Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika

4
Kaulah Surga Bunda Rintik hujan perlahan menyentuh lembut rumput hijau yang tumbuh liar di halaman rumah tua berdinding putih kusam. Meski waktu telah hampir siang, matahari masih nampak enggan menunjukkan terang sinarnya di sebuah perkampungan yang terletak di kaki gunung itu. Justru mendung nampak menggantung dan gerimis menjelma menjadi hujan yang cukup lebat. Sebuah mobil hitam memasuki halaman rumah tua itu, nampak seorang laki-laki keluar sambil membawa payung tergopoh membukakan pintu seorang wanita cantik berkerudung putih yang perutnya nampak membuncit, dengan penuh kasih dan perhatian laki-laki itu memayungi dan membopong sang wanita masuk kedalam rumah. “Bunda nggak apa-apa kan tinggal disini? Maaf ya kalo ternyata rumahnya jelek” “Bagus kok yah rumahnya, bunda suka” jawab perempuan itu dengan lembut dan melemparkan seulas senyum kepada suaminya. “Disini nanti kita membesarkan anak-anak kita” tambahnya lagi sambil mengusap perutnya yang semakin hari semakin membesar. Matahari yang malas muncul hari itu membuat malam menyelimuti langit lebih cepat dan menyisakan kelembapan yang membeku disertai tiupan angin yang dinginnya bahkan menusuk hingga ke tulang. “Bunda nggak tidur?” suara berat yang serak memecah keheningan yang dingin di dalam kamar. “Bunda nggak bisa tidur yah, maafin bunda ya kalo udah bikin ayah bangun.. ayah tidur lagi aja” jawab sang istri yang sedari tadi gelisah dan tak mampu memejamkan matanya meski tubuhnya telah lelah dan ingin diistirahatkan. “Bunda mikirin apa?” tanya sang suami, namun tiba-tiba saja sang istri justru pingsan sebelum menjawab pertanyaan suaminya. “Bunda? Aliya ? Bangun?!” Dengan kebingungan dan panik laki-laki itu berusaha membangunkan istrinya namun sang istri tak juga bangun. Segera ia menggendong istrinya ke mobil dan

Transcript of Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika

Page 1: Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika

Kaulah Surga Bunda

Rintik hujan perlahan menyentuh lembut rumput hijau yang tumbuh liar di halaman

rumah tua berdinding putih kusam. Meski waktu telah hampir siang, matahari masih nampak

enggan menunjukkan terang sinarnya di sebuah perkampungan yang terletak di kaki gunung

itu. Justru mendung nampak menggantung dan gerimis menjelma menjadi hujan yang cukup

lebat.

Sebuah mobil hitam memasuki halaman rumah tua itu, nampak seorang laki-laki

keluar sambil membawa payung tergopoh membukakan pintu seorang wanita cantik

berkerudung putih yang perutnya nampak membuncit, dengan penuh kasih dan perhatian

laki-laki itu memayungi dan membopong sang wanita masuk kedalam rumah.

“Bunda nggak apa-apa kan tinggal disini? Maaf ya kalo ternyata rumahnya jelek”

“Bagus kok yah rumahnya, bunda suka” jawab perempuan itu dengan lembut dan

melemparkan seulas senyum kepada suaminya.

“Disini nanti kita membesarkan anak-anak kita” tambahnya lagi sambil mengusap

perutnya yang semakin hari semakin membesar.

Matahari yang malas muncul hari itu membuat malam menyelimuti langit lebih

cepat dan menyisakan kelembapan yang membeku disertai tiupan angin yang dinginnya

bahkan menusuk hingga ke tulang.

“Bunda nggak tidur?” suara berat yang serak memecah keheningan yang dingin di

dalam kamar.

“Bunda nggak bisa tidur yah, maafin bunda ya kalo udah bikin ayah bangun.. ayah

tidur lagi aja” jawab sang istri yang sedari tadi gelisah dan tak mampu memejamkan matanya

meski tubuhnya telah lelah dan ingin diistirahatkan.

“Bunda mikirin apa?” tanya sang suami, namun tiba-tiba saja sang istri justru

pingsan sebelum menjawab pertanyaan suaminya.

“Bunda? Aliya ? Bangun?!” Dengan kebingungan dan panik laki-laki itu berusaha

membangunkan istrinya namun sang istri tak juga bangun. Segera ia menggendong istrinya

ke mobil dan langsung melesat ke rumah sakit, menembus gelapnya malam yang dingin.

“Pak apakah anda suaminya?, anda harus menandatangani surat ini untuk

persetujuan operasi caesar karena nyonya Aliya tidak sadarkan diri sedangkan bayi di dalam

kandungannya harus segera diselamatkan” kata seorang suster sambil menyerahkan secarik

kertas dan pena.

“Iya, saya Hasan.. suaminya Aliya. Tolong lakukan yang terbaik untuk mereka”

jawabnya dipenuhi rasa cemas dan khawatir.

“Jangan yah.. Bunda nggak mau caesar, Insya’Alloh bunda mau ngelahirin anak kita

sendiri, jangan caesar yah” kata Aliya yang terbangun dari pingsannya sambil memohon pada

Page 2: Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika

suaminya.

“Apa anda yakin” tanya dokter, sedangkan Alya menjawabnya dengan anggukan dan

senyuman kecil.

“Apa nggak bahaya dok?” tanya sang suami yang masih takut akan keselamatan

sang istri dan calon bayinya.

“Kami akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menentukan

bagaimana proses kelahirannya”

“Tekanan darah dan jantung ibu stabil dok” lapor suster yang melakukan

pemeriksaan.

“Baiklah, kalau begitu.. kami akan melakukan proses persalinan secara normal” jelas

dokter

“dok saya disini menemani istri saya ya?” tanya Hasan lalu menggenggam erat

tangan istrinya.

“Bu, kita mulai ya... perlahan tarik nafas dan hembuskan” perintah dokter yang

kemudian langsung dituruti oleh Alya.

Bulir bulir peluh membasahi tubuh Alya, seluruh kekuatan ia coba kerahkan untuk

melahirkan jiwa suci yang nanti akan menyejukkan kehidupannya dari dahaga, seorang bayi

kecil yang akan meramaikan hari-harinya.

“Sedikit lagi bu Alya, lebih kuat... ayo!” perintah dokter

“Hhh.. Hhh.. ALLOOHU AKBARR!!” dengan sekuat daya Alya mengejan

Suara tangisan bayi menggema memenuhi ruangan, bulir bening perlahan jatuh dari

kelopak mata Alya saat tahu bahwa akhirnya ia berhasil membawa malaikat kecilnya melihat

dunia. Namun tiba-tiba sesak menyumbat dadanya, cahaya yang dilihatnya perlahan

memudar dan gelap.

Alya terbangun di sebuah tempat indah yang belum pernah ia lihat sebelumnya, dari

kejauhan nampak ia lihat segerombolan orang orang muda yang sangat bahagia melambaikan

tangan padanya.

“Kemarilah.. ini janji Tuhan padamu karena kematian syahidmu”

“Syahid?”

“Kau telah berjuang Alya”

“Tidak, aku ingin membesarkan anakku.. melihatnya bahagia, tidak... !!”

“Apa kau lebih memilih bersama bayimu dari pada bahagia disini padahal Tuhan

telah menjanjikan surga atas syahidmu, apa kau tahu bahwa merawat bayi itu tidaklah mudah,

bahkan akan sangat merepotkanmu.. kau telah berada pada tempat yang baik ”

“Aku seorang ibu, anakkulah surgaku... aku ingin merawatnya dan memastikan dia

bahagia dan baik-baik saja”

Tiba-tiba hangat menyelimuti tubuh Alya, cahaya menyilaukan menembus matanya.

Perlahan Alya mencoba membuka kembali kedua matanya, ia melihat sosok suaminya yang

Page 3: Kaulah Surga Bunda oleh Yulia Pratika

terus mengenggam erat tangannya sambil bercucuran air mata.

“Alhamdulillah, dia kembali” kata dokter yang berdiri di samping ranjang Alya

sambil meletakkan alat pacu jantung yang tadi ia gunakan untuk berusaha menyelamatkan

Alya yang jantungnya berhenti selama hampir 5 menit. Alya mendengar lirih suara tangis

bayinya, air mata kembali luruh dari kelopak matanya. Ia telah menentukan piihan.. untuk

menjadi Ibu bagi anaknya dari pada syahid, karena seorang anak adalah surga bagi ibu yang

telah mengandung,menyusui, membesarkan, dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.

Kumandang Adzan kemudian disusul Iqamah diperdengarkan di telinga suci sang

bayi. Dengan gemetar Hasan mengecup kening bayinya yang terdiam saat ia membacakan

adzan, sedang bulir bening jatuh dari kelopak mata laki-laki yang kini telah benar-benar

menjadi ayah itu.