, kemudian tusukkan jarum dengan sisi miring menghadap ke atas dan membentuk sudut 25.8)Jarum dimasukkan sepanjang pembuluh darah 1 1 cm.9)Dengan tangan kiri, pengisap sepuit ditarik perlahan-lahan sehingga darah masuk ke dalam sepuit.10)Sementara itu kepalan tangan dibuka dan ikatan pembendung direnggangkan atau dilepas sampai didapat sejumlah darah yang dikehendaki.11)Letakkan kapas kering pada tempat tusukan, jarum ditarik kembali.12)Pasien disuruh menekan bekas tempat tusukan dengan kapas tersebut selama beberapa menit dengan tangan masih dalam keadaan lurus (siku tidak boleh ditekuk).13)Lepaskan jarum dari sepuitnya dan alirkanlah (jangan disemprotkan) darah ke dalam wadah atau tabung yang tersedia melalui dindingnya.-jarum suntik-sampel darah- EDTA- Lancet-Tabung reaksi

Darah LengkapLarutan EDTASampel Darah.Fotometer1) Switch utama dinyalakan, terletak di belakang instrument.2) Setelah lampu indikator menyala, tekan tombol start up, maka secara otomatis alat akan melakukan pembilasan dan melakukan pemeriksaan reagen. Jika lolos maka alat akan menampilkan nilai nol untuk setiap parameter pemeriksaan dan jika tidak, maka secara otomatis alat akan melakukan pembilasan ulang dan pemeriksaan reagen sampai tiga kali sehingga didapatkan angka nol untuk setiap parameter pemeriksaannya.3) Tekan tombol start.4) Siapkan bahan pemeriksaan (darah EDTA).5) Tekan tombol ID dan masukkan nomor pasien, tekan tombol enter tunggu sampai jarum penghisap darah keluar.6) Tempelkan alat penghisap sampai dasar tabung kemudian tekan sampel bar sampai jarum masuk kembali dan melakukan pemeriksaan.7) Alat akan memproses sample selama satu menit dan hasil pemeriksaan akan tampak pada layar.8) Untuk mematikan alat, tekan stand by maka alat akan mencuci selama satu menit, setelah layar padam matikan alat dengan menekan switch utama yang terletak di bagian belakang alat.Larutan EDTASampel Darah

Laju Endap DarahDarahNa Citrat 3,8%.Tabung Westergreen- Rak Westergreen- Timer- Penopang tabung LED1) Masukan 0,2 ml larutan Na Citrat 3,8% kedalam tabung.2) Tambahkan 0,8 ml darah kedalam tabung tadi, kocok dan homogenkan.3) Isap darah tersebut ke dalam tabung westergreen sampai garis nol.4) Letakkan tabung tersebut pada rak westergreen, dengan posisi tegak lurus.5) Catat waktu mulai didiamkan.6) Lihat tinggi plasma dan buffy coat setelah satu jam dan dua jam.Nilai Normal : Laki-laki : 5 - 10 mm/jam Wanita : 8 - 20 mm/jam- Larutan Turk

Pemeriksaan Kimia Klinik (albumin, SGOT, SGPT, Kolesterol total, TG, HDL, LDL, lipid total, BUN, Kreatinin, asam urat, GDP, GD2PP)a. Unit pendingin : larutan glycol ( NH4Cl=ammonium chlorida).b.Air pencuci : air steril pasokan khusus.c.Reagensia khusus autoanalizer produk Horiba ABX.d.Reagensia modul ISE .e. Sampel Darah

Autoanalizer1)a. Persiapan (bahan pemeriksaan, reagensia, kuvet, glycol, air destilasi, kalibrator dan kontrol)2)b. Pemrograman parameter pemeriksaan.3)c. Pemrograman data-data serum kontrol dan kalibrator.a.-Nomorbacth.b.-Expire date.c.-Nilai nilai target.4)Melaksanakan kalibrasi dan kontrol, bila sudah tekanOKPemeriksaan bahan pemeriksaan.Print outhasil.

Larutan glycolreagen

Pemeriksaan Urine Lengkap (protein, glukosa, urobilin, bilirubin, sedimen, pH urine, Berat Jenis, Urobilinogen, keton, nitrit, mikroalbumin urine)Stick urinalisisSampel urineKertas Indikator

1)Basahi seluruh permukaan reagencarik celup dengan sampel urine dan tarik carik dengan segera, kelebihan urine diketukkan pada bagian bibirwadahurine.2)Kelebihan urine pada bagian belakang carik dihilangkan dengan cara menyimpan carik tersebut pada tissue agar menyerap urine dibagian tersebut.3)Peganglah carik secara horizontal dan bandingkan dengan standar warna yang terdapat pada lebel wadah carik celup dan catat hasilnya dengan waktu seperti yang tertera pada standar carik atau dibaca dengan alat lain.

Sampel urine

Test PlanoReagen kitTest PackSampel urine.

-a)Dicelupkanstripteskehamilankedalam sampelurine,jangan melewati tanda batas.b) Ditunggu beberapa saatsampai timbul garis berwarna merah.

Sampel urin

Feses LengkapFaeces, eosin 1%Objeck glassCover glassReagen kit benzidinMikroskop, objek glass dan deck glass

Pemeriksaan faeces terdiri dari :1)Pemeriksaan makroskopis, meliputi :Warna, bau, konsistensi, dan lendir.2)Pemeriksaan mikroskopis, meliputi :Leukosit, eritrosit, amuba, kristal, amilum, telur cacing.Prinsip : Faeces dibuat preparat, kemudian diwarnai dengan eosin 1% dan dilihat dibawah mikroskop.Cara Kerja :a)Ambil faeces secukupnya keatas objek glass, tambahkan eosin secukupnya dan homogenkan.b)Tutup dengan deck glass.c)Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 40x.Buka kartu pemeriksaan benzidin, ambil sampel faeces kemudian dilekatkan di area A dan B.2)Teteskan 2-3 tetes reagen development yang tersedia, tunggu beberapa saat.3)Amati reaksi yang terjadi, bandingkan dengan reaksi yang terjadi pada area kontrol.Interpretasi Hasil :Negatif:tidak terdapat perubahan warnaPositif:timbul warna yang sama atau lebih tua dari kontrol (hijau kebiruan)Sampel fesesReagen kit benzidin

Golongan Darah ABOalkohol 70%, antisera A dan B, ABobyekglass, lancet, kapasPada obyekglass diteteskan ketiga antisera, pada tempat yang terpisahKetiga tetesan tadi ditambah satu tetes darahDiaduk dengan pengaduk, obyek glass digoyang selama 2 menit kemudian baca hasilnyaSampel darahantisera

Tes WidalAntisera S.typhi O, S.paratyphi AO, S.paratyphi BO, S.paratyphi CO,Slide, pengaduk1)Siapkan porselin, teteskan masing-masing antisera S.typhi O, S.paratyphi AO, S.paratyphi BO, S.paratyphi CO, S.typhi H, S.paratyphi AH, S.paratyphi BH, S.paratyphi CH diatasnya.2)Tambahkan satu tetes serum diatasnya.3)Campurkan dan homogenkan dengan pengaduk.4)Goyangkan selama 1 menit.5)Baca hasilnya, ada atau tidaknya aglutinasi.Sampel darah antisera

Tes HbsAgReagen rapid tes HbsAgSampel (serum)Mikropipet 100 l

a) Disiapkan rapid tes, simpan pada permukaan mendatarb) Tambahkan 3 tetes atau 100 l serum pada well sampelc) Ditunggu reaksi yang terjadi, hasil dibaca tidak lebih dari 20 menit.Interpretasi Hasil : Positif : jika terdapat garis pada bagian kontrol dan tes. Negatif : jika terdapat garis pada bagian kontrol saja.Sampel darahReagen rapid tes HbsAg

2. Lingkungan Kerja:NoUnit KerjaLing. FisikLing. BiologiLing. KimiaLing. Sos-BudLing. Ergonomi

1.Laboratorium - Luas ruangan 2,5x3 meter. Luas ruangan yang sempit dengan jumlah alat yang cukup banyak.- Penyusunan tata ruang belum rapi dan belum memadai- Penataan alat yang tidak rapi- Alat alat yang selesai dipakai tidak dikembalikan ke tempat semula

Risiko penularan penyakit dari sampel specimen (darah, sputum, feces dan lain lain) Penggunaan bahan-bahan yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen Penempatan satu alat dengan alat lain saling berdekatan, tidak ada wadah khusus maupun pembatas sehingga potensiasi risiko terjadinya kecelakaan kerja yang membahayakan pekerja meningkat Tidak tersedianya APAR (Alat Pemadam Api Ringan) Tidak tersedianya perlengkapan P3K, tidak ada kabinet keamanan laboratoriumSPAL (Sarana Pembuangan Air dan Limbah) dari laboratorium ini sudah sistematis. Bahan dan alat yang telah terpakai di sterlisasi.Penempatan bangunan laboratorium bersebelahan dengan ruang IRNA (instalasi rawat inap) Durasi jam kerja selama 7-9 jam. Posisi kerja yang cukup ergonomis. Pekerja menggunakan kursi beroda yang ergonomis sehingga laborat dapat duduk dengan posisi tegak dan bisa berpindah dengan mudah..

3. Karyawan:No.Unit kerjaJuml. PopulasiRata-rata Lama kerjaStatus KesehatanResiko KesehatanPenanganan Resiko

LP

1Laboratorium 1-7-9 jam/ hariNormal1. Penyakit menular seperti : HIV, Hepatitis Virus (Hepatitis Virus B dan C), TB2. Dermatitis: DKA dan DKITersedianya jaminan BPJS kesehatan

(Profil Laboratorium Klinik RSI Halimah Kandangan, 2015)

4. Sistem Manajemen: Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3No.KomponenProblem K3Kebijakan Manajemen

InternalEksternal

1Proses Industri/ Kerja: Laboratorium klinik Penyediaan alat pelindung diri (APD) tidak lengkap (hand scoon, jas lab dengan kancing di belakang, alas kaki tertutup) Penataan alat dan ruang yang tidak rapid an belum memadai. Luas ruangan yang tidak memenuhi standar Tidak tersedianya APAR (Alat Pemadam Api Ringan) Tidak tersedianya perlengkapan P3K, tidak ada kabinet keamanan laboratoriumRisiko penularan penyakit dari pasienProses dan alat kerja sesuai dengan K3 yang diterapkan pada KMK Tahun 2010

2Lingkungan Kerja: Lingkungan fisik

Lingkungan kimia

Lingkungan biologi

Lingkungan sosekbud

Lingkungan ergonomi- Luas ruangan yang belum memenuhi standar- Penyusunan tata ruang dan alat belum rapi dan belum memadai

Spesimen sampel yang menjadi bahan baku menyebabkan resiko penyakit menular Risiko dermatitis kontak yang dapat diakibatkan oleh reagen Tidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar Tidak tersedianya APAR (Alat Pemadam Api Ringan) Tidak tersedianya perlengkapan P3K, tidak ada kabinet keamanan laboratorium

-Higienitas pengambilan sampelPenempatan bangunan laboratorium bersebelahan dengan ruang IRNA (instalasi rawat inap)

--ruang laboratorium dekat dengan kamar pasien Persyaratan bangunan menyesuaikan dengan PERMENKES Ruangan seharusnya agak jauh dengan kamar pasien

Pemisahan bahan yang mudah menular dan menyebabkan iritasi harus menggunakan APD yang sesuai standar Pemisahan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar Penyediaan APAR, kotak P3K, dan cabinet keamanan laboratorium

Pengambilan sampel harus sesuai protap

Ruangan seharusnya agak jauh dengan kamar pasien

3Karyawan-Risiko terjadi dermatitis kontak saat proses kerja-Risiko terkena infeksi penyakit menular dari specimen sampel

Jumlah karyawan hanya 1 orangPromotifMemberi edukasi dan pelatihan kepada pekerja terhadap alat pelindung diri

PreventifPenggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan standar

KuratifMemberi pengobatan secara menyeluruh sesuai hasil pemeriksaan kesehatan akibat kecelakaan kerja

RehabilitasiRehabilitasi dini secara tepat untuk memperbaiki kualitas hidup pekerja.

5. Regulasi/Undang-Undang Regulasi yang diterapkan oleh industri yang bersangkutanBerdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/III/2010. tentang Laboratorium Klinik dijelaskan bahwa Laboratiorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang menyelanggarakan pelayanan pelaksanaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi kesehatan perorangan terutama untuk menunjang proses diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (PERMENKES, 2010). Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya dibagi menjadi 2 yaitu laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus. Laboratorium klinik umum merupakan laboratorium yang melaksanakan pelayanan spesimen klinik dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik. Sedangkan laboratorium klinik khusus adalah laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik pada 1 bidang pemeriksaan khusus dengan pemeriksaan tertentu. Laboratoriumklinik umum dibagi berdasarkan laboratorium klinik pratama, madya dan utama. Sedangkan laboratorium klinik khusus dibagi antara lain mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan patologi anatomi (Permenkes, 2010)Laboratorium Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/III/2010 adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan yang bukan berasal dari manusia, untuk menentukan jenis penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat (Permenkes, 2010)Laboratorium klinik dapat dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun swasta. Laboratorium klinik ini mempunyai kewajiban yaitu melaksanakan pemantapan mutu baik ekternal dan internal, melakukan akreditasi laboratorium yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) tiap 5 tahun sekali, menyelenggarakan upaya keamanan dan keselamatan laboratorium, memperhatikan fungsi sosial dan membantu program pemerintah di pelayanan kesehatan dalam masyarakat, dan berperan aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan. Labratorium klinik hanya dapat melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik atas permintaan tertulis dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, dokter, dokter gigi, bidan untuk pemeriksaan kehamilan , ataupun instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum (Permenkes, 2010)Setiap laboratorium klinik harus memenuhi standar, untuk memenuhi standar ini maka perlu dilakukan akreditasi setiap 5 tahun sekali. Standar ini sangat penting untuk keamanan dan keselamatan pekerja laboratorium, dan satatus akreditasi ini sebagai simbol kepercayaan pemerintah terhadap laboratorium klinik tersebut. Keselamatan dan kesehatan pekerja perlu diperhatikan seperti pembinaan tentang APD seperti sarung`tangan, masker, jas alas kaki, wastafel dengan air mengalir dan lain lain (Permenkes, 2010)II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)1. Penyakit menular seperti : HIV, Hepatitis Virus (Hepatitis Virus B dan C), TB2. Dermatitis: DKA dan DKIIII. PEMBAHASANSetiap kegiatan yang dilakukan di Laboratorium Klinik dapat menimbulkan bahaya/resiko terhadap petugas yang berada di dalam laboratorium maupun lingkungan sekitarnya. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi mikroorganisme patogen. Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Penyakit yang dapat menular melalui darah maupun cairan tubuh lain yang beresiko saat pengambilan maupun pengolahan spesimen antara lain adalah HIV, Hepatitis dan TB. HIV (Human Immunodeficiency Virus)HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS (Prasetyo, 2007). HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia (CDC, 2007; Depkes RI, 2008). AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (CDC, 2007; Depkes RI, 2008). HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Depkes RI, 2008).HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006).1. Seksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. 2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV. 3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan. 4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan. 5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV 6. Penularan dari ibu ke anak. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI. 7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium. Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2005).HepatitisHepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Hepatitis terdiri dari hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik. Sedangkan hepatitis B, C dan D (jarang) ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker hati (Infodatin, 2014). Hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (Heathcote et al, 2008; Price et al, 2006; Sumoehardjo, 2006). Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar (Sharma, 2011).Faktor host (penjamu) adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:a. UmurHepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.b. Jenis kelaminBerdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.c. Mekanisme pertahanan tubuhBayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.d. Kebiasaan hidupSebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.e. PekerjaanKelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).Faktor agent penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:a.Lingkungan dengan sanitasi jelekb.Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggic.Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.d.Daerah unit laboratoriume.Daerah unit bank darah.f.Daerah dialisa dan transplantasi.g.Daerah unit perawatan penyakit dalamDalam kepustakaan disebutkan cara penularan virus Hepatitis B berupa:a.Darah: penerimaan produk darah, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah.b.Transmisi seksual.c.Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa: tertusuk jarum, penggunaan ulang peralatan medi yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akupunktur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.d.Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant.Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:a.Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.b.Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual (Sharma, 2011).TuberkulosisTuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB, 2010; Amin, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi. Dari spesimen bahan pemeriksaan bakteriologis tersebut, pekerja laboratorium bisa tertular penyakit TB.Sumber penularan adalah sebagai berikut: Pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak. Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB. Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif. Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negative dan foto Toraks positif adalah 17% (Kementrian Kesehatan RI, 2013).Maka dari itu, petugas kesehatan yang terbiasa bersinggungan dengan pemeriksaan sputum seperti petugas laboratorium, beresiko tinggi untuk tertular TB melalui sampel sputum yang akan diperiksa.Resiko Penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 - 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDSDermatitis KontakPenyakit lain yang timbul saat proses pemeriksaan spesimen di laboratorium adalah dermatitis. Saat pengolahan spesimen menggunakan reagen yang mengandung zat yang dapat menjadi alergen ataupun iritan bagi pekerja. Dermatitis kontak merupakan istilah umum pada reaksi inflamasi akut atau kronis dari suatu zat yang bersentuhan dengan kulit. Ada dua jenis dermatitis kontak. Pertama, dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh antigen (alergen) dimana memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau tipe lambat). Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi inflamasi hanya terbatas pada daerah paparan, batasnya tegas dan tidak pernah menyebar. Sedangkan DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit di sekitarnya (spreading phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh (Wolff, 2009).Dermatitis kontak merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial. Selain adanya pajanan terhadap alergen dan iritan, banyak faktor individual dan lingkungan yang turut berperan dalam perkembangan penyakit tersebut (Sulistiyaningrum et al, 2011).Dalam praktek klinis, kedua respon ini (antara iritan dan alergi) mungkin sulit untuk membedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak baik sebagai iritan maupun alergen. DKA adalah salah satu masalah dermatologi yang cukup sering, menjengkelkan, dan menghabiskan biaya. Perlu dicatat bahwa 80% dari dermatitis kontak akibat kerja (Occupational Contact Dermatitis) adalah iritan dan 20% alergi. Namun, data terakhir dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa persentase dermatitis kontak akibat kerja karena alergi mungkin jauh lebih tinggi, berkisar antara 50 dan 60 persen, sehingga meningkatkan dampak ekonomi dari kerja DKA (Marks, 2002; Belsito, 2013).Pekerjaan yang umumnya terkait dengan DKA berhubungan dengan adanya alergen yang sering terpapar pada pekerjaan tertentu. Ada pekerja industri tekstil, dokter gigi, pekerja konstruksi, elektronik dan industri lukisan, rambut, industri sector makanan dan logam, dan industri produk pembersih (Marks, 2002; Hamman, 2003; Maipherlho, 2007; Sanja, 2009).IV. INTERVENSI (menggunakan 5 langkah penatalaksanaan gangguan kesehatan akibat kerja)Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami K3 laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SOP, serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar. Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium.Penerapan ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya.Untuk melaksanakan program ergonomi/intervensi ergonomidi perusahaan/organisasi maka diperlukan 3 langkah awal untuk menuju kesuksesanyang meliputi :1. Membangun komitmen dari manajemen2. Membentuk Team ergonomi / EHS (Ergonomic, Health and Safety)3. Mengadakan pelatihan ergonomi untuk mendorong adanya partisispasi dari seluruh karyawanPelaksanaan intervensi ergonomi disarankan melibatkan karyawan dari level paling bawah hingga Top manajemen sejak perancangan hingga implementasi (Partisipatori ergonomi). Perancangan program ergonomi dapat dilakukan dengan 2 pendekatan :1. Pendekatan Reaktif : yaitu perancangan program dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang sudah ada agar lebih ergonomis, sehat dan aman.2. Pendekatan Pro Aktif : yaitu perancangan program dilakukan untuk membuat kondisi lingkungan kerja yang baruagar lebih ergonomis, sehat dan aman.Adanya dampak yang dapat disebabkan oleh produksi ini, maka perlu dilakukan beberapa langkah untuk intervensi agar dapat mengurangi resiko yang terjadi terhadap pekerja. Adapun langkah-langkah intervensinya adalah :LANGKAH 1 : Proses kerjaMasalah utama yang ditemukan dalam proses kerja di laboratorium RS Siti Halimah Kandangan ini adalah resiko tertularnya penyakit karena kesalahan dalam proses pengambilan maupun pemrosesan spesimen. Kesadaran dari pihak pekerja laboratorium mutlak harus ditingkatkan sembari membenahi kondisi di dalam laboratorium yang diharapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1792/MENKES/SK/XII/2010.Dalam proses kerja, bahan dan peralatan kerja yang perlu diperhatikanantara lain mengenai ketertiban penggunaan APD, pengelolaan spesimen, pengelolaan bahan kimia, pengelolaan limbah serta penanganan kecelakaan di laboratorium.

LANGKAH 2 : Lingkungan kerjaDiharapkan untuk menambah tenaga kerja baru di bagian laboratorium sehingga bisa diberlakukan sistem shift kerja. Hal tersebut dimaksudkan agar beban kerja tidak terlalu berat dan mengurangi rasa bosan yang dapat menyebabkan stress. Hal ini secara tidak langsung dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko kesehatan yang tidak diharapkan. Dari segi tempat kerja juga perlu disesuaikan dengan standart yang ditentukan oleh , antara lain :1. Desain Tempat Kerja Yang Menunjang K3- Ruang kerja dirancang khusus untuk memudahkan proses kerja di laboratorium;- Tempat kerja disesuaikan dengan posisi atau cara kerja;- Pencahayaan cukup dan nyaman;- Ventilasi cukup dan sesuai;- Prosedur kerja tersedia di setiap ruangan dan mudah dijangkau jika diperlukan;- Dipasang tanda peringatan untuk daerah berbahaya.2. Sanitasi Lingkungan- Semua ruangan harus bersih, kering dan higienis;- Sediakan tempat sampah yang sebelah dalamnya dilapisi dengan kantong plastik dan diberi tanda khusus;- Tata ruang laboratorium harus baik sehingga tidak dapat dimasuki/ menjadi sarang serangga atau binatang pengerat;- Sediakan tempat cuci tangan dengan air yang mengalir dan dibersihkan secara teratur;- Petugas laboratorium dilarang makan dan minum dalam laboratorium;- Dilarang meletakkan hiasan dalam bentuk apapun di dalam laboratorium.

LANGKAH 3 : Kondisi karyawanDiadakannya pemeriksaan kesehatan secara berkala agar bisa mendeteksi lebih dini gangguan kesehatan pada karyawannya. Bisa juga di usulkan untuk pemberian jaminan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja laboratorium.

LANGKAH 4 : Kebijakan manajemenMensosialisasikan mengenai undang-undang yang mengatur perlindungan kesehatan kerja, dan mewajibkan seluruh karyawan untuk mentaati peraturan. Memberlakukan program reward and punishment, yaitu memberikan reward kepada karyawan yang berprestasi dan memberikan sanksi kepada karyawan yang tidak menaati peraturan.

LANGKAH 5 : Regulasi yang berlaku Penanganan masalah kesehatan kerja dilakukan melalui upaya pelaksanaan yang berdasarkan perundangan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk keselamatan kerja karyawan. Hal ini mengacu pada UU no.14 tahun 1969, tentang ketentuan pokok tenaga kerja, UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, UU no. 3 tahun 1992 tentang kesehatan, beberapa keputusan bersama antara departemen kesehatan dengan departemen lain yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, UU no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, dan PP. No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.15Sehingga penanganan kesehatan dapat diselesaikan secara holistik dan integrative agar tidak memunculkan masalah baru bagi perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli, Asril Bahar. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisikelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia; h. 2230-22472.Belsito DV. 2013. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: The McGraw-Hill; h. 1164-1179CDC, 2007. Mother-to-Child (Perinatal) HIV Transmission and Prevention. In English.Chang T, Lee LJ, Wang J, Shie R, Chan C. 2004. Occupational Risk Assessment on Allergic Contact Dermatitis in a Resin Model Making Process. J Occup Health; 46: 148-152.Depkes RI. 2008. Modul Pelatihan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Bayi.Fauci, Anthony S, Lane HC. 2005. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and Related Disorders. In: Kasper, Dennis S., ed. Harrisons Principles of Internal Medicin 16th edition. United States of America: Mc Graw Hill;1076, 2372-2390.Hamman CP, Rodgers PA, Sullivan K. 2003. Allergic Contact Dermatitis in Dental Professionals: Effective Diagnosis and Treatment. J Am Dent Assoc; 134:185-194.Heathcote J, Abbas Z, Albery A, Benhamau, Y. Chen C. Hepatitis B. World Gastroenterology Organisation. 2008.Infodatin. 2014. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta Selatan: Kemetrian Kesehatan RI.Kementrian Kesehatan RI. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB pada Anak. Jakarta: Direktorat Jendral Kemenkes RI.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1792/MENKES/SK/XII/2010.KPA. 2007. Strategi penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010. Jakarta: KPA.Maiphetlho L. 2007. Allergies in the Workplace: Contact Dermatitis in the Textile Industry. Current Allergy and Clinical Immunology; 20: 28-35.Marks JG, Elsner P, Deleo VA.2002. Contact & Occupational Dermatology. 3rd ed.USA: Mosby Inc; h. 3-33.Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB. 2010. Perhimpunan Dokter Paru IndonesiaPeraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2009. Tuberculosis Paru dalam IPDs Compedium of Indonesia Medicine 1st Edition. Jakarta : PT. Medinfocomm Indonesia ;h. 122-14Prasetyo et al. 2007. Family and Children Affected by HIV and AIDS in Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan UI.Price, S.A., Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis dan Dasar-Dasar Penyakit. Ed-6. Jakarta. EGC.Profil Laboratorium Klinik RSI Halimah Kandangan. 2015Sanja, Maaike J, Maarten M. 2009. Individual Susceptibility to Occupational Contact Dermatitis. Industrial Health; 47: 469-478Sharma P, Steele RW. Pediatric Hepatitis B. Diunduh dari: http://www.healthofchildren.com. Pada tanggal : 14 Mei 2015.Soemohardjo, S. Gunawan, S. 2006. Hepatitis B Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia. Jakarta.Sulistiyaningrum et al. 2011. Dermatitis Kontak Iritan dan Alergi pada Geriatri. MDVI Vol. 38 No. 1. Jakarta Pusat: FK UI.Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; h. 20-33.Zein U et al. 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda Ketahui. Medan: USU press; 1-44.