Yulia Nitip Print

23
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA Disusun oleh: SRI HARIYANTI NIM.22020110200057 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

description

laporan pendahuluan

Transcript of Yulia Nitip Print

Page 1: Yulia Nitip Print

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun oleh:

SRI HARIYANTI

NIM.22020110200057

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

April, 2011

Page 2: Yulia Nitip Print

A. Pengertian

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin

serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai

dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai

potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat

perlengketan kadar bilirubin pada otak.

Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50%

neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan).

Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan

ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya

berwarna kuning.

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang

kadar nilainya lebih dari normal.

Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4

mg/dl.

B. Macam – Macam Ikterus

1. Ikterus Fisiologis

a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup

bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

2. Ikterus Patologik

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

Page 3: Yulia Nitip Print

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

C. Penyebab

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara

lain :

1. Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan

enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat,

kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma.

2. Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu,

infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.

3. Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.

4. Gangguan dalam ekskresi bilirubin.

5. Komplikasi : asfiksia, hipoermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin;

lahir prematur, asidosis.

Etiologi ikterus dapat juga terbagi atas :

1. Ikterus pra hepatik

Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada

hemolisis sel darah merah.

2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif)

Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang

mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang

terbagi menjadi :

a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus

koleductus.

b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.

3. Ikterus hepatoseluler (hepatik)

Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.

Jenis-jenis ikterus menurut waktunya adalah sebagai berikut

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :

Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain

Page 4: Yulia Nitip Print

Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

Kadang oleh defisiensi G-6-PO

b. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab:

Biasanya ikteruk fisiologis

Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau

golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat,

misalnya melebihi 5 mg%/24 jam

Polisitemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis,

perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain)

Dehidrasis asidosis

Defisiensi enzim eritrosis lainnya

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama

dengan penyebab

Biasanya karena infeksi (sepsis)

Dehidrasi asidosis

Defisiensi enzim G-6-PD

Pengaruh obat

Sindrom gilber

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan

penyebab :

biasanya karena obstruksi

hipotiroidime

hipo breast milk jaundice

infeksi

neonatal hepatitis

galaktosemia

D. Tanda dan Gejala

1. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

Page 5: Yulia Nitip Print

2. Letargik (lemas)

3. Kejang

4. Tidak mau menghisap

5. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

6. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,

epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

7. Perut membuncit

8. Pembesaran pada hati

9. Feses berwarna seperti dempul

10. Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice pada

24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir,

sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi.

11. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.

E. Komplikasi

1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan

bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus,

nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.

2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara

lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.

(Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

F. Penatalaksanaan dan Tindakan

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Pemeriksaan yang dilakukan :

Kadar bilirubin serum berkala.

Darah tepi lengkap.

Golongan darah ibu dan bayi diperiksa.

Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau

biopsi hepar bila perlu.

Page 6: Yulia Nitip Print

b. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir:

Pemeriksaan yang perlu diperhatikan : Bila keadaan bayi baik dan

peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, periksa

kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan

pemeriksaan lainnya.

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

Pemeriksaan yang dilakukan :

pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala

pemeriksaan darah tepi

pemeriksaan penyaring G-6-PD

biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi

Penatalaksanaan secara umum

1. Pengawasan antenatal yang baik.

2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kematian dan

kelahiran, misal : sulfa furokolin.

3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.

5. Pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).

6. Pencegahan infeksi.

7. Melakukan dekompensasi dengan foto terapi.

8. Tranfusi tukar darah

G. Pengkajian Data Dasar

1. Aktivitas : Letargi, malas

2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia

3. Eliminasi :

Pasase mekonium mungkin lambat

Bising usus hipoaktif

Feses munkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin

Page 7: Yulia Nitip Print

Urin gelap, pekat:hitam kecoklatan

4. Makanan/Cairan:

Riwayat makan buruk (ASI), lebih mungkin disusui dari pada menyusu

botol

Palpasi abdoment dapat menunjukkan pembesaran limpa

5. Neurosensori:

Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang

parietal yag berhubungan dengan trauma lahir

Edema umum, hepatosplenomegali mungkin ada dengan

inkompatibilitas Rh berat.

Kegilangan reflek moro.

Opitotonus dengan kekakuan lengkukng punggung, fontanel meninjol,

menangis lirih, aktifitas kejang (tahap krisis).

6. Pernafasan:

Riwayat asfiksia.

Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi

pulmonal).

7. Keamanan

Riwayat sepsis neonatus.

Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra

kranial.

Dapat tampak ikterik pada wajah dan berlanjut pada bagian distal

tubuh. : kulit hitam kecoklatan sebagai efek foto terapi.

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Test Coom pada tali pusat bayi baru lahir : hasil + tes ini, indirek

menandakan adanya anti body Rh-positif, anti –A, atau anti_B dalam

darah ibu. Direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-

B) SDM dari neonatus

2. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.

Page 8: Yulia Nitip Print

3. Biliribin total : kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang

mungkin dihubungkan dengan sepsi .kadar indirek tidak boleh melebihi

peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh melebihi 20 mg/dl

pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi preterm. protein serum

total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan

terutama bayi preterm.

4. Hitung Darah Lengkap : Hb mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena

hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih besar 65%) pada polisitemia,

penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

5. Glukosa: glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl atau tes glukosa

serum kurang dari 40 mg/dl bila BBL hipoglikemi dan mulai

menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

6. Daya ikat karbon dioksida : penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

7. Smear darah Perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis

pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompatibilitas ABO.

I. Penatalaksanaan Teraupeutik

1. Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis

yang berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan

urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Cahaya

menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang mengubah bilirubin tak

terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang dieksresikan dalam hati

kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan dieksresikan ke

dalam empedu tanpa perlu konjugasi.

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi

pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada

cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or

bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit.

Fototherapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi

Biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi

jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang

Page 9: Yulia Nitip Print

disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh

darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan

dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke

empedu dan diekskresi ke dalam deodenum untuk dibuang bersama feses

tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar

mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar

bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan

hemolisis dapat menyebabkan anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4 -5

mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram

harus di fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa

ilmuan mengarahkan untuk memberikan fototherapi propilaksis pada 24

jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

2. Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar

konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil tranferase yang

meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen

empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk

mengikat bilirubin.

3. Antibiotik; apabila terkait dengan infeksi.

4. Tranfusi tukar; apabila sudah tidak ditangani dengan fototerapi.

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

b. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir.

c. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam

pertama.

d. Tes Coombs Positif

e. Kadar bilirubin direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

f. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

h. Bayi dengan hidrops saat lahir.

Page 10: Yulia Nitip Print

i. Bayi pada resiko terjadi kern ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak suseptible (rentan)

terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal.

b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)

c. Menghilangkan serum bilirubin

d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan

dengan bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O

segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih

tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam

kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari

sampai stabil

J. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air

(IWL) tanpa disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.

Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi .

Intervensi :

a. Pertahankan intake : beri minum sesuai kebutuhan karena bayi malas

minum berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dapat

diberikan menggunakan sendok atau sonde.

b. Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi : meningkatnya

temperatur, meningkatnya konsentrasi urin, dan cairan hilang

berlebihan.

c. Perhatikan frekuensi BAB, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI)

d. Kaji adanya dehidrasi: membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit,

mata.

e. Monitor suhu tiap 2 jam.

Page 11: Yulia Nitip Print

2. Resiko terjadi komplikasi; kernikterus b.d peningkatan kadar bilirubin.

Tujuan : Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus.

Intervensi :

a. Jika bayi sudah terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi

(sekitar jam 7 – 8 selama 15 – 30 menit).

b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg%

ulang keesokan harinya.

c. Berikan minum banyak.

d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg%/lebih segera

hubungi dokter, bayi perlu terapi.

3. Gangguan rasa nyaman dan aman berhubungan dengan akibat

pengobatan/terapi sinar.

Tujuan : Untuk memenuhi kebutuhan psikologik, dengan memangku bayi

setiap memberikan minum dan mengajak berkomunikasi secara verbal/

Intervensi :

a. Mengusakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan

b. Memelihar kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya

c. Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja aseptik)

4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan komplikasi tranfusi tukar.

Tujuan : menyelesaikan tranfusi tukar tanpa komplikasi dan menunjukkan

penurunan kadar bilirubin serum.

Intervensi :

a. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum tranfusi bila vena umbilikal

digunakan.

b. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur tindakan atau

aspirasi isi lambung.

c. Jamin ketersedian alat resusitatif

d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan sesudah prosedur

tindakan

Page 12: Yulia Nitip Print

e. Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu

f. Pantau tekanan vena, nadi, warna, frekuensi pernafasan selama dan

setelah tranfusi

g. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

h. Pantau tanda ketidakseimbangan elektrolit

i. Kolaborasi :

Pantau peneriksaan laboratorium sesuai indikasi ( kadar

bilirubin serum, protein total serum, kalsium dan kalium, glukosa,

kadar Ph serum

Berikan albumin sesuai indikasi

Kalsium glukonat 5 %

Natium bikarbonat

Protein sulfat

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

tindakan berhubungan dengan kesalahan interprestasi, tidak mengenal

sumber informasi.

Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan dan

kemungkinan hasil bilirubin, mampu mendemonstrasikan perawatan bayi

yg tepat.

Intervensi :

a. Berikan informasi tentang tipe ikterik dan faktor patofisiologis.

b. Anjurkan untuk mengajuka pertanyaan; tegaskan atau perjelas

informasi sesuai kebutuhan.

c. Tinjau ulang dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin.

d. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik, pentingnya

peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung oleh sinar

matahari.

e. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI.

f. Berikan rujukan yang tepat untuk program fototerapi di rumah.

g. Diskusikan kemungkinan efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia.

Page 13: Yulia Nitip Print

6. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan foto terapi.

Tujuan : tidak terjadi kecelakaan pada mata selama terapi diberikan.

Intervensi :

a. Gunakan pelindung pada mata dan genetalia pada saat fototerapi.

b. Pastikan mata tertutup, hindari penekanan mata yang berlebihan karena

dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau pada kornea .

7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.

Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama terapi diberikan.

Intervensi :

a. Inspeksi kulit setiap 4 jam.

b. Gunakan sabun bayi.

c. Merubah posisi bayi dengan sering.

d. Gunakan pelindung daerah genetal.

e. Gunakan pengalas yang lembut .

8. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder

dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin.

Tujuan : bayi tidak mengalami kecelakaan selama perawatan.

Intervensi :

a. Cegah adanya injuri (internal).

b. Kaji hiperbilirubin tiap ( 1-4 jam) dan catat.

c. Berikan fototerapi sesuai program.

d. Monitor kadar bilirubin 4 – 8 jam sesuai program.

e. Antisipasi kebutuhan tranfusi tukar.

f. Monitor Hb da Hct.

Page 14: Yulia Nitip Print

Metabolisme Bilirubin

Eritrosit

Hemoglobin

Hem globin

Besi/Fe Bilirubin indirek terjadi pd limpha

makrofag

bilirubin berikatan terjadi dlm plasma darah

dengan albumin

melalui hati

bilirubin berikatan dgn

glukoronat/gula residu bilirubin di hati

bilirubin direk diekskresi ke kandung empedu

melalui duktus billiaris

kandung empedu

ke duodenum

diekskresi melalui urine & feces

Page 15: Yulia Nitip Print

Resti kernikterus

Pathways

Hepar yang belum matang,

Eritroblastosis foetalis, sepsis,

Penyakit inklusi sitomegalik,

Rubela, toksoplasmosis kongenital

Hati

Bilirubin direk Bilirubin bebas >>

Sistemik

Otak

Letargi, kejang, opistotonus, Menetap

Tidak mau menghisap

Fototerapi

Resti kurang cairan

Resti injuri

Resti injuri mataGangguan rasa nyaman & aman

Resti gangguan integritas kulit

Page 16: Yulia Nitip Print

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter

Pratama. Jakarta

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta

Hasan, Rusekno & Husein Alatas. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika.

Jakarta

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka.

Jakarta

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka.

Jakarta

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana

PerawatanMaternal / Bayi. EGC. Jakarta