Radiodiagnostik USG Appendisitis

39
BAB I PENDAHULUAN Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendix vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. 1,3 Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti fungsi appendiks. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. 1-3 Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3 – 15 cm) dan berpangkal di sekum. Appendiks menghasilkan 1 - 2 ml lendir per hari. Lendir itu secara normal disekresikan ke lumen untuk selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis. Di dalam appendiks juga didapatkan immunoglobulin sekretorik yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi saluran pencernaan (berperan dalam sistem imun). Immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam appendiks adalah IgA. Pengangkatan organ appendiks (apendektomi) tidak mempengaruhi sistem pertahanan tubuh. Hal ini dikarenakan jumlah jaringan limfoid yang terdapat pada 1

Transcript of Radiodiagnostik USG Appendisitis

BAB IPENDAHULUAN

Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendix vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering.1,3 Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti fungsi appendiks. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.1-3Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3 15 cm) dan berpangkal di sekum. Appendiks menghasilkan 1 - 2 ml lendir per hari. Lendir itu secara normal disekresikan ke lumen untuk selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis. Di dalam appendiks juga didapatkan immunoglobulin sekretorik yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi saluran pencernaan (berperan dalam sistem imun). Immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam appendiks adalah IgA. Pengangkatan organ appendiks (apendektomi) tidak mempengaruhi sistem pertahanan tubuh. Hal ini dikarenakan jumlah jaringan limfoid yang terdapat pada appendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan jumlah yang ada pada saluran cerna lain.2,3Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 - 30 tahun.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISIApendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering.1 Apendisitis akut merupakan salah satu diferensial diagnosis pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut juga penyebab tersering nyeri perut progresif dan persisten pada remaja. Gejalanya sering tidak spesifik karena akut abdomen sendiri merupakan manifestasi klinis yang memerlukan diagnostik penunjang dalam penentuan diagnosis akhirnya.2 Tidak ada cara untuk mencegah perkembangan dari suatu apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi sebelum perforasi ataupun terjadi gangrene.3

2.2. EPIDEMIOLOGIInsiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini diprediksikan karena meningkatnya konsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari.4Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun, kemudian menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.4

2.3. INSIDENSIInsidensi apendisitis akut menurun antara tahun 1940 dan 1960, kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotik profilaksis secara luas. Saat ini apendiktomi merupakan salah satu pilihan pembedahan. Apendisitis jarang terjadi pada bayi, menjadi semakin sering pada masa anak-anak, dan insidensi tertinggi terjadi pada umur belasan hingga 20 tahunan. Setelah insidensi apendisitis menurun, meskipun masih hal-hal yang harus diteliti mengenai apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang dilaporkan dalam berbagai literatur sejak 50 tahun yang lalu. 3Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis disebut sebagai perityphitis karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan kematian dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah apendisitis perforasi.3,5 Meskipun Melier, pada tahun 1827, telah menunjukkan bahwa purulen iliac tumor pada inflamasi appendiks, sudah tidak berlaku sejak tahun 1886 setelah Fitz mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi pada awal kasus yang sebelumnya dianggap sebagai perityphitis. Fitz beranggapan bahwa apendiktomi penting untuk menyembuhkan pasien.3,5Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang sebelumnya telah ruptur dan dilakukan apendiktomi, setelah itu pasiennya sembuh dan peneilitian ini dilaporkan adalah Senn, pada tahun 1889. Groves, seorang dokter di daerah peinggiran Kanada telah berhasil melakukan apendiktomi 6 tahun sebelumnya, sayangnya kasus ini tidak dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889, McBurney menjelaskan temuan klinis pada apendisitis akut yang sebelumnya telah ruptur, termasuk gambaran abdominal tenderness yang sekarang diberi nama sesuai dengan namanya. Irisan lapangan operasi biasanya dikaitkan dengan McBurney sebenarnya dibuat oleh McArthur. 3

2.4. ANATOMIAppendiks merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3 - 15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.6Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak appendiks.7Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.Perdarahan appendiks berasal dari a.appendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangrene.6

Gambar 1. Anatomi Appendiks8

Menurut letaknya, appendiks dibagi menjadi beberapa macam:8 Appendiks Preileal Appendiks Postileal Appendiks Subileal Appendiks Pelvic Appendiks Subcecal Appendiks Paracecal Appendiks Retrocecal

Adapun gambaran USG normal appendiks adalah berbentuk tabung yang memanjang dengan lumen yang diameternya tidak lebih dari 6 mm dan dapat dikompresi. Selain itu pada ujung akhir appendiks tidak didapatkan adanya gambaran blind end tube.

Gambar 2. Potongan longitudinal USG Appendiks9

2.5. ETIOLOGIa. Obstruksi lumen appendiks yang disebabkan oleh:91. Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang mengakibatkan obstruksi2. Oleh karena sebab lain termasuk:a. Limfoid hipertrofib. Benda asingc. Cacing di intestinald. Bariume. Kanker sekumb. Sekresi mukosa appendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan inflamasi pada appendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti oleh obstruksi lumen.6

2.6. PATOFISIOLOGIApendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus berhubungan dengan hiperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding appendiks ataupun sekum. Hiperplasi jaringan limfoid penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon appendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat perkotaan yang cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka.3Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami pembendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks memiliki keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.1Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut.1Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.1 Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1

2.7. GEJALAa. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama61. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke regio umbilikal, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di regio kuadran kanan bawah.2. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi appendiks yang berbeda.3. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada 75% pasien.6Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnosis adalah adanya anoreksia diikuti oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis.6

Tabel 1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut2 Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikalis disertai mual dan anoreksia Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal dititik McBurney Nyeri tekan Nyeri lepas Defans muskuler Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

2.8. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan lokasi dari appendiks.1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.2,62. Nyeri pada palpasi titik McBurney (dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina iliaca anterior) ditemukan bila lokasi appendiks terletak di anterior. Jika lokasi appendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan, dan hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala signifikan.2,63. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.2,64. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosisa. Rovsing sign nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran kiri bawah.2b. Psoas sign nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan nyeri.2c. Obturator sign nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan, pasien dalam posisi terlentang.5

Gambar 3. Rovsing Sign9Gambar 4. Rectal Toucher2

Gambar 5. Psoas Sign9Gambar 6. Obturator Sign9

2.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM1. Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan predominan neutrofil (shit to the left). Jumlah normal sel darah putih tidak dapat menyingkirkan adanya apendisitis.62. Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.6

2.10. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS1. Foto polos abdomenGambaran x-foto polos abdomen pada apendisitis dikategorikan sebagai 3 jenis yaitu tampak normal, mungkin abnormal dan sugestif apendisitis. Visualisasi dari appendicolith ataupun gas abses pada region kuadran kanan bawah dapat dijadikan patokan diagnosis apendisitis. Dari 138 kasus positif apendisitis, 99 diantaranya (72%) memiliki gambaran sugestif apendisitis pada x-foto polos abdomen. Apabila posisi appendiks ada di retrosekal, maka jarang tervisualisasikan dengan baik pada film.10Beberapa gambaran radiologis dari apendisitis pada x-foto polos abdomen antara lain adanya level cairan terlokalisir pada caecum dan ileum terminalis, gambaran gas terlokalisir pada ileum terminalis, peningkatan densitas soft tissue pada kuadran kanan bawah, perselubungan pada regio flank kanan dengan adanya garis radiolusen antara pre peritoneum fat line dengan transversus abdominis, gambaran fekalit pada fossa illiaca kanan, appendiks terisi gas, gas intraperitoneal dan deformitas bayangan gas caecum karena massa serta perselubungan bayangan psoas pada sisi kanan.10

Gambar 7. Fecalith radioopak11

2. Ultrasonografi AppendiksPemeriksaan appendiks dengan menggunakan ultrasonografi merupakan pemeriksaan tanpa menggunakan radiasi, dan pemeriksaan ini sangat terjangkau bagi pasien penderita appendiks. Kelebihan lainnya adalah para dokter lebih mudah mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi dibandingkan foto polos abdomen. Di samping itu, sensivitas dan spesifitasnya cukup baik. USG juga tepat untuk digunakan pada kondisi-kondisi emergensi yang menunjukkan akut abdomen seperti apendisitis dengan tanda-tanda inflamasi peritoneal yang meluas.12Lokasi appendiks berada pada kuadran bawah kanan. Dapat dilihat dengan menggunakan probe beresolusi tinggi (7-15 mHz). Tranduser diletakkan dengan posisi tranversal dan dengan mengkompresi abdomen kuadran bawah kanan secara dalam untuk mendekatkan usus dengan probe. Dimulai dari fleksura hepatik dan kemudian telusuri ke bawah sampai bertemu caecum. Kemudian pasien diminta untuk menunjukkan lokasi di mana yang sakit.Kelebihan 14 Non invasif, non trauma, non radiatif Relatif cepat dan aman Nilai diagnostik cukup tinggi Tidak memerlukan persiapan khusus, kecuali untuk pemeriksaan vesica felea puasa 6 jam, dan pemeriksaan vesica urinaria harus penuh urin Tidak ada kontraindikasi

Teknik Pemeriksaan141. Pasien dipersiapkan berbaring dengan diselimuti hingga sebatas inguinal2. Probe atau transduser yang digunakan disesuaikan organ yang akan dievaluasi, probe linear, transversal dan linier.3. Gel dioleskan pada probe, kemudian probe diposisikan secara linier maupun transversal sesuai jenis organ.4. Organ yang dievaluasi meliputi hepar, vesica felea, pancreas, aorta, ginjal kanan dan kiri, limpa, vesika urinaria, prostat dan uterus.Pada kasus apendisitis dilakukan evaluasi secara transversal dan linear. Secara transversal dievaluasi kompresibilitasnya dan diameter lumen appendiks sementara secara linier dievaluasi adanya gambaran blind end tube atau bila ada udara bebas/cairan pada caecum. Untuk appendiks retrosekal sulit dilakukan evaluasi dengan sonografi. Kriteria ultrasonografi pada kasus apendisitis akut adalah appendiks tidak dapat dikompresi sehingga diameter lebih dari 7 mm dengan tebal dinding lebih dari 2 mm, tipe eko pada lumen adalah hipoekoik. Apabila appendiks terletak di retrocecal maka sangat sulit untuk mendapatkan gambarannya.12,13

Gambar 8. Potongan tranversal pada USG Appendiks11

Gambar 9. Potongan longitudinal pada USG Appendiks11

3. AppendicogramMerupakan teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks dengan menggunakan kontras media positif barium. Barium dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi diagnosis sukar untuk ditegakkan. Barium akan mengisi defek pada appendiks, hal ini adalah indikator yang sangat bisa dipercaya pada diagnosis apendisitis. Appendicogram dapat dilakukan pada apendisitis akut non perforasi ataupun apendisitis kronis, bila kondisi pasien stabil dan tidak dicurigai adanya tanda-tanda perforasi.12,13

Gambar 10. Gambaran normal appendiks dengan kontras barium11

Teknik Pemeriksaan Appendikografi merupakan pemeriksaan berupa foto barium appendiks yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (fekalit) di dalam lumen appendiks. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil pemeriksaan appendicogram memiliki hubungan yang signifikan terhadap hasil pemeriksaan pasca-operasi atau hasil pemeriksaan patologi anatomik (p =36,3 C1Leukositosis1Shift to the left0Skor total9

2. Pemeriksaan RadiologiUSG Abdomen (24 November 2014)

Deskripsi: Hepar: ukuran tak membesar, struktur parenkim normal, ekogenitas baik, tak tampak nodul, vena porta tak melebar, vena hepatika tak melebar. Duktus biliaris: intra dan ekstrahepatal tak melebar. Vesica felea: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak sludge. Pankreas: parenkim homogen, tak tampak massa, maupun kalsifikasi. Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal, batas kortikomedularis jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pyelokaliks tak melebar, tampak kalsifikasi pada pole bawah. Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal, batas kortikomedularis jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar. Lien: tak membesar, parenkim normal. Aorta: tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta. VU: dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak massa. Prostat: ukuran tak membesar (volume + 19.7 ml) tak tampak massa maupun kalsifikasi. Tak tampak cairan bebas pada supradiafragma kanan kiri. Tak tampak cairan bebas intraabdomen. Pada regio mcburney tampak struktur blind end tube non compressible (ukuran + 0,75 cm).Kesan:Pada regio mcburney tampak struktur blind end tube non compressible (ukuran + 0,75 cm)mendukung gambaran apendisitisKalsifikasi pada pole bawah ginjal kanan

3. Pemeriksaan Patologi Anatomik (19 November 2014)Makroskopis1 potong jaringan appendiks ukuran 4cm, diameter 1,2 cm warna coklat kemerahan, padatMikroskopispotongan jaringan appendiks, tampak mukosa sebagian besar tidk utuh lagi dengan submukosa muskularis dan lemak serosa sembab, hiperemis, bersebukan keras leukosit PMN, limfosit, histiosit. Tampak pula daerah nekrosis dan perdarahan. Tidak tampak tanda ganas Sesuai dengan: Apendisitis Akut Phlegmonosa

3.3. Diagnosis Apendisitis akut

3.4. Terapi Pengawasan KU, TV, Nyeri perut Pembedahan (Appendiktomi) Injeksi ceftriaxon 2g/24jam i.v Diet biasa

3.5. Edukasi1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya peradangan pada bagian usus dan untuk menunjang diagnosis ini akan dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan USG.2. Menjelaskan kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dan diagnosis penyakit pasien.3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit yang diderita pasiennya memerlukan tindakan operatif sebagai penatalaksanaannya.

BAB IVPEMBAHASAN

Seorang laki-laki usia 44 tahun datang dengan nyeri perut kanan bawah, dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya nyeri dirasakan di sekitar pusar kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri seperti ditusuk dan terus menerus. Nyeri berkurang apabila pasien minum obat anti nyeri. Nyeri terasa semakin berat apabila bersin. Demam (+) sepanjang hari, mual (+), muntah (+) 2x makanan yang dikonsumsi, nafsu makan menurun (+), nyeri kepala (-), flatus (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan.Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan (+) di regio iliaca kanan dan dari pemeriksaan rectal toucher tonus sfingter ani cukup, ampulla recti tidak kolaps, mukosa licin, massa (-), prostat dbn, nyeri pada jam 9-11.Berdasarkan perhitungan Alvarado score didapatkan skor >= 7, ini berarti menurut skor Alvarado adalah cenderung apendisitis akut. Hasil pemeriksaan USG didapatkan blind end tubular sesuai dengan gambaran apendisitis akut. Pasien kemudian dilakukan tindakan pembedahan dan diberikan injeksi ceftriaxon. Setelah itu dilakukan pemeriksaan patologi anatomik didapatkan gambaran apendisitis akut phlegmanosa.

BAB VKESIMPULAN

Apendisitis dapat terjadi pada semua umur. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke regio umbilikal, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di regio kuadran kanan bawah. Pada laporan kasus dituliskan seorang laki-laki usia 44 tahun datang dengan nyeri perut kanan bawah, dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya nyeri dirasakan di sekitar pusar kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri seperti ditusuk dan terus menerus. Nyeri berkurang apabila pasien minum obat anti nyeri. Nyeri terasa semakin berat apabila bersin. Demam (+) sepanjang hari, mual (+), muntah (-) 2x makanan yang dikonsumsi, nafsu makan menurun (+), nyeri kepala (-), flatus (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan.Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan (+) di regio illiaca kanan dan dari pemeriksaan rectal toucher tonus sfingter ani cukup, ampulla recti tidak kolaps, mukosa licin, massa (-), prostat dbn, nyeri pada jam 9-11. Pasien juga telah menjalani USG Abdomen, dan didapatkan gambaran blind end tubular sesuai dengan gambaran apendisitis akut. Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah pemberian injeksi ceftriaxon dan tindakan pembedahan (apendiktomi).

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Appendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.3. Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders4. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.5. Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment international edition. Edition 9. 1990. Lange medical book.6. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study 2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney.7. Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta: Sebelas Maret University Press.8. O'Connor CE, Reed WP. In Vivo location of the human vermiform appendix. Clinical Anatomy Volume 7 Number 3. 19949. Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta; Erlangga Medical Series. 10. G Rodrigues, L Kanniayan, M Gopashetty, S Rao, R Shenoy. Plain X-Ray In Acute Appendicitis. The Internet Journal of Radiology. 2003 Volume 3 Number 2.11. Libermann, G. 2005. Radiologic Diagnostic of Appendicitis. Boston; HMS12. Murtala, Bachtiar. 2013. Diagnosa Apendisitis Akut dengan Ultrasound. 13. Patel, Pradip R. 2006. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series.14. Hasya MN, Elidar E. Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam Penegakan Diagnosis Apendisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode 2008-2011. Karya Tulis Ilmiah. FK USU 201215. Pambudy, Indra Maharddika, Vally Wulani. 2014. Radiologi Abdomen. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius.16. Rumack, Carol M. 2005. Diagnostic Ultrasound Third Edition. Philadephia : Elsevier. 17. Schmidt, Guenter. 2006. Differential Diagnosis in Ultrasound Imaging : a Teaching Atlas. New York : Thieme

24