Karies Gigi
-
Upload
vj-danz-ii -
Category
Documents
-
view
101 -
download
1
Transcript of Karies Gigi
Pengertian Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum
yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang
diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras
gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya
Ketika mendekati pulpa, karies menimbulkan perubahan-perubahan dalam
bentuk dentin reaksioner dan pulpitis (mungkin disertai rasa nyeri) dan bisa berakibat
terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa. Jaringan pulpa mati yang terinfeksi ini
selanjutnya akan menyebabkan perubahan di jaringan periapeks.
Gejala paling dini suatu karies yang terlihat secara makroskopik adalah adanya
bercak putih. Warnanya sangat berbeda bila dibandingkan dengan enamel sekitarnya
yang masih sehat. Kadang-kadang lesi akan tampak berwarna cokelat disebabkan oleh
materi di sekelilingnya yang terserap ke dalam pori-pori enamel. Karies yang
berwarna cokelat hingga kehitaman lebih lama menimbulkan lubang pada gigi,
sedangkan noda yang berwarna putih lebih cepat menimbulkan lubang.
Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan mikroorganisme, merupakan
penyebab dari karies gigi, penyebab karies gigi yang tidak langsung adalah
permukaan dan bentuk gigi tersebut. Gigi dengan fissure yang dalam mengakibatkan
sisa-sisa makanan mudah melekat dan bertahan, sehingga produksi asam oleh bakteri
akan berlangsung dengan cepat dan menimbulkan karies gigi.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14660/1/09E01300.pdf
Faktor Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi
biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor
modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm. Karies gigi adalah suatu
penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu:
faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan
ditambah faktor waktu. Hal ini digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang
tindih (Gambar 1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus
saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik
substrat yang sesuai, dan waktu yang lama.
1. Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia, dan kristalografi. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies
karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur
yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak
mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Di samping itu, bentuk
lengkung gigi yang tidak normal dengan adanya gigi berjejal akan membantu
perkembangan karies gigi. Permukaan akar yang terbuka merupakan daerah tempat
melekatnya plak pada pasien yang mengalami resesi gingiva karena penyakit
periodonsium. Tepi tumpatan yang tidak tepat juga dapat mempermudah perlekatan
plak.
Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1%, dan bahan
organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan
mengandung banyak fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan Kristal
enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung
mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten.
2. Faktor substrat
Substrat merupakan faktor penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi
gigi. Sukrosa dimetabolisme menjadi asam oleh plak bakteri. pH yang rendah akan
menyebabkan berkembangnya bakteri S. mutans, sebaliknya, konsumsi rendah
karbohidrat dan tinggi kalsium akan meningkatkan proses remineralisasi. Sukrosa
memudahkan S. mutans berkolonisasi pada permukaan gigi dan berkembang.
Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, faktor substrat dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam yang
menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang
banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan
pada gigi, sebaliknya pada orang yang mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai
karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang
peranan penting dalam terjadinya karies.
Kecepatan pembentukan plak tergantung pada konsistensi, macam, dan keras
lunaknya makanan. Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan mempunyai
sedikit atau sama sekali tidak mempunyai efek membersihkan pada gigi geligi.
Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna
secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul rendah
seperti sukrosa akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat
oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung sukrosa
akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan
demineralisasi enamel. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk
kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu,
konsumsi yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah
normal dan menyebabkan demineralisasi enamel.
Sintesis polisakarida ekstra sel sukrosa lebih cepat dibandingkan glukosa,
fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling
kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Oleh karena sukrosa merupakan
gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab utama
karies.
3. Faktor agen atau mikroorganisme
Di dalam rongga mulut terdapat bakteri yang secara fisiologis normal. Bakteri utama
sebagai penyebab terjadinya karies adalah S. mutans dan Laktobasillus. Hal ini
disebabkan karena bakteri tersebut berada dalam plak gigi yang memegang peranan
penting dalam proses karies gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Dalam
pembentukan plak tersebut, S. mutans memiliki peran utama karena bakteri ini
memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu:
a. S. mutans memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga
menurunkan pH.
b. S. mutans membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari
berbagai jenis karbohirat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh
mikroorganisme tersebut jika karbohidrat eksogen kurang sehingga menghasilkan
asam terus-menerus.
c. S. mutans mempunyai kemampuan membentuk polisakarida ekstraseluler
(dekstran) sehingga menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan
gigi.
d. S. mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva
pada permukaan gigi.
4. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.
Faktor Risiko
Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor
yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral
higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor
modifikasi karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi.
1. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan pengalaman karies
dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir
mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada
gigi permanennya.
2. Penggunaan fluor
Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi. Pemberian fluor yang teratur
baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam
mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun
demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus
diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena
pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
3. Oral higiene
Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat
dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi,
namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral hygiene
dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi
dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu
mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Plak yang
berada di daerah interdental dan sulit dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat
disingkirkan dengan menggunakan pembersih interdental. Penyingkiran plak dapat
juga dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse).
4. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang
paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak,
maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi
susunya. Walaupun laktobasillus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi
bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam
jumlah banyak.
5. Saliva
Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu:
a. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga
menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut.
b. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH- dan F- ke dalam plak dapat
menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi.
c. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia dan urea dalam
saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak
sedang memetabolisme gula.
d. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti
lisozyme, lactoperoxydase, dan lactoferrin mempunyai daya anti bakteri langsung
terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang.
e. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat
dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel
luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik
dengan timbulnya karies.
6. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat local daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa
bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga
terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara
periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses
remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering
dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
7. Umur
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan
dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap
karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang
erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi
antagonisnya. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi
mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.
8. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih
tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik
sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) yang lebih sedikit daripada pria.
Sebaliknya, pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks
DMF.
9. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah daripada
kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup
sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu
pekerjaan dan pendidikan. Menurut Tirthankar, pendidikan adalah faktor kedua
terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang
yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap
yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup
sehat.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19567/4/Chapter%20II.pdf
Determinan (Faktor-faktor yang Mempengaruhi)
a. Umur
Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari sudut gigi geligi:
1. Periode gigi susu ( 0-5 tahun), sekitar 10% anak usia 2 tahun telah terserang karies
2. Periode gigi campuran (6-14 tahun), pada periode ini molar 1 paling sering terkena
karies.
3. Periode gigi permanen (>14 tahun). Permukaan oklusal molar 2 dan premolar yang
baru saja erupsi mudah terserang karies karena morfologinya yang memudahkan
retensi plak. Umur antara 40-50 terjadi retraksi atau menurunnya gusi sehingga sisa-
sisa makanan sering lebih sukar dibersihkan.
b. Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan oleh Joshi (2005) di India dari total populasi 150
orang diperoleh kejadian karies lebih tinggi pada pria yaitu 80% sedangkan wanita
73%. Hal ini terjadi dikarenakan wanita lebih memiliki keinginan untuk menjaga
kebersihannya.
c. Ras
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, tetapi keadaan
tulang rahang sesuatu ras bangsa dapat berhubungan dengan persentase karies yang
semakin meningkat atau menurun.
Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi- gigi pada
rahang sering tumbuh tidak teratur, tentu dengan keadaan gigi yang tidak teratur ini
akan mempersukar pembersihan gigi, dan ini akan meningkatkan persentase karies
pada ras tersebut.
d. Keturunan
Dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang baik,
terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup
baik.
Di samping itu dari 46 pasang orang tua dengan persentase karies yang tinggi, hanya
1 (satu) pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik 5 (lima) pasang dengan
persentase karies sedang, sedangkan 40 pasang lagi dengan persentase karies yang
tinggi.
e. Sosial Ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya.
Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial
ekonomi tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan.
Menurut Tirthankar (2002), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial
ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan.
Dalam penelitiannya, Paulander, Axelsson dan Lindhe (2003) melaporkan
jumlah gigi yang tinggal di rongga mulut di usia 35 tahun sebesar 26,6% pada
pendidikan tinggi dan pendidikan rendah sebesar 25,8%.
Hasil penelitian Sondang dan Tetti (2004) pada sekelompok ibu-ibu rumah
tangga berusia 20-45 tahun membuktikan bahwa kelompok pendidikan tinggi
mempunyai skor DMF-T lebih rendah daripada kelompok pendidikan rendah, selain
itu, skor filling lebih banyak dijumpai pada kelompok pendidikan tinggi sedangkan
skor decayed dan missing lebih banyak pada kelompok pendidikan rendah.
f. Pengalaman Karies
Pengalaman karies ternyata memiliki hubungan terhadap perkembangan karies dimasa
mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir 60% . Prevalensi karies pada gigi susu
dapat memprediksi karies pada gigi permanennya.
g. Oral higiene
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies
adalah plak. Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak
secara mekanis dari permukaan gigi.
h. Makanan
Makanan sangat bepengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini dapat dibagi
menjadi 2 :
1. Isi dari makanan yang menghasilkan energi. Misalnya karbohidrat yang banyak
mengandung sukrosa memegang peranan penting dalam terbentuknya karies.
2. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan ada 2, yang pertama adalah
makanan-makanan yang bersifat membersihkan gigi, dengan perkataan lain dapat
menjadi gosok gigi alami sehingga mengurangi kerusakan gigi. Makanan yang
bersifat membersihkan ini adalah apel, jambu air, bengkuang dan lain sebagainya, dan
yang kedua adalah makanan-makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat
merusak gigi seperti: permen, cokelat, biskuit dan lain sebagainya.
i. Penggunaan Fluor
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr. Trendly Dean dilaporkan bahwa ada
hubungan timbal balik antara konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi
karies. Penelitian epidemiologis Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies
secara optimum dan terjadinya mottled enamel yang minimal apabila konsentrasi fluor
kurang dari 1 ppm.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14660/1/09E01300.pdf
Prevalensi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2000, analisis data
prevalensi karies berdasarkan indeks DMF-T (D=decayed=gigi yang karies,
M=missed=gigi yang hilang, F=filled=gigi yang ditambal) di beberapa negara adalah
sebagai berikut, negara Amerika 2,05%, negara Afrika 1,54%, negara Asia Tenggara
1,53%, negara Eropa 1,46%, dan negara bagian Barat Pasifik 1,23%.
Di Indonesia, Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992,
dengan jumlah sampel 65.664 rumah tangga di perkotaan dan pedesaan menunjukkan
bahwa persentase penduduk selama satu bulan lalu sakit gigi paling tinggi di
perkotaan adalah Propinsi Kalimantan Tengah 7,46% yang paling rendah di Propinsi
Sulawesi Utara 1,98% dan di pedesaan paling tinggi di Kalimantan Timur 7,57% yang
paling rendah di Propinsi Nusa Tenggara Barat 1,60%. Kesadaran dan perilaku
masyarakat dalam mencari pengobatan masih rendah, dapat diukur dengan ratio
tindakan penambalan berbanding pencabutan di puskesmas adalah 1:4.
Status karies gigi menurut karakteristik penduduk Indonesia (Profil Kesehatan gigi
dan Mulut tahun 1999):
a. Prevalensi menurut jenis kelamin : Laki-laki (90,05%) dan perempuan (91,67%)
b. Prevalensi menurut daerah : Urban (91,06%) dan rural (90,84%)
c. Prevalensi menurut pulau : Jawa & Bali (86,59%), Sumatera (94,41%),
Kalimantan (94,885), Sulawesi (99,28%)
d. Prevalensi menurut umur : 12 tahun (76,62%), 15 tahun (89,38%),
18 tahun (83,50%), 35-44 tahun (94,56%) dan 65 tahun keatas (98,57%)
Semakin berkembang peradaban manusia maka semakin meningkat pula kejadian
karies gigi. Hal ini dipengaruhi oleh pola makan yang banyak mengkonsumsi
makanan kariogenik (makanan bersoda, biskuit, permen, cokelat) dan gula, jika
semakin dekat manusia hidup dengan alam maka semakin sedikit pula dijumpai karies
pada giginya.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14660/1/09E01300.pdf
Tindakan
1. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan
dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan.Gigi tersebut hanya dapat diobati
dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang
pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan
jaringan gigi yang sehat disekitarnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies
telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya
untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang.
Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di
sekitarnya. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak amalgam,
resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen. Perak amalgam
merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi belakang, karena
sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal
dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan bisa
digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal
daripada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang
digunakan untuk mengunyah.
Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi.
Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih
pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca
ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan
gigi yang berlebihan.
2. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar
dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut.
Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan
dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan
pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat
pencabutan dilakukan.
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini lebih ditujukan kepada pencegahan kehilangan fungsi gigi.
Pencegahan ini meliputi rehabilitasi dan pemasangan gigi tiruan dan implan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14660/1/09E01300.pdf