pediatri 2.doc

47
LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO 2 “ANAKKU BATUK DAN SULIT BERNAPAS” Kelompok A-5 1. Rico Alfredo (G0012181) 2. M. Hafizh Islam S (G0012119) 3. Khairunnisa N. Huda (G0012107) 4. Gilang Yuka S. (G0012083) 5. Wahyu Septianingtyas (G0012227) 6. Krisnawati Intan S. (G0012109) 7. Elfrida Rahma B. (G0012065) 8. Rachmaniar Ratrianti (G0012169) 9. Yuscha Anindya (G0012239) 10. Tika Permata Sari (G0012221) 11. Rima Aji Puspitasari (G0012187)

Transcript of pediatri 2.doc

Page 1: pediatri 2.doc

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PEDIATRI SKENARIO 2

“ANAKKU BATUK DAN SULIT BERNAPAS”

Kelompok A-5

1. Rico Alfredo (G0012181)

2. M. Hafizh Islam S (G0012119)

3. Khairunnisa N. Huda (G0012107)

4. Gilang Yuka S. (G0012083)

5. Wahyu Septianingtyas (G0012227)

6. Krisnawati Intan S. (G0012109)

7. Elfrida Rahma B. (G0012065)

8. Rachmaniar Ratrianti (G0012169)

9. Yuscha Anindya (G0012239)

10. Tika Permata Sari (G0012221)

11. Rima Aji Puspitasari (G0012187)

12. Shofura Azizah (G0012211)

13. Anandita Winadira (G0012013)

Tutor:

Diding Heri Prasetyo, dr.,M.Si,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

Page 2: pediatri 2.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Kasus I

Anto berumur 2,5 tahun. Ibunya membawa berobat ke Puskesmas karena

batuk pilek selama 4 hari. Setelah memeriksa, petugas kesehatan menemukan

nadi: 110x/menit, pernafasan: 32x/menit, suhu: 38,5 C. Dokter kemudian

memberikan obat.

Kasus II

Seorang anak perempuan berusia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke

puskesmas karena batuk sejak 2 hari yang lalu, berdahak putih. Keluhan disertai

demam (+). Demam naik turun. Pada pemeriksaan fisik nadi: 120x/ menit,

pernafasan 52x/menit, suhu : 38 C. Saat ini anak tampak sulit bernafas dan

lemah. Terdapat retraksi dinding dada. Dokter kemudian melakukan tindakan dan

merujuk pasien ke rumah sakit untuk mendapat penanganan dari dokter spesialis

anak.

2

2

Page 3: pediatri 2.doc

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1: Klarifikasi Istilah

1. Retraksi: Penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat

bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas.

B. Langkah 2: Mendefinisikan Masalah

1. Mengapa pada kasus I anak terjebut dirawat jalan, sedangkan pada

KASUS 2 anak tersebut dirujuk? Apa indikasi rujukan?

2. Apa makna vital sign pada kasus I dan kasus II?

3. Bagaimana etiologi dan patofisiologi batuk pilek?

4. Bagaimana penatalaksanaan pada kedua kasus di atas?

5. Apa differential diagnosis, terapi, dan prognosis dari kasus di atas?

6. Bagaimana proses pembentukkan dahak? Apa saja jenis-jenis dahak?

7. Apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan?

C. Langkah 3: Analisis Masalah

1. Vital sign pada pediatri

a) Nilai normal vital sign

1) Suhu

Rectal/anus: 36,6oC-38oC

Telinga: 35,8oC-38oC

Oral/mulut: 35,5oC-37,5oC

Axillary/ketiak: 34,7oC-37,3oC

Tempat pengukuran suhu yang direkomendasikan

adalah

Lahir sampai usia 2 tahun: rectal/anus (definitif),

axillary/ketiak

3

3

Page 4: pediatri 2.doc

Lebih dari 2 tahun sampai 5 tahum: rectal/anus,

tympani/telinga, axillary/ketiak

Diatas 5 tahun: oral/mulut, tympanic/ telinga,

axillary/ketiak

2) Frekuensi napas dan frekuensi nadi

Tabel 2.1. Frekuensi pernapasan dan frekuensi nadi

Sumber: Marx, et al., 2013

b) Kasus I

Usia: 2,5 tahun

Frekuensi nadi: 110x/menit (normal)

Frekuensi pernapasan: 32x/menit (normal)

Suhu: 38,5oC. Skenario tidak menyebutkan lokasi pengukuran

suhu, maka diibaratkan pengukuran suhu peraxial, sehingga anak

tergolong demam.

c) Kasus II

Usia: 3 tahun

Frekuensi nadi: 120x/menit (normal)

Frekuensi pernapasan: 52x/menit (cepat)

4

Page 5: pediatri 2.doc

Suhu: 38oC. Skenario tidak menyebutkan lokasi pengukuran suhu,

maka diibaratkan pengukuran suhu peraxial, sehingga anak

tergolong demam ringan.

2. Batuk

a) Proses terbentuknya sputum

Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus sejumlah 100

ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini dibawa ke faring

dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi

saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang

berlebihan yang disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau

infeksi yang terjadi pada membran mukosa menyebabkan proses

pembersihan tidak berjalan secara normal, sehingga mukus

banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan

terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan

intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi, dibatukkan udara

keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret

mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai

sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya

dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya.

Kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses

kejadian patologik pada pembentukan sputum tersebut (Price dan

Wilson, 2005).

b) Jenis–jenis sputum

Menurut Behrman et al. (2004), sputum dapat dibedakan

berdasarkan sifatnya untuk mengetahui jenis penyakit.

1) Clear mucoid sputum: reaksi alergi atau asthmatic brochitis

b) Cloudly (purulen): infeksi saluran napas

c) Very purulent: bronkiektasis

d) Bau sputum busuk: infeksi anaerob

c) Tatalaksana

5

Page 6: pediatri 2.doc

Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas

pada balita menurut Pedoman Pengendalian ISPA pada balita.

Tabel 2.2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur kurang dari 2 bulan

Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012

Tabel 2.3. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur 2 bulan sampai 5 tahun

Sumber: Kemenkes RI, 2012

6

Page 7: pediatri 2.doc

3. Demam

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2012), bayi

kurang dari dua bulan yang mengalami demam harus dirujuk dan jangan

diberikan parasetamol. Apabila demam tidak tinggi (<38,5C), maka

nasihati ibu agar memberi cairan lebih banyak. Apabila demam tinggi

(>38,5C), maka beri Parasetamol dan nasihati ibu agar member cairan

lebih banyak. Parasetamol diberikan sesuai dengan dosis sebagai berikut

a) Parasetamol tablet: anak anak usia 6-12 tahun 250-500 mg,

3-4 kali sehari

b) Parasetamol sirup 125 mg/5ml

Anak usia 0 – 1 tahun : ½ sendok takar (5 ml), 3 – 4 kali

sehari.

Anak usia 1 – 2 tahun : 1 sendok takar (5 ml), 3 – 4 kali

sehari.

Anak usia 2 – 6 tahun : 1 – 2 sendok takar (5 ml), 3 – 4 kali

sehari.

Anak usia 6 – 9 tahun : 2 – 3 sendok takar (5 ml), 3 – 4 kali

sehari.

Anak usia 9 – 12 tahun : 3 – 4 sendok takar (5 ml), 3 – 4 kali

sehari.

4. Common cold

a) Definisi

Common cold merupakan infeksi virus dengan gejala

prominen berupa rhinorrhea dan obstruksi nasal (Behrman et al.,

2004).

b) Etiologi

Patogen yang paling sering berhubungan dengan kejadian

common cold adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV),

virus influenza, adenovirus (Behrman et al., 2004).

7

Page 8: pediatri 2.doc

c) Epidemiologi

Pada anak pra sekolah dalam 1 tahun bisa mencapai 9 kali

mengalami common cold, sedangkan pada anak sekolah biasanya

mencapai 12 kali dalam 1 tahun.

d) Patofisiologi

1) Rhinovirus merupakan virus yang biasanya menyebabkan

common cold. Virus lain diantaranya coronavirus, enterovirus

terutama coxsackie virus A21 dan A24, echovirus 11 dan 20,

parainfluenza virus dan adenovirus. Rhinovirus masuk

saluran napas melalui droplet yang dapat ditularkan oleh

orang lain yang menderita common cold. Setelah masa

inkubasi 2-4 hari, pasien akan mengalami gejala-gejala

seperti cairan dari hidung yang berlebih atau rinorrhea,

bersin-bersin, sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala, malaise,

dan terkadang adanya demam ringan.

2) Gejala-gejala common cold disebabkan oleh adanya

kombinasi replikasi virus dan respon imun tubuh. Pada

infeksi rhinovirus menyebabkan 70% infeksi saluran

pernapasan bagian atas, mampu membuat lepasnya mediator,

misalnya histamin, interleukin 6 dan 8, dan nuclear factor

kappa beta. Mediator-mediator ini akan berkombinasi dengan

respon imun yang menyebabkan timbulnya ciri-ciri gejala

common cold. Rhinovirus yang menyebabkan common cold

mengiritasi epitelium nasal.

3) Makrofag akan mencetuskan produksi sitokin, yang apabila

berkombinasi dengan mediator akan menimbulkan gejala-

gejala. Sitokin menyebabkan efek sistemik. Mediator

bradikinin berperan utama menyebabkan simptom lokal

seperti radang tenggorokan dan iritasi nasal. Puncak gejala

timbul pada 2-3 hari setelah onset.

8

Page 9: pediatri 2.doc

e) Manifestasi Klinis

Muncul setelah 1-2 inokulasi virus. Hidung gatal, bersin,

hidung berair (rhinorrhea), hidung tersumbat, mata merah, dan

berair.

f) Tatalaksana

Anak tidak perlu diberikan antibiotik dalam pengobatan

common cold. Sebaiknya anak istirahat untuk memulihkan

kondisinya dan diberikan asetaminofen dan ibuprofen. Hindari

penggunaan aspirin karena akan meningkatkan risiko sindrom

Rey serta kerusakan hati dan otak. Selain itu, ada beberapa obat

yang tidak boleh diberikan kepada anak usia dibawah 4 tahun,

yaitu:

Supresan batuk (contoh: dextromethorphan)

Ekspektoran batuk (contoh: guaifenesin)

Dekongestan (contoh: pseudoefedrin dan phenilephrine)

Antihistamin (contoh: chlorpheniramin maleate)

D. Langkah 4: Menginventarisasi Secara Sistematis Berbagai Penjelasan

yang didapatkan pada Langkah 3

Kasus I

KASUS II

9

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Rawat jalan

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Tindakan dan merujuk

Page 10: pediatri 2.doc

E. Langkah 5: Merumuskan Sasaran Pembelajaran

1. Bagaimana proses pembentukkan dahak? Apa saja jenis-jenis dahak?

2. Differential diagnosis: pneumonia, pertussis, asma, TBC

3. Indikasi rujukan

4. Pemeriksaan penunjang

F. Langkah 6: Mengumpulkan Informasi Tambahan diluar Waktu

Diskusi Kelompok

G. Langkah 7: Melakukan Sintesis dan Pengujian Informasi-Informasi

yang Telah Terkumpul

1. Pneumonia

Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri.

Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran

klinis atau gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan

penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya

tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, dan frekuensi

napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing

derajat penyakit sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat,

pneumonia, dan bukan pneumonia (World Health Organization, 2013).

Dalam MTBS/IMCI, anak dengan batuk diklasifikasikan sebagai

penyakit sangat berat (pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap;

pneumonia yang berobat jalan, dan batuk: bukan pneumonia yang cukup

diberi nasihat untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan dalam

diagnosis pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus

di rawat inap dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan (WHO, 2013).

10

Page 11: pediatri 2.doc

Tabel 7.1. Hubungan antara diagnosis klinis dan klasifikasi pneumonia (MTBS)

Diagnosis (klinis) Klasifikasi (MTBS)

Pneumonia berat (rawat inap):

- tanpa gejala hipoksemia

- dengan gejala hipoksemia

- dengan komplikasi

Penyakit sangat berat

(Pneumonia berat)

Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia

Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonia

Sumber: WHO, 2013

b) Epidemiologi

Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia.

Pneumococcus dengan serotype 1-8 menyebabkan pneumonia pada

orang dewasa >80% , sedangkan pada anak lebih sering tipe 14,1,6

dan 9. Angka kejadiaan tinggi ditemukan pada usia <4 tahun.

Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus,

ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan

bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia

diperkirakan mencapai 21 % (UNICEF, 2006).

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian

nomor 3. Berdasarkan data WHO, 800.000–1 juta anak meninggal

pertahun.

c) Etiologi

Menurut Behrman et al. (2004), patogen penyebab

pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok usia

Neonatus: Neonatus biasanya terpapar flora yang ada di jalan

lahir atau kontak postnatal dengan orang yang menderita

pneumonia. Contoh patogen: Streptococcus grup B, E. coli,

11

Page 12: pediatri 2.doc

Klebsiella pneumoniae, nontypeable Haemofilus influenza, S.

aureus, dan RSV.

1-3 bulan: Kuman patogen penyebab paling sering adalah S.

pneumoniae. Selain itu, bayi pada usia ini sering terinfeksi oleh

S. aureus, RSV, adenovirus, dan human metapneumovirus.

2-6 tahun: Virus yang paling sering menyerang antara lain RSV,

parainfluenza, dan influenza. Bakteri yang paling sering menjadi

penyebab pneumonia adalah S. aureus.

7-18 tahun: Anak pada kelompok usia ini yang menderita

pneumonia sering disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia.

d) Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi: tachypnea, retraksi dinding dada.

2) Perkusi: Apabila belum terjadi konsolidasi, terdengar suara

redup. Namun, apabila telah terjadi konsolidasi pada paru akan

terdengar suara redup.

3) Palpasi: Terdapat nyeri dada apabila terdapat inflamasi di atau

dekat pleura. Apabila pasien mengalami lower lobe pneumonia,

maka akan ditemukan abdominal pain.

4) Auskultasi: Terdengar suara dasar bronkhial yang melemah

dengan suara tambahan ronki kering (Behrman et al., 2004).

e) Tatalaksana

Tabel 7.2. Diagnosis dan tatalaksana pneumonia

Tanda dan gejala klasifikasi Penatalaksanaan

- Sianosis sentral

- Severe respiratory

distress

- Tidak sanggup

minum

Pneumonia

sangat berat

- Harus di rawat di

RS

- Beri antibiotik

- Beri terapi oksigen

- Atur jalan nafas

- Turunkan panas

badan, jika ada

12

Page 13: pediatri 2.doc

Tabel 7.2. (Lanjutan)

Chest indawing Pneumonia

berat

- harus di rawat di

RS

- diberi antibiotik

- berikan terapi

oksigen

- atur jalan nafas

- turunkan panas

badan, jika ada

Napas cepat :

- ≥ 60 x/menit (pada

usia anak < 2 bulan)

- >50 x/menit (anak

usia 2 bulan-11 bulan)

- > 40 x/menit (anak

usia

1 tahun-5 tahun)

Pada auskultasi terdapat

definite crackles

Pneumonia - tidak perlu dirawat

- berikan antibiotik

selama 5 hari

- melegakan

tenggorokan dan batuk dengan

pengobatan yang aman

- memberikan

nasihat kepada orang tua kapan

harus kembali segera

- melakukan follow

up selama 2 hari.

- Hanya batuk

- Tidak terdapat tanda

pneumonia

Bukan

pneumonia

(batuk atau

pilek)

- Tidak perlu dirawat

- melegakan

tenggorokan dan batuk dengan

pengobatan yang aman

- memberikan

nasihat kepada orang tua kapan

harus kembali segera

- melakukan follow

up selama 5 hari jika tidak ada

13

Page 14: pediatri 2.doc

perbaikan.

Sumber: WHO, 2013

1) Kausatif: Antibiotik berdasarkan hasil biakan/etiologi.

Ampicillin 50 mg/ kg BB i.m. setiap 6 jam dan gentamycin

7,5 mg/ kgBB i.m. 1x sehari selama 5 hari. Jika anak

berespon baik, beri amoxicillin oral 15 mg/ kgBB 3x sehari

dan gentamycin i.m. 1x sehari selama 5 hari.

Alternatif: chloramphenicol 25mg/kgBB i.m. atau i.v. setiap

8 jam sampai membaik. Kemudian lanjutkan secara oral 4x

sehari selama 10 hari. Atau gunakan ceftriaxone

80mg/kgBB i.m. atau i.v. 1x sehari.

Jika anak tidak membaik dalam 48 jam, berikan gentamycin

7,5mg/kgBB i.m. 1x sehari dan cloxacillin 50mg/kgBB i.m

atau i.v. setiap 6 jam untuk staphylococcal pneumonia. Jika

anak membaik, lanjutkan dengan cloxacillin atau

dicloxacillin secara oral 4x sehari selama 3 minggu.

Tabel 7.3. Pemberian antibiotik berdasarkan etiologi

Mikroorganisme Antibiotik

Streptokokkus dan Stafilokokkus Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau

Penisilin prokain 600.000 U/kali/hari

IM atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari

atau Seftriakson 75-200

mg/kgBB/hari

M. pneumoniae Eritromisin 15 mg/kgBB/hari atau

derivatnya

H. influenza, Klebsiella, P. Aeruginosa Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari

atau Sefalosporin

14

Page 15: pediatri 2.doc

2) Simptomatik

Paracetamol: Untuk mengatasi demam yang tinggi

Oksigen: Untuk mengatasi sesak nafas, retraksi, takipnea

3) Suportif

Cukupi kebutuhan nutrisi dan cairan

IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9 % = 3:1 + KCl 10 mEq/500

ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu,

dan status hidrasi. Hati-hati jangan sampai overhidrasi.

Jika sesak napas tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan

enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding

drip, tetapi jika anak sudah dapat minum peroral maka

jangan menggunakan selang nasogastrik karena risiko tinggi

terjadi aspirasi pneumonia.

Jika sekresi lendir berlebihan, dapat diberikan inhalasi

dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki

transport mukosilier.

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

f) Prognosis

Sangat baik dengan pengobatan yang tepat dan cepat.

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas

dapat ditemukan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan

malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan

mortalitas yang lebih tinggi.

2. Pertusis

Pertusis disebabkan oleh Bordetella pertussis, yaitu suatu bakteri

gram negatif. Bakteri ini tersebar di seluruh dunia dan dapat menyerang

semua golongan umur, tetapi terbanyak pada usia 1-5 tahun dimana

laki-laki lebih banyak terserang daripada wanita. Masa tunas 7-14 hari,

dan penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih (Hassan

dan Alatas, 2007).

15

Page 16: pediatri 2.doc

Menurut Hassan dan Alatas (2007), pertusis dibagi menjadi

stadium:

Stadium kataralis

Lamanya 1-2 minggu. Pada permulaan hanya

berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari.

Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan

terjadi siang dan malam. Gejala lainnya yaitu pilek, serak,

anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.

Stadium spasmodik

Lamanya 2-4 minggu. Batuk semakin bertambah

berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas.

Serangan batuk panjang dan diakhiri dengan whooping

(tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking).

Batuk sedemikian berat sehingga penderita tampak gelisah

dengan muka merah dan sianotik. Penderita juga tampak

berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar,

sering disertai juga dengan muntah dan banyak sputum

yang kental.

Stadium konvalesensi

Lamanya kira-kira 2 minggu hingga sembuh.

Jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang, muntah

juga berkurang, nafsu makan timbul kembali.

a) Tatalaksana

1) Antibiotik

Eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari) selama

10 hari atau jenis makrolid lainnya. Hal ini tidak akan

memperpendek lamanya sakit tetapi akan menurunkan periode

infeksius.

2) Tatalaksana jalan napas

Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi

kepala lebih rendah dalam posisi telungkup, atau miring, untuk

16

Page 17: pediatri 2.doc

mencegah aspirasi muntahan dan membantu pengeluaran

sekret.

3) Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung

dan tenggorokan dengan lembut dan hati-hati.

4) Bila apnea, segera bersihkan jalan napas, beri bantuan

pernapasan manual atau dengan pompa ventilasi dan berikan

oksigen (WHO, 2013).

3. Asma

a) Definisi

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik peningkatan

reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai

dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas bawah yang

dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan

pengobatan. Asma juga merupakan penyakit familier yang

diturunkan secara poligenik dan multifaktorial (IKA, 2007).

b) Etiologi

Penyebab pasti belum bisa diketahui, diduga peran utamanya

dari reaksi berlebihan trakea dan bronkus (hiperaktivitas bronkus,

tetapi hal ini juga belum diketahui mekanisme pastinya).

Hiperaktivitas bronkus diduga karena adanya hembatan sebagian

sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase, atau karena

kenaikan sistem parasimpatik yang menyebabkan spasme bronkus

terjadi dengan mudah jika ada rangsang partikel asing (IKA, 2007).

c) Patogenesis

Menurut IKA (2007), asma disebabkan oleh 3 kelainan utama

yaitu bronkokonstriksi, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret

pada jalan napas. Ketiga hal tersebut akan menghambat aliran

udara yang akan masuk dan keluar dari paru-paru sehingga pada

saat bernapas akan dibutuhkan usaha yang lebih kuat yaitu dengan

bantuan otot-otot bantu pernapasan.

17

Page 18: pediatri 2.doc

Reaksi asma sama seperti pada reaksi alergi lainnya, yaitu

didahului dengan fase sensitasi alergen pada sel mast dan

menghasilkan sel plasma dan sel memori. Kemudian jika alergen

masuk lagi ketubuh dia akan langsung menempel pada sel mast,

lalu terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan keluarnya

mediator-mediator (histamin, leukotrien, PAF, bradikinin, dan lain-

lain). Mediator tersebut akan bereaksi dengan reseptor mukosa

bronkus, menurunkan cAMP, dan menyebabkan bronkokonstriksi.

(IKA, 2007).

d) Klasifikasi

Menurut IKA (2007), asma dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1) Asma episodik jarang (angka kejadian 70-75%)

Biasanya terjadi pada anak berusia 3-6 tahun, dicetuskan

oleh infeksi virus pada saluran napas atas, serangan terjadi 3-4

kali dalam satu tahun, lama serangan hanya beberapa hari,

jarang terjadi serangan berat, dan tidak sampai mengganggu

pertumbuhan serta perkembangan anak.

2) Asma episodik ringan (28%)

Biasanya serangan pertama terjadi pada anak dibawah 3

tahun, serangan 3-4 kali setahun, lama serangan bisa beberapa

hari sampai minggu, serangan paling tinggi ada pada anak usia

8-13 tahun.

3) Asma kronik atau peresisten

Saat anak yang menderita asma ini berusia 5-6 tahun

nampak jelas obstruksi saluran napas yang peresisten, selalu

terdapat mengi setiap hari, malam hari sering terganggu batuk

dan mengi, asma jenis ini dapat mengganggu pertumbuhan

yaitu kemampuan fisik anak dapat menurun dan mengganggu

psikososial anak (IKA, 2007).

e) Tatalaksana

18

Page 19: pediatri 2.doc

1) Obat pengontrol jangka panjang:

- Kortikosteroid inhalasi

- Modifier leukotrien

- Beta agonis kerja panjang (relaksasi otot polos)

formoterol dan salmeterol

- Teofilin: bronkodilator ringan-sedang, tersedia dalam sirup,

tablet, kapsul. Dosis 5-15µg/ml dalam serum

- Omalizumab (xolair): adalah antibody monoclonal anti-IgE

(mencegah ikatan IgE pada basofil dan sel mast). Dosis

tergantung berat badan dan kadar serum IgE sebelum

pengobatan

2) Obat pelega

- Beta agonis kerja pendek: untuk gejala akut dan sebagai

profilaksis sebelum paparan allergen inhalasi albutenol,

lavalbutenol, pirbutenol (efektif 4-6 jam)

- Obat antikolinergik: bronkodilator, menurunkan

hipersekresi mucus, meniadakan kerja iritabilitas reseptor

batuk ipratropium bromide

- Kortikosteroid oral jangka pendek (3-10 hari) diberika pada

anak dengan eksaserbasi akut. Dosis awal

1-2mg/KgBB/hari prednisolon dilanjutkan dengan

1mg/kgBB/hari selama 2-5 hari

Efek samping: penekanan pertumbuhan, cushingoid,

peningkatan berat badan, diabetes, katarak, osteoporosis

(Marcdante, Kliegman, dan Jenson, 2014).

4. TBC

Anak yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis pada umumnya

tidak menunjukkan penyakit TB. Satu–satunya bukti infeksi adalah uji

tuberculin positif. Terjadinya penyakit TB tergantung pada sistem imun

untuk menekan multiplikasi kuman. Kemampuan tersebut sesuai

dengan usia, yang paling rendah adalah pada usia yang sangat muda.

19

Page 20: pediatri 2.doc

Tuberculosis seringkali menjadi berat apabila lokasinya di paru, selaput

otak, ginjal, atau tulang belakang.

a) Diagnosis

Diagnosis TB pada anak sulit, sehingga sering terjadi

kesalahan diagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala

utama. Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya M.

tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung.

Kesulitannya pada anak disebabkan oleh sedikitnya jumlah kuman

dan pengambilan spesimen sputum.

1) Anamnesis

- Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut–turut tanpa

sebab yang jelas

- Demam tanpa sebab yang jelas, terutama jika berlanjut

sampai 2 minggu

- Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze

- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

2) Pemeriksaan fisik

- Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal

- Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi,

lutut.

- Uji tuberculin yang biasanya positif

Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI

merekomendasikan diagnosis TB dengan sistem skoring.

Anak perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di

bawah ini

Tanda bahaya: Kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran,

kegawatan lain (misalnya sesak napas).

Foto dada menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi

pleura.

Gibus, koksitis

20

Page 21: pediatri 2.doc

Tabel 7.4. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB Anak

Parameter 0 1 2 3

Kontak dengan

pasien TB

Tidak

jelas

Laporan keluarga,

kontak dengan

pasien BTA

negatif atau tidak

tahu, atau BTA

tidak jelas

Kontak dengan

pasien BTA

positif

Berat

badan/keadaan

gizi

Gizi kurang:

BB/TB <90%

atau BB/U

<80%

Gizi buruk:

BB/TB <70%

atau BB/U <60%

Demam tanpa

sebab jelas

≥2 minggu

Batuk ≥3 minggu

Pembesaran

kelenjar limfe

koli, aksila,

inguinal

≥1 cm

Jumlah ≥1, tidak

nyeri

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut,

falang

Ada

Foto dada Normal/

tidak jelas

Sugestif TB

Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10

mm, atau ≥ 5

mm pada

21

Page 22: pediatri 2.doc

keadaan

imunosupresi)

Sumber: WHO, 2013

Catatan:

Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter

Jika dijumpai skofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit),

pasien dapat langsung didiagnosis tuberculosis

Berat badan dinilai saat pasien datang

Demam dan batuk tidak respons terhadap terapi sesuai baku

puskesmas

Foto dada bukan alat diagnostic utama pada TB anak

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul

<7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem

skoring TB anak

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6 (maksimal 13)

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke rumah

sakit untuk evaluasi lebih lanjut

f) Tatalaksana

Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di

bawah ini.

Gambar 7.1. Alur tatalaksana pasien TB anak

22

Page 23: pediatri 2.doc

Sumber: WHO, 2013

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan

cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik

klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak

merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan.

Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran

radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap

dihentikan.

1) Panduan obat TB pada anak

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap

awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap

lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3

macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan

dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan,

kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari,

baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien,

OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk

satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak

berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid

(H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu

Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).

2) Dosis

INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari

Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600

mg/hari

23

Page 24: pediatri 2.doc

Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000

mg/hari

Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250

mg/hari

Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000

mg/hari

3) Kombinasi dosis tetap

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani

pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak,

paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap

atau KDT. Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam

tablet, yaitu

Tablet RHZ: tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H

(Isoniazid), dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap

intensif.

Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R

(Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang digunakan pada tahap

lanjutan.

Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang

komposisi tablet RHZ adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150

mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg.

Tabel 7.5. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

BERAT

BADAN (kg)

2 BULAN TIAP HARI

RHZ (75/50/150)

4 BULAN TIAP HARI

RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:

24

Page 25: pediatri 2.doc

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa

Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

OAT KDT diberikan dengan cara ditelan utuh atau digerus sebelum diminum.

Sumber: WHO, 2013

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket

OAT Kombipak Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 7.6. Dosis OAT kombipak-fase-awal/intensif pada anak

JENIS OBAT BB<10 KGBB 10-20 KG

(KOMBIPAK)BB 20-32 KG

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Sumber: WHO, 2013

Tabel 7.7. Dosis OAT kombipak-fase-lanjutan pada anak

JENIS OBAT BB<10 KGBB 10-20 KG

(KOMBIPAK)BB 20-32 KG

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Sumber: WHO, 2013

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun

ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB sendi dan

tulang, dan lain-lain:

Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat

(INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol atau

Streptomisin).

25

Page 26: pediatri 2.doc

Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin

selama 10 bulan.

Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura

TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB

dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison)

dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.

Lama pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu

dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam

jangka waktu 2–6 minggu. Tujuan pemberian steroid ini

untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah

terjadi perlekatan jaringan (WHO, 2013).

Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila

memungkinkan, karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi

kerusakan permanen syaraf pendengaran, dan terdapat risiko

penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar terhadap alat

suntikan (WHO, 2013).

4) Tindak lanjut

Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan

pasien harus dievaluasi. Respons pengobatan dikatakan baik

apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat

badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang.

Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT

dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respons

pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap

dilanjutkan sambil mencari penyebabnya. Sistem skoring

hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil

pengobatan (WHO, 2013).

5) Pengobatan pencegahan (profilaksis) untuk anak

Bila anak balita sehat, yang tinggal serumah dengan pasien

TB paru BTA positif, mendapatkan skor < 5 pada evaluasi

dengan sistem skoring, maka kepada anak balita tersebut

26

Page 27: pediatri 2.doc

diberikan isoniazid dengan dosis 5–10 mg/kg BB/hari selama 6

bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi

BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan

pencegahan selesai (WHO, 2013).

6) Tindakan kesehatan masyarakat

Laporkan setiap kasus ke Dinas Kesehatan setempat.

Pastikan bahwa dilakukan pemantauan pengobatan. Periksa

semua anggota keluarga serumah (bila mungkin mungkin juga

kontak di sekolah) untuk mendeteksi kemungkinan TB dan

upayakan pengobatannya (WHO, 2013).

5. Indikasi rujukan

Menurut Marcdante, Kliegman, dan Jenson (2014), faktor yang menjadi

indikasi rawat inap bagi anak pasien pneumonia:

- Usia <6 bulan

- Status imunokompromais

- Tampak toksis

- Distress pernapasan berat

- Butuh suplementasi oksigen (saturasi oksigen <90%)

- Dehidrasi

- Muntah

- Tidak respon terhadap antibiotic

- Orang tua tidak komplians

27

Page 28: pediatri 2.doc

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kasus I

1. Tanda vital

Pasien pada kasus pertama berumur 2,5 tahun. Dari pemeriksaan

tanda vital ditemukan nadi 100 kali/menit, pernapasan 32 kali/menit, dan

suhu tubuh 38,5° C. Frekuensi nadi pasien masih dalam batas normal

untuk anak usia 2-5 tahun yaitu 80-140 per menit. Pasien tidak mengalami

napas cepat karena kriteria napas cepat untuk usia 1-5 tahun lebih dari 40

kali/menit. Suhu tubuh pasien 38,5°C, tetapi tidak disebutkan tempat

pengukurannya. Bila suhu tersebut diukur per axilla berarti pasien demam

sedang. Bila suhu tersebut diukur per oral maka pasien demam rendah.

2. Gejala

Pasien mengalami batuk pilek selama 4 hari. Gejala tersebut

disertai demam. Batuk, pilek, dan demam merupakan gejala umum

common cold atau selesma. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus:

rhinovirus, coronavirus, adenovirus, influenza. Namun, bila ditemukan

rinore purulen, ada kemungkinan infeksi sekunder dari Staphylococcus

atau Haemophilus influenza.

3. Terapi

Selesma merupakan penyakit swasirna, sehingga terapi tidak

spesifik tetapi simtomatis. Pemberian acetaminophen bertujuan untuk

28

Page 29: pediatri 2.doc

meringankan nyeri tenggorokan. Bisa juga diberikan minuman hangat

untuk melegakan tenggorokan. Pasien disarankan banyak istirahat dan

minum yang cukup.

B. Kasus II

1. Tanda vital

Pasien pada kasus kedua berumur 3 tahun. Dari pemeriksaan tanda

vital ditemukan nadi 120 kali/menit, pernapasan 52 kali/menit, dan suhu

38° C. Frekuensi nadi pasien normal. Pasien mengalami takipnea karena

frekuensi napas lebih dari 40 kali/menit. Suhu tubuh pasien 38° C berarti

pasien mengalami demam rendah.

2. Gejala

Pasien batuk sejak dua hari yang lalu dan berdahak putih. Pasien

juga demam naik turun. Dahak warna putih dan demam naik turun

mengindikasikan infeksi bakteri. Selain itu pasien tampak sulit bernapas

dan lemah, juga mengalami retraksi dinding dada. Kemungkinan pasien

mengalami pneumonia berat karena terdapat gejala batuk, sulit bernapas,

dan retraksi dinding dada. Karena ditemukan indikasi infeksi bakteri dan

tanda bahaya berupa lemah dan retraksi dinding dada, dokter memutuskan

untuk merujuk ke spesialis anak.

3. Terapi

Terapi pneumonia berat dilakukan dengan memberi resusitasi

untuk memperlancar pernapasan. Pasien juga diberi antibiotik.

29

28

Page 30: pediatri 2.doc

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada kasus 1, anak kemungkinan besar mengalami common cold. Penyakit

ini normal pada anak-anak. Pada kasus 2, anak dapat diperkirakan mengalami

pneumonia. Penyakit ini membutuhkan penanganan lebih pada fasilitas

kesehatan yang tinggi. Namun, pada kedua kasus, gejala yang timbul kurang

lebih mirip. Tanpa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang memadai, maka

dokter dapat lalai dalam mendiagnosis penyakit yang tepat.

B. Saran

Saran kepada pasien pada kasus 1 adalah untuk mempertahankan

mengonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter. Anak akan segera

sembuh ketika obat selesai diminum karena sifat dari prognosis anak yang

baik.

Saran kepada pasien pada kasus 2 adalah untuk mengikuti terapi di rumah

sakit sampai anak sembuh total. Anak juga disarankan untuk bermain di

lingkungan yang lebih baik guna menghindari kejadian sama terulang lagi.

Ibu juga sebaiknya disarankan untuk mengawasi kegiatan anak dan menjaga

lingkungan disekitarnya agar lebih nyaman dan aman untuk anak.

Diskusi telah berjalan dengan baik, semoga dapat dipertahankan pada

diskusi tutorial berikutnya.

30

30

Page 31: pediatri 2.doc

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Jenson, H.B. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Science.

Hassan, R. dan Alatas, H. ed., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Kemenkes RI.

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B. 2014. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi 6. Jakarta: Saunders Elsevier.

Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC.

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: Infomedika.

World Health Organization. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children: Guidelines for The Management of Common Childhood Illness. 2nd ed. Jakarta: WHO.

31

Page 32: pediatri 2.doc

32