BAB I1 Fentanyl

62
PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi. Dimana obat dibuat dalam berbagai bentuk sediaan, baik yang digunakan secara oral maupun topikal. Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat sehingga dapat mencapai efek terapi dalam lingkungan in vivo dimana pelepasan obat berlangsung (Lukman, 2011). Sediaan transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran obat dengan cara ditempel melalui kulit. Rute penghantaran obat secara transdermal merupakan rute pilihan alternatif untuk beberapa obat, karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat memberikan efek obat dalam jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan dosis konstan, cara penggunaan yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat (Khan, et al., 2012). Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat yang diinginkan dapat dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik

description

fentanyl patch

Transcript of BAB I1 Fentanyl

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi. Dimana obat dibuat dalam berbagai

bentuk sediaan, baik yang digunakan secara oral maupun topikal. Dalam sistem

penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah

bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk

mengoptimalkan penyampaian obat sehingga dapat mencapai efek terapi dalam

lingkungan in vivo dimana pelepasan obat berlangsung (Lukman, 2011).

Sediaan transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran

obat dengan cara ditempel melalui kulit. Rute penghantaran obat secara

transdermal merupakan rute pilihan alternatif untuk beberapa obat, karena

mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat memberikan efek obat dalam

jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan dosis konstan, cara penggunaan

yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat (Khan, et al., 2012).

Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat yang diinginkan dapat

dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik dari obat, dan target

penghantaran obat ke jaringan yang dikehendaki. Tujuan dari pemberian obat

secara transdermal adalah obat dapat berpenetrasi kejaringan kulit dan

memberikan efek terapeutik yang diharapkan (Barhate, et al., 2009)

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan fisiologi kulitKulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira

16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan

cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan

sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga

bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai

berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera

perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008).

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu

lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada

garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan

adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora,

Derrickson, 2009).

2.1.1.Struktur Kulit

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai

lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan

penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis). Sebagai

gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat

dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Skema bagian kulit

3

1. Kulit Ari (epidermis)

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik

untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada

bagian epidermis. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara

fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari

plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam

epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu:

a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis yang

paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam.

Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti,

tidak mengalami proses metabolism, tidak berwarna dan sangat sedikit

mengandung air.

b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak

tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan

tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma

sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat

dilewati sinar (tembus cahaya).

c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit

berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam

protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut.

d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri

atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-

jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling

berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi metaboli-

filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju

normal, tersusun menjadi beberapa baris.

e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan

lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)

dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel

torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya.

4

Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan

dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan

metabolism demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam

lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-

sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel

tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells,

melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

Gambar 2.2

Penampang lapisan epidermis

2. Kulit Jangat (Lapisan Dermis)

Lapisan dermis terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan

elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi

menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke

epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars

retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian

ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin

dan retikulin.

Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat

keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar palit atau kelenjar

5

minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak

rambut (muskulus arektor pili).

Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-

menerus membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang

menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai

permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut

kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit.

Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang

paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di

telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh

serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.

Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,

memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing

saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi

mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa

juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan

diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot

penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan

menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yang

menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk melumasi

permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui

muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat

yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit.

Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan

pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH sekitar

5,5. sawar asam merupakan penghalang alami yang efektif dalam

menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik

lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan nilai pH, perlu

terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai menghilang

oleh pemakaian kosmetika.

6

Selain pars papiler / lapisan papiler dan pars retikulare / lapisan

retikuler di dalam dermis terdapat dua macam kelenjar yaitu :

a. Kelenjar keringat,

Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet

yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit

membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan

kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan telapak

tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat

mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan

dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan

jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat

yaitu :

1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan

jernih, yaitu keringat yang mengandung 95 – 97 persen air dan

mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida,

granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolisma seluler.

Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak

tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di

seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat

dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat

ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara

langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.

2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak,

puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur

(anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna

keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar

ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan

bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada

saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak

terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari

7

kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh

dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.

b. Kelenjar palit,

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan

dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang

bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut

mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan

rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali

pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua

bagian tubuh terutama pada bagian muka.

Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu

kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel

rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit atau kelenjar sebasea

menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada

kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar

sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan

termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit

(sebasea) berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga

memudahkan timbulnya jerawat.

Gambar 2.3

8

Penampang Lapisan Dermis

3. Jaringan ikat bawah kulit (Lapisan Subkutis)

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan

ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel

bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang

bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan

yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut

panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini

terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal

tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen

dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat

sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang

terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di

subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas

mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di

pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah

berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat

saluran getah bening (Djuanda, 2003).

Gambar 2.4

Penampang Lapisan Subkutis

9

2.2.Api dan Eksipien seleksi dan analisis

2.2.1 Deskripsi Umum Fentanyl

Mengandung tidak kurang dari 99.0% dan tidak lebih dari 101.0%, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan.

Sinonim

N-Phenyl-N-[1-(2-phenylethyl)piperidin-4-yl]propanamide.

Pemerian

Bubuk putih atau hampir putih.

2.2.2 Sifat-sifat Fisikokimia

Struktur (Martindale, 2009).

Fentanyl C22H28N2O BM 336,5

Gambar 1. Struktur fentanyl

Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air; bebas larut dalam alkohol dan di metil alkohol.

(British Pharmacopoeia,2009).

Penyimpanan

Terlindung dari cahaya (Martindale, 2009)

3

2.3 Golongan Obat Berdasarkan Farmakoterapi

Fentanyl termasuk golongan obat analgesik narkotik. Analgetika

narkotika atau analgesik opioid yang digunakan dalam istilah farmakologi

merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium maupun

10

morfin, digunakan terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri

(Ganiswara,1995).

2.4 Indikasi dan Alasan

Fentanyl adalah opioid kuat yang dapat digunakan untuk pengobatan nyeri

kanker (

Berdasarkan laporan WHO, insidens kanker pada 2008 adalah sebesar

12.667.470 kasus baru, dan diperkirakan angka ini akan menjadi lebih dari 15 juta

pada tahun 2020. Selain risiko mortalitas, yang sering dikeluhkan pada penyakit

ini adalah nyeri. Berdasarkan suatu penelitian yang melihat derajat nyeri yang

dirasakan oleh pasien, disebutkan bahwa 1/3 pasien dengan kanker mengalami

nyeri dengan derajat sedang hingga berat. Secara umum, ada beberapa pengobatan

yang dapat diberikan untuk mengatasi nyeri, salah satunya adalah obat-obatan dari

golongan opioid. Berdasarkan data tahun 2007, di Amerika sebanyak 70% dari

seluruh pasien yang menderita nyeri ini memerlukan pengobatan opioid jangka

panjang. Fentanyl adalah opioid kuat yang dapat digunakan untuk pengobatan

nyeri kanker. Oleh karena itu, pembuatan patchfentanyl dirasa perlu.

2.5 Mekanisme Kerja Obat

Fentanil merupakan opioid sintetik yang agonis selektif yang bekerja

terutama pada reseptor μ dengan sedikit berpengaruh pada reseptor δ dan κ.

Fentanil merupakan opioid yang poten, mempunyai potensi analgesia 100-300

kali efek morfin. Bersifat lipofilik yang memungkinkan masuk ke struktur

susunan saraf pusat dengan cepat. Sistem transdermal menghantarkan fentanil,

dari reservoir dengan jumlah yang hampir konstan per unit waktu. Perbedaan

konsentrasi yang timbul antara larutan jenuh obat di dalam reservoir dan

konsentrasi yang rendah di dalam kulit mendorong pelepasan obat fentanil

bergerak ke arah konsentrasi yang lebih rendah dengan kecepatan yang

ditentukan oleh membran pelepas kopolimer dan difusi fentanil melalui

lapisan kulit. Meskipun kecepatan aktual penghantaran fentanil ke kulit

berbeda selama periode pemakaian 72 jam, tiap sistim dilabel dengan fluks

11

nominal yang mencerminkan jumlah rata-rata obat yang dihantarkan ke

sirkulasi sistemik melalui kulit

2.6 Farmakokinetik

Setelah penempelan sistim fentanyl patch, konsentrasi fentanil serum

akan meningkat mencapai 12-18 jam sampai tercapai tahap plateu. Bila sistim

ini dibiarkan tertinggal menempel, konsentrasi fentanil hanya akan meningkat

sedikit setelah 24 jam. Setelah pelepasan sistim, konsentrasi fentanil akan

menurun perlahan, dengan waktu paruh terminal mencapai 15-21 jam

2.7 Dosis dan Cara Pemberian

Pasien yang merokok > 10 rokok/hari dimulai dengan step 1 dosis 21

mg/hari, dilanjutkan step 2 dosis 14mg/hari, dan diakhiri step 3 dosis 7mg/hari.

Pasien yang merokok < 10 rokok/hari dimulai dengan step 2 dosis 14mg/hari, dan

diakhiri step 3 dosis 7mg/hari. Tempelkan patch yang baru setiap 24 jam pada

bagian kulit yang tidak berambut, bersih, dan kering pada bagian atas tubuh atau

bagian atas lengan (Lacy et. al., 2009).

2.8 Kontraindikasi

Penggunaan nicotine dikontraindikasikan pada:

a. Hipersensitivitas terhadap nicotine, karena dapat menyebabkan munculnya

reaksi hipersensitivitas.

b. Ibu hamil, karena nicotine dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya

keguguran, berat badan rendah pada bayi yang baru lahir dan peningkatan

mortalitas perinatal. Nicotinememiliki kategori D pada sediaan transdermal

untuk ibu hamil.

c. Ibu menyusui, karena nicotine terdistribusi dan terakumulasi ke ASI.

Nicotine dapat menyebabkan terjadinya mortalitas perinatal.

d. Pasien yang merokok setelah mengalami infark miokard, karena nicotine

mempengaruhi sistem cardiovaskular sehingga dapat memperparah

terjadinya infark.

12

e. Pasien bukan perokok, karena nicotineakan beredar di pembuluh darah dan

mempengaruhi sistem cardiovascular.

f. Pasien dengan aritmia yang mengancam jiwa atau angina pektoris yang

parah nicotine mempengaruhi sistem cardiovaskular dengan menyebabkan

denyut jantung tidak beraturan sehingga dapat memperparah aritmia dan

angina pektoris.

(Thomson, 2006; Lacy et. al., 2011).

2.9 Efek Samping dan Toksisitas

a. Efek samping yang dapat muncul selama penggunaan nicotine antara lain:

- Efek samping yang sering dijumpai : Sakit kepala (Sistem saraf

pusat);eritema, pruritus, rasa terbakar (Kulit); nafsu makan meningkat

(Saluran pencernaan).

- Efek samping yang jarang dijumpai :hipertensi, detak jantung cepat atau

tidak beraturan (Sistem cardiovaskular); reaksi hipersensitivitas;edema,

eritema, gatal, kemerahan dan urticaria (Kulit);diare, konstipasi, nyeri perut,

kembung, mual, muntah (Sistem pencernaan)

(Thomson, 2006).

b. Toksisitas dari penggunaan nicotine, dapat muncul pada dosis 40-60 mg

untuk orang dewasa dengan gejala:

- Efek awal mual, muntah, salivasi, nyeri perut, diare, kulit pucat, keringat

dingin, sakit kepala, pusing, gangguan pendengaran dan penglihatan, tremor,

bingung dan lemah.

- Efek akhir kelelahan ekstrim, pingsan, hipotensi, kesulitan bernafas, detak

jantung cepat dan lemah atau tidak beraturan, kejang dan meninggal karena

terjadi paralisis respiratori dan gagal jantung.

Penanganan yang dapat dilakukan bila terjadi toksisitas nicotinedalam

bentuk sediaan transdermal patchadalah:

- Untuk menurunkan absorpsi: lepaskan patch dari kulit, bilas permukaan

kulit dengan air dan keringkan. Jangan menggunakan sabun karena dapat

13

meningkatkan absorpsi nicotine. Jika patch tertelan, berikan karbon aktif.

Untuk pasien yang tidak sadar, saluran pernafasan harus diamankan terlebih

dahulu sebelum diberikan karbon aktif menggunakan tube nasogastrik.

Pengulangan dosis karbon aktif diberikan selama patch masih berada di

saluran pencernaan karena akan terus melepaskan nicotine.

- Untuk mempercepat eliminasi: larutan saline katartik dan sorbitol

ditambahkan pada dosis awal pemberian karbon aktif untuk mempercepat

eliminasi patch.

- Terapi supportive: berikan antikonvulsan seperti lorazepam atau barbiturat

untuk kejang, dan atropin untuk sekresi bronkial yang terlalu banyak dan

diare, terapi pendukung respiratori untuk gagal nafas, terapi cairan intensif

untuk hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. Vasopresor kemungkinan

digunakan untuk hipotensi bila tidak ada respon menggunakan atropin dan

cairan. Pasien yang dicurigai atau mengalami overdosis nicotine sebaiknya

berkonsultasi dengan psikiater.

(Thomson, 2006).

2.10 Interaksi Obat

Obat A Obat B Efek Penanganan Pustaka

Nicotine Propanolol Menurunkan

metabolisme sehingga

menyebabkan

peningkatan efek

terapeutik dari

propanolol

Diperlukan

penurunan

dosis

propanolol

Thomson,

2006

Nicotine Insulin Meningkatkan efek

terapeutik dari insulin

dengan cara

meningkatkan

absorpsi insulin

sehingga konsentrasi

insulin dalam plasma

Penurunan

dosis insulin

diperlukan

untuk pasien

diabetes

yang

menggunaka

Thomson,

2006

14

meningkat n insulin

yang tiba-

tiba berhenti

merokok

Nicotine Isoprotereno

l

Menurunkan efek

terapeutik karena

terjadi penurunan

jumlah katekolamin

disirkulasi

Diperlukan

peningkatan

dosis

isoproterenol

Thomson,

2006

Nicotine Prazosine Meningkatkan efek

terapeutik karena

terjadi penurunan

jumlah katekolamin

disirkulasi

Diperlukan

penurunan

dosis

prazosine

Thomson,

2006

15

3.1 Pengembangan Formula

Contoh Sediaan yang Beredar di Pasaran

Nama dagang Pabrik Bentuk

Sediaan

Kekuatan/

potensi

Watson patch 75 mcg/h

Janssen Jilag patch 25 mcg/hr

16

Ranbaxy Patch 12 mcg/h

3.1.1 Pra Formulasi Fentanyl

Pemerian

Bubuk putih atau hampir putih.

Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air; bebas larut dalam alkohol dan di metil alkohol.

(British Pharmacopoeia,2009).

Penyimpanan

Terlindung dari cahaya (Martindale, 2009)

Analisis Pemilihan Eksipien

a. Polyvinylpyrrolidone (PVP)

Rumus molekul PVP adalah (C6H9NO)n, sedangkan nama kimianya adalah

1-Ethenyl-2-pyrrolidinone homopolymer. Polimer PVP juga dikenal

dengan nama E1201; Kollidon; Plasdone; poly[1-(2-oxo-1-pyrrolidinyl)

ethylene]; polyvidone; povidone; povidonum; Povipharm; PVP; 1-vinyl-2-

pyrrolidinone polymer (Rowe et al., 2009).

17

Pemerian : Bentuk PVP adalah serbuk putih atau putih

kekuningan; berbau lemah atau tidak berbau;

higroskopik

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dan

dalam kloroformP, kelarutan tergantung dari

bobot molekul rata-rata; praktis tidak larut dalam

eter P (Depkes RI, 1979).

Titik lebur : Melunak pada 150 0 C

Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan Thimerosal karena dapat

membuat kompleks dengan PVP

Stabilitas : 150 0 C

Fungsi dan konsentrasi yang digunakan : Fungsi polimer ini adalah

sebagai penghancur; dissolution enhancer; suspending agent; pengikat

pada tablet, digunakan konsentrasi 10-25% sebagai polimer hidrofilik

(Rowe et al., 2009).

b. Etil Cellulose (EC)

Rumus molekul dari EC adalah C12H23O6(C12H22O5)nC12H23O5, sedangkan

nama kimianya adalah cellulose ethyl ether (Rowe et al., 2006). Polimer

ini juga dikenal dengan nama Aqua coat ECD, Aqualon; E462; Ethocel;

Surelease

Pemerian : Polimer EC berbentuk serbuk hablur, berwarna putih

kecoklatan, tidak berbau, tidak berasa, mudah

mengalir (free flowing)

Kelarutan : Polimer ini praktis tidak larut dalam gliserin,

propilenglikol dan air. Mengandung tidak kurang dari

46.5% etoxyl groups yang dapat larut dalam

kloroform, etanol 95%, etilasetat, metanoldan toluene

Titik lebur : 129-133

Inkompatibilitas : Polimer ini inkompatibel dengan wax (lilin ) paraffin

dan wax (lilin) mikrokristalin

18

Stabilitas : Cukup stabil

Wadah dan Penyimpanan

Etil selulosa disimpan dalam wadah kering, jauh dari panas, pada

temperature tidak lebih dari 320 C.

Fungsi dan konsentrasi yang digunakan sesuai fungsi tersebut :Fungsi

EC adalahsebagai coating agent, bahan pengikat, bahan pengisi, viscosity-

increasing agent. Sebagai sustained-release tablet coating digunakan

konsentrasi 3.0-20.0% sebagai polimer hidrofobik (Rowe et al., 2006).

c. Propilenglikol

Fungsi : plasticizer

Titik didih : 188°C

Kelarutan : Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%),

gliserin, dan air; larut 1/6 bagian dalam eter; tidak

larut dalam mineral oil, tetapi larut sebagian

dalam minyak essensial.

Inkompatibilitas : propilenglikol inkom dengan reagen pengoksidasi

seperti kalium permangat.

Wadah dan penyimpanan

Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk

dan kering.

(Rowe, 2009).

d. Etanol

Pemerian : Tidak berwarna, jernih, mudah menguap,

cairan mudah terbakar, higroskopis.

Fungsi : pelarut zat tambahan

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan dengan

metilen klorida

Wadah dan penyimpanan : terlindung dari cahaya

(British Pharmacopoeia, 2009).

19

Alasan Pemilihan eksipien:

1. Silica oil 360

Silica oil 360 sebagai semipermeable (release) membran dapat

digunakan karena tidak mengiritasi kulit dan tidak berinteraksi dengan

eksipien lain

2. Etil selulosa dan PVP K-30

Penggunaan polimer hidrofobik seperti etilselulose (EC)

menyebabkan terbentuknya barier sehingga bahan aktif terjebak dalam

sediaan yang mengakibatkan bahan aktif tidak mudah dilepaskan dari

basisnya sedangkan polimer hidrofilik seperti polivinilpirolidon (PVP)

menyebabkan terbentuknya pori-pori sehingga membantu pelepasan

bahan aktif dari basisnya sehingga perlu untuk mengkombinasikan

antara polimer hidrofobik dengan polimer hidrofilik dalam

perbandingan tertentu (Utami, 2006).

Penggunaan polimer hidrofilik seperti PVP akan menyebabkan

media disolusi mudah berpenetrasi kedalam matrix, sehingga terjadi

difusi bahan obat yang cepat.

3. Menthol

Salah satu enhancer yang di gunakan dalam sediaan transdermal

adalah menthol, dimana menthol merupakan golongan terpen.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Olivella (2007), yang

melakukan penelitian dengan menggunakan perbandingan enhancer

menthol dan dymethylformamide (DMF), menunjukan hasil bahwa

menthol meningkatkan permeasi quersetin 9 kali lebih tinggi dari DMF.

Secara umum, suatu enhancer bekerja dengan cara mengganggu stuktur

dari stratum korneum, berinteraksi dengan protein intraseluler dan

perbaikan partisi dari obat (Thakur et al, 2006).

4. Propilenglikol

Propilenglikol merupakan salah satu zat peningkat penetrasi.

Mekanisme propilenglikol yaitu meningkatkan kelarutan bahan obat

20

sehingga dapat meningkatkan difusi obat menembus membran sel dan

memberikan efek hidrasi pada kulit yaitu dengan melunakkan lapisan

keratin pada stratum korneum sehingga meningkatkan jumlah obat yang

pernetrasi lewat kulit (Wiliams et al, 2004).

5. Polietilen glikol

3

3.3 Formulasi, Metode dan Pembuaatan Sediaan

3.3.1 Formulasi

Bentuk zat aktif yang digunakan sebagai sediaan patch adalah

fentinyl .Fentinyl dibuat dalam bentuk patch, karena pada pemberian oral nicotine

mengalami First Past Effect sehingga bioavaibilitasnya kecil, melalui rute

pemberian secara transdermal dapat meningkatkan bioavaibilitas nicotine. BM

nicotine 162, 23 (Sweetman, 2009), obat yang memiliki BM < 500 lebih mudah

menembus stratum corneum. Koefisien partisi nicotine (log P =1.09) (Benfenati

et. al., 2003) berada pada rentang log P = 1-3., sehingga dapat diabsorpsi oleh

kulit yang memiliki membrane sel yang bersifat bilayer. Formulasi untuk

patchnicotinedengan ukuran 5 x 5 cm adalah :

Bahan Jumlah per patchFentinyl 14 mg

Etil selulosa 0.75%PVP 0.25%

Propilenglikol 3%Silica oil 360 2 %

30%Diklorometan 0.015 mlEtanol 95 % Add 100%

21

3.3.2 Metode dan pembuatan sediaan

Akan dibuat patch fentanyl dengan kekuatan sediaan 12 mg dan luas 5 x 5

cm. Pembuatan patch transdermal ini dilakukan dengan teknik pencetakan,

dimana digunakan sebuah cetakan yang dilapisi aluminium foil yang berfungsi

sebagai lapisan luar dari patch. Teknik pencetakan ini merupakan teknik yang

paling sederhana, menghasilkan patch yang rapat.

a. Perhitungan dan penimbangan:

Jumlah sediaan yang akan dibuat sebanyak 100 patchdengan berat 100 mg

dan luas permukaan 5 x 5 cm, maka bahan yang dibutuhkan :

Bahan Jumlah per patch Jumlah 100 patchNicotine 14 mg 1.4 kgHPMC 0.75 mg 7.5 kg

PVP 0.25 mg 2.5 kgPropilenglikol 3 mg 30 kg

Natrium Lauril Sulfat 2 mg 20 kgDibutil Phtalat 30 mg 300 kgDiklorometan 0.015 ml 1.5 mlEtanol 95 % Add 100 mg Add 10 kg

Konversi kelarutan polimer :

1. HPMC

HPMC dilarutkan dalam pelarut etanol : diklorometan dengan

perbandingan 50 : 50 (a) (Kelarutan : LARUT 10 – 30)

- HPMC 0.75% dari 100 mg = 0,75 mg

- Pelarut = 0.00075 g x 30 ml = 0.0225 ml

2. PVP

PVP dilarutkan dalam pelarut etanol (kelarutan1-10)

- PVP 0.25% dari 100 mg = 0.25 mg

- Pelarut = 0.00025 g x 10 ml = 0.0025 ml

b. Prosedur pembuatan:

- HPMC dilarutkan dalam pelarut etanol : diklorometan dengan perbandingan

50 : 50 (a)

- PVP dilarutkan dalam 0.0025 ml etanol (b)

22

- Campurkan (a) dan (b) kemudian dipanaskan sampai didapatkan campuran

yang jernih dan homogen menggunakan magnetic stirrer.

- Nicotine ditambahkan ke dalam campuran 1, diaduk menggunakan magnetic

stirrer hingga homogen (campuran 2).

- Ditambahkan propilenglikol dan natrium lauril sulfat ke dalam campuran 2.

- Ditambahkan dibutyl phthalate kedalam campuran 2

- Ditambahkan etanol 95 % dan diaduk menggunakan magnetic stirrer

sampai terbentuk campuran yang homogen.

- Campuran tersebut dituangkan ke dalam cetakan yang sudah dilapisi dengan

aluminium foil dan dibiarkan mengering pada suhu ruangan.

- Patch yang telah kering dikeluarkan dari cetakan.

- Patch yang dihasilkan dilakukan evaluasi dalam interval waktu tertentu.

- Setelah lulus evaluasi, sediaan patch dikemas dalam kemasan yang sesuai

dan diberi etiket.

3.4 In Process Control (IPC) dan Pengawasan Mutu Obat Jadi

3.4.1 In Process Control (IPC)

a. Organoleptis

Tujuan : menjamin bentuk, warna, dan bau produk ruahan baik

Prinsip : mengamati bentuk, warna, dan bau patch produk ruahan

b. Keseragaman Kadar

Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif.

Prinsip : Menetapkan kadar beberapa patch satu per satu

sesuai penetapan kadar.

Penafsiran Hasil : kandungan masing-masing patchtidak boleh

menyimpang dengan simpangan baku relatif 6%.

c. Keseragaman Tebal

Tujuan : Menjamin penampilan patch yang baik.

Prinsip : beberapa patch diukur ketebalannya dengan

menggunakan mikrometer pada 5 daerah yang

23

berbeda pada tiap patch dan dan dihitung bobot

rata-ratanya.

Penafsiran Hasil : tebal masing-masing patchtidak boleh

menyimpang dengan simpangan baku relatif 6%.

d. Keseragaman Bobot

Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif

Prinsip : Diambil beberapa patch secara acak lalu ditimbang

satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya.

Penafsiran Hasil : Berat masing-masing patchtidak boleh

menyimpang terlalu jauh dari berat rata-rata yang

tertera pada etiket dengan simpangan baku relatif

6%.

e. Integritas Penutup

Penutup sediaan transdermal perlu diuji untuk memastikan tekanan dari

dalam sediaan tidak mendorong penutup untuk terbuka dan mengakibatkan

kebocoran. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sejumlah produk

ruahan transdermal kemudian diamati secara visual adanya kebocoran.

Masing-masing sampel diletakkan pada permukaan yang datar dan keras

kemudian ditimpa dengan beban seberat 13,6 kg. Setelah 2 menit, sampel

diamati kebocorannya secara visual. Produk dikatakan gagal apabila jumlah

sampel yang bocor melebihi jumlah sampel yang tidak bocor (The United

State Pharmacopeial Convention, 2014)

3.4.2 Pengawasan Mutu Obat Jadi

a. Uji Keseragaman Berat Patch

Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif

Prinsip : Diambil beberapa patch secara acak lalu ditimbang

satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya.

Penafsiran Hasil : Berat masing-masing patchtidak boleh

menyimpang terlalu jauh dari berat rata-rata yang

24

tertera pada etiket dengan simpangan baku

relatif 6%.

b. Uji Keseragaman Tebal Patch

Tujuan : Menjamin penampilan patch yang baik.

Prinsip : beberapa patch diukur ketebalannya dengan

menggunakan mikrometer pada 5 daerah yang

berbeda pada tiap patch dan dan dihitung bobot

rata-ratanya.

Penafsiran Hasil : tebal masing-masing patchtidak boleh

menyimpang dengan simpangan baku relatif

6%.

c. Keseragaman Kandungan Patch

Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif.

Prinsip : Menetapkan kadar beberapa patch satu per satu

sesuai penetapan kadar.

Penafsiran Hasil : kandungan masing-masing patchtidak boleh

menyimpang dengan simpangan baku relatif

6%.

d. Peel Adhesion Test

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur gaya yang dibutuhkan untuk

melepaskan sediaan transdermal dari permukaan kulit. Produk jadi sediaan

transdermal diaplikasikan terhadap substrat pada waktu dan suhu tertentu.

Kemudian sediaan dilepas dari substrat menggunakan instrumen yang dapat

mengontrol sudut pelepasan (misalnya 90° atau 180°) dan kecepatan pelepasan

(misalnya 330 mm/menit). Gaya pelepasan dicatat. Prosedur ini diulang

menggunakan minimal 5 sampel (The United State Pharmacopeial Convention,

2014).

e. Moisture loss

Tujuan: Menjamin patch tidak kehilangan kelembapan

Prinsip: Menetapkan persentase berat pacth setelah disimpan didalam

desikator yang mengandung kalsium klorida anhidrat selama 3 hari.

25

f. Moisture absorption

Tujuan: Menjamin patch tidak menyerap uap air disekitarnya sehingga

tidak mempengaruhi kadar zat aktif.

Prinsip: Menetapkan berat 6 patch yang disimpan dalam desikator yang

berisi 100 mL larutan jenuh alumunium klorida setelah 3hari

penyimpanan.

g. Tensile strength

Tujuan: Menjamin ketahanan patch terhadap tarikan

Prinsip: tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai patch dapat tetap

bertahan sebelum putus

h. Uji permeasi kulit menggunakan hewan

Tujuan: Mengetahui laju permeasi nicotine

Prinsip: Menguji permeasi nicotine dari patch menggunakan suatu sel

difusi dengan cara mengukur konsentrasi nicotine dalam cairan penerima

pada selang waktu tertentu.

i. Uji Disolusi

Tujuan: Mengetahui laju difusi nicotine

Prinsip: Menguji difusi nicotine dari patch menggunakan membrane kulit

ular dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima

pada selang waktu tertentu.

j. Uji iritasi kulit

Tujuan: Menjamin patch tidak akan merusak kulit

Prinsip: Mengamati perubahan yang terjadi pada kulit yang ditempel patch

selama kurang lebih 7 hari.

Penafsiran Hasil: Tidak ada kulit yang mengalami eritema atau edema.

3.5 Pengemasan dan Penyimpanan Sediaan Akhir

Sediaan akhir dikemas menggunakan PVC (Polyvinyl chloride) yang

merupakan merupakan bahan kemas yang tahan terhadap udara dan bersifat

menghalangi uap air (Leonard, 1996).

Desain kemasan sekunder :

26

Untuk menjaga stabilitas, sediaan patch nicotine sebaiknya disimpan

dibawah suhu 25°C, terlidung dari cahaya dan kelembaban.

BAB IV

PENGUJIAN MUTU SERTA METODE ANALISIS

1.

4.1 Struktur Molekul dan Dasar Analisis Zat Aktif

Struktur molekul nicotine, yaitu :

Nama kimia : 3-[(2S)-1-Methyl–2–pyrrolidinyl]pyridineβ-pyridyl-alpha-N-methyl pyrrolidine

Bobot molekul : 162,23Rumus kimia : C10H14N2

(The United State Pharmacopeial Convention, 2006).

Dari struktur molekul tersebut, diketahui bahwa nicotine memiliki :

Gugus Fungsi Jenis IkatanMetil: CH3

Ikatan Kovalen:C=N,C-N,C-C,C=C,C-H

Piridin:

Pirolidin:

Pada gugus piridin terdapat ikatan rangkap terkonjugasi yang

menyebabkan senyawa ini dapat dianalisis menggunakan spektrofometeri UV-Vis

karena ikatan rangkap terkonjugasi merupakan kromofor yang mengabsorpsi sinar

pada daerah UV-Vis. Ikatan antar atom (pada senyawa nicotine berupa ikatan

kovalen), menyebabkan senyawa ini dapat dianalisis menggunakan

spektrofotometri IR. Kelarutan dan interaksinya dengan fase gerak maupun fase

28

diam, menyebabkan nicotine dapat dianalisis denganKromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT). Nicotine merupakan senyawa yang mudah menguap, sehingga

dapat pula dianalisis menggunakan GC.Secara volumetri nicotine dapat dianalisis

dengan menggunakan potensiometri karena bersifat basa lemah.

4.2 Metode Analisis Yang Diusulkan Untuk Pengujian Mutu Bahan Baku

(Zat Aktif Dan Eksipien), Ruahan, dan Obat Jadi

4.2.1 Pengujian Mutu Bahan Baku

a. Nicotine

1. Spektrofotometri UV

Pengujian dengan Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk analisis

kualitatif dan kuantitatif.Nicotine memiliki kromofor sehingga dapat

dianalisis dengan metode ini. Spektrum serapan UV zat aktif akan

menunjukkan maksimum dan minimum seperti pada spektrum baku

(kualitatif). Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan

kurva baku.

2. Spektrofotometri Infra Merah (IR)

Pengujian dengan Spektrofotometri IR dapat memberikan informasi

mengenai gugus fungsi yang ada pada senyawa, dan metode ini lebih

spesifik dalam mengidentifikasi senyawa dibandingkan dengan metode

lain karena adanya daerah sidik jari (dibandingkan terhadap standar).

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

KCKT memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi tinggi

yang menerapkan kemampuan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa

bertekanan tinggi dan detektor yang sensitif.

4. Volumetri

Nicotine dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode potensiometri

karena merupakan senyawa basa lemah.

4.2.2 Pengujian Mutu Produk Ruahan

29

Pengujian mutu produk ruahan dilakukan In Process Control (IPC) yang

mencakup:

1. Organoleptis

2. Keseragaman Kadar

3. Keseragaman Tebal

4. Keseragaman Bobot

5. Integritas Penutup

4.2.3 Pengujian Mutu Obat Jadi

Pengujian mutu sediaan transdermal meliputi:

1. Keseragaman Kadar

2. Keseragaman Tebal

3. Keseragaman Bobot

4. Peel Adhesion Test

5. Moisture Loss

6. Moisture Absorption

7. Tensile Strength

8. Uji Permeasi Kulit

9. Uji Disolusi

10. Uji Iritasi Kulit

4.3 Prosedur Analisis Bahan Baku, Bahan Ruahan, dan Obat Jadi

4.3.1 Prosedur Analisis Bahan Baku

a. Nicotine

1. Identifikasi dengan reaksi warna

Nicotine + sianogen bromide warna oranye (positif)

(Moffat et. al., 2005).

2. Spektrofotometri UV

Buat larutan 1mg/ mL nicotine dalam air. Ambil 1 mL dari larutan ini

dan masukkan ke labu ukur 50 mL, encerkan dengan HCl 0,1 N hingga

batas. Amati panjang gelombang maksimum dan absorbansinya

30

menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (The United State Pharmacopeial

Convention, 2006).

Dibuat kurva baku nicotine, kemudian tentukan persamaan garis y= a +

bx. Y merupakan absorbansi, x merupakan konsentrasi (kadar baku). Plot

absorbansi yang diperoleh dalam pengukuran sampel, hitung kadarnya

menggunakan persamaan garis tersebut.

Larutan baku:

Masukkan USP Nicotine bitartrate dehydrate RS yang ekivalen dengan

50mg nicotine ke dalam 25 mL corong pemisah. Tambahkan 5 mL

ammonium hidroksida 6 N, 3 mL natrium hidroksida 1 N, dan 20 mL n-

heksan. Kocok selama 5 menit, biarkan hingga terjadi dua fase, ambil

lapisan atas n-heksan dan masukkan ke dalam vial, evaporasi dengan aliran

gas nitrogen. Larutkan residu nicotine dalam air dengan konsentrasi 1

mg/mL. Encerkan 1 mL larutan ini dengan asam hidroksida 0,1 N hingga 50

mL. Untuk memperoleh kurva baku, dibuat larutan baku dengan berbagai

konsentrasi (The United State Pharmacopeial Convention, 2006).

3. Spektrofotometri Infra Merah (IR)

Dibuat pelat cakram dari zat aktif dengan KBr, kemudian dilewarkan

sinar IR melalui pelat tersebut, hasil spektrum yang diperoleh dibandingkan

terhadap standar.

Interpretasi hasil Spektrofotometri IR:

31

Bilangan gelombang

(cm-1)

Intensitas Bentuk puncak

Dugaan

712 Kuat Tajam N-H wagging810 Medium Tajam =C-H bending1022 Medium Tajam C-C1040 Medium Tajam C-N1310 Medium Tajam C=C1575 Kuat Tajam C=N

(Moffat et. al., 2005).

4.3.2 Prosedur Analisis Produk Ruahan

1. Organoleptis

Pengujian organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dari patch dan

kebocorannya. Sejumlah produk ruahan transdermal diamati kebocorannya.

Apabila terdapat kebocoran maka produk dikatakan gagal (The United State

Pharmacopeial Convention, 2014).

2. Integritas Penutup

Penutup sediaan transdermal perlu diuji untuk memastikan tekanan dari

dalam sediaan tidak mendorong penutup untuk terbuka dan mengakibatkan

kebocoran. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sejumlah produk

ruahan transdermal kemudian diamati secara visual adanya kebocoran.

Masing-masing sampel diletakkan pada permukaan yang datar dan keras

kemudian ditimpa dengan beban seberat 13,6 kg. Setelah 2 menit, sampel

diamati kebocorannya secara visual. Produk dikatakan gagal apabila jumlah

sampel yang bocor melebihi jumlah sampel yang tidak bocor (The United

State Pharmacopeial Convention, 2014)

4.3.3 Prosedur Analisis Obat Jadi

1. Keseragaman Kadar

Pengujian kadar dilakukan menggunakan spektrofotometri UV dan KCKT

dengan prosedur sebagai berikut:

a. Spektrofotometri UV

32

Ambil 1 mL dari larutan hasil usapan dan masukkan ke labu ukur 50

mL, encerkan dengan HCl 0,1 N hingga batas. Amati panjang gelombang

maksimum dan absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

(The United State Pharmacopeial Convention, 2006).

Dibuat kurva baku nicotine, kemudian tentukan persamaan garis y= a

+ bx. Y merupakan absorbansi, x merupakan konsentrasi (kadar baku).

Plot absorbansi yang diperoleh dalam pengukuran sampel, hitung

kadarnya menggunakan persamaan garis tersebut.

Masukkan USP Nicotine bitartrate dehydrate RS yang ekivalen dengan

50mg nicotine ke dalam 25 mL corong pemisah. Tambahkan 5 mL

ammonium hidroksida 6 N, 3 mL natrium hidroksida 1 N, dan 20 mL n-

heksan. Kocok selama 5 menit, biarkan hingga terjadi dua fase, ambil

lapisan atas n-heksan dan masukkan ke dalam vial, evaporasi dengan

aliran gas nitrogen. Larutkan residu nicotine dalam air dengan konsentrasi

1 mg/mL. Encerkan 1 mL larutan ini dengan asam hidroksida 0,1 N hingga

50 mL. Untuk memperoleh kurva baku, dibuat larutan baku dengan

berbagai konsentrasi (The United State Pharmacopeial Convention, 2006).

b. KCKT

Larutan uji :Larutkan 20 mg senyawa dalam 25 mL fase gerak

Larutan referen : a). Larutkan 4 mg nicotine ditartrate CRS dan 2

mg myosmine R dalam fase gerak dan encerkan

dengan 50 mL fase gerak, b). Encerkan 0,4 mL

larutan uji dengan 100 mL fase gerak.

Fase gerak : Larutkan 2,31 g sodium dodecyl sulphate R dalam

campuran 250 ml acetonitrile R dan 750 ml larutan

yang mengandung 13.6 g/l potassium dihydrogen

phosphate R, gunakan buffer untuk menstabilkan

pH 4.5 dengan buffer sodium hydroxide R atau

phosphoric acid

33

Fase diam :Kolom stainless steel dengan panjang 0.10 m dan

internal diameter 8 mm, dipak dengan octadecylsilyl

silica gel for chromatography R (4 μm)

Kecepatan alir : 1,5 mL/menit

Detektor : spektrofotomer UV 245 nm

Waktu retensi : 13 menit

(British Pharmacopoeia, 2009).

Syarat keseragaman kadar pada sediaan transdermal yaitu bila rata-rata

dari 10 unit dosis berada di antara 90% - 110% dari kadar total yang

tertera pada kemasan atau jika masing-masing unit dosis berada di antara

75% - 125% dari kadar rata-rata (European Pharmacopoeia, 2005).

2. Keseragaman Tebal

Pengujian ini untuk menjamin penampilan patch yang baik. Prinsipnya

yaitu beberapa patch diukur ketebalannya dengan menggunakan mikrometer

pada 5 daerah yang berbeda pada tiap patch dan dan dihitung bobot rata-

ratanya. Tebal masing-masing patch tidak boleh menyimpang dengan

simpangan baku relatif 6%.

3. Keseragaman Bobot

Pengujian ini untuk menjamin keseragaman kandungan zat aktif. Diambil

beberapa patch secara acak lalu ditimbang satu per satu dan dihitung bobot

rata-ratanya. Berat masing-masing patch tidak boleh menyimpang terlalu jauh

dari berat rata-rata yang tertera pada etiket dengan simpangan baku relatif

6%.

4. Peel Adhesion Test

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur gaya yang dibutuhkan untuk

melepaskan sediaan transdermal dari permukaan kulit. Produk jadi sediaan

transdermal diaplikasikan terhadap substrat pada waktu dan suhu tertentu.

Kemudian sediaan dilepas dari substrat menggunakan instrumen yang dapat

34

mengontrol sudut pelepasan (misalnya 90° atau 180°) dan kecepatan

pelepasan (misalnya 330 mm/menit). Gaya pelepasan dicatat. Prosedur ini

diulang menggunakan minimal 5 sampel (The United State Pharmacopeial

Convention, 2014).

5. Moisture Loss

Pengujian ini dilakukan untuk menjamin patch tidak kehilangan

kelembapan. Prinsipnya dengan menetapkan persentase berat patch setelah

disimpan didalam desikator yang mengandung kalsium klorida anhidrat

dengan suhu 40°C selama 1 hari atau lebih hingga menunjukkan hasil yang

stabil (Aqil, et al., 2008).

6. Moisture Absorption

Pengujian ini untuk menjamin patch tidak menyerap uap air disekitarnya

sehingga tidak mempengaruhi kadar zat aktif. Prinsipnya dengan menetapkan

berat 6 patch yang disimpan dalam desikator yang berisi 100 mL larutan jenuh

alumunium klorida dengan suhu 34 °C dan kelembapan 75% setelah 3 hari

penyimpanan (Das, et al., 2006).

7. Tensile Strength

Pengujian ini untuk menjamin ketahanan patch terhadap tarikan.

Prinsipnya dengan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai patch dapat

tetap bertahan sebelum putus (Prabhakara, et al., 2010)

8. Uji Permeasi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju permeasi nicotine

denganmenggunakan suatu sel difusi dengan cara mengukur konsentrasi

nicotine dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.Uji permeasi

dilakukan dengan menggunakan metode sel difusi Franz. Susunan alat difusi

yang digunakan terdiri dari waterbath shaker, gelas kimia, pompa pengatur

kecepatan alir, sel difusi dan selang berdiameter 5 mm. Sediaan patch yang

telah dipotong sebesar 2x2 cm ditempelkan pada pemukaan atas membran.

Bagian reseptor terdiri dari gelas kimia yang diisi dengan dapar fosfat pH 6,4

dan diletakkan di atas waterbath shaker dengan pengaturan suhu dijaga agar

35

suhu tetap pada 37oC. Pada saat pengambilan sampel, sampel diambil

sebanyak 5 ml kemudian reseptor langsung diisi kembali menggunakan dapar

fosfat pH 6,4 dengan volume yang sama. Seluruh sampel ditentukan

konsentrasinya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang

259 nm (Duraivel, et.al., 2014).

9. Uji Disolusi

Pengujian ini untuk mengetahui kelarutan zat aktif di dalam cairan tubuh.

Metode yang digunakan yaitu Rotating Cylinder Method. Prosedurnya yaitu

dengan menempatkan medium pada tabung alat disolusi. Lepaskan permukaan

patch minimal 1 cm lebih besar pada seluruh sisi. Letakkan patch pada

permukaan yang bersih dengan membran yang kontak langsung dengan

permukaan. Aplikasikan bagian yang ada perekatnya pada batas membran.

Dengan menggunakan tekanan yang rendah, aplikasikan bagian yang tidak

lengket dari patch ke silinder, sehingga permukaan yang rilis kontak langsung

dengan media disolusi. Setiap 15 menit dilakukan pengujian kadar dengan

spektrofotometri UV. Jumlah kadar zat aktif yang rilis dari patch

mengekspresikan jumlah per luas permukaan per satuan waktu (European

Pharmacopoeia, 2005).

10. Uji Iritasi Kulit

Pengujian iritasi pada kulit dapat dilakukan dengan metode penilaian atau

scoring. Penilaian iritasi yaitu dari 0 sampai 4 berdasarkan tingkat keparahan

dari terbentuknya eritem atau edema. Tingkat keamanan patch menurun

dengan peningkatan nilai iritasi (Jayaprakash, et al., 2010).

4.4 Pengujian Stabilitas Obat Jadi

Berdasarkan CPOB 2012, uji stabilitas merupakan serangkaian uji yang

didesain untuk mendapatkan jaminan stabilitas suatu produk. Pengujian stabilitas

memungkinkan ditetapkannya cara penyimpanan yang direkomendasikan, periode

uji ulang, dan masa edar bahan baku aktif atau produk. Uji stabilitas dapat

36

dilakukan dengan cara pengujian jangka panjang dan pengujian dipercepat,

dengan kondisi sebagai berikut :

Jenis Uji Kondisi penyimpanan

Frekuensi Pengujian

Jumlah Batch

Jangka panjang /Real Time

30˚C + 2˚C / 75% RH + 5% RH

0, 3, 6, 9, 12, 18, 24 bulan dan setiap tahun untuk mengetahui shelf-life

Minimal 3

Dipercepat 40˚C + 2˚C / 75% RH + 5% RH

0, 3, 6 bulan Minimal 3

(ASEAN, 2005).

BAB V

REGULASI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

5.1 Registrasi Obat Jadi

Dasar hukum registrasi obat jadi, yaitu:

a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008

tentang Registrasi Obat.

Registrasi obat jadi dibagi atas tiga kelompok, yaitu:

1. Obat baru : - zat berkhasiat baru

- Indikasi baru

- bentuk sediaan / cara pemberian baru

2. Produk biologi

3. Obat copy, yaitu obat yang berkhasiat sama dengan obat yang sudah

terdaftar

Prosedur pendaftaran obat jadi dibagi menjadi dua tahapan, yaitu:

a. Pra registerasi

Untuk pertimbangan jalur evaluasi dan kelengkapan dokumen registrasi:

Obat baru (Jalur I: 100HK, Jalur II: 150HK, Jalur III: 300HK)

Obat Copy (Jalur I: 100HK, Jalur II: 80HK, Jalur III: 150HK)

b. Registrasi

Penyerahan dokumen registrasi dengan persyaratan sebagai berikut:

i. Mengisi form permintaan disket, sesuai hasil pra registrasi atau surat

permohonan.

ii. Membayar biaya evaluasi.

iii. Mengisi disket.

iv. Menyerahkan berkas lengkap sesuai tujuan registrasi.

Pihak yang mengajukan pendaftaran obat jadi diantaranya adalah:

i. Industri farmasi, untuk dapat jadi lokal dan kontrak, obat jadi lisensi,

dan obat jadi impor.

ii. Pedagang besar farmasi (PBF) untuk obat jadi impor.

38

Data administrasi yang dibutuhkan untuk administrasi pendaftaran obat:

i. Produksi dalam negeri :

Fotokopi izin industri farmasi.; Fotokopi sertifikat CPOB.

ii. Kontrak :

Fotokopi izin industri farmasi pendaftar dan penerima kontrak;

Fotokopi perjanjian kontrak; Fotokpi sertifikat CPOB penerima

kontrak dan pendaftar

iii. Lisensi :

Persyaratan sama dengan produksi dalam negeri; Perjanjian lisensi

iv. Impor :

Fotokopi izin industri farmasi /PBF; surat penunjukan dari pemilik

produk di luar negeri; Certificate of Pharmaceutical Product / Free

sale certificate (asli) dari negara produsen; Site master file (untuk

produsen yang produknya belum mempunyai izin edar di Indonesia

atau dengan kondisi tertentu).

(BPOM, 2011)

b. Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun

2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Pada Pasal 22 tentang tata laksana registrasi obat dinyatakan bahwa

registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi.Permohonan pra-registrasi

dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan

dilampiri dengan dokumen pra-registrasi atau dokumen registrasi. Dokumen

registrasi disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier

(ACTD).Permohonan diajukan dengan mengisi formulir sesuai contoh pada

Lampiran I pada Peraturan ini.Petunjuk pengisian formulir tercantum pada

Lampiran II pada Peraturan ini.Permohonan pra-registrasi dan registrasi dikenai

biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.Permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan

secara elektronik.

39

Nomor izin edar sediaan patchnicotine adalah DKL1507300555A1

Keterangan :

D = obat dengan nama dagang

K = golongan obat keras

L = produksi dalam negeri (lokal)

15 = tahun pendaftaran obat jadi (15=2015)

073 = nomor urut pabrik di Indonesia

005 = nomor urut obat jadi yang disetujui oleh pabrik

55 = nomor urut sediaan (patch)

A = kekuatan obat jadi (A = pertama di setujui,B = kedua, C = ketiga)

1 = kemasan utama untuk nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat jadi

(2 = kemasan yang kedua, 3 = kemasan yang ketiga)

5.2 Penandaan Sesuai Undang-Undang

Patch nicotine digolongkan ke dalam golongan obat keras. Oleh karena itu,

ketentuan penandaan pada kemasan berpedoman pada SK Menkes No. 193/Kab/B

VII/71 tanggal 21 Agustus 1971 tentang Peraturan Pembungkusan dan Penandaan

Obat, SK Menkes RI No. 02396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras

Daftar G, dan Surat Edaran Dirjen POM No. 4266/AA/II/86 tanggal 26 Agustus

1986 tentang Tanda Khusus Obat keras G. Penandaan pada kemasan, leaflet, atau

brosur harus sama atau mendekati contoh tanda khusus di bawah ini:

Disertai dengan kalimat:

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

40

Menurut keputusan kepala badan pengawas obat dan makanan RI Namun

HK.03.1.23.10.11.08481tentang kriteria dan tata laksana registerasi obat,

informasi minimal yang harus dicantumkan pada rancangan kemasan adalah:

1. Brosur

a. Nama Obat

b. Bentuk Sediaan

c. Besar kemasan (unit)

d. Nama dan kekuatan zat aktif

e. Nama dan alamat pendaftar

f. Nama dan alamat produsen

g. Nama dan alamat pemberi lisensi

h. Cara pemberian

i. Nomor izin edar

j. Nomor bets

k. Tanggal produksi

l. Batas kadaluarsa

m. Indikasi

n. Posologi

o. Kontraindikasi

p. Efek samping

q. Interaksi obat

r. Peringatan-perhatian

s. Peringatan khusus, Misalnya :

i. “Harus dengan resep dokter”

ii. “Tanda peringatan (P.No.1 – P.No. 6)

iii. Kotak peringatan

iv. “Bersumber babi/bersinggungan”

v. Kandungan alkohol

t. Cara penyimpanan obat (termasuk cara penyimpanan setelat rekonstitusi)

41

u. Penandaan khusus, misalnya:

i. Harga everan tertinggi

ii. Logo golongan obat (obat keras/bebas terbatas/bebas)

iii. Logo generik (khusus untuk obat generik)

5.3 Distribusi Obat Jadi

Pendistribusian obat diatur dalam Cara Distribusi Obat yang Baik

(CDOB).Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.3.2522

tahun 2003 tentang penerapan pedoman cara distribusi obat yang baik, dijelaskan

bahwa distribusi obat yang baik adalah terselenggaranya suatu sistem jaminan

kualitas oleh distributor, yaitu:

a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh

yang dibutuhkan pada saat diperlukan

b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai

kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat

dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan

c. Menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke tangan

konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai

tujuan penggunaan

d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan

termasuk selama transportasi

Distribusi obat dimulai pada saat obat selesai diproduksi oleh industri hingga

sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah (pasien). Alur distribusi obat:

Industri Farmasi (Produsen) Pedagang Besar Farmasi

Sarana Distribusi Obat Jadi lain (Apotek, Rumah Sakit, Toko obat,

dll)Konsumen

42

BAB VI

INFORMASI OBAT JADI

6.

6.1 Informasi Obat Jadi

Informasi yang perlu disampaikan pada pasien antara lain:

a. Tempelkan patch yang baru setiap 24 jam pada bagian atas tubuh atau bagian lengan

atas yang kering, bersih, dan tidak berambut

b. Jangan mengonsumsi rokok selama menjalani terapi penggantian nicotine

c. Konsultasi lebih lanjut dengan dokter bila pasien sedang mengonsumsi obat lain

d. Patch ini merupakan step 2 terapi pengganti nicotine yang digunakan bagi pasien yang

merokok < 10 rokok/hari