KBA BAB I1

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan keanekaragaman hayati termasuk tanaman obat. Tanaman obat telah digunakan sejak dahulu secara turun temurun untuk mencegah, menyembuhkan serta memelihara kesehatan. Dewasa ini penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan kecenderungan masyarakat menerapkan gaya hidup back to nature atau kembali ke alam serta ditunjang oleh efek samping obat tradisional yang relatif kecil dan harganya dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia juga sangat memungkinkan untuk ditemukannya beraneka jenis senyawa kimia berupa metabolit sekunder seperti alkaloida, flavonoida, terpenoida, saponin, dan sebagainya. Tumbuhan-tumbuhan tersebut potensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia dalam rangka pencarian obat atau bahan baku obat (Fitriya et al., 2010). Tanaman ceremai cukup dikenal sebagai tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat dan banyak tumbuh di Indonesia. Bagian dari tanaman ceremai yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, buah, batang dan akar. Daun, kulit batang, dan kayu mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol. Buah mengandung vitamin C dan akar mengandung saponin, asam galus, zat samak, dan zat beracun (toksik). Air rebusan akar tanaman ceremai biasanya digunakan untuk meredakan asma dan penyakit kulit. Penggunaan akar tanaman ceremai sebagai obat, jarang digunakan karena sebagian

description

KBA BAB I1

Transcript of KBA BAB I1

Page 1: KBA BAB I1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan keanekaragaman hayati termasuk

tanaman obat. Tanaman obat telah digunakan sejak dahulu secara turun temurun untuk

mencegah, menyembuhkan serta memelihara kesehatan. Dewasa ini penggunaan obat

tradisional sebagai alternatif pengobatan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan

kecenderungan masyarakat menerapkan gaya hidup back to nature atau kembali ke alam serta

ditunjang oleh efek samping obat tradisional yang relatif kecil dan harganya dapat dijangkau

oleh masyarakat luas. Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia juga sangat memungkinkan

untuk ditemukannya beraneka jenis senyawa kimia berupa metabolit sekunder seperti

alkaloida, flavonoida, terpenoida, saponin, dan sebagainya. Tumbuhan-tumbuhan tersebut

potensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia dalam rangka

pencarian obat atau bahan baku obat (Fitriya et al., 2010). Tanaman ceremai cukup dikenal

sebagai tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat dan banyak tumbuh di Indonesia. Bagian

dari tanaman ceremai yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, buah, batang dan

akar. Daun, kulit batang, dan kayu mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol.

Buah mengandung vitamin C dan akar mengandung saponin, asam galus, zat samak, dan zat

beracun (toksik). Air rebusan akar tanaman ceremai biasanya digunakan untuk meredakan

asma dan penyakit kulit. Penggunaan akar tanaman ceremai sebagai obat, jarang digunakan

karena sebagian besar senyawa yang terkandung di dalamnya bersifat racun. Namun saponin

yang terdapat pada akar ceremai dapat dimanfaatkan untuk

B. Perumusan Masalah

1. Senyawa apa saja yang terkandung pada akar tanaman ceremai?

2. Apa manfaat senyawa yang terkandung dalam akar tanaman ceremai?

3. Bagaimana cara mengisolasi senyawa saponin pada akar tanaman ceremai?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada akar tanaman ceremai.

2. Untuk mengetahui manfaat senyawa yang terkandung dalam akar tanaman ceremai.

3. Untuk mendapatkan senyawa saponin pada akar tanaman ceremai.

Page 2: KBA BAB I1

D. Kegunaan

Page 3: KBA BAB I1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Ceremai

2.1.1. Distribusi

Ceremai merupakan tanaman yang berasal dari India yang termasuk ke

dalam famili Euphorbiaceae. Ceremai dapat tumbuh hingga ketinggian 1 000

meter dpl dan bertahan hidup pada tanah dengan kondisi kekurangan air.

Ceremai sendiri diketahui tumbuh hampir di seluruh bagian kepulauan

Indonesia terutama di Sumatera, Jawa, Sulewesi, kepulauan Nusa Tenggara,

dan Maluku. Tanaman ceremai merupakan salah satu tanaman yang ada di

Indonesia dan memiliki beberapa sebutan yang berbeda pada berbagai daerah,

antara lain ceremoi (Aceh), cerme (batak), camin-camin (Minangkabau),

carmen (Bali), caramel (Makassar), ceremin (Ternate), chermai (Malaysia),

kamay (Filiphine), mayom (Thailand) dan lain-lain (Agus, 2007).

2.1.2. Morfologi dan Taksonomi

Klasifikasi Tumbuhan Ceremai

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Page 4: KBA BAB I1

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae 

Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus acidus (L.) Skeels.

Ceremai merupakan pohon, berumur panjang (perennial) yang

mempunyai tinggi ± 10 m. Batang tegak, silindris, berkayu, bagian dalam

solid, kulit tebal, mudah patah, kasar, dan berwarna coklat tua. Daun berupa

daun majemuk, lonjong, tersusun berseling, panjang 5-6 cm, lebar 2-3 cm, tepi

rata, ujung runcing, pangkal tumpul (obtusus), pertulangan menyirip (pinnate),

permukaan halus, tangkai silindris, panjang ± 2 cm, dan berwarna hijau tua.

Buah berbentuk bulat, permukaanya berlekuk, dan berwarna kuning keputih-

putihan. Biji berbentuk bulat pipih dan berwarna kuning muda, rasanya

masam. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna coklat muda (Anonim,

2009).

2.1.3. Kandungan, Manfaat, dan Efek Samping

Akar mengandung saponin, asam galus, zat samak, dan zat beracun

(toksik).

2.1.3.1. Saponin

a. Definisi Saponin

Saponin adalah glykosida yang steroidnya terdiri dari 27

karbon atau triterpen 30 karbon dan banyak terdapat pada tumbuhan.

Dijumpai pada bebagai bagian tumbuhan seperti, daun, batang, akar,

bunga, dan buah. Saponin dikarakterisasi dari rasa pahit dan

kemampuannya untuk melakukan hemolisa pada sel darah merah.

Saponin larut dalam air membentuk buih seperti buih sabun, hal ini

Page 5: KBA BAB I1

disebabkan karena saponin mempunyai amphiphilik. Sehingga

ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih

yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak

larut dalam eter. Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan

menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin

merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau

hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah

dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan.

Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut sebagai

Sapotoksin.

b. Klasifikasi

Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan

molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu

aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki

efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas

otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan

asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses

biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon

berupa steroid yang diperoleh dari metabolisme sekunder tumbuhan.

Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini

disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.  Salah satu

contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus

sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan

Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika.

Page 6: KBA BAB I1

Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik

oleh orang afrika (Anonim, 2009).

Saponin tritetpenoid tersusun atas inti triterpenoid

dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu

aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang

mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe

saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).  Salah satu

jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat

pada tumbuhan gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini

dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).

Triterpenoid Saponin dapat terjadi dalam bentuk bebas (Aglycon)

atau Sapogenin, akan tetapi Steroid Saponin selalu dalam bentuk

Page 7: KBA BAB I1

Saponin dan tidak pernah bebas sebagai Aglycon. Karbohidrat

residu terikat dengan Aglycon melalui ikatan eter atau ester.

Saponin pada hidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal

sebagai “sapogenin”. Berdasarkan struktur aglikonnya

(sapogeninnya), saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu

tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini memilki

hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memilki asal usul

biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan

isoprenoid.

c. Sifat, Efek dan Toksisitas

1. Mempunyai rasa pahit

2. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil

3. Menghemolisa eritrosit

4. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi

5. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid

lainnya

6. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

7. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan

formula empiris yang mendekati

Efek saponin berdasarkan sistem fisiologis meliputi aktivitas

pada sistem kardiovaskular dan aktivitas pada sifat darah (hemolisis,

koagulasi, kolesterol), sistem saraf pusat, sistem endokrin, dan

aktivitas lainnya. Saponin mampu berikatan dengan kolesterol,

sedangkan saponin yang masuk kedalam saluran cerna tidak diserap

oleh saluran pencernaan sehingga saponin beserta kolesterol yang

terikat dapat keluar dari saluran cerna. Hal ini menyebabkan kadar

kolesterol dalam tubuh dapat berkurang. (Lipkin, 1995).

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan

permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan

dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan

saccharic acid). Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan

sebagai antiprotozoa, karena mampu berikatan dengan kolesterol

pada sel membran protozoa sehingga menyebabkan membrondisis

Page 8: KBA BAB I1

pada sel membrane protozoa. Saponin dapat beraktivitas sebagai

adjuvant pada vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu

menghambat perkembangan sporozoit di dalam saluran pencernaan

(Cheeke,1999).

d. Manfaat Dan Efek Buruk yang Dapat Ditimbulkan Saponin

Manfaat

Saponin yang terdapat pada “soap nuts” dapat dipergunakan

sebagai insektisida dan secara tradisional dipergunakan untuk

menghilangkan kutu pada kepala. Senyawa ini juga mempunyai

sifat sebagai anti mikroba yang dapat dipergunakan sebagai anti

septik. Di india dan indonesia dipergunakan oleh tukang emas

untuk membersihkan perhiasan seperti emas, perak, dan logam

yang lain. Saponin juga dipergunakan pada pemisahan bijih

logam, photography, kosmetik, dan shampo.

Efek Buruk yang Ditimbulkan

a. Kesehatan Manusia

Saponin merupakan komponen bersifat pahit, yang menurut

BIRK (1969) dapat menyebabkan gangguan fungsional

saluran pencernaan sebagai akibat terhambatnya aktivitas

otot penggerak peristaltik. Saponin yang bersifat keras atau

racun biasa disebut sebagai Sapotoksin. Saponin juga

mampu menghemolisis eritrosit, sehingga dapat

menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Dapat juga

menimbulkan reaksi alergi. Peningkatan permeabilitas

saluran pencernaan memungkinkan masuknya makromolekul

seperti allergen. Modifikasi transit dalam saluran

pencernaan. Kerusakan struktur dan peningkatan turn over

sel mukosa usus halus menyebabkan peningkatan kehilangan

energi dan protein. Peningkatan kehilangan zat makanan

merupakan sebagian penyebab penurunan pertumbuhan

akibat saponin. Saponin juga dapat menyebabkan kerusakan

hati dan ginjal.

b. Lingkungan

Page 9: KBA BAB I1

Saponin dapat mengikat oksigen air, sehingga kadar oksigen

dalam air turun, yang dapat menyebabkan kematian spesies

yang tinggal di dalam air. Saponin dapat menjadi racun kuat

untuk ikan dan amfibi.

2.1.3.2. Asam Galus

2.1.3.3. Zat Samak ( Asam Acardium)

2.1.3.4. Zat Toxic (Racun)

BAB III

Page 10: KBA BAB I1

Akar Ceremai

Akar Cermai Halus

Serbuk Akar Cermai

Disaring dan Di evaporasi

Ekstraksi dengan Etanol 95%

Filtrate

METODOLOGI PENELITIAN

Materi yang digunakan berupa akar tumbuhan ceremai, spesies Phyllanthus acidus

(L.) Skeels. Dengan bahan pengisi berupa dekstrin. Bahan untuk ekstraksi berupa etanol 95%,

Etil Eter, etanol 50%, n-butanol pekat, aquades dan HCl. Bahan kimia yang diperlukan pada

uji kromatografi kolom, yaitu Na2SO4, Al2O3 (Alumina) dan silika gel G. Pada uji dengan

KLT diperlukan bahan, antara lain pengembang BEA (Butanol-Etanol-Air) (6:2:3) dan BAA

(Butanol-Asam Asetat- Air) (2:1:1). Guna penotolan, diperlukan pengembang BEA (2:4:4).

Pada penotolan diperlukan kombinasi reagen “Lieberman-Burchad”, asam anhidrida asetat

dan asam sulfat (1:1:1:1). Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah oven, evaporator,

corong pemisah, sentrifuge, dan berbagai alat-alat gelas, seperti : tabung reaksi, kuvet, labu

erlenmeyer dan petri disk. Seperangkat alat kromatografi kolom, KLT, lampu UV.

Kristal saponin

senyawa larut lemak tidak larut lemak

Page 11: KBA BAB I1

+ n-butanol pekat

Dan asam klorida

Hasilnya

endapan

Lapisan bawahLapisan atas

(butanol)

supernatan

Larutan hasil di

Sentrifugasi

Kromatografi kolom

Saponin kering

Di sentrifugasi

Page 12: KBA BAB I1

Isolasi dan identifikasi saponin dari akar ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels.)

dilakukan dengan menghaluskan akar ceremai dengan blender kemudian dikeringkan dengan

cara dijemur. Akar ceremai halus yang sudah kering (serbuk) kemudian diekstraksi. Ekstraksi

dilakukan dengan merendam serbuk akar ceremai sebanyak 100 gram dengan 660 mililiter

etanol 95%, selama 2 hari. Hasil perendaman disaring dan dievaporasi. Filtrat ditambah

dengan Etil Eter dan dimasukkan kecorong pemisah, sehingga diperoleh senyawa larut lemak

Endapan saponin cairan

Eluat

Preparat saponin

Larutan saponin pekat

Hasil uji KLT

Saponin serbuk

Di bekukan

Page 13: KBA BAB I1

dan tidak larut lemak. Saponin, larutan tidak larut lemak yang berwarna hijau kekuningan

selanjutnya dilarutkan dalam etanol 50% panas. Larutan saponin didinginkan, sehingga

terbentuk kristal saponin. Cairan di atas kristal saponin ditampung dan dilarutkan lagi dengan

etanol 50% panas, didinginkan lagi, sehingga diperoleh kristal saponin maksimal. Kristal

saponin selanjutnya dikeringkan dengan oven vacuum, ditambahkan n-butanol pekat,

ditambahkan asam klorida, sampai pH sebesar 2. Hasilnya disaring dan dimasukkan ke

corong pemisah, sehingga terjadi 2 lapisan, lapisan atas, berupa butanol, dibuang dan lapisan

bawah diambil, dicuci dengan aquades untuk menghilangkan HCl. Larutan hasil disentrifuse

dengan kecepatan 8000 rpm, selama 10 menit. Endapan yang berwarna kekuningan yang

terbentuk diambil, sedangkan supernatan dibuang. Endapan diperlakukan lagi dengan

ditambah butanol, dipisahkan, serta disentrifuse, sehingga terbentuk endapan yang betul-betul

kering. Saponin kering diisolasi dengan kromatografi kolom, dengan urutan kolom dari atas

ke bawah : Na2SO4, Al2O3 (Alumina) dan silika gel G. Eluat yang dihasilkan dievaporasi,

sehingga diperoleh cairan dan endapan saponin. Endapan saponin yang dihasilkan diuji lebih

lanjut dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengembang yang digunakan adalah BEA

(Butanol-Etanol-Air) (6:2:3) dan BAA (Butanol-Asam Asetat- Air) (2:1:1). Guna penotolan,

diperlukan 100 μg saponin dalam pengembang BEA (2:4:4). Hasil uji KLT ditambahkan

dengan kombinasi reagen “Lieberman-Burchad”, asam anhidrida asetat dan asam sulfat

(1:1:1:1). Preparat saponin dideteksi dengan lampu UV, hasil positif, jika berwarna ungu.

Larutan saponin pekat (70%) yang dihasilkan ditambahkan bahan pengisi dekstrin (30%),

dibekukan dengan frezeer dan vacum freeze dryer, sehingga diperoleh saponin serbuk.

DAFTAR PUSTAKA