KATA PENGANTAR - DJPb

32

Transcript of KATA PENGANTAR - DJPb

Page 1: KATA PENGANTAR - DJPb
Page 2: KATA PENGANTAR - DJPb

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang

Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat

menyelesaikan flash report Kajian Fiskal Regional (KFR)

Provinsi Sumatera Barat Triwulan I Tahun 2019 dengan baik,

dengan harapan KFR ini dapat menjadi sarana untuk

membangun komunikasi dua arah dalam bentuk pertukaran

data dan informasi antara Kementerian Keuangan dengan

para pemangku kepentingan (stakeholders). Kajian ini juga

diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi

Pemerintah Daerah di Sumatera Barat dalam merumuskan

kebijakan pengembangan ekonomi bagi pembangunan daerah

serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Flash report KFR Triwulan I Tahun 2019 merupakan output Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Barat dalam rangka pelaksanaan tugas

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II yang merupakan representasi Kementerian

Keuangan di daerah sebagai pengelola fiskal.

Selain itu, flash report KFR Triwulan I Tahun 2019 disusun untuk mengetahui sekilas

implementasi kebijakan fiscal Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta implikasinya

terhadap perkembangan makroekonomi regional. Dengan demikian, para pemangku

kepentingan seperti penyusun kebijakan, pelaksana kebijakan, masyarakat, dan investor dapat

memperoleh informasi yang strategis untuk merumuskan dan merencanakan kegiatan di masa

yang akan datang dengan lebih baik. Hal ini diharapkan memberikan manfaat demi

pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Perlu disampaikan bahwa beberapa aspek kajian yang menjadi titik bahasan utama dalam

flash report KFR Triwulan I Tahun 2019 meliputi perkembangan indikator ekonomi regional,

perkembangan dan analisis pendapatan Pemda se-Sumatera Barat, perkembangan dan

analisis belanja Pemda se-Sumatera Barat, dan perkembangan Badan Layanan Umum,

serta kondisi fiscal regional terkini. Selain itu, secara tematik, membahas tentang berita fiskal

regional yang terpilih.

Kami sungguh menyadari bahwa kajian yang kami sampaikan masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dalam meningkatkan kualitas

penyusunan laporan kajian fiskal regional ini.

Kepala Kanwil DJPb

Provinsi Sumatera Barat

Ade Rohman

NIP 19620711198201001

Page 3: KATA PENGANTAR - DJPb

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GRAFIK iii

I. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS

EKONOMI REGIONAL

A. Produk Domestik Regional

Bruto

1

B. Inflasi 2

C. Indikator Kesejahteraan 4

II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS

PELAKSANAAN APBN

6

A. Pendapatan Negara 6

B. Belanja Negara 8

C. Prognosis Realisasi APBN

Triwulan III dan Akhir Tahun

2018

14

III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS

PELAKSANAAN APBN

A. Pendapatan Daerah 16

B. Belanja Daerah 18

C. Prognosis Realisasi APBD

Triwulan III dan Akhir Tahun

2018

19

IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS

PELAKSANAAN ANGGARAN

KONSOLIDASIAN

A. Laporan Keuangan

Pemerintah Konsolidasian

19

B. Pendapatan Konsolidasian 19

C. Belanja Konsolidasian 19

D. Analisis Kontribusi

Pemerintah dalam PDRB

20

V BERITA / ISU REGIONAL TERPILIH

A. Rendang Komoditi Ekspor

Baru Sumatera Barat yang

Mendunia

22

Page 4: KATA PENGANTAR - DJPb

iii

DAFTAR TABEL

I.1 PDRB Sumatera Barat Triwulan III

berdasarkan lapangan usaha (Rp

Triliun)

1

I.2 PDRB Sumatera Barat Triwulan III

berdasarkan Pengeluaran(Rp

Triliun)

2

I.3 Komoditas Utama Penyumbang

Inflasi Bulanan Triw. II 2018 (

persen) Y on Y Kota Padang

3

I.4 Nilai Tukar Petani Per Sektor Jan-

Juni 2018

5

II.1 Target dan Realisasi Pendapatan

Pajak Dalam Negeri Triwulan III

2018

7

II.2 Alokasi Dana Transfer ke Daerah

dan Realisasi Triwulan III 2018

11

II.3 Penyaluran KUR Per Sektor

Ekonomi Kanwil Ditjen

Perbendaharaan Prov. Sumatera

Barat Tahun 2018

14

II.4 Proyeksi Realisasi Penerimaan

Negara Tahun 2018

14

II.5 Proyeksi Realisasi Belanja APBN di

Akhir Tahun 2018

14

III.1 Realisasi APBD se- Sumatera Barat

Triwulan III 2016 – 2018

16

III.2 Realisasi Pendapatan Transfer

Sumatera Barat pada Triwulan III

17

III.3 Proyeksi Pendapatan Daerah Pada

Akhir Tahun 2018

19

III.4 Proyeksi Belanja Daerah Pada Akhir

Tahun 2018

19

IV.1 LRA Konsolidasian Sumbar Semester I

2017-2018

20

IV.2 Realisasi Pendapatan Konsolidasian

Sumbar Semester I 2017-2018

21

IV.3 Laporan Operasional Sumbar

Triwulan III 2017-2018

22

IV.4 Kontribusi Kontribusi Belanja

Pemerintah terhadap PDRB Semester

I 2016-2017

23

DAFTAR GRAFIK

I.1 Pertumbuhan ekonomi Sumbar 2016-

2018

1

I.2 NTP Sumatera Barat Bulan

September 2017-September 2018

4

II.1 Komposisi Realisasi Pendapatan

Negara Triwulan III 2018

6

II.2 Target dan Realisasi Pendapatan

Negara Triwulan III 2018

6

II.3 Komposisi Realisasi Penerimaan

Perpajakan Triwulan III 2018

7

II.4 Bea Masuk dan Bea Keluar Triwulan

III 2018

7

II.5 Realisasi PNBP Triwulan III 2018 8

II.6 Perkembangan Pagu dan Penyerapan

Anggaran Triwulan III Tahun 2018

9

II.7 Komposisi APBN Sumbar 2018 10

II.8 Pagu dan Realisasi APBN Sumatera

Barat Per Jenis Belanja pada Triwulan

III

10

II.9 Pagu dan Realisasi Dana Desa 12

II.10 Pagu dan Realisasi BLU Provinsi

Sumatera Barat (dalam miliar rupiah)

13

III.1 Realisasi PAD Sumatera Barat

Triwulan III

16

III.2 Realisasi Pendapatan Lainnya

Sumatera Barat Triwulan III

18

III.3 Realisasi Belanja Daerah Sumatera

Barat pada Triwulan III

18

IV.1 Realisasi Belanja Konsolidasi

Triwulan III 2018

21

Page 5: KATA PENGANTAR - DJPb

“Perekonomian Sumatera Barat mengalami sedikit kontraksi pada triwulan I tahun 2019. Secara year on year, ekonomi Sumatera Barat triwulan I tahun 2019 tumbuh sebesar 4,78

persen, namun secara triwulanan (q-to-q) ekonomi Sumatera Barat mengalami kontraksi 1,55 persen “.

A. Produk Domestik Regional Bruto

Perekonomian Sumatera Barat sedikit mengalami kontraksi pada triwulan I tahun 2019

sebesar 1,55 persen bila dibanding triwulan IV tahun 2018. Kontraksi ekonomi Sumatera

Barat lebih tinggi dibanding Nasional yang hanya mencapai 0,52 persen. Namun

demikian, bila dibanding pada periode yang sama tahun lalu (q-to-q) pertumbuhan

ekonomi mencapai 4,78 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

harga berlaku triwulan I mencapai Rp58,76 triliun dan atas dasar harga konstan 2010

mencapai Rp41,41 triliun.

Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha

No. Lapangan Usaha Harga Berlaku (triliunan rupiah) Harga Konstan (triliunan rupiah)

Tw I-2018 IV-2018 Tw I-2019 Tw I-2018 IV-2018 Tw I-2019

1 Pertanian, Kehutanan, Perikanan 13.05 13.47 13.32 8.86 9.34 9.16

2 Pertambangan dan Penggalian 2.33 2.60 2.49 1.6 1.77 1.68

3 Industri Pengolahan 5.09 5.07 4.95 3.94 4.02 3.9

4 Pengadaan Listrik dan Gas 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04

5 Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04

6 Konstruksi 5.21 6.10 5.89 3.6 4.06 3.89

7 Perdg Besar & Eceran, Reparasi

Mobil & Motor 8.32 9.31 8.97 6.2 6.77 6.54

8 Transportasi dan Pergudangan 6.9 7.58 7.4 4.83 5.09 5.04

9 Akomodasi dan Air Minum 0.74 0.83 0.81 0.44 0.48 0.47

10 Informasi dan Komunikasi 2.97 3.30 3.44 2.82 3.01 3.09

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1.74 1.72 1.75 1.18 1.15 1.16

12 Real Estate 1.08 1.18 1.18 0.76 0.82 0.82

13 Jasa Perusahaan 0.24 0.26 0.26 0.17 0.19 0.19

14 Adm, Pemerintahan,

Pertahanan, Jaminan Sosial 3.27 3.49 3.56 2.23 2.32 2.36

15 Jasa Pendidikan 2.34 2.49 2.57 1.56 1.63 1.68

16 Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 0.77 0.83 0.85 0.56 0.6 0.61

17 Jasa Lainnya 1.06 1.19 1.21 0.7 0.74 0.74

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 55.22 59.53 58.76 39.53 42.07 41.41

Sumber: BPS, data diolah

Dari sisi produksi, kontraksi ekonomi tersebut terjadi hampir di semua lapangan usaha.

Dibanding triwulan IV tahun 2019, 3 lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan

tertinggi yaitu Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang sebesar

3,06 persen, Jasa Pendidikan sebesar 2,89 persen, dan Informasi dan Komunikasi

sebesar 2,56 persen. Sedangkan dibanding periode yang sama tahun 2018, 3 lapangan

usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu Informasi dan Komunikasi 9,59

persen, Konstruksi sebesar 8,23 persen, dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

sebesar 7,95 persen.

Page 6: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional | 2

Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran

Sumber: BPS, data diolah

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Sumatera Barat mengalami kontraksi sebesar 1,55

persen (q-to-q). Kontraksi terbesar (q-to-q) terjadi pada Konsumsi Pemerintah yang

mencapai 48,37 persen. Hal ini merupakan siklus musiman dimana realisasi belanja

pemerintah pada triwulan I jauh lebih rendah dibanding triwulan IV tahun sebelumnya

begitupun pola yang sama terjadi pada impor.

Secara year on year (dibanding periode yang sama tahun lalu), semua pengeluaran

mengalami peningkatan kecuali ekspor dan impor. Hal sebagai akibat merosotnya harga

minyak sawit dunia. Ekspor Sumatera Barat masih didominasi oleh lemak (minyak

sawit), sehingga penurunan harga minyak sawit dunia berimbas pada menurunnya

pengeluaran ekspor dan impor.

B. Inflasi

Di Sumatera Barat, Kota Padang dan Kota Bukittinggi dijadikan indikator dalam

mengukur laju inflasi. Pada bulan Maret 2019, laju inflasi tahun kalender Kota Padang

dan Kota Bukittinggi masing-masing sebesar 0,13 persen dan -0,77 persen, sedangkan

laju inflasi year on year masing-masing sebesar 2,01 persen dan sebesar 1,39 persen.

Inflasi di Kota Padang dan Bukittinggi ini masih di bawah inflasi nasional yang mencapai

0,35 persen untuk inflasi tahun kalender dan 2,48 persen untuk inflasi year on year.

Untuk inflasi month-to-month, sampai dengan akhir bulan September 2017, inflasi di

Sumatera Barat masih di bawah 1 (satu) persen.

Terkendalinya inflasi pada bulan September ini, merupakan salah satu bentuk

keberhasilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam mengendalikan inflasi melalui

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Pengendalian inflasi merupakan instrumen

penting untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan

ekonomi. Tingkat inflasi yang tinggi tentunya akan memukul daya beli masyarakat dan

berujung pada merosotnya pertumbuhan ekonomi.

Page 7: KATA PENGANTAR - DJPb

3 | Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Grafik 1.1 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi Tahun 2017 sampai 2019

(m-to-m)

Sumber: BPS, data diolah

Dalam 3 tahun terakhir terlihat kecendrungan pola inflasi yang sama. Di awal tahun

inflasi cenderung tinggi sebagai akibat inflasi akhir tahun sebelumnya. Sedangkan di

bulan Februari mengalami deflasi dan kembali terjadi inflasi di bulan Maret. Inflasi di

Kota Padang terjadi karena adanya kenaikan indeks sebagian besar kelompok

pengeluaran. Kenaikan terbesar terjadi pada kelompok pengeluaran pendidikan,

rekreasi, dan olahraga sebesar 1,44 persen, diikuti kenaikan indeks pada kelompok

pengeluaran sandang. Kenaikan pengeluaran pendidikan terkait dengan periode

pembayaran uang sekolah baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi.

Inflasi di Kota Bukittinggi juga disebabkan adanya peningkatan indeks sebagian besar

kelompok pengeluaran. Kelompok pengeluaran terbesar terjadi pada pengeluaran

kesehatan sebesar 0,30 persen diikuti kelompok pengeluaran sandang sebesar 0,21

persen.

Dibandingkan dengan kondisi inflasi di wilayah Sumatera dari 23 kota yang ada, Kota

Padang menduduki urutan ke 5 (lima) dan Kota Bukittinggi menduduki urutan ke 13 (tiga

belas) dari 16 kota yang mengalami inflasi di bulan Maret 2019. Secara nasional Kota

Padang menduduki urutan ke 10 (sepuluh) dan Kota Bukittinggi menduduki urutan ke

39 (tiga puluh sembilan) dari 51 (lima puluh satu) kota yang mengalami inflasi.

C. Indikator Kesejahteraan

1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan sumber daya manusia di Sumatera Barat terus mengalami kemajuan

yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sumatera Barat. Dari tahun 2015 sampai tahun 2018, IPM Sumatera Barat masing-

masing sebesar 69,98 (berstatus sedang), 70,73 (berstatus tinggi), 71,24 (berstatus

tinggi), dan 71,73 (berstatus tinggi).

Page 8: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional | 4

Keberhasilan tersebut tidak lepas dari

perbaikan komponen pembentuk IPM.

Bayi yang baru lahir memiliki peluang

untuk hidup hingga 69,01 tahun atau

lebih lama 0,23 tahun dibanding tahun

sebelumnya yaitu 68,78 tahun. Anak-

anak usia 7 tahun memiliki peluang

untuk bersekolah selama 13,95 tahun,

lebih lama 0,01 tahun dibanding tahun

2017. Sementara itu, penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh

pendidikan selama 8,76 tahun atau meningkat 0,04 tahun dibandingkan tahun 2017.

Pada tahun 2018, masyarakat Sumatera Barat memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-

rata pengeluaran perkapita sebesar 10,64 juta rupiah pertahun, meningkat 332 ribu

rupiah dibanding tahun 2017.

IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam

memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3

(tiga) dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life),

pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living). Dalam

hal ini yang menjadi indikator untuk mewakili komponen-komponen dasar tersebut

adalah Umur Harapan Hidup saat Lahir (UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan

Pengeluaran perkapita. Dari ketiga komponen tersebut terlihat bahwa IPM di Sumatera

Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel di bawah ini menggambarkan

kondisi tersebut.

Tabel 1.2 IPM Sumatera Barat Tahun 2010 – 2018 Menurut Komponen

Komponen Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Umur Harapan

Hidup saat Lahir

(UHH)

Tahun 67.59 67.79 68.00 68.21 68.32 68.66 68.73 68.78 69.01

Harapan Lama

Sekolah (HLS) Tahun 12.22 12.52 12.81 13.16 13.48 13.60 13.79 13.94 13.95

Rata-rata Lama

Sekolah (RLS) Tahun 8.13 8.20 8.27 8.28 8.29 8.42 8.59 8.72 8.76

Pengeluaran Per

Kapita Rp.000 9,339 9,409 9,479 9,570 9,621 9,804 10,126 10,306 10,638

IPM 67.25 67.81 68.36 68.91 69.36 69.98 70.73 71.24 71.73

Sumber: BPS, diolah

2. Kemiskinan

Sampai dengan tahun 2019, jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebanyak

353,24 ribu jiwa atau setara dengan 6,65 persen dari jumlah penduduk. Dari tahun 2010

Grafik 1.2 IPM Sumatera Barat 2010 - 2018

Sumber: BPS, data diolah

Page 9: KATA PENGANTAR - DJPb

5 | Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

sampai dengan tahun 2018, jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat memiliki trend

yang cenderung menurun. Hal ini tentunya berkat efektifitas program-program

pemberdayaan masyarakat baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seperti

alokasi APBN melalui Dana Desa yang mulai diterapkan pada tahun 2015. Efeknya,

jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan cenderung stagnan. Penurunan penduduk

miskin terlihat cukup baik hanya di daerah perdesaan.

Grafik 1.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan di Sumatera Barat 2010 – 2018

Sumber : BPS, data diolah

Kabupaten Pesisir Selatan menjadi 2 tertinggi dengan distribusi dari penduduk miskin di

Sumatera Barat mencapai 44,04 ribu jiwa dan 34,92 ribu jiwa. Hal berbeda di tahun 2017,

dimana Kabupaten Agam menjadi tertinggi kedua. Pada tahun 2018 jumlah penduduk

miskin di Kabupaten Agam mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jumlah

penduduk miskin terendah ada di Kota Sawahlunto dengan jumlah 1,48 ribu jiwa diikuti

Kota Solok dengan 2,29 ribu jiwa.

Grafik 1.5 Distribusi Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Tahun 2017 – 2018

Sumber : BPS, data diolah

Namun demikian, bila dibandingkan dengan persentase penduduk miskin maka

Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadi yang tertinggi dengan 14,44 persen,

444.44

353.24

8,999,04

8,00

8,19

7,56

8,14

6,89

7,41

6,71

7,31

7,14

7,09

6,75

6,87

6,55

6,65

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

450,00

500,00

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Kota Desa %

12,99

34,9232,89

16,5518,48

33,2 32,92

26,47

20,31

11,85

15,42

31,83

44,04

2,29 1,483,11

6,32 7,694,4

14,44

7,59

8,88

7,11

5,32

8,04

6,76

6,997,31 7,07

6,42 7,34

4,7

3,3

2,39

5,88

4,92

5,77

5,03

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jumlah %

Page 10: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional | 6

sedangkan Kota Padang hanya 4,7 persen. Kabupaten Solok menjadi tertinggi kedua

dengan 8,88 persen penduduk miskin. Sedangkan Kota Sawahlunto tetap menjadi yang

terendah baik dari jumlah penduduk miskin maupun persentase penduduk miskin yang

hanya 2,39 persen.

Selalu menarik untuk membahas kemiskinan yang tinggi di Kabupaten Kepulauan

Mentawai, yang bahkan lebih tinggi dari kemiskinan di Indonesia. Penyebabnya adalah

tidak adanya lapangan pekerjaan bagi individu atau tidak mampu menciptakan sumber

inovasi ekonomi atau keterbatasan sumber daya modal. Padahal di Kabupaten

Kepulauan Mentawai lahan yang dapat digarap/diolah masih sangat luas. Untuk itu, yang

perlu dilakukan terutama oleh pemerintah selaku pengambil kebijakan adalah

meningkatkan kapasitas SDM (mental dan Skill). Pelatihan dan pendampingan dalam

kegiatan ekonomi, baik di sektor pertanian ataupun sektor ekonomi kreatif dan usaha

lainnya yang dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat.

3. Nilai Tukar Petani

Trend Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Barat sampai dengan Maret 2019 masih

berfluktuasi dan kembali melemah setelah di awal tahun mengalami sedikit penguatan.

Hal ini didorong oleh lemahnya Indeks harga yang diterima petani, sedangkan Indeks

harga yang harus dibayar petani cenderung masih lebih tinggi.

NTP di Sumatera Barat masih berada di bawah 100. Ini mengindikasikan bahwa

kenaikan harga jual produk pertanian yang dihasilkan petani cenderung lebih rendah

dibandingkan dengan harga produk yang akan dibeli atau dibutuhkan oleh petani.

Produk yang dibutuhkan petani tersebut dapat berupa barang untuk produksi atau

konsumsi rumah tangga petani. Pada grafik di bawah ini terlihat bahwa indeks harga

yang harus dibayar petani lebih tinggi dari indeks harga yang diterima petani.

Grafik 1.6 Nilai Tukar Petani Oktober 2018 sampai dengan Maret 2019

Sumber : BPS, data diolah

96,53 95,85 95,16 97,1 97,75 96,87

109,61 109,23 108,52 109,95 109,88 109,6

127,76 127,75 127,09 129,12 129,47 129,17

132,36 133,28 133,55 132,99 132,44 133,35

70

90

110

130

150

Okt'18 Nov '18 Des'18 Jan'19 Feb'19 Maret'19

Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Usaha Pertanian

Indeks Harga yang diterima Petani Indeks Harga yang dibayar Petani

Page 11: KATA PENGANTAR - DJPb

A. Pendapatan Negara

Pendapatan Negara di Sumatera Barat sampai dengan triwulan I tahun 2019 mencapai

Rp1.095,99 miliar atau mencapai 15,19 persen dari target Rp7.214,92 miliar.

Komposisi pendapatan tersebut meliputi Penerimaan Perpajakan yang mencapai

Rp710,8 miliar (76,12 persen) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar

Rp385,19 miliar (23,88 persen). Realisasi Penerimaan Perpajakan tersebut baru

mencapai 11,86 persen dari target Rp5.994,08 miliar, sedangkan PNBP telah

mencapai 29,81 persen dari target Rp1.292,07 miliar.

Tabel II.1 Target dan Realisasi Pendapatan Negara Triwulan I 2019 (dalam jutaan rupiah)

Jenis Pendapatan Negara Target Realisasi %

Penerimaan Dalam Negeri 7,214,923 1,095,991 15.19

1. Penerimaan Perpajakan 5,994,084 710,803 11.86

a. Pajak Dalam Negeri 5,922,858 694,632 11.73

i. Pajak Penghasilan 3,725,049 515,866 13.85

ii. Pajak Pertambahan Nilai 2,050,965 157,810 7.69

iii. Pajak Bumi dan Bangunan 47,934 2,146 4.48

vi. Pajak Lainnya 98,910 18,810 19.02

b. Pajak Perdagangan Internasional 71,226 16,171 22.70

i. Bea Masuk 21,927 5,037 22.97

ii. Bea Keluar/Pungutan Ekspor 49,299 11,134 22.58

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 1,292,065 385,188 29.81

c. PNBP Lainnya 152,007 113,773 74.85

d. Pendapatan Badan Layanan Umum 1,140,057 271,415 23.81 Sumber : OMSPAN, Kanwil Pajak Sumbar Jambi & KPBC, data diolah

Realisasi pendapatan negara pada triwulan I ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang

mencapai Rp1,26 triliun atau 17,96 persen dari target yang ditetapkan. Bila dikaitkan

dengan pertumbuhan ekonomi menjadi suatu hal yang wajar, karena pada saat

bersamaan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2019 mengalami

kontraksi sebesar 1,55 persen. Pun demikian dengan PNBP, dimana pada triwulan I

tahun 2019 realisasi PNBP telah mencapai Rp418,15 miliar atau 39,56 persen dari

target yang ditetapkan.

1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri

Sejalan dengan penurunan Pendapatan Negara, Pendapatan Pajak Dalam Negeri juga

mengalami hal yang sama. Realisasi triwulan I 2019 mencapai Rp694,63 miliar atau

11,73 persen yang lebih rendah dari triwulan I 2018 yang mencapai Rp847,27 miliar.

Untuk mencapai target hingga akhir tahun 2019 perlu kerja keras dan terobosan dari

jajaran Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Sumatera Barat.

Page 12: KATA PENGANTAR - DJPb

8 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN

21.927

49.299

71.226

5.033 11.134

16.167

22,95% 22,58% 22,70%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

Bea Masuk Bea Keluar Total

Target Realisasi %

74.26% 22.72%

0.31%

2.71%

PPh Non Migas

PPN & PPnBM

PBB

Pajak Lainnya

Sumber : Kanwil Pajak, KPBC, OMSPAN, data diolah

Grafik II.4 Komposisi Realisasi Penerimaan

Perpajakan Triwulan I 2019

Grafik II.5 Bea Masuk dan Bea Keluar Triwulan

I 2019 (dalam jutaan rupiah)

Sumber : KPBC Teluk Bayur, data diolah

Tabel II.2 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri Triwulan I 2019

No. Pendapatan Pajak

Dalam Negeri Target Realisasi Triwulan III %

1 PPh Non Migas 3.725.049.212.000 515.866.478.401 13,85

2 PPN dan PPnBM 2.050.965.362.000 157.809.833.744 7,69

3 PBB 47.934.103.000 2.146.193.273 4,48

4 Pajak Lainnya 98.909.584.000 18.809.633.074 19,02

Total 5.922.858.261.000 694.632.138.492 11,73

Sumber : Kanwil Pajak, GFS Sumbar, data diolah

Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri pada triwulan I ini mirip dengan periode

sebelumnya, dimana komposisi terbesar merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yaitu

74,26 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 22,72 persen. Selebihnya

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya 0,31 persen, dan Pajak lainnya sebesar 2,71

persen.

Ini memperlihatkan bahwa sumber

utama Penerimaan Dalam Negeri di

Sumatera Barat berasal dari PPh.

Penyumbang PPh tersebut di Sumatera

Barat adalah PPh Perorangan Pasal 21.

Ini karena di Sumatera Barat tidak

banyak memiliki perusahan-perusahaan

besar. Hanya PT. Semen Padang yang

menjadi andalan

2. Pajak Perdagangan Internasional

Pendapatan dari sektor Bea Masuk dan Bea

Keluar pada triwulan I 2019 telah mencapai

Rp16,17 miliar atau 22,70 persen dari target

sebesar Rp71,23 milyar. Kontribusi Bea

Masu k dan Bea Keluar terhadap pajak

internasional pada triwulan I ini relatif sama

yaitu dikisaran 22 persen. Untuk target Bea

Masuk dan Bea Keluar pada tahun 2019

mengalami peningkatan sebesar 45 persen dibanding tahun 2018, walapun disatu sisi

nilai ekspor Sumatera Barat mengalami penurunan sebagai akibat nilai ekspor Minyak

Sawit. Espektasi peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu alasan

peningkatan target tersebut.

Page 13: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 9

No. PNBP Target Realisasi %

1 Pendapatan BLU 1,140,057,281,000 271,415,495,372 23.81

2 PNBP Lainnya 152,007,434,004 113,772,816,272 74.85

1,292,064,715,004 385,188,311,644 29.81 Total

Tabel II.2 Target dan Realisasi PBNP Triwulan I

Sumber : KPBC Teluk Bayur, data diolah

97.89772.032

169.929134.262

283.940

418.201

113.773

271.415

385.188

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

PNBP Lainnya Pendapatan BLU Total

2017 2018 2019

Tabel II.2 Target dan Realisasi PBNP Triwulan

Sumber : OMSPAN, data diolah

3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pendapatan negara yang bersumber dari PNBP di Sumatera Barat pada tahun 2019

ditargetkan sebesar Rp1.292,06 miliar atau naik 15,22 persen dari 2018 yang

ditargetkan sebesar Rp1.121,41 miliar. Sampai dengan triwulan I 2019 realisasi PNBP

telah mencapai Rp385,19 miliar atau sebesar 29,81 persen.

Realisasi Pendapatan BLU mencapai

23,81 persen, sedangkan realisasi

PNBP Lainnya telah mencapai 74,85

persen dari target yang ditetapkan.

Realisasi PNBP dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan. Hal ini tentu perlu dilakukan penyesuaian terhadap

target PNBP. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 2018 realisasi PNBP di

Sumatera Barat mencapai 135,64 persen, dimana realisasi PNBP Lainnya mencapai

231,93 persen dan Pendapatan BLU mencapai 116,56 persen.

Sedangkan bila dibandingkan dengan

realisasi PNBP pada periode yang sama

tahun tahun sebelumnya, terlihat bahwa

terdapat peningkatan yang signifikan dari

PNBP, terutama dari Pendapatan BLU. Hal

ini tentunya menjadi indikasi semakin

membaik dan efektifnya pengelolaan

sumber-sumber PNBP di BLU atau di

satuan kerja/kementerian lembaga lainnya. Begitupun pengelolaan aset pada BLU

yang telah mempedomani PMK Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset

Pada BLU.

B. Belanja Negara

1. Belanja Pemerintah Pusat

Alokasi belanja APBN tahun 2018 untuk wilayah Provinsi Sumatera Barat sebesar

Rp12,37 triliun naik Rp595,74 miliar atau 5,10 persen dibandingkan dengan APBN

Tahun 2018. Kenaikan alokasi anggaran tersebut antara lain disebabkan karena

adanya kenaikan alokasi anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum. Hal ini terkait

kegiatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dilaksanakan pada 17 April 2019.

Namun demikian, peningkatan terhadap alokasi belanja pada APBN 2018 di Sumatera

Barat tidak diikuti dengan peningkatan penyerapan anggaran. Seperti tahun-tahun

Page 14: KATA PENGANTAR - DJPb

10 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN

10.599

miliar

11.772

miliar

12.368

miliar

1.219 miliar 1.334 miliar 1.521 miliar

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

Triwulan I 2017 Triwulan I 2018 Triwulan I 2019

MIL

IAR

RU

PIA

H

Pagu Realisasi

Sumber : OMSPAN, data diolah

Grafik II.8 Perkembangan Pagu dan Penyerapan Anggaran

Triwulan I Tahun 2018 dan Tahun 2019 di Sumatera Barat

sebelumnya, penyerapan anggaran kementerian negara/lembaga pada triwulan I tahun

2019 hanya mencapai 12,30 persen masih di bawah target nasional sebesar 15

persen. Namun bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2018 sedikit lebih tinggi

yang hanya mencapai 11,34 persen.

Grafik II.7 Perbadingan Penyerapan Anggaran Triwulan I Tahun 2018 dan Tahun 2019 di

Sumatera Barat

Sumber : OMSPAN, diolah

Sampai dengan tahun 2019, penyerapan APBN di Sumatera Barat selalu berada di

bawah target nasional sebesar 15 persen. Hal tersebut didorong oleh rendahnya

penyerapan belanja barang dan belanja modal. Khusus untuk rendahnya penyerapan

belanja modal, kecenderungan keterlambatan pelaksanaan kegiatan selalu terjadi dari

tahun ke tahun menjadi penyebab utamanya. Padahal belanja modal merupakan salah

satu elemen penting belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi

khususnya di daerah.

Idealnya pada triwulan I, semua kontrak

pengadaan barang dan jasa sudah

ditandatangani dan kegiatan dapat dimulai

atau dilaksanakan. Sehingga uang muka

yang nilainya 20 sampai 30 persen sudah

dapat dicairkan. Tentunya ini secara langsung

akan mendorong penyerapan anggaran

pemerintah. Hal ini didukung dengan

peraturan yang membolehkan kontrak dapat

ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari walaupun pelaksanaan kegiatan tetap

dimulai 1 Januari.

Dilihat dari jenis belanja, terdapat peningkatan pada alokasi belanja barang yang

cukup signifikan dari tahun 2017. Hal ini terjadi karena peningkatan alokasi belanja

barang pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

17,85%

9,44%

5,02%

0,39%

11,34%

20,06%

10,90%

4,63%

9,15%

12,30%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos Total Realisasi

Triwulan I 2018 Triwulan I 2019

Page 15: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 11

Grafik II.9 Komposisi APBN Sumbar 2018

Sumber: OMSPAN, diolah

Pada tahun 2018 dilaksanakan kegiatan Pilkada serentak di 4 (empat) kabupaten/kota,

dan pada tahun 2019 dilaksanakan Pemilu Legistatif dan Pemilu Presiden/Wakil

Presiden.

Dalam mendukung kegiatan tersebut alokasi belanja barang pada KPU dan Bawaslu di

mengalami peningkatan dari tahun 2017 yang cukup tinggi. Ini tentunya terkait alokasi

anggaran untuk melaksanakan persiapan sampai dengan selesainya agenda tersebut

di tahun 2019.

Untuk komposisi perjenis belanja, pada tahun 2019 alokasi belanja barang menempati

porsi anggaran terbesar yaitu Rp5,14 triliun atau sekitar 41,56 persen lebih besar

dibanding tahun 2019 yang mencapai 38,8 persen dari total APBN di Sumatera Barat.

Disusul kemudian dengan belanja pegawai sebesar Rp4,05 triliun atau sekitar 32,76

persen dan belanja modal sebesar Rp3,15 triliun atau sebesar25,47, sedangkan

belanja bantuan sosial porsinya sangat kecil yaitu sebesar Rp26 miliar atau sebesar

0,21 persen.

2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Alokasi anggaran dana Transfer Ke

daerah dan Dana Desa (TKDD) pada

tahun 2019 se-Sumatera Barat

mencapai mencapai Rp22,08 triliun

meningkat Rp1,47 triliun atau sekitar

71,57 persen dibanding tahun 2017

yang mencapai Rp20,80 triliun.

Alokasi TKDD dari tahun 2016 sampai

32,76

%

41,56

%

25,47

%

0,21%

B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos

4,076

3,728

2,755

40

4,204 4,649

2,895

22

4,051

5,141

3,150

26

B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos

2017 2018 2019

20.226 21.177 20.613 22.089

18.806 20.057 20.150

5.471

93,0% 94,7% 97,8%

24,8%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

2016 2017 2018 Tw I 2019

Pagu Realisasi %

Sumber : SIMTRADA, OMSPAN, data diolah

Grafik II.10 Pagu dan Realisasi TKDD 2016 –

Triwulan I 2019 (dalam miliaran rupiah)

Page 16: KATA PENGANTAR - DJPb

12 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN

2019 trennya terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari peningkatan

APBN dari tahun ke tahun, dimana TKDD dialokasikan dengan formula tertentu dari

APBN.

Peningkatan tersebut terjadi

hampir di semua komponen

TKDD. Hanya alokasi Dana Bagi

Hasil (DBH) saja yang

mengalami sedikit penurunan.

Hal ini dilakukan untuk

menyesuaiankan dengan

realisasi tahun sebelumnya.

Khusus untuk DBH realisasi

sesuai dengan kondisi capaian

DBH sehingga dimungkinkan melebihi pagu yang ditetapkan pemerintah.

Sampai dengan triwulan I 2019 DAK Fisik belum direalisasikan atau masih 0 persen.

Hal ini terjadi karena adanya kebijakan baru pada tahun 2019 dalam penyaluran DAK

Fisik yaitu diperlukannya reviu inspektorat daerah atau BPKP terhadap capaian

output. Sampai akhir triwulan I 2019 pengelola DAK Fisik masih menyelesaikan

administrasi penyaluran DAK Fisik Tahap I.

Alokasi Dana Insentif Daerah (DID) juga mengalami peningkatan pada tahun 2019.

Capaian WTP pada Pemerintah Kabupaten Solok dan Kabupaten Kepulauan

Mentawai pada LKPD 2017 menjadi salah satu alasannya. WTP merupakan syarat

dasar suatu daerah untuk memperoleh DID.

Tabel II.10 Realisasi Transfer Dana Desa RKUN - RKUD - RKD Triwulan I Tahun 2019

Sumber : OMSPAN, data diolah

Rp %

1 0801 - KAB. A G A M 74,249,755,000 82 14,849,951,000 29,699,902,000 44,549,853,000 60 44,549,853,000 -

2 0802 - KAB. PASAMAN 48,262,081,000 37 9,652,416,200 9,652,416,200 60 - 9,652,416,200

3 0803 - KAB. LIMAPULUH KOTA 75,446,605,000 79 15,089,321,000 - 15,089,321,000 20 9,371,416,985 5,717,904,015

4 0804 - KAB. S O L O K 74,487,563,000 74 14,897,512,600 - 14,897,512,600 20 11,511,550,200 3,385,962,400

5 0805 - KAB. PADANG PARIAMAN 95,038,398,000 103 19,007,679,600 - 19,007,679,600 20 1,087,585,400 17,920,094,200

6 0806 - KAB. PESISIR SELATAN 166,305,833,000 182 33,261,166,600 - 33,261,166,600 20 32,811,643,000 449,523,600

7 0807 - KAB. TANAH DATAR 66,854,249,000 75 13,370,849,800 - 13,370,849,800 20 4,691,255,000 8,679,594,800

8 0809 - KAB. KEPULAUAN MENTAWAI 54,390,771,000 43 10,878,154,200 - 10,878,154,200 20 2,892,371,800 7,985,782,400

9 0810 - KAB. DHARMAS RAYA 51,593,117,000 52 10,318,623,400 - 10,318,623,400 20 10,318,623,200 200

10 0811 - KAB. SOLOK SELATAN 43,409,551,000 39 8,681,910,200 - 8,681,910,200 20 8,681,910,200 -

11 0812 - KAB. PASAMAN BARAT 47,238,491,000 19 9,447,698,200 - 9,447,698,200 20 - 9,447,698,200

12 0813 - KAB. SIJUNJUNG 58,787,649,000 61 11,757,529,800 - 11,757,529,800 20 11,757,529,800 -

13 0854 - KOTA SAWAHLUNTO 28,211,222,000 27 - - - - - -

14 0857 - KOTA PARIAMAN 48,050,234,000 55 9,610,046,800 9,610,046,800 60 - 9,610,046,800

932,325,519,000 928 180,822,859,400 29,699,902,000 210,522,761,400 22.6 137,673,738,585 72,849,022,815 TOTAL

No. KABUPATEN / KOTA PAGU JML DESA TAHAP I TAHAP IITotal Penyaluran

Penyaluran Ke RKD Sisa pagu RKUD

Grafik II.9 Pagu dan Realisasi Komponen TKDD Triwulan I

2019 (dalam miliaran rupiah)

Sumber : SIMTRADA, OMSPAN, data diolah

No. TKDD Pagu Realisasi %

1 Dana Bagi Hasil 516,563.24 74,056.96 14.34

2 Dana Alokasi Umum 13,953,759.17 4,624,926.95 33.14

3 DAK Fisik 2,333,463.90 - -

4 DID 615,637.55 302,656.55 49.16

5 DAK Non Fisik 3,736,844.48 253,254.85 6.78

6 Dana Desa 932,325.52 216,165.01 23.19

22,088,593.85 5,471,060.32 24.77 Total

Page 17: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 13

Untuk penyaluran Dana Desa, sampai dengan triwulan I telah disalurkan Dana Desa

Tahap I kepada 13 Pemda dari 14 Pemda Penerima Dana Desa sebesar 20 persen

dari pagu Dana Desa. Sedangkan untuk Pemko Sawahlunto, karena keterlambatan

desa menyampaikan laporan tahun 2018 baru akan dicairkan di bulan April 2019.

Untuk penyaluran tahap II, hanya Kabupaten Agam yang telah menerima penyaluran

dari RKUN ke RKUD

3. Badan Layanan Umum (BLU)

Alokasi anggaran untuk satker BLU se-Sumatera Barat pada triwulan I 2019 sebesar

Rp2,09 triliun atau naik sekitar Rp430 miliar dibanding tahun 2018 sebesar Rp1,66

triliun triliun. Kondisi ini terjadi karena adanya 2 BLU yang baru ditetapkan di akhir

tahun 2018 yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Padang dan Institut Agama Islam Negeri

Bukittinggi. Sampai dengan triwulan I, secara keseluruhan realisasi belanja mash

berada di level 11,37 persen. Realisasi tertinggi adalah BLU RSUP M. Jamil Padang

yang mencapai 15,20 persen, sedangkan yang terendah adalah BLU Rumah Sakit

Bhayangkara yang masih 6,35 persen. Rendahnya penyerapan di BLU Rumah Sakit

Bhayangkara bisa jadi disebabkan karena baru dibentuknya BLU ini di akhir tahun

2018 sehingga masih memerlukan beberapa penyesuaian baik dalam administasi

maupun dalam pola pengelolaan anggaran.

Tabel II.11 Pagu dan Realisasi Anggaran BLU Triwulan I Tahun 2019

No. Badang Layanan Umum Pagu Realisasi %

1 RSUP M. Jamil Padang 611,615,613,000 92,943,903,313 15.20

2 IAIN Imam Bonjol 225,283,611,000 15,347,702,968 6.81

3 RS Stroke Nasional Bukittinggi 126,248,106,000 16,149,494,960 12.79

4 Universitas Andalas Padang 554,178,735,000 53,494,160,849 9.65

5 Universitas Negeri Padang 442,539,527,000 46,221,431,455 10.44

6 Rumkit Bhayangkara Padang 26,887,949,000 1,708,076,873 6.35

Total 1,986,753,541,000 225,864,770,418 11.37 Sumber : OMSPAN, data diolah

Salah satu indikator yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian BLU

adalah tingkat ketergantungan terhadap alokasi Rupiah Murni (RM) dan seberapa

besar kontribusi pendapatan BLU terhadap belanja BLU.

4. Investasi Pusat/Kredit Program

Bentuk kredit program yang ada di Sumatera Barat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR)

dan Ultra Mikro (UMi). Sejak diluncurkan di akhir tahun 2017, UMi mendapat respon

positif dari masyarat. Namun sampai triwulan I 2019, penyaluran masih relatif kecil, hal

Page 18: KATA PENGANTAR - DJPb

14 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN

561

672

2.595

6.957

9.744

20.774

26.780

40.500

69.312

313.057

665.602

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Jasa Kesehatan

Transportasi

Real Estate

Perikanan

Penyediaan Akomodasi

Jasa Kemasyarakatan

Industri Pengolahan

Pertanian, Perburuan

Perdagangan Besar dan

Eceran

Grafik II.10 Penyaluran Kredit Program Per Sektor

Triwulan I 2019

Sumber : SIKP, data diolah

ini disebabkan karena penyaluran UMi oleh PT. Pergadaian (Persero) dan PT. PNM

dilakukan secara bertahap setelah terlebih dahulu dilakukan proses penilaian.

Tabel II.12 Realisasi Penyaluran Kredit Program Per Skema pada Triwulan I 2019

No Skema Kredit Januari Februari Maret Jumlah

1 KUR Mikro 134.440.500.000 206.718.000.000 184.098.500.000 525.257.000.000

2 KUR Penempatan TKI

17.925.000 0 20.245.000 38.170.000

3 KUR Kecil 128.484.900.000 207.114.000.000 243.194.028.330 578.831.098.330

4 Ultra Mikro 6.000.000 0 8.000.000 14.000.000

Total 262.987.495.000 413.832.000.000 427.320.773.330 1.104.140.268.330

Sumber : SIKP, data diolah

Sedangkan untuk KUR, pada triwulan I tahun 2019, telah disalurkan lebih dari Rp1,1

triliun rupiah. KUR Kecil menjadi yang terbesar dengan total penyaluran mencapai

Rp578,8 miliar sedangkan KUR Mikro telah disalurkan sebesar Rp525,3 miliar. KUR

Penempatan TKI yang dari tahun ke tahun masih sangat rendah realisasinya. Untuk itu

perlu dilakukan sosialisasi kepada calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri akan

adalanya fasilitas KUR bagi mereka.

Penyaluran Kredit Program masih

didominasi oleh sektor

Perdagangan Besar dan Eceran

dengan nilai akad sebesar 50,94

persen dengan nilai penyaluran

mencapai Rp665,6 miliar dan

sektor pertanian sebesar 35,19

persen dengan nilai penyaluran

mencapai Rp313,06 miliar. Ini

sejalan dengan karakteristik

struktur ekonomi di Sumatera

Barat, dimana sektor perdagangan dan pertanian merupakan sektor utama

penyumbang pertumbuhan ekonomi.

Dari hasil monitoring dan evaluasi penyaluran kredit program, permasalahan

penyaluran dari triwulan-triwulan sebelumnya relatif sama yaitu:

a. Peran Pemerintah Daerah dalam menjaring dan memfasilitasi debitur potiensial

dinilai masih kurang. Kendala pendanaan di Pemda menjadi alasan klasiknya.

Padahal dengan adanya kredit program, memacu perkembangan UMKM yang

Page 19: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN | 15

pada gilirannya akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan memperkecil gini

ratio.

b. Perlunya sektor-sektor ekonomi baru mendapatkan fasilitas kredit program lebih

diutamakan dibanding sektor-sektor jenuh seperti sektor perdagangan besar dan

kecil dengan realisasi terbesar padahal sektor ini sudah sangat sulit untuk

dikembangkan. Sektor pariwisata yang saat ini cukup berkembangan, merupakan

salah satu sektor potensial untuk dikembangkan.

Page 20: KATA PENGANTAR - DJPb

16 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN

Halaman ini sengaja dibiarkan kosong

Page 21: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD | 16

A. Pendapatan Daerah

Komposisi terbesar dari target pendapatan Pemda se-Sumatera Barat pada tahun 2019

tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketergantungan terhadap Transfer

ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebagai sumber pendapatan masih sangat tinggi.

Dari target Pendapatan sebesar Rp28,59 triliun sebesar Rp20,56 triliun berasal dari

TKDD atau sebesar 71,89 persen. Persentase TKDD terhadap pendapatan Pemda

tahun 2019 sedikit menurun dibanding tahun 2018 yang mencapai 77,54 persen.

Tabel III.1 Realisasi Pendapatan APBD se- Sumatera Barat Triwulan 2019

(dalam jutaan rupiah)

Sumber : GFS Sumbar, data diolah

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Realisasi PAD Sumbar sampai

dengan triwulan I tahun 2019

mencapai Rp736,6 miliar atau

sebesar 14,70 persen dari target

yang ditetapkan sebesar Rp5.010

miliar. Hanya ada 6 (enam) dari 20

Pemda yang realisasi PAD di atas

15 persen. Pemkab Agam

memperoleh realisasi tertinggi

sebesar 22,29 persen.

Sedangkan realisasi PAD triwulan

I yang terendah adalah pada

Pemkab Kepulauan Mentawai

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi %

1 Provinsi Sumatera Barat 2,491,393 439,779 4,185,074 932,210 52,402 10,146 6,728,869 1,382,136 20.54

2 Kota Padang 824,377 107,929 1,572,720 389,086 282,220 26,071 2,679,317 523,086 19.52

3 Kabupaten Pesisir Selatan 152,796 25,055 1,238,326 215,681 359,170 33,261 1,750,293 273,997 15.65

4 Kabupaten Padang Pariaman 112,906 8,674 1,174,022 265,053 245,981 30,450 1,532,909 304,177 19.84

5 Kabupaten Agam 117,953 26,288 1,166,091 282,382 229,988 69,458 1,514,031 378,127 24.97

6 Kabupaten Lima Puluh Kota 89,175 5,373 1,054,017 192,115 234,165 15,089 1,377,357 212,576 15.43

7 Kabupaten Tanah Datar 146,175 8,352 1,020,186 178,906 199,788 13,371 1,366,150 200,629 14.69

8 Kabupaten Solok 71,716 9,339 999,425 246,160 184,270 14,898 1,255,410 270,397 21.54

9 Kabupaten Pasaman Barat 115,528 6,665 936,536 221,267 184,402 20,730 1,236,466 248,662 20.11

10 Kabupaten Kepulauan Mentawai 84,990 2,216 844,467 104,247 146,609 - 1,076,067 106,463 9.89

11 Kabupaten Dharmasraya 90,086 5,235 778,169 176,010 136,741 33,415 1,004,996 214,659 21.36

12 Kabupaten Pasaman 91,198 16,408 810,279 209,709 103,293 14,468 1,004,771 240,584 23.94

13 Kabupaten Sijunjung 74,512 6,035 770,093 190,923 128,783 22,981 973,387 219,940 22.60

14 Kabupaten Solok Selatan 70,000 2,264 746,497 166,795 126,674 26,830 943,170 195,889 20.77

15 Kota Payakumbuh 124,611 24,387 623,463 168,074 76,587 - 824,661 192,462 23.34

16 Kota Bukittinggi 116,597 21,014 558,320 155,886 63,912 13,007 738,829 189,906 25.70

17 Kota Pariaman 35,881 3,307 542,164 106,274 108,150 9,610 686,196 119,191 17.37

18 Kota Sawahlunto 56,240 3,807 510,897 135,945 83,226 11,097 650,363 150,848 23.19

19 Kota Solok 48,899 4,926 527,057 138,465 54,656 10,770 630,612 154,162 24.45

20 Kota Padang Panjang 94,982 9,555 499,182 146,920 25,704 - 619,868 156,475 25.24

5,010,014 736,607 20,556,985 4,622,108 3,026,722 375,651 28,593,721 5,734,367 20.05 Total

TotalPAD Pendapatan Transfer Pendapatan Lainnya

Kabupaten/KotaNo.

Sumber: GFS Sumbar, data diolah

Grafik III.1 Realisasi PAD Triwulan I 2019 (dalam %)

Page 22: KATA PENGANTAR - DJPb

17 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD

yang hanya mencapai 2,61 persen dan Pemkab Solok Selatan yang hanya mencapai

3,28 persen. Walaupun pa da tahun tahun sebelumnya biasanya akan tercapai di akhir

tahun anggaran, namun melihat kondisi petumbuhan ekonomi Sumatera Barat, target

PAD tersebut sulit dicapai sampai akhir tahun 2019.

2. Pendapatan Transfer

Pendapatan transfer bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum

(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), Dana Desa, Transfer

dari Pemda Lain, dan Bantuan lainnya. Sampai dengan triwulan I, Pendapatan Transfer

pemerintah daerah se-Sumatera Barat bersumber dari TKDD telah mencapai Rp4,62

triliun dari alokasi Rp20,56 triliun, atau telah direalisasikan sebesar 22,48 persen.

Pendapatan transfer pada 2019 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan

2018 yang mencapai Rp20,51 triliun. Peningkatan ini terjadi hampir di semua sumber

transfer, kecuali DBH yang sedikit mengalami penurunan. Ini dilakukan guna

penyesuaian terhadap realisasi dalam beberapa tahun terakhir yang tidak pernah

tercapai.

3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Komposisi Lain-lain pendapatan yang sah dalam APBD se-Sumatera Barat tidak terlalu

besar dan realisasinya dari tahun tahun sebelumnya selalu berfluktuasi. Hal ini karena

sumber pendapatan tersebut bersifat sementara dan tidak terduga realisasinya.

Komponen Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah terdiri dari:

a. Pendapatan Hibah, berupa hibah dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya,

badan/lembaga swasta, atau dari kelompok masyarakat;

b. Pendapatan dari Dana Darurat; dan

c. Pendapatan Lainnya.

Sumber utama pendapatan ini berasal dari Pendapatan Hibah. Pola atau trennya sangat

berfluktuasi. Realisasi triwulan II tahun 2017 sebesar Rp196,66 miliar, pada tahun 2018

sebesar Rp63,23 miliar dan pada tahun 2019 ini hanya Rp1,1 miliar.

B. Belanja Daerah Komposisi belanja pemerintah daerah terdiri dari Belanja Langsung, Belanja Tidak

Langsung, dan Transfer ke Pemerintah Kab/Kota atau sebaliknya, serta belanja yang

disalurkan ke Desa. Alokasi belanja daerah se-Sumatera Barat tahun 2019 sebesar

Rp.29.537,93 miliar 2018 meningkat sekitar 6,5 persen dibanding tahun 2018 dengan

total belanja sebesar Rp 27.735,12 miliar. Realisasi belanja sampai akhir triwulan I

sebesar Rp2.634,97 miliar atau sekitar masih berada di 8,92 persen.

Page 23: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD | 18

Seperti sudah menjadi

kebiasaan dan trennya,

belanja pegawai selalu yang

tertinggi dalam penyerapan

anggaran. Pada triwulan I

2019, belanja pegawai baru

mencapai 13,11 persen,

sedangkan belanja modal

masih sangat rendah yaitu

hanya 1,59 persen atau

sebesar Rp100 miliar dari

alokasi Rp6,25 triliun.

Beberapa permasalahan pelaksanaan anggaran yang biasanya terjadi di triwulan I tahun

2019 hampir mirip dengan triwulan I tahun 2018, diantaranya:

1. Adanya beberapa kegiatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak

sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu dilakukan revisi, sehingga pada triwulan I

belum dilaksanakan karena masih menunggu proses revisi anggaran selesai

dilaksanakan;

2. Proses lelang pada Unit layanan pengadaan yang masih berjalan untuk kegiatan

pengadaan pada kegiatan di OPD, dimana pemenang lelang baru ditetapkan sekitar

bulan April atau pada triwulan II.

3. OPD terlambat memulai kegiatan pelaksanaan fisik, terutama kegiatan dengan

penunjukan langsung yang berasal dari dana DAK, seperti adanya kesalahan juknis

dari kementerian/lembaga yang memerlukan penyesuaian.

4. Adanya kegiatan yang bersifat situasional seperti pencairan Jampersal dan Belanja

Bantuan Tanggap Darurat dan Belanja Bantuan Sosial sangat tergantung pada

kejadian atau proposal yang diusulkan.

Grafik III.2 Realisasi Belanja Daerah Sumatera Barat pada

Triwulan I Tahun 2019

12.399

7.122 6.253

1.625

563 100

13,11

7,90

1,59

(1,00)

1,00

3,00

5,00

7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

Belanja Pegawai Belanja Barang dan

Jasa

Belanja Modal

Sumber: GFS Sumbar, data diolah

Page 24: KATA PENGANTAR - DJPb

19 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD

Halaman ini sengaja dibiarkan kosong

Page 25: KATA PENGANTAR - DJPb

19 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian

A. Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

Kontraksi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I tahun 2019 salah satu

penyebab adalah lambatnya penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dan

daerah. Walaupun ada perbaikan realisasi penyerapan anggaran dibanding periode

yang sama dengan tahun sebelumnya, peningkatan tidak terlalu berpengaruh secara

signifikan.

Selanjutnya, dari tabel IV.1 di bawah, secara kuantitatif dapat disimpulkan bahwa

pendapatan secara konsolidasi daerah sangat jauh dibanding jumlah belanja pemerintah

di Sumatera Barat. Dengan demikian, ketergantungan ekonomi daerah secara umum

sangat dipengaruhi oleh dana transfer dari pusat. Selain itu, struktur ekonomi dalam

PDRB menunjukkan tidak ada perubahan signifikan baik distribusi maupun kontribusi

pertumbuhan dari sektor-sektor selain sektor pertanian dan perdagangan.

Tabel 4.1 Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) Triwulan I

Tahun 2019 (miliaran rupiah)

Uraian s.d Triwulan I 2019 Kenaikan (%) Triwulan I 2018

Pusat (2) Daerah (6) Konsolidasi Konsolidasi

Pendapatan 1.095,99 770,68 1.866,67 -12,36 2,130

1 Pendapatan Perpajakan 710,80 518,88 1.229,68 -5,80 1.305,33

2 Pendapatan Bukan Pajak 385,19 251,80 636,99 -22,64 823,40

3 Hibah - - - - 1.05

4 Transfer - - - - -

Belanja Negara 6.986,38 2.663,51 4.387,38 10,29 3,978

5 Belanja Pemerintah 1.521,64 2.471,11 3.992,75 0,37 3.978

6 Transfer 5.464,74 192,40 394,63 - 0

Surplus (Defisit) (5.890,39) 3.369,68 (2.520,71) 51,03 (1.669)

Pembiayaan - 501,77 501,77 4,05 482.22

7 Penerimaan Pembiayaan Daerah 520,98 520,98 -57,64 1.230

8 Pengeluaran Pembiayaan Daerah 19,21 19,21 -28,85 27

Sisa Lebih (Kurang) Pembiayaan Anggaran

(5.890,39) 3.871,45 (2.018,94) 333,25 (466)

Sumber: LKPK Sumbar

B. Pendapatan Konsolidasian

Total pendapatan konsolidasi yang masuk dalam kelompok penerimaan pajak, PNBP,

dan hibah untuk Triwulan I 2019 Sumbar mencapai Rp1,87 triliun atau turun cukup

signifikan mencapai 12,36 persen dibanding dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Realisasi pendapatan perpajakan konsolidasi turun sebesar 5,8 persen

menjadi Rp1,23 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

Rp1,3 triliun. Sedangkan realisasi PNBP konsolidasi turun sangat signifikan menjadi

Page 26: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian | 20

Rp636,99 miliar atau 22,64 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp823,40

persen.

Tax contribution Sumbar triwulan I 2018 mencapai Rp227.220,-/penduduk atau turun 11

persen. Kontribusi pendapatan konsolidasian terbesar berasal dari Kota Padang, Kota

Bukittinggi dan Kota&Kabupaten Solok. Dibandingkan dengan tax ratio nasional yang

mencapai 11 persen dan standar tax ratio standar bank dunia yang mencapai 15 persen,

ada beberapa hal yang perlu dilihat lebih dalam terkait rendahnya tax ratio di Sumbar.

Pertama, apakah jumlah masyarakat Sumbar masih banyak tergolong kelompok

ekonomi yang belum layak membayar pajak atau tidak. Selanjutnya, perlu dilihat lebih

dalam ketaatan pajak WP di Sumbar dalam membayarkan pajak, sehingga tax ratio ini

bisa ditingkatkan setidaknya mendekati tax ratio nasional.

Dengan melihat pertumbuhan tax ratio and contribution tersebut yang masih rendah

dengan kondisi pertumbuhan ekonomi, maka baik pemerintah pusat perlu melihat

bersama permasalahan pemungutan pajak di Sumbar secara komprehensif. Salah satu

cara memperbaiki rendahnya tax ratio and contribution Sumbar adalah melakukan

penyuluhan bersama antara dinas penerimaan pajak daerah dan Ditjen Pajak.

C. Belanja Konsolidasian

Jumlah alokasi anggaran belanja

Provinsi Sumbar pada triwulan I 2019

(Belanja Konsolidasian) mencapai

Rp3,99 triliun. Realisasi pada triwulan I

2019, tidak menunjukan peningkatan

yang signifikan dibandingkan dengan

tahun 2018. Realisasi belanja pada

triwulan I 2019 hanya naik sebesar

Rp14 miliar.

Berdasarkan klasifikasi ekonomi,

konsentrasi alokasi belanja pemerintah masih berfokus pada belanja pegawai dengan

mencapai 47% dari total alokasi, diikuti oleh belanja Barang dan jasa untuk operasional

sebesar 29%, diikuti dengan besaran belanja modal 21%. Persentase realisasi belanja

pegawai, barang, dan modal tidak terlalu jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya

walaupun tahun 2019 sedikit lebih baik. Belanja pegawai diharapkan akan meningkat

pada triwulan II dan triwulan III pada tahun 2018 seiring dengan realisasi pemberian gaji

ke-13 dan gaji ke-14 untuk Aparatur sipil negara beserta pensiun. Selain itu, dari sisi

kebijakan, pemerintah akan mengupayakan besaran gaji ke-14 tidak hanya mencakup

Grafik IV.1 Realisasi Belanja Konsolidasi

Triwulan I 2018

49%

30%

17%

0%0%

4%0%

0%

Pegawai

Barang

Modal

Pembayaran

Bunga Utang

SubsidiSumber: LKPK Sumbar

Page 27: KATA PENGANTAR - DJPb

21 | Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian

gaji pokok namun juga meliputi tunjangan kinerja pegawai. Kebijakan ini diharapkan

akan dapat mendorong daya beli masyarakat sehingga Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga dapat mendorong pertumbuhan PDRB lebih baik. Khusus untuk Belanja barang

dan belanja modal, penyerapan tidak akan jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya,

dimana realisasi keuangan belanja akan meningkat secara tajam pada triwulan III dan

IV.

D. Analisis Kontribusi Pemerintah dalam PDRB

E. Tabel 4.2 Laporan Operasional Triwulan I tahun 2019, diolah (miliaran rupiah)

Uraian Jumlah Uraian (Lanjutan…..) Jumlah

PENDAPATAN

1,360.76

TRANSAKSI ASET NON

KEUANGAN

-

Pajak

829.77

Akuisisi Aset Non Keuangan

Neto

143.76

Kontribusi Sosial - Aset Tetap 137.05

Hibah 112.80 Perubahan Persediaan -

Pendapatan Lainnya 418.18 Barang Berharga -

BEBAN 3,245.21 Aset Non Produksi 6.71

Kompensasi Pegawai

786.37

Saldo Peminjaman/Pinjaman

Netto

(2,028.22)

Penggunaan Barang dan Jasa

985.13

TRANSAKSI ASET KEUANGAN

DAN KEWAJIBAN

(PEMBIAYAAN):

-

Konsumsi Aset Tetap - Akuisisi Netto Aset Keuangan (2,488.98)

Bunga - Dalam Negeri (2,488.98)

Subsidi - Luar Negeri -

Hibah 1,344.44

Manfaat Sosial 0.09 Keterjadiaan Kewajiban Netto 15.53

Beban Lainnya 129.18 Dalam Negeri 15.53

Saldo Operasi Bruto (1,884.45) Luar Negeri -

Saldo Operasi Netto 1-2+NOBz) (1,884.45) SILPA Konsolidasian 476.29

F. Sumber: Laporan Stastik Keuangan Pemerintah Sumbar triwulan I 2019, diolah

Besaran belanja pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat, baik

yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang. Dari total belanja

konsolidasi pemerintah s.d triwulan I 2019 yang mencapai Rp 3,97 triliun tersebut,

distribusi belanja pemerintah terhadap PDRB Sumbar mencapai 7,16 % terhadap PDRB

Sumbar. Namun demikian, multiplier effect dari belanja pemerintah sangat tergantung

pada jenis belanja dan respon pasar terhadap belanja yang disalurkan.

Page 28: KATA PENGANTAR - DJPb

Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian | 22

Halaman ini sengaja dibiarkan kosong

Page 29: KATA PENGANTAR - DJPb

A. Rendang, Komoditi Ekspor Baru Sumatera Barat yang Mendunia

Membicarakan rendang, sudah pasti kita membayangkan suatu makanan yang khas dari

Sumatera Barat dan memiliki rasa yang sangat enak dan diakui penikmat kuliner

diseantero dunia. Rendang sudah menjadi trademark orang Minang dan belum ada

pihak manapun yang mengakui rendang bukan berasal dari daerah Sumatera Barat.

Catatan sejarah oleh William Marsden dalam bukunya The History of Sumatera (1811)

menunjukan rendang pertama kali ditemukan pada awal abad 19, Marsden menjelaskan

bagaimana proses mengolah daging oleh masyarakat Minangkabau agar daging

tersebut awet tanpa menjelaskan apa nama olahan tersebut. Beberapa pendapat

menyebutkan bahwa masakan rendang memilki pengaruh dari berbagai makanan dari

luar negeri seperti India dan Arab yang dulunya pengaruh tersebut dibawa masuk oleh

pedagang India dan Arab yang datang ke Minangkabau sebagai pusat perdagangan

rempah-rempah dunia pada abad ke 15. Sejarah lain menyebutkan bahwa dahulu

rendang dibuat bukan dari daging sapi melainkan daging kerbau dengan struktur serat

yang cukup alot dan keras, sehingga perlu dimasak dalam waktu yang cukup lama

dengan api kecil dan proses inilah yang disebut merendang, hingga akhirnya

masakannya dinamai rendang.

Dalam perkembangan selanjutnya, pamor rendang semakin tinggi dan mendunia,

karena beberapa kali menyabet gelar sebagai olahan kuliner terlezat didunia oleh media

internasional mengalahkan sajian dunia yang sudah terkenal sebelumnya seperti Sushi

dari Jepang, Kimchi dari Korea Selatan dan bahkan Pizza dari Italia. Oleh karena itu

rendang sudah bisa dijadikan potensi komoditi makanan yang dapat diekspor ke negara

manapun didunia.

Sebagaimana dilansir majalah Tempo, rendang salah satu makanan khas Sumatera

Barat, bakal menjadi komoditas ekspor unggulan karena animo pencinta kuliner luar

negeri terhadap rendang cukup tinggi terutama negara Eropa. Menurut Gubernur

Sumatera Barat Irwan Prayitno, ide untuk mengekspor rendang muncul karena sejumlah

mitra luar negeri yang menginginkan rendang namun sulit untuk mendapatkannya dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sedang melakukan kajian kuliner rendang untuk

bisa bertahan hingga 1,5 tahun. Masa kadaluwarsa yang lama sangat dibutuhkan untuk

menjangkau pasar dunia. Berbagai upaya untuk membuat rendang mendunia terus

dilakukan pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah, mulai dari promosi yang

gencar maupun kemasan produk rendang yang dibuat semakin bagus dan higienis,

diharapkan dapat menambah minat konsumen luar negeri untuk mencicipi rendang

sebagai kuliner terlezat di dunia.

Page 30: KATA PENGANTAR - DJPb

23 | Berita / Isu Fiskal Terpilih

Upaya-upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil, Pemerintah Kota Payakumbuh telah

memastikan eskpor rendang secara massal pada Mei 2019 ke Arab Saudi setelah nota

kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) sukses ditandatangani

dengan pengusaha Arab Saudi. Sebagaimana yang diutarakan oleh Wakil Walikota

Payakumbuh, Erwin Yunaz, bahwa Ekspor kuliner rendang dalam bentuk kalio atau 2/3

bahan jadi akan dikirim ke Arab Saudi sebanyak satu kontainer atau sekitar 20 ton

bumbu rendang, sedangkan penyediaan daging untuk rendang tetap berasal dari Arab

Saudi karena ekspor daging ke negara tersebut membutuhkan perizinan dan birokrasi

yang cukup panjang,

Ekspor rendang tersebut tentunya akan berdampak besar terhadap ekonomi

masyarakat, Bisa dibayangkan untuk membuat 1 (satu) kilo rendang dibutuhkan empat

butir kelapa dtambah dengan kebutuhan bawang dan cabainya, jadi 20 ton bumbu

rendang yang diekspor akan membutuhkan kurang lebih 80 (delapan puluh) ribu kelapa

berikut dengan penggunaan cabai dan bawangnya. Hal ini akan meningkatkan sektor

pertanian dan membuka lapangan kerja baru yang menjajnjikan. Untuk mengekspor

rendang ke Arab Saudi, Pemerintah Kota Payakumbuh telah menyiapkan koperasi

khusus pelaku usaha rendang di Payakumbuh dan guna peningkatan jumlah pengusaha

rendang dalam perizinan telah ada pula Balai POM, di Kota Payakumbuh.

Dibalik kesuksesan rendang diakui sebagai kuliner yang terlezat, ternyata masih

terdapat persoalan yang menjadi kendala untuk menjadikan rendang makanan yang

mendunia. Salah satunya adalah soal standar. Saat ini rasa rendang di Sumatera Barat

sangat bervariatif dan khas menurut nagari atau desa di ranah minang, ada yang pedas,

gurih maupun agak manis dan hal ini tentunya menjadi persoalan jika rendang diproduksi

secara industrialisasi yang memiliki standar tersendiri. Selain itu juga usaha rendang

masih dilakukan dalam skala industri kecil atau rumahan maupun UMKM, dan belum

sanggup untuk melayani pesanan dalam jumlah yang sangat besar, kalaupun dipenuhi

akan memunculkan rasa yang bervariasi dan dapat menimbulkan komplain dari

konsumen luar negeri. Standarisasi rendang tentunya menjadi persoalan tersendiri bagi

Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, tetapi dengan tekad

yang kuat dan kemauan yang tinggi, rendang dapat dipastikan sejajar dengan makanan

elit dunia lainnya.

Page 31: KATA PENGANTAR - DJPb
Page 32: KATA PENGANTAR - DJPb

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KANTOR WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT

JALAN KHATIB SULAIMAN No.3 Padang 25137 TELEPON(0751) 7054731, 7051253FAKSIMILE(0751) 7051020

Website : www.kanwildjpbn-sumbar.net Email : [email protected]

NOTA DINAS Nomor ND-487/WPB.03/ 2019

Yth : Direktur Pelaksanaan Anggaran Dari : Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat Lampiran : 1 Berkas Hal : Kajian Fiskal Regional Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat Tahun 2019 Tanggal : 14 Mei 2019

Sehubungan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendahraaan Nomor: SE-

61/PB/2017 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional, dengan ini kami sampaikan

Kajian Fiskal Regional Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat Triwulan I Tahun 2019. Softcopy kajian

dimaksud juga telah kami sampaikan melalui email [email protected] dan kami tembuskan ke

email [email protected].

Demikian disampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Ade Rohman