KASUS 5 TB Paru Barter
-
Upload
rusthavia-afrilianti-juan -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of KASUS 5 TB Paru Barter
LAPORAN KASUS
TB PARU
Disusun oleh:
Rusthavia Afrilianti, S.Ked
FAA 110 001
Pembimbing:
dr. Sutopo M.Widodo, Sp.RM
dr. Tagor Sibarani
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINERSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKA RAYAOKTOBER
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan
oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity). Penyakit ini
biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan
yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik dan
berakhir dengan kematian.1,2,3-21
TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di
dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. WHO
memperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh TB Paru. Hal ini dibuktikan
dengan masih banyaknya jumlah penderita TB Paru yang ditemukan di masyarakat dan sejak
tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB Paru merupakan kedaruratan global bagi
kemanusiaan.1,2 PDF
Setelah sebelumnya berada di peringkat 3 dengan prevalensi TB Paru tertinggi setelah
India dan Cina, berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2007 peringkat Indonesia turun ke
peringkat 5 dengan prevalensi TB Paru tertinggi setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan
Nigeria. Di seluruh dunia, TB Paru merupakan penyakit infeksi terbesar nomor 2 penyebab
tingginya angka mortalitas dewasa sementara di Indonesia TB Paru menduduki peringkat 3
dari 10 penyebab kematian dengan proporsi 10% dari mortalitas total. Angka insidensi semua
tipe TB Paru Indonesia tahun 2010 adalah 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk,
angka prevalensi semua tipe TB Paru 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka
kematian TB Paru 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari.3,4,5 PDF
TB Paru merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu kunci keberhasilan
pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita. Penyakit menular ini sebenarnya dapat
disembuhkan dengan obat yang efektif, namun pengobatan TB Paru harus dilakukan selama
minimal 6 bulan dan harus diikuti dengan manajemen kasus dan tata laksana pengobatan yang
baik. DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TB Paru
jangka pendek dengan pengawasan secara langsung, dengan menggunakan strategi DOTS, maka
proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung secara cepat.7
BAB II
LAPORAN KASUS
PRIMARY SURVEY (Nn. R)
Vital Sign :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 122 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 37,9 0C
Pernapasan : 32 kali/menit
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 32 kali/menit, torakal-abdominal, pergerakan thoraks simetris
kanan/kiri
Circulation: Tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 122 kali/menit reguler, kuat angkat,
CRT>2”, SpO2 60%
Disability : GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor +/+, diameter 3 mm/3mm
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam emergency sign
yaitu adanya sesak nafas yang disertai hipotensi, takikardi, dan hiperpireksia.
Pemberian label : Merah.
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan non
bedah dan diberikan oksigenasi dan monitor observasi.
I. IDENTITAS
Nama : Nn. R
Usia : 15 tahun
Alamat : Jl. Meranti No. 66
Tanggal MRS : 03/10/2015
II. ANAMNESIS ( alloanamnesis didapatkan dari ibu dan paman pasien)
Keluhan utama : sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang : pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 2
minggu SMRS dan memberat 1 minggu terakhir. Sesak nafas tidak membaik dengan
beristirahat, muncul terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh cuaca. Keluhan sesak
disertai oleh batuk sejak 1 minggu SMRS, batuk berdahak, darah (-). Demam (+)
sejak 1 hari SMRS, menggigil dan sering berkeringat. Nafsu makan dan minum
menurun serta badan terasa lemas sejak 2 minggu terakhir. Keluhan nyeri kepala,
mual dan muntah disangkal. BAK, BAK tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat pengobatan TB selama 9 bulan, selesai bulan juli 2015, pengobatam
dilakukan di jawa.
Riwayat penyakit keluarga:
Nenek pasien memiliki riwayat batuk lama dan sedang menjalani pengobatan 6 bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran: compos mentis, GCS: eye (4),
verbal (5), motorik (6).
2. Tanda-tanda vital : tekanan darah: 90/60 mmHg, denyut nadi: 122 kali/menit,
reguler, kuat angkat, suhu 37,9 oC, RR: 32 kali/menit.
3. Status gizi : TB: 150 cm, BB: 35 kg, IMT: 15,5 kg/m2, status: gizi kurang
4. Kulit : turgor <2”, pucat (+), sianosis (-)
5. Mata : conjungtiva anemis (+)/(+), sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter pupil
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+).
6. Leher : perbesaran KGB (-)
7. Toraks : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (+), redup, vesikuler +/+
menurun, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), ictus cordis terlihat dan teraba pada SIC V
garis midclavicula sinistra, S1-S2 tunggal, reguler, murmur (+) sistolik derajat 3/6,
gallop (-).
8. Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, heparlien tidak teraba
membesar, shifting dulness (-).
9. Ekstremitas : akral dingin, CRT >2”, udema (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium :
Hb: 7,0 g/dL, Ht: 25,5%, MCV leukosit 18.820/uL, neutrofil 16.800/uL, limfosit
1.230/uL, monosit 540/uL, eusinofil 220/uL, basofil 30/uL, trombosit 439.000/uL,
GDS 158 mg/dl, ureum 40 mg/dl, kreatinin 1,19 mg/dl, SGOT 65 U/L, SGPT 61 U/L
Foto rontgen thorax :
V. USULAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan sputum (BTA)
- Analisa Gas Darah (AGD)
VI. DIAGNOSIS BANDING
- TB Paru
- Sindrom Obstruktif Pasca Tuberkulosis
- Pneumonia
VII. DIAGNOSIS
Dypsnea et causa TB paru DD SOPT + SEPSIS + Anemia
VIII. PENATALAKSANAAN
- Oksigenasi dengan NRM 10 lpm
- IVFD NaCL 0,9% 10 tpm
- Di IGD diberikan nebulisasi Ipratropium bromide+Salbutamol (Combivent®) dan
Fluticasone Propionate (Flexotide®), dilanjutkan diruangan setiap 12 jam (k/p)
- Observasi selama 2 jam: tanda vital via monitor TD 88/52 mmHg nadi: 154
kali/menit reguler, RR: 47 kali/menit, SPO2 98%, auskultasi paru ronkhi
berkurang.
- Pasien dirawat di Ruang Gardenia (Paru), terapi tambahan :
- Ceftazidime 1 gram/12 jam (IV)
- Ranitidin 1 ampul/12 jam (IV)
- Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam (IV)
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
PEMBAHASAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis).2 Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya, yang menyerang terutama paru dan disebut juga tuberkulosis
paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal)
disebut tuberkulosis ekstra paru.2 -15
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan
tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam
beberapa tahun.2 -15
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+).Pada waktu batuk
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas.
Bakteri tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar
dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.5 -15
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:1
Kategori I ditujukan terhadap:
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III ditujukan terhadap:
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dari kategori I
Kategori IV, ditujukan terhadap TB kronik.
Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu batuk terus
menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin
menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan
menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.1
Pemeriksaan fisis yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum pasien yang
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus dan berat
badan menurun.1
Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai
ainfiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas
bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah,dan nyaring tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.1
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi
mediastenum atau paru yang lainya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih setengah dari jaringan paru paru akan terjadi pengecilan daerah
aliran darah dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonal (hipertensi pulmonal),
Diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda tanda
kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipneu, takikardi, sianosis, Righ
ventricular lift, righ atrial gallop, Mumur graham steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan
vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites, edema.1
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1
Pada pemeriksaan radiologi foto thorax lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru
tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal
penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya
berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan
disebut tuberkuloma.4
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan penciutan yang dapat terjadi
pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier
terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan
paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan
emfisema.5 -1566
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA
positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA
hasilnya positif.4
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu
foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen
mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 2).
Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. 4
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya,
Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala
klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif,
didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif,
lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. 4 -1566
Program nasional penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan panduan OAT
sebagai berikut :
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
- Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
- (H : Isoniazid; R : Rifampicin; Z : Pirazinamid; E : Etambutol)
Paduan OAT dan peruntukannya :
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid dan Etambutol.
Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid dan Rifampicin diberikan
tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Paduan OAT ini diberikan untuk :
10,11
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru
b. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid,
Rifampicin, Pirazinamid dan Etambutol setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan
tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya: 10,11
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori dua hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari
selama 1 bulan. 10,11 2193
Berdasarkan anamnesis, pada kasus ini ditemukan keluhan berupa sesak nafas, batuk
berdahak namun tidak berdarah, nafsu makan minum menurun, badan lemas dan badan
kurus, hal ini sesuai dengan kepustakaan gejala klinis TB paru berupa batuk terus menerus
dan berdahak. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan
rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari
sebulan.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien ini yang sesuai dengan kepustakaan
TB paru yaitu status gizi kurang, konjungtiva anemis, pemeriksaan thorax ditemukan adanya
retraksi, vesikuler menurun, dan ronkhi ada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan foto thorax
ditemukan gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak
tegas.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didiagnosis TB
paru aktif disertai sepsis dan anemia. Pada pemeriksaan fisik dan penumjang pasien
ditemukan tanda-tanda sepsis yaitu hiperireksia, takikardi, takipnea, leukositosis dan fokus
infeksi yaitu organ paru. Pada pemeriksaan penunjang, Hb pasien 7,0 gr/dl sehingga
diagnosis penyerta kedua pasien yaitu anemia. Pada pasien ini di sarankan untuk melakukan
pemeriksaan sputum (BTA) untuk lebih menunjang diagnosis TB aru pada pasien ini.
Penatalaksanaan pasien di IGD berupa