KAMAR 2.doc

91
GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2010 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb) Oleh : CINTAWATI GUSTARI NPM : 0200080009

Transcript of KAMAR 2.doc

Page 1: KAMAR 2.doc

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

TAHUN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelarAhli Madya Kebidanan (AM.Keb)

Oleh :

CINTAWATI GUSTARINPM : 0200080009

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA

2011

Page 2: KAMAR 2.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan

indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status

kesehatan masayrakat. Angka kematian bayi merupakan kematian bayi terjadi

setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (Ambarwati, 2009).

Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional 2010 Angka Kematian Bayi (AKB) di

Indonesia pada tahun 2009 mencapai 34 /1000 kelahiran hidup.

Penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian

ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan,

sosial ekonomi dan budaya. Kondisi geografi serta keadaan sarana, pelayanan

yang kurang siap, ikut memperberat permasalahan ini. Beberapa hal tersebut

mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat

sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang

adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak

kelahiran (Saifuddin, 2008). Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat

keluarga, dapat dihindari apabila, ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya,

kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk

mengatasinya di tingkat keluarga (Rohmah, 2010).

1

1

Page 3: KAMAR 2.doc

Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu

meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam

penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi adalah Program

Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan

menggunakan “stiker” ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga),

keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini

juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat kehamilan,

termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan (Depkes

RI, 2010).

Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS), target

dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian

pada neonatal, serta kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman

serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat. Untuk mencapai sasaran Millenium

Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per

100.000 kelahiran. hidup (KH) dan. Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per

1.000 KH pada tahun 2015 (Saifuddin. 2008).

Kasus kematian bayi di Tasikmalaya pada tahun 2008 sebanyak 393 orang

(1,14%) dari 34273 kelahiran, pada tahun 2009 sebanyak 486 oang (2,67%) dari

18185 kelahiran dan pada tahun 2010 sebanyak 454 orang (1,14%) dari 39703

kelahiran. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten yang berada di

sekitarnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut dari

Januari hingga Oktober 2010, angka kematian bayi tercatat sebanyak 238 kasus

2

Page 4: KAMAR 2.doc

(0,9%) dari 24412 kelahiran. Angka kematian bayi di Ciamis mencapai

21,06/1000. Menurut data dari Dinas Kesehatan Ciamis penyebab utama kematian

bayi dan balita adalah  ISPA, TBC dan diare.

Berbagai penyebab kematian bayi menurut Ambarwati (2009) adalah selain

dari penyakit bayi juga dipengaruhi oleh faktor tidak langsung seperti pendidikan

ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan budaya

Indonesia, 4 terlalu (terlalu muda, tua, dekat dan banyak) serta 3 terlambat yang

berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan dan keterjangkauan fasilitas

kesehatan.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud mengadakan

penelitian dengan judul “Gambaran penyebab kematian bayi di Kabupaten

Tasikmalaya tahun 2010.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini sebagai berikut: “Bagaimana gambaran penyebab kematian bayi di Kabupaten

Tasikmalaya tahun 2010?”

C. Tujuan Penelitian

3

Page 5: KAMAR 2.doc

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

kematian bayi disebabkan oleh faktor bayi dan faktor bayi di Kabupaten

Tasikmalaya tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh BBLR di

Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

b. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh asfiksia di

Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

c. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh aspirasi di

Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

d. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh paritas di

Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

e. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh pendidikan

ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu

Kebidanan dan Ilmu Kesehatan anak.

2. Manfaat Praktis

4

Page 6: KAMAR 2.doc

a. Bagi Masyarakat

Setelah diadakannya penelitian ini peneliti berharap agar para

orang tua dan masyarakat sekitar lebih mengetahui tentang komplikasi

atau kelainan pada bayi sehingga dapat segera membawanya ke tempat

pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pertolongan agar tidak

berkelanjutan menjadi tingkat keparahan atau tingkat kematian.

b. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Sebagai dasar pijakan bagi Dinas Kesehatan dalam menentukan

suatu kebijakan atau program dalam menurunkan angka kematian bayi

yang disebabkan berbagai komplikasi baik dari ibu maupun dari bayi

sendiri.

c. Bagi Puskesmas

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan bagi

Puskesmas dalam meningkatkan penyuluhan oleh petugas kesehatan dan

kader kepada ibu hamil mengenai penyulit dan komplikasi pada bayi dan

neonatus yang akhirnya ibu dapat berkunjung ke fasilitas kesehatan

apabila menemukan tanda bahaya pada anaknya.

d. Tenaga Kesehatan

Sebagai dasar informasi bagi tenaga kesehatan agar dapat

melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya

bidan untuk lebih aktif menjalin hubungan komunikasi antara petugas

5

Page 7: KAMAR 2.doc

kesehatan dan masyarakat, sehingga hal ini bisa menurunkan angka

kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi.

e. Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat menambah kepustakaan atau referensi bagi

mahasiswa kebidanan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk

memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang komplikasi

pada bayi.

f. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam

memberikan asuhan kebidanan yang bermutu, baik secara teori maupun

praktik sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor

penyebab kematian bayi.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Keilmuan

Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Kesehatan Ibu dan Anak yang

dititikberatkan pada kajian kasus patologis.

2. Lingkup Metode

Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode deskriptif.

3. Lingkup Populasi dan Sampel

Sasaran dalam penelitian ini adalah semua bayi yang meninggal di Kabupaten

Tasikmalaya tahun 2010.

6

Page 8: KAMAR 2.doc

4. Lingkup tempat dan waktu

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya yang

merupakan wilayah kerja Dinas Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Adapun

penelitian lakukan pada bulan Mei 2011 dengan pengambilan data pada tahun

2010.

7

Page 9: KAMAR 2.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematian Bayi

1. Definisi

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi setelah bayi lahir sampai

bayi belum berusia tepat 1 tahun (Ambarwati, 2009).

Kematian pada bayi adalah kematian yang terjadi antara saar setelah

bayi lahir sampai bayi belum berusia satu tahun, baik dalam keadaan sehat

maupun sakit. Bayi pada umur tersebut umumnya pada 1 minggu pertama,

kehidupannya mudah sekali menjadi sakit dan cepat sekali menjadi berat dan

serius bahkan meninggal. Angka kematian bayi adalah banyaknya kematian

bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun

tertentu (Suhaemi, 2007).

2. Klasifikasi

Banyak faktor yang di kaitkan dengan kematian bayi. Secara garis

besar dari sisi penyebabnya, kematian pada bayi ada 2 macam yaitu endogen

dan eksogen.

a. Kematian bayi endogen

Adalah kematian bayi bulan pertama setelah dilahirkan, dan pada

umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir,

8

8

Page 10: KAMAR 2.doc

yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama

kehamilan.

b. Kematian bayi eksogen

Adalah kematian bayi yang terjadi pada usia 1 bulan sampai menjelang

usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan

pengaruh lingkungan luar.

B. Faktor Penyebab Kematian Bayi

1. Faktor Bayi

Faktor langsung yang menyebabkan kematian bayi adalah terkait

dengan bayi risiko tinggi yaitu bayi yang mempunyai kemungkinan lebih

besar untuk menderita sakit atau kematian dari pada bayi lain. Istilah bayi

risiko tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukan perawatan

dan pengawasan yang ketat. Hal ini di sebabkan kondisi atau keadaan bayi

yang berhubungan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan penyesuaian

dengan kehidupan di luar rahim.

Penilaian dan tindakan yang tepat pada bayi risiko tinggi sangat

penting karena dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi

yang dapat menimbulkan cacat atau kematian, bayi yang memiliki risiko

tinggi yaitu :

9

Page 11: KAMAR 2.doc

a. Tetanus Neonatorum

Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit yang terjadi pada

neonatus (bayi < 1 bulan) yang disebabkan oleh racun tetanus pasmin

yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang menyerang susunan saraf

pusat.

Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu

masuk satu-satunya, yaitu tali pusat yang dapat terjadi pada saat

pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya

sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3-28 hari, rata-rata

6 hari. Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, biasanya penyakit lebih

parah pada dan angka kematian tinggi (Saifuddin, 2007).

Penyebab penyakit ini ialah clostridium tetani, basil ini bersifat

anaerob yang mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah

merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang

bersifat neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan spasme otot.

Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus di gestivus manusia serta

hewan-hewan ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat

berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang

mempunyai suasan anaerobik (Rohmah, 2010).

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh, seperti

luka tertusuk paku, pecahan kaca atau kaleng, luka besar dan pada bayi

dapat melalui tali pusat.

10

Page 12: KAMAR 2.doc

Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui

imunisasi TT. Imunisasi TT akan merangsang pembentukan antibody

spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap

tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan Imunisasi TT dalam tubuhnya akan

membentuk antibody tetanus, seperti difteri, antibody tetanus termasuk

dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk

menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan

mencegah terjadinya tetanus neonatorum. Dengan TT adalah antigen yang

asngat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi

janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang

mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan risiko cacat

bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan

imunisasi (Saifuddin, 2007).

Gejala klinik tetanus neonatorum antara lain sebagai berikut :

1) Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang

otot rahang dan faring (tenggorok).

2) Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan

3) Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan

4) Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru

b. BBLR

Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badannya saat

lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) tanpa

11

Page 13: KAMAR 2.doc

memandang usia kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi di timbang pada

1 jam setelah lahri (Ambarwati, 2009).

Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang baru lahir dengan berat

badan saat lahir kurang dari 2500 gram (Ridwan,2007).

Bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya

saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifuddin,

2007)

Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Luluch,2007).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) di bagi menjadi dua golongan:

1) Prematuritas murni

Prematuritas murni adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37

minggu dan berat badannya sesuai untuk masa kehamilan itu atau

biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan

(NKB-SMK) (Ridwan,2007)

2) Dismaturitas

Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari

berat badan seharusnya untuk kehamilan itu. Berarti bayi mengalami

gangguan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil masa kehamilan

(KMK) (Ridwan, 2007)

12

Page 14: KAMAR 2.doc

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir rendah adalah:

1) Gizi saat hamil

Gizi kurang pada wanita yang berlangsung sebelum dan selama

kehamilan merupakan salah satu faktor penting pada proses

keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan (Sulistyonongsih,

2010).

2) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

Umur ibu merupakan salah satu faktor risiko BBLR. Pada umur 20

tahun atau 35 tahun risiko terjadinya prematuritas dan komplikasi

kehamilan akan semakin meningkat (Indrawati, 2010:36).

3) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Jarak persalinan yang terlampau dekat menyebabkan meningkatnya

anemia, dan komplikasi akibat kehamilan serta persalinan

4) Penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah

(perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat).

Penyakit yang diderita ibu seperti hipertensi, anemia, hiperemesis,

eklamsia, gangguan gizi serta kehamilan dengan interval pendek dapat

menyebabkan malnutrisi intra uterine yang akhirnya menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat (Manuaba, 2002).

5) Hamil dengan hidramnion

13

Page 15: KAMAR 2.doc

Cairan ketuban yang berlebih atau cukup disebut hidramnion saja.

Cairan ketuban paling banyak dihasilkan oleh proses urinasi atau

produksi air seni janin. Akibat jumlah air ketuban yang berlebihan,

maka ukuran rahim pun menjadi lebih besar dan dimungkin cairan

ketuban merembes atau terjadi pecah dini sehingga bayi harus

dilahirkan walaupun usia belum cukup matang (Sujarwo, 2007).

6) Hamil ganda

Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dariapda

kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama dengan janin

kehamilan tunggal.

7) Pendarahan antepartum

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada

kelainan plasenta, umpamanya kelainan servik tidak seberapa bahaya.

Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu

dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta sehingga

menimbulkan pertumbuhan janin terhambat (Hanifa, 2002).

8) Komplikasi hamil (pre-eklamsi / eklamsi, Ketuban Pecah Dini)

Walaupun ibu menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin

sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi

(amnionitis, vaskulitis ) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan

meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Kompilaksi yang

14

Page 16: KAMAR 2.doc

akan terjadi akibat hipertensi atau ketuban pecah dini diantanya :

IUFD, asfiksia, dan BBLR (Kadri, 2004).

9) Faktor janin

Kondisi janin dan seperti janin kembar, gawat janin, janin sungsang,

ibu mengalami demam atau infeksi saat persalinan (intrapartum),

kelahiran prematur, tali pusat menumbung (menyembul keluar) atau

perdarahan sebelum persalinan (antepartum) sering menyebabkan

BBLR. (Kadri, 2004).

c. Asfiksia

1) Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti

disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak

dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Neonatus adalah

organisme yang sedang berada pada periode adaptasi kehidupan intra

uterin ke kehidupan ekstra uterin, tepatnya 0 sampai 28 hari (Saifuddin,

2007)

Pada asfiksia atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan

sebelum kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya

berupa fetal bradikardia (gawat janin). Asfiksia yang terjadi sebelum

kelahiran dapat diperbaiki bila hal ini diketahui jauh sebelum kelahiran

(misalnya pada keadaan gawat janin), sehingga dapat diusahakan

memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intra uterin atau segera

15

Page 17: KAMAR 2.doc

melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia yang terjadi.

Asfiksia dalam kelahiran merupakan penyebab mortalitas dan

morbiditas yang penting yang harus segera ditanggulangi dan asfiksia

yang terdeteksi sesudah lahir prosesnya berjalan dalam beberapa

tahapan (Dawes) yaitu:

a) Bayi bernafas megap-megap (gasping), diikuti dengan masa henti

nafas (fase henti nafas primer).

b) Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernafasan megap-megap

yang kedua selama empat sampai lima menit (fase gasping kedua),

diikuti dengan

c) Masa henti nafas kedua (henti nafas sekunder)

Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi

pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia

barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai

menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara

berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal

sebagai apneu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi

selama periode apneu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan

spontan. Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan

pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,

tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas.

16

Page 18: KAMAR 2.doc

Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode

apneu yang disebut apneu sekunder.

2) Penyebab Asfiksia

Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh hipoksia janin di

dalam uterus dan hipoksia ini terjadi karena gangguan pertukaran gas

serta transpor oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat

berlangsung akibat kelainan pada ibu selama kehamilan atau

persalinan (Saifuddin, 2007).

d. Aspirasi

Aspirasi bisa terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur

dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim

maupun sesaat setelah dilahirkan. Sedangkan mekonium adalah tinja janin

yang pertama,merpakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam

kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.

Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses

persalinan berlangsung,sehingga bayi bisa merasa kekurangan oksigen.Hal

ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot

anus, sehingga mekonium di keluarkan ke dalam cairan ketuban yang

mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekonium

bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang

bervariasi.

17

Page 19: KAMAR 2.doc

Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernapas dan

mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa

menyebabkan penyumbatan parsial maupun total pada saluran

pernapfasan,sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan

pertukaran udara ke paru-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan

iritasi dan peradangan pada saluran udara yang menyebabkan suatu

pneumonia kimiawi.

Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan

terhirupnya cairan terjadi pad 5-10% kelahiran. Aspirasi mekonium

merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada

bayi baru lahir.

Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya sindrom aspirasi

mekonium yaitu:

1) Kehamilan post-matur

2) Pre-eklamsi

3) Ibu yang menderita diabetes

4) Ibu yang menderita hipertensi

5) Persalinan yang sulit

6) Gawat janin

18

Page 20: KAMAR 2.doc

Adapun gejala dari aspirasi mekonioum adalah

1) Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya

mekonium di dalam cairan ketuban. Kulit bayi tampak kehijauan

(Terjadi bila mekonium telah dikeluarkan lama sebelum persalinan).

2) Ketika lahir bayi tampak lemas

3) Kulit bayi tampak kebiruan

4) Takipneu (Laju pernapasan yang cepat)

5) Apneu (henti napas)

6) Tampak tanda-tanda pos-maturitas (berat badannya kurang,kulitnya

mengelupas)

e. ISPA/Pneumonia

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia terdapat gejala penyakit ini

berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara

mendadak. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga

disertai) kesukaran bernafas, nafas sesak atau penarikan dinding dada

sebelah bawah ke dalam (servere chest indrawing).

Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya

bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan

sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia

maupun partikel.

19

Page 21: KAMAR 2.doc

Menurut pendapat Lany (2001:1) bahwa pneumonia merupakan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang mudah menyerang pada balita yang

kekurangan gizi, keadaan ini disebabkan karena tubuhnya tidak memiliki

daya tahan yang cukup kuat terhadap penyakit tersebut. Selain itu menurut

pendapat Sondari (2006:4) persiapan gizi yang baik sedini mungkin

merupakan persiapan awal seorang bayi dalam membentuk imunitas

dalam tubuhnya yang akan mempengaruhi respon terhadap penyakit yang

menyertainya. Sehingga gizi yang cukup bisa membentuk kekebalan tubuh

yang kuat agar tidak terserang penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan

di negara maju bahwa kejadian pneumonia pada anak umumnya

disebabkan oleh virus.

f. Penykit lainnya

Selain dari penyakit yang disebutkan diatas berbagai penyakit yang dapat

menyebabkan kematian yang tidak diketahui penyebabnya.

2. Faktor Ibu

a. Faktor 4 Terlalu dan 3 Terlambat

Faktor ibu juga dapat menjadi penyebab langsung kematian bayi,

misalnya umur si ibu (terlalu tua dan terlalu muda), jumlah anak, jarak

kelahiran anak, salah persepsi tentang kolostrum. Sedangkan faktor-faktor

yang secara tidak langsung menyebabkan kematian bayi berupa kurangnya

kesadaran masyarakat bahwa melahirkan berisiko terhadap ibu dan bayi.

20

Page 22: KAMAR 2.doc

Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat di duga

sebelumnya,sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana

pelayanan obstetri (Hirata, 2006) Didukung oleh teori atau penelitian,

menurut Thadeus dan Maine (2003) ada penyebab lain yang tidak perlu

terjadi bila keluarga mempunyai kepedulian terhadap kesehatan keluarga.

Penyebab itu di sebut “Tiga Terlambat”. Pertama adalah terlambat melihat

tanda bahaya,dengan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai tanda

bahaya bayi baru lahir seperti kejang, Asfiksia, Ikterus dan BBLR,

sehingga terlambat dalam mengambil keputusan untuk dapat berpikir fatal

karena terlambat untuk ditolong.

Kedua adalah transportasi sedangkan yang ketiga adalah terlambat

memperoleh pertolongan segera saat tiba di fasilitas kesehatan (Hirata,

2006).

b. Penolong Persalinan.

Angka kematian pada bayi (AKB) merupakan indikator yang

sangat penting untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan

kesehatan masyarakat. Faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian

pada bayi antara lain adalah tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu

hamil, tingkat keberhasilan program KIA,serta kondisi lingkungan dan

sosial ekonomi.

21

Page 23: KAMAR 2.doc

Peningkatan angka kematian bayi di sebabkan oleh kurangnya

masyarakat memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. Di samping itu

adanya faktor di luar non kesehatan yang berpengaruh besar.

Faktor yang menyebabkan tingginya kematian adalah terkakit

dengan pemilihan penolong persalinan dimana kelahiran di rumah dengan

penolong persalinan oleh dukun paraji atau melakukan persalinan dan

pasca persalinan di rumah dukun. Serta anggapan bahwa kelahiran

bukannya secara normal sebagai pengalaman yang biasa yang tidak

membahayakan (Anderson, 2008:288).

Berbagai aspek yang menyebabkan kematian dengan penolong

persalinan oleh non nakes adalah dukun paraji tidak mempunyai alat atau

fasilitas/ ruangan khusus untuk persalinan. Alat yang digunakan tidak

terjamin steril sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap keselamatan

ibu dan bayi karena alat tersebut mengandung bakteri atau kuman.Tanpa

alat dan fasilitas yang memadai disertai dengan pengetahuan medis yang

kurang, sehingga tidak dapat mendeteksi secara dini penyimpangan atau

komplikasi pada proses persalinan. Dukun paraji tidak mempunyai alat

yang digunakan untuk proses persalinan seperti suntik oksitosin, infuse set

dan lain-lain.

22

Page 24: KAMAR 2.doc

c. Ekonomi

Ekonomi lemah menjadikan ibu hamil, bersalin dan nifas sulit

untuk membiayai pemeriksaan serta perawatan kesehatannya. Faktor

sosial ekonomi tidak berpengaruh langsung, tetapi sosial ekonomi yang

buruk mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pelayanan kesehatan

dan pemanfaatan pelayanan kesehatan serta memperlemah upaya

peningkatan kesehatan dalam keluarga.

Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan

erat dengan berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan

karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai

masalah yang mereka hadapi masalah kemiskinan akan sangat

mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan keluarga mereka, pemeriksaan kesehatan dan lain-lain.

d. Pendidikan

Masih tingginya dan lambatnya peurunan kematian ibu dan anak

tampaknya berkaitan denga faktor yag bersifat mendasar dan langsung

dari ibu dan anak itu sendiri. Faktor mendasar mencakup status ibu, status

keluarga da masayrakat yang umumnya masih rendah yang menghambar

akses pelayanan kesehatan yang memadai.

Makin tinggi tingkat pendidikan ibu hamil, maka makin tinggi

kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang

23

Page 25: KAMAR 2.doc

menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka

kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan para ibu yang tidak

tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila

para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama

e. Letak geografis

Jarak atau letak geografis yang dimaksud adalah jarak dari tempat

tinggal pasien ke tempat pelayanan kesehatan. Letak geografis sangat

berhubungan dengan kunjungan ibu yang mempunyai bayi ke tempat

pelayanan kesehatan, karena letak geografis menggambarkan jarak antara

penduduk ke tempat pelayanan. Keadaan keterjangakaun pun dapat

menghambat pra proses peleyanan kesehatan, bayi yang menderita

penyakit atau emergency bila tidak diatasi dengan segera akan

mengakibatkan yang lebih fatal karena keterlambatan untuk diberi

tindakan.

f. Budaya

Masalah kondisi kesehatan perempuan sangat di pengaruhi oleh

kedudukan perempuan di masyarakat. Dalam analisis gender, di

masyarakat patriarkhi ada ketimpangan hubungan antara laki-laki dan

perempuan. Hubungan yang timpang ini akan sangat merugikan

perempuan baik dari aspek sosial maupun aspek kesehatan. Artinya,

kesehatan perempuan tidaklah berdiri sendiri, melainkan sangat

24

Page 26: KAMAR 2.doc

dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya di mana perempuan

tinggal.

Rendahnya minat masyarakat ke tenaga kesehatan karena masalah

dana dan minimnya pengetahuan dan perilaku kesehatan di kalangan

keluarga-keluarga yang memiliki ekonomi lemah serta kesadaran akan

pentingnya layanan tenaga kesehatan. Untuk pemeriksakan kehamilan,

melakukan persalinan dan pasca persalinan pada dukun yang belum

terlatih dalam kaitannya dengan keadaan sosial budaya bangsa merupakan

potensi dalam meningkatkan angka kematian.

C. Kerangka Teori

Angka kematian di Indonesia masih cukup tinggi, walaupun dari tahun ke

tahun mengalami penurunan, namun masalah penyebab kematian masih menjadi

masalah utama dan tidak berubah. Penyebab kematian ini terdiri dari faktor klinis

sehubungan dengan faktor medis dan faktor non klinis sebagai penyebab tidak

langsung. Faktor klinis terdiri dari BBLR, asfiksia, tetanus, ISPA, Aspirasi dan

penyakit lainnya, sedangkan faktor non klinis meliputi faktor ibu meliputi tiga

terlambat dan 4 terlalu, diluar faktor tersebut pemilihan tempat persalinan pun

menjadi masalah dalam kasus kematian pada bayi dimana masih banyak ibu

bersalin yang ditolong oleh dukun paraji terlebih lagi paraji tidak terlatih.

25

Page 27: KAMAR 2.doc

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka teori dari penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Teori

26

Faktor Bayi :BBLRAspirasiTetanusAsfiksiaISPAPenyakit lainnya

[

Kematian pada BayiFaktor Ibu4 TerlaluTempat Persalinan Penolong Persalinan.EkonomiPendidikanLetak geografisBudaya

Page 28: KAMAR 2.doc

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Masih tingginya dan lambatnya penurunan angka kematian bayi

tampaknya berkaitan dengan faktor-faktor yang bersifat mendasar dan langsung

dari ibu dan bayi itu sendiri. Faktor ibu yang memberikan kontribusi pada

kematian bayi adalah demografi ibu seperti pendidikan dan jumlah anak,

sedangkan dari faktor bayi sendiri dipengaruhi oleh kondisi bayi atau komplikasi

yang dibawa sejak lahir seperti BBLR, asfiksia, aspirasi. Berdasarkan uraian di

atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut:

Faktor yang menyebabkan kematian bayi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan : : diteliti

27

27

Faktor dari Bayi :- BBLR- Aspirasi- Asfiksia

Faktor dari Ibu :- Pendidikan- Jumlah anak

[

Kematian pada Bayi

Page 29: KAMAR 2.doc

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

Cara Ukur

Skala Kategori

Faktor dari bayiBBLR bayi baru lahir yang

berat badan lahirnya kurang dari 2500 gram atau ≤ 2500gr,yang menyebabkan kematian pada bayi.

Format cheklist

Melihat rekam medik

Nominal - Ya- Tidak

aspirasi Suatu kondisi dimana janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban yang menyebabkan kematian

Format cheklist

Melihat rekam medik

Nominal - Ya- Tidak

asfiksia kematian pada bayi yang disebabkan bayi baru lahir tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan dan menyebabkan kematian

Format cheklist

Melihat rekam medik

Nominal - Ya- Tidak

Faktor dari ibuPendidikan Pendidikan formal yang

dialami oleh ibu sampai mendapat ijazah terakhir pada saat kasus kematian bayi

Format cheklist

Melihat Laporan tahunan

Ordinal - SD- SMP- SMU- PT

Jumlah anak (Paritas)

Jumlah kelahiran yang pernah di alami oleh responden sampai ibu melahirkan bayi mati

Format cheklist

Melihat Laporan tahunan

Ordinal - Primi (1 orang)- Multipara (2-4

orang)- Grande (≥ 5

orang)

28

Page 30: KAMAR 2.doc

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis kuantitatif dengan

metode deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan

penyebab kematian bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang meninggal di wilayah

Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010.

2. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik total

sampling, artinya seluruh bayi yang meninggal di Kabupaten Tasikmalaya

periode Januari sampai Desember Tahun 2010 yang berjumlah 454 jiwa

dijadikan sebagai sampel.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu gambaran

faktor penyebab kematian bayi meliputi faktor ibu (pendidikan dan jumlah anak )

dan faktor bayi(BBLR, asfiksia dan aspirasi).

29

29

Page 31: KAMAR 2.doc

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2011. Lokasi penelitian

adalah di Kabupaten Tasikmalaya.

E. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan prosedur pengambilan data, maka instrumen dalam

penelitian ini adalah format isian yang berisikan tentang penyebab kematian

bayi. Sumber data berasal dari laporan hasil kegiatan kesehatan ibu dan anak,

yaitu data yang sudah tersedia dalam catatan laporan tahunan Dinas Kesehatan

Kabupaten Tasikmalaya periode Januari sampai Desember tahun 2010.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu diperoleh dengan cara

merekap dari laporan tahunan yang sudah tersedia di Dinas Kesehatan Kabupaten

Tasikmalaya tahun 2010 melalui format checklist mengenai kematian bayi yang

disebabkan oleh faktor bayi dan ibu.

30

Page 32: KAMAR 2.doc

G. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Kegiatan-kegiatan dalam mengolah data:

a. Pengeditan Data

Setelah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pemeriksaan catatan, dan

penyebab kematian bayi dari faktor ibu dan bayi, apakah masih ada yang

kurang lengkap atau ada data yang kurang konsisten, bila ada data yang

tidak konsisten maka dianggap batal.

b. Pemberian Kode

Selanjutnya dilakukan pemberian kode atau mengubah data yang

berbentuk huruf ke dalam bantuk angka sehingga memudahkan mengentri

data.

c. Tabulasi Data

Menggabungkan data-data yang sama atau pengorganisasian data agar

dapat dengan mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan

dalam bentuk tabulasi distribusi frekuensi.

d. Memasukkan Data

Langkah terakhir adalah memasukan data ke dalam computer

menggunakan program excel.

2. Analisis Data

Setelah data yang dikumpulkan telah di edit, di coding, dan telah

diikhtisarkan dalam tabel, maka langkah selanjutnya adalah analisis univariat

31

Page 33: KAMAR 2.doc

terhadap hasil yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabel

distribusi frekuensi yaitu dengan cara jumlah sampel berdasarkan kasus (n)

dibagi jumlah seluruh kasus (N) dikalikan 100%, dengan rumus :

F : Frekuensi

n : distribusi data berdasarkan kategori

N : Jumlah sampel

32

Page 34: KAMAR 2.doc

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Geografi

Kondisi geografi Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari wilayah

pegunungan, bukit, dataran, dan pantai. Letak wilayahnya berbatasan dengan

beberapa Kabupaten dan laut, yaitu :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Majalengka.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Tasikmalaya.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Garut.

Secara Administratif wilayah pemerintah Kabupaten Tasikmalaya

terdiri dari 39 Kecamatan dan 351 Desa, dengan luas wilayahnya 2.563,35

km2. Adapun kecamatan yang ada di kabupaten Tasikmalaya terdiri dari :

1. Cipatujah

2. Karangnunggal

3. Cikalong

4. Pancatengah

5. Cikatomas

6. Cibalong

7. parungponteng

8. Bantartkalong

21. Karangjaya

22. Manonjajaya

23. Gunungtanjung

24. Singaparna

25. Mangunreja

26. Sukarame

27. Cigalontang

28. Leuwisari

33

54

33

Page 35: KAMAR 2.doc

9. Bojongasih

10. Culamega

11. Bojonggambir

12. Sodonghilir

13. Taraju

14. Salawu

15. Puspahiang

16. Tanjungjaya

17. Sukaraja

18. Salopa

19. Jatiwaras

20. Cineam

29. Padakembang

30. Sariwangi

31. Sukaratu

32. Cisayong

33. Sukahening

34. Rajapolah

35. Jamanis

36. Ciawi

37. Kadipaten

38. Pagerageung

39. Sukaresik

2. Lingkungan

Kondisi lingkungan fisik Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari

penggunaan lahan terdiri dari : sawah 19,51%, pemukiman 6,47% , tegal

kebun 24,15%, ladang 8,20 %, pengembalaan/padang rumput 2,61 %, rawa

0,002 %, kolam 1,48 %, tanah kering 2,16,hutan rakyat 12,47%, perkebunan

10,18 %, dan yang Iainnya 2,48 %.

3. Pendidikan

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun

2008, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

34

Page 36: KAMAR 2.doc

Tabel 5.1. Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya Pada tahun 2010

No Tingkat Pendidikan 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%)

1

2

3

4

5

6

Buta Huruf

Tidak/belum tamat SD

SD

SLTP

SLTA

Perguruan Tinggi

1,59

22,22

48,94

11,21

5,07

0,96

-

28,24

55,81

8,82

5,90

1,22

-

18,53

66

9,94

4,27

1,27

Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tasikmalaya 2011

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa persentasi tingkat pendidikan

penduduk di Tasikmalaya paling banyak lulusan SD sebanyak 48.94%,

mengalami peningkatan pada pada tahun 2006 menjadi 55.82% dan pada

tahun 2007 menjadi 66%.

b. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Tasikmalaya sebagian besar

sebagai petani, dibawah ini disajikan beberapa mata pencaharian

penduduk :

35

Page 37: KAMAR 2.doc

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Tasikmalaya Pada tahun 2010

Mata Pencaharian Jumlah (%)

Petani 22293266.0

Pedagang 313759.3

Buruh 6846120.3

Nelayan 3570.2

Pegawai Negeri 115843.4

TNI /POLRI 28870.8

Jumlah 337596 100

Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tasikmalaya 2011

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian di

kabupaten Tasikmalaya sebagai besar adalah sebagai petani yaitu

sebanyak 222932 orang (66.0%), sedangkan yang paling sedikit adalah

sebagai nelayan yaitu sebanyak 357 orang (0.2%).

36

Page 38: KAMAR 2.doc

B. Analisis Data

1. Distribusi Kematian bayi Faktor Bayi

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Faktor Bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011

Penyebab Jumlah Persentasi

BBLR 174 55.4

Asfiksia 78 24.8

Aspirasi 62 19.7

Jumlah 314 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian bayi

terbanyak adalah disebabkan oleh BBLR yakni 174 orang (55.4%), asfiksia

sebanyak 78 orang (24.8%), dan aspirasi sebanyak 62 orang (19.7%).

2. Distribusi Kematian bayi Faktor Ibu

a. Pendidikan Ibu

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Penyebab Faktor Ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011

Pendidikan Ibu Jumlah Persentasi

SD 214 68.2

SMP 69 22.0

SMU 31 9.9

Jumlah 314 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian

berdasarkan faktor pendidikan ibu terbanyak dari ibu berpendidikan SD

37

Page 39: KAMAR 2.doc

yakni 214 orang (68.2%), SMP sebanyak 69 orang (22.0%), dan SMU

sebanyak 31 orang (9,9%).

b. Paritas

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Penyebab Faktor Ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011

Paritas Ibu Jumlah Persentasi

Primipara 179 57.0

Multipara 107 34.1

Grandepara 28 8.9

Jumlah 314 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian bayi

berdasarkan paritas ibu terbanyak adalah primipara yakni 179 orang

(57.0%), multipara 107 orang (34,1%) dan grandepara sebanyak 28 orang

(8.9%).

38

Page 40: KAMAR 2.doc

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Pengumpulan data melalui lembar observasi terhadap data-data yang

tersedia, dalam memperoleh data-data tersebut penulis menemukan hambatan

dimana laporan dan catatan yang diperlukan untuk data penelitian masih

digunakan oleh pihak Dinas kesehatan, sehingga peneliti terlambat untuk proses

pengolahan dan penyajian data

B. Pembahasan

1. Penyebab kematian dari faktor bayi

a. BBLR

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari profil kesehatan Dinas

Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya diperoleh data angka kematian bayi

yang disebabkan oleh BBLR yakni sebanyak 55.4%. data tersebut

menunjukkan bahwa berat badan bayi yang rendah (<2500) merupakan

salah satu penyebab utama dari kematian bayi. Kematian karena berat

badan lahir rendah ini dapatlah dipahami karena BBLR merupakan

komplikasi baik dari faktor kehamilan, persalinan dan bayi itu sendiri

sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya. Misalnya

39

39

Page 41: KAMAR 2.doc

karena toksemia gravidarum, perdarahan ante partum, trauma fisik dan

psikologis, atau penyakit lain seperti : nephritis akut, diabetes mellitus,

infeksi akut atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi

prematuritas.

Bayi degan berat yang rendah ini menjadi bermasalah karena

memiliki risiko sangat tinggi atau rentan kematian. Faktor risiko yang

tinggi itu dipengaruhi oleh perkembangan paru-parunya yang tidak

sempurna (paru-parunya masih muda), suhu badan yang tidak normal, dan

rentan terhadap dehidrasi.

Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badannya saat

lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) tanpa

memandang usia kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi di timbang pada

1 jam setelah lahir. Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap

kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat

mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang

selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.

Madjid (2005) berpendapat bahwa biasanya bayi kecil/BBLR saat

menyusu menghadapi masalah, di antaranya cepat lelah, isapan lemah,

mengisap hanya sebentar sebelum istirahat, tertidur saat menyusui,

memerlukan waktu istirahat yang lama setelah menghisap sehingga waktu

40

Page 42: KAMAR 2.doc

menetek menjadi ikterus merupakan akibat penumpukan bilirubin dan

sebagian lainnya karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan ayah.

Berdasarkan pertanyaan tersebut, penulis berpendapat bahwa bayi

BBLR masih merupakan masalah yang penting dalam bidang perinatologi,

karena berkaitan dengan kejadian mortalitas dan morbiditas masa

neonatus. Andayani (2001) mengatakan bahwa bayi yang lahir dengan

berat lahir rendah (BBLR) rentan terhadap berbagai kendala kehidupan

ekstra uterin dan apabila bertahan memiliki masalah dalam

perkembangannya. Sebagian besar bayi kurang bulan belum siap hidup di

luar kandungan dan mendapatkan kesulitan untuk memulai bernafas,

menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuh agar tetap hangat.

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka peneliti berasumsi

bahwa BBLR merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian bayi di

Kabupaten Tasikmalaya, hal ini disebabkan karena masih kurangnya

kesadaran masyarakat dalam melakukan pemeriksaan dan deteksi dini

suatu penyakit seperti anemia maupun kurang gizi kepada tenaga

kesehatan.

b. Asfiksia

Kemudian data dari Dinas kesehatan diperoleh kematian bayi yang

disebabkan oleh asfiksia sebanyak 24.8%. Data tersebut menunjukkan

bahwa asfiksia merupakan salah satu penyakit yang dmempunyai dampak

41

Page 43: KAMAR 2.doc

buruh terhadap kelangsunghan hidup bayi. Asfiksia ini isebabkan karena

kekurangan oksigen dan dapat menyerang pada bayi sehingga

menyebabkan kematian.

Dari pernyataan diatas dapat dikemukakan bahwasannya penyebab

kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia

perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting.

Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara

bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada

keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi /

oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk

mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Hal ini sesuai dengan Soemoprawiro (2005) yang menyatakan

bahwa pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi

pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia

barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai

menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara

berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai

apnu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi selama

periode apnu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.

Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan megap-

megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi

juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama

42

Page 44: KAMAR 2.doc

makin lemah sampai bayi memesuki periode apnu yang disebut apnu

sekunder.

Pernyataan di atas sesuai dengan Saifuddin (2007) pada kenyataan

dilapangan, secara klinis bayi yang lahir dalam keadaan apnu sulit

dibedakan apakah bayi tersebut mengalami apnu primer atau apnu

sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan

apnu, maka kita harus beranggapan bahwa bayi tersebut mengalami apnu

sekunder dan kita harus segera melakukan tindakan.

Berdasarkan pembahasan tersebut maka peneliti berpendapat pada

bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi

jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung

(misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat) merupakan cara

yang baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi asfiksia.

Disebabkan oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap

oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang.

Pernapasan pertama sangat menentukan karena oksigen sangat

dibutuhkan oleh organ vital seperti otak, jantung, paru dan ginjal sehingga

bayi dapat melangsungkan kehidupannya. Apabila bayi tidak menangis

pada saat lahir (asfiksia), berarti bayi gagal bernapas secara spontan dan

teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudahnya. Bila hal ini akibat

satu dan lain hal yang terjadi pada bayi baru lahir, maka terjadilah

43

Page 45: KAMAR 2.doc

ancaman terhadap kelangsungan pertumbuhan optimalnya. Gejala sisa

(sekuele) berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangannya.

c. Aspirasi

Adapun kematian bayi yang disebabkan oleh aspirasi sebanyak

19.7%. dalam hal ini bayi mengalami sindroma mekonium, aspirasi ASI

ataupun minuman lain yang masuk ke dalam lambung bayi.

Sindroma aspirasi mekoniuim terjadi jika janin menghirup

mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih

berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium

adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket

dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34

minggu.

Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma

ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga

penyumbatan saluran udara lebih berat. Aspirasi mekonium terjadi jika

janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Bayi

seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu).

Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan

oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan

pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan

ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan

mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan

44

Page 46: KAMAR 2.doc

kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin

bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran

air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru.

Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial

ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan

pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru.

Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada

saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan

terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi

yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan.

Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat

dan kematian pada bayi baru lahir. Berbagai faktor risiko yang

menyebabkan terjadinya aspirasi mekonium seperti Kehamilan post-

matur, Pre-eklamsi, Ibu yang menderita diabetes, Ibu yang menderita

hipertensi, Persalinan yang sulit, Gawat janin dan lain-lain.

Disamping itu bayi berat badan lahir rendah atau bayi prematur

yang fungsi tubuhnya belum matang dan cadangan-cadangan bahan-

bahan vital yang sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

ekstrauterinnya berdampak buruk terhadap perkembangan refleknya

sehingga kemampuan menelan dan refleks laring belum berkembang

sempurna sehingga merupakan faktor predisposisi aspirasi makanan.

45

Page 47: KAMAR 2.doc

Cairan amnion sampai saat ini belum dibuktikan dapat

membahayakan paru bayi. Cairan amnion yang mengandung mekonium

dapat terjadi bila bayi dalam kandungan menderita gawat janin. Kejadian

ini merupakan penyebab vitamin kematian Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR). Hal ini disebabkan pada saat pemberian makanan peroral

dimulai, terjadinya aspirasi yaitu karena refleks menelan dan refleks batuk

belum sempurna.

Kesulitan bernafas aspirasi ini harus diperhatikan apabila bayi

berat lahir rendah tiba-tiba menunjukkan gejala letargi, anoreksia, berat

badan menurun dan terdapat serangan apneu. Kematian dapat terjadi pada

hari-hari pertama karena kegagalan pernafasan atau asidosis berat.

2. Penyebab kematian dari faktor ibu

a. Pendidikan Ibu

Kematian bayi yang disebabkan oleh faktor ibu berdasarkan

pendidikan ibu terbanyak dari ibu berpendidikan SD yakni 68,2%, SMP

sebanyak 22.0%, dan SMU sebanyak 9,9%. Dalam hal ini pendidikan ibu

yang rendah mengindikasikan status ekonomi, status pekerjaan dan status

kesehetannya.

Pendidikan tinggi formal kaum perempuan mencapai 3,06%

dengan terbanyak di tingkat sekolah lanjutan pertama dan menengah.

Masih banyak pula yang berpendidikan sekolah dasar tamat dan tidak

46

Page 48: KAMAR 2.doc

tamat. Jika ini jenjang pendidikan ini dibuat menjadikan suatu bentuk

piramida. Dengan membalik piramida karena lebih banyak yang

berpendidikan rendah menyebabkan banyak masalah di masyarakat yang

memerlukan penyelesaian dari kaum perempuan sendiri. Mulai dari

angkatan kerja kaum perempuan sampai KDRT. Perlukan kita kaum

perempuan turut menyelesaikan masalah tersebut. Dapat dijawab dengan

jelas bahwa hal ini diperlukan.

 Selanjutnya penelitian mengenai pendidikan ibu hamil yang

mengalami preeklampsia sebagian besar adalah pendidikan dari SD yaitu

85.0%. Data tersebut menunjukkkan ibu dengan pendidikan dasar

sebagian besar mengalami kematian pada bayi, hal ini bukan berarti

bahwa pendidikan dasar dapat menyebabkan kematian. Namun pendidikan

merupakan determinan jauh atau faktor tidak langsung yang dapat

menimbulkan komplikasi pada bayi baru lahir.

Hal ini sesuai dengan Ambarwati (2009) yang mengatakan bahwa

berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya komplikasi seperti

preeklampsia pada ibu hamil terdiri dari faktor langsung dan tidak

langsung. Salah satu faktor tidak langsung tersebut adalah pendidikan

terutama ibu-ibu di pedesaan yang masih rendah, masih banyaknya ibu

yang beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan sesuatu

yang alami yang berarti tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan,

47

Page 49: KAMAR 2.doc

serta tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil termasuk kelompok risiko

tinggi.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya pendidikan

merupakan proses pengembangan sikap dan perilaku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran pelatihan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan

karakteristik ibu hamil menurut pendidikan relatif rendah. Rendahnya

tingkat pendidikan perempuan akan berpengaruh kepada pemahaman

mereka mengenai kesehatan, khususnya kesehatan reproduksinya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Mellur (2007) rendahnya faktor pendidikan yang

dipunyai responden memberi gambaran bahwa daya intelektual wanita

usia reproduksi dan ekonomi, dengan demikian mempunyai pengaruh

terhadap ketidaktahuan mereka akan informasi yang berkaitan dengan

masalah kesehatan reproduksi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka tenaga

kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan pada ibu hamil agar

memanfaatkan fasilitas medis yang ada sebagai sarana pemeriksaan fase

kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.

Menurut Handayani (2009) Makin tinggi tingkat pendidikan ibu

hamil, maka makin tinggi kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan,

seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan

menurunkan angka kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan

para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan

48

Page 50: KAMAR 2.doc

semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat

pertama.

b. Paritas Ibu

Penyebab kematian bayi berdasarkan paritas ibu terbanyak adalah

primipara yakni 179 orang (57.0%), multipara 107 orang (34,1%) dan

grandepara sebanyak 28 orang (8.9%). Berdasarkan data tersebut paritas

tinggi merupakan salah satu faktor tidak langsung dalam memeberikan

kontribusi angka kematian pada bayi.

Paritas tinggi (> 3 anak) mempunyai angka kematian maternal,

lebih tinggi dibanding dengan kematian maternal pada paritas rendah (≤ 3

anak). Pada paritas rendah, risiko kematian maternal dapat dicegah dengan

asuhan obstetrik lebih baik. Sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat

dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.

Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009, sejalan dengan penelitian

Melly Astuti (2008), yang menjelaskan bahwa penelitian tersebut ada

kesamaan dimana ibu mempunyai paritas tinggi lebih banyak melahirkan

BBLR. Hal tersebut dimungkinkan alat – alat reproduksi yang sudah

menurun, dan sel – sel otot yang mulai melemah sehingga ibu memiliki

paritas tinggi dengan kejadian BBLR.

49

Page 51: KAMAR 2.doc

Multigraviditas atau pritas tinggi merupakan salah satu dari

penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3

merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan

paritas tinggi (pebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih

tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih

baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/dicegah dengan

keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005).

Berdasarkan data tersebut dapat dikemukakan bahwa jumlah anak

lebih dari tiga orang merupakan penyebab kehamilan dan persalinan

menjadi beresiko tinggi. Ibu yang telah melahirkan banyak anak rahimnya

sudah sangat elastis sehingga memungkinkan timbulnya berbagai

komplikasi baik pada kehamilan dan persalinan.

Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang

dapat hidup (viable). Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama

kali melahirkan, sedangkan multiparitas adalah seorang wanita yang

pernah beberapa kali melahirkan, atau lebih dari satu kali melahirkan (2-

4) dan grande multiparitas adalah seorang wanita yang telah 4 kali lebih

mengalami melahirkan, sedangkan nullipara adalah seorang wanita yang

belum pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali

(Prawirohardjo, 2005:180). Paritas tinggi dapat meningkatkan terjadinya

komplikasi kehamilan dan persalinan serta bayi baru lahir.

50

Page 52: KAMAR 2.doc

Beberapa perubahan yang terjadi masa nifas yang dapat

mengakibatkan ibu primipara tidak dapat mengurus bayinya, bahkan ia

hanya memikirkan diri sendiri, memiliki kesedihan yang sangat berat

tanpa sebab. Keadaan ibu nifas dengan kondisi tersebut sesuai dengan

teori dari Kaplan dan Sadock (2002) yang mengemukakan bahwa masa

nifas merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan

bunuh diri.

Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah

melahirkan adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka

mengalami tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis

yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit

banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini

bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang

sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun–tahun lamanya.

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berpendapat bahwa

jumlah anak lebih dari tiga orang merupakan penyebab kehamilan dan

persalinan menjadi beresiko tinggi. Resiko pada paritas satu dapat diatasi

dengan pemberian asuhan yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi

mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.

51

Page 53: KAMAR 2.doc

Dengan gambaran geografis dan sosio-demografis seperti yang telah

dijelaskan dalam hasil penelitian, maka sebagian besar masyarakat di

Kabupaten Tasikmalaya sebetulnya termasuk kategori masyarakat pra

sejahtera. Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat miskin sebagaimana

dikemukakan oleh Yuliati dan Purnomo (2003:71), yaitu pendidikan pada

umumnya masih rendah, tidak mengenyam sekolah, dan menamatkan SD

disamping itu mata pencaharian sebagian besar sebagai petani.

Demikian halnya dengan ciri-ciri geofisik wilayah Tasikmalaya juga

sesuai dengan ciri-ciri geofisik pedesaan miskin seperti dikemukakan Yuliati

dan Purnomo (2003:70) yaitu zona pegunungan vulkanis yang subur, zona

pegunungan kapur dengan kemampuan lahan yang rendah, serta zona pesisir

pantai.

Disamping itu secara umum fenomena kemiskinan wilayah pedesaan,

juga berkaitan dengan beberapa faktor diantaranya kemampuan sumber daya

lahan yang rendah, dan atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik,

keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, lemahnya kemampuan

kelembagaan baik formal maupun non-formal penunjang pembangunan di

tingkat pedesaan, serta masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap

peluang-peluang bisnis yang ada.

Dengan demikian ditinjau dari pendidikan dan status pekerjaannya,

maka sebagian besar responden termasuk dalam kategori pendidikan rendah

dan tenaga kerja tak terlatih (unskilled labor). Dengan latar belakang

52

Page 54: KAMAR 2.doc

sosiologis semacam ini sangat mungkin akan mempengaruhi perilaku

kesehatannya. Oleh karena itu, maka tidaklah mengherankan serta dapat

dipahami bila angka kematian masih cukup tinggi di Tasikmalaya.

Hasil penelitian pada penyebab kematian menurut faktor ibu dapat

dilihat ibu dengan pendidikan rendah menunjukan suatu gejala inkonsistensi

yang mungkin disebabkan karena kesenjangan pendidikan responden yang

terlampau lebar dan jauh. Antara pendidikan yang jauh antara responden

yang sama berpendidikan tamatan Sekolah Dasar dan bekerja sebagai Ibu

Rumah Tangga.

53

Page 55: KAMAR 2.doc

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai manajemen pelaksanaan program

imunisasi, maka peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor bayi paling tinggi disebabkan

oleh BBLR.

2. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor ibu berdasarkan pendidikan

paling tinggi berpendidikan SD.

3. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor ibu berdasarkan paritas paling

tinggi primipara.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat serta para orang tua, diharapkan bisa menjaga anak –

anaknya untuk selalu memperhatikan lingkungan sekitar dengan memberikan

gizi yang cukup dan imunisasi yang memadai sehingga dapat mencegah

penyakit, tanggap terhadap kesehatan anaknya dengan membawa ke tempat

pelayanan kesehatan apabila ditemukan gejala-gejala dari penyakit agar tidak

berkelanjutan menjadi tingkat keparahan bahkan kematian.

54

54

Page 56: KAMAR 2.doc

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Bagi dinas kesehatan diharapkan para tenaga kesehatan dapat melakukan

pendekatan dan penyuluhan mengenai faktor penyebab kematian balita

kepada masyarakat khususnya bidan untuk lebih aktif menjalin hubungan

komunikasi antara petugas kesehatan dan masyarakat, sehingga hal ini bisa

menurunkan angka kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan bisa

menambah wawasan bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk lebih mengetahui

kejadian kematian pada bayi khususnya di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk itu

diadakannya program pemerintah yang berupa promosi kesehatan khususnya

tentang kejadian kematian pada bayi dan balita.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan

penelitian lebih lanjut sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor yang

menyebabkan kematian pada bayi dengan penyakit asfiksia, TN, BBLR,

aspirasi dan lain-lain, sehingga akan ditemukan faktor-faktor lain yang

berhubungan dengan peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat

kesehatan keluarga.

55

Page 57: KAMAR 2.doc

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. (2009). Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Jogjakarta. Hal:14

Anderson, (2008). Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia. Jakarta.Hal :288

Badriah, Dewi L, (2006). Metodologi Penelitian Ilmu-Ilmu Kesehatan. Multazam, Bandung

Dinkes Jabar (2010). Laporan KIA 2010. Jabar

Indrawati, (2010). Panduan Perawatan Kehamilan. Atma Media Press. Jogjakarta. Hal:36

Kadri. (2004). Kadri, Kartono.2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat/Badan Rendah Home: http://digilib.litbang.depkes.go.id 2011

Luluch, (2007). Mademoi Selle La Docteur. Dari http://www.blogspot.com. Diakses tahun 2011

Manuaba, (2002) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Ridwan,A. (2007). Tumbuh Kembang Anak. Dari : http://www.wordpress.com diakses tahun 2011

Rohmah, (2010). Pendidikan Prenatal; Upaya Promosi Kesehatan Bagi Ibu Hamil. Depok. Gramata. Hal 97

Saifuddin, (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :388

Saifuddin, (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :54

56

Page 58: KAMAR 2.doc

Sujarwo, (2007). Hamil dengan Penyakit. Dari http://archive/mllis-nakita.com diakses tahun 2011

Thadeus dan Maine , (2003). Keselamatan Ibu adalah Keselamatan Bangsa from : http://www.indomedia.com diakses tahun 2011.

57