KDS Restu

58
BAB I KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. NRS Umur : 15 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Masuk RS : 9 Maret 2013 Jam : 22.00 Nama Ayah : Bp. S Nama Ibu : Ibu. J Umur : 30 tahun Umur : 26 tahun Pekerjaan : Buruh Pekerjaan : IRT Pendidikan : STM Pendidikan : SMA Alamat : Jetis, Bantul Diagnosis masuk : Kejang Demam Sederhana et causa Diare Cair Akut tanpa dehidrasi DD - Kejang Demam Kompleks - Epilepsi - Ensefalitis - Meningitis - Metabolic disorder II. RIWAYAT PENYAKIT Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien Tanggal : 9 Maret 2013 1. Keluhan Utama : Demam dan kejang 1

description

KHDSJUEEUE

Transcript of KDS Restu

Page 1: KDS Restu

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NRS

Umur : 15 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Masuk RS : 9 Maret 2013 Jam : 22.00

Nama Ayah : Bp. S Nama Ibu : Ibu. J

Umur : 30 tahun Umur : 26 tahun

Pekerjaan : Buruh Pekerjaan : IRT

Pendidikan : STM Pendidikan : SMA

Alamat : Jetis, Bantul

Diagnosis masuk : Kejang Demam Sederhana et causa Diare Cair Akut

tanpa dehidrasi DD - Kejang Demam Kompleks

- Epilepsi

- Ensefalitis

- Meningitis

- Metabolic disorder

II. RIWAYAT PENYAKIT

Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien

Tanggal : 9 Maret 2013

1. Keluhan Utama : Demam dan kejang

Keluhan Tambahan: BAB cair

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Anak datang ke IGD RSPS dengan keluhan demam sejak 10 jam SMRS. Demam

awalnya tidak begitu tinggi, kemudian naik perlahan, saat suhu tubuh 39 C anak

kejang sebanyak 1 kali (2 jam SMRS). Kejang seluruh tubuh, mulut tidak berbusa,

tangan kaku. Menurut ibunya kejang berlangsung sekitar 30 detik. Saat kejang anak

tidak mengigau, setelah kejang anak diam lalu menangis. Anak juga BAB cair warna

kekuningan sebanyak 4x setelah demam, volume kurang lebih setengah gelas tiap

1

Page 2: KDS Restu

BAB, ampas (+) tanpa lendir dan darah. Muntah(+) 1x,sesak nafas (-), batuk (-),

pilek(-),minum mau, anak sulit untuk makan, BAK terakhir 1 jam SMRS.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Anak tidak memiliki riwayat kejang saat demam, maupun kejang tanpa demam

sebelumnya.

4. Riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan atau ditularkan

Riwayat demam dengan kejang : Ayah anak pernah kejang dengan demam

ketika bayi.

Riwayat kejang tanpa demam : disangkal

Kesan : Terdapat riwayat kejang dengan demam pada keluarga.

5. Riwayat Pribadi

a. Riwayat Kehamilan

Ibu kontrol teratur setiap bulan ke bidan dan mendapat tablet tambah darah dan

vitamin. Obat selalu habis diminum. Selama hamil ibu dinyatakan sehat, mual-mual

(+), riwayat sakit (-), bengkak – bengkak pada tungkai (-), perdarahan pervaginam (-).

Ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan, tidak merokok ataupun mengkonsumsi

obat-obatan.Ibu mendapat suntikan TT 2x selama hamil di bidan. Ibu menyangkal

memiliki penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma dan jantung.

b. Riwayat Persalinan

Lahir di bidan usia kehamilan 38 minggu, dengan berat badan lahir 3000 kg, anak

lahir spontan langsung menangis kuat. Warna air ketuban jernih, dan bayi tidak biru

ataupun kuning.

c. Riwayat Pasca Persalinan

Anak dapat menetek kuat, anak tidak kuning, tidak biru, anak tidak sesak napas,

tidak kejang-kejang.

Kesan : Riwayat kehamilan cukup baik, riwayat persalinan baik dan riwayat pasca

persalinan baik.

d. Riwayat Makanan

Usia Kualitas Kuantitas

0 – 4 bulan ASI Diberikan sesuka bayi

5 – 7 bulanASI

Bubur susu

Diberikan sesuka bayi

3 x sehari, 1 piring kecil

8 – 11 bulan ASI Diberikan sesuka bayi

2

Page 3: KDS Restu

Nasi tim 3 x sehari, 1 piring kecil

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan sudah cukup

e. Vaksinasi

BCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Campak imunisasi lengkap sesuai PPI

( Pengembangan Program Imunisasi).

f. Riwayat Penyakit Dahulu

Dari lahir, pasien pernah mengalami batuk, pilek, dan diare.

Kesan : Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu pada pasien yang berhubungan

dengan riwayat penyakit sekarang.

g. Anamnesis Sistem

- Sistem saraf pusat : demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-)

- Sistem kardiovaskuler : sesak (-), biru (-)

- Sistem respiratori : batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-)

- Sistem gastrointestinal : muntah (+), kembung (-), diare cair ampas (+)

- Sistem urogenital : BAK (+) normal

- Sistem integumental : kulit kuning (-), pucat (-), Turgor melambat (-)

- Sistem musculoskeletal : gerakan (+) bebas, lumpuh (-), kejang (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kesan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tanda Vital : Nadi : 116 x/menit, isi dan tegangan cukup teratur

Suhu : 38,50 C (saat masuk Rumah Sakit)

Pernafasan : 30 x/menit, tipe : torakal

Status gizi : BB : 11 Kg, umur : 15 bulan

Menurut klasifikasi status gizi anak BALITA, berdasarkan

(BB/U) pada anak laki-laki, termasuk gizi baik.

Kebutuhan kalori : BB x faktor kebutuhan berdasarkan umur

11 x 100 kkal = 1100 kkal/hari

Protein = 110 kkal = 27,5 gram

Lemak = 220 kkal = 24,4 gram

Karbohidrat = 770 kkal = 192,5 gram

Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : Normochepal

3

Page 4: KDS Restu

Ubun-ubun : Tertutup, cembung (-)

Mata : Cekung (-/-), discharge (-/-), conjungtiva anemis (-/-)

Pupil: Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)

Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-/-),epistaksis (-/-)

Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-)

Mulut : pucat (-), lidah kotor (-), mukosa bibir kering (-)

Pharing : Hiperemis (-)

Leher :Limfonodi tidak teraba, kaku kuduk (-), Pembesaran kelenjar

tiroid (-), retraksi suprasternal (-)

Pemeriksaan Thorax :

Depan Inspeksi Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi Vokal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)

Perkusi Sonor di kedua bagian paru

Auskultasi Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Belakang Inspeksi Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi Vokal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)

Perkusi Sonor di kedua bagian paru

Auskultasi Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampakPalpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea

midclavicula kiri, teraba tidak kuat angkatPerkusi : Batas jantung

Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan.

Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri.Kanan bawah : SIC IV linea para sternalis

kanan.Kiri bawah : SIC V linea midklavikula kiri.

Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi : Datar, simetris

Auskultasi : Peristaltik (+)↑

Perkusi : Timpani

Palpasi : Supel, turgor dan elastisitas baik, hepar dan lien tidak teraba

4

Page 5: KDS Restu

Kulit : sianosis (-), pucat (-), turgor dan elastisitas baik

Kelenjar limfe : limfonodi tidak teraba

Otot : eutrofi

Tulang : fraktur (-), deformitas (-), gerak bebas (+)

Sendi : tanda radang (-), gerak bebas (+)

Anogenital : Laki-laki, anus (+), tidak ada kelainan.

Ekstremitas :

Lengan kanan/kiri Gerakan : Bebas/Bebas

Tonus : Normal/Normal

Trofi : Eutrofi/Eutrofi

Tungkai Kanan/Kiri Gerakan : Bebas/Bebas

Tonus : Normal/Normal

Trofi : Eutrofi/Eutrofi

Refleks Fisiologis :

Refleks patella : (+) normal / (+) normal

Refleks biceps : (+) normal / (+) normal

Refleks triceps : (+) normal / (+) normal

Refleks Patologis :

Refleks babinski : (-)/(-)

Refleks hoffman : (-)/(-)

Refleks oppenheim : (-)/(-)

Refleks chadock : (-)/(-)

Meningeal Sign :

Kaku kuduk : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Kernig : (-)

5

Page 6: KDS Restu

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin :

- Laboratorium Darah

Hb 13,2 gr% N = 13 – 17 g%

AL 8,7 ribu/ul N = 9 – 12 ribu/ul

AE 4,83 juta/ul N = 4,5 – 5,5 juta/ul

AT 356 ribu/ul N = 150 – 450 ribu/ul

Hmt 32,8 % N = 37 – 47 %

Hitung Jenis Leukosit:

Eosinofil 1 % N = 2 – 4%

Basofil 0 % N = 0 – 1%

Batang 0 % N = 2 – 5%

Segmen 53 % N = 51 – 67%

Limfosit 39 % N = 20 – 35%

Monosit 7 % N = 4 – 8%

Natrium 136,3 135 – 148 mmol/l

Kalium 3,59 3,5 – 5,3 mmol/l

Clorida 106,1 98 – 107 mol/l

V. DIAGNOSIS KERJA Kejang Demam Sederhana Diare Cair Akut tanpa dehidrasi Status Gizi Baik

VI. TERAPISupportif :Infus KAEN 3B 8 tpmRehidrasi Plan A :Pemberian minuman sebanyak semau anak, lanjutkan pemberian ASIUsia < 2 tahun : intake cairan 50-100 ml tiap BABUsia > 2 tahun : intake cairan 100-200 ml tiap BABMedikamentosa :- Diazepam rectal 5 mg jika kejang (Dosis 0,5 mg/kg BB/kali)- PO Diazepam 1 mg bila suhu >38,5 C (Dosis 0,1 mg/kgBB/kali)- PO Zink 1x20 mgSimptomatik :- Parasetamol syrup 1 cth (jika panas) (Dosis 10 mg/kg BB/kali)

6

Page 7: KDS Restu

Edukatif :

- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis yang baik

- Memberitahukan cara penanganan dan pencegahan kejang

- Kompres hangat anak tiap kali suhu tubuh meningkat

- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

- Jaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan.

- Cebok menggunakan sabun.

- Penyediaan air minum yang bersih dan memasak air hingga mendidih.

- Menjaga kebersihan makanan.

VII. FOLLOW UP

Hari S O P

09/03/13 Anak datang ke IGD RSPS dengan keluhan

demam sejak 10 jam SMRS. Demam awalnya

tidak begitu tinggi, kemudian naik perlahan, saat

suhu tubuh 39 C anak kejang sebanyak 1 kali (2

jam SMRS). Kejang seluruh tubuh, mulut tidak

berbusa, tangan kaku. Menurut ibunya kejang

berlangsung sekitar 30 detik. Saat kejang anak

tidak mengigau, setelah kejang anak diam lalu

menangis. Anak juga BAB cair warna

kekuningan sebanyak 4x setelah demam, volume

kurang lebih setengah gelas tiap BAB, ampas (+)

tanpa lendir dan darah. Muntah(+) 1x,sesak nafas

(-), batuk (-), pilek(-),minum mau tapi hanya

sebentar-sebentar dan tidak begitu banyak, anak

sulit untuk makan, BAK terakhir 1 jam SMRS.

Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa

dehidrasi

Status gizi baik

KU : tampak sakit

sedang, Compos

mentis.

T: 38,0 oC

N: 116 x/menit

RR : 30 x/menit

Mata: cekung(-/-),

sekret(-/-).

Hidung: Nafas

cuping hidung (-),

sekret (-).

Telinga: Sekret

(-/-)

Thorax: simetris,

vesikuler +/+,

retraksi -/-, S1 S2

reguler.

Abd: Turgor kulit

baik, nyeri tekan-,

peristaltic +

meningkat.

-Infus Kaen 3B 8

tpm

-Injeksi Cefotaxim

3x400 mg

-PO Diazepam 1

mg (T > 38,5 C)

-PO Sanmol 1 cth

k/p

- PO Zinc 1x20 mg

Diet 3xbubur

7

Page 8: KDS Restu

Akral Hangat,

CRT<2s

Kaku Kuduk (-/-)

10/03/13 Anak sudah tidak demam, kejang (-), BAB cair

(+) 2x, lendir (-), darah (-),muntah (-),batuk

pilek(-), BAK lancar, makan dan minum mau.

Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa

dehidrasi

Status gizi baik

KU : Compos

mentis

T: 36,8 oC

N: 100 x/m

RR : 26x/m

Mata cekung

(-/-),sekret(-/-).

Hidung: Nafas

cuping hidung (-),

sekret (-).

Telinga: Sekret

(-/-)

Thorax: Simetris,

Vesikuler +/+,

retraksi -/-, S1 S2

reguler.

Abd: Turgor kulit

baik, nyeri tekan-,

peristaltic +

meningkat.

Akral Hangat,

CRT<2s

Kaku Kuduk (-/-)

-Infus Kaen 3B 8

tpm

-Injeksi Cefotaxim

3x400 mg

-PO Diazepam 1

mg (T > 38,5 C)

-PO Sanmol 1 cth

k/p

- PO Zinc 1x20 mg

Diet 3xbubur

11/03/13 Kejang (-), BAB jemek 1x , lendir (-), darah (-),

muntah(-), batuk pilek(-), BAK lancar, makan

dan minum mau.

KU : Compos

mentis

T: 36,5 oC

N: 112 x/m

RR : 26 x/menit

Mata:

-Infus Kaen 3B 8

tpm

-Injeksi Cefotaxim

3x400 mg

-PO Diazepam 1

mg (T > 38,5 C)

8

Page 9: KDS Restu

Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa

dehidrasi

Status gizi baik

konjungtivaanemis(

-/-), cekung

(-/-),sekret(-/-).

Hidung: Nafas

cuping hidung (-),

sekret (-).

Telinga: Sekret

(-/-)

Thorax: Simetris,

Vesikuler +/+,

retraksi -/-, S1 S2

reguler.

Abd: Turgor kulit

normal, nyeri

tekan-, peristaltic +

normal.

Akral Hangat,

CRT<2s

Kaku Kuduk (-/-)

-PO Sanmol 1 cth

k/p

- PO Zinc 1x20 mg

Diet 3xbubur

12/3/13 Kejang (-), BAB Normal, Jemek (-) cair (-)

lendir(-),darah(-), muntah(-), batuk pilek(-),

BAK lancar, makan dan minum mau.

Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa

dehidrasi

Status gizi baik

KU : Compos

mentis

T: 36,3 oC

N: 102 x/menit

RR : 26 x/menit

Mata:

konjungtivaanemis(

-/-), cekung

(-/-),sekret(-/-).

Hidung: Nafas

cuping hidung (-),

sekret (-).

Telinga: Sekret

(-/-)

-Infus Kaen 3B 8

tpm

-Injeksi Cefotaxim

3x400 mg

-PO Diazepam 1

mg (T > 38,5 C)

-PO Sanmol 1 cth

k/p

- PO Zinc 1x20 mg

Diet 3xbubur

9

Page 10: KDS Restu

Pulmo: Simetris,

Vesikuler +/+,

retraksi -/-, S1 S2

reguler.

Abd: Turgor kulit

normal, nyeri

tekan-, peristaltic +

normal.

Akral Hangat,

CRT<2s

Kaku Kuduk (-/-)

10

Page 11: KDS Restu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KEJANG DEMAM

A. DEFINISI

1.1. Kejang

Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang

seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas

listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-

saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu.

Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran,

gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan

fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi

dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan).

Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa

dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal

orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.

1.2. Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan

elektrolit akut, terjadi pada 2 – 4 % anak antara umur 6 bulan – 5 tahun (menurut:

consensus statement on febrile seizures). Puncaknya umur 14 – 18 bulan, 30 %

diantaranya pernah mengalami kejang demam sebelumnya. 33 % anak yang pernah

mengalami kejang demam akan mengalami recurensi 1 kali, dan 9 % anak dengan

riwayat kejang demam akan mengalami recurensi 3 kali atau lebih. Kejang disertai

demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Bila

anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului

demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSO atau epilepsi

yang kebetulan terjadi bersama demam.

B. EPIDEMIOLOGI

Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan

lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang

11

Page 12: KDS Restu

demam terjadi pada anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun,

insidensi tertinggi pada umur 18 bulan. Sebanyak 80% merupakan kejang demam

sederhana, sedangkan 20% merupakan kejang demam kompleks.

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko

kejang demam yang penting adalah demam. Namun kadang-kadang demam yang

tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain,

seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar

natrium rendah. Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba

tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Dalam

literatur disebutkan bahwa infeksi oleh virus herpes simpleks manusia 6 (HHSV-6) yang

merupakan penyebab dari Roseola sering menjadi penyebab pada 20 % pasien kejang demam

serangan pertama. Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang

demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi dibicarakan mengenai adanya hubungan antara

kejang demam yang berulang dengan infeksi virus influenza A. Demam dapat muncul pada

permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam

agent, antara lain :

1. Infeksi Bakteri

a. Penyakit pada Tractus Respiratorius :

-Pharingitis

-Tonsilitis

-Otitis Media

-Laryngitis

-Bronchitis

-Pneumonia

b. Penyakit pada Tractus Gastro Intestinal Tractus :

-Dysenteri Baciller, Shigellosis

c. Penyakit pada Tractus Urogenitalis :

-Pyelitis, Cystitis, Pyelonephritis

 

12

Page 13: KDS Restu

2. Infeksi Virus

Terutama yang disertai exanthema :

-Varicella

-Morbili

-Dengue

-Exanthema subitum

D. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku yang digunakan berupa glukosa yang

akan dipecah menjadi CO2 dan air.

Dalam keadaan normal membran neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

Kalium (K+) dan sulit oleh ion Natrium (Na+) kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya K+

tinggi dalam sel dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel sebaliknya. Perbedaan ini yang

membentuk potensial membran sel neuron. Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat

adanya perubahan potensial membrane sel yang didahului dengan stimulus membran

sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup.

Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran

sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk

membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel

ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K + sehingga mengembalikan

potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim

Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini

dapat dirubah oleh:

-Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

-Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis .

-Perubahan patofisiologi membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

13

Page 14: KDS Restu

Gambar 1. Ion Na+ dan K+

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

kenaikan suhu tubuh tertentu akan terjadi perubahan keseimbangan dari membran

potensial neuron dan dalam waktu singkat akan terjadi difusi dari K+ dan Na+ melalui

membran tadi dengan akibat lepasnya muatan listrik yang sedemikian besarnya dapat

meluas ke seluruh sel neurotransmitter pada tubuh dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang

kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada anak dengan

ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40 oC. Bangkitan kejang

tergantung pada ambang kejang tersebut yaitu lebih banyak pada anak dengan

ambang kejang rendah. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak

dengan ambang kejang rendah. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya

tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang

berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan

hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan

aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat

14

Page 15: KDS Restu

meningkatnya metabolisme otak. Berikut bagan patofisiologi demam dan terjadinya

kejang demam :

sumber : emedicine

15

Page 16: KDS Restu

E. KLASIFIKASI

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam

pada anak menjadi :

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)

-Kejang demam berlangsung singkat

-Durasi kurang dari 15 menit dan frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun

tidak lebih dari 4 kali.

-Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik 

-Umumnya akan berhenti sendiri

-Tanpa gerakan fokal

-Tidak berulang dalam 24 jam

-Pemeriksaan neurologis sebelum dan sesudah kejang normal

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

-Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.

-Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial.

-Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam (diantara 2 bangkita kejang anak

sadar kembali) dan frekuensi kejang lebih dari 3 kali/tahun.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama terjadi

pada 8% kejang demam.

Tipe Kejang

Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah

kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang

parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan

parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).

1. Kejang parsial

Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum.

Gejalakejang ini tergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila focus

16

Page 17: KDS Restu

terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot;

sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala ±

gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-

tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena dikorteks

sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom adalahkepucatan,

kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan déjà vu

adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami

perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran.Lepas muatan kejang

pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal sebagai kejang psikomotot atau lobus

temporalis ) sering berasal dari lobus temporalis medial ataufrontalis inferior dan

melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggiserta proses-proses

pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapatdipicu oleh musik,

cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering disertaioleh aktivitas motorik

repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis

( automatic behavior ).

Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk

tangan, mengecap-ngecap bibir, ataumengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin

mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama

serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial

kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.

2. Kejang Generalisata

Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon

sertaditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi

dikedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal.

Pasientidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang.

Kejangini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe

kejanggeneralisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang

mioklonik,kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik.

a.Kejang absence ( petit mal )

Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebihdari

beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan,

menatap kosong, atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasienmungkin mengalami satu

atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu

17

Page 18: KDS Restu

terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini

mungkin menghilang setelah pubertas atau

diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonik-klonik. 

b.Kejang tonik-klonik ( grand mal )

Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-

klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin

bersuaramenangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks ata

uabdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian

klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai disfungsi autonom.

Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini

berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot

yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-

gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya

tidak berubah. Lidah mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien

( spasme rahang dan lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan

diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai

selama 30 menit.Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor,

atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak

dapat mengingat kejadian kejangnya. Kejang tonik-klonik demam, yang sering

disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5

tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang

muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini

umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada

beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin

mengalami kejag non demam pada kehidupan selanjutnya.

Gambar 2. Kejang Tonik-Klonik

18

Page 19: KDS Restu

c.Kejang mioklonik

Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau

tungkai,cenderung singkat.

d.Kejang atonik 

Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh.

e.Kejang klonik

Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau multipel di

lengan,tungkai, atau torso.

f.Kejang tonik

Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan

tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin

berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.

F. FAKTOR RESIKO

1. Demam.

2. Usia dan Jenis Kelamin

3. Faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung.

4. Kerlambatan perkembangan.

5. Masalah pada waktu neonatus.

6. Anak yang dalam perawatan khusus.

G. MANIFESTASI KLINIS

a. Demam cepat dan tinggi (≥ 39° C).

b. Kejang menyeluruh, tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Lamanya beberapa detik sampai 10 menit (biasanya 1 – 3 menit), berhenti sendiri, tanpa memiliki kelainan neurologis.

c. Gigi atau rahang tertutup rapat.

d. Gangguan pernapasan, apnoe.

e. Sianosis.

f. Inkontinensia.

g. Lidah atau gigi tergigit.

Setelah mengalami kejang anak biasanya:

- Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.

- Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) - sakit kepala.

- Mengantuk

- Linglung (sementara dan sifatnya ringan).

19

Page 20: KDS Restu

H. DIAGNOSIS

1. Anamnesis :

Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum /

saatkejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.

Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsy

dalam keluarga.

Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran

Suhu Tubuh

Tanda Peningkatan Tekanan Intracranial : Kesadaran menurun, muntah proyektil, fontanela

anterior menonjol.

Pemeriksaan Neurologis : Tidak didapatkan kelainan.

Tanda Infeksi di luar SSP : otitis media akut, tonsillitis, bronchitis,

furunkulosis, dll.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :

Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai indikasi

untuk mencari penyebab kejang demam atau mengevaluasi sumber infeksi atau

keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan dapat

meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit serum (Kalsium, fosfor,

magnesium), ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin,atau feses.

Pemeriksaan Radiologi :

X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas

indikasi. Pemeriksaan pencitraan dapat diindikasikan pada keadaan :

Adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala

Kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefal, spastisitas)

Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,

muntah berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak, atau edema

papil)

Kelainan neurologik fokal yang menetap

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) :

20

Page 21: KDS Restu

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkana

tau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak

jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut : 1.

Bayi < 12 bulan : diharuskan.2. Bayi antara 12 ± 18 bulan : dianjurkan.3. Bayi > 18

bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

  Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) :

Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pada kejang demam sederhana karena

sebagian besar mempunyai gambaran EEG yang normal. Tidak direkomendasikan,

kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam kompleks pada

anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. Pemeriksaan ini biasanya

dipertimbangkan pada keadaan kejang demam kompleks, kejang fokal, dan kesadaran

menurun.

I. TREATMENT

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk :

• Mencegah kejang demam berulang

• Mencegah status epilepsi

• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi

• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

1. Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan

nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah

aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung

terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur,

kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit

harus diperhatikan.

Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian

antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20

mg/kg BB,4 kali sehari).

Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut,

karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan

21

Page 22: KDS Restu

secara intravena atau rectal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis

diazepam pada anak adalah 0,3-0,5 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang

demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil.

Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan

dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari

10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan

oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal

suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1

bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2

mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut

pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada

sistem syaraf pusat cukup baik; Namun efek terapinya masih kurang bila

dibandingkan dengan diazepam intravena.

22

Page 23: KDS Restu

Berikut ini adalah algoritma penanganan kejang :

Sumber : IDAI, 2006

23

Page 24: KDS Restu

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti

meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal

diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena

gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada

saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3

Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab,

seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-

Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam dan

pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal menunjukkan

abnormalitas fokal.

3. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan

keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang

menetap.

Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu :

• Profilaksis intermittent pada waktu demam

• Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

1. Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera diberikan pada

waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38,5ºC). Pilihan obat harus dapat cepat

masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah

timbulnya kejang berulang. Rosman dkk meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk

mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik

karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis

per rectal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg

dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5

mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu

38,5oC atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotoni.

Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk menggunakan klonazepam sebagai

obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8 jam) selama suhu

24

Page 25: KDS Restu

diatas 38oC dan dilanjutkan jika masih demam. Ternyata kejang demam berulang

terjadi hanya pada 2,5% dari 100 anak yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu

mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi, dan salivasi

berlebihan. Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk meneliti khasiat

kloralhidrat suppositoria untuk mencegah kejang demam berulang. Dosis yang

diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk

berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38oC. Hasil yang didapat

adalah terjadinya kejang demam berulang pada 6,9% pasien yang menggunakan

supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32% pasien yang tidak menggunakannya.

Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan ginjal, hepar,

penyakitjantung, dan gastritis.

2. Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari

Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:

• Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan

perkembangan neurologis.

• Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau

saudara kandung.

• Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap.

• Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang

multipel dalam satu episode demam.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun setelah

kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan. Pemberian

profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam

berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari.

Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dibagi 2 dosis dengan kadar

sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah

berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif,

pemarah dan agresif ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat

dikurangi dengan menurunkan dosis.

Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama

dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meneliti kejadian kejang berulang sebesar

5,5 % pada kelompok yang diobati dengan asam valproat dan 33 % pada kelompok

25

Page 26: KDS Restu

tanpa pengobatan dengan asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15 – 40 mg/kg

BB perhari dibagi 2 dosis. Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor

dan alopesia.

Fenitoin dan karbamazepin memiliki efek profilaksis terus menerus, dosis antara 4

– 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Millichap merekomendasikan beberapa hal

dalam upaya mencegah dan menghadapi kejang demam :

• Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai penanganan

demam dan kejang.

• Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kg

BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat

diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.

• Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.

•Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian sebaiknya

dibatasi sampai 6 – 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam

darah dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan

psikologis anak.

J. KOMPLIKASI

Perkembangan mental dan neurologis akan terganggu pada sebagian kecil

penderita, hal ini terjadi pada penderita dengan kejang yang lama dan berulang, baik

umum atau fokal. Gangguan intelektual (penurunan IQ) dan gangguan belajar jarang

terjadi, apabila terjadi dikarenakan kejang demam yang berlangsung lama dan

mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila

kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam. 95-98 % dari anak-

anak yang pernah mengalami kejang demam, tidak berlanjut menjadi epilepsi. Tetapi

beberapa anak memiliki resiko tinggi menderita epilepsi, jika:

- Kejang demam berlangsung lama.- Kejang hanya mengenai bagian tubuh tertentu. - Kejang demam yang berulang dalam waktu 24 jam.- Anak menderita cerebral palsy, gangguan pertumbuhan atau kelainan saraf lainnya.

K. PROGNOSIS

26

Page 27: KDS Restu

Dengan penanggulangan cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak

menyebabkan kematian. Kemungkinan bangkitan kejang: sekitar 25-50% yang

umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun,

terulangnya kejang pada anak perempuan 50 %, laki – laki 33 %. Pada anak beumur

antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, kemungkinan

bangkitan 50 % sedang tanpa riwayat keluarga kejang 25 %.

L. IMUNISASI DAN KEJANG DEMAM

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti

kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam

pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut :

1. DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan

menurun setelahnya ( 3x dosis @0,4 ml IM pada usia 2,3,dan 4 bulan)

2. MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah

imunisasi (dosis tunggal 0,5 ml IM/SC dalam).

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang

lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca

imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi

kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

27

Page 28: KDS Restu

II. DIARE CAIR AKUT

A. DEFINISI

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan defekasi (buang air besar)

lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten

tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam

sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut

menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya

perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.

Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan

karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai

atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang

berlangsung selama 3 – 7 hari.

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,

atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif

terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu

minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan

diare yang berkepanjangan.

B. EPIDEMIOLOGI

Diare merupakan salah satu penyakit paling sering menyerang anak di seluruh

dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang

berkisar 3,5-7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2-5

episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Faktor resiko terjadinya

diare antara lain:

a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan

b. Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja.

c. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau

sebelum memasak makanan.

C. KLASIFIKASI

Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi

lagi atas infeksi dan non infeksi.

28

Page 29: KDS Restu

D. ETIOLOGI

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:

a. Faktor infeksi

1) Infeksi enteral

- Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, campylobacter,

Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

- Infeksi Virus : Enterovirus, Rotavirus, Adenovirus, Astrovirus dan

lain-lain.

- Infeksi parasit : cacing (ascaris, triciuris,dll.) protozoa, dan jamur.

2) Infeksi parenteral yaitu ineksi dibagian tubuh lain diluar alat

pencernaan, seperti OMA, tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

ensefalitis, dan sebagainya.

b. Faktor malabsorbsi (malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak,

malabsorbsi protein)

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas

E. PATOGENESIS

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah

a. Gangguan osmotik: terjadi akibat adanya makanan atau zat yang tidak

dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga

usus sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi: terjadi akibat ransangan tertentu pada dinding usus akan

terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan

selanjutnya timbul diare.

c. Gangguan motilitas usus: terjadi karena hiperperistaltik akan

mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan

sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat

menimbulkan diare.

F. PATOFISIOLOGI

Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab

diare. Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi luas

permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang mengakibatkan

29

Page 30: KDS Restu

terhambatnya perkembangan normal vili enterocytes dari usus kecil dan perubahan

dalam struktur dan fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan malabsorbsi dan

motilitas abnormal dari usus selama infeksi rotavirus.

Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri

non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat pada usus,

berkembang baik disitu, dan kemudian akan mengeluarkan enzim mucinase

(mencairkan lapisan lendir), kemudian bakteri akan masuk ke membran, dan

mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan cAMP yang akan merangsang

sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa menimbulkan kerusakan sel

epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus teregang, kemudian terjadilah

diare

Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive, campylobacter)

mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon

inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus

maupun di dalam usus. Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan

mengaktifkan adenilat siklase, sedangkan toksin yang tidak tahan panas mengaktifkan

guanilat siklase. E.coli enterohemoragik dan Shigella menghasilkan verotoksin yang

menyebabkan kelainan sistemik seperti kejang dan sindrom hemolitik uremik.

G. GEJALA KLINIS

Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,

nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Karena seringnya

defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin menjadi asam

akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat

diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila

penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat

badan turun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,

selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

H. DEHIDRASI

Pembagian dehidrasi menurut Modul Pelatihan Diare. UKK Gastro-Hepatologi

IDAI. 2009

Kategori Tanda dan gejala

30

Page 31: KDS Restu

Dehidrasi Berat

REHIDRASI PLAN C

Dua atau lebih tanda berikut:

Letargi atau penurunan kesadaran

Mata cowong

Tidak bisa minum atau malas minum

Cubitan perut kembali dengan sangat

lambat (≥ 2 detik)

Dehidrasi Tak Berat (Ringan-

Sedang)

REHIDRASI PLAN B

Dua atau lebih tanda berikut:

Gelisah

Mata Cowong

Kehausan atau sangat haus

Cubitan kulit perut kembali dengan

lambat

Tanpa Dehidrasi

REHIDRASI PLAN A

Tidak ada tanda gejala yang cukup

untuk mengelompokkan dalam

dehidrasi

berat atau tidak berat

Ada tiga macam dehidrasi :

- Dehidrasi isotonik Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal

ini terjadi bila kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama

dengan keadaan normal dan ditemui dalam cairan ekstraseluler.

- Dehidrasi Hipertonik Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering

menderita dehidrasi hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan

kekurangan cairan dan kelebihan natrium. Bila dibandingkan dengan

proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan darah. Ini

biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada saat diare yang tidak

di absopsi secara efisien dan pemasukan air yang tidak cukup. 3.

- Dehidrasi Hipotonik Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah

besar atau yang mendapat infus 5 % glukosa dalam air, mungkin bisa

menderita hiponatremik. Hal ini terjadi karena air diabsopsi dari usus

sementara kehilangan garam (NaCl) tetap berlangsung dan menyebabkan

kekurangan natrium dan kelebihan air.

31

Page 32: KDS Restu

I. PENATALAKSANAAN

Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu :

a. Rehidrasi

a.i Rehidrasi Plan A

Tidak perlu dirujuk

Prinsip rehidrasi Plan A:

1.Berikan cairan tambahan

2.Teruskan pemberikan makan

3.Berikan suplemen seng (Zn)

4.Sarankan kepada ibu kapan harus kembali :

-BAB menjadi lebih sering

-Muntah berulang

-Rasa haus meningkat

-Tidak dapat makan serta minum seperti biasanya

a.ii Rehidrasi Plan B

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral

sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena

sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak

dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada

bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah

dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.

Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang

perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada

anak, yaitu :

 1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )

2. Cairan hipotonik

3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam

4. Realiminasi cepat dengan makanan normal

5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus

6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan

7. ASI diteruskan

8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )

9. Anti diare tidak diperlukan

32

Page 33: KDS Restu

a.iii Rehidrasi Plan C

Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan

anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma,

pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan

elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan

sebagai berikut:

 Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam

Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam

 

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita

akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut

waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana

biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera

dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan

agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai

biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan

parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.

b. Dukungan nutrisi

Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada aktu

anak sehat sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak terjadi gizi

buruk. ASI tetap diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare akut berdarah)

dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya.

c. Suplementasi Zinc

Efek zinc antara lain sebagai berikut :

- Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). SOD

akan merubah anion superoksida (merupakan radikal bebas hasil

sampingan dari proses sintesis ATP yang sangat kuat dan dapat merusak

semua struktur dalam sel) menjadi H2O2, yang selanjutnya diubah

menjadi H2O dan O2 oleh enzim katalase. Jadi SOD sangat berperan

dalam menjaga integritas epitel usus.

- Zinc berperan sebagai anti-oksidan, ‘berkompetisi’ dengan tembaga (Cu)

dan besi (Fe) yang dapat menimbulkan radikal bebas.

33

Page 34: KDS Restu

- Zinc menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Dengan pemberian zinc,

diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi

kerusaan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi.

- Zinc berperan dalam penguatan sistem imun.

- Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai

kofaktor berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus

dapat terjaga.

d. Antibiotik selektif

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, kecuali dengan

indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.

e. Edukasi orang tua

34

Page 35: KDS Restu

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis kejang demam sederhana karena:

1. Durasi kejang 30 detik (kejang <15 menit)

2. Kejang 1x24 jam (tidak berulang dalam 24 jam)

3. Kejang baru pertama kali (Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak

lebih dari 4x)

4. Kejang seluruh tubuh, kedua tangan kaku (Kejang bersifat generalized dan

klonik)

Hal ini sesuai dengan kriteria kejang demam sederhana menurut IDAI tahun 2006.

Pemeriksaan fisik setelah kejang didapatkan pupil isokor, BBU datar, reflek

cahaya (+) (Pemeriksaan neurologis sesudah kejang normal)

Setelah kejang, keluarga mengatakan anak menangis, Saat dibawa ke IGD kondisi

anak tidak kejang, dan pemeriksaan meningeal sign hasilnya negatif. (Kesadaran

anak setelah kejang adalah kompos mentis, tanpa kelainan neurologis yang

berat )

Kejang disertai dengan demam sejak pukul 10.30. Saat datang ke IGD, suhu anak

38°C, demam belum turun. (Kejang diawali oleh demam. Kejang timbul < 16

jam pertama setelah timbulnya demam)

Pasien ini juga didiagnosis diare cair akut tanpa dehidrasi karena:

1. Frekuensi BAB >3x dalam sehari, dengan konsistensi cair

Ini sesuai dengan definisi diare menurut DEPKES tahun 2005, yakni adanya

perubahan dalam bentuk dan konsistensi tinja dari lembek sampai cair, disertai

dengan BAB lebih dari 3 kali dalam sehari.

2. Tidak cukup terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan-sedang dan berat, pada pasien

ini mata tidak cowong, turgor kulit masih baik, tidak tampak gelisah, masih mau

minum, tidak terlihat lahap saat minum, dan tidak malas minum, mukosa bibir dan

mulut basah, air mata (+).

3. Diare tanpa lendir dan darah, menunjukkan diare cair akut, bukan disentri form,

anak juga tidak tampak kesakitan saat BAB, karena pada diare disentri form

terdapat nyeri perut saat BAB.

35

Page 36: KDS Restu

4. Dari hasil anamnesis juga didapatkan bahwa ibu pasien tidak cebok

menggunakan sabun setelah BAB, lingkungan rumah didekat sungai, mencuci

pakaian dan BAB di sungai, anak kadang juga mandi di sungai. Hal ini

memungkinkan penyebab diare dikarenakan faktor infeksi. Diare cair akut disertai

demam dan limfositosis pada pemeriksaan darah lengkap, menunjukkan adanya

infeksi teutama virus. Lebih dari 50% diare cair akut di negara berkembang

disebabkan oleh rotavirus.

Terapi yang diberikan yaitu :

1. Infus Kaen 3B 8 tpm

Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit

dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan

asupan oral terbatas. Pada pasien ini masih mau minum, tetapi hanya sebentar-

sebentar, dikhawatirkan asupan oral tidak memenuhi kebutuhan cairan yang

dibutuhkan sehingga bisa terjadi dehidrasi.

2. Injeksi cefotaxim 3x400 mg

Menurut WHO Guideline on the management of acute diarrhea in children tahun

2011, pemberian antibiotik hanya diindikasikan untuk disentri (shigella), cholera,

diare dengan infeksi lain seperti ISK, pneumonia, dll, salmonella,

immunocompromised, dan diare pada malnutrisi. Jadi pada kasus ini sebaiknya

tidak diberikan antibiotik.

3. Diazepam 1 mg per oral bila suhu >38,5 C

Pemberian diazepam 1 mg per oral merupakan terapi intermittent untuk kejang

demam sederhana, pemberian diazepam sebagai terapi intermittent sesuai dengan

febrile seizure guideline treatment dari medscape, merekomendasikan untuk

pemberian intermittent diazepam saat suhu diatas 38,5 C. Berdasarkan penelitian

dari AAP, pemberian diazepam secara intermittent dapat menurunkan kekambuhan

kejang demam sederhana berulang sebanyak 11%.

4. Zink 1x20 mg peroral

Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai kofaktor

berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus dapat terjaga.

5. Paracetamol sirup 1 cth

Pemberian paracetamol bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh anak saat suhu

lebih dari 37,5 C, sehingga kemungkinan terjadinya kejang saat demam dapat

dicegah.

36

Page 37: KDS Restu

BAB IV

KESIMPULAN

1. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau

gangguan elektrolit akut, terjadi pada 2 – 4 % anak antara umur 6 bulan – 5

tahun (menurut consensus statement on febrile seizures).

2. Kejang demam timbul karena demam yang mendadak tinggi pada anak. Selain

faktor genetik, kejang demam juga berhubungan dengan beberapa penyakit

antara lain infeksi saluruan napas atas, otitis media, radang paru-paru, radang

usus dan lambung, infeksi saluran kencing, keracunan, meningitis dan

ensefalitis, roseola (oleh virus herpes manusia 6), dan disentri karena shigella.

3. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang

demam pada anak menjadi : Kejang Demam Sederhana dan Kejang Demam Kompleks.

4. Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk : Mencegah kejang

demam berulang, mencegah status epilepsy, mencegah epilepsi dan / atau

mental retardasi, dan normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

5. Pengobatan kejang demam terdiri dari : a. Pengobatan Fase Akut dengan

diazepam per rectal 5 mg, b. Mencari dan mengobati penyebab infeksi fokal,

c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

6. Penyebab demam pada kasus ini adalah infeksi pada saluran pencernaan yaitu

diare cair akut.

7. Diare adalah diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya

perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair

dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih

dalam sehari.

37

Page 38: KDS Restu

8. Hal yang penting diperhatikan dari diare adalah adanya tanda – tanda

dehidrasi, dibagi menjadi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang, dehidrasi

berat.

9. Terdapat lima tatalaksana dalam penanganan diare, yaitu : rehidrasi, dukungan

nutrisi, suplementasi zinc, antibiotic selektif, dan edukasi orang tua.

38

Page 39: KDS Restu

DAFTAR PUSTAKA

- Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol.

4, No. 2, September 2002: 59 – 62

- Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002.

- Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare

akut dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003.

- Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3,

Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII; 2059-2060.

- Hendarto S.K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia

Kedokteran No.27. 2004: 6-8

- Ismael, Sofyan Prof.Dr.SpA(K)., dkk. 2005. Unit Kerja Koordinasi Neurologi

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus Penanganan Kejang Demam. Ikatan

Dokter Anak Indonesia.

- Juffire M, Mulyani NS. 2009. Modul Pelatihan Diare. UKK Gastro-Hepatologi

IDAI.

- M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2012. Study Guide, Panduan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

- Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan

Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. 2009. World Health Organization, Country

Office for Indonesia, Jakarta.

- Pusponegoro, D. H., dkk, 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi

1. IDAI, Jakarta.

- Shann F. 2006. Drug Doses 13 edition. 

39