Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika
-
Upload
stikes-satria-bhakti-nganjuk-yulia-pratika -
Category
Spiritual
-
view
70 -
download
0
Transcript of Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika
Kaulah Surga Bunda
Rintik hujan perlahan menyentuh lembut rumput hijau yang tumbuh liar di halaman
rumah tua berdinding putih kusam. Meski waktu telah hampir siang, matahari masih nampak
enggan menunjukkan terang sinarnya di sebuah perkampungan yang terletak di kaki gunung
itu. Justru mendung nampak menggantung dan gerimis menjelma menjadi hujan yang cukup
lebat.
Sebuah mobil hitam memasuki halaman rumah tua itu, nampak seorang laki-laki
keluar sambil membawa payung tergopoh membukakan pintu seorang wanita cantik
berkerudung putih yang perutnya nampak membuncit, dengan penuh kasih dan perhatian
laki-laki itu memayungi dan membopong sang wanita masuk kedalam rumah.
“Bunda nggak apa-apa kan tinggal disini? Maaf ya kalo ternyata rumahnya jelek”
“Bagus kok yah rumahnya, bunda suka” jawab perempuan itu dengan lembut dan
melemparkan seulas senyum kepada suaminya.
“Disini nanti kita membesarkan anak-anak kita” tambahnya lagi sambil mengusap
perutnya yang semakin hari semakin membesar.
Matahari yang malas muncul hari itu membuat malam menyelimuti langit lebih
cepat dan menyisakan kelembapan yang membeku disertai tiupan angin yang dinginnya
bahkan menusuk hingga ke tulang.
“Bunda nggak tidur?” suara berat yang serak memecah keheningan yang dingin di
dalam kamar.
“Bunda nggak bisa tidur yah, maafin bunda ya kalo udah bikin ayah bangun.. ayah
tidur lagi aja” jawab sang istri yang sedari tadi gelisah dan tak mampu memejamkan matanya
meski tubuhnya telah lelah dan ingin diistirahatkan.
“Bunda mikirin apa?” tanya sang suami, namun tiba-tiba saja sang istri justru
pingsan sebelum menjawab pertanyaan suaminya.
“Bunda? Aliya ? Bangun?!” Dengan kebingungan dan panik laki-laki itu berusaha
membangunkan istrinya namun sang istri tak juga bangun. Segera ia menggendong istrinya
ke mobil dan langsung melesat ke rumah sakit, menembus gelapnya malam yang dingin.
“Pak apakah anda suaminya?, anda harus menandatangani surat ini untuk
persetujuan operasi caesar karena nyonya Aliya tidak sadarkan diri sedangkan bayi di dalam
kandungannya harus segera diselamatkan” kata seorang suster sambil menyerahkan secarik
kertas dan pena.
“Iya, saya Hasan.. suaminya Aliya. Tolong lakukan yang terbaik untuk mereka”
jawabnya dipenuhi rasa cemas dan khawatir.
“Jangan yah.. Bunda nggak mau caesar, Insya’Alloh bunda mau ngelahirin anak kita
sendiri, jangan caesar yah” kata Aliya yang terbangun dari pingsannya sambil memohon pada
suaminya.
“Apa anda yakin” tanya dokter, sedangkan Alya menjawabnya dengan anggukan dan
senyuman kecil.
“Apa nggak bahaya dok?” tanya sang suami yang masih takut akan keselamatan
sang istri dan calon bayinya.
“Kami akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menentukan
bagaimana proses kelahirannya”
“Tekanan darah dan jantung ibu stabil dok” lapor suster yang melakukan
pemeriksaan.
“Baiklah, kalau begitu.. kami akan melakukan proses persalinan secara normal” jelas
dokter
“dok saya disini menemani istri saya ya?” tanya Hasan lalu menggenggam erat
tangan istrinya.
“Bu, kita mulai ya... perlahan tarik nafas dan hembuskan” perintah dokter yang
kemudian langsung dituruti oleh Alya.
Bulir bulir peluh membasahi tubuh Alya, seluruh kekuatan ia coba kerahkan untuk
melahirkan jiwa suci yang nanti akan menyejukkan kehidupannya dari dahaga, seorang bayi
kecil yang akan meramaikan hari-harinya.
“Sedikit lagi bu Alya, lebih kuat... ayo!” perintah dokter
“Hhh.. Hhh.. ALLOOHU AKBARR!!” dengan sekuat daya Alya mengejan
Suara tangisan bayi menggema memenuhi ruangan, bulir bening perlahan jatuh dari
kelopak mata Alya saat tahu bahwa akhirnya ia berhasil membawa malaikat kecilnya melihat
dunia. Namun tiba-tiba sesak menyumbat dadanya, cahaya yang dilihatnya perlahan
memudar dan gelap.
Alya terbangun di sebuah tempat indah yang belum pernah ia lihat sebelumnya, dari
kejauhan nampak ia lihat segerombolan orang orang muda yang sangat bahagia melambaikan
tangan padanya.
“Kemarilah.. ini janji Tuhan padamu karena kematian syahidmu”
“Syahid?”
“Kau telah berjuang Alya”
“Tidak, aku ingin membesarkan anakku.. melihatnya bahagia, tidak... !!”
“Apa kau lebih memilih bersama bayimu dari pada bahagia disini padahal Tuhan
telah menjanjikan surga atas syahidmu, apa kau tahu bahwa merawat bayi itu tidaklah mudah,
bahkan akan sangat merepotkanmu.. kau telah berada pada tempat yang baik ”
“Aku seorang ibu, anakkulah surgaku... aku ingin merawatnya dan memastikan dia
bahagia dan baik-baik saja”
Tiba-tiba hangat menyelimuti tubuh Alya, cahaya menyilaukan menembus matanya.
Perlahan Alya mencoba membuka kembali kedua matanya, ia melihat sosok suaminya yang
terus mengenggam erat tangannya sambil bercucuran air mata.
“Alhamdulillah, dia kembali” kata dokter yang berdiri di samping ranjang Alya
sambil meletakkan alat pacu jantung yang tadi ia gunakan untuk berusaha menyelamatkan
Alya yang jantungnya berhenti selama hampir 5 menit. Alya mendengar lirih suara tangis
bayinya, air mata kembali luruh dari kelopak matanya. Ia telah menentukan piihan.. untuk
menjadi Ibu bagi anaknya dari pada syahid, karena seorang anak adalah surga bagi ibu yang
telah mengandung,menyusui, membesarkan, dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.
Kumandang Adzan kemudian disusul Iqamah diperdengarkan di telinga suci sang
bayi. Dengan gemetar Hasan mengecup kening bayinya yang terdiam saat ia membacakan
adzan, sedang bulir bening jatuh dari kelopak mata laki-laki yang kini telah benar-benar
menjadi ayah itu.