Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

61
KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK Oleh : DEWI RATNASARI (A24104056) DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

description

Tanaman Kelapa sawit

Transcript of Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Page 1: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN

TERBAIK

Oleh :

DEWI RATNASARI

(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

SUMMARY

DEWI RATNASARI. Calibration of Nutrient Content of Young Oil Palm Plant by Using the Best Growth Boundary Method. Under guidance of Atang Sutandi and Suwarno. Fertilization must be suited with nutrient availability level in soil. It can be estimated by plant analysis. Nutrient content of plant is determined by the nutrient requirement of the crop and the nutrient supplying power of the soil. The value of plant analysis in quantifying nutrient requirements depends on careful sampling and analysis and using test that are calibrated with plant response (growth and yiaeld).The aim of calibration is to describe results of plant analysis in simple terms and to make simple the process of making fertilizer recommendation according to nutrient content cathegory in plants. The growth variables used for calibration were length of frond,leaf area and average of frond number which is adjusted to plant age. Calibration result of N, P, K, Ca, Mg, Cu and Zn in young oil palm plant indicated that nutrient sufficient range (NSR) of K, P,Mg, Ca, and Zn were wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). The nutrient sufficient range of N was lower but wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). In addition, the nutrient sufficient range of Ca was more narrow compared with criteria of Von Uexkull (1992) but wider than of criteria Jhon, Jr. et al. (1991).

Page 3: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

RINGKASAN

DEWI RATNASARI. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat Pertumbuhan Terbaik. (Di bawah bimbingan Atang Sutandi dan Suwarno).

Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis tanaman. Kadar hara suatu tanaman ditentukan oleh kebutuhan hara tanaman dan kemampuan suplay hara dari tanah. Nilai analisis tanaman dalam menentukan kebutuhan hara tanaman tergantung pada pengambilan contoh dan analisis tanaman yang baik serta penggunaan hasil analisis yang dikalibrasi dengan respon tanaman (pertumbuhan atau produksi). Tujuan kalibrasi kadar hara tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut kategori kadar hara tanaman.

Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan peneraan dengan data umur tanaman. Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: unsur hara K, P, Mg, Cu, dan Zn: memilki selang kecukupan hara yang lebih lebar di bandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991). Selang kecukupan hara N hasil kaibrasi berada di bawah tetapi lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991). Unsur Ca memiliki selang kecukupan hara yang lebih sempit daripada kriteria menurut Von Uexkull, tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria John, Jr. et al (1991).

Page 4: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis Guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN

TERBAIK

Skripsi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEWI RATNASARI

(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 5: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Judul KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN (Elaeis guineensis) DENGAN MENGGUNAKAN SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK.

Nama Mahasiswa Dewi Ratnasari

Nrp A24104056

Program Studi Ilmu tanah

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.

NIP : 130 937 427 NIP : 131 803 642

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.

Nip : 131 124 019

Tanggal Disetujui :

Page 6: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya,

Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1987. Penulis merupakan anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hapidi dan Ibu Nani Sumartini.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 111

Karangnunggal, Tasikmalaya. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan

ke sekolah MTS Negeri 1 Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten

Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah

dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada Tahun

2004, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Page 7: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKN

METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK” ini dengan baik dan lancar.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana

Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor. Penulis mengucapakan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Atang Sutandi M.Si. selaku dosen pembimbing satu yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.

2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.

3. Ayah, Ibu dan adik yang telah memberikan bantuan moril maupun

materil kepada penulis.

4. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulis bisa

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

Bogor, Maret 2009

Penulis

Dewi Ratnasari

Page 8: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang .......................................................................... 1

1.2. Tujuan penelitian ...................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit ....................................... 3

2.2. Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman ........................... 5

2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman ................................. 5

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman.................................... 6

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman ................................... 7

2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman ................................. 9

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman ............................ 10

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman ................................ 10

2.2.7. Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman ............................... 11

2.3. Analisis tanaman ..................................................................... 11

2.4. Serapan hara tanaman .............................................................. 12

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara ................................. 13

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan waktu penelitian .................................................. 18

3.2. Bahan dan alat ......................................................................... 18

3.3. Metode penelitian .................................................................... 18

3.3.1. Pengamatan pertumbuhan ............................................. 18

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman ....................................... 19

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis ................... 19

3.3.4. Anlisis jaringan tanaman ................................................ 20

3.3.5. Pengolahan data ............................................................. 20

Page 9: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hubungan umur dengan variabel pertumbuhan terbaik ............ 22

4.2. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik .................................. 26

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .............................................................................. 35

5.2. Saran ......................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36

LAMPIRAN ............................................................................................... 38

Page 10: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

DAFTAR TABEL

No Halaman Teks

1. Metode analisis tanaman ...................................................................... 20

2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi .................... 32

3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi, optimum dan berlebih ....................................................................... 32

4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan . 34

Lampiran

5. Kadar hara tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum

menghasilkan(TBM) ............................................................................. 38 6.. Pertumbuhan tertinggi tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis) belum

menghasilkan (TBM) .......................................................................... 45 7. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai X1 dan X2 pada grafik

unsur hara nitrogen ............................................................................... 47

Page 11: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Pengaruh suplai hara terhadap produksi dan kadar hara ...................... 14 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara ..................................... 15 3. Diagram sebar hubungan produksi dengan kadar hara N daun............ 16 4. Respon tanaman terhadap fackor pembatas ........................................ 17 5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit

sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................... 23 6. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit

setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ...................... 24 7. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit

dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama............ 24 8 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum

dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................................. 24 9 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit setelah

dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ................................. 25 10 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan

umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama ...................... 25 11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit

sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................... 25 12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit

setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ...................... 26 13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit

dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama........... 26 14. Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan

panjang pelepah .................................................................................... 27 15 .Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan luas daun 27 16 Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan jumlah

Pelepah ................................................................................................ 28

17. Hubungan sebaran hara N dengan variabel pertumbuhan luas daun .. 29

Page 12: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

18. Hubungan sebaran hara P dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 29

19. Hubungan sebaran hara K dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 29

20. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30

21. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30

22. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30

23. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30

Page 13: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineesis) merupakan salah satu komoditas

perkebunan andalan yang pengembangannya sangat pesat sejak dekade 1990-an

terutama di luar pulau Jawa. Kelapa sawit dapat menghasilkan bahan-bahan dan

produk- produk komersial yang dapat dimanfaatkan. Selain minyaknya dapat

digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika, obat-obatan, pelumas, semir sepatu,

sabun, lilin, dan detergen; limbah kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai

bahan makanan ternak dan pupuk serta bahan bakar alternatif yang sangat

menjanjikan.

Pengembangan kelapa sawit perlu didukung oleh pengelolaan yang tepat

terutama aspek pemupukan agar produktivitasnya tetap optimal. Pemupukan

merupakan salah satu bagian pemeliharaan yang sangat menentukan tingkat

pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit.

Kebutuhan hara tanaman kelapa sawit sangat beragam terutama sekali

tergantung pada potensi produksi (fungsi genetik dari bahan tanaman) dan faktor

iklim.Jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dan yang harus ditambahkan dalam

bentuk pupuk (organik/anorganik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya dan

suplai hara dari tanah. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan

dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan

dengan analisis jaringan tanaman. Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi

hara dalam tanaman atau bagian tanaman pada stadia tumbuh tertentu. Analisis

tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam tanaman menunjukan

jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan dengan jumlah hara

dalam tanah. Untuk menginterpretasikan hasil analisis tanaman diperukan

kailbrasi kadar hara tanaman.

Kalibrasi kadar hara adalah proses untuk mengetahui arti pengukuran

kadar hara dalam istilah respon tanaman.Tujuan dilakukannya kalibrasi kadar hara

tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang

mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi

pemupukan menurut kategori kadar hara pada tanah dan tanaman. Istilah yang

Page 14: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

sering digunakan untuk mendeskripsikan kategori kadar hara adalah sangat

rendah, rendah, sedang, dan tinggi.

Metode-metode dalam kalibrasi uji tanah dan tanaman diantaranya adalah:

metode kurva kontinyu, dan pendekatan peluang. Metode pendekatan peluang

terdiri atas metode grafik (MG) Cate-Nelson, metode analisis ragam (MAR) Cate-

Nelson dan analisis ragam yang dimodifikasi (Nelson-Anderson). Metode lain

yang dipakai untuk kalibrasi kadar hara adalah dengan menggunakan metode

sekat pertumbuhan atau sekat produksi terbaik. Dalam metode ini yang ditetapkan

adalah selang kecukupan hara.

1.2. Tujuan penelitian

1. Mengetahui hubungan kadar hara pada tanah dengan pertumbuhan

tanaman

2. Menetapkan kisaran kecukupan hara

Page 15: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit

Kelapa sawit adalah tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini

memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan

perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga

membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar dapat berproduksi secara maksimal.

Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama di samping faktor lainya seperti

faktor genetik, dan perlakuan yang diberikan (Pahan, 2007).

Kelapa Sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di

sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 meter di atas

permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak

memiliki defisit air, dan hujan merata sepanjang tahun. Masalah jalan (transport),

pembakaran, pemeliharaan, pemupukan dan pencegahan erosi menjadi lebih

penting pada daerah yang curah hujannnya tinggi. Di Indonesia daerah seperti ini

pada umumnya berada pada ketiggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut,

kecuali di beberapa lokasi, seperti halnya di daerah pantai Barat Sumatera. Data

iklim sangat perlu sekali diketahui dan dipelajari sebaik-baiknya, karena

keberhasilan beberapa pekerjaan tergantung dari iklim. Pekerjaan tersebut

misalnya pembakaran pada pembukaan hutan, penggunaan herbisida,

pemeliharaan parit dan jalan, pemanenan dan lainnya. Defisit air yang tinggi

menyebabkan produksi turun drastis dan normal pada tahun ketiga dan keempat

karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang

telah anthesis mengalami kegagalan matang tandan. Hal ini sering terjadi di

daerah Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya

dimana hampir setiap 5-6 tahun sekali timbul musim kering yang panjang (Pahan,

2007).

Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah pada

suhu 24-28 derajat Celcius, suhu terendah 18 derajat Celcius dan suhu tertinggi

adalah 32 derajat Celcius. Di beberapa daerah seperti daerah Riau, Jambi, dan

Suamatera Selatan pada bulan tertentu lama penyinaran matahari kurang dari 5

jam. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit,

Page 16: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

gagalnya pembakaran dan rusaknya jalan karena lambat kering. Kelembaban rata-

rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Ketinggian yang

optimal adalah 0-400 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian yang lebih

akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan produksi jauh

lebih rendah. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses

penyerbukan (Pahan, 2007).

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti

Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, Organosol dan

Alluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah :

a. Solum tebal 80 cm. Solum yang tebal merupakan media yang baik bagi

perkembangan akar sehingga efesiensi penyerapan unsur hara tanaman

akan lebih baik.

b. Tekstur ringan, memiliki kandungan /komposisi pasir 20-60%, debu 10-

40%, dan liat 20-50%.

c. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0, namun pH yang terbaik untuk

pertumbuah tanaman kelapa sawit adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH

yang rendah dapat dinaikkan dengan melakukan pengapuran, namun

kendala yang dihadapi pada umumnya pengapuran memerlukan biaya

yang cukup tinggi. Tanah dengan pH ini biasanya dijumpai pada daerah

pasang surut terutama tanah gambut.

d. Kandungan unsur hara tinggi seperti : Ratio C/N mendekati 10 dimana C 1

% dan N 0,1 %, Daya tukar unsur Mg =0,4-1,0 me/100 gram, daya tukar K

=0,15-0,20 me/100 gram serta perbandingan daya tukar Mg dan K berada

pada batas normal (Pahan, 2007).

Di Indonesia tanah Podsolik Merah Kuning mendominasi areal

perkebunan kelapa sawit. Tanah ini terbentuk pada zaman tersier dengan bahan

induk batuan liat dan berpasir, solum cukup dalam dengan tekstur yang berpasir.

Kondisi ini cukup baik bagi perkembangan akar dan mekanisme air, namun

tingkat kesuburan kimianya tergolong rendah. Tanah Gambut atau Organosol

mengandung lapisan yang terdiri atas bahan organik yang belum terhuminifikasi

lebih lanjut dan memiliki pH rendah (Pahan, 2007).

Page 17: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Masalah drainase dan permukaan air tanah merupakan masalah utama.

Tanah Gambut atau Organosol menjadi sangat penting pada akhir-akhir ini,

mengingat areal yang baik sudah berkurang dan banyak perkebunan memperoleh

jenis tanah ini terutama di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan.

Jenis tanah gambut potensi produksinya cukup baik dan digolongkan kedalam

kelas 2 dan 3, namun masalah biaya pembangunan saluran air/ drainase yang

mahal serta kemiringan tanaman masih belum bisa teratasi dengan baik terutama

pada tanah gambut yang tebalnya lebih dari 2 meter (Pahan, 2007).

Analisis tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam

tanaman menunjukkan jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan

dengan jumlah hara dalam tanah (Tisdale, et al.1985).

Kebutuhan hara dan kemampuan tanah menyediakan hara merupakan

dasar pemilihan dosis pupuk yang tepat. Rekomendasi pemupukan yang baik

diperoleh dengan evaluasi hara tanaman, salah satunya dengan melakukan analisis

tanaman. Analisis tidak hanya saja menetapkan konsentrasi unsur hara dalam

bagian tanaman, tetapi juga tentang keterkaitan antara kandungan hara tanaman

dan pertumbuhannya. Dalam studi ini konsentrasi hara-hara dalam bagian tertentu

pada tanaman ditetapkan dan digunakan sebagai petunjuk untuk menilai

penyerapan hara oleh tanaman sampai saat pengambilan contoh (Ulrich dan Hills,

1973 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).

2.2 Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman

2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman

Nitrogen sangat diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.

Pemberian pupuk nitrogen akan memberikan pengaruh yang mencolok dan cepat,

terutama dalam merangsang pertumbuhan dan memberikan warna hijau pada

daun. Hampir pada seluruh tanaman, fungsi nitrogen merupakan pengatur dari

penggunaan unsur kalium, fosfor dan lainnya (Soepardi, 1983).

Setiap tahunnya nitrogen diangkut oleh tanaman dalam jumlah sangat

banyak, tetapi keberadaan N di dalam tanah sangat sedikit. Hal ini disebabkan

nitrogen bersifat mudah larut dan hilang bersama air drainase, mudah menguap

(volatil), sehingga pada saat tertentu ketersediaanya sama sekali tidak ada bagi

tanaman (Soepardi, 1983).

Page 18: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Nitrogen tanah dibagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk anorganik dan

organik. Bentuk organik merupakan bagian terbesar, sedangkan anorganik dapat

ditemukan dalam bentuk NH4+, NO2

-, NO3-, N2O, NO dan gas N2 yang hanya

dapat dimanfaatkan oleh Rhizobium (Leiwakabessy, 1988).

Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3

-. Ion-

ion ini didalam tanah pertanian berasal dari pupuk N yang diberikan kedalam

tanah dan bahan organik tanah. Jumlah ion tersebut tergantung dari dosis

pemupukan yang diberikan serta kecepatan perombakan bahan organik tanah.

Jumlah nitrogen yang dibebaskan dari bahan organik tanah ditentukan oleh

keseimbangan antara faktor yang mempengaruhi mineralisasi dan imobilisasi

unsur nitrogen, serta kehilangannya dari lapisan tanah (Leiwakabessy, 1988).

Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan juga sangat merugikan. Hal ini

dapat memperlambat kematangan atau fase generatif dengan tetap membantu

pertumbuhan vegatatif walaupun masa masak sudah waktunya. Selain itu dapat

juga menyebabkan tanaman mudah rebah karena jeraminya melunak. Namun

demikian kekurangan nitrogen juga dapat merugikan karena tanaman akan

tumbuh kerdil dan sistim perakarannya terbatas. Kerugian lain yang disebabkan

oleh kekurangan N yaitu daun tanaman menjadi kuning atau hijau kekuningan

dan cenderung cepat rontok (Soepardi, 1983).

Kekurangan nitrogen akan mengakibatkan kandungan protein pada

tanaman menjadi sangat sedikit, sehingga karbohidrat yang diendapkan menjadi

semakin banyak dan menyebabkan sel-sel vegetatif tanaman menebal. (Tisdale, et

al. 1985).

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman

Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting bagi pertumbuhan

tanaman, tetapi kadarnya dalam tanaman lebih rendah dari nitrogen, kalium dan

kalsium. Fosfor dinilai lebih penting dari hara kalsium, bahkan mungkin juga hara

kalium (Leiwakabessy, 1988).

Sumber fosfor utama yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman yaitu : 1.

Pupuk buatan ; 2. Pupuk kandang ; 3. Sisa tanaman dan pupuk hijau dan 4.

Senyawa alami baik organik maupun anorganik dari kedua bahan tersebut yang

sudah ada dalam tanah (Soepardi 1983).

Page 19: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Lebih jauh Soepardi (1983) mengatakan bahwa sebagian besar fosfor di

dalam tanah dijumpai dalam bentuk organik dan anorganik. Senyawa fosfor

anorganik yang ada didalam tanah terdiri dari senyawa kalsium dan senyawa Fe

dan Al, sedangkan fosfor organik dijumpai dalam bentuk fitin dan turunannya,

asam nukleat dan fosfolipida. Fitin sebagai sumber fosfat organik dapat langsung

diserap oleh tanaman, sedangkan asam nukleat harus mengalami dekomposisi

terlebih dahulu pada permukaan akar sebelum fosfor dapat diserap tanaman baik

dalam bentuk organik maupun anorganik.

Tanaman umumnya menyerap unsur fosfor dalam bentuk ion-ion

monofosfat atau ortofosfat primer H2PO4--. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah

sangat rendah retensinya sangat tinggi. Oleh sebab itu recovery rate dari pupuk

fosfor sangat rendah, yaitu antara 10 – 30 %, sedangkan sisanya 70 -90 %

tertinggal dalam bentuk immobil, apabila tidak hilang karena erosi. Fungsi fosfor

dalam tanaman secara mendetail sukar untuk diutarakan. Tetapi fungsi utama dari

fosfor adalah : 1. Sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks serta 2.

Sebagai aktivator, kofaktor, atau mempengaruhi kerja enzim dengan mengatur

banyak proses enzimatik yang berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim.

Disamping itu fosfor sering disebut sebagai kunci untuk kehidupan, karena

fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam

pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya di selurh

tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman

Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh

tanaman setelah N. Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50

sampai lebih dari 200 kg K/ha, tergantung dari jenis tanaman dan besarnya

produksi. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5 – 2.5 % dengan rata-

rata 1.2%, tergantung keadaan mineral cadangan dan tingkat pelapukan tanah

(Leiwakabessy, 1988).

Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi

tanaman. Peranan utama dari kalium adalah sebagai aktivator berbagai enzim

(Soepardi, 1983).

Page 20: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Kalium sering disebut sebagai katalisator dalam proses kehidupan karena

menjamin berlangsungnya reaksi-reaksi dalam tanaman relatif tidak tersedia, yang

menempati bagian struktur mineral mika primer dan sekunder, serta mineral-

mineral feldsfatik; (2) kalium lambat tersedia yaitu kalium yang terserap di dalam

kisi mineral liat seperti vermi kulit atau tipe 2:1 lainnya; dan (3) kalium cepat

tersedia yang berada dalam kompleks jerapan (K-dd) dan kalium dalam larutan

tanah (Brady, 1974).

Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa kalium yang terikat pada

permukaan kaloid anorganik tidak dapat dilepaskan dengan kecepatan yang sama

karena memiliki tiga tapak pertukaran dengan sekat pengikatan yang berbeda

juga.

Secara singkat masalah kalium dapat dikelompokan menjadi: (1) pada saat

tertentu sebagian besar dari unsur ini tidak tersedia bagi tanaman; (2) karena sifat

mudah larut maka peka terhadap pengaruh pencucian; (3) kalium diserap dalam

jumlah banyak, terutama apabila unsur ini diberikan secara berlebihan (Soepardi,

1983).

Beberapa peranan kalium yang diketahui antara lain dalam; (1)

pembelahan sel ; (2) fotosintesis (pembentukan karbohidrat); (3) translokasi gula;

(4) reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein ; dan (5) dalam aktivitas enzim.

Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan

sel, yang mengatur keseimbangan antara garam dan air (tekanan osmotik) dalam

sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air di dalam akar tanaman

(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Selanjutnya kekurangan hara kalium akan menyebabkan tanaman menjadi

kurang tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang cukup

kalium. Selain itu, tanaman yang kekurangan kalium juga lebih peka terhadap

penyakit dan kualitas produksinya lebih jelek baik kualitas daun, buah maupun

biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman

Kalsium merupakan bagian dari setiap sel tanaman. Sebagian besar unsur

ini terdapat dalam bentuk kalsium pekat, baik didalam maupun disepanjang

Page 21: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

dinding sel tanaman. Penyebarannya didalam tanaman tidak merata. Bagian

produktif yaitu bunga dan biji mengandung sedikit kalsium, sedangkan kadarnya

yang tinggi terdapat dalam daun (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Kalsium diserap dalam bentuk Ca2+ terutama melalui mass flow dan

intersepsi (permukaan kontak). Kadar Ca2+ dalam larutan tanah sangat bervariasi

didaerah dengan curah hujan tinggi, kadar Ca2+ umumnya berkisar antara 8 – 45

ppm dengan rata-rata 33 ppm. Sedangkan kadar Ca2+ dalam tanaman umumnya

berkisar antara 0,2 – 4,0 % (Leiwakabessy, 1988).

Sumber kalsium dalam tanah dijumpai dalam berbagai mineral dan

endapan seperta plagiokas, anortit, augit, hornblende, biotit, epidote, apatit, kalsit,

dolomit, dan gipsum atau Ca-sulfat. Proses kehilangan Ca2+ dalam larutan tanah

dapat melalui : 1. diserap tanaman; 2. diambil jasad renik; 3. terkait oleh komplek

adsorpsi tanah; 4, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder

(terutama didaerah kering); dan 5. tercuci (terutama di daerah basah). Sedangkan

faktor-faktor tanah yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan kalsium bagi

tanaman adalah : 1.Ca total; 2. pH tanah; 3. KTK; 4. kejenuhan Ca pada komplek

jerapan; 5. jenis liat; dan 6. nisbah Ca terhadap kation lain (K dan Mg dalam

larutan tanah) (Leiwakabessy 1988).

Peranan kalsium dalam tanaman cukup banyak. Disamping untuk penguat

dinding sel, juga mendorong pada perkembangan akar, memperbaiki vigor

tanaman dan kekuatan daun dalam proses pemanjangan sel. Sintesis protein dan

mitosis (pembelahan sel). Kalsium ini juga penting untuk pembentukan dan

berfungsinya bintil akar (Leiwakabessy, 1988).

Kalsium merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman, sehingga

gejala kekurangan kalsium pertama kali terlihat pada bagian yang muda yaitu

daun-daun muda yang baru keluar pada bagian pucuk dan titik tumbuh. Gejala

kekurangan kalsium mengakibatkan akar tanaman membengkak dan menyatu.

Kekutangan Ca menyebabkan daun muda sukar membuka atau keluar

(Leiwakabessy, 1988).

Page 22: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman

Magnesium diambil oleh tanaman dalam bentuk Mg +2. Kebutuhan akan

unsur ini dipenuhi melelui aliran massa (mass flow) seperti halnya Ca+2 dan

sedikit melalui intersepsi. Jumlah aliran yang diserap biasanya lebih rendah dari

kalium dan kalsium. Magnesium dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer

(biotit, augit, hornblende, olivin, serpentin), mineral-mineral sekunder (klorit, ilit,

monmorilonit, vermikulit) dan mineral-minneral endapan seperti dolomit dan

epsonit (MgSO4, H2O) (Leiwakabessy, 1988).

Magnesium merupakan unsur yang mobil dalam tanaman dan akan selalu

ditranslokasikan dari bagian yang lebih tua ke bagian yang lebih muda, sehingga

gejala defesiensi Mg pertama terjadi kepada daun yang lebih tua. Pada beberapa

spesies defisiensi mengakibatkan khlorosis diantara tulang daun, sedangkan

tulang daun sendiri menjadi berwarna hijau. Pada tahap selanjutnya jaringan daun

menjadi kuning kemudian coklat dan nekrotik (mati) (Tisdale dan Nelson, 1975).

Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa ketersediaan

meagnesium dalam tanah dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg, perbandingn

dengan kation yang lain terutama kalsium dan kalium, serta tipe liat.

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman

Tembaga di alam umumnya terdapat dalam bentuk sulfida walaupun ada

juga bentuk-bentuk yang kurang stabil seperti karbonat dan sulfat. Bentuk sulfida

yang paling banyak adalah chalcopyrite atau (CuFeS2) dengan ikatan kovalen

yang kuat antara Chalcosite (Cu2S dan bornite (CuFeS4). Gejala defisiensi mulai

berkembang dari bagian yang muda dan menjalar ke bagian lain bila difesiensi

makin berat pada tanaman jagung yang biasanya muncul pada tanaman muda

yang berupa khlorosis pada daun yang paling muda dan pada tahap lebih lanjut

ujung daun menjadi sangat kuning mati dan menggulung sedangkan daun-daun

tua mengering dari ujung ke dasar daun melalui tepi seperti defisiensi kalium.

Pada tingkat yang sangat parah tanaman tertekan dan tidak menjadi matang

(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Page 23: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

2.2.7 Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman

Tanaman dapat mengambil unsur hara Zn dalam bentuk molekuler garam

kompleks organik seperti EDTA. Pemberian garam-garam Zn yang larut maupun

Zn kompleks melalui daun merupakan cara yang sering ditempuh untuk

kekurangan Zn (Leiwakabesy 1988).

Gejala defisiensi Zn bervariasi dari tanaman yang satu ke tanaman lainnya.

Gejala yang umum terjadi adalah ; a) timbulnya daerah-daerah berwarna hijau

muda, kuning atau putih diantara tulang daun terutama dan yang tua dibagian

bawah, b) jaringan tersebut diatas akan mati, c) ruas atau batang tanaman

memendek sehingga daun-daunnya memberikan bentuk roset, d) daun menjadi

kecil, sempit dan agak tebal. Bentuknya sering tidak sempurna, e) daun-daun lebih

cepat gugur, f) pertumbuhan akan tertekan, g) bentuk buah sering tidak sempurna

dan kecil atau tidak berubah sama sekali (Leiwakabesy 1988).

2.3. Analisis tanaman

Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh

pada bagian tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu dan

tingkat morfologi tertentu. Konsentrasi unsur ini biasanya dinyatakan dalam berat

kering (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Prinsip dasar dari analisis tanaman

adalah berdasrkan konsentrasi hara-hara dalam tanaman sebagai nilai dari seluruh

faktor yang mempengaruhinya (Aldrich, 1973).

Dalam analisis tanaman terdapat beberapa hal yang saling berkaitan,

misalnya hubungan antara : produksi dan konsentrasi hara, konsentrasi hara dan

varietas, dan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Beberapa tujuan dilakukan

analisis tanaman antara lain: mendiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala yang

terlihat, mengetahui kekurangan unsur hara sedini mungkin, mengidentifikasi

masalah yang terselubung, menunjukan hara yang dapat diserap tanaman,

mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara, sebagai alat pembantu

untuk mengatasi masalah (Aldrich, 1973).

Analisis tanaman perananya semakin meningakat dalam perkembangan

tekhnologi ekonomi produksi pertanian. Penggunaan konsep analisis tanaman

sudah relatif tua. Tapi pembaharuan dan aktivitasnya meningkat cepat pada akhir-

akhir ini. Hal ini merupakan bagian kemajuan yang nyata atau sejalan dengan

Page 24: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

perkembangan penggunaan AAS, ICP, dan peralatan lainnya. Disamping itu

sumbangan dari semakin banyakanya referensi standar dari para peneliti untuk

interpretasi hasil analisis tanaman membantu dalam analisis tanaman, interpretasi

dengan menggunakan metode yang lebih maju dengan DRIS juga menjadikan

perkembangan analisis lebih menggairahkan. Ini sudah menjadi tuntutan

tekhnologi yang lebih canggih dalam peningkatan produksi pertanian dalam era

pertanian yang lebih efisien dan dikembangkan. (Aldrich, 1973).

2.4. Serapan hara tanaman

Serapan hara oleh tanaman sangat bervariasi tergantung pada jenis

tanaman, varietas dan kondisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman,

misalnya : kesuburan tanah, kelembaban tanah, aerasi, tekstur, struktur tanah,

penempatan pupuk dan pengaruh penyakit akar (Nelson, 1976).

Selanjutnya Brady (1974) menambahkan bahwa serapan unsur hara tidak

hanya tergantung pada ketersediaan unsur hara dalam tanah, tetapi ditentukan juga

oleh kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan kecepatan serapan hara oleh

permukaan akar (Brady 1974).

Millar (1955) mengemukakan tujuh faktor yang berpengaruh tehadap

serapan hara oleh tanaman. Ketujuh faktor tersebut diantaranya : 1) jenis tanaman,

2) pengaruh hara lain atau antagonis, 3) perbedaan konsenterasi garam dalam

jaringan akar dengan lingkungan luar, 4) aerasi dan respirasi tanaman, 5)

ketersediaan hara dalam tanah, 6) pemupukan dan 7) tingkat kejenuhan larutan

tanah. Akar tanaman memperoleh unsur hara dari berbagai sumber antara lain

dari larutan tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, mineral dan bahan organik

terlapuk (Tisdale, et al.1985).

Mekanisme intersepsi akar sebenarnya merupakan pertukaran secara

langsung antara hara dengan akar. Dengan demikian semakin banyak akar yang

bersentuhan dengan hara, maka akan semakin banyak hara yang tersedia.

Intersepsi akar dipengaruhi oleh sistem perakaran dan konsentrasi unsur hara pada

daerah perakaran (Leiwakabessy, 1988).

Aliran masa terjadi apabila terjadi perbedaan potensial hidrostatik.

Pergerakan unsur hara dalam aliran masa yaitu pergerakan dari larutan yang

Page 25: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

berpotensial hidrostatik yang lebih tinggi ke potensial hidrostatik yang lebih

rendah (Soepardi, 1983).

Hara masuk kedalam akar melalui pertukaran difusi dan pergerakan

senyawa carrier (Tisdale, et al. 1985).

Akar tanaman mempunyai kompleks pertukaran ion seperti halnya pada

tanah. Kemapuan tanaman mendapatkan hara dalam tanah tergantung pada pola

perkembangan akar dan kedalaman akar (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara

Adanya sejumlah unsur hara tertentu yang penting dalam pertumbuhan

tanaman telah dibuktikan oleh para ahli fisiologi tanaman. Penilaian hasil analisis

atau nilai kritis, pendekatan regresi ganda, dan metode DRIS (Diagnosis and

Rekomendation Integrated System) (Widjaya Adhi, 1993).

Pengertian dari batas kritis hara juga mencakup keadaan difisiensi hara

pada pertumbuhan maksimum, konsentrasi dimana pertumbuhan tanaman

menurun dan jumlah hara terkecil dalam tanaman untuk menghasilkan produksi

tinggi (Tisdale et al. 1985).

Kurva produksi bersifat sigmoid dengan kenaikan pemberian hara, tetapi

hubungan dengan konsentrasi hara perubahannya relatif kecil. Bila produksi

dihubungkan dengan kadar hara terlihat bahwa perubahan kadar hara yang sedikit

saja telah menyebabkan produksi naik lebih tinggi (Leiwakbessy dan Sutandi,

1988).

Metode yang dipakai adalah dengan membandingkan status hara tanaman

yang diteliti dengan tabel referensi. Apabila konsentrasi hara lebih rendah dari

tabel referensi yang dipakai maka hal tersebut dapat menyebabkan penurunan

pertumbuhan tanaman, penurunan produksi secara kualitas dan kuantitas. Pada

dasarnya metode ini hanya dapat menunjukan jenis defisiensi dalam satu kali

pengamatan (Ulrich dan Hills, 1973)

Ulrich dan Hills (1967) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)

menetapkan batas kritis pada pusat daerah transisi atau titik sebelum terjadi

penurunan produksi atau perumbuhan umumnya dipakai titik belok 5-10 % dari

pertumbuhan atau produksi maksimum.

Page 26: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 1. Pengaruh Suplai Hara terhadap Produksi dan Kadar Hara (Leiwakabessy dan Sutandy, 2004) Gambar 1. menunjukan bahwa kenaikan pemberian hara menghasilkan

kurva produksi yang bersifat tidak linear, sedangkan pengaruhnya terhadap

konsentrasi hara menghasilkan perubahan relatif kecil. Bila produksi dihubungkan

dengan kadar hara terlihat jelas bahwa perubahan kadar hara sedikit saja akan

menyebabkan produksi meningkat lebih tinggi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Standar baku untuk batas kritis hara tanaman umumnya sudah banyak

dibuat. Kelemahan metode ini terletak pada variasi kadar hara dengan umur, oleh

karena itu, Summer (1979) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyarankan

agar dilakukan : a) pembuatan batas kritis pada berbagai umur tanaman, atau b)

koreksi terhadap kadar hara sejalan dengan peningkatan berat kering dan umur

tanaman, atau c) pembuatan batas kritis menjadi suatu kisaran , misal kisaran

kecukupan hara. Selanjutnya Muson dan Nelson (1973) serta Dow Robert (1982)

dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) juga mengusulkan batas kritis berupa

suatu kisaran yang dihubungkan dengan umur tanaman.

Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang

pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman. Namun sekarang

orang lebih banyak menggunakan kisaran kecukupan hara. Interpretasi kisaran

Page 27: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

kecukupan hara diperoleh dari hubungan antara produksi atau pertumbuhan

tanaman dengan kadar hara (Gambar 2) (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Gambar 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Lengkungan pada Gambar 2 menggambarkan hubungan produksi dengan

kadar hara makro dalam daun tanaman. Bentuk C pada gambar 2 disebut dengan

Steenbjerg effect, yang merupakan hasil kombinasi dari kadar hara dengan

pengurangan berat kering. Kesalahan interpretasi mungkin terjadi apabila kurang

memahami hubungan interaksi kadar hara dengan berat kering.

Identifikasi tingkat kelebihan dan keracunan hara esensial menjadi sama

pentingnya dengan identifikasi tingkat defisiensi, namun sangat sedikit informasi

yang detail tentang kisaran kadar hara penuh dari tingkat kurang sampai ketingkat

keracunan. Penetapan kisaran kecukupan hara kebanyakan tidak berasal dari range

kadar hara mulai dari defisiensi sampai keracunan, tetapi dikembangkan dari

kisaran rendah, cukup dan tinggi. Kisaran rendah umumnya mendekati atau sama

dengan batas kritis, sedangkan kisaran tinggi berasal dari kadar hara diatas

normal, dimana kisaran cukup berada diantaranya (Jones, et al. 1991).

Page 28: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

2.6. Metode Garis Batas (Boundary Line Methods)

Tahap pertama dalam metode garis batas adalah penetapan standar. Satu

set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara diplot

ke dalam diagram sebaran seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram Sebar Hubungan Produksi Dengan Kadar Hara N daun (Walworth dan Sumner, 1987) Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang

optimal,yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada

kelompok produksi rendah. Keadaan ini diilustrasikan pada gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Respon tanaman terhadap faktor pembatas (Walworth dan Sumner, 1987)

Page 29: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Dari gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi

produksi pada tingkat rendah, kemudian semakin dikurangi faktor pembatas

tersebut maka produksi bertambah tinggi (Walworth dan Sumner, 1987)

Boundary line methods adalah metode garis batas, dimana garis

membungkus diagram sebar hubungan antara produksi dan kadar hara. Garis

tersebut membatasi data aktual,sehingga sangat kecil peluangnya akan

ditemukannya data yang terletak di luar garis pembungkus tersebut. Garis batas

ini terdapat dibagian batas sebelah kiri dan kanan sebaran data, serta mengerucut

keatas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi semakin kecil selang

kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin tinggi kadar

hara semakin tinggi produksi sampai tingkat tertentu. Kemudian produksi turun

kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat

bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum

yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan tertentu yang dapat

ditentukan (Walworth, et al. 1987)

Page 30: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Perkebunan kelapa sawit dengan nama kebun di

antaranya adalah : Agritasari Prima, Banyu Bening Utama, Johan Santosa, Palma

1, Palma 2, Patiware, Wawasan Kebun Nusantara (WKN), Wirata Daya Bangun

Persada 1 (Wirata1), Wirata Daya Bangun Persada 2 (Wirata 2), Ledo Lestari,

Ceria Prima 2, dan Ceria Prima 3 yang tersebar dipropinsi Kalimantan Barat dan

Riau. Penelitian dilakukan pada akhir November 2007 sampai Mei 2008 dengan

cara mengambil contoh daun dan pelepah kelapa sawit belum menghasilkan

(TBM). Penanganan, persiapan dan analisis contoh daun dan pelepah kelapa sawit

dilakukan di laboratorium Tanah dan Sumberdaya Lahan , Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh daun

kelapa sawit serta bahan-bahan kimia untuk analisis jaringan tanaman di

laboratorium seperti HNO3, HCl, HClO4, H2SO4 pekat, NaOH dan air destilata.

Alat yang digunakan selama pengambilan contoh tanaman adalah gunting

pengambil contoh dan perlengkapanya, meteran, kantong contoh, timbangan,

peralatan tulis, dan golok. Peralatan yang digunakan dalam analisis tanaman

adalah oven, dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis daun tanaman

sawit.

3.3. Metode penelitian

3.3.1 Pengamatan pertumbuhan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan

kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum menghasilkan (TBM). Variabel

pertumbuhan yang diamati adalah: panjang pelepah, luas daun dan jumlah

pelepah.

Page 31: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman

Penelitian menggunakan metode survei, yaitu dengan cara pengambilan

sampel daun secara acak pada pelepah ke-3 dari 20 pohon dari setiap blok kebun.

Contoh daun diambil pada bagian ekor kadal pelepah ketiga dengan cara

mengambil sepasang daun pada bagian kanan dan kiri, contoh daun yang

digunakan untuk sempel adalah satu pertiga di bagian tengah dari sepasang daun

yang dibuang lidinya. Sampel daun yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam

kantong plastik dan diberikan label sesuai dengan kode blok kebun tempat

diambilnya sampel tersebut. Sampel daun yang telah diambil sesegera mungkin

dikeringkan dengan menggunakan alat pengering.

Jumlah total contoh daun yang diambil dari beberapa lokasi tersebut

adalah 286 sampel tanaman. Banyaknya jumlah contoh dimaksudkan untuk

memperkecil adanya variabilitas data.

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis

Contoh daun dibersihkan terlebih dahulu dari kontaminan (debu dan

tanah) dengan menggunakan kapas, tisu, dan aquades. Selanjutnya, contoh daun di

masukkan ke dalam oven pada suhu 60-65 derajat Celcius. Pengeringan dilakukan

untuk menghentikan reaksi enzimatik yang terjadi dalam daun, menurunkan berat

kering tanaman, dan menjaga berat konstan. Contoh daun yang telah kering

kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin penggiling guna mempercepat

penghancuran pada saat analisis dan menghomogenkan jumlah contoh daun.

Selanjutnya, contoh disimpan sampai dilakukan analisis jaringan tanaman.

Penyiapan dan penanganan contoh tanaman dilakukan dengan sangat hati-hati, hal

ini dimaksudan untuk meminimumkan terjadinya perubahan fisik dan kimia dari

sampel tersebut.

Page 32: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

3.3.4. Analisis jaringan tanaman

Metode analisis jaringan tanaman secara garis besar dapat dibagi ke dalam

dua tahap yaitu tahap destruksi dan tahap pengukuran. Tahap destruksi dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu pengabuan basah dan pengabuan kering. Pada

analisis ini menggunakan pengabuan basah dan tahapan pengukuran.

Prosedur pengabuan basah dilakukan dengan cara menimbang 0,2 gram

sample tanaman yang telah digiling dan dihomogenkan kemudian masukan

kedalam labu takar 50 ml. Sample tanaman yang telah dimasukan kedalam labu

takar kemudian diberi 5 ml HNO3 dan HClO4 pekat dengan perbandingan 2:1.

Diamkan selama satu malam, setelah itu panaskan di atas hot plate kurang lebih

satu jam sampai larut dan berubah warnanya menjadi cairan bening. Setelah

cairan diangkat kemudian dinginkan dan ditera dengan cara menambahkan

aquades, dan pindahkan ke dalam botol untuk diukur dengan menggunakan alat

seperti Spectrofotometer.

Tabel 1. Metode analisis tanaman yang digunakan adalah :

Jenis Analisis Ekstraksi Pengukuran

N Kjedhal, Titrasi P Pengabuan basah, Spectrofotometer K Pengabuan Basah, Flamefotometer Ca Pengabuan Basah, AAS Mg Pengabuan Basah, AAS Cu Pengabuan Basah, AAS Zn Pengabuan Basah, AAS

3.3.5. Pengolahan data dan Penetapan Kisaran Kecukupan Hara

Penetapan kisaran hara dilakukan dengan cara melihat sebaran kadar hara

tertinggi dan terendah hubungannya dengan umur tanaman. Penetapan ini

diperoleh berdasarkan rata-rata % kadar hara dengan standar deviasi pada umur

tanaman tertentu yang sebelumnya dilakukan peneraan telebih dahulu. Peneraan

dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh umur tanaman.

Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk menetapkan kisaran

kecukupan hara adalah panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah. Karena

Page 33: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

umur tanaman bervariasi, maka terlebih dahulu dilakukan peneraan umur tanaman

dengan menggunakan persamaan :

Yti = � + (Yi-Ýi)

Keterangan :

Yti = parameter pertumbuhan contoh ke i (tera).

Yi= parameter pertumbuhan contoh ke i.

� = Rataan umum contoh.

Ýi = Dugaan parameter pertumbuhan dari persamaan.

Pemilihan parameter terbaik dilakukan dengan cara membandingkan

diagram sebar hubungan kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dengan

parameter pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah. Dari

ketiga parameter pertumbuhan tersebut, dipilih parameter yang terbaik sebarannya

didasrkan pada bentuk digram yang mengerucut ke atas (skewxess).

Selang kecukupan hara diperoleh dari kalibrasi kadar hara tanaman kelapa

sawit belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan sekat pertumbuhan.

Dalam kalibrasi ini, data pertumbuhan yang digunakan adalah 20 % dari 286

contoh tanaman yang digunakan. Sekat produksi membagi dua kelompok yaitu

pertumbuhan tinggi dan rendah. Nilai selang kecukupan hara diperoleh dari

perpotongan garis sekat produksi dengan garis batas. Garis batas dibuat dari titik-

titik terluar sehingga garis yang dihasilkan sebagai garis yang menghubungkan

data. Gars tersebut memisahkan antara data yang real dan non real (data pencilan),

sehingga sangat kecil peluang ditemukan diluar garis tersebut. Model atau

persamaan garis batas dipilih yang paling sesuai dengan titik terluar, yaitu dipilih

dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang paling besar.

Nilai kisraran kecukupan harahasil kalibrasi, kemudian dibandingkan

dengan tabel referensi kisaran keckupan hara yang telah ada. Hal ini dimaksudkan

untuk mengetahi apakah selang kecukupan hara hasil kalibrasi yang kita tetapkan

lebih lebar atau lebih sempit dari tabel referensi kisaran kecukupan yang

digunakan.

Page 34: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman merupakan resultan dari proses katabolisme dan

anabolisme yang dilakukan oleh tanaman. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh

beberapa faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini sangat menentukan

kondisi hara tanaman. Keterkaitan dan keefektifan suatu faktor tumbuh selalu

tergantung pada proporsi, intensitas, dan kualitas faktor tumbuh lain yang aktif

pada saat itu. Dengan demikian, kadar hara yang terkandung dalam tanaman

tergantung dari interaksi faktor-faktor tumbuh di atas dalam mempengaruhi

pertumbuhan tanaman.

Dalam penentuan kisaran kecukupan hara tahapan-tahapan yang perlu

dilakukan diantaranya adalah dengan melihat hubungan umur dengan variabel

pertumbuhan dalam rangka menghilangkan pengaruh umur pada variabel yang

diamati. Berdaraskan variabel pertumbuhan yang telah ditera, maka dilakukan

pemilhan variabel yang sesuai dengan kriteria yaitu sebaran titik-titiknya lebih

terpusat dan mengerucut keatas. Selanjutnya untuk penentuan kisaran kecukupan

hara dilakukan dengan cara membandingkan hasil kalibrasi kadar hara dengan

standar.

4.1 Hubungan Umur dengan Variabel Pertumbuhan

Variabel yang digunakan pada pengamatan ini adalah panjang pelepah,

luas daun dan jumlah pelepah yang sebelumnya dilakukan peneraan.

Peneraan dilakukan dengan meluruskan garis persamaan regresi antara

variabel panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah (y) dengan umur tanaman

sejajar dengan garis x. Garis peneraan ini merupakan rataan total dari populasi

data secara keseluruhan. Dengan demikian pertumbuhan atau produksi tidak lagi

dipengaruhi oleh umur tanaman. Gambar diagram hubungan antara variabel

pertumbuhan panjang pelepah dengan umur tanaman disajikan pada gambar

5,sedangkan hasil peneraannya dapat dilihat pada gambar 6. Gamabr diagram

hubungan variabel pertumbuhan luas daun dengan umur tanaman disajikan pada

gambar 8, dan peneraannya disajikan pada gambar 9, sedangkan untuk gambar

diagram hubungan variabel jumlah pelepah dengan umur tanaman disajikan pada

gambar 11 dan hasil peneraanya disajikan pada gambar 12.

Page 35: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Hubungan parameter pertumbuhan dengan umur tanaman (gambar 5,8 dan

11) ditunjukan dengan kurva persamaan regresi sebagai berikut : Hubungan umur

(x) dengan panjang pelepah (y) dipilih model terbaik dengan melihat koefisien

determinasi (R2) yang terbesar yaitu : Y = - 0,1101X2 + 9,8619 X + 34,171, R2

yang diperoleh adalah 0,656, hubungan umur (x) dengan luas daun (y) model

terbaiknya Y= -0,0005X2 + 0,089X -0,0668 dan R2 yang diperoleh adalah 0,5429,

sedangkan untuk hubungan umur (x) dengan variabel pertumbuhan jumlah

pelepah (y) model terbaiknya adalah Y = -0,0106 X2 +1,0657 X + 8,6071, R2 yang

didapat adalah : 0,5409. Sedangkan untuk persamaan dari hasil peneraan

ditunjukan oleh gambar (6,9 dan 12) .

Dengan melihat ketiga persamaan di atas, jelas bahwa setelah dilakukan

peneraan nilai R2 yang diperoleh adalah mendekati nol, atau dengan kata lain

umur dari masing-masing tanaman sudah tidak berpengaruh lagi. Dalam hal ini

umur tanaman sudah tidak lagi mempengaruhi penetapan kisaran kecukupan hara.

Berikut adalah gambar hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah,

luas daun, dan rataan jumlah pelepah.

Gambar 5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit

sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

y = -0.1101x2 + 9.8619x + 34.171

R2 = 0.655

0

50

100

150

200

250

300

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Umur

Panja

ng

Pele

pah

Page 36: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 6 Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman.

Gambar 7 Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.

Gambar 8 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

0

50

100

150

200

250

300

0 5 10 15 20

umur

pa

nja

ng

pe

lep

ah

te

ra

0

50

100

150

200

250

300

0 5 10 15 20

umur

pa

nja

ng

pe

lep

ah

te

ra

y = -0.0005x2 + 0.089x - 0.0668

R2 = 0.5429

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30

umur

lua

s d

au

n

Page 37: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 9. Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit

setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

Gambar 10. Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.

Gambar 11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30

umur

lua

s d

au

n

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30

umur

lua

s d

au

n

y = -0.0106x2 + 1.0657x + 8.6071

R2 = 0.5409

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 5 10 15 20

umur

jum

lah

pe

lep

ah

Page 38: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman.

.

Gambar 13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.

4.1. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik

Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik dilakukan dengan cara

membandingkan variabel pertumbuhan panjang pelepah dengan unsur nitrogen,

hubungan variabel pertumbuhan luas daun dengan unsur nitrogen dan variabel

pertumbuhan jumlah pelepah dengan unsur nitrogen.

Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik dilakukan berdasarkan pada teori

kisaran kecukupan hara yaitu bahwa kisaran kecukupan hara akan semakin baik

apabila sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut keatas, seperti yang

ditunjukan oleh model Farina (1980) dalam Walworth, et al, (1987).

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 5 10 15 20

umur

jum

lah

pe

lep

ah

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 5 10 15 20

umur

jum

lah

pe

lep

ah

Page 39: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Salah satu bentuk kekerucutan ini dapat dilihat pada gambar hubungan

antara kadar hara N dengan variabel pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan

jumlah pelepah.

Berikut ini adalah contoh grafik untuk mengetahui persamaan dalam

penentapan selang kecukupan kadar hara N dengan mengunakan variabel

pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah.

Gambar14. Hubungan kadar hara nitrogen dengan vaiabel pertumbuhan panjang

pelepah.

Gambar 15. Hubungan kadar hara nitrogen dengan variabel pertumbuhan luas daun.

y = 286.58Ln(x) + 39.585

R2 = 0.9118y = -323.32Ln(x) + 504.04

R2 = 0.9622

0

50

100

150

200

250

300

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

N

Panja

ng p

ele

pah

y = 0.5133x3.1389

R2 = 0.97 y = 0.1043x2 - 2.3838x + 7.5493

R2 = 0.9655

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3 4 5

N

Lu

as D

au

n T

era

an

Page 40: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 16. Hubungan kadar hara nitrogen dengan variabel pertumbuhan jumlah

pelepah.

Dengan melihat ketiga gambar tersebut terlihat jelas bahwa variabel

pertumbuhan luas daun merupakan variabel pertumbuhan paling baik, karena

sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut ke atas. Sesuai dengan prinsip

metode bondary line atau metode garis batas, sebaran data yang semakin

mengerucut ke atas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi, semakin

kecil selang kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin

tinggi kadar hara, semakin tinggi produksi tanaman sampai pada tingkat tertentu.

Produksi rendah terjadi bilamana kadar hara rendah, demikian pula produksi

rendah dapat terjadi pada satatus kadar hara tinggi. Pada kadar hara rendah bisa

disebabkan karena faktor pembatas serapan hara atau tertekan oleh hara lain yang

bersifat antagonis. Pada kadar hara tinggi bisa juga menekan hara lain dan

menjadikan antagonis dengan hara lainnya, sehingga produksinya menurun.

Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan

perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor

pertumbuhan yang dapat ditentukan.

Berikut ini adalah grafik hubungan sebaran hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan

Zn dengan variabel pertumbuhan luas daun

y = -5.2081x2 + 34.601x - 13.194

R2 = 0.7728

y = -3.5662x2 + 5.4897x + 40.908

R2 = 0.9617

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

N

jum

lah p

ele

pah

Page 41: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar17. Hubungan sebaran hara N dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 18. Hubungan sebaran hara P dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 19. Hubungan sebaran hara K dengan variabel pertumbuhan luas daun

y = 0.5133x3.1389

R2 = 0.97 y = 0.1043x2 - 2.3838x + 7.5493

R2 = 0.9655

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3 4 5

N

Lu

as D

au

n T

era

an

y = 4.3385Ln(x) + 12.163

R2 = 0.9921y = 0.0223x-2.6078

R2 = 0.9794

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

P

luas d

aun

y = -5.7416Ln(x) + 4.3899

R2 = 0.982

y = 5.675Ln(x) + 3.2211

R2 = 0.891

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

K

LUAS D

AUN T

ERAAN

Page 42: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 20. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 21. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun

Gambar 22. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun

y = 2.2289Ln(x) + 4.7317

R2 = 0.9631 y = 0.33x-3.6455

R2 = 0.7838

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Ca

LU

AS

DA

UN

TE

RA

AN

y = -0.1309x2 - 1.9372x + 3.9079

R2 = 0.908

y = 46.519x2.1068

R2 = 0.7681

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 0.5 1 1.5 2Mg

Luas D

aun T

era

an

y = 0.0108x2 - 0.5923x + 9.2638

R2 = 0.9946

y = 1.2014x0.3965

R2 = 0.8637

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 5 10 15 20 25 30

Cu

Lu

as

Da

un

Te

raa

n

Page 43: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Gambar 23. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun.

Dari gambar di atas kita bisa menghitung dan menetapkan kisaran

kecukupan hara dengan cara memproyeksikan titik potong antara garis batas

(bondary line) dengan sekat produksi adalah luas daun. Proyeksi atau titik potong

sekat pertumbuhan dengan garis batas sebelah kiri pada sumbu X merupakan

batas bawah dari kisaran kecukupan hara yang dinotasikan dengan X1, atau secara

matematik nilai X1 diperoleh dengan mendistribusikan sekat pertumbuhan luas

daun, ( �-m2) ) dengan persamaan garis sebelah kiri. Demikian pula dengan X2

merupakan batas atas kisaran kecukupan hara yang diperoleh dengan cara

mendistribusikan sekat perumbuhan luas daun dengan persamaan garis sebelah

kanan. Hasil perhitungan tersebut merupakan nilai kadar hara pada selang

defisiensi sampai berlebih. Nilai � X1 diperoleh dari persamaan merupakan nilai

kadar hara pada keadaan defisiensi, sedangkan � X2 merupakan nilai kadar hara

pada keadaan berlebih. Selang optimum dalam penentuan selang kecukupan hara

diperoleh dari selang nilai antara batas defisiensi sampai dengan nilai pada selang

hara berlebih.

y = 2019x-1.7794

R2 = 0.7899

y = 1.9811Ln(x) - 3.7187

R2 = 0.7986

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 20 40 60 80 100 120

Zn

Lu

as

Da

un

Te

ra

Page 44: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Berikut ini adalah tabel kisaran kecukupan hara dari hasil perhitungan untuk unsur hara N, P, K, Ca,Mg, Cu, dan Zn

Tabel 2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi

Unsur Hara (Satuan)

Status Hara

Kurang cukup Tinggi N (%) < 1,60 1,60-2,49 > 2.49

P (%) < 0,06 0,06-0,48 > 0,48

K (%) < 0,73 0,70-1,77 > 1,77

Ca (%) < 0,12 0,12-0,86 > 0,86

Mg (%) < 0,10 0,10-1,67 > 1,67

Cu (ppm) < 2,00 2,00-20,0 > 20,0

Zn (ppm) < 11,6 11,6-72,0 > 72,0

Tabel 3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi, optimum, dan berlebih.untuk tanaman muda (< 6 tahun)

Sumber: Von Uexkull (1992)

Tabel 2 merupakan tabel kadar kecukupan unsur hara dengan

menggunakan variabel pertumbuhan luas daun. Pada variabel pertumbuhan luas

daun selang kisaran kecukupan hara unsur nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi

jauh lebih lebar dibawah selang kisaran kecukupan hara kriteria menurut Von

Uexkull (1992). Nilai kadar hara unsur nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi adalah

<1,6 % pada keadan defisiensi, 1,6-2,49 % pada kondisi optimum dan > 2,49 %

pada kondisi berlebih, sedangkan pada tabel referensi nilai kadar hara N pada

kondisi defisiensi adalah <2,5 %, pada keadaan optimum 2,6-2,9 %, dan pada

keadaan berlebih kadar haranya adalah >3,1%. Dengan demikian, terlihat jelas

bahwa kadar hara nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi lebih rendah dibandingkan

dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992). Berbeda dengan unsur hara

Unsur Hara

Satuan

Defisiensi Optimum Berlebih

N % < 2,500 2,60-2,90 > 3,100

P % < 0,15 0,16-0,19 > 0,250

K % < 1,000 1,10-1,30 > 1,900

Mg % < 0,200 0,30-0,45 > 0,700

Ca % < 0,300 0,50-0,70 > 1,000

Cu ppm < 3,000 5,00-7,00 > 15,00

Zn ppm < 10,00 15,0-20,0 > 50,00

Page 45: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

nitrogen,nilai kadar kecukupan hara fosfor pada Tabel hasil kalibrasi justru lebih

tinggi dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992).

Pada kondisi defisisensi, nilai kadar hara fosfor adalah <0,06 %, pada

kondisi optimum adalah 0,06-0,48% dan pada kondisi berlebih adalah >0,48%.

Sedangkan nilai kadar hara fosfor menurut kriteria Von Uexkull (1992) pada

kondisi defisiensi adalah <0,15%, pada kondisi optimum kadar haranya adalah

0,016-0,19%, dan pada kondisi berlebih kadar haranya adalah > 0,25%. Unsur

hara kalsium pada Tabel hasil kalibrasi lebih rendah dibandingkan dengan kriteria

menurut Von Uexkull (1992), sedangkan unsur hara kalium selang kecukupan

haranya lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992).

Unsur hara Mg pada Tabel hasil kalibrasi memiliki selang kecukupan hara

yang lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull(1992). Hal ini dapat

dilihat pada kondisi defisiensi kadar hara pada Tabel hasil kalibrasi lebih kecil

yaitu <0,1% dan nilai kadar hara Mg pada kriteria menurut Von Uexkull(1992)

adalah <0,2%, tetapi pada kondisi berlebih nilai kisaran kecukupan hara Mg pada

Tabel hasil kalibrasi lebih besar yaitu >1,67%, sedangkan pada kriteria menurut

Von Uexkull (1992) nilai kadar hara Mg pada kondisi berlebih adalah >0.7%

Seperti halnya unsur hara Mg, unsur hara Cu pada Tabel hasil kalibrasi

memiliki selang kecukupan hara yang lebih lebar dibandingkan dengan kriteria

menurut Von Uexkull (1992). Hal ini dapat dilihat pada kondisi defisiensi nilai

kadar haranya lebih rendah yaitu < 2 ppm dan nilai kadar hara pada kriteria

menurut Von Uexkull (1992) adalah <3 ppm, sedangkan pada kondisi berlebih

nilai kadar hara Cu pada Tabel hasil kalibrasi lebih tinggi yaitu > 20 ppm, dan

pada kriteria menurut Von Uexkull (1992) adalah >15 ppm.

Unsur hara Zn pada Tabel hasil kalibrasi memiliki selang kecukupan hara

yang lebih lebar dibandingkan dengan selang kecukupan hara Zn kriteria menurut

Von Uexkull (1992). Nilai kadar hara Tabel hasil kalibrasi pada kondisi defisiensi

adalah 11,6 ppm, pada kondisi optimum adalah 11,6-72,0 ppm, dan pada kondisi

berlebih adalah >72 ppm, sedangkan pada kriteria menurut Von Uexkull (1992),

nilai kadar hara pada kondisi defisiensi adalah <10 ppm, pada kondisi optimum

adalah 15-20 ppm, sedangkan pada kondisi berlebih adalah >50 ppm.

Page 46: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Selain dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull, selang

kecukupan hara hasil kalibrasi juga dibandingkan dengan referensi lain seperti

kriteria kecukupan hara tanaman sawit belum menghasilkan menurut kriteria

John, Jr. et al. (1991)

Tabel 4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM)

Unsur Hara Kecukupan Hara (TBM)

N 2,80-3,00

P 0,19-0,21

K 1,50-1,80

Ca 0,30-0,50

Mg 0.30-0.35 Cu - Zn -

Sumber Plant Analysis Hand Book (J.Benton Jones, Jr Benjamin Wolf dan Harry A. Mills )

Mengacu pada referensi standar (Tabel 4), unsur hara N pada Tabel 2

memiliki kisaran kecukupan hara lebih lebar di bawah kisaran kecukupan hara

pada tabel 4 (referensi), ini artinya kecukupan hara N jauh lebih rendah

diabndingkan dengan kriteria kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al.

(1991)

Selang kecukupan hara P, K, Ca, dan Mg pada Tabel 2 lebih lebar

dibandingkan dengan kecukupan hara pada Tabel 4, ini artinya kecukupan hara P,

K, Ca dan Mg berada diatas kriteria kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et

al. (1991)

Dengan melihat perbandingan selang kecukupan hara pada Tabel 2

dengan kriteria kecukupan menurut kriteria John, Jr. et al. (1991), dapat dikatakan

bahwa kecukupan hara tanaman kelapa sawit hasil kalibrasi pada umumnya

terbilang cukup baik, hal ini dapat dlihat pada selang kecukupan hara tabel 2

berada diatas kriteria selang kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al.

(1991), kecuali unsur hara N. Kekurangan unsur hara N ini diduga karena

mobilitasnya tinggi atau dosis yang berikan belum mencukupi untuk mencapai

produksi yang optimum

Page 47: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa

sawit (Elaeis guineensis) belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan

sekat perumbuhan tanaman terbaik adalah sebagai berikut :

a. Selang kecukupan hara K, P, Mg, Cu dan Zn pada Tabel hasil kalibrasi

lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan

Tabel kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al. (1991) .

b. Selang kisaran kecukupan unsur hara nitrogen pada Tabel hasil kaibrasi

berada dibawah tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von

Uexkull (1992) dan kriteria menurut John, Jr. et al. (1991) Selang

kisaran kecukupan hara dan Ca pada Tabel hasil kalibrasi lebih sempit

dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992)

c. Selang kecukupan hara Ca pada Tabel hasil kalibrasi lebih lebar

daripada kritera kriteria menurut Von Uexkull (1992).

5.2. Saran

Saran yang diberikan penulis antara lain adalah:

1. Sebaiknya perlu dilakukannya lagi penelitian lanjutan.

Page 48: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, S.R. 1973. Plant Analysis : Problem and opportunities. In L.M.Walsh, and J.D. Beaton (eds). Soil Testing and Plant Analysis. Soil Sci. Soc. Am.Madison, WI. Pp. 213-221.

Brady, N .C. 1974. The Nature and Properties of Soils. 8 th ed. McMillan Publ.

Co, Inc. New York Jonnes JB Jr, B Wolf dan HA Mills. 1991. Plant Analysis Hand Book; A Practical

sampling, preparation, analysis and interpretation guide. Micro-macro Publishing, Inc. New York.

Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Departemen

Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan.

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2005. Diktat Kuliah Kesuburan

Tanah, Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia.

Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Bandar Kula, Pemantang Siantar. 435 hal.

Millar, C. E. 1955. Soil Fertility. John Wiley and Sons, Inc., New York. Nelson, L.B 1976. The Mineral Nutrition of Corn as Related to Its Growth and

Culture. Advanced in Agronomy. Academic Press Inc. New York. Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Soepardi , G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu- Ilmu Tanah, Fakultas

Pertanian, IPB. Bogor. Tisdale, S.L., W.L. Nelson dan J.D.Benton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. .

Macmillan Publ. Co.Inc. New York. Ulrich , and F. J. Hills . 1973. Plant Analysis as an aid in Fertilizing sugar corp :

Part I. Sugar Beets. In leo M. Walsh and James D. Beaston (Eds) Soil Testing and Plant Analysis (Reviced Ed). Soil Sci. Soc. Am, Inc., Madison, WI . PP. 271-288.

Page 49: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Von Uexkull, “Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.)”, p.245-253, In W. Wichmann (Ed), IFA World Fertilizer Use Manual, http:// www.fertilizer. Org, 1992.

Walworth, J. L., dan M. E. Sumner. 1987. The Diagnosis and Recommendation

Integretid System (DRIS). Adv. Soil. Sci 6 : 149-188. Widjaya Adhi , I . P . G . 1993 . Konsep Pengelolaan Hara Tanaman berdasarkan

Uji Tanah dan A nalysis Tanaman. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat . Bogor .

Page 50: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

LAMPIRAN

Page 51: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

No Kebun kode blok

kebun Umur

(bulan) Rataan

Luas Daun BK

Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn %

1 Agrita Sari Prima E1 6 0.60 32 1.94 0.12 0.98 0.36 0.23 7.23 16.87

2 Agrita Sari Prima E 52 24 1.13 150 2.05 0.1 0.95 0.53 0.24 7.4 32.08

3 Agrita Sari Prima E 46 12 0.76 150 1.94 0.1 0.85 0.61 0.32 14.81 34.57

4 Banyu Bening Utama M 46 31 1.81 261 2.53 0.17 1.84 0.69 0.32 9.55 29.33

5 Banyu Bening Utama M 45 31 1.98 234 1.86 0.13 0.99 0.57 0.38 7.34 24.47

6 Banyu Bening Utama M 43 31 2.01 275 1.6 0.12 1.1 0.41 0.22 4.87 34.06

7 Banyu Bening Utama M 41 31 1.46 160 1.78 0.14 1.08 0.3 0.26 7.43 17.33

8 Banyu Bening Utama M 39 31 1.95 181 1.61 0.1 1.22 0.36 0.23 7.31 46.32

9 Banyu Bening Utama M 37 29 1.57 159 1.61 0.14 1.31 0.59 0.33 10 21.88

10 Banyu Bening Utama L-44 31 1.95 349 2.09 0.15 1.16 0.42 0.26 2.45 31.86

11 Banyu Bening Utama L 42 31 2.14 317 2.02 0.1 1.2 0.58 0.38 9.62 40.53

12 Banyu Bening Utama L 40 31 2.87 469 1.85 0.13 1.21 0.43 0.29 4.89 17.1

13 Banyu Bening Utama L 38 30 2.29 383 1.88 0.18 1.15 0.45 0.32 4.82 33.72

14 Banyu Bening Utama L 29 30 2.46 267 1.97 0.13 1.27 0.42 0.29 10 19.85

15 Banyu Bening Utama L 27 30 2.54 700 2.07 0.13 1.3 0.58 0.32 9.85 41.85

16 Banyu Bening Utama L 20 30 3.09 399 2.24 0.12 1.31 0.47 0.31 6.92 29.81

17 Banyu Bening Utama L 18 29 2.41 571 2.09 0.15 1.2 0.53 0.32 6.32 30.5

18 Banyu Bening Utama K 45 32 2.20 204 1.96 0.15 1.38 0.36 0.25 9.78 27.12

19 Banyu Bening Utama K 43 31 2.25 381 1.9 0.15 1.4 0.42 0.28 9.66 31.4

20 Banyu Bening Utama K 41 31 1.69 215 1.88 0.12 1.23 0.52 0.4 4.97 32.29

21 Banyu Bening Utama K 37 31 1.93 365 2.07 0.12 1.49 0.35 0.28 8.96 21.57

22 Banyu Bening Utama K 32 31 1.90 284 2.22 0.14 1.3 0.41 0.3 9.56 35.41

23 Banyu Bening Utama K 30 31 1.99 391 2.09 0.11 1.19 0.73 0.34 7.4 32.05

24 Banyu Bening Utama K 28 31 1.99 398 1.99 0.13 1.1 0.39 0.26 7.29 27.45

25 Banyu Bening Utama K 26 30 2.04 333 2.04 0.16 1.25 0.43 0.3 7.95 22.19

26 Banyu Bening Utama K 24 30 2.04 396 2.27 0.16 1.26 0.62 0.44 7.25 39.14

27 Banyu Bening Utama K 22 30 2.25 541 2.34 0.12 1.28 0.41 0.34 14.43 40.51

28 Johan Santosa I 9 30 3.76 625 1.56 0.1 1.09 0.39 0.22 4.97 17.4

29 Johan Santosa I 7 30 4.90 748 1.9 0.14 1.11 0.55 0.31 12.36 44.49

30 Johan Santosa I 5 30 2.93 323 1.48 0.09 1.02 0.61 0.32 9.69 33.93

31 Johan Santosa I 3 30 2.63 322 1.87 0.12 1.22 0.58 0.37 7.91 36.28

32 Johan Santosa I 16 30 3.50 406 2.17 0.12 1.13 0.41 0.28 9.87 24.67

33 Johan Santosa I 15 30 2.07 580 2.85 0.19 1.2 0.65 0.4 14.92 44.75

34 Johan Santosa I 14 30 3.35 697 1.99 0.13 1.06 0.42 0.26 9.76 43.9

Page 52: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

No Kebun

kode blok kebun

Umur (bulan)

Rataan Luas Daun

BK Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn %

35 Johan Santosa I 13 30 2.60 509 2.72 0.2 1.18 0.69 0.35 14.33 24.33

36 Johan Santosa I 1-2 30 4.08 615 2 0.12 0.93 0.56 0.31 14.42 21.63

37 Palma 1 V 80 6 0.68 89 2.73 0.16 1.62 0.5 0.31 9.26 33.49

38 Palma 1 T 79 10 0.95 92 2.63 0.12 1.33 0.49 0.27 4.29 32.39

39 Palma 1 T75 10 2.05 154 1.83 0.1 1.4 0.56 0.3 7.47 31.54

40 Palma 1 T71 10 0.94 152 2.8 0.18 1.32 0.59 0.31 6.94 22.09

41 Palma 1 T74 13 0.77 60 2.44 0.21 1.7 0.69 0.27 7.4 34.55

42 Palma 2 Y 79 3 0.27 42 1.96 0.16 1.13 0.65 0.36 4.88 31.72

43 Palma 2 X 78 4 0.67 104 1.82 0.12 1.11 0.49 0.28 6.75 40.69

44 Palma 2 W 83/ 2 3 0.38 40 1.54 0.11 1.18 0.47 0.28 7.3 31.63

45 Palma 2 W 79/ 2 7 0.67 92 2.21 0.11 0.95 0.27 0.24 7.23 21.7

46 Palma 2 V 87/ 2 6 0.34 38 1.9 0.11 1.16 0.54 0.23 2 41.77

47 Palma 2 V 84/ 2 4 0.35 43 1.8 0.13 1.02 0.44 0.29 4 26.54

48 Palma 2 U 78/2 6 0.87 58 2.65 0.14 1.16 0.52 0.36 8.46 36.48

49 Palma 2 U74/2 6 0.36 38 2.43 0.11 1.04 0.54 0.31 6 38.87

50 Patiware H- 52 10 0.78 89 2.34 0.15 0.8 0.42 0.28 4.97 32.32

51 Patiware G 54 12 0.96 114 1.71 0.13 1.18 0.58 0.32 12.36 37.07

52 Patiware G 51 10 0.90 156 2.39 0.13 1.2 0.48 0.3 14.66 31.75

53 Patiware F 65 10 0.99 161 2.21 0.15 1.14 0.56 0.34 7.37 22.1

54 Patiware E 53 11 0.42 32 1.72 0.11 0.91 0.39 0.27 14.37 35.94

55 Patiware E 45 9 0.51 111 2.15 0.2 1.05 0.55 0.37 12.1 29.04

56 Patiware E 43 11 0.38 22 2.95 0.19 1.14 0.36 0.41 9.94 47.22

57 Patiware F 44 10 0.49 40 2.73 0.16 0.81 0.41 0.27 4.98 19.96

58 Patiware F 71 12 0.97 47 2.1 0.11 0.82 0.42 0.27 7.43 34.67

59 Patiware F 62 24 1.27 49 2.29 0.15 1.26 0.49 0.35 9.86 40.29

60 Patiware F 55 10 0.84 30 1.75 0.13 1.08 0.57 0.42 9.64 19.28

61 Patiware F 52 11 0.53 21 2.44 0.14 0.94 0.43 0.28 12.41 32.26

62 Patiware B 44 10 0.38 36 2 0.16 1.06 0.46 0.3 4.93 29.6

63 Patiware A 45 8 0.43 39 1.94 0.1 1.17 0.42 0.27 2.39 26.32

64 WKN 2 A 11 1.92 183 1.95 0.11 1.06 0.48 0.26 9.95 40.83

65 WKN L 9 10 1.52 189 1.77 0.1 1.06 0.34 0.22 12.2 21.95

66 WKN L 7 28 1.98 251 1.83 0.12 0.79 0.4 0.25 14.73 31.57

67 WKN K 9 10 2.07 208 1.9 0.1 0.98 0.32 0.23 9.8 22.06

68 WKN K 8 24 0.95 96 2.02 0.1 1.02 0.43 0.3 12.03 30.06

69 WKN 3 C 11 1.43 143 2.05 0.1 1.04 0.5 0.32 6.84 35.7

70 WKN J 12 10 1.78 264 2.29 0.13 0.96 0.43 0.22 12.01 21.62

71 WKN H 7 16 1.57 283 1.76 0.11 0.9 0.3 0.2 7.5 24.99

72 WKN D 8 36 1.06 175 2.61 0.15 1.03 0.47 0.28 12.22 36.67

73 WKN D 5 36 1.05 200 1.92 0.13 1.23 0.38 0.24 12.17 38.95

74 WKN D 12 10 0.74 72 1.86 0.11 1.3 0.45 0.22 12.07 24.13

75 WKN F5 11 1.21 44 2.29 0.14 0.98 0.56 0.3 7.81 34.55

Page 53: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

No Kebun kode blok

kebun Umur

(bulan) Rataan

Luas Daun BK

Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn %

76 WKN K 3 11 0.96 40 1.95 0.11 1.24 0.53 0.38 9.72 19.45

77 WKN I 5 11 2.41 219 2.32 0.11 0.94 0.47 0.3 7.38 32.18

78 WKN E 10 12 1.62 63 1.9 0.11 1.1 0.34 0.25 9.78 19.56

79 WKN E 7 36 1.01 68 2.16 0.15 1.18 0.51 0.39 9.9 42.08

80 WKN K 5 12 2.68 141 2.12 0.11 0.8 0.46 0.28 8.16 37.11

81 WKN J 5 11 2.20 107 1.78 0.11 1.19 0.42 0.3 9.95 27.4

82 Wirata 2 C23 10 0.8 16.22 1.96 0.16 0.81 0.35 0.86 1.98 35.71

83 Wirata 2 E-10 6 0.9 14.64 3.08 0.23 1.67 0.29 0.4 0.71 22.23

84 Wirata 2 E-16 8 0.7 16.87 2.2 0.23 1.42 0.37 0.46 1.89 16.79

85 Wirata 2 D-6 8 0.7 8.19 2.22 0.25 1.54 0.29 0.46 2.1 16.56

86 Wirata 2 C-11 6 0.4 14.90 2.36 0.21 1.21 0.27 0.68 1.98 28.57

87 Wirata 2 C-9 7 0.5 19.51 1.93 0.18 0.88 0.31 0.84 7.14 42.86

88 Wirata 2 E-17 8 0.5 18.32 1.71 0.18 1.49 0.35 0.43 1.65 14.66

89 Wirata 2 E-14 8 0.5 9.93 2.38 0.18 1.42 0.43 0.44 2.12 14.19

90 Wirata 2 C-13 6 0.4 7.57 2.09 0.19 1.04 0.20 0.68 1.78 28.57

91 Wirata 2 E-12 6 0.4 21.07 2.78 0.19 1.33 0.27 0.24 1.18 16.56

92 Wirata 2 E-11 6 0.3 16.35 3.24 0.21 1.23 0.25 0.32 0.47 17.5

93 Wirata 2 D42 12 0.6 28.70 1.96 0.16 1.08 0.56 0.32 0.95 15.37

94 Wirata 2 D-14 8 0.4 10.35 1.87 0.24 1.52 0.24 0.36 3.1 18.93

95 Wirata 2 C-14 5 0.3 12.17 2.07 0.23 1.18 0.32 0.72 7.15 39.28

96 Wirata 2 D-16 9 0.4 13.88 1.78 0.22 1.55 0.3 0.51 2.51 20.08

97 Wirata 2 D44 12 0.5 18.81 2.29 0.18 1.11 0.61 0.45 1.89 21.29

98 Wirata 2 D-18 7 0.3 7.58 1.86 0.26 1.42 0.31 0.44 25 20

99 Wirata 2 E-7 11 0.4 18.85 2.96 0.29 1.43 0.25 0.36 14.87 27.5

100 Wirata 2 D2 12 0.2

101 Wirata 1 E24 12 0.8 5.79 2.63 0.16 1.38 0.31 0.38 4.5 24.13

102 Wirata 1 D20 10 0.7 12.10 2.69 0.26 1.52 0.36 0.44 3.15 21.29

103 Wirata 1 C33 12 0.8 9.49 2.79 0.19 1.04 0.55 1.00 1.78 36.15

104 Wirata 1 E22 11 0.7 10.56 2.77 0.17 1.4 0.32 0.52 1.25 24.13

105 Wirata 1 C28 10 0.6 12.00 2.51 0.16 0.91 0.27 0.84 23.2 32.14

106 Wirata 1 C26 10 0.5 6.90 3.01 0.16 0.86 0.33 0.81 1.38 35.71

107 Wirata 1 C29 10 0.5 5.66 2.47 0.15 0.83 0.32 0.76 1.60 42.85

108 Wirata 1 C25 9 0.5 6.58 2.67 0.18 0.63 0.21 1.01 130.3 35.71

109 Wirata 1 D23 13 0.6 8.48 2.58 0.2 1.55 0.35 0.35 7.06 33.12

110 Wirata 1 D24 14 0.4 5.43 3.59 0.28 1.05 0.33 0.47 2.36 14.19

111 Wirata11 C31 12 0.6 7.27 2.43 0.17 0.77 0.32 1.08 14.42 46.43

112 Wirata11 D-12 7 1.3 19.54 2.34 0.2 1.42 0.28 0.48 4.1 18.93

113 Wir ata 2 C-6 7 0.9 19.04 2.47 0.2 0.82 0.21 1.09 8.15 39.28

114 Wir ata 2 D-11 5 0.8 13.2 2.07 0.21 1.3 0.32 0.45 3.58 75.71

115 Wirata 2 D-9 5 0.7 8.65 2.42 0.24 1.46 0.39 0.42 2.1 14.19

116 Wirata 2 E10 7 0.7 8.68 2.47 0.18 1.73 0.34 0.47 5.25 31.5

117 Wirata 2 E5 6 0.6 6.20 2.56 0.16 1.58 0.24 0.48 3.38 21

118 Wir ata 2 C-8 7 0.6 10.05 2.58 0.21 0.91 0.21 0.84 7.14 35.71

119 Wirata 2 D-8 5 0.5 11.43 2.56 0.22 1.54 0.35 0.45 1.98 14.2

120 Wir ata 2 E3 6 0.5 9.91 2.77 0.2 1.38 0.35 0.52 1.13 25.19

121 Wir ata2 C-4 7 0.5 8.83 2.83 0.23 0.64 0.3 0.91 7.14 74.99

Page 54: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

No Kebun kode blok

kebun Umur

(bulan) Rataan

Luas Daun BK

Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn %

122 Wirata 1 C20 13 1.1 12.04 1.84 0.15 0.82 0.26 1.10 14.28 50

123 Wirata 1 B22 8 0.8 9.74 2.76 0.21 1.18 0.45 0.97 3.61 22.65

124 Wirata 1 B31 10 0.8 7.03 1.84 0.16 1.02 0.46 0.85 7.1 32.14

125 Wirata 1 C21 14 0.9 14.93 1.86 0.15 0.82 0.41 0.92 28.53 46.42

126 Wirata 1 B19 12 0.8 10.07 2.09 0.17 1.14 0.37 0.89 3.02 29.15

127 Wirata 1 AA32 11 0.7 14.83 1.91 0.16 1.45 0.35 1.12 3.69 38.28

128 Wirata 1 AA33 11 0.7 8.97 2.05 0.16 1.00 0.35 0.95 20.77 27.95

129 Wirata 1 B32 12 0.7 7.48 2.25 0.19 1.63 0.37 0.85 10.71 39.29

130 Wirata 1 AA35 12 0.7 4.63 1.6 0.16 1.85 0.46 1.25 3.77 45.31

131 Wirata 1 A28 6 0.5 7.44 2.31 0.17 0.69 0.36 1.14 6.04 45.31

132 Wirata 1 A24 6 0.5 10.27 2.97 0.22 1.32 0.44 0.96 116.17 33.98

133 Wirata 1 C18 11 0.6 4.15 2.69 0.19 0.82 0.22 0.83 21.42 28.57

134 Wirata 1 A30 7 0.4 6.14 2.85 0.17 0.96 0.45 1.35 7.93 88.15

135 Wirata 1 B27 9 0.4 7.31 1.98 0.19 1.07 0.51 1.02 7.1 24.17

136 Wirata 1 B25 8 0.4 9.09 2.78 0.22 1.07 0.39 0.76 3.56 18.88

137 Wirata 1 AA28 9 0.3 5.48 3.28 0.28 1.33 0.23 1.13 3.8 37.99

138 Wirata 1 B29 9 0.3 5.27 2.54 0.19 0.75 0.37 0.68 3.57 42.86

139 Wirata 1 AA30 10 0.3 6.77 2.34 0.23 1.41 0.29 1.13 3.71 37.03

140 Wirata 1 AA27 12 0.4 5.29 2.88 0.25 1.27 0.28 1.16 124.36 36.02

141 Wirata 1 AA36 10 0.3 4.28 1.95 0.2 1.98 0.46 1.09 7.43 63.52

142 Wirata 1 AA25 12 0.3 6.97 2.52 0.2 1.91 0.33 1.01 10.43 37.16

143 Wirata 1 C-22 14

144 LEDO Pt7-I 8 0.9 13.59 1.91 0.16 1.04 0.38 0.34 2 25.88

145 LEDO Pt11-II 8 0.6 24.32 2.22 0.14 0.97 0.44 0.92 3.88 17.38

146 LEDO Pt1-I 8 0.5 17.99 2.07 0.14 1.28 0.43 0.37 0.5 22.25

147 LEDO Pt11-I 8 0.5 22.00 1.55 0.13 1.13 0.41 0.41 0.63 18.5

148 LEDO Pt6-III 8 0.5 18.20 1.91 0.16 0.99 0.47 1.08 8 20.25

149 LEDO Pt7-III 8 0.5 20.53 2.18 0.2 0.91 0.45 0.95 10.88 23.5

150 LEDO Pt11-III 8 0.5 18.48 2.31 0.17 0.98 0.44 0.98 5.63 23.12

151 LEDO Pt5-II 8 0.4 18.64 2.2 0.15 0.98 0.41 1.08 10.5 16.88

152 LEDO Pt4-III 8 0.4 22.35 1.71 0.17 0.98 0.5 1.07 9 28.32

153 LEDO Pt9-III 8 0.4 14.34 2.31 0.18 0.98 0.47 0.98 5.13 18.5

154 LEDO Pt1-II 8 0.4 24.19 2.04 0.13 1.05 0.37 0.35 1.25 21.88

155 LEDO Pt2-III 8 0.4 14.17 2.04 0.16 1.06 0.46 1.01 5 15

156 LEDO Pt4-II 8 0.4 16.84 1.8 0.12 1.01 0.44 0.89 10.63 25.25

157 LEDO Pt5-III 8 0.4 14.89 2.07 0.16 0.95 0.54 1.05 8.25 20.88

158 LEDO Pt6-I 8 0.4 15.25 1.69 0.15 1.15 0.48 0.4 3.5 20

159 LEDO Pt3-III 8 0.4 16.85 2.02 0.13 0.98 0.48 1.09 5.25 19.75

160 LEDO Pt2-I 8 0.4 18.66 1.39 0.17 0.9 0.53 0.47 0.75 20

161 LEDO Pt10-II 8 0.4 18.55 2.04 0.13 1.09 0.38 0.92 3.37 27.25

162 LEDO Pt7-II 8 0.4 22.54 2.25 0.16 1.03 0.49 0.95 5.87 18

Page 55: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

No Kebun kode blok

kebun Umur

(bulan) Rataan

Luas Daun BK

Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn %

163 LEDO Pt4-I 8 0.4 18.85 1.95 0.15 1.05 0.44 0.41 0.63 18.63

164 LEDO Pt8-II 8 0.4 13.32 2.07 0.15 1.1 0.52 1 7.5 16.75

165 LEDO Pt3-II 8 0.4 13.27 2.16 0.14 1.13 0.27 0.53 0.75 20

166 LEDO Pt1-III 8 0.4 17.87 1.96 0.15 0.95 0.45 1.03 5.38 15.75

167 LEDO Pt 6-II 8 0.4 19.15 1.8 0.13 1.06 0.48 1 8.5 14.75

168 LEDO Pt9-II 8 0.4 10.11 2.1 0.15 0.99 0.51 0.98 3.88 12.75

169 LEDO Pt5-I 8 0.4 18.23 1.84 0.13 1 0.55 0.44 4.88 20.38

170 LEDO Pt8-I 8 0.4 14.78 1.82 0.14 0.99 0.47 0.31 0.63 20.5

171 LEDO Pt9-I 8 0.4 13.94 1.8 0.14 1.28 0.48 0.35 1.5 20.87

172 LEDO Pt2-II 8 0.4 11.53 2.07 0.14 1.21 0.37 0.54 0.63 22.62

173 LEDO Pt10-III 8 0.4 15.47 2.13 0.13 0.88 0.37 0.98 4.25 19.88

174 LEDO Pt8-III 8 0.3 11.23 2.29 0.16 0.94 0.54 1.08 4.75 20

175 LEDO Pt10-I 8 0.3 9.71 1.91 0.13 1.21 0.55 0.37 1.5 21.12

176 LEDO Pt3-I 8 0.3 10.19 1.68 0.13 1.05 0.51 0.39 0.13 31.75

177 CP3 O 14 15 1.4 10.91 2.27 0.21 1.31 0.28 0.4 24.75 71.5

178 CP3 O16 11 1.0 19.14 2.2 0.22 1.03 0.32 0.49 26.38 64.2

179 CP3 O13 4 0.7 11.74 1.94 0.18 0.91 0.3 0.56 31.25 31.25

180 CP3 O19 12 0.8 2.05 0.29 0.94 0.36 0.55 2.5 47.5

181 CP3 O18 11 0.7 11.93 1.98 0.21 0.81 0.38 0.54 50 31.25

182 CP3 O24 12 0.7 7.37 2.29 0.18 1.41 0.37 0.35 12.75 50.75

183 CP3 O-1 6 0.4 7.47 2.25 0.32 0.74 0.49 0.65 120.1 60.1

184 CP3 O23 10 0.4 6.10 1.98 0.19 0.88 0.36 0.39 3.5 26.63

185 CP3 O21 12 0.3 2.34 0.33 1.18 0.29 0.44 8.13 37.25

186 CP3 O2 12 0.3 10.13 2.43 0.21 1.03 0.35 0.51 28.3 27.25

187 CP2 G-4 8 0.7 8.36 1.78 0.17 0.99 0.39 0.63 3 21.5

188 CP2 G-5 8 0.7 7.57 1.87 0.16 0.99 0.33 0.67 4.25 16.13

189 CP2 G5 8 0.8 7.63

190 CP2 G7 7 0.7 16.34 1.91 0.17 1.25 0.2 0.61 1 16.88

191 CP2 F15 5 1.9 28.82 2.07 0.17 1.31 0.29 0.73 7.13 19.38

192 CP2 F19 6 2.3 37.52 1.89 0.15 1.38 0.3 0.34 9.63 22.38

193 CP2 F20 6 1.5 14.73 1.87 0.16 1.38 0.29 0.37 8.38 22.5

194 CP2 F17 15 1.6 16.71 2.47 0.17 0.98 0.36 0.66 4.63 14.87

195 CP2 H1-Pt 2-III 12 1.5 11.93 2.13 0.14 1.4 0.24 0.49 7.88 19.13

196 CP2 H1-Pt5-II 12 1.5 37.04 1.85 0.14 0.93 0.24 1 7 22.25

197 CP2 H1-Pt1-I 12 1.6 41.37 2.25 0.17 1.5 0.29 1.06 9.12 21.5

198 CP2 H1-Pt1-II 12 1.4 21.77 2.07 0.15 0.76 0.23 0.84 10.5 22.63

199 CP2 H1-Pt2-I 12 1.3 32.51 2.33 0.17 1.38 0.29 0.87 23.87 26.5

200 CP2 H1-Pt5-I 12 1.4 35.79 1.84 0.15 1.19 0.39 1 1.13 14.63

201 CP2 H1-Pt10-I 12 1.4 2.29 0.16 1.23 0.33 1.13 3 21.63

202 CP2 H1-Pt2-II 12 1.4 37.70 1.86 0.17 1.4 0.31 0.91 14.88 21.12

203 CP2 H1-Pt 7-I 12 1.3 67.80 2.2 0.16 1.31 0.24 0.87 7.75 32

204 CP2 H1-Pt6-I 12 1.3 40.15 1.78 0.12 0.88 0.34 0.86 5.13 17

205 CP2 H1-Pt 6-III 12 1.7 26.27 1.5 0.15 1.21 0.25 0.6 9.5 16.5

206 CP2 H1-Pt1-III 12 1.3 38.21 2.13 0.17 1.56 0.27 0.57 7.88 18.5

Page 56: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

No Kebun kode blok

kebun Umur

(bulan) Rataan

Luas Daun BK

Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn

%

207 CP2 H1-Pt8-I 12 1.3 2.22 0.13 1.3 0.26 0.99 3.38 20.38

208 CP2 H1-Pt6-II 12 1.2 1.75 0.14 1.25 0.24 0.97 7.25 16.13

209 CP2 H1-Pt 7-III 12 1.2 42.41 2.04 0.15 1.01 0.3 0.83 9.25 27.75

210 CP2 H1-Pt 5-III 12 1.2 24.55 2.29 0.17 1.38 0.3 0.6 5 16.25

211 CP2 H1-Pt11-I 12 1.1 36.89 1.91 0.14 0.98 0.3 0.95 3.75 14.75

212 CP2 H1-Pt10-II 12 1.1 24.89 1.84 0.14 0.94 0.26 1.32 2.75 15.25

213 CP2 H1-Pt12-I 12 1.1 29.32 2.05 0.13 1.25 0.27 1.08 2.63 18.88

214 CP2 H1-Pt7-II 12 1.1 28.12 2.52 0.15 1.38 0.31 1.11 9 60

215 CP2 H1-Pt11-II 12 1.1 36.89 1.87 0.16 1.06 0.3 1.26 2.38 12.88

216 CP2 H1-Pt 9-III 12 1.1 28.68 1.93 0.15 1.23 0.33 0.67 5.5 15.38

217 CP2 H1-Pt12-II 12 1.1 33.04 1.93 0.15 1.05 0.29 0.7 19.63 17.13

218 CP2 H2 12 1.1 14.91 1.78 0.17 0.73 0.19 0.47 10.25 21.25

219 CP2 H1-Pt9-II 12 1.0 23.16 1.87 0.15 0.8 0.38 1.05 2.75 15

220 CP2 H1-Pt 3-III 12 1.0 19.79 2.38 0.14 1.38 0.33 0.61 5.75 19

221 CP2 H1-Pt 10-III 12 1.0 29.17 1.64 0.15 1.19 0.27 0.65 7.38 16

222 CP2 H1-Pt8-II 12 1.0 2.27 0.14 1.19 0.33 1.24 8.63 19

223 CP2 H1-Pt 11-III 12 0.9 31.65 1.98 0.13 0.98 0.26 0.58 6.87 20.37

224 CP2 H1-Pt 12-III 12 0.9 32.04 1.93 0.13 0.99 0.21 0.65 4.37 22.5

225 CP2 F-15 6 0.7 2.4 0.17 1.38 0.41 0.67 5.5 22.13

226 CP2 H1-Pt3-II 12 0.9 2.16 0.13 1.35 0.31 0.87 9.5 23.25

227 CP2 H1-Pt 8-III 12 0.8 18.99 1.78 0.14 1.2 0.33 0.69 4 15.55

228 CP2 H-7 12 0.8 14.73 2.14 0.19 0.93 0.21 0.6 3.75 21.5

229 CP2 H-2 12 0.8 15.41 1.89 0.15 1.05 0.23 0.64 4.37 23

230 CP2 F-7 10 0.7 1.82 0.14 0.95 0.2 0.54 7.25 23.75

231 CP2 H1-Pt9-I 12 0.7 2.2 0.14 1.38 0.3 1.1 4.13 19

232 CP2 F-14 6 0.5 9.44 2.49 0.17 1.23 0.35 0.64 6.25 17.13

233 CP2 F-10 7 0.5 14.84 2.29 0.14 1.1 0.25 0.46 6.13 14.63

234 CP2 F12 7 0.5 11.47 2.04 0.2 1.18 0.32 0.44 4.75 17

235 CP2 H-9 11 0.6 9.26 2.25 0.18 0.9 0.2 0.54 2.88 11.63

236 CP2 G2 10 0.5 15.07 1.68 0.15 0.85 0.22 0.7 5.25 11.5

237 CP2 F1 5 0.4 6.89 2.94 0.22 1.13 0.33 0.43 3.25 21.13

238 CP2 H-5 13 0.6 31.88 2.2 0.23 1.11 0.19 0.52 1.53 19.63

239 CP2 F10 8 0.4 6.57 2.36 0.21 1.2 0.36 0.72 1.75 13.88

240 CP2 F4 5 0.3 6.62 2.47 0.2 0.96 0.32 0.53 2.25 17.5

241 CP2 F5 6 0.4 4.94 2.52 0.19 0.80 0.32 0.6 2.38 12.63

242 CP2 F-5 5 0.3 5.8 2.52 0.18 1.35 0.29 0.59 7.12 19.13

243 CP2 F14 15 0.7 21.39 2.51 0.16 2 0.29 0.55 8.25 20

244 CP2 H1-Pt3-I 12 0.5 29.53 2.16 0.16 1.31 0.43 1.11 4.13 18.62

245 CP2 F-9 7 0.3 2.74 0.13 1.2 0.25 0.64 6 15.75

246 CP2 G4 9 0.4 12.09 1.8 0.18 0.93 0.26 0.67 1.75 12.63

247 CP2 F9 10 0.4 5.96 1.98 0.18 1.11 0.22 0.49 2.25 24.75

248 CP2 G1 10 0.4 11.31 1.84 0.15 0.99 0.2 0.74 23.15 16.87

249 CP2 F2 6 0.2 4.35 1.8 0.18 1.05 0.35 0.7 3.38 18.25

250 CP2 G6 7 0.2 4.04 1.89 0.15 0.83 0.23 0.59 2.25 9.75

Page 57: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

No Kebun kode blok

kebun Umur

(bulan) Rataan

Luas Daun BK

Pelepah Kadar Hara

(m2) (g)

N P K Ca Mg Cu Zn %

251 CP2 H-4 13 0.4 2.04 0.16 0.88 0.22 0.66 3.5 26.75

252 CP2 F7 7 0.2 5.1 2.42 0.18 1.05 0.26 0.49 1.75 19.13

253 CP2 I-7 15 0.4 12.73 2.2 0.17 0.9 0.2 0.42 7.5 20.63

254 CP2 I-9 14 0.3 12.89 2.24 0.18 0.88 0.22 0.51 6.75 18.5

255 CP2 I-11

256 CP1 A36 12 1.2 15.42 2.00 0.15 1.25 0.53 1.00 2.11 27.88

257 CP1 A33 12 1.1 14.31 2.05 0.16 1.00 0.35 0.95 20.77 27.95

258 CP1 A34 12 0.8 14.63 1.89 0.15 1.21 0.41 1.29 2.03 28.1

259 CP3 N2 10 0.3 7.59 1.96 0.19 0.83 0.36 0.47 98.15 39.12

260 CP3 N-1 15 1.1 24.95 2.45 0.28 0.83 0.35 0.48 100.6 29.13

261 CP3 K-6 12 1.0 12.05 1.95 0.15 0.88 0.22 0.51 3.5 16.5

262 CP3 K-9 8 0.7 8.22 1.86 0.15 0.88 0.22 0.63 6.13 21.5

263 CP3 K-5 16 0.7 20.72 1.78 0.19 0.94 0.19 0.66 3.38 20.88

264 CP3 N-3 10 0.4 7.50 2.43 0.3 0.89 0.41 0.53 150.1 33

265 CP3 K-8 8 0.3 8.91 2 0.15 0.93 0.2 0.67 2.13 21.5

266 CP3 M-4 9 0.8 11.62 2.13 0.23 0.86 0.6 0.6 3.75 31.88

267 CP3 M2 16 1.1 16.89 1.67 0.18 0.75 0.28 0.52 3.63 28.5

268 CP3 M-2 14 0.9 7.24 2.22 0.32 1.25 0.39 0.4 3.63 54

269 CP3 M1 16 0.9 7.46 2.52 0.34 1.06 0.39 0.47 5.13 82

270 CP3 M-5 10 0.5 5.78 1.91 0.24 0.96 0.39 0.53 100.6 49.38

271 CP3 O3 9 0.4 10.13 2.81 0.21 1.08 0.3 0.48 12.38 28.13

272 CP3 O-3 7 0.3 6.16 2.65 0.21 0.65 0.55 0.51 100.6 27.25

273 CP2 H-10 11 1.0

274 CP 2 F-4 5 0.3 7.75 1.98 0.16 1.35 0.28 0.8 7 18.88

275 CP2 F-12 5 0.2 18.59 3.21 0.18 1.44 0.26 0.6 5 14.25

276 CP 3 N3 16 1.4 14.00 2.05 0.2 0.88 0.28 0.5 180.2 28.63

277 CP 3 L-6 11 0.9 14.18 1.75 0.15 1.5 0.2 0.51 9.13 23.13

278 CP 3 L1 9 0.6 6.98 1.96 0.21 0.88 0.34 0.51 4.75 33.63

279 CP 3 L-1 16 0.9 18.52 1.06 0.25 1.13 0.27 0.43 20.15 29

280 CP 3 L-5 14 0.7 11.07 2.13 0.17 0.96 0.21 0.46 10.38 21.75

281 CP 3 L-3 15 0.7 10.71 1.75 0.13 0.9 0.19 0.41 6.25 17.5

282 CP 2 G-11 6 0.3 2.72 0.2 1.44 0.45 0.6 4.25 14.37

283 CP 2 G-9 10 0.4 2.31 0.16 1.5 0.4 0.69 2.88 16.5

284 CP 2 G-12 6 0.1

285 CP 2 G-7 11 0.2 1.86 0.15 1.14 0.25 0.73 1.5 11.87

286 CP 2 F-2 12 0.9 2.33 0.19 1.03 0.29 0.6 19.13 19.63

Page 58: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Lampiran 2. Data Pertumbuhan Tertinggi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

giuneensis) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

No

Kode Blok Kebun

Luas Daun

Kadar Hara

N P K Ca Mg Fe Cu Zn

1 I 7 3.69 1.90 0.14 1.11 0.55 0.31 158.18 12.36 44.49

2 I 1-2 2.86 2.00 0.12 0.93 0.56 0.31 160.71 14.42 21.63

192 F19 2.81 1.89 0.15 1.38 0.3 0.34 57.75 9.63 22.38

193 K 5 2.69 2.12 0.11 0.8 0.46 0.28 220 8.16 37.11

194 I 9 2.55 1.56 0.1 1.09 0.39 0.22 225 4.97 17.4

195 I 5 2.50 2.32 0.11 0.94 0.47 0.3 226.92 7.38 32.18

191 F15 2.49 2.07 0.17 1.31 0.29 0.73 60.25 7.13 19.38

192 I 16-JS 2.29 2.17 0.12 1.13 0.41 0.28 142.86 9.87 24.67

193 AW -J 5 2.28 1.78 0.11 1.19 0.42 0.3 264.29 9.95 27.4

194 K 9 2.24 1.9 0.1 0.98 0.32 0.23 225.56 9.8 22.06

195 T 75 2.22 1.83 0.1 1.4 0.56 0.3 117.09 7.47 31.54

196 I 14-JS 2.13 1.99 0.13 1.06 0.42 0.26 208.33 9.76 43.9

197 PJ 2 A 2.01 1.95 0.11 1.06 0.48 0.26 151.95 9.95 40.83

193 F20 1.99 1.87 0.16 1.38 0.29 0.37 57.75 8.38 22.5

194 J 12 1.95 2.29 0.13 0.96 0.43 0.22 138.89 12.01 21.62

195 L 20 1.88 2.24 0.12 1.31 0.47 0.31 168.9 6.92 29.81

205 H1-Pt 6-III 1.72 1.5 0.15 1.21 0.25 0.6 36.25 9.5 16.5

206 I 5 1.72 1.48 0.09 1.02 0.61 0.32 214.29 9.69 33.93

207 L 9 1.69 1.77 0.1 1.06 0.34 0.22 144.11 12.2 21.95

112 D-12 1.66 2.34 0.2 1.42 0.28 0.48 112.51 4.1 18.93

197 H1-Pt1-I 1.64 2.25 0.17 1.5 0.29 1.06 42.62 9.12 21.5

198 E 10 1.63 1.9 0.11 1.1 0.34 0.25 287.5 9.78 19.56

199 L 40 1.60 1.85 0.13 1.21 0.43 0.29 190.38 4.89 17.1

200 JP 3 C 1.52 2.05 0.1 1.04 0.5 0.32 171.05 6.84 35.7

196 H1-Pt5-II 1.48 1.85 0.14 0.93 0.24 1 52.63 7 22.25

195 H1-Pt 2-III 1.48 2.13 0.14 1.4 0.24 0.49 59.5 7.88 19.13

201 H1-Pt10-I 1.41 2.29 0.16 1.23 0.33 1.13 65 3 21.63

202 I 3 1.41 1.87 0.12 1.22 0.58 0.37 208.82 7.91 36.28

83 E-10 1.40 3.08 0.23 1.67 0.29 0.4 113.56 0.71 22.23

198 H1-Pt1-II 1.40 2.07 0.15 0.76 0.23 0.84 68.5 10.5 22.63

199 I 13-JS 1.39 2.72 0.2 1.18 0.69 0.35 233.33 14.33 24.33

202 H1-Pt2-II 1.38 1.86 0.17 1.4 0.31 0.91 67.75 14.88 21.12

203 U 78 1.36 2.65 0.14 1.16 0.52 0.36 155.64 8.46 36.48

200 H1-Pt5-I 1.36 1.84 0.15 1.19 0.39 1 43.13 1.13 14.63

114 D-11 1.35 2.07 0.21 1.3 0.32 0.45 108.82 3.58 75.71

199 H1-Pt2-I 1.35 2.33 0.17 1.38 0.29 0.87 52.5 23.87 26.50

194 F17 1.33 2.47 0.17 0.98 0.36 0.66 52 4.63 14.87

195 L 27 1.33 2.07 0.13 1.3 0.58 0.32 229.41 9.85 41.85

206 H1-Pt1-III 1.33 2.13 0.17 1.56 0.27 0.57 72.25 7.88 18.5

207 X 78 1.33 1.82 0.12 1.11 0.49 0.28 162.5 6.75 40.69

179 O13 1.32 1.94 0.18 0.91 0.3 0.56 46.63 31.25 31.25

115 D-9 1.30 2.42 0.24 1.46 0.39 0.42 92.26 2.1 14.19

116 5 F 1.30 2.29 0.14 0.98 0.56 0.3 160.71 7.81 34.55

203 H1-Pt 7-I 1.29 2.2 0.16 1.31 0.24 0.87 36.25 7.75 32

204 H1-Pt6-I 1.29 1.78 0.12 0.88 0.34 0.86 35.38 5.13 17

113 C-6 1.29 2.47 0.2 0.82 0.21 1.09 214.29 8.15 39.28

Page 59: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Lampiran 2. Lanjutan

No

Kode Blok Kebun

Luas Daun

Kadar Hara

N P K Ca Mg Fe Cu Zn

114 H 7 1.28 1.76 0.11 0.9 0.3 0.2 180 7.5 24.99

208 L 18 1.26 2.09 0.15 1.2 0.53 0.32 206.91 6.32 30.5

209 L 29 1.25 1.97 0.13 1.27 0.42 0.29 140.39 10 19.85

208 H1-Pt6-II 1.24 1.75 0.14 1.25 0.24 0.97 59 7.25 16.13

209 H1-Pt 7-III 1.24 2.04 0.15 1.01 0.3 0.83 33 9.25 27.75

144 Pt7-I 1.20 1.91 0.16 1.04 0.38 0.34 82.5 2 25.88

177 O 14 1.19 2.27 0.21 1.31 0.28 0.4 108.63 24.75 71.5

256 A36 1.18 2.00 0.15 1.25 0.53 1.00 45.31 2.11 27.88

257 V 80 1.17 2.73 0.16 1.62 0.5 0.31 242 9.26 33.49

210 H1-Pt 5-III 1.16 2.29 0.17 1.38 0.3 0.6 43.12 5 16.25

211 F 65 1.16 2.21 0.15 1.14 0.56 1,1 133.33 1,5 1,2

Page 60: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat

Lampiran 3. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai X1 dan X2 pada grafik unsur hara nitrogen

Berikut ini adalah contoh perhitungan dalam menentukan nilai X1 dan X2 dari

persamaan pada grafik unsur hara nitrogen dengan variable pertumbuhan luas

daun :

Diketahui persamaan dari grafik adalah : Y =0,5133 x3,1389

Nilai Y diperoleh dari sekat pertumbuhan,untu unsur hara N nilai Y yang

digunakan adalah 2,21

Y=0,5133 x3,1389

2,21=0,5133x 3,1389

(2.21/0,5133)1/3,138 X1= 1,6

Nilai X diatas adalah nilai X1 sedangkan untuk nilai X2 diperoleh dari

persamaan kedua yaitu:

Y =0,1043 x2 - 2,3838 x + 7,5493

Y = 2,21

0,1043 x2 – 2,3838 x + 7,5493 -2,21

0,1043 x2 – 2,3838 x +5,3393

Rumus untuk menyelesaikan persamaan diatas adalah :

-b + acb 42 − maka

2a

2,3838 + 3393,51043,0(42)3838,2( x− )

2 (0,1043)

X2 = 2,49

Keterangan :

� X1 merupakan nilai kecukupan hara N pada kondisi defisiensi

� X2 merupakan nilai kecukupan hara N pada keadaan berlebih

� Nilai optimum diperoleh dari selang antara nilai pada kondisi defisiensi

dan kondisi berlebih

Page 61: Kalibrasi kadar hara kelapa sawit dgn metode sekat