BAB I1 asdashfadsaosdjo

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bedong (SWADDLING) adalah cara membungkus bayi dengan selimut yang bertujuan untuk memberikan rasa hangat dan nyaman. Sebenarnya, membedong atau swaddling sudah dilakukan sejak lama oleh orangtua-orangtua kita dulu. Di banyak daerah di kawasan asia, membedong bayi baru lahir merupakan tradisi turun temurun, bahkan diselimuti hal-hal mistis seperti untuk melindungi bayi dari gangguan roh jahat. Saat ini, dunia kedokteran pun sudah membuktikan manfaat bedong bagi bayi. Isu tersebut bukanlah sekedar isapan jempol. Ada banyak mitos seputar bedong yang kemudian menggiring para orangtua hingga membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam proses membedong. Salah satu yang paling sering didengar adalah bahwa membedong penting untuk meluruskan kaki bayi, sehingga saat ia besar nanti kakinya tidak bengkok. Padahal, kaki bengkok pada bayi baru lahir adalah wajar. Mengingat selama di dalam rahim, ia seringkali berada pada posisi meringkuk, terutama di bulan-bulan terakhir ketika ruang di dalam rahim tak lagi luas bagi tubuhnya yang kian membesar. Kaki yang bengkok ini perlahan-lahan akan lurus dengan sendirinya seiring ia bertambah dewasa. Mitos tersebut akhirnya membuat bayi-bayi dibedong dengan sangat ketat hingga tak bisa bergerak. Padahal bedong yang terlalu ketat meningkatkan resiko SIDS atau Sudden Infant Death Syndrom pada bayi. Karena bedong yang terlalu ketat membuat proses bernapas bayi terganggu. Selain itu, perkembangan motorik bayi juga bisa terhambat mengingat ia terikat hingga tidak dapat bergerak. Membedong dengan memaksa kaki bayi lurus juga beresiko bayi menderita hip dysplasia atau keadaan di mana formasi soket panggul bayi tidak normal.

description

asdoaisdjoasdjojasjdoasjeoiqwjosnfckjidmnvfodsjf

Transcript of BAB I1 asdashfadsaosdjo

Page 1: BAB I1 asdashfadsaosdjo

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bedong (SWADDLING) adalah cara membungkus bayi dengan selimut yang bertujuan untuk memberikan rasa hangat dan nyaman. Sebenarnya, membedong atau swaddling sudah dilakukan sejak lama oleh orangtua-orangtua kita dulu. Di banyak daerah di kawasan asia, membedong bayi baru lahir merupakan tradisi turun temurun, bahkan diselimuti hal-hal mistis seperti untuk melindungi bayi dari gangguan roh jahat. Saat ini, dunia kedokteran pun sudah membuktikan manfaat bedong bagi bayi.

Isu tersebut bukanlah sekedar isapan jempol. Ada banyak mitos seputar bedong yang kemudian menggiring para orangtua hingga membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam proses membedong. Salah satu yang paling sering didengar adalah bahwa membedong penting untuk meluruskan kaki bayi, sehingga saat ia besar nanti kakinya tidak bengkok. Padahal, kaki bengkok pada bayi baru lahir adalah wajar. Mengingat selama di dalam rahim, ia seringkali berada pada posisi meringkuk, terutama di bulan-bulan terakhir ketika ruang di dalam rahim tak lagi luas bagi tubuhnya yang kian membesar. Kaki yang bengkok ini perlahan-lahan akan lurus dengan sendirinya seiring ia bertambah dewasa.

Mitos tersebut akhirnya membuat bayi-bayi dibedong dengan sangat ketat hingga tak bisa bergerak. Padahal bedong yang terlalu ketat meningkatkan resiko SIDS atau Sudden Infant Death Syndrom pada bayi. Karena bedong yang terlalu ketat membuat proses bernapas bayi terganggu. Selain itu, perkembangan motorik bayi juga bisa terhambat mengingat ia terikat hingga tidak dapat bergerak. Membedong dengan memaksa kaki bayi lurus juga beresiko bayi menderita hip dysplasia atau keadaan di mana formasi soket panggul bayi tidak normal.

Namun, selama bedong bayi tidak mengikatnya dengan ketat, melainkan hanya membungkusnya agar hangat, bedong memiliki banyak manfaat.

Selain pelukan, bedong adalah ‘replika’ yang paling mampu memberikan suasana mirip dengan saat ia masih di dalam rahim ibu. Di bulan pertama kehadirannya di dunia, bayi masih butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, maka tak heran kalau bayi cenderung rewel. Dengan bedong, bayi mendapatkan perasaan hangat, terlindungi dan terdekap layaknya di dalam rahim ibu. Bedong juga membantu bayi agar tidak terganggu dengan startle/moro reflex nya sendiri (reflek menghentakkan seluruh badan seperti sedang kaget). Dengan bedong, bayi juga tidak dapat mencakar mukanya, sesuatu yang sering kali dilakukan bayi baru lahir karena belum mampu mengendalikan anggota tubuhnya. Karena itu bedong membantu bayi lebih tenang, lebih mudah tertidur, dan tidurnya pun menjadi lebih nyenyak.

Page 2: BAB I1 asdashfadsaosdjo

Tetapi perlu diingat, tidak semua bayi senang dibedong. Jika bayi Anda malah rewel ketika dibedong, jangan dipaksakan. Bedong bertujuan untuk memberi kenyamanan, jika bayi tidak merasa nyaman, maka bedong menjadi tidak perlu. Saat cuaca panas juga sangat tidak disarankan untuk membedong bayi. Keadaan overheat bagi bayi bisa mengganggu sistem pernapasannya.

Tak selamanya pula bayi butuh dibedong. Biasanya para orangtua berhenti membedong bayi di usia 1-2 bulan. Pada usia tersebut, bayi mulai banyak bergerak, dan bedong bisa menggangu gerakannya. Beberapa bayi juga mulai berguling ke samping di usia 2 bulan. Berguling dalam posisi masih dibedong akan sangat berbahaya bagi bayi.

Bayi yang sudah tidak mengalami startle/moro reflex juga sudah tak perlu dibedong. Itu menandakan bayi sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Penelitian juga menyebutkan bahwa membedong bayi di usia dua bulan ke atas tidak memberikan manfaat signifikan untuk meredakan tangisnya.

Tetapi, di sisi lain, ada beberapa bayi yang justru menjadi kecanduan bedong dan sulit tidur tanpa dibedong. Seiring usianya bertambah besar, longgarkan bedongnya, hingga perlahan-lahan benar-benar longgar dan bisa berhenti digunakan tanpa ia sadari.

Dewasa ini aspek tumbuh kembang pada anak adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang baik secara fisik maupun psikososial. Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menemukan apakah tumbuh kembang seseorang berjalan normal atau tidak. Baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal apabila diberikan lingkungan bio–fisiko-psikososial yang adekuat, namun sebagian besar masyarakat belum memahami hal ini terutama mereka yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah (Nursalam, 2005).

Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur tubuh. Perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan. Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (IDAI, 2002).

Pertumbuhan fisik dan pencapaian kemampuan terjadi dengan cepat selama tahun pertama. Perkembangan pada anak meliputi berbagai aspek yaitu perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan motorik. Perkembangan motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan ini dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus (Nelson, 1999).

Page 3: BAB I1 asdashfadsaosdjo

Perkembangan motorik pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah budaya. Budaya di Indonesia yang masih berkembang sampai saat ini adalah pemberian bedong pada bayi. Selama ini bedong sudah menjadi tradisi di masyarakat kita, khususnya di Jawa. Bedong sudah diberikan sejak bayi baru lahir, namun sampai saat ini manfaat bedong belum terbukti secara ilmiah. Saat masih janin, gerak nafas dominan berada didaerah perut dan setelah lahir gerak nafas dominan masih di perut. Lama–kelamaan gerak nafas dominan akan berada di rongga dada. Pemakaian bedong apalagi yang terlalu ketat akan membuat bayi tidak nyaman dalam bernafas (Junaidi, 2006).

Pemakaian bedong juga bisa menyebabkan peredaran darah terganggu karena kerja jantung dalam memompa darah menjadi lebih berat, sehingga bayi sering merasa sakit disekitar paru atau jalan nafas. Akibat penekanan pada tubuh, bedong juga dapat menghambat perkembangan motorik karena tangan dan kaki bayi tidak mendapat kesempatan untuk bergerak bebas (Fahima, 2004).

Fenomena di masyarakat terutama di desa–desa, pemberiaan bedong sering dikaitkan dengan pembentukan tangan dan kaki bayi. Menurut dokter spesialis tulang menyatakan bahwa secara ilmiah pemberian bedong tidak ada hubun gannya dengan pembentukan kaki. Sejak didalam kandungan, tidak ada ruangan cukup untuk bayi meluruskan kaki. Bentuk kaki bayi pada saat dikandungan dalam posisi tertekuk dan pada saat lahir, namun seiring dengan waktu petumbuhan dan perkembangannya akan menyesuaikan menjadi lurus (Mulyono, 2003).

Desa Jemowo termasuk salah satu desa yang padat penduduk di Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Desa ini terdiri dari 5000 penduduk dengan 995 kepala keluarga. Sepuluh persen dari jumlah penduduk adalah usia bayi dan balita yaitu sejumlah 500 jiwa. Hasil observasi peneliti hampir semua bayi di desa ini dibedong. Hasil wawancara peneliti dilapangan dengan beberapa ibu–ibu kader di Desa Jemowo menyatakan bahwa ada beberapa alasan ibu memberikan bedong pada bayinya. Alasan tersebut diantaranya adalah:

1) Untuk memberikan kehangatan sehingga bayi tidak mengalami hipotermi. 2) Agar bayi sedikit gerak dan tidak rewel sehingga akan tertidur pulasi.

3) Menurut tradisi dan kepercayaan yang sudah ada sejak dulu bahwa dengan dibedong dapat meluruskan tangan dan kaki sehingga kaki bayi tidak menjadi pengkor atau berbentuk huruf O atau X.

Hasil wawancara dengan ibu–ibu kader juga menyatakan bahwa bayi mulai dibedong sejak lahir hingga usia tertentu, setiap bayi tidak sama tetapi kebanyakan ibu–ibu membedong bayi dengan lama kurang lebih 3 bulan, yaitu hingga bayi usia 3 atau 4 bulan. Tiap hari bayi dibedong dengan pola, frekuensi dan durasi yang berbeda–beda pada setiap bayi, namun biasanya bayi dibedong menggunakan kain panjang dengan frekuensi 2-3x sehari dan lama masing–masing 1 jam atau lebih perhari. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan keinginan ibu. Melihat uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap

Page 4: BAB I1 asdashfadsaosdjo

perkembangan motorik bayi. Peneliti mengambil responden di Desa Jemowo, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali dengan alasan karena didukung dengan data yang ditemukan peneliti melalui observasi studi pendahuluan yaitu ditemukan bahwa sebagian besar bayi didesa ini diberikan bedong.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti merumuskan masalah “Apakah ada pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik pada bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui lama (dalam hari) pemberian bedong pada bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo.

b. Untuk mengetahui jenis kain bedong, frekuensi bedong dan durasi bedong pada bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo.

c. Untuk mengetahui perkembangan motorik bayi usia 4 bulan yang diberikan bedong.

d. mengetahui hubungan antara lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi usia 4 bulan

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat, terutama bagi Ibu–ibu di Desa Jemowo tentang pengaruh pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi usia 4 bulan.

2. Bagi Instituti Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan informasi yang tepat tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi, dan perlu atau tidaknya pemberian bedong terhadap bayi di masyarakat.

Page 5: BAB I1 asdashfadsaosdjo

3. Bagi Peneliti

a. Memberikan informasi yang berguna untuk penelitian lebih lanjut khususnya tentang bedong.

b. Merangsang peneliti untuk memperkaya wawasan dalam melaksanakan penelitian, mengadakan serta mengembangkan penelitian yang lebih luas di masa yang akan datang.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang bedong selama ini belum banyak dilakukan, sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang khusus membahas tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik pada bayi usia 4 bulan. Penelitian yang hampir sama atau berhubungan dengan judul penelitian di atas antara lain :

a. Husain (2000), meneliti tentang Pengaruh Gizi terhadap Kecerdasan serta Perkembangan Motorik Kasar pada Anak Usia 3–18 Bulan di Daerah Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gizi terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar pada anak usia 3–18 bulan di Daerah Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian secara cross sectional sedangkan tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Sasaran yang diteliti adalah usia 3–18 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar anak. Gizi yang cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan perkembangan motorik kasar anak, sedangkan gizi kurang dapat memperlambat kecerdasan dan perkembangan motorik kasar pada anak. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan terikat, tempat penelitian, populasi, sampel, sampling dan instrumen penelitian.

b. Herman (2005), dengan penelitian berjudul Hubungan Pola Makan Pendamping ASI dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak Motorik pada Bayi Usia 6–12 Bulan di Propinsi Bengkulu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pola makan pendamping ASI dengan pertumbuhan dan perkembangan gerak motorik pada bayi usia 6–12 bulan dengan rancangan penelitian kohort dan tehnik pengambilan sampel simple random sampling. Sasaran yang diteliti adalah usia 6–12 bulan di Propinsi Bengkulu. Variabel yang diteliti adalah pola makan pendamping ASI, pertumbuhan dan perkembangan gerak. Analisa data dengan Chi Square, anova regresi linier. Hasilnya tidak ada hubungan antara pola makan pendamping asi dengan pertumbuhan dan perkembangan motorik. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan terikat, rancangan penelitian, tempat penelitian, populasi, sampel, sampling dan instrumen penelitian.

c. Sumiyatun (2007) dengan penelitian berjudul hubungan antara pemberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan di Desa Pabelan ecamatan Kartasura. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara emberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-

Page 6: BAB I1 asdashfadsaosdjo

12 bulan, dengan jenis penelitian observasional, rancangan penelitian cross sectional, teknik sampling purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan terikat, tehnik sampling, populasi, sampel dan tempat penelitian

Page 7: BAB I1 asdashfadsaosdjo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Bayi

Bayi (infant) adalah individu dengan umur 0 sampai 11 bulan. Masa bayi ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa neonatal dan masa post neonatal. Masa neonatal adalah masa bayi yang dimulai dari umur 0 sampai 28 hari. Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ penting dalam tubuh. Masa neonatal dibagi lagi menjadi dua periode, yaitu masa neonatal dini dan masa neonatal lanjut. Masa neonatal dini dimulai dari umur 0 sampai 7 hari, sedangkan masa neonatal lanjut dimulai dari umur 8 sampai 28 hari. masa bayi yang kedua adalah masa post neonatal, yaitu masa bayi yang dimulai pada umur 29 hari sampai 11 bulan. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan yang berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi system syaraf (Departemen Kesehatan, 2009).

Bayi adalah individu yang lemah dan memerlukan proses adaptasi. Bayi harus dapat melakukan empat penyesuaian agar dapat tetap hidup, yaitu perubahan suhu, menghisap dan menelan, bernafas, dan pembuangan 12 kotoran. Kesulitan proses adaptasi akan menyebabkan bayi mengalami penurunan berat badan, keterlambatan perkembangan, perilaku yang tidak teratur bahkan bisa sampai meninggal dunia (Mansur, 2009). Selama dua tahun pertama kehidupan bayi, pertumbuhan fisiknya berlangsung sangat pesat. Kemudian selama tahun kedua, pertumbuhan fisiknya melambat, tetapi perkembangannya berlangsung cepat. Pada masa bayi terlihat gerakan-gerakan spontan yang disebut refleks. Refleks adalah gerakan-gerakan bayi yang bersifat tidak terkoordinasi dan spontan muncul sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu serta memberi bayi respon penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Selama bulan pertama kehidupannya, sebagian refleks menghilang dan menyatu dengan gerakan yang relatif disengaja. Pada saat bayi menguasai kemampuan tersebut, maka bayi sudah memiliki skill atau keterampilan. Refleks dan skill disebut juga sebagai kemampuan motorik (Mansur, 2009).

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan dapat disimpulkan, bayi adalah individu berusia 0 sampai 11 bulan yang masih lemah dan membutuhkan adaptasi yang baik serta masih bergantung kepada orang lain terutama ibunya untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Perkembangan Bayi

a. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah perubahan yang terjadi di dalam tubuh yang meliputi ukuran, jumlah, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun 13 individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (sentimeter, meter), umur tulang, dan keseimbangan

Page 8: BAB I1 asdashfadsaosdjo

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, seperti ukuran lingkar kepala, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, dll (Adriana, 2011). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan fungsi tubuh dari yang sederhana ke yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Di dalam perkembangan terdapat proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sehingga masing-masing dapat melakukan fungsinya. Perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu, seperti perkembangan emosi, intelektual, kemampuan motorik halus, motorik kasar, bahasa, dan personal sosial sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Adriana, 2011).

Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik kasar, perkembangan motorik halus, perkembangan personal sosial dan perkembangan bahasa (Hidayat, 2008).

1) Perkembangan motorik kasar

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan pergerakan dan sikap tubuh anak yang melibatkan penggunaan otot-otot besar. 14 Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat kepala. Pada usia 0-4 bulan, perkembangan motorik kasar dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke miring, dll. Pada usia 4-8 bulan, perkembangan motorik kasar dapat dilihat perubahan dalam aktivitas seperti posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya. Sudah mampu memalingkan kepala ke kanan dan ke kiri, membalikkan badan, serta duduk dengan bantuan dalam waktu singkat. Pada usia 8-11 bulan, perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, berdiri 2 detik, dan berdiri sendiri.

2) Perkembangan motorik halus

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi 15 memerlukan koordinasi yang cermat. Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan adanya kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons terhadap gerakan jari atau tangan.

Pada usia 0-4 bulan, bayi dapat memegang suatu obyek, mengikuti obyek dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, dan memegang benda dengan kedua tangan.

Page 9: BAB I1 asdashfadsaosdjo

Pada usia 4-8 bulan, bayi sudah mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang,mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, dan memindahkan obyek dari satu tangan ke tangan yang lain.

Pada usia 8-11 bulan, bayi mencari dan meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkan, mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari, serta membenturkannya.

3) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial).

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan personal sosial pada masa bayi dapat ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali seseorang. 16 Usia 0-4 bulan, diawali dengan mengamati tangannya, tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum, mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak fisik, serta terdiam bila ada wajah tak dikenal.

Usia 4-8 bulan, anak mulai merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing, mulai bermain dengan permainan, mudah frustasi, serta memukul lengan dan kaki bila kesal.

Usia 8-11 bulan, dimulai dengan kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, bermain dengan orang lain.

4) Bahasa

Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Perkembangan bahasa pada masa ini dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi terhadap suara atau bel.

Usia 0-4 bulan, dimulai dengan mengoceh spontan, bereaksi terhadap sumber suara, dan menirukan suara.

Usia 4-8 bulan, dimulai dengan mengeluarkan suara gembira bernada tinggi, dan mulai bersuara tanpa arti seperti mamamapapapa-dadada.

Usia 8-11 bulan, dimulai dengan mengulang/menirukan bunyi yang didengar, menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti, dan bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan. 17

b. Ciri-ciri dan prinsip tumbuh kembang anak

Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri dan prinsip. Ciri tumbuh kembang anak, antara lain;

1) Perkembangan menimbulkan perubahan yang saling melengkapi,

2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya,

3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda,

Page 10: BAB I1 asdashfadsaosdjo

4) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan,

5) Perkembangan mempunyai pola yang tetap,

6) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan (Departemen Kesehatan, 2009).

Selain itu prinsip-prinsip tumbuh kembang anak adalah perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar dan polaperkembangan dapat diramalkan (Departemen Kesehatan, 2009).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang

Tumbuh kembang juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum menurut Djitowiyono dan Kristiyanasari (2010) terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :

1) Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Termasuk faktor genetik antara lain adalah jenis kelamin dan ras. Faktor ini tidak dapat dirubah lagi. 18 Potensi genetik yang bermutu seharusnya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara optimal.

2) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan (faktor prenatal) dan faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (faktor postnatal). Faktor lingkungan prenatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain adalah gizi ibu pada waktu hamil, mekanis atau trauma pada saat ibu hamil, toksik atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, dan anoksia embrio. Faktor lingkungan yang lain yaitu faktor lingkungan postnatal. Lingkungan postnatal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi :

a) Kebudayaan, kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi tingkah laku, adat istiadat, dan kepercayaan tentang pola dan cara mengasuh anak 19

b) Nutrisi, dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah segi kuantitas dan kualitas. Kualitas makanan harus yang sesuai dengan kebutuhan tubuh seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Kebutuhan nutrisi pada anak tergantungpada jenis kelamin, tingkat pertumbuhan dan perkembangan akan umur dan tingkat aktivitasnya. Pada pertumbuhan awal pada prenatal dan infant, kebutuhan protein dan kalori perluditingkatkan, karena akibat dari kekurangan nutrisi akan terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak yang lambat.

Page 11: BAB I1 asdashfadsaosdjo

c) Penyimpangan dari keadaan sehat. Hal ini disebabkan adanya penyakit atau kecelakaan yang dapat menganggu tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.

d) Olahraga, olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktifitas fisiologis dan stimulasi perkembangan otot-otot.

e) Urutan posisi anak dalam keluarga. Urutan posisi anak dalam keluarga akan mempengaruhi sikap orang tua terhadap anak. Kelahiran anak pertama dalam keluarga merupakan pusat perhatian seluruh keluarga, sehingga semua kebutuhan terpenuhi baik fisik, emosi maupun sosialnya. Selanjutnya dengan kelahiran adiknya, keadaan ini akan mulai berkurang 20

f) Lingkungan internal.

1) Intelegensi, intelegensi mempunyai hubungan dengan beberapa tahap perkembangan fisik. Pada umumnya anak yang mempunyai intelegensi tinggi, fisiknya juga akan baik dan tingkat pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan anak yang intelegensinya kurang.

2) Hormon, ada 3 macam hormon yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: STH (hormon somatotropin), gonadotropin, dan estrogen.

3) Emosi, hubungan yang berarti dengan orang lain seperti ayah, ibu, sibling group, kelompok sebaya akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan emosi, sosial, dan intelektual anak.

g) Lingkungan eksternal, seperti stimulasi, motivasi, belajar, stress, sekolah dan guru akan memberikan pengaruh yang berarti terhadap perkembangan.

Page 12: BAB I1 asdashfadsaosdjo

2. Denong Bayi

            Pernahkah Anda melihat anak berjalan pincang, kaki terlihat lebih pendek pada satu sisi ?

jika melihat hal itu kemungkinan penyebabnya adalah terjadinya dislokasi (lepas sendi) panggul

atau gangguan  pertumbuhan sendi panggul developmental dysplasia of the hip (DDH), yang

merupakan varian lebih ringan dari dislokasi sendi panggul. Kelainan ini dapat terjadi karena

komponen sendi panggul yang terdiri dari kepala tulang paha (femur) dan bagian dari tulang

panggul, yaitu mangkuk asetabulum tidak berada pada posisi normal sehingga pertumbuhan

keduanya terganggu.

Sejatinya pertumbuhan kedua komponen ini saling mempengaruhi, bahkan boleh dibilang

keduanya tumbuh bersama-sama seprti kue yang mengembanng di dalam oven mengikuti

cetakannya, apabila posisinya berubah maka pertumbuhan masing-masing menjadi independent

tidak saling mempengaruhi sehingga bentuk kepala tulang paha dan asetabulum menjadi

abnormal (dysplasia) dan tidak cocok satu sama lain (dyskongruen) kepala tulang paha yang

seharusnya bulat menjadi oval dan rata, sedangkan mangkuk asetabulum yang seharusnya

memiliki kecekungan yang dalam menjadi dangkal atau bahkan mendatar. Akhirnya menjadi

gangguan sendi, panjang kaki berbeda antara yang normal antara sisi yang dyplasia dan berujung

pada cara jalan yang tidak normal. Angka kejadian DDH bervariasi tergantung pada lokasi

dimuka bumi ini. Menarik untuk melihat bahwa insiden DDH ditemukan jauh lebih tinggi pada

daerah dingin yang dekat dengan kutub, insiden juga jauh lebih tinggi pada bayi-bayi yang

dilahirkan pada musim dingin. Hal ini diyakini berhubungan dengan kebiasaan mengguanakan

pakaian hangat berlapis-lapis dan relatif ketat pada bayi tersebut. Walaupun di Indonesia berada

di daerah tropis yang hangat, tetapi tetap ada kebiasaan menggunakan pakaian yang hangat dan

relatif ketat yang disebut bedong. Yang lebih disebabkan kebiasaan dan kepercayaan. Alasannya

klasik agar tubuh anak dapat tumbuh lurus dan membuatnya nyaman.

Mengapa tidak boleh di bedong ?

            Posisi aman agar kepala femur tidak keluar dari mangkuk asetabulum adalah paha dibuka

lebar. Sebenarnya bayi akan mengambil posisi sendiri apabiala ia tidak dibedong secara ketat,

sedangkan bila anak dibedong maka sendi panggul menjadi lurus dan paha merapat. Hal itu

membuat kepala tulang paha mudah keluar dari mangkuk asetabulum maka atas sebab itulah

pembedongan ketat pada bayi sudah ditinggalkan karna terbukti dapat menimbulkan masalah

pada sendi panggul. Pada sebagian besar negara maju bahkan sudah dilakukan program skrining

nasional untuk deteksi dini DDH karena biaya yang harus dikeluarkan  untuk menangani DDH

ini  jauh lebih murah dibandingkan stadium lanjut apabila tidak ditangani dini pada saat pasien

mencapai usia produktif DDH akan menurunkan kualitas hidup secara signifikan karena

Page 13: BAB I1 asdashfadsaosdjo

mobilitas pasien akan sangat terganggu. Pada usia tua pasien akan mengalami proses degeneratif/

pengapuran leih awal sehingga sering membutuhkan tindakan operasi penggatian sendi.

Diagnosis Penyakit

Pada bayi baru lahir yang mengalami DDH akan terlihat tanda-tanda sebagai berikut :

1. Lipatan paha yang tidak simetris

2. Perbedaan panjang kaki

3. Terbatasnya ruang lingkup sendi panggul pada arah abduksi ( membuka paha)

Kelainan tersebut dapat dikonfirmasikan pada pemeriksaan yang lebih spesifik oleh dokter dan

pemeriksaan USG atau foto rongent tergantung pada usia sang anak. Pada anak yang berusia

lebih tua hanya terlihat tungkai yang lebih pendek dan cara berjalan yang tidak normal.

Penatalaksanaan dan Pengobatan DDH

            Penatalaksanaan DDH tergantung pada usia dan derajat dysplasia yang terjadi. Semakin

muda usianya, semakin mudah terapinya. Semakin kecil kemungkinan dilakukan tindakan

operatif, dan hasilnya jauh lebih optimal. Karena masalah pada DDH adalah mekanis, maka

terapinya tidak dapat dilakukan hanya dengan pemerian obat-obatan, harus dilakukan manipulasi

secara mekanis. Pada usia sebelum merangkak, penatalaksanaanya adalah dengan memakai falic

harness. Apabila bayi sudah mampu merangkak maka terapi terapi dengan falic harness menjadi

tidak efektif. Terapinya adalah dengan melakukan reposisi tertutup (mengembalikan posisi

kepala tulang femur kedalam mangkuk asetabulum dalam bius umum tanpa melakukan sayatan).

            Selanjutnya dipasangkan gip untuk mempertahankan posisinya untuk mengetahui apakah

sendi panggul sudah aman atau belum dilakukan evaluasi dengan arthrogram (foto rongent

dengan kontras). Apabila dari arthrogram diketahui reposisi tertutup gagal maka dilakukan

reposisi terbuka (reposisi dengan sayatan atau operasi) untuk menggemblikan posisi sendi

panggul, selnjutnya di pertahankan atau imobilotas gips dalam kurung waktu tertentu.

Jika derajat dsyplasianya tinggi, terjadi perubahan siknifikan. Pada bentuk kepala tulang femur

atau mangkuk asetabulum sehingga perlu dilakukan tindakan rekontruksi tulang. Tujuannya agar

kepala tulang femur dapat masuk kembali ke mangkuk asetabulum, sehingga posisinya stabil dan

kisaran gerak sendi menjadi optimal.

a. Pengertian bedong bayib. Manfaat bedong bayic. Cara bedong bayi

Page 14: BAB I1 asdashfadsaosdjo

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. (2011). Tumbuh kembang & terapi bermain pada anak. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika.

Aprilia, T. (2009). “Pengaruh pijat bayi terhadap lama tidur pada bayi usia 6-12

bulan di desa kalibagor kecamatan kalibagor kabupaten banyumas”.

[Skripsi]. Purwokerto: Jurusan Keperawatan UNSOED.

Bennet, F.C. & Guralnick, M.J. Effectiveness of developmental intervention in the

first five years of Live. Dalam : Blackman, J.A., penyunting.

Developmental and behavior : The very young child. Pediat Clin North

Am, 38, 1513-28. Dalam Soedjatmiko. (2006). Pentingnya stimulasi

dini untuk merangsang perkembangan bayi dan balita terutama pada

bayi resiko tinggi. Jakarta: Sari Pediatri, 8, 164-173.

BPS Jawa Tengah. (2012). Penduduk Jawa Tengah menurut kelompok umur &

jenis kelamin tahun 2011. Jawa Tengah: BPS Jawa Tengah

Departemen Kesehatan. (2007). PERMENKES RI Nomor

369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

. (2009). Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi

dan intervensi dini tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan

kesehatan dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Desmita. (2008). Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dewi, N.N., Soetjiningsih, & Prawirohartono, E.P. (2011). Effect of massage

stimulation on weight gain in full term infants. Paediatrica

Indonesiana, 51, 202-206.

Diego, M.A., Field, T.M., & Hernandez, R.M., (2007). Preterm infant massage

Page 15: BAB I1 asdashfadsaosdjo

elicits consistent increase in vagal activity and gastric motility that are

associated with greater weight gain. Acta Paediatr, 96, 1588-1591.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. (2011). Profil kesehatan Kabupaten

Banyumas 2011. Purwokerto: Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten

Banyumas.

Djitowiyono, S. & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan keperawatan neonatus dan

anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

Field, T.M., Schanberg, S.M., Scafidi, F., Bauer, C.R., Vega-Lahr, N., & Garcia,

R., et al. (1986). Tactile/kinesthetic stimulation effects on preterm

neonates. Pediatrics, 654-658

Guzzetta, A., Baldini, S., & Bancale, A. (2009). Massage Accelerates Brain

Development and Maturation of Visual Function. J Neurosci, 6042-

6051.

Halimah, A., Suharto, & Fajriah S.N. (2012). Pengaruh stimulasi bayi terhadap

perkembangan motorik kasar pada bayi usia 3-8 bulan. Jurnal Ilmiah.

Hammer, T.J., & Turner, P.h. (1990). Parenting in contemporary society. Edisi ke-

2. New Jersey: Prentice Hall. Dalam : Soedjatmiko. (2006). Pentingnya

stimulasi dini untuk merangsang perkembangan bayi dan balita

terutama pada bayi resiko tinggi. Jakarta: Sari Pediatri, 8, 164-173

Hidayat, A.A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan analisis data. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika.

.(2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan

kebidanan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Ho, Y.B., Lee, R.S.Y., Chow, C.B., & Pang, M.Y.C. (2010). Impact of massage

therapy on motor outcomes in very low birth weight infants :

Page 16: BAB I1 asdashfadsaosdjo

Randomized controlled pilot study. Pediatrics International, 379-385

Hurlock. (2002). Perkembangan anak. Edisi Keenam, Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Judarwanto, W. & Dewi, N. (2012).

Peranan gizi pada perkembangan motorik pada anak. Diakses dari http://childrenfootclinic.wordpress.com/2012/07/29/peranan-gizi-padaperkembangan-motorik-pada-anak/ diperoleh tanggal 7 Februari 2013 pukul 09.55.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pusdatin, data & informasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kulkarni, A., Kaushik, J.S., Gupta, P., Sharma, H., & Agrawal, R.K. (2010). Massage and touch therapy in neonates: the current evidence. Indian Pediatrics,47, 771-776

Mansur, H. (2009). Psikologi ibu dan anak untuk kebidanan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Notoatmodjo, N. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan, edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik edisi 4 volume 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Prasetyono. (2009). Teknik-teknik tepat memijat bayi sendiri. Yogyakarta: Penerbit DIVA Press.

Procianoy, R.S., Mendes, E.W., & Silveira, R.C. (2010). Massage Therapy Improves Neurodevelopment Outcome at Two Years Corrected Age For Very Low Birth Weight Infants. Early Hum Dev. 7-11

Puskesmas Baturaden II. (2012). Laporan F III bulan Januari tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Purwokerto: Puskesmas Baturaden II

Purwandari, H., Suryanto., & Mulyono, W.A. (2011). Model pemberdayaan berbasis keluarga untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi di Kabupaten Banyumas. Prosiding Seminar Nasional

Pengembangan Sumber Daya Pedesaan Berkelanjutan. Purwokerto: Pusat Penelitian Pangan Gizi dan Kesehatan UNSOED: hal.887-898

Roesli, U. (2001). Pedoman pijat bayi. Jakarta: Trubus Agriwidya. Saryono. (2011) Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT. Percetakan dan

Penerbitan Unsoed. Sleuwen, B.E., Engelberts, A.C., Boere-Boonekamp, M.M., Kuis, W., Schulpen, T.W.J.,

L’Hoir, M.P., et al. (2007). Swaddling: a systematic review. Pediatrics, 120, e1097-e1106. doi:10.1542/peds.2006-2083

Triandari, R.A. (2011). “Pengaruh pijat bayi terhadap kemampuan mengangkat kepala pada posisi tengkurap bayi usia 3-4 bulan”. [Skripsi]. Surakarta: Prodi Fisioterapi UMS.

Widodo, A., & Herawati, I. (2008). Efektifitas massage efflurage terhadap perkembangan gross motoric pada bayi usia 3-4 bulan. Jurnal Kesehatan, 1, 67-72. ISSN 1979-7621