Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar...

28
DISAMPAIKAN PADA Penyambutan Mahasiswa Baru Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dan Pembukaan Tahun Akademik 2016/2017 Senin, 29 Agustus 2016 Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan oleh Imam B. Prasodjo ORASI ILMIAH

Transcript of Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar...

Page 1: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

DISAMPAIKAN PADA

Penyambutan Mahasiswa Baru Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera

dan Pembukaan Tahun Akademik 2016/2017

Senin, 29 Agustus 2016

Kampus Perubahan,Kampus yang

Kita Butuhkan

oleh Imam B. Prasodjo

ORASI ILMIAH

Page 2: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia
Page 3: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

I M A M B . PR A SODJO ada la h sosiolog ya ng k i n i mengaja r pada Fa k u lt a s I l mu S osia l da n I l mu Pol it i k , Un iversit a s I ndone sia ( F I SI P-U I ). Ia menempu h pend id i k a n S1 pada Ju r u sa n S osiolog i d i F I SI P-U I , S2 d i K a n sa s St ate Un iversit y, USA , da n S3 d i Brow n Un iversit y, USA . D i k a mpu snya , sela i n a k t iv it a s mengaja r, ia mem i mpi n P u sat St ud i Hubu nga n A nt a r Kelompok da n Re solu si Kon f l i k (the Center for Research on Intergroup Relat ions and Conf lict Resolut ion (CE R IC). A k t iv it a s a k adem i s ser i ng ia la k u k a n denga n member i cera ma h d i berbaga i for u m , ter ma su k mengaja r pada Pend id i k a n da n L at i ha n P i mpi na n ( D i k lat pi m) d i L embaga Ad m i n i st ra si Nega ra da n L embaga Per t a ha na n Kea ma na n ( L em ha na s). S ela i n a k t iv it a snya d i k a mpu s , ia juga a k t i f d i berbaga i keg iat a n sosia l . S eja k t a hu n 19 9 9, mela lu i Yaya sa n Nu ra n i D u n ia da n berbaga i yaya sa n sosia l la i n ya ng ia ba ng u n , I ma m B . P ra sodjo mela k u k a n beraga m upaya penda mpi nga n ma s ya ra k at u nt u k memba ng u n “ komu n it a s re spon si f ” d i berbaga i daera h d i I ndone sia . Ia juga terl ibat da la m berbaga i a k t iv it a s peng ga la nga n perda ma ia n bersa ma pa ra peny i nt a s (su r v ivors) teror bom d i I ndone sia da la m wada h Yaya sa n A l ia n si I ndone sia Da ma i (A I DA) da n Yaya sa n Peny i nt a s I ndone sia ( Y PI ). I ma m B . P ra sodjo per na h menjad i a ng got a Kom i si Pem i l i ha n Umu m (2 0 01- meng u ndu rk a n d i r i pada A pr i l 2 0 03), menjad i a ng got a Majl i s Dewa n Pend id i k a n Ti ng g i , Kement r ia n Pend id i k a n (2 0 0 9 -2 013), a ng got a Ba la i Per t i mba nga n Pema s ya ra k at a n , Kement r ia n Hu k u m da n H A M (2 0 07-sek a ra ng ) da n Pena sehat S en ior Menter i Kement r ia n L i ng k u nga n H idup da n Kehut a na n (2 015 -sek a ra ng ). B eberapa k a l i , I ma m B . P ra sodjo ber pera n sebaga i pa n it ia selek si pi mpi na n lembaga terkemu k a seper t i K PK da n K PU-BAWA SLU. Ia menu l i s beberapa a r t i kel pada ju r na l i l m ia h da n kont r ibutor a r t i kel pada beberapa bu k u ser t a kolu m n i s d i beberapa maja la h da n kora n na siona l . I ma m B . P ra sodjo per na h menjad i pema ndu ac a ra telev i si (talkshow) pol it i k d i beberapa telev i si na siona l da n rad io, da n h i ng ga k i n i ser i ng menjad i na ra su mber d i berbaga i med ia . B eberapa peng ha rga a n per na h d iter i ma I ma m B . P ra sodjo, a nt a ra la i n : M I PI Awa rd s 2 0 0 9 da r i Ma s ya ra k at I l mu Pemer i nt a ha n I ndone sia (2 0 0 9); Met roT V Kick A nd y Hero for Special Achie vement Award (2 013); A nugrah Balai P ustaka dan Majalah Hor ison sebaga i Tokoh Pend id i k a n (2 013); A nugrah Kebahasaan di Bidang Sosial da r i Bada n Pengemba nga n da n Pembi na a n Ba ha sa , Kement r ia n Pend id i k a n da n Kebudaya a n (2 014); P iaga m Peng ha rga a n sebaga i “Alumni FISIP-U I Membanggakan” da r i F I SI P-U I (2 016).

Page 4: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia
Page 5: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh,

Yang terhormat, para senior kampus, para anggota Senat

Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, para aktivis,

para mahasiswa, serta hadirin sekalian yang saya hormati.

P ada hari ini, 29 Agustus 2016, saya mendapat kehormatan

untuk berbicara di hadapan forum terhormat ini, untuk

mengemukakan pikiran dan berbagi sedikit pengalaman

terkait upaya yang harus kita bangun bersama, yaitu membangun

kampus perubahan. Apa yang dimaksud dengan kampus

perubahan? Kampus perubahan adalah kampus yang dapat

menjadi tempat bersemainya kader-kader intelektual yang

memiliki komitmen kuat, penuh keikhlasan hati, dan tanpa

ragu bersedia terjun langsung di tengah masyarakat untuk

menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kampus

perubahan adalah kampus penggodogan penggerak masyarakat

atau kampus tempat bersemainya para kader, yang dalam

istilah Peter F. Drucker sebagai “entrepreneurs,” yaitu orang-

orang yang tanpa rag u mengambi l a l ih ma sa la h da lam

masyarakat untuk melakukan perbaikan-perbaikan.1

1 Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship, New York: Harper Business, 1993,

hlm. 21, dikutip dalam David Bornstein, Mengubah Dunia: Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru. Yogyakarta: INSISPress-Nurani Dunia, 2006.

Page 6: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO6

Saya menganggap pembicaraan ini sangat penting karena

saat ini saya berhadapan dengan segenap sivitas akademika,

khususnya para mahasiswa yang akan memulai dan yang tengah

mengikuti pendidikan di kampus Sekolah Tinggi Hukum

Indonesia Jentera, sebuah sekolah tinggi yang dirancang khusus

untuk mencetak pembaharu hukum Indonesia yang mampu

menjadi penggerak bangsa dalam mencapai kehidupan yang

lebih demokratis, berkeadilan, dan sejahtera. Kelak setelah

tamat, para mahasiswa diharapkan dapat menjadi “praktisi

hukum yang mempunyai kecakapan dan integritas tinggi dalam

mendukung upaya reformasi hukum di Indonesia.”2

Dalam tataran nasional, kita memang membutuhkan

kader-kader terbaik bangsa yang mampu mengemban misi

melakukan beragam perbaikan di berbagai bidang. Kebutuhan

atas kader-kader terbaik bangsa ini semakin kita rasakan di

saat kita terancam oleh beragam krisis multidimensional yang

dapat membawa negeri kita ke dalam situasi darurat kompleks

(complex emergencies). 3 Dalam situasi ini, k ita memang

membutuhkan banyak orang “yang memiliki komitmen kuat,

yang mau meluangkan waktu siang dan malam, memeras keringat

dan pikiran, menggalang jaringan, menumbuhkan kesadaran

dan kebersamaan untuk menciptakan perubahan sistemik

guna terciptanya kehidupan yang lebih baik.”4 Orang-orang

“abnormal” semacam inilah yang kita butuhkan, yang harus

dapat kita kembang-biakkan dalam kampus perubahan.

2 http://jentera.ac.id/latar-belakang/

3 Lihat Imam B. Prasodjo, “Merajut Kembali Indonesia yang Tercabik” dalam

Komarudin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia. Jakarta: Mizan,

2008.

4 Lihat Imam B. Prasodjo, “Diperlukan Banyak ‘Orang Abnormal’ Untuk Mengatasi

Kekusutan Negeri Ini” dalam David Bornstein, Mengubah Dunia: Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru. Yogyakarta: INSISPress-Nurani Dunia, 2006.

Page 7: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 7

Para senior kampus dan para mahasiswa yang saya cintai,

K etika kita berbicara kampus perubahan, tentu kita harus

berbicara tentang tokoh-tokoh perubahan yang dapat

menjadi acuan. Dalam sejarah, tercatat begitu banyak nama

tokoh perubahan legendaris yang berlatar-belakang pendidikan

ilmu hukum. Sebut saja satu nama yang tentu kita kenal bersama,

yaitu Mohandas Karamchand Gandhi atau lebih dikenal

sebagai Mahatma Gandhi. Tokoh yang lahir di India, 2 Oktober

1869 ini telah menginspirasi dunia karena gerakan Ahimsa

(berarti “tidak melukai” dan “cinta kasih”) atau gerakan tanpa

kekerasan yang didasarkan pada rasa cinta kasih kemanusiaan

untuk membebaskan rakyat India dari penjajahan Inggris.

Gerakan perlawanan Gandhi terhadap penjajahan bermula

dari penolakan Gandhi atas beragam ketidak-adilan yang ia

saksikan dan rasakan sendiri pada kehidupan sehari-hari.

Sebagai seorang sarjana hukum tamatan University College

London , Inggris, tentu Gandhi merasakan betapa prinsip-

prinsip keadilan yang ia pelajari dalam ilmu hukum ternyata

sangat berbeda dengan kenyataan hidup sehari-hari di India

pada saat itu. Ketika Gandhi meninggalkan India dan bekerja

sebagai imigran di Afrika Selatan, Gandhi juga menjumpai

keadaan yang tak jauh berbeda, yaitu merajalelanya tidak-

adilan yang menimpa rakyat jelata dan juga dirinya di bawah

pemerintahan kolonial kulit putih. Gandhi pun tergerak berupaya

mengubah keadaan. Beragam bentuk perlawanan ia lakukan

tanpa kenal lelah, dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar.

Dalam sejarah, beberapa insiden disebutkan sebagai contoh

perlawanan Gandhi, seperti antara lain penolakannya terhadap

hakim di kota Durbin, Afrika Selatan, yang memerintahkan

dirinya membuka topi turban yang ia kenakan. Gandhi pun

meninggalkan ruang sidang pengadilan untuk menunjukkan

penolakan keras atas sikap hakim yang dianggap melecehkan

Page 8: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO8

budaya India. Pada peristiwa lain, saat Gandhi tengah melakukan

perjalanan dengan kereta api, Gandhi menolak tegas perintah

petugas untuk menyerahkan tempat duduknya kepada penumpang

kulit putih, sekalipun akibat sikapnya ini, Gandhi harus

mengalami penyiksaan, dipukuli bertubi-tubi oleh petugas

kereta api.5 Peristiwa ini mengingatkan kita pada cerita tentang

Rosa Parks, perempuan kulit hitam pelopor pejuangan hak-hak

sipil di Amerika, yang pada tahun 1955 di Alabama, Amerika

Serikat, juga menolak tegas memberikan tempat duduknya

pada penumpang kulit putih saat ia berada dalam bus.6

Sederet perlakuan diskriminatif semacam ini terus terjadi

pada diri Gandhi dan rakyat kulit hitam dan kulit berwarna

lain pada saat itu. Dapat dibayangkan betapa menyesakkan

hidup di era yang penuh dengan kebijakan rasis dan diskriminatif

semacam ini . K arena keadaan ini lah, Gandhi ber tekad

melakukan perubahan dengan membangun gerakan perlawanan

sistematis terhadap kekuatan kolonial. Yang menjadi catatan

penting dalam sejarah perjuangan Gandhi adalah cara-cara

perlawanan yang dilakukannya. Gandhi memperkenalkan

konsep satyagraha atau gerakan “kebenaran dan kegigihan”

(truth and firmness) dalam melakukan perlawanan. Ini adalah

gerakan penolakan tegas terhadap semua kesewenang-wenangan

yang dijalankan melalui sikap non-kooperatif dan non-agresif.

Dalam sejarah, ajaran ini ternyata mampu “membius” jutaan

rakyat India. Dalam peristiwa di tahun 1930, misalnya, puluhan

ribu rakyat India mengikuti Gandhi berunjuk-rasa menolak

monopoli dan pungutan pajak garam yang dirasakan sangat

merugikan rakyat India pada saat itu. Puluhan ribu pengikut

Gandhi bergerak dengan sangat disiplin, berkumpul berunjuk

rasa tanpa sedikit pun terpancing melakukan tindak kekerasan.

5 http://www.history.com/topics/mahatma-gandhi6 http://www.history.com/topics/black-history/rosa-parks

Page 9: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 9

Walaupun unjuk rasa ini akhirnya berhasil dibubarkan setelah

sedikitnya 80.000 demonstran ditahan, termasuk Mahatma

Gandhi,7 namun gerakan perlawanan tanpa kekerasan ini telah

berha si l mempengar uhi a lam pik iran ra k yat India dan

mengguncang moral pemerintah kolonial Inggris.

Para mahasiswa yang saya cintai,

B acalah biografi perjuangan Mahatma Gandhi. Saat kalian

membacanya, kalian akan menjumpai sebuah ajaran penting

yang saat ini masih terasa relevan untuk direnungkan. Berbeda

dengan model perlawanan yang mengedepankan konfrontasi

fisik dan kekerasan, Mahatma Gandhi secara kreatif berhasil

memperkenalkan bentuk gerakan tanpa kekerasan yang

dilandaskan pada ajaran moral dan dasar falsafah hukum yang

sangat mendalam. Dalam bukunya, My Non-violence,8 Gandhi

menjelaskan konsep ahimsa sebagai berikut.

“Tindakan tanpa kekerasan bukanlah persembunyian bagi pengecut, melainkan bukti moral tertinggi bagi pemberani. Pelatihan diri untuk tidak melakukan kekerasan membutuhkan keberanian yang jauh lebih besar daripada pelatihan untuk menjadi pendekar pedang. Sikap pengecut sama sekali tak sama dengan sikap tanpa kekerasan. Pengalihan keahlian pendekar pedang kepada tindakan tanpa kekerasan dimungkinkan dan, bahkan terkadang, menjadi sebuah tahapan mudah. Tindakan tanpa kekerasan, oleh karena itu, diibaratkan seperti kemampuan dalam menyerang. Ini merupakan sebuah kesadaran, kemauan menahan diri saat seseorang memiliki nafsu untuk membalas dendam.”

7 http://www.history.com/news/gandhis-salt-march-85-years-ago8 M.K. Gandhi. My Non-violence. Ahmedabad: Jitendra T Desai Navajivan Publishi,

tanpa tahun. hlm. 39. Buku dapat diunduh pada http://www.mkgandhi.org/ebks/my_nonviolence.pdf

Page 10: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO10

Konsep satyag raha , atau per jua nga n menega k k a n

“kebenaran” dan “kegigihan” yang dilakukan dengan teknik

ahimsa ini telah menguatkan semangat perjuangan rakyat

India karena perjuangan yang dilakukan memiliki landasan

moral yang kuat. Di sana, ada nilai-nilai; ada falsafah unggul

yang menjadi pegangan kokoh dalam perjuangan.

Dalam kaitan inilah, kampus perubahan yang kita bicarakan

haruslah memiliki landasan moral yang tinggi sebagaimana

dicontohkan dalam perjuangan Gandhi. Kampus perubahan

y a ng k i t a b a ng u n h a r u s m e nj a d i t e mp a t s u b u r b a g i

berkembangnya landasan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi

bagi tumbuh-berkembangnya kegigihan dalam memperjuangkan

kebenaran dan keadilan.

Para hadirin dan para mahasiswa yang saya cintai,

D alam sejarah lebih kini, tokoh perubahan lain yang memiliki

latar belakang pendidikan ilmu hukum adalah Nelson

Rolihlahla Mandela, yang pada 5 Desember 2013 meninggal

dunia. Nelson Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di Transkei,

Afrika Selatan. Pada masa kecil, Mandela dididik di sekolah

elit Kristen Methodis yang bergaya barat, sebuah fasilitas

pendidikan cukup baik yang dapat ia nikmati karena ayah

Mandela adalah anggota keluarga raja dari suku Thembu. Saat

memasuki usia remaja, Mandela pun mendaftarkan diri menjadi

mahasiswa University College of Fort Hare. Sebagaimana

Mahatma Gandhi, Nelson Mandela sejak usia muda juga tumbuh

sebagai aktivis yang selalu tergerak mengupayakan perubahan.

Di mana pun, ia rasakan ada ketidak-adilan, ia selalu tergerak

melakukan perlawanan. Akibat sikap seperti inilah, Mandela

sering kali harus menanggung risiko, yang salah satunya adalah

hukuman skorsing dari kampus karena ia memimpin pemogokan,

Page 11: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 11

menuntut perbaikan kualitas makanan di kampus. Tak lama

setelah pener ima hukuman ini , Mandela muda rupanya

kehi langan semangat dan meningga lkan kampus tanpa

memperoleh gelar.

Namun, tampaknya Mandela segera sadar dan ia mencoba

kembali melanjutkan kuliah pada Universitas Witwatersrand

untuk belajar ilmu hukum, walaupun, lagi-lagi Mandela tak

menamatkannya. Saat Mandela keluar dari penjara di tahun

1962, ia mencoba kembali kuliah pada University of London,

namun kembali lagi kuliah terhenti. Akhirnya, setelah memasuki

usia 71 tahun, yaitu di tahun 1989, beberapa bulan menjelang

ia lepas dari hukuman penjara, Nelson Mandela mendapat

gelar sarjana hukum dari University of South Africa. Acara

wisuda pun diselenggarakan di kota Cape Town, tapi sayang,

ia tak dapat menghadirinya.9

Walaupun Mandela tampak tersendat-sendat dalam

menjalani kuliah, namun jelas ia tak kenal menyerah dalam

menuntut ilmu. Di tengah perhatiannya yang terpecah karena

a kt iv ita s per juangan yang ia la kukan, Mandela sangat

menempatkan pentingnya pendidikan. Ini penting saya

ceriterakan di hadapan mahasiswa agar para mahasiswa tak

putus kuliah dan meninggalkan kampus, apa pun alasannya.

Para hadirin yang saya hormati,

Membaca biograf i Nelson Mandela, jelas penghargaan

dunia tertuju pada kegigihan Mandela. Ia jatuh-bangun

mempertaruhkan hidupnya untuk membebaskan bangsanya

dar i jeratan sistem disk r iminat i f apar theid yang tela h

9 https://www.nelsonmandela.org/content/page/biography

Page 12: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO12

menciptakan penderitaan luar biasa.10 Dalam sistem apartheid,

penduduk Afrika Selatan dipisahkan secara hukum berdasarkan

perbedaan ras dan menempatkan ras kulit putih sebagai ras

unggul yang mendapat perlakuan istimewa.11 Pemberlakuan

kebijakan semacam inilah yang membangkitkan perlawanan

Nelson Mandela. Melalui organisasi African National Congress

(ANC), Mandela memimpin gerakan rakyat untuk menentang

kebijakan ini. Beragam perlawanan dilakukan Mandela, yang

salah satunya adalah menggalang gerakan civil disobedience,

yaitu gerakan rakyat untuk menolak beraktivitas dan tinggal

di dalam rumah (the national stay-at-home).12 Atas serangkaian

perlawanan yang dilakukan ini, akhirnya Nelson Mandela pun

ditangkap dan diadili pada tahun 1962 dan 1963, dan dinyatakan

bersalah dengan tuduhan menghasut peker ja melakukan

pemogokan dan berkonspirasi menggulingkan pemerintah.

Nelson Mandela pun dijebloskan dalam penjara pada tahun

1962 dan dilepaskan pada 11 Februari 1990. Sungguh perjuangan

Nelson Mandela merupakan perjuangan panjang yang memakan

tak kurang dari 40 tahun, dan 27 tahun di antaranya dilalui

dalam penjara.

Saat akhirnya perjuangan Nelson Mandela menghapus

sistem apartheid berhasil dan ia terpilih menjadi Presiden

kulit hitam pertama Afrika Selatan di tahun 1994 melalui

sebuah pemilihan umum yang demokratis, Mandela tak henti

menunjukkan keteladanan. Salah satu langkah politik penting

10 Apartheid dalam bahasa Afrikaans bermakna “hukum/sistem pemisahan.”

11 Dalam sistem apartheid penduduk Afrika Selatan dibagi ke dalam ras kulit putih,

kulit berwarna (ras campuran), kulit hitam (berbahasa Bantu), dan ras Asia (India dan

Pakistan). Kebijakan diskriminatif dan segregatif dilakukan atas dasar pembagian ini.

Dalam sejarah tercatat, dari tahun 1960 hingga 1983, tak kurang dari 3.5 juta warga

non-kulit putih dipaksa pindah tempat tinggal mereka ke dalam lingkungan tersendiri,

jauh terpisah dari tempat tinggal warga kulit putih. Pemisahan terjadi tak hanya

berdasarkan tempat tinggal mereka tetapi juga pelayanan pendidikan, kesehatan,

perpustakaan dan beragam fasilitan publik lainnya.

12 http://www.un.org/en/events/mandeladay/court_statement_1964.shtml

Page 13: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 13

yang ia lakukan adalah pencanangan rekonsiliasi nasional

untuk membangun perdamaian yang lebih permanen pada

pasca apartheid. Ini dilakukan dengan membentuk semacam

lembaga peradilan khusus bernama Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi (the Truth and Reconciliation Commission) pada

tahun 1995. Melalui Komisi ini, upaya rekonsiliasi dilakukan

dengan mendorong diungkapkannya kebenaran atas seluruh

kejadian pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama

sistem apartheid diterapkan, namun pada saat yang sama,

menja m i n pela k u pela ng ga ra n mend apat k a n amn e st y

(pengampunan).13 Inilah jalan rekonsiliasi yang ditempuh

Afrika Selatan dalam membangun masa depan mereka setelah

negeri ini mengalami sejarah kelam.

Dunia seperti terpana melihat peristiwa yang terjadi di

Afrika Selatan. Rasa hormat begitu tinggi diarahkan pada

Nelson Mandela, seorang pejuang perubahan yang tidak saja

dilihat sebagai simbol perlawanan terhadap ketidak-adilan

semasa rezim penindas berkuasa, namun juga sebagai simbol

pendamai dan pemaaf demi keutuhan bangsa, saat ia berhasil

meraih puncak kekuasaan. Kampus perubahan perlu menggali

keteladanan dari sikap tokoh seperti Nelson Mandela ini.

Para hadirin, khususnya para mahasiswa yang saya cintai,

B ila kita membuka lebih jauh lembaran sejarah perjuangan,

begitu banyak tokoh perubahan dengan latar belakang

ilmu hukum yang dapat kita teladani. Namun ketahuilah,

pendorong perubahan sebenarnya dilakukan oleh begitu banyak

orang dengan latar-belakang pendidikan yang juga begitu

beragam, tak hanya mereka yang berlatar-belakang ilmu hukum,

13 https://www.britannica.com/topic/Truth-and-Reconciliation-Commission-South-Africa

Page 14: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO14

tetapi juga ilmu kedokteran, ekonomi, politik, sosiologi, teknik,

arsitektur dan banyak lagi. Coba lihat tokoh seperti Martin

Luther King Jr., pejuang hak-hak sipil di Amerika. Ia berlatar

belakang pendidikan formal sosiologi. Kemudian, Aung San

Suu Kyi, seorang aktivis perempuan pro-demokrasi Burma

yang selama 15 tahun menjalani hukuman tahanan rumah. Ia

berlatar belakang pendidikan sastra dan politik. Di Indonesia

sendiri, pejuang kemerdekaan dan proklamator Bung Karno

adalah seorang arsitek, dan Bung Hatta adalah seorang ekonom.

Jelas sekali bahwa para tokoh perubahan itu dapat memiliki

latar belakang pendidikan apa saja.

Ketika saya menyebut contoh para tokoh perubahan di

atas, saya tidak ingin mengesankan bahwa bentuk perubahan

yang dimaksudkan di sini semata-mata terkait pada bentuk

perubahan politik. Justru saat ini, kita dapat menyaksikan

begitu banyak tokoh perubahan yang sangat inovatif, yang

bekerja di berbagai bidang untuk mengatasi masalah masalah

yang kita hadapi. Sebutlah misalnya tokoh muda kelahiran

1976 asal Amerika, Blake Mycoskie,14 pendiri Shoe Giver of

TOMS, sebuah perusahaan sepatu yang tumbuh mendunia

dengan menerapkan konsep bisnis yang ia beri nama “One for

One”, yaitu memberi sepasang sepatu untuk anak dari keluarga

miskin, setiap kali sepasang sepatu laku terjual. Kemudian,

kita juga dapat menyaksikan kerja tokoh perubahan asal Swiss

bernama Toni Rüttimann15, yang sejak usia 19 tahun berkeliling

ke berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, mendorong

masyarakat di daerah terpencil bergotong-royong membangun

jembatan gantung. Kemudian, kita pun mengenal tokoh penerima

hadiah nobel, Muhammad Yunus ,16 yang secara kreat i f

membangun Grameen Bank dan merintis konsep microcredit

14 http://www.toms.com/15 https://id.wikipedia.org/wiki/Toni_R%C3%BCttimann16 http://www.muhammadyunus.org/

Page 15: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 15

dan microfinance untuk membantu jutaan kaum perempuan

miskin Bangladesh. Sekali lagi, tangan-tangan kebaikan rupanya

tumbuh di banya k tempat , justr u d i sa at dunia tenga h

menghadapi banyak masalah.

Para mahasiswa yang saya cintai,

P elajaran apa yang dapat kita petik dari para tokoh perubahan

ini? Walaupun mereka memiliki begitu beragam latar

belakang, sesungguhnya ada kesamaan karakter yang meletak

pada diri mereka yang dapat menjadi teladan bagi kita bersama.

Para tokoh perubahan itu, jelas memiliki rasa kepedulian

mendalam terhadap beragam masalah kehidupan. Seluruh

pikiran dan hati mereka tumpah dalam persoalan-persoalan

mendasar yang dihadapi masyarakat. Saat mereka melakukan

aktivitasnya, mereka mampu keluar dari konf lik pentingan

ya ng melek at da la m d ir inya da n lebih meng ut a ma k a n

kepentingan orang lain secara luas. Dengan kata lain, mereka

selalu ber juang untuk perbaikan hidup masyarakat luas,

melampaui batas-batas ikatan primordialnya. Pejuang perubahan

seperti mereka selalu berpandangan luas, tidak myopic. Ada

visi ke depan yang memiliki jangkauan panjang. Di dada mereka,

ada tekad yang membara. Ada keinginan yang begitu kuat

untuk merealisasikan apa yang diimpikannya. Seorang pejuang

perubahan, meminjam kata-kata Bung Karno, selalu “Banjak

Bitjara, Banjak Bekerdja!”17 Mereka banyak bicara karena

mereka harus menjelaskan dan menyakinkan masyarakat luas

tentang apa jalan terbaik yang harus ditempuh untuk melakukan

perbaikan hidup bersama ke depan. Namun, mereka tak hanya

17 Soekarno, “Sekali lagi: Bukan ‘Djangan Banjak Bitjara, Bekerdjalah!’ Tetapi ‘Banjak

Bitjara, Banjak Bekerdja!” dalam Di Bawah Bendera Revolusi. Jilid 1. Jakarta: Panitya

Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1933, hlm. 215—217.

Page 16: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO16

bicara, tetapi juga bekerja nyata untuk membuktikan bahwa

apa yang dikatakannya dapat dijalankan, dapat direalisasikan.

Langkah “talking action” selalu ditindaklanjuti dengan ”taking

action.”

Para mahasiswa yang saya cintai,

D engan melihat pelajaran dari para tokoh perubahan ini,

kini apa yang harus dilakukan di Indonesia, khususnya

di dunia kampus kita? Kita di Indonesia sebenarnya memiliki

begitu banyak tokoh perubahan, baik di masa lalu maupun

masa sekarang, dari yang berperan dalam skala komunitas

hingga pada skala nasional. Begitu banyak buku biografi yang

perlu dibaca untuk mengetahui apa saja yang telah diperbuat

para tokoh perubahan itu. Kita perlu menyadari betapa penting

kita menyelami kehidupan para tokoh. Kita perlu membaca

biografi mereka agar kita dapat terinspirasi oleh keteladanan

yang telah mereka lakukan.

Untuk memudahkan akses terhadap bacaan ini, saya

bersama teman-teman, dengan didukung para donatur, telah

mencoba membangun pusat-pusat referensi keteladanan yang

saya ber i nama Nation Building Corner (NBC). Saat ini,

sedikitnya ada 10 NBC telah berhasil dibangun, menyatu dengan

perpustakaan universitas, seperti perpustakaan di UI, ITB,

IPB, UNPAD, UGM, UNDIP, UNSOED, UNAIR, dan UNCEN.

Sedangkan, di Ternate, Maluku Utara, NBC dibangun tersendiri,

tepat berada di tengah kampus Universitas K hairun dan

Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.18 Dalam NBC ini,

telah terhimpun buku-buku biografi para tokoh serta sejarah

18 https://id-id.facebook.com/Nation-Building-Corner-Library-NBCL-Ternate-589630161098670/

Page 17: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 17

perjuangan bangsa. Ke depan, upaya ini diharapkan dapat

terus dikembangkan, termasuk pada kampus ini. Para mahasiswa,

bacalah buku-buku yang terhimpun dalam perpustakaan-

perpustakaan itu.

The Nation Building Corner (NBC) di berbagai universitas di Indonesia.

Page 18: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO18

Para senior kampus, para mahasiswa,

serta hadirin sekalian yang saya hormati,

K ita menyadari sepenuhnya bahwa untuk menggerakkan

kampus menjadi pusat perubahan yang lebih dinamis,

k i t a b u t u h e v a l u a s i m e n y e l u r u h d a l a m c a r a k i t a

menyelenggarakan proses pendidikan di kampus. Kita butuh

pola-pola pembelajaran yang lebih dinamis, yang mampu

mendorong keterlibatan sosial (social engagement) seluruh

sivitas akademika.19

Kampus perlu menumbuhkan bentuk keterlibatan sosial

yang dapat menjadi cikal bakal terjadinya gerakan perubahan.

Keterlibatan sosial yang dimaksud dapat dikelompokkan ke

dalam tiga bentuk, yaitu ( lihat bagan): pertama , bentuk

keterlibatan yang aktivitasnya berguna untuk pemenuhan

pelayanan sosial (social service provision), seperti bakti sosial

yang banyak dilakukan selama ini, yang bertujuan membantu

masyarakat secara langsung agar kehidupan mereka lebih baik.

Melalui kegiatan ini, segenap sivitas akademika dilatih mengasah

kepedulian melalui program-program sosial sederhana; kedua,

adalah bentuk aktivisme sosial-politik (socio-political activism)

yang dilakukan melalui berbagai kegiatan advokasi untuk

membangun tatanan sosial-politik baru yang lebih adil. Bentuk

kegiatan ini dilakukan atas pemahaman bahwa berbagai masalah

yang terjadi hanya dapat diatasi bila ada perbaikan kebijakan

mendasar pada kebijakan hukum dan politik yang berlaku.

Contoh-contoh kerja yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi,

Nelson Mandela, Martin Luther King Junior, Jr., dapat menjadi

contoh bentuk kegiatan ini; dan yang ketiga adalah bentuk

19 Uraian berikut juga saya sampaikan dalam Orasi Dies Natalis FISIP-UI ke-48,

dengan judul “Menumbuhkan Kampus Kepedulian, Kampus Inovasi Sosial, Kampus

Kewirausahaan Sosial, ” pada 1 Februari 2016 di Kampus FISIP-UI, Depok, Jawa

Barat.

Page 19: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 19

kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) yang akhir-

akhir ini banyak dilakukan melalui program-program sosial

inovatif, memperkenalkan cara baru, yang manfaatnya langsung

dapat dirasakan masyarakat. Contoh-contoh kerja yang dilakukan

Blake Mycoskie dan Muhammad Yunus, dapat mewakili kategori

ini.20 Ketiga bentuk keterlibatan sosial ini, terutama bentuk

kedua dan ketiga, harus dibangun dan dikembangkan secara

bersamaan dalam kampus agar segenap sivitas akademika

dapat berlatih melakukan beragam aktivitas yang mampu

mendorong perubahan.

20 Lihat Roger L. Martin & Sally Osberg, Social Entrepreneurship: The Case for Definition,

Stanford Social Innovation Review, Spring 2007.

BENTUK MURNI KETERLIBATAN SOSIAL

(SOCIAL ENGAGEMENT)

HASIL

(OUTCOME)

PEMENUHAN PELAYANAN

SOSIAL

MEMPERLUAS SISTEMMEMELIHARA DAN

MENGEMBANGKAN

EKUILIBRIUM BARUDICIPTAKAN DAN

DIPELIHARA

LA

NG

SU

NG

SIFAT TINDAKAN (NATURE OF ACTION)

TA

K L

AN

GS

UN

G

KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

AKTIVISME SOSIAL-POLITIK

Sum

ber:

Rog

er L

. Mar

tin

& S

ally

Osb

erg,

20

07

Page 20: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO20

Apa yang terjadi di dunia kampus kita di Indonesia saat

ini? Tak dapat dipungkiri, dari ketiga pilar Tridharma Perguruan

Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat),

pilar Pengabdian Masyarakat jelas tak mendapat perhatian

cukup. Secara nasional, pengabdian masyarakat seolah-olah

menjadi tugas sampingan dalam proses pendidikan di dalam

kampus. Ini setidaknya tercermin pada terbatasnya anggaran

yang dialokasikan dan ketidak-seriusan dalam penyusunan

program studi dan kurikulum di bidang ini. Para dosen hanya

dituntut untuk melakukan pengabdian masyarakat maksimal

10% dari seluruh tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar.

Kuliah Kerja Nyata (K2N) yang dulu begitu gegap-gempita,

saat ini hampir tak terdengar. Padahal, kuliah ini adalah salah

satu sarana penting untuk menyatukan dunia kampus dengan

masyarakat di luar kampus. Akibatnya, tak terelakkan lagi,

tujuan pendidikan sebagaimana dirumuskan UNESCO untuk

“learning to know, learning to be, learning to do, and learning

to live together” menjadi semakin terjauhkan.

Sementara perkuliahan di Indonesia yang terkait pilar

Pengabdian Masyarakat tak berkembang, di luar negeri justru

tumbuh pesat. Sebagai contoh, di Stanford University, sejak

tahun 1999, berdiri Pusat Studi Inovasi Sosial (The Center for

Social Innovation (CSI )) yang bertujuan mendidik calon

pemimpin masa depan untuk mendorong perubahan sosial dan

lingkungan. Di Oxford University, sejak 2003, juga didirikan

The Skoll Centre for Social Entrepreneurship dengan tujuan

membangun transformasi sosial melalui pendidikan, penelitian

dan kolaborasi. Tujuan pusat studi ini jelas bukan untuk

mencetak “i lmuwan menara gading”, tetapi secara tegas

dinyatakan “to accelerate the impact of entrepreneurial activity

that aims to transform unjust or unsatisfactory systems and

practices.” Dengan kata lain, misi pusat studi adalah menciptakan

Page 21: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 21

pemimpin-pemimpin gerakan sosial yang inovatif untuk

mendobrak status quo yang memenjara rakyat dalam derita.

Apa yang dilakukan di Stanford University dan Oxford

University adalah sekadar contoh dari sekian banyak inisiatif

yang telah dikembangkan agar pengabdian masyarakat di

kampus-kampus dapat tumbuh pesat. Penelitian, pendidikan,

dan proses pembelajaran melalui penggalian pengalaman

(experiential learning) yang sepantasnya menjadi keunggulan

kampus harus diintegrasikan untuk membangun model-model

intervensi sosial inovatif untuk mengatasi masalah sosial yang

kompleks. Manakala hal ini dilakukan dengan baik, maka

action research, applied research, dan problem-based learning

akan dengan sendirinya tumbuh subur memfasilitasi program-

program aksi sosial yang dicanangkan kampus. Di sinilah,

talking action, lecturing action akan berubah menjadi taking

action. Inilah mekanisme yang kita harapkan tumbuh dan

berkembang di seluruh kampus Indonesia.

Para senior kampus, para mahasiswa,

serta hadirin yang saya hormati,

A pa yang akan kita alami bila pilar Pengabdian Masyarakat

terus menerus diabaikan dan tidak menjadi bagian penting

dalam sistem pendidikan di kampus-kampus kita? Ada dua

kekhawatiran besar yang muncul dalam benak saya.

Pertama, rasa kepedulian sosial dan dorongan untuk

melakukan perubahan yang harusnya tumbuh dalam hati tiap

insan kampus akan menjadi semakin tumpul. Kampus akan

sema k in menjadi “menara gading” karena a kt iv ita snya

terpisahkan jauh dari realitas sosial di sekitarnya. Kedua,

kampus akan menjadi semakin sulit diharapkan untuk dapat

Page 22: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO22

memberi kontribusi kreatif pada penyelesaian masalah-masalah

sosial. Inovasi-inovasi sosial yang harusnya tumbuh berkembang

dalam program pengabdian masyarakat mengalami stagnasi,

mandek tak bergerak. Experiential learning untuk mencari

model-model mengatasi masalah sosial tersumbat. Harapan

untuk membangun kampus tempat tumbuhnya agen perubahan

menjadi semakin jauh.

Kekhawatiran ini sebenarnya bukanlah ilusi. Pada saat

ini, saya sudah sering mendengar kritik dari luar kampus yang

mengatakan bahwa program-program sosial kampus banyak

yang monoton dan kurang memberi inspirasi. Semangat

kedermawanan (the spirit of giving) yang sebenarnya selalu

tumbuh di kalangan mahasiswa tak tersalurkan dengan baik

ke dalam gagasan dan program-program sosial inovatif karena

pilar Pengabdian Masyarakat tak dijabarkan secara serius

da la m kur i ku lum pengaja ra n at aupun da la m prog ra m

ekstrakurikuler kampus. Akibatnya, bentuk kegiatan sosial di

kalangan mahasiswa tak beranjak dari sekadar bakti sosial

biasa yang bersifat karitatif, seperti kegiatan pembagian nasi

bungkus, pembagian pakaian bekas, kegiatan donor darah,

atau sunatan massal. Kegiatan semacam inilah yang saya sebut

sebagai kegiatan mulia tetapi miskin gagasan, tidak memberi

inspirasi baru, dan tentu sulit diharapkan untuk menjadi

bagian dari solusi dalam menyelesaikan masalah sosial mendasar.

Bila pola-pola kegiatan sosial semacam ini tak mengalami

perubahan, sulit diharapkan akan tumbuh jiwa kewirausahaan

sosial (social entrepreneurship) dari kampus karena tak ada

ruang untuk melatih jiwa, melatih komitmen untuk bekerja

menciptakan gagasan-gagasan penanganan sosial baru, mencoba

berpikir out of the box, dan bersemangat mendobrak tatanan

ketidak-adilan sosial yang tengah berjalan.

Untuk t ida k menimbulkan sa la h penger t ian, perlu

ditegaskan sekali lagi bahwa apapun kegiatan sosial yang

Page 23: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 23

dilakukan tentu bukanlah hal yang sama sekali buruk. Sebagai

bentuk aksi kepedulian, betapapun sederhana bentuknya, tentu

memiliki fungsi positif dan bahkan bila dilakukan dengan

ikhlas, dalam pandangan agama, akan mendapatkan pahala

dan berpotensi menjadi bekal amal untuk masuk surga. Sama

sekali saya tidak bermaksud mencela. Namun, yang kita harapkan

dari kampus lebih dari itu. Kampus harus menjadi primadona

dalam aksi kemanusiaan inovatif. Apalagi potensi kampus

sangat besar. Jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di

Indonesia cukup banyak. Data tahun 2013/2014, jumlah

perguruan tinggi di Indonesia telah mencapai 678, dengan

mahasiswa sebanyak 613.665 dan dosen 26.671 (www.bps.

go.id). Bila kekuatan ini dapat digerakkan, tentu memiliki

potensi sangat besar sebagai motor pendorong perubahan

sosial.

Para senior kampus, para mahasiswa,

serta hadirin yang saya hormati,

B ila kita sepakat dengan apa yang saya kemukakan ini, kini

pertanyaan pun muncul. Bagaimana kita harus memulai

kerja besar ini untuk membangun kampus kepedulian dan

kampus perubahan? Apa strategi yang harus dicanangkan?

Untuk mengawalinya, menurut hemat saya, setidaknya kita

perlu melakukan dua hal besar:

Per t a m a-t a m a , denga n berbaga i c a ra , k it a ha r us

menumbuhkan “mindset kepedulian” pada seluruh siv itas

akademika, khususnya dosen dan mahasiswa. Upaya ini tentu

tak mudah karena memerlukan beragam cara pembelajaran.

Kita dapat menimba beragam ceritera inspiratif dari banyak

orang. Salah satu contoh adalah cerita keteladanan yang

Page 24: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO24

dilakukan seorang mahasiswa IPB asal Langsa, Aceh Timur,

bernama Muhammad Kasim Arifin.

Konon, menjelang akhir masa kuliah di tahun 1964, Kasim

mengikuti program “Pengerahan Tenaga Mahasiswa” (semacam

Kuliah Kerja Nyata) di Waimital, Pulau Seram. Program yang

harusnya ia ikuti hanya beberapa bulan saja ternyata ia

perpanjang sendiri. Kasim kebablasan tinggal lebih lama di

Waimital dan “lupa” kembali ke kampus untuk menyelesaikan

skripsinya. Ia rupanya hanyut dalam aktivitas sosial, membantu

para petani transmigran miskin. Tak tanggung-tanggung,

hanyutnya selama 15 tahun. Tanah Waimital yang tandus ia

sulap menjadi tanah subur dengan mengalirkan air irigasi

melalui parit yang ia gali bersama para petani setiap hari.

Kasim menjadi sumber inspirasi; menjadi magnet kehidupan

para petani dari pagi hingga sore hari. Penyair Taufiq Ismail

begitu terkesan terhadap keteladanan Kasim sehingga ia tergerak

membuat puisi dan bercerita tentang dirinya.21

Bisa jadi apa yang dilakukan Kasim merupakan contoh

ekstrem pengabdian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa.

Namun, cerita keteladanan semacam inilah yang seharusnya

bergema di kampus-kampus untuk menjadi sumber referensi

utama bagaimana “mindset kepedulian” dan semangat perubahan

tumbuh dalam diri seorang mahasiswa. Saya sengaja bercerita

dengan contoh ini karena saya ingin mengatakan bahwa betapa

penting sebuah inspirasi, sebuah getaran hati, membentuk

“mindset kepedulian” yang kelak dapat menentukan jalan hidup

seseorang. Namun, dalam hidup, ada kalanya satu contoh dan

bahkan pengalaman langsung yang sangat menyentuh hati

sekalipun tak cukup kuat untuk menggerakkan hati. Sering

kali, seseorang akan benar-benar tergerak hatinya bila ia

“terbentur” berkali-kali menyaksikan dan mengalami sendiri

21 http://www.hutan-tersisa.org/2010/01/mengenang-m-kasim-arifin-aktivis.html

Page 25: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 25

peristiwa kemanusiaan ekstrem yang menggetarkan hati. Akan

tetapi, tak semua kejadian penting dan bermakna mendatangi

kita. Kitalah yang sering kali harus proaktif mendatangi mereka.

K ita harus mengejar mereka untuk mendapatkan makna

peristiwa demi peristiwa berharga. Dalam kaitan inilah, kampus

sebagai lembaga pendidikan, harusnya ikut menjadi bagian

pendorong agar seluruh sivitas akademika memburu kejadian-

kejadian bermakna itu. Dengan kata lain, kampus harus

merancang dan menyusun strategi untuk memberi kesempatan

seluas-luasnya pada seluruh sivitas akademika agar terpapar

pada beragam pengalaman kemanusiaan yang menggerakkan

hati dan membangkitkan nurani. Di sinilah, letak pentingnya

visi dalam membangun strategi pendidikan yang berwawasan

Pengabdian Masyarakat , sebagai sa lah satu pi lar utama

Tridharma Perguruan Tinggi. Pola pengajaran yang diterapkan

harus mampu mendorong dilakukannya eksplorasi kehidupan

yang menggerakkan jiwa , menggerakkan hati. Pola-pola

pengajaran baru berbasis problem-based learning dan experential

learning perlu dibangun untuk lebih memberi ruang bagi

tumbuhnya pemahaman dan penghayatan terhadap masalah-

masalah riil yang terjadi dalam masyarakat. Setidaknya saat

ini, perhatian, waktu, tenaga, dan uang anggaran harus lebih

adil dialokasikan untuk membangun proses belajar yang

mengedepankan dan menajamkan jiwa.

Kedua, kampus perlu kembali pada fungsinya yang benar,

sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012,

yaitu “mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif,

responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif

melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi” 22 Sejalan

dengan amanat UU Nomor 12 Tahun 2012 yang menyebutkan

bahwa Pengabdian Masyarakat adalah “kegiatan siv itas

22 Lihat Pasal 4, UU RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Page 26: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO26

akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan

kehidupan bangsa”, maka pengabdian masyarakat yang dilakukan

kampus harus mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berkembang dalam kampus. Teknologi yang diaplikasikan

dalam kegiatan sosial tidak harus teknologi canggih, tetapi

bisa saja teknologi tepat-guna (proper technology). Beragam

inovasi dalam intervensi sosial perlu ditumbuhkan agar kampus

m e n j a d i t e m p a t s u b u r b a g i b e r k e m b a n g n y a s o c i a l

entrepreneurs. Dalam memaksimalkan peran ilmu pengetahuan

dan teknologi yang berkembang, upaya pengintegrasian berbagai

disiplin ilmu mutlak harus dilakukan. Aktor-aktor kampus

dengan berbagai latar belakang disiplin ilmu harus bersinergi

da lam merancang program-program sosia l inovatif dan

transformatif. Pendekatan keilmuan yang semata-mata bertumpu

pada pendekatan monodisiplin dan multidisiplin dalam

menangani masalah-masalah sosial akan dengan sendirinya

ditinggalkan karena pada saat ini pendekatan transdisiplin

semakin dirasakan lebih tepat. Kompleksitas masalah sosial

yang kita hadapi saat ini memerlukan cara-cara baru, terobosan-

terobosan baru, dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang lebih integratif, koordinatif, dan transformatif.

Namun, kita memahami sepenuhnya bahwa kampus kita

memiliki sumberdaya yang sangat terbatas. Karena itu, para

aktivis sosial kampus harus lebih membuka diri dengan lebih

proaktif menggalang kerja sama dengan berbagai pihak di luar

kampus. Sinergi lebih erat perlu dibangun dengan lembaga

pemerintah, pelaku bisnis, dan lembaga swadaya masyarakat.

Pola kerja sama juga perlu dikembangkan dengan mengedepankan

kolaborasi yang saling mendukung untuk mencapai tujuan

bersama. Sinergi harus dibangun dalam pembiayaan program,

saling tukar keahlian, saling tukar pengalaman. Dengan cara

ini, kita harapkan akan tumbuh model-model baru dalam

Page 27: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

K AMPUS PERUBAHAN, K AMPUS YANG KITA BUTUHK AN 27

penanganan sosial. Saya berkeyakinan, inovasi sosial akan

berkembang di kampus-kampus di seluruh Indonesia bila ada

dobrakan semacam ini. Dan, pada akhirnya, bila ini berhasil

d i lakukan, masyarakat luas pun akan mengakui bahwa

keberadaan kampus memang berguna secara langsung bagi

mereka.

Untuk mewujudkan semua yang saya katakan ini, memang

memerlukan sebuah kerja besar yang tak mungkin dilakukan

oleh orang per orang atau bahkan lembaga per lembaga secara

terpisah. Ker ja kolektif harus di lakukan bi la k ita ing in

merealisasikan impian ini. Sambil menunggu munculnya

kekuatan besar untuk mewujudkan hal ini, saat ini harus ada

pihak yang mencoba untuk memulainya. Harus ada pihak yang

nekat untuk melangkah dengan apa pun sumber daya yang

tersedia.

Para senior kampus, para mahasiswa,

serta hadirin yang saya hormati,

S ebagai penutup uraian ini, perlu kita tegaskan bahwa sudah

saatnya, segenap sivitas akademika melakukan eksplorasi

total, memanfaatkan semua sumber daya yang ada, baik dalam

kampus maupun luar kampus, untuk membangun kampus

menjadi kampus perubahan. Kampus harus kita jadikan sebagai

wadah intensif untuk berbagi pengalaman, membangun jejaring,

dan merancang beragam aksi. Kita perlu “total football” untuk

menggerakkan upaya besar ini.

Di sinilah, saya berharap, sebagaimana saya kemukakan

di awal pidato ini, kampus harus menjelma menjadi tempat

bersemainya kader-kader intelektual yang memiliki komitmen

kuat, penuh keikhlasan hati, dan tanpa ragu bersedia terjun

langsung di tengah masyarakat untuk menyelesaikan berbagai

Page 28: Kampus Perubahan, Kampus yang Kita Butuhkan · IMAM B. PRASODJO adalah sosiolog yang kini mengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia

ORASI ILMIAH IMAM B. PR ASODJO28

masalah yang dihadapi. Saya pun berharap, Sekolah Tinggi

Hukum Indonesia Jentera menjadi bagian terdepan dalam

mempelopori terwujudnya kampus sebagai motor perubahan!

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh.

Imam B. Prasodjo

Jakarta, 29 Agustus 2016