kecepatan disolusi
-
Upload
nadiah-loverst -
Category
Documents
-
view
32 -
download
11
Transcript of kecepatan disolusi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar komponen penting yang diperlukan dalam
peningkatan kesehatan adalah obat. Obat merupakan semua zat baik kimiawi,
hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan,
meringankan bahkan mencegah penyakit. Proses pemindahan molekul obat
dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium disebut disolusi.
Dalam dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia
senantiasa merancang sediaan obat supaya mampu merancang terobosan baru
dalam menciptakan suati produk yang berkualitas, baik dari segi kesetabilan
obat maupun efek yangditimbulkan. Sudah sepantasnya. Sebagai seorang
farmasis kitaharus selalu menggali informasi terkini mengenai teknologi
obatdari berbagai segi. Disini yang paling ditekankan yaitu pada
preformulasi. Preformulasi merupakan metode perancangan suatu riset dalam
rangka menyusun konsep baru yang nantinya harus mampu menghasilkan
suatu maha karya yang bernilai
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat
penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh. Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur,
keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin
bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi harus
dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul.
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut
dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat
tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula laju
absorpsinya.Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju
rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi
obat tersebut menjadi tidak sempurna.
Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji disolusi yaitu untuk
mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat yang terlarut dan
terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Disolusi
menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi syarat
maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum adalah :
1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
2. Menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi suatu zat
3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu
zat.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Kecepatan disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam bentuk
sediaan padat menjadi bentuk molekuler (Martin, 1993 : 724).
Ketika suatu tablet atau sediaan padat lainnya dimasukkan kedalam
gelas piala berisi air atau kedalam saluran cerna, obat tersebut mulai bergerak
dari padatan utuh ke dalam larutan, kembali tablet tersebut merupakan bahan
parmenk yang deagragasi, matriks padat juga berdientegrasi menjadi granul-
granul yang dihasilkan selanjutnya berdeagrasi dan disolusi dapat terjadi
bersamaan dengan pelepasan obat dari bentuk penghantarnya (Sinko, 2011 :
425-425).
Menurut Neyes dan Whitney yaitu kecepatan suatu padatan melarut
dalam suaru pelarut dinyatakan secara kuantitatif oleh Neyes dan Whitney
pada tahun 1897, kemudian diuraikan oleh para peneliti 108 persamaan
tersebut ialah :
dmdt
= Dsh
(Cs−C )
dcdt
=DsVn
(Cs−C )
Dimana M adalah massa zat terlarut yang terlarut selama waktu dm/dt
adalah kecepatan disolusi massa (massa/waktu) D adalah koefisien difusi zat
terlarut dalam larutan . s adalah luas permukaan padatan yang terpanjang, h
adalah tebal lapisan difusi, G adalah kecepatan padatan ( yakni konsentrasi
senyawa) dalam larutan jenuh pada permukaan dan pada temperature
percobaan dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan baik pada waktu
(t) kuantitas dc/dt adalah kecepatan disolusi dan v adalah larutan (Sinko,
2011: 427).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu :
1. Suhu, semakin tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat
yang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga koefisien zat
tersebut (Martin, 1993 : 874).
2. Viskositas, turunnya viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar
kelarutan suatu zat (Martin, 1993 : 876).
3. pH, pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam
maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah larut
jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah
larut jika berada pada suasana basa (Martin, 1993 : 877).
4. Ukuran Partikel, semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat
tersebut akan semakin meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan
suatu zat (Martin, 1993 : 877).
5. Polimorfisme dan Sifat Permukaan Zat, polimorfisme dan sifat
permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat, adanya
polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan
mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih
mudah larut daripada bentuk stabilnya (Martin, 1993 : 879).
Penentuan permukaan kecepatan kelarutan suatu zat padat dilakukan
dengan metode (Ansel, 2005 : 54) :
a. Metode suspensi
Bubuk zat pada digunakan / ditambahkan pada pelarut pada pergantian
nama eletrik terhadap luas permukaan partikelnya.
b. Metode permukaan konstan
Zat ditambahkan pada suatu wadah yang diketahui luasnya vanabel
perbedaan luas permukaan efektif dapat dihilangkan.
Efesiensi disolusi adalah keadaan dimana menggambarkan jumlah obat
yang dilepaskan pada waktu tertentu (Lachman, 2011 : 328).
Dalam hal pengawasan mutu obat, dilakukan uji disolusi. Uji ini
berdasarkan pada spesifikasi kompendium yang sesuai dari bets-bets
pengujian yang digunakan untuk membentuk bahan untuk uji ekuevalensi.
Penggunaan bets-bets yang lebih kecil harus disertai alasan yang tepat. Bahan
dari bets uji ini untuk membuat bahan untuk uji disolusi (Syahputri, 2006 :
97).
Saat pemilihan metode pengujian, direkomendasikan untuk mula-mula
menggunakan metode kompendium yang digunakan pada umumnya yaitu
dayung dan kerangjang, dan metode lain yaitu flow-throught cell dan yang
lainnya. Metode dayung digunakan untuk granul dan table, sedangkan metode
keranjang digunakan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu
antarpermukaan solid-cairan yang tetap (Syahputri, 2006 : 98).
Tahap- tahap pembuatan sediaan obat (Lachman, 2011 : 350) :
a. Tahap pra-formuasi
Tahap ini penentuan kecepatan terlarut dilakukan terhadap bahan baku
memperoleh informasi tentang bahan tersebut.
b. Tahap simulasi
Tahap ini penentuan percepatan pelarut dilakukan untuk memulai
formulasi yang terbik.
c. Tahap produksi
Tahap ini kecepatan pelarut dilakukan untuk konsul kualitas sediaan
obat yang diproduksi.
Komposisi cairan lambung dan usus yang biasanya digunakan untuk
pengujian disolusi tablet (Sinko, 2011 : 441) :
Medium Komposisi Jumlah
Cairan lambung simulasi NaCl 2,0 gr
PH 1,2 (56 Fsp) ; usp 26 HCl pekat 7,0 gr
Air terendam sampai 1,0 ltr
Cairan usus simulasi KH4PO4 68,05 gr
PH 6,8 (sf sp), usp 26 NaOH 8,96 gr
Air terendam sampai 10,0 liter
Komponen cairan lambung dan usus yang harusnya digunakan untuk
pengujian disolusi tablet yaitu umurnya pada asam lambung dan obat serta
adalah bebas lemak, kemudian sifat khusus dari obat serta komposisi biologi
dan membuat mempunyai suatu penting pada proses perbaikan itu ( Martin,
2008: 274).
Disolusi
Media disolusi : 900 ml dapar fosfat pH 2,4
Alat fipe : 150 ppm
Waktu : 30 menit
Prosedur : larutan penetapan jumlah ( C15H8O2) yang
terlarut yang mengukur senap air pitrar
larutan uji. Jika pelarut diencerkan dengan
media disolusi dan serapan larutan baku
ibuprofen Bp dalam media yang sama
panjang gelombang serupa maksimum
lebih (FI IV:1995:450).
2.2 Prosedur kerja (Anonim, 2016 : 30)
Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi suatu zat
1. Isilah gelas kimia 100 ml dengan air.
2. Atur waterbath shaker pada suhu 30°C, letakkan gelas kimia ke dalam
waterbath. Jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai suhu 30°C,
masukkan 1 gram paracetamol dan hidupkan motor penggerak pada
kecepatan 50 rpm.
3. Ambil sebanyak 5 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,
20, 25, dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan
sampel, segera digantikan dengan 5 ml air.
4. Tentukan kadar paracetamol yang terlarut dari setiap sampel dengan
cara spektrofotometer. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang
diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena
penggantian larutan dengan air suling.
5. Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan 75 dan 100 RPM.
6. Tabelkan hasil yang diperoleh.
BAB 3 METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu berupa waterbath
shaker, timbangan, gelas ukur 50 ml, gelas kimia 50 ml, syringe 1 ml,
vial, spektrofotometer, kuvet, dan botol semprot.
3.1.2 Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air,
paracetamol, dan larutan NaOH 0,1 N. .
3.2 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang 543 gram paracetamol.
3. Kemudian dimasukkan ke dalam waterbath shaker.
4. Diatur suhu waterbath shaker pada 30°C.
5. Dihidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm.
6. Diambil sebanyak 5 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20,
25, dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel,
segera digantikan dengan 5 ml air.
7. Ditentukan kadar paracetamol yang terlarut dari setiap sampel dengan cara
spektrofotometer. Dilakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh
setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian
larutan dengan air suling.
8. Dicatat pengamatan dan ditabelkan hasil yang diperoleh.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
Kurva baku PCT
Rpm Absorbansi
4 0,260
5 0,317
7 0,446
9 0,571
11 0,697
13 0,820
Diketahui :
a=0,0074
b=0,0625
r=0,9999
Kecepatan 50 Rpm
Waktu
(menit
)
Absorban
Kadar
absorban
dalam 5
mL
(ppm)
Kadar
absorban
dalam 5
mL (mg)
Kadar
absorban
dalam 900
mL (mg)
% kadar
dalam 900
mL (mg)
Faktor
Koreksi% terkoreksi
1 0,250A 97,04 87,336 15.720,48 2.829.686,4 7.446,54 2.837.132,94
5 0,204A 78,64 70,776 12.739,68 2.293.142,4 6.034,58 2.299.176,98
10 0,204A 78,64 70,776 12.739,68 2.293.142,4 6.034,58 2.299.176,98
15 0,244A 94,64 85,176 15.331,68 2.759.702,4 7.262,37 2.766.964,77
20 0,219A 84,64 76,176 13.711,68 2.468.102,4 6.495,01 2.474.597.41
25 0,237A 91,84 82,656 14.878,08 2.678.054,4 7.047,51 2.685.101,91
30 0,231A 89,44 80,496 14.489,28 2.608.020 6.863,34 2.614.883,74
1. Absorban 5 mL (ppm)
1 menit
x= y−ab
=0,250−0,00740,0625
×25=0,24260,0625
×25=97,04 ppm
5 menit
x= y−ab
=0,204−0,00740,0625
× 25=0,19660,0625
× 25=78,64 ppm
10 menit
x= y−ab
=0,204−0,00740,0625
× 25=0,19660,0625
× 25=78,64 ppm
15 menit
x= y−ab
=0,244−0,00740,0625
× 25=0,23660,0625
× 25=94,64 ppm
20 menit
x= y−ab
=0,219−0,00740,0625
×25=0,21160,0625
×25=84,64 ppm
25 menit
x= y−ab
=0,237−0,00740,0625
×25=0,22960,0625
× 25=91,84 ppm
30 menit
x= y−ab
=0,231−0,00740,0625
×25=0,22360,0625
×25=89,44 ppm
2. Kadar absorban dalam 5 mL
1 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿97,041000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿87,336 mg
5 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿78,641000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿70,776mg
10 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿78,641000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿70,776mg
15 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿94,641000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿85,176 mg
20 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿84,641000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿76,176mg
25 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿91,841000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿82,656 mg
30 menit
Kadar absorban dalam 5 mL ¿x
1000×900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿89,441000
× 900
Kadar absorban dalam 5 mL ¿80,496 mg
3. Kadar absorban dalam 900 mL
1 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿87,336
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿15.720,48 mg
5 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿70,776
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿12.739,68 mg
10 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿70,776
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿12.739,68 mg
15 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿85,176
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿15.331,68 mg
20 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿76,176
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿13.711,68mg
25 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿82,656
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿14.878,08 mg
30 menit
Kadar absorban dalam 900 mL ¿kadar absorandalam 5 mL
5×900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿80,496
5× 900
Kadar absorban dalam 900 mL ¿14.489,28 mg
4. % kadar dalam 500 mg (%C)
1 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C¿ 15.720,485
×900
% C ¿2.829 .686,4 mg
5 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C ¿12.739,68
5×900
% C ¿2.293 .142,4 mg
10 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C ¿12.739,68
5×900
% C ¿2.293 .142,4 mg
15 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C ¿15.331,68
5×900
% C ¿2.759 .702,4 mg
20 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C ¿13.711,68
5× 900
% C ¿2.468 .102,4mg
25 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C ¿14.878,08
5×900
% C ¿2.678 .054,4mg
30 menit
% C ¿kadar absorbandalam 900mL
5×900
% C ¿14.489,28
5×900
% C ¿2.608 .020,4mg
5. Faktor Koreksi (FK)
1 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.829 .686,4 × 51900
FK ¿7.446,54
5 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.293 .142,4 × 51900
FK ¿6.034,58
10 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.293 .142,4 × 51900
FK ¿6.034,58
15 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.759 .702,4 × 51900
FK ¿7.262,37
20 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.468 .102,4 × 51900
FK ¿6.495,01
25 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.678 .054,4 × 51900
FK ¿7.047,51
30 menit
FK ¿%C × 51900 mL
FK ¿2.608 .020,4 × 51900
FK ¿6.863,34
6. % terkoreksi
1 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.829.686,4 + 7.446,54
% terkoreksi = 2.837.132,94
5 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.293.142,4 + 6.034,58
% terkoreksi = 2.299.176,98
10 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.293.142,4 + 6.034,58
% terkoreksi = 2.299.176,98
15 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.759.702,4 + 7.262,37
% terkoreksi = 2.766.964,77
20 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.468.102,4 + 6.495,01
% terkoreksi = 2.474.597,41
25 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.678.054,4 + 7.047,51
% terkoreksi = 2.685.101,91
30 menit
% terkoreksi = %C + FK
% terkoreksi = 2.608.020,4 + 6.863,34
% terkoreksi = 2.614.883,74
4. 2 Pembahasan
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya
suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu.
Dimana kecepatan disolusi juga dapat diartikan sebagai proses pelepasan
senyawa obat dari sediaan dan melarut pada media pelarut. Dipengaruhi
oleh suhu, viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel,
polimorfisme, sifat permukaan zat, formulasi, dam teknik pembuatan
sediaan.
Digunakan obat paracetamol, karena mudah didapatkan dan
memenuhi kriteria obat yang dapat disolusi. Uji disolusi digunakan untuk
menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam
masingmasing monografi, untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada
etikel dinyatakn bahwa tablet harus dikunyah.
NaOH digunakan karena medium larutan hendaknya tidak jenuh
obat, yang biasa dipakai adalah cairan lambung yang diencerkan seperi HCl
0,1 N, dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan
tergantung sifat-sifat lokasi obat akan larut. Ukuran dan bentuk wadah akan
mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, untuk mengamati pelarutan dari
obat sangat tidak larut dalam air menggunakan wadah berkapasitas besar.
Pada percobaan ini metode dayung ang digunakan yang terdiri dari
daun dan batang sebagai pengaduk. Daun dan batang logam yang
merupakan satu kesatuan dapat disalut denga suatu penyalut yang sesuai.
Dimana sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung
berputar.
Pada percobaan ini menggunakan metode dayung, waterbath shaker
diatur pada suhu 30 C, ketika larutan NaOH telah bersuhu 30 C maka
dimasukkan 1 tablet paracetamol dan dihidupkan motor penggeraknya
dengan menggunakan kecepatan 50 rpm, dimana larutan didalam waterbath
shaker diambil selang waktu 1,5,10,15, 20, dan 25 menit, hal ini agar
diketahui kapan waktu yang optimal obat dapat larut. Dimana absorban
setiap waktu yaitu 0,250; 0,204; 0,204; 0,244; 0,219; 0,237; dan 0,231.
Perbedaan absorban ini dikarenakan adanya pengenceran.
Dalam selang waktu tersebut setiap pengambilan 5 mL, maka
ditambahkan lagi 5 mL air suling. Hal ini dikarenakan agar cairan di dalam
mempunyai bagian yang sama. Sebab pada bagian tersebut langsung keluar
dan digantikan sehingga hasil yang diperoleh dapat dibandingkan.
Pada percobaan ini tidak hanya absorban, tapi juga absorban dalam 5
mL, kadar absorban dalam 5 mL, kadar absorban dalam 900 mL, % kadar
dalam 900 mg, faktor koreksi, dan % terkoreksi. Data yang diatas
ditentukan oleh absorban, jika absorban menurun maka semuanya menurun
begitupun dengan sebaliknya.
Pada percobaan tidak ada peningkatan setiap detiknya, melainkan
naik-turun. Ketidaktepatan dalam percobaan dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor yaitu :
1.Ketidaktepatan pembuatan larutan simetidin standar
2.Pengenceran larutan sampel yang tidak akurat
3.Ketidaktepatan penimbangan
4.Kesalahan pembacaan pada penggunaan spektrofotometer
5.Faktor lingkungan
Dalam bidang farmasi, kecepatan disolusi sangat diperlukan karena
menyangkut tentang waktu yang dibutuhkan untuk pelepasan obat dalam
bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat
disolusinya maka semakin cepat pula obat atau sediaan memberikan efek
kepada tubuh.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kecepatan disolusi adalah proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dan
melarut pada pelarut. Pada percobaan diketahui bahwa absorban yang
didapatkan datanya tidak akurat, yaitu absorban setiap waktu yaitu 0,250;
0,204; 0,204; 0,244; 0,219; 0,237; dan 0,231. Hal karena semakin lama maka
absorban akan semakin kecil. Sehingga kecepatan disolusi mengikuti nilai dari
absorban.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih dulu mempersiapkan alat dan membersihkan
alat yang ingin di gunakan begitupun dengan cara menimbang sampel kita
harus teliti dalam menimbang bahan agar hasil yang kita dapatkan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2016, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika Jurusan Farmasi, Universitas Muslim Indonesia: Makassar.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia; Edisi III. Depkes RI: Jakarta.
Martin, A., 2008,Farmasi Fisika jilid II, Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Parrot, E., L., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceuties Third Ed, Burgess Pub, 6: Mineapoliss.
Syahputri, Mimi, 2006, Pemastian mutu obat. Jakarta : EGC.
Sinko, P., J., 2011, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi 5, Buku Kedokteran EGC: Jakarta