Kasbes Radiodiagnostik Edema Edit 2
-
Upload
yuliaevitasari -
Category
Documents
-
view
29 -
download
2
description
Transcript of Kasbes Radiodiagnostik Edema Edit 2
SEORANG WANITA 44 TAHUN DENGAN EDEMA PARU
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Dosen Pembimbing :
dr. Maya Nuriya, Sp. Rad
Pembimbing :
dr. Anne Beatrice H
Disusun oleh :
Yulia Evita Sari S. 22010113210068
Kusumaningrum 22010113210071
Dini Safitri Zahara 22010113210160
Noor Akbar 22010113210165
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Judul kasus : Seorang Wanita 44 Tahun Dengan Edema Paru
Bagian : Ilmu Radiologi
Dosen Pembimbing : dr. Maya Nuriya, Sp.Rad
Semarang, Agustus 2014
Residen Pembimbing
dr. Anne Beatrice H
Dosen Pembimbing
dr. Maya Nuriya, Sp.Rad
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................1
1.3 Manfaat.........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Definisi..........................................................................................................2
2.2 Anatomi dan Fisiologi...................................................................................2
2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus........................................................................5
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis........................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis.........................................................................................9
2.6 Diagnosis.....................................................................................................10
2.7 Diagnosis Banding......................................................................................15
2.8 Penatalaksanaan..........................................................................................19
2.9 Prognosis.....................................................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................21
3.1 Identitas Penderita.......................................................................................21
3.2 Data Dasar...................................................................................................21
3.3 Diagnosis....................................................................................................26
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................28
BAB V PENUTUP.................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan gambaran radiologis edema paru kardiogenik dan edema paru
non kardiogenik......................................................................................................14
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi saluran pernafasan...................................................................3
Gambar 2. Percabangan Bronkus.............................................................................3
Gambar 3. Anatomi Paru.........................................................................................4
Gambar 4. Gambaran Radiologi Thorax..................................................................5
Gambar 5. Gambaran paru normal, edema kardiogenik, edema non kardiogenik3. 8
Gambar 6. Garis Kerley A, B5...............................................................................12
Gambar 7. Bat's wing appearance.........................................................................13
Gambar 8. Edema paru pada perdarahan...............................................................13
Gambar 9. Algoritma diagnosis edema paru kardiogenik dan non kardiogenik....15
Gambar 10. Efusi pleura........................................................................................17
Gambar 11. Bronkopneumoni................................................................................19
Gambar 12. X- Foto Thorax AP-Lat (Tanggal 8 Agustus 2014)...........................24
Gambar 13. X-Foto Thorax AP (13 Agustus 2014)...............................................25
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema paru adalah suatu kondisi dimana terjadi akumulasi cairan di paru-
paru yang dapat disebabkan oleh kardiak maupun non kardiak sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia. Edema paru adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat
mortalitas yang masih tinggi.1
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru
yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika Serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini
merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat
di dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio-psiko-sosial dan
spiritual.1 Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun
1971. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan
meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah.2
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus berupa edema paru pada
wanita usia 44 tahun dengan pemeriksaan Foto Thorax AP yang dirawat di RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari tentang
pengertian dan gejala klinis pada edema paru, cara mendiagnosis beserta
pemeriksaan radiologis yang digunakan untuk mendukung penegakan diagnosis
yaitu dengan pemeriksaan Foto Thoraks.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
kedokteran untuk belajar menegakkan diagnosis pada pasien edema paru dengan
memilih pemeriksaan penunjang yang tepat, yaitu pemeriksaan Foto Thorax.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru. Hal
ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak)
atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non
kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat
sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia.1
Edema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-
paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu
singkat.1
Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti
pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat
diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia,
atau karena gangguan lokal proses oksigenasi.1, 2, 3, 4
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. 5, 6
2
3
Gambar 1. Anatomi saluran pernafasan
Gambar 2. Percabangan Bronkus
4
Gambar 3. Anatomi Paru
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)
bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau
alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli,
dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.7
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang
dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk
suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada
waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspirasi.6
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli
tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-
permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi
yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri
dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan
5
jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel
fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan
cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air,
solut, dan molekul besar seperti protein plasma.6
Gambar 4. Gambaran Radiologi Thorax
2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus
2.3.1 Edema paru non kardiogenik
Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari
pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus
paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun edema paru
dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling
ringan sekalipun tetap merupakan temuan yang menakutkan. Terjadinya edema
paru seperti di atas dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, diantaranya seperti
pada tabel di bawah ini.4, 8
Beberapa penyebab edema paru non kardiogenik:6, 8, 9, 10, 11, 12
1. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
2. Peningkatan tekanan kapiler paru
6
3. Penurunan tekanan onkotik
4. Hiponatremia
2.3.2 Edema paru kardiogenik
Edema paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik
dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular,
ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan
bergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Peningkatan
tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan
peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-
25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang interstisial
peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka
cairan edema akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut
akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai
berikut:3, 4
- meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya
pasokan oksigen miokard dan akhirnya fungsi jantung semakin memburuk
- hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan
ventrikel kanan melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin
menurunkan fungsi ventrikel kiri
- insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi
jantung.
Edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan ke paru akibat
terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.
Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari
membran alveoli-kapiler sehingga terjadi adalah penurunan kemampuan difusi,
hiposemia dan sesak nafas. Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat
yang berbeda-beda. Pada stage 1 terjadi distensi dan keterlibatan pembuluh darah
kecil di paru akibat peningkatan tekanan di atrium kiri. Pada keadaan ini akan
7
terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi
akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup. 1, 3, 4
Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2 terjadi
edema interstisial yang diakibatkan oleh peningkatan cairan pada daerah
interstisial yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar.
Hal ini akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara
radiografik dan didapatkan garis septum interlobuler (garis kerley B). Pada derajat
ini akan terjadi kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah,
saluran nafas dan peningkatan jumlah cairan di daerah di interstisium yang
longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil
yang menimbulkan refleks bronko konstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi
dan perfusi aka mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan
ventilasi yang semakin memburuk. 1, 2, 4
Pada proses yang terus berlanjut menjadi stage 3 terjadi edema alveolar.
Pada stadium ini proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal dengan
hipoksemia yang berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi
cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan
berbusa dan mengandung darah. Secara keseluruhan kapasitas vital dan volume
paru semakin berkurang di bawah normal. 1, 3, 4
8
Gambar 5. Gambaran paru normal, edema kardiogenik, edema non kardiogenik3
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan
selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas
membran kapiler. Cairan dan sel yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar
terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang
interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang
kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein
9
plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan
untuk filtrasi cairan keluar dari mikrosirkulasi paru sama dengan tekanan
hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik
protein.8, 11
Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:1
a. Membran kapiler alveolus
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke
dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam
keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari
pembuluh darah ke ruangan interstisial.
b. Sistem limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan
balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah
interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan
dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di
tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut
berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah
cairan maka akan terjadi edema. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih
besar yang dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi
terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah
akan terkompresi.1, 4
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala paling umum dari edema paru adalah sesak nafas. Timbulnya sesak
nafas dapat terjadi berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau dapat timbul secara tiba-tiba pada kasus dari edema paru akut. Gejala-gejala
umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat sesak nafas dengan
aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), dan
10
kelemahan.3, 4, 13, 14 Tingkat oksigen darah yang rendah (hipoksia) mungkin
terdeteksi pada pasien. Pada pemeriksaan fisik, mungkin terdengar suara-suara
paru yang abnormal, seperti ronkhi basah halus.3, 4, 15
Edema paru yang terjadi setelah infark miokard akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edema paru, tekanan kapiler parunya normal. Hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edema atau peningkatan permeabilitas alveolus
kapiler paru sekunder oleh karena adanya cardiac output yang rendah.3, 4
Edema paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart
Failure Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan
tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak
normal. European Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6
klasifikasi yaitu:4, 13, 16
ESC 1 : Acute decompensated Heart Failure
ESC 2 : Hypertensive acute heart failure
ESC 3 : Pulmonary oedema
ESC 4 : Cardiogenic shock
ESC 5 : High output failure AHF pada sepsis
ESC 6 : Right heart failure
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya
adanya riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung
kronik. Edema paru kardiogenik akut terjadi sangat cepat dan terjadi hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang
akan tenggelam.1, 13
Pada edema paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit ini
berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering sekali
mengeluh tentang kesulitan bernapas, perasaan tertekan, atau perasaan nyeri pada
11
dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan sputum dan berwarna
merah muda. Terdapat takipneu serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya
penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis.2, 3, 4, 13, 17, 18, 19, 20
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Terdapat takipneu, ortopneu, takikardia, hipotensi atau hipertensi. Pasien
biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas
dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat
retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan
tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk
dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP
meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronkhi basah setengah
lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat
ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4, edema perifer, akral dingin dengan
sianosis. Pada edema paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa pada
pemeriksaan perkusi terdengar keredupan dan pada auskultasi di dapat ronkhi
basah.4
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
2.6.3.1 Radiologi
Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya
garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial atau alveolar. Lebar pedikel
vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior (PA) terlihat pada 90% foto
thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan 80% pada kasus
edema paru. Sedangkan, vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya
kelainan dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada
posisi foto thorax telentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm.
Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax
sebelumnya terkesan menggambarkan adanya overload cairan.19
12
Garis kerley A merupakan garis linier panjang yang membentang dari
perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara
limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek
dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang
menggambarkan adanya edema septum interlobuler. Garis kerley C berupa garis
pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya
karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah.19
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru
kardiogenik dan edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan
bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru
meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan
spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi
film.11, 15
Gambar 6. Garis Kerley A, B5
13
Gambar 7. Bat's wing appearance
Gambar 8. Edema paru pada perdarahan
14
Tabel 1. Perbedaan gambaran radiologis edema paru kardiogenik dan edema paru non kardiogenik5, 14, 16
Gambaran Radiologis Edema Kardiogenik Edema Non-Kardiogenik
Ukuran jantung Normal / membesar Normal
Lebar pedikel vaskuler Normal / melebar Normal / kurang dari normal
Distribusi pembuluh darah Normal / Meningkat Normal
Distribusi edema Seimbang / terbalik Normal / Seimbang
Efusi pleura Rata / sentral Tidak rata / perifer
Peribronchial cuffing (+) Biasanya (-)
Garis septum (+) Biasanya (-)
Air bronchogram Biasanya (-) Biasanya (+)
2.6.3.2 Ekhokardiografi
Pemeriksaan ini merupakan gold standart untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi
katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema paru.4, 13, 14, 16
2.6.3.3 EKG
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis
hipertensi, gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukan gambaran gelombang T negatif yang melebar dengan QT memanjang
yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui
tetapi beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain:
iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak
atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.4, 13
15
2.6.3.4 Katerisasi Pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal (pulmonary artery occlusion
pressure/PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan gold standart untuk menentukan
penyebab edema paru akut.14 Algoritma diagnosis edema paru kardiogenik dan
non kardiogenik ditunjukkan pada Gambar 9.14, 16
Gambar 9. Algoritma diagnosis edema paru kardiogenik dan non kardiogenik14, 16
2.7 Diagnosis Banding
2.7.1 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS merupakan sindrom yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran alveolar kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma disertai
kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam
parenkim paru. Sindrom klinis ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.21
16
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-
tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia, dan infiltrat yang
menyebar di kedua belah paru. Faktor risiko yang utama adalah sepsis. Kondisi
pencetus lain termasuk trauma mayor, transfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi
asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosis obat.21
Pada pemeriksaan X-foto thoraks pada awal proses, ditemukan lapangan
paru yang relatif jernih, kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy
bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi terdapat gambaran confluent,
tidak terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung.
Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan didapatkan gambaran pola heterogen,
predominasi infiltrat pada area dorsal paru.22
2.7.2 Efusi pleura
Efusi pleura merupakan suatu keadaan di mana terdapat cairan yang
berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura
ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi normal. Dalam
keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan
pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan dalam jumlah
yang berlebih dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru
selama inhalasi.23
Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena
pernapasan. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parieatalis yang
bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan
rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura
visceralis.23, 24
Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan jika
cairan yang diproduksi oleh pleura parietalis dan visceralis tidak mampu diserap
17
oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura visceral atau sebaliknya
yaitu produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.23, 24
Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru.
Pada seseorang yang mengalami efusi pleura, gejala klinis dapat berupa keluhan
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak
berupa nyeri pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, pada beberapa penderita
dapat timbul batuk-batuk kering. Keluhan berat badan menurun dapat dikaitkan
dengan neoplasma dan tuberkulosis, batuk berdarah dikaitkan dengan neoplasma,
emboli paru dan tuberkulosis yang berat. Demam subfebris pada tuberkulosis,
demam menggigil pada empiema, ascites pada sirosis hepatis.24
Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah
penumpulan sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Efusi yang sangat
besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke
sisi kontralateral.
Gambar 10. Efusi pleura
2.7.3 Perdarahan paru difus
Pada perdarahan paru difus, tak tampak adanya efusi pleura.
18
2.7.4 Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut, biasanya disebabkan
oleh infeksi Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa
bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama
bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah
muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis. Pneumonia dapat
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan
protozoa.25
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.25
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui
berbagai cara:25
a. Inhalasi langsung dari udara
b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen.
Gambaran radiologinya dapat berupa infiltrate sampai konsolidasi dengan
‘air bronchogram’, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kaviti.
Foto Toraks tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi.
Misalnya : Gambaran pneumonia Lobaris sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infilltrat bilateral atau
gambaran bronkopneumonia Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada
lobus atas kanan.
19
Gambar 11. Bronkopneumoni
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan edema paru non kardiogenik:
a. Suportif
suportif kardiovaskular
terapi cairan
renal support
pengelolaan sepsis
b. Ventilasi
2.8.2 Penatalaksanaan edema paru kardiogenik: 19, 20
Sasarannya adalsah mencapai oksigenasi adekuat, memelihara stabilitas
hemodinamik dan mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan
afterload.
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab/pencetus yang
dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
20
mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi
angka mortalitas pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang
bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses
difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik
walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.2, 3, 11, 16, 17, 26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Ny. DR
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Masuk RS : 10 Agustus 2014
No. CM. : C490244
3.2 Data Dasar
3.2.1 Anamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 1 minggu SMRS pasien mengeluh sesak nafas. Sesak terus
menerus hingga pasien sering terbangun dimalam hari dan tidak dapat tidur lagi
karena sesak dan tidak dapat bangkit dari tempat tidur. Pasien merasa lebih
nyaman bila dalam posisi duduk ditempat tidur dibanding posisi telentang.
Bengkak di kaki (+), batuk berwarna putih kemerahan (+), nyeri dada (+) tidak
menjalar ke lengan. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dulu
- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat sakit jantung (+) selama 2 tahun pasien mengaku meminum obat
Furosemid dan ISDN
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat DM (+) terkontrol
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat batuk lama disangkal
21
22
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat sesak nafas disangkal
- Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita bekerja sebagai wiraswasta, biaya rumah sakit ditanggung oleh
BPJS non PBI.
Kesan : sosial ekonomi cukup
3.2.2 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 14 Agustus 2014, pukul 10.00 WIB)
Keadaan Umum : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital : T : 140/80 mmHg
N : 99 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 26 x/menit
t : 36,50C (aksiler)
Kepala : mesosefal, turgor kulit dahi cukup
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : discharge (-)
Hidung : discharge (-), septum deviasi (-), epistaksis (-), napas cuping
hidung (+)
Mulut : bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : simetris, pembesaran nnll (-)
Dada : simetris, nyeri tekan (-)
Paru : I : simetris statis dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : pekak pada kedua lapangan paru setinggi costa 8-9
anterior
23
Au : suara dasar : vesikuler +/+, suara tambahan : Rbh +/+
Jantung : I : ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm linea mid clavicula
sinistra
Pe : pinggang jantung melebar
Au : bising jantung (+) sistolik
Abdomen : I : datar, gambaran gerak usus(-), venektasi(-)
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, nyeri tekan(-), hepar dan lien tak teraba
Genitalia : perempuan, dalam batas normal
Ekstremitas: superior inferior
Sianosis -/- -/-
Oedema -/- +/+Akral dingin +/+ +/+Reflek fisiologis + +
Reflek patologis - -
3.2.3 Pemeriksaan Penunjang
3.2.3.1 Laboratorium
A. Darah Rutin (13 Agustus 2014)
24
B. X-Foto Thorax AP/Lat
Jenis Pemeriksaan Nilai Harga Normal Keterangan
Hemoglobin (gr%) 8,63 12 – 15 L
Hematokrit (%) 31,9 35 – 47 L
Eritrosit (juta/mmk) 3,76 4,4 – 5,9 L
MCH (pg) 23 27 – 32 L
MCV (fL) 84,8 76 – 96
MCHC (g/dL) 27,1 29 – 36 L
Lekosit (ribu/mmk) 4,85 4 – 11
Trombosit (ribu/mmk) 217 150 – 400
RDW (%) 18,5 11,60 – 14,80 H
MPV(fL) 8,3 4 – 11
Kolesterol total 154 <200
Trigliserid 95 <150
HDL kolesterol 28 40-60
LDL kolesterol 108 0-100 H
Albumin 2,9 3,4-5 L
Ureum 34 15-39
Kreatinin 0,74 0,6-1,3
Asam urat 6,2 2,6-6
Natrium 128 136-145
Kalium 3,4 3,5-5,1 L
Chlorida 103 98-107
GDS 168 H
25
Gambar 12. X- Foto Thorax AP-Lat (Tanggal 8 Agustus 2014)
Gambar 13. X-Foto Thorax AP (13 Agustus 2014)
Cor : CTR > 50%
Apeks jantung bergeser ke laterokaudal
Pulmo : corakan vaskuler meningkat disertai blurring
26
Tampak bercak pada perihiler kanan dan parakardial kanan kiri
Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kanan kiri
Hemidiafragma kanan tertutup perselubungan homogen
Sinus costophrenikus kanan tertutup perselubungan homogen, kiri lancip
Kesan:
Cardiomegali (LV)
Gambaran edema pulmonum
Efusi pleura kanan kiri
Tak tampak gambaran TB Paru
C. EKG (8 Agustus 2014)
Kesan : Sinus takhikardi, abnormalitas sinus T
27
3.3 Diagnosis
Ass : Edema pulmonum e.c. NYHA stadium IV
IP Dx : S: -
O: Ejection Fraction
IP Rx : Inf RL 20 tpm
O2 3 ltr/mnt
Inj Furosemid 40,g/24 jam i.v
Spironolacton 100mg/24jam
IP Mx : keadaan umum, tanda vital
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi yang diderita
oleh pasien adalah gangguan dari gagal jantung yang mengakibatkan
penumpukan cairan di rongga dada sehingga pasien merasakan sesak
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pemeriksaan penunjang
yang akan dilakukan untuk membantu menegakkan diagnostik dan untuk
evaluasi terapi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang wanita usia 44 tahun dibawa ke RSDK dengan keluhan sesak nafas
± 1 minggu SMRS pasien mengeluh sesak nafas. Sesak terus menerus hingga
pasien sering terbangun dimalam hari dan tidak dapat tidur lagi karena sesak dan
tidak dapat bangkit dari tempat tidur. Pasien merasa lebih nyaman bila dalam
posisi duduk ditempat tidur disbanding posisi terlentang. Bengkak dikaki (+),
batuk bewarna putih kemerahan (+), nyeri dada (+) tidak menjalar ke lengan.
BAB dan BAK dbn. Riwayat merokok, riwayat darah tinggi disangkal, riwayat
DM (+) terkontrol, riwayat sakit jantung (+) 3 tahun dan pasien rutin meminum
obat ISDN, furosemid.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sesak, pekak
pada kedua lapangan paru setinggi costa 8-9 anterior, terdapat suara tambahan
ronkhi basah halus, pinggang jantung melebar, dan terdapat bising sistolik. Pada
pemeriksaan laboratorium darah terdapat penurunan kadar Hb, Ht, dan jumlah
eritrosit, serta peningkatan LDL kolesterol. Pemeriksaan Foto Thorax
menunjukkan kesan cardiomegali (LV), gambaran edema pulmonum, dan efusi
pleura kanan kiri. Pada pemeriksaan EKG didapatkan sinus takhikardi dan
abnormalitas sinus T.
Berdasarkan pemeriksaan radiologi didapatkan corakan vaskuler
meningkat disertai blurring, tampak bercak pada perihiler kanan dan parakardial
kanan kiri yang merupakan gambaran edema paru pada x-foto thorax. Tampak
perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kanan kiri, Hemidiafragma
kanan tertutup perselubungan homogen sehingga sinus costophrenikus kanan
tertutup perselubungan homogen merupakan gambaran dari efusi pleura kanan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, edema paru yang terjadi
kemungkinan besar merupakan komplikasi dari penyakit jantung, maka untuk
penatalaksanaannya diperlukan penanganan yang sesuai serta monitoring keadaan
umum dan tanda vital pasien secara berkala.
28
BAB V
SIMPULAN
Edema paru dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru
non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh
kapiler paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan
selain kelainan pada jantung. Kelainan tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik (osmotik) antara kapiler paru
dan alveoli, dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisa
disebabkan berbagai macam penyakit atau yang sering disebut dengan acute
respiratory distress syndrom. Sedangkan edema paru kardiogenik dapat
disebabkan oleh infark miokard, hipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi
gagal jantung sistolik/diastolik dan lainnya.
Gambaran klinis dapat berupa kesulitan bernapas atau perasaan tertekan
atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan
riak berbusa dan berwarna merah muda, terdapat takipneu serta denyut nadi yang
cepat dan lemah, penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis. Pada
pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan
auskultasi di dapat ronkhi basah.
Pada pemeriksaan foto toraks AP/Lat, edema paru dapat menunjukkan
gambaran kardiomegali, bat wing appearance, peribronchial cuffing, garis Kerley,
dan efusi pleura. Pemeriksaan analisa gas darah dan CT Scan toraks juga dapat
membantu menegakkan diagnosis serta memberikan petunjuk dalam pengobatan.
Termasuk jika kardiogenik, perlu pemeriksaan EKG dan Ekhokhardiografi.
Pengobatan edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang
menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif
terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen
dengan teknik-teknik ventilator) dan optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan,
penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal).
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, SetiatiS,editor. BukuAjarIlmuPenyakitDalam 5th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-3.
2. Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. NaskahLengkap PKB
XXVI IlmuPenyakitDalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-9.
3. Alasdair et al. Noninvasive Ventilation in Acute Cardiogenic Pulmonary
Edema. N Engl J Med 2008; 359: 142-51.
4. Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. 2005; 353:2788-96.
5. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi
Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. EGC. Jakarta.
1995; 722-3.
6. Wilson LM. Fungsi Pernapasan Normal. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia:
Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. EGC. Jakarta. 1995; 645-48.
7. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak – Nelson. Nelson WE, Ed.
Edisi ke-12. Bagian ke-3. EGC. Jakarta. 1993; 80-81.
8. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak – Nelson. Nelson WE, Ed.
Edisi ke-12. Bagian ke-2. EGC. Jakarta. 1993; 651-52.
9. Pasquate et al. Plasma Surfactant B : A Novel Biomarker in Chronic Heart
Failure. Circulation 2004; 110: 1091-6.
10. Amin Z, Ranitya R. Penatalaksanaan Terkini ARDS. Update: Maret 2006.
Availablefrom:URL:http://www.interna.fk.ui.ac.id/artikel/darurat2006/
dar2_01.html
11. Soewondo A, Amin Z. Edema Paru.Dalam: Soeparman, Sukaton U, Waspadji
S, et al, Ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1998;
767-72.
31
12. Amin M, Alsagaff H, Saleh WBMT. Pengantar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya. 1995; 128-30.
13. Maria I. 2010. PenatalaksanaanEdemaParupadaKasus VSD dan Sepsis VAP.
Anestesia& Critical Care. Vol 28 No.2 Mei 2010 p.52.
14. ESC. 2008. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic
Heart Failure 2008. European Heart Journal. 2008;33:2388-442.
15. Gribert FA, Bayat S. Pulmonary edema (Including ARDS). In: Douglas S,
Anthoni S, Leitch AG, Crofton, Editors. Respiratory Disease. Vol II.
Blackwell Science. London. 2000; 383-87.
16. ESC. 2012. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic
Heart Failure 2012. European Heart Journal. 2012;33:1787-47.
17. Haslet C. Pulmonary Oedema Adult Respiratory Distress Syndrome. In:
Grassi C, Brambilla C, Costabel U, Naeije R, Editors. Pulmonary Disease.
McGrow-Hill International (UK) ltd. London. 1999; 766-89.
18. Prihatiningsih B. Pengaruh dan Bahaya Gas Phosgene Terhadap Pernafasan
(Paru-Paru) Manusia. Update: 2009. Available from: URL:
http://www.diagonal. unmer.ac.id /edisi2_3/abstrak2_3_7.html.
19. Koga dan Fujimoto. Kerley’s A, B and C Line. N Engl J M 2009;360:15.
20. Gomersall C. Noncardiogenic Pulmonary Oedema. Update: June 2009.
Available from: URL:
http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/noncardiogenic_pulmonary_oedema. Htm.
21. Moss M, Ingram RH. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: Harrison,
Fauci, Logo’s, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine 15th Edition on
CD-ROM. McGraw-Hill Companies. Copyright 2001.
22. MMc. Oedema, Noncardiogenic. The Encyclopaedia of Medical Imaging
Volume VII. Update: 2007. Available from: URL:
http://www.amershamhealth.com/medcyclopaedia/Volume%20VII/OEDEMA
%20NONCARDIOGENIC.asp.
23. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.
32
24. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am
J Respir Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001.
25. McGrath E. Diagnosis of Pneumonia: A Systematic Approach. American
Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128.
26. Simadibrata M, Setiati S, Alwi, Maryantono, Gani RA, Mansjoer. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2000; 208