kasus sle

50
Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE) MAKALAH SGD SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI 2 (SLE) DISUSUN OLEH : TUTOR 8 Vathnawaty Carmila 220110110007 ( Chair ) Yunita Persiyawati 220110110052 (Sciber 1 ) Lia Aryanti 220110110112 ( Sciber 2 ) Maya Hertiningtyas 220110110026 Mita Andriyani 220110110098 Anggun 220110110046 Tio Alamsyah 220110110054 Taufik yusdian 220110110016 Sani Oktoriani 220110110030 Hertika Apriliani 220110110070 Christable Vannia 220110110121 Mirza Shofwa 220110110058 Dwi Andini 220110110034

description

case

Transcript of kasus sle

Page 1: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

MAKALAH SGD

SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI 2

(SLE)

DISUSUN OLEH :

TUTOR 8

Vathnawaty Carmila 220110110007 ( Chair )Yunita Persiyawati 220110110052 (Sciber 1 )Lia Aryanti 220110110112 ( Sciber 2 )Maya Hertiningtyas 220110110026Mita Andriyani 220110110098

Anggun 220110110046

Tio Alamsyah 220110110054

Taufik yusdian 220110110016

Sani Oktoriani 220110110030Hertika Apriliani 220110110070Christable Vannia 220110110121Mirza Shofwa 220110110058Dwi Andini 220110110034

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Page 2: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah SGD

ini. Makalah SGD ini mengenai kasus “SLE (Sistemik Lupus Erithemathosus)”. Makalah

ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses

pembelajaran pada mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi 2.

Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari

kemudian. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta

menambah pengetahuan bagi pembaca. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jatinangor, Oktober 2012

Penulis

Page 3: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit

radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya karena adanya perubahan sistem imun. SLE

termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem

muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga

diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak

diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002).

Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem

kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang

masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah

merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu

dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi

bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah.

Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil penelitian Lembaga

Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang

yang terkena SLE (sistemic lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang

sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas

pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah

belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan

dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi sistemik,

muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata, trombosis,

dan kematian janin (Hahn, 2005).

Prevalensi SLE sangat bervariasi, semua suku bangsa dapat terkena tetapi lebih sering pada ras

kulit hitam. Insidensi tidak diketahui, dapat ditemukan pada semua usia. Dua puluh persen kasus SLE

mulai pada masa anak-anak, biasanya anak yang telah berusia lebih dari 8 tahun. Samanta dkk pada

penelitian populasi Asia dan kulit putih di Inggris melaporkan kelainan ginjal lebih sering ditemukan di

populasi Asia. Wanita lebih sering terkena dibanding laki-laki, dengan perbandingan perempuan dan laki-

laki 8:1, dan umumnya pada kelompok usia produktif

Page 4: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

2.2 Tujuan Penulisan

Menjelaskan konsep dasar penyakit SLE (Systemic Lupus Erytematosus)

Memahami pengertian SLE

Mamahami tanda dan gejala

Memahami klasifikasi SLE

Memahami penatalaksanaan penyakit SLE

Memahami pengobatan SLE

Memahami asuhan keperawatan pada pasien penderita SLE

Page 5: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

BAB II

ANALISA KASUS

2.1 Uraian kasus

Ny M berumur 39 tahun mengeluhkan mata dan muka terasa panas dan gatal disertai dengan nyeri pada

bibir dan mult, timbul bintik-bintik pada muka dan bada. Keluhan gatal tersebut semakin jelas apabia

terkena sinar matahari. Terdapat kotoran pada mata terutama pada pagi hari. Nyeri sendi sudah lama

dirasakan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data: Tekanan darah: 100/60mmHg, Nadi 96x/menit,

Suhu 36,3 c Pernapasan =24x/menit, Rambut rontok, mudah dicabut: Wajah Buterfly rush, Mata: nyeri

sekret(+), infeksi konjungtiva(+), konjungtiva anemis, Mulut : Ulser mulut, bibir terasa terbakar, dada dan

perut ditemukan makula eritema. Hasil pemeriksaan lab, darah rutin ditemukan nilai Hb: 7,6g/dl, LED=

62 mm/jam, leukosit 2400/ul

Step 1

1. Makula Eritema(anggun)

2. Ulser ( Taufik )

3. Buterfly rush( Tika )

4. LED ( Dini )

Jawaban

3. Buterfly rush: ruam merah yang bentuknya seperti kupu- kupu ( Lia)

dan biasanya terdapat diwajah dari hidung sampai pipi (mita)

Step 2

1. Kenapa muka dan mata terasa panas? (Taufik)

2. Kenapa keluhan semakin jelas pada saat terkena matahari? (Vania)

3. Mengapa ada kotoran pada mata di pagi hari? ( Maya )

4. Apakah ada hubungan penyakit ini terkait dengan Hb dan TD ? ( Dini )

5. Apa yang menyebabkan rambut rontok dan mudah dicabut ? (Sani)

6. Apak diagnose medisnya? (Tika )

7. Hubungan adanya secret dengan penyakit ini? (Lia )

8. Apa penyebab nyeri sendi?( Mita )

Page 6: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

9. Kenapa diperut ditemukan Makula Eritema? ( Fathnawati )

Step 3

1. -Karena leukosit maka terjadi infeksi dan menyebabkan respon inflamasi seperti panas dan

merah merah.( Tika)

-Karena sensitive terhadap cahaya matahari ada beberapa penyakit yang disebabkan karena

terkena cahaya matahari .(Mirza)

2. Karena terkena cahaya matahari/langsung terpapar matahari.( Mirza )

3. Karena Sakit terjadi respon inflamasi Sekret bangun tidur kotoran

menumpuk di mata (Fathnawati)

4. Penyakit lupus antibody menyerang tubuh sendiri termasuk menyerang eritrosit Hb

menjadi turun (Anggun)

5. Sel sel rambut butuh suplay oksigen dan nutrisi pada penyakit ini Hb rendah suplai oksigen

kurang,rambut jadi mudah dicabut karena kurang protein juga. ( Maya )

6. Diagnosa medis: SLE ( Vania )

7. Sekret merupakan mekanisme pertahanan tubuh ( + )

8. Hb rendah O2 rendah metabolism terganggu anaaerob penimbunan asam laktat

Leukosit rendah daya tahan tubuh turun maka terjadi proses inflamasi (Tio)

Page 7: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Step 4

Mindmap

SLE

Definisi

Etiologi Tanda dan gejala

Klasifikasi

Patofisiologi

Penatalaksanan

Askep

Pengkajian Analisa data

diagnosa Intervensi

Anamnesa Pemeriksaan

fisik Pemeriksaan

diagnostik

Page 8: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

2.2 Tinjauan Pustaka Kasus

a. Anatomi dan Fisiologi

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang

dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja

dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta

menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh

Fungsi sistem imun:

1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan

mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk

ke dalam tubuh

2. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan jaringan.

3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Page 9: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Tipe sistem imun

Secara umum sistem imun manusia terbagi dalam dua, yaitu :

Sistem imun alamiah terentang luas, mulai dari air mata, air liur, keringat (dengan pHnya yang

rendah/asam), bulu hidung, kulit, selaput lendir, laktoferin dan asam neuraminik (pada air susu ibu),

sampai asam lambung termasuk di dalamnya. Secara lebih mendetail di dalam cairan tubuh seperti air

mata atau darah terdapat komponen sistem imun alamiah yang antara lain terdiri dari fasa cair seperti IgA

(Imunoglobulin A), Interferon, Komplemen, Lisozim, ataupun c-reactive protein (CRP). Sementara fasa

seluler terdiri dari sel-sel pemangsa (fagosit) seperti sel darah putih (polymorpho nuclear/PMN), sel-sel

mono nuklear (monosit atau makrofag), sel pembunuh alamiah (Natural Killer), dan sel-sel dendritik.

Sistem imun adaptif terdapat sistem dan struktur fungsi yang lebih kompleks dan beragam. Sistem imun

adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel limfosit T (T penolong dan T sitotoksik) dan

keluarga sel mono nuklear (berinti tunggal). Sub sistem kedua adalah sub sistem humoral, yang terdiri

dari kelompok protein globulin terlarut yaitu: Imunoglobulin G,A,M,D, dan E. Imunoglobulin dihasilkan

oleh sel limfosit B melalui suatu proses aktivasi khusus, bergantung kepada karakteristik antigen yang

dihadapi. Secara berkesinambunangan dalam jalinan koordinasi yang harmonis, sistem imun baik yang

alamiah maupun adapatif senantiasa bahu-membahu menjaga keselarasan interaksi antara sistem tubuh

manusia dengan media hidupnya (ekosistem).

Mekanisme kerja sistem imun

Keberadaan mikroba patogen dapat menimbulkan dampak-dampak yang tidak diharapkan akan

memicu sistem imun untuk melakukan tindakan dengan urutan mekanisme sebagai berikut : introduksi,

persuasi, dan represi.

Meskipun komplemen dapat diasosiasikan sesuai artinya, yaitu pelengkap, namun sesungguhnya

fungsinya amatlah vital. Faktor komplemen bertugas untuk menganalisa masalah untuk selanjutnya

mengenalkannya kepada imunoglobulin, untuk selanjutnya akan diolah dandipecah-pecah menjadi

bagian-bagian molekul yang tidak berbahaya bagi tubuh. Setelah itu limfosit T bekerja dengan memakan

mikroba patogen. Sel limfosit terdiri dari dua spesies besar, yaitu limfosit T dan B. Bila limfosit B kelak

akan bermetamorfosa menjadi sel plasma dan selanjutnya akan menghasilkan imunoglobulin

(G,A,M,D,E), maka sel T akan menjadi divisi T helper, T sitotoksik, dan T supresor.

Page 10: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Dalam kondisi yang berat akan terjadi beberapa proses berikut : sel limfosit T akan meminimalisasi

efek patogenik dari mikroba patogen dengan cara bekerjasama dengan antibodi untuk mengenali dan

merubah antigen dari mikroba patogen menjadi serpihan asam amino melalui sebuah mekanisme yang

disebut Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selain itu sel limfosit T bersama dengan sel NK

(Natural Killer) dan sel-sel dendritik dapat bertindak langsung secara represif untuk menghentikan

kegiatan mikroba patogen yang destruktif melalui aktivitas kimiawi zat yang disebut perforin. Dalam

beberapa kondisi khusus, sel limfosit T dapat memperoleh bantuan dari sel makrofag yang berperan

sebagai Antigen Presenting Cell (APC) alias sel penyaji antigen.

Sedangkan Sel limfosit B bertugas untuk membangun sistem manajemen komunikasi terpadu di

wilayah cairan tubuh (imunitas humoral). Bila ada antigen dari unsur asing yang masuk, maka sel limfosit

B akan merespon dengan cara membentuk sel plasma yang spesifik untuk menghasilkan molekul

imunoglobulin yang sesuai dengan karakteristik antigen dari unsur asing tersebut.

Antibodi 

Jika dirangsang oleh suatu antigen, limfosit B akan mengalami pematangan menjadi sel-

sel yang menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan protein yang bereaksi dengan antigen yang

SPESIFIK (adaptif)NONSPESIFIK (alamiah)

FISIK LARUT SELULAR HUMORAL SELULAR

Kulit Saluran pernapasan Saluran cerna Membran mukosa

BIOKIMIA : Lisozim, Sebaseous, Asam lambung, Laktoferin, Asam neuraminik HUMORAL : Komplemen, Inter feron, Crp

FAGOSIT : Sel MN, PMN Sel NK Sel MAST Basofil

SEL B : IgG IgA IgM IgD IgE

SEL T : Th1 Th2 Ts/Tr/Th3 Tdth CTL/Tc

SISTEM IMUN

Page 11: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

sebelumnya merangsang limfosit B. Antibodi juga disebut immunoglobulin. Setiap molekul

antibodi memiliki suatu bagian yang unik, yang terikat kepada suatu antigen khusus dan suatu

bagian yang strukturnya menerangkan kelompok antibodi.

Terdapat 5 kelompok antibodi:

a. IgM adalah antibodi yang dihasilkan pada pemaparan awal oleh suatu

antigen. Contohnya, jika seorang anak menerima vaksinasi tetanus I, maka 10-14 hari

kemudian akan terbentuk antibodi antitetanus IgM (respon antibodi primer). IgM banyak

terdapat di dalam darah tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan di dalam organ

maupun jaringan.

b. IgG merupakan jenis antibodi yang paling umum, yang dihasilkan pada pemaparan

antigen berikutnya. Contohnya, setelah mendapatkan suntikan tetanus II (booster), maka

5-7 hari kemudian seorang anak akan membentuk antibodi IgG. Respon antibodi

sekunder ini lebih cepat dan lebih berlimpah dibandingkan dengan respon antibodi

primer. IgG ditemukan di dalam darah dan jaringan. IgG merupakan satu-satunya

antibodi yang dipindahkan melalui plasenta dari ibu ke janin di dalam kandungannya.

IgG ibu melindungi janin dan bayi baru lahir sampai sistem kekebalan bayi bisa

menghasilkan antibodi sendiri.

c. IgA adalah antibodi yang memegang peranan penting pada pertahanan tubuh terhadp

masuknya mikroorganisme melalui permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung,

mata, paru-paru dan usus. IgA ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh (pada saluran

pencernaan, hidung, mata, paru-paru, ASI).

d. IgE adalah antibodi yang menyebabkan reaksi alergi akut (reaksi alergi segera). IgE

penting dalam melawan infeksi parasit (misalnya river blindness dan skistosomiasis),

yang banyak ditemukan di negara berkembang.

e. IgD adalah antibodi yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam darah.

Fungsinya belum sepenuhnya dimengerti. 

Pertahanan Sistem Imun

Saat tubuh terserang atau diinfasi oleh bakteri atau virus atau mikro organmisme pathogen lainya maka

ada tiga macam cara yang dilakukan tubuh untuk mempertahankan dirinya sendiri, yaitu :

Page 12: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

a. Respon imun fagositik

Meliputi sel darah putih (granulosit dan makrofag) yang dapt memakan partikel-partikel asing. Sel ini kan

bergerak ketempat serangan dan kemudian menelan serta menghancurkan mikroorganism penyerang.

b. Respon humoral (respon anti body)

Respon ini mulai bekerja dengan terbentuknya limfosit yang dapat mengubah dirinya menjadi sel-sel

plasma yang menghasilkan antibody. Antibodi ini merupakan protein yang sangat spesifik diangkut dalam

aliran darah dan memiliki kemampuan untuk melumpuhkan penyerangnya.

c. Respon imun seluler

Respon ini melibatkan limfosit yang mengubah dirinya menjadi sel plasma juga dapat berubah menjadi

sel-sel T sitotoksik khusus yang dapat menyerang mikroorganisme patogen itu sendiri.

Stadium Respon Imun

Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam sutu respon imun,yaitu:

a. Stadium pengenalan

Dasar setiap seaksi imun adalah pengenalan dimana kemampuan dari system imunitas untuk

mengenali anti gen sebagai unsure yang asing atau bukan dagian dari dirinya sendiri. Tubuh akan

melaksanakan pengenalan ( recognition) dengan m,engunakan nodus limfatikus dan limfosit

sebagai pengawas (surveilans). Nodus limfatikus atau kelenjar limfe tersebar luas diseluruh tubuh

dan akan melepaskan limfosit berukuran kecil kedalam alira darah. Limfosit ini akan mengawasi

jaringan dan pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe dari daerah yang dilayani oleh nodus

limfatikus tersebut untuk membentuk system kekebalan. Ketika bahan asing masuk kedalam

tubuh, limfosit yang beredar akan mendekati dan melakukan kontak fisik dengan permukaan

antigen. Begitu terjadi kontak, limfosit dengan bantuan makrofa dapat menghilangkan anti gen

dalam permukaan dengan cara mengambil cetakan stukturnya.

b. Stadium poliferasi

Limfosit yang beredar dan mengandung pesan antigenic akan kembali pada nodus limfatikus

terdekat. Ketika dalam nodus limfatikus, limfosit yang sudah disensitisasi akan menstimulasi

limfosit yang aktif untuk membesar, membelahdiri, mengadakan poliferasi, dan berdeferensiasi

menjadi limfosit T atau B.

Page 13: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

c. Stadium respon

Dalam stadium respon, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi dengan cara humoral atau

seluler. Respon humoral inisial memproduksi antibodi oleh limfosit B sebagai reaksi terhadap

antigen spesifik. Antibody dilepaskan kedalam aliran darah dan berdiam didalam plasma atau

fraksi darah berupa cairan. Dalam respon seluler inisial limfosit yang sudah disensitisasi dan

kembali kenodus limfatikus akan bermigrasi ke daerah lain untuk mejadi sel-sel Yang akan

menyerang langsung mikroba bukan lewat kerja antibody. Limfosit ini dikenal sebagai sel T

sitotoksit. Respon seluler tampak dengan manivestasi melaui peningkatan jumlah limfosit.

d. Stadium efektor

Dalam stadium efektor, antibody dri respon humoral atau seltis sitotoksit dari respon seluler akan

menjangkau antigen dan terangkai pada permukaan objek yang asing.

2.2.1 Definisi

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) penyakit autoimun

sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun,

dan disregulasi sistem imun yang menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan

penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Sistem imun normal akan

melindungi kita dari serangan penyakit yang diakibatkan kuman, virus, dan lain-lain dari luar tubuh kita.

Tetapi pada penderita lupus, sistem imun menjadi berlebihan, sehingga justru menyerang tubuh sendiri,

oleh karena itu disebut penyakit autoimun. Penyakit ini akan menyebabkan keradangan di berbagai organ

tubuh kita, misalnya: kulit yang akan berwarna kemerahan atau erythema, lalu juga sendi, paru, ginjal,

otak, darah, dan lain-lain. Oleh karena itu penyakit ini dinamakan sistemik karena mengenai hampir

seluruh bagian tubuh kita. Jika Lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena,

maka disebut LUPUS KULIT (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya dibandingka Lupus yang

sistemik (Sistemik Lupus /SLE).

Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda adalah

penyakit radang atau infamasi. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit

yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi

Page 14: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi

terjadi akibat fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan

kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibodi tambahan

dan siklus tersebut berulang kembali. Penyakit SLE menyerang penderita usia produktif yaitu 15–64

tahun.

2.2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya LES belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan dalam

disregulasi sistem imun. Faktor Resiko terjadinya SLE:

1. Faktor Genetik

· Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering dari pada pria dewasa

· Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun

2. Faktor Resiko Hormon

Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.

3. Sinar UV

Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini

disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di

tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah

4. Imunitas

Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T

5. Obat

Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka

waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau

DILE). Jenisobat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :

· Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin,

prokainamid, dan isoniazid

· Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin

6. Infeksi

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang- kadang penyakit ini kambuh

setelah infeksi

Page 15: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

7. Stres

Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan

penyakit ini.

Manifestasi Klinis

Rambut yang sering rontok

Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip

kupu-kupu(butterfly rash)

Makula eritoma : Kelainan pada kulit berupa kemerahan yang disebabkan oleh

pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel.

Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari

Page 16: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

a. Sistem Muskuloskeletal

Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri

ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari

b. System integument

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang

melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi

atau palatum durum.

c. System kardio

Perikarditis merupakan manifestasi kardio.

d. System pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura

e. System vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,

eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan

ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

f. System perkemihan

Glomerulus renal.

g. System syaraf

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk

penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

Page 17: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

2.2.3 Klasifikasi

1. Discoid Lupus

Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama,

sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan,

punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan

atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap.

2. Systemic Lupus Erythematosus

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak

faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan

sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan

3. Lupus yang diinduksi oleh obat

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang

mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak

terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein

tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks

antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.

2.2.4 Penatalaksanaan

Pemeriksaan diagnostik dan lab

Pemeriksaan Autoantibodi

Anti ds-DNA

Batas normal : 70 – 200 IU/mL

Negatif : < 70 IU/mL

Positif : > 200 IU/mL

Antibodi ini ditemukan pada 65% – 80% penderita dengan SLE aktif dan jarang pada

penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE

sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit

Page 18: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah

antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada

penyebaran penyakit terutama lupus glomerulonefritis. Jumlahnya mendekati negatif

pada penyakit SLE yang tenang (dorman).

Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA). Ada dua tipe

dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded DNA (anti ds-DNA) dan

yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-DNA). Anti ss-DNA kurang sensitif dan

spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibodi-

antigen pada penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan

konstributor yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan

menginduksi sistem komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik lokal

maupun sistemik.

-Antinuclear antibodies (ANA)

Harga normal : nol

ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain. ANA adalah

sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup

sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi pada 95% penderita

SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan

penyakit reumatik yang lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan

penyakit dan keaktifan penyakit tersebut.Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak

lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negatif maka pasien

belum tentu negatif terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes

laboratorium yang lain, tetapi jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes

serologi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE.

ANA dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti-

SSA (Ro) atau anti-SSB (La).

Pemeriksaan darah

-Laju Endap Darah: Untuk mengukur peradangan dan tidak berkaitan dengan tingkat

keparahan penyakit

Rontgen dada

Page 19: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Analisa urin menunjukkan adanya darah atau protein

Uji ini dilakukan untuk menentukan adanya komplikasi ginjal dan untuk memantau

perkembangan penyakit ini.

Biopsi ginjal

Pemeriksaan saraf.

Pemeriksaan Serum: Untuk mengetahui anemia yang sedang hingga berat,

trombositopenia, leukositosis dan leukopenia.

Pemeriksaan diagnostik:

a. Pada ginjal : - Pemeriksaan air seni

- Urine yang dikumpulkan selama 24 jam

- Pemeriksaan darah

- X-ray

- Biopsy ginjalb. Pada jantung :

- Pemeriksaan darah

- EKGc. Pada paru :

- Pemeriksaan darah

- Sputum ( ludah/dahak)

- Rontgen

- Bronchoscopy /biopsy parud. Pada syaraf :

- CT-Scan

- MRI

- Gelombang otak EEG

- Pengambilan sumsum tulang belakang

Pengobatan

Terapi Non Farmakologi

1. Edukasi

Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan penyakit yang

kronis, dapat reda (remisi) dan kambuh (flare up).Penderita perlu dibekali informasi yang

Page 20: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

cukup tentang berbagai manifestasi klinis yang mungkin dialami, tingkat keparahan yang

berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan tidak merasa cemas yang

berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila

merencanakan punya anak, sebaiknya kehamilan terjadi saat remisi, sehingga dapat

mengurangi kemungkinan flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita

selama hamil. Disamping itu penderita juga akan menggunakan berbagai obat dalam

jangka panjang, termasuk yang berpotensi efek samping bermakna terhadap kondisi

kesehatan seperti steroid dan imunosupresan.

2. Dukungan social dan psikologis

Bisa diberikan oleh perawat,keluarga, teman dan peran peer group.

3. Istirahat

Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup, sambil

dipikirkan kemungkinan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.

4. Tabir Surya Sinar matahari

Mengeluarkan radiasi dalam 3 gelombang, yaitu gelombang A, B dan C. Tetapi hanya

gelombang A (UVA/”tanning”) dan B (UVB/”burning”) yang berbahaya bagi pasien

SLE. Efek dari sinar matahari terhadap kulit dipengaruhi oleh kuantitas dan lamanya

terpapar matahari. UVA muncul sepanjang hari, sedangkan UVB (yang lebih berbahaya

bagi pasien SLE) terutama muncul sekitar jam 10 pagi sampai dengan jam 3 sore.

Disarankan untuk pasien SLE agar melakukan aktivitas diluar rumahnya pada pagi hari

(sebelum jam 10 pagi) atau sore hari (setelah jam 3 sore) untuk menghindari periode

puncak UVB. Beberapa obat yang meningkatkan sensitivitas terhadap matahari

diantaranya antibiotik yang mengandung sulfa dan beberapa tetrasiklin. Penggunaan

sunblock/tabirsurya penting bagi penderita SLE. Pada tabir surya terteratulisan SPF (sun

protection factor). Tabir surya dengan SPF 15 artinya ketika memakai tabir surya tersebut

maka kita akan dilindungi 15 kali lebih baik dibandingkan yang tidak memakai tabir

surya.

5. Olah Raga

Olah raga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan SLE. Olah raga dapat

meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan fleksibilitas, dan mencegah osteoporosis.

Aktivitas berjalan kaki, berenang, dan bersepeda bisa menjadi pilihan. Aktivitas olah raga

Page 21: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

bisa dimulai dengan berjalan kaki selama 5 menit 2 kali seminggu, bertahap ditingkatkan

sampai berjalan kaki selama 1 jam setiap 3-5 kali/minggu.

6. Diet

Pasien SLE disarankan untuk mengkonsumsi makanan bernutrisi dan memiliki

kandungan gizi seimbang. Minyak ikan dapat menjadi makanan pengganti, tetapi minyak

ikan dapat menimbulkan efek samping iritasi lambung, dan dibutuhkan 8-10 kapsul/hari

untuk menggantikan 1 ekor ikan.

7. Monitor ketat

Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat demam

yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan pemberian

obat imunosupresan dan steroid. Risiko kejadian penyakit kardiovaskuler, osteoporosis

dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga perlu pengendalian faktor

risiko seperti merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi

TERAPI FARMAKOLOGIS

Terapi biologis

1. Aktivasi sel T, interaksi sel T dan sel B, deplesi sel B

Perkembangan terapi terakhir telah memusatkan perhatian terhadap fungsi sel B dalam

mengambil autoantigen dan mempresenasikannya melalui immunoglobulin spesifik

terhadap sel T di permukaan sel, selanjutnya mempengaruhi respon imun dependen sel T.

2. Anti CD 20 adalah suatu antibodi monoklonal yang melawan reseptor CD 20 yang

dipresentasikan limfosit B. Anti CD 20 Anti CD 20 (Rituximab) memiliki potensi terapi

untuk SLE refrakter.Beberapa penelitian memberikan keberhasilan terapi pada

manifestasi lupus refrakter seperti sistem saraf pusat, vaskulitis dan gangguan

hematologi.

3. LJP 394 LJP 394 (Abetimus sodium) telah dirancang untuk mencegah rekurensi flare

renal pada pasien nefritis dengan cara mengurangi antibodi terhadap ds-DNA melalui

toleransi spesifik antigen secara selektif. Substansi ini merupakan suatu senyawa sintetik

yang terdiri dari rangkaan deoksiribonukleotida yang terikat pada rantai trietilen glikol.

Page 22: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

4. Anti B lymphocyte stimulator Stimulator limfosit B (BLyS) merupakan bagian dari

sitokin TNF (Tumor Necrosis Factor), yang mempresentasikan sel B. LymphoStatB

merupakan antibodi monoklonal terhadap BLyS.

5. Anti malaria Obat anti malaria yang digunakan pada SLE adalah hidroksiklorokuin,

klorokuin, dan quinakrin.Digunakan untuk manifestasi konstitusional, kulit,

muskuloskeletal dan serositis.Kombinasi obat antimalaria memiliki efek sinergis bila

penggunaan satu macam obat tidak efektif.Hidroksiklorokuin (200-400 mg/hari),

klorokuin (250mg) dan quinakrin (100mg/hari) sebagai steroid sparing agent memiliki

efek samping yang ringan dan reversible, yaitu perubahan warna kulit menjadi

kekuningan.

T.Hormon seks

Bromokriptin yang secara selektif menghambat hipofise anterior untuk mensekresi

prolaktin terbukti bermanfaat mengurangi aktivitas penyakit

Lupus.Dehidroepiandrosteron (DHEA) bermanfaat untuk SLE dengan aktivitas ringan

sampai sedang.Danazole (steroid sintetik) dengan dosis 400-1200 mg/hari bermanfaat

untuk mengotrol sitopenia autoimun terutama trombositopenia dan anemia

hemolitik.Estrogen replacement therapy (ERT) dapat dipertimbangkan pada pasien-

pasien SLE yang mengalami menopause, namun masih terdapat perdebatan mengenai

kemungkinan ERT dalam menimbulkan flare SLE. ERT juga harus ditunda pada pasien

dengan riwayat trombosis.

T. Kortikosteroid

Efektif untuk menangani berbagai manifestasi klinis SLE.Sediaan topikal atau intralesi

digunakan untuk lesi kulit dan arthritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk

kelainan sistemik. Dosis per oral bervariasi dari 5-30 mg prednisone (metilprednisolon

dosis setara) per hari secara tunggal pagi hari atau dosis terbagi, efektif untuk mengatasi

manifestasi konstitusional, kulit, arthritis dan serositis. Steroid parenteral biasanya hanya

digunakan pada keadaan yang sangat berat, mengancam jiwa, dengan dosis

metilprednisolon bolus 1000 mg selama 3 hari berturut-turut.

NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)

Page 23: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Digunakan untuk mengatasi nyeri musculoskeletal, pleuritis, perikarditis dan nyeri

kepala.Efek samping NSAIDs pada ginjal, hati, sistem syaraf pusat harus dibedakan

dengan aktifitas lupus yang menghebat.Adanya proteinuria yang baru timbul atau

perburukan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh aktivitas SLE atau efek

NSAIDs.Gangguangastrointestinal merupakan efek samping paling sering ditimbulkan

oleh inhibitor COX non-selektif.Inhibitor COX-2 selektif lebih sedikit efek sampingnya

pada gastrointestinal. Pada penderita SLE yang mengalami kehamilan golongan ini

sebaiknya dihindarkan karena dapat mengakibatkan kelainan congenital pada duktus

arteriosus dan sedikit diekskresikan dalam air susu.

T. Plasmaferesis

Peranan plasmafaresis pada lupus yang mengancam nyawa masih kontroversi.Indikasinya

adalah kasus lupus disertai krioglobulinemia, sindroma hiperviskositas dan TTP

(Thrombotyc Thrombocytopenic Purpura).

T. Immunoglobulin intravena

Immunoglobulin intravena (IV Ig) adalah imunomodulator dengan mekanisme kerja

luas, meliputi blokade reseptor Fc, regulasi komplemen dan sel T. tidak seperti

imunosupresan, IV Ig tidak mempunyai efek meningkatkan risiko terjadinya infeksi.

Dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut memberikan perbaikan pada

trombositopenia, arthritis, nefritis, demam, manifestasi kulit dan parameter imunologis.

Efek samping yang terjadi adalah demam, mialgia, sakit kepala dan artralgia, serta

kadang meningitis aseptic.Kontraindikasi diberikan pada penderita SLE dengan defisiensi

Ig A.

Page 24: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

2.2.6 PATOFISIOLOGI

Faktor presdiposisi Sle(genetic,hormone,obatan dan ras)

Auto antibody

T helper daripada T supresor

Antigen dan antigen plasma

Antibodi berikatan dengan antigen

Mengaktivasi komplemen antigen dan antibody

Kompleks antigen-antibodi Persendian inflamasi arthritis Nyeri

Pada antigen sel darah

Destruksi sel darah Leukopeni

Anemia(Hb<) Infeksi resti perluasan infeksi

Intoleransi aktivitas

Lupus Vaskulitis Katabolisis Protein sel mukosa mudah rusak luka pada mukosa dan mulut

Gg Integritas Kulit Perubahan fisik

Gangguan citra tubuh

Page 25: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Biodata

Nama : Ny M

Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Keluhan utama : Mata dan muka terasa panas dan gatal

Riwayat kesehatan :

1. Sekarang : P: apa yang bisa memperberat timbul mata dan muka panas dan

gatal ?

Q: konsistensi feses ?/ kuantitas gatal?

R: dimana terasa panas dan gatal?

S: -

T: kapan terjadi gatal dan panas teras ?

Pemeriksaan fisik

TTV : TD 100/60, suhu 36,3ᵒ C, respirasi 24x/mnt, nadi 96x/mnt,

Inpeksi :

- Rambut mudah rontok,mudah dicabut

-Wajah: Buterfly rush

-Mata: Nyeri,secret(+),Injeksi Konjuctiva,Konjuctiva anemis

-Mulut: Ulser,bibir terasa terbakar

-Dada dan perut: Makula eritema

Pemeriksaan diagnostik

Darah rutin ditemukan nilai Hb=7,6 gr/dl LED=62 mm/jam, leukosit=2400/ul

Page 26: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

B. Analisa Data

No Data yang menyimpang Etiologi masalah

1 Ds : mengeluh bintik – bintik

pada muka dan badan

Do : Buterfly rush

Lupus Vaskulitis

Katabolisis protein

Sel mukosa,kulit mudah rusak

Luka pada mukosa dan bibir +

inflamasi

Ggn Integritas kulit

Gg Integritas kulit

2 Ds : -

Do : -

Antigen pd sel darah

Destruksi sel darah

Leukopeni

Infeksi

Resiko perluasan infeksi

3 Ds : Nyeri

Do : -

Hb rendah

O2 ke jaringan kurang

Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat

Nyeri

Page 27: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Nyeri

4 Ds : nyeri

Do : Hb=7,6

Pada antigen sel darah

Destruksi sel darah

Anemia

Intoleransi Aktivitas

Intoleransi Aktivitas

5 Ds : Buterfly rush,Makula

eritema

Do : -

Manifestasi klinis Sle

Buterflu rush

Tidak efektifnya koping

R gg citra tubuh

Resiko Gg Citra Tubuh

C. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko Perluasan infeksi berhubungan dengan leukopeni yang ditandai dengan leukosit

=2400

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan jumlah energi ditandai dengan Hb

7,6(anemia)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit yang

ditandai butterfly rush dan bintik bintik dimuka dan badan

4. Nyeri berhubungan dengan efusi sendi yang ditandai klien mengeluh nyeri sendi

5. R. gg citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik yang ditandai dengan butterfly

rush

Page 28: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

D. Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Gangguan

integritas kulit

berhubungan

dengan

penurunan

integritas jaringan

Setelah diberi

perawatan,

luka di mulut dan

butterfly rush

berkurang

-Kolaborasi pemberian

antibiotik dan antifungal

lokal

-Anjurkan klien

seminimal mungkin

mungkin menyentuh area

luka

-Lakukan perawatan

luka dengan teknik

aseptik

-Bantu klien melakukan

oral higiene

-Berikan suplemen vit C

-Berikan diet tinggi

protein, pilih yang mudah

dicerna di mulut

-mencegah

perluasan luka

akibat infeksi

-mencegah

perluasan luka

akibat infeksi dan

manipulasi tangan

-oral higiene

membantu

membersihkan

mulut dari

mikroorganisme

penyebab infeksi

- meningkatkan

antioksidan dan

memperkuat jar ikat

mukosa

2 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda - Penurunan Hb

Page 29: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

aktivitas

berhubungan

dengan

penurunan jumlah

energi

perawatan klien

nyaman dengan

pola aktivitas saat

ini, aktivitas sesuai

dengan batas

toleransi klien

vital saat klien

beraktivitas

2. Anjurkan klien

untuk beraktivitas

sesuai

kemampuan dan

anjurkan klien

untuk

memberikan

periode istirahat

3. meminimalisir

penggunaan

energi

4. Anjurkan bed rest

setelah periode

excacerbasi

5. Dorong

penggunaan alat

bantu

6. Dekatkan benda2

yang dibutuhkan

klien dekat

dengan klien

7. Monitor tingkat

Hb klien

8. Jika sangat

dibutuhkan

kolaborasi

pemberian PRC

dapat terjadi

anemia yang

dapat

menunjukkan

klien intoleran

terhadap aktivitas

- meningkatkan

adaptasi klien

terhadap aktivitas

- menghemat energi

untuk aktivitas

yang lebih penting

- Hb dibutuhkan

untuk membawa

oksigen untuk

pembentukan

energi

-pemberian PRC

dapat meningkatkan

Hb

3 Resiko Perluasan

infeksi

Supaya tidak terjadi

infeksi

1. Bantu klien

memenuhi

- oral higiene

membantu

Page 30: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

berhubungan

dengan leukopeni

kebutuhan

personal higiene

2. Atasi infeksi yang

telah ada dengan

kolaborasi

pemberian

antibiotik

3. Batasi jumlah

pengunjung untuk

klien

4. Jaga lingkungan

selalu bersih

5. Lakukan

perawatan luka

jika ada secara

aseptik

6. Kaji

kemungkinan

timbulnya

gangguan

integritas kulit

7. Pastikan kuku dan

tangan klien

bersih dan

anjurkan klien

untuk tidak

menggaruk yang

area gatal dengan

kuku

8. Pisahkan klien

dengan klien lain

membersihkan

mulut dari

mikroorganisme

penyebab infeksi

- Untuk

mengurangi rasa

nyeri

- Untuk

mengurangi

resiko infeksi dari

pengunjung yang

dating

- Lingkungan yang

bersih bisa

terhindar dari

bakteri yang dapat

menambah infeksi

- Kuku banyak

terdapat bakteri

dan kuman

Page 31: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

yang memiliki

penyakit infeksius

4 Nyeri

berhubungan

dengan efusi

sendi

Setelah dilakukan

perawatan nyeri

dapat teratasi

- Kaji skala nyeri pasien

- Atur posisi imobilisasi

pada daerah nyeri.

-Bantu klien dalam

mengidentifikasi factor

pencetus.

-Jelaskan dan bantu klien

dengan tindakan pereda

nyeri non farmakologi

dan non invasive.

-Ajarkan teknik distraksi

dan relaksasi.

- nyeri merupakan

respon subjektif

yang dapat dikaji

dengan skala nyeri.

-imobilisasi yang

adekuat dapat

mengurangi nyeri.

-nyeri dipengaruhi

oleh kecemasan dan

pergerakan sendi

.pendekatan dengan

menggunakan

relaksasi dan

tindakan non

farmakologi lain

menunjukkan

keefektifan dalam

mengurangi nyeri.

-teknik ini dapat

membantu

mengurangi nyeri.

5 R. gg citra tubuh

berhubungan

Klien tidak sedih

dan mampu

-Sediakan waktu

dengan orang terdekat

- penguat yang ada

dapat

Page 32: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

dengan perubahan

fisik

berkomunikasi

dengan orang

terdekatnya

untuk mengekspresikan

perasaan

- Observasi makna

peerubahan yang

dialami klien

- Membantu mengenali

mekanisme koping

efektif

-Dorong verbalisasi

persepsi dan rasa takut

membangkitkan

semangat klien dan

menerima terapi.

- mengekspresikan

perasaan membantu

memudahkan

koping.

mengetahui

perasaan klien

tentang keadaannya

dan kontrol

emosinya.

-dugaan masalah

pada penilaian yang

dapat memerlukan

evaluasi lanjut dan

terapi lebih ketat.

-Jelaskan bahwa

keadaan klien masih

dapat berubah ke

arah yang lebih baik

asalkan klien

menaati

pengobatan.

Page 33: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

BAB III

SIMPULAN

1.1Simpulan

Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah

penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya karena adanya perubahan

sistem imun. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang

melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak

manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks.

Etiologi: Belum diketahui secara pasti tap ada beberpa factor pencetus:

-F. Genetik

-F. Sinar UV

-Hormon

-Imunitas

-Infeksi

-Obat

Tanda dan gejala umum :

- Poliatralgia (nyeri sendi) dan artritis (peradangan sendi)

- Demam akibat peradangan kronik

- Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung. Kata lupus berarti serigala dan mengacu pada penampakan topeng seperti serigala

- Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik

- Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan

- Luka di selaput lendir atau faring (sariawan)

- Lesi berskuama di leher, dan punggung

- Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlinbatan ginjal dan hipertensi

- Anemia, kelemahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena seranan terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit

Klasifikasi lupus ada 3 yaitu

Page 34: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

1.Diskoid lupus(kulit)

2.SLE: Lupus sistemik mengenai semua organ di tubuh

3.Lupus karena obat- obatan

Pengobatan dibagi atas nonfarmakologi dan farmakologi:

Nonfarmakologi:

-Memakai tabir surya untuk menghindari terpapar sinar matahari

-Edukasi tentang penjelasan pnyakit dengan keluaga juga

-Olahraga

-Diet

Farmakologi

-Terapi Kortikosteroid

-Obat Anti malaria

-NSAIDs

Diagnosa keperawatan yang dapat diambil dari kasus :

Intoleransi aktivitas

Gangguan integritas kulit

Resti perluasan infeksi

Nyeri

Resiko gangguan citra tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Page 35: kasus sle

Immune and Hematologic System – Kasus 2 (SLE)

Anna MQ, Peter VR, et al. Diagnosis of Systemic Lupus Eritematosus. Last update: 1

Desember 2003. Available at: http://www.aafp.org

Anonim. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last update : 16 Mei, 2009. Available

at htttp://www.childrenclinic.wordpress.com.

Callen JP. Lupus Eritematosus, Discoid. Last update : February, 2007. Available at

htttp://www.emedicine.com.

Crowin, Elizabeth J., 2009, Buku Saku Patofisiologi, Ed.3, Jakarta : EGC

E,Soekrawati.2006. Systemic Lupus Erithematosus In : Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi.vol 19. Denpasar: SMF Kulit dan Kelamin RSUD Wangaya

Harsono A, Endaryanto A. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last update : 14 Februari, 2010. Available at http://www.pediatrik.com

Imboden J, Hellmann D, Stone J. Current Diagnosis & Treatment Rheumatology. Edisi ke-2. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2007.

Kasper,DL et all. Systemic Lupus Erithematosus (SLE) In : Harrison’s Manual of Medicine. Ed 16. New York :McGraw Hill Medical Publishing Division.2006

Marisa S. Klein-Gitelman, Michael L. Miller, Chapter 148.Systemic Lupus

Erythematosus : Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. W.B Saunders, Philadelphia.

2003. p810-813.

Rubenstein,D.,David ,W dan John,dalam Rahmalia,A.2005.Kedokteran Klinis:

Jakarta:Erlangga

Suddart & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi Neurologik pada Lupus Eritematosus

Sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007.