KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN...
Transcript of KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN...
BAB II
KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN
MENERAPKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD
1. Pengertian Matematika
Matematika merupakan bahan kajian yang memiliki objek yang abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran yang bersifat deduktif, yaitu kebenaran yang
didapatkan sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Dengan kata lain,
suatu kebenaran harus senantiasa didasari, dibangun, dan didukung oleh
kebenaran-kebenaran sebelumnya yang telah disepakati. Disamping itu didalam
matematika, keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya sangat kuat,
akurat dan jelas.
Menurut Tinggih (Alin, 2004:1) mengungkapkan bahwa secara etimologis
matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar artinya
matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio. Pembelajaran
matematika yang dimaksud adalah menata nalar, membentuk sikaf dan
menumbuhkan kemampuan menerapkan matematika.
Menurut Ruseffendi ET (Lisnawaty, 1999:72) mengungkapkan bahwa
matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan
ide, proses dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman
manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktifitas
11
manusia, kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis
dengan penalaran didalam struktur kognitif, sehingga sampai pada suatu
kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic, matematika
itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa
symbol mengenai ide daripada mengenal bunyi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah ilmu terstruktur yang terorganisasikan dengan baik, karena matematika
dimulai dari unsur yang tidak terdefinisikan ke unsur yang terdefinisikan, ke
aksioma/postulat dan akhirnya ke dalil/teorema.
2. Fungsi dan Tujuan Matematika di SD
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola fikir, dan ilmu atau
pengetahuan. Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat
untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui
persamaan-persamaan, tabel-tabel, model-model matematika, atau soal-soal uraian
matematika lainnya. Bila seorang siswa dapat melakukan perhitungan tetapi tidak
tahu alasannya, maka tentu ada yang salah dalam pembelajarannya atau ada
sesuatu yang belum dipahaminya.
Belajar matematika juga merupakan pembentukan pola fikir dalam pemahaman
suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-
12
pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki
dari sekumpulan (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan
bukan contoh, diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep.
Pembelajaran matematika harus disertai fungsi matematika sebagai ilmu atau
pengetahuan. Kita sebagai guru harus mampu menunjukkan betapa matematika
selalu mencari kebenaran, dan bersedia meralat kebenaran yang sementara
diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-
penemuan sepanjang mengikuti pola fikir yang sah. Dari ketiga fungsi matematika
tersebut diatas, maka kita sebagai guru mengetahui perannya sebagai motivator
dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Tujuan pembelajaran matematika disekolah mengacu kepada fungsi
matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya
matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu:
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam
kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola fikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
13
Dalam kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa fungsi mata pelajaran matematika di SD
adalah wahana untuk meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat
membantu memperjelas dan menjelaskan permasalahan sehari-hari, dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan
symbol-simbol yang tersusun.
3. Teori Belajar Matematika
Trianto (2007: 13) mengungkapkan bahwa teori belajar pada dasarnya
merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana
informasi diproses didalam fikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar
diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai
hasil akhir.
Teori belajar matematika adalah suatu teori yang bercerita tentang kesiapan
siswa untuk belajar matematika. Menurut Teori belajar Bruner, begitu pentingnya
pengetahuan teori belajar matematika dalam system pembelajaran di kelas,
sehingga setiap metode pengajaran harus disesuaikan dengan teori belajar yang
dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Tidak hanya tingkat kedalaman konsep
yang diberikan pada siswa, tetapi harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuannya. Cara penyampaian materi pun demikian. Guru harus mengetahui
tingkat perkembangan mental siswa dan dengan pengajaran yang harus dilakukan
sesuai tahapannya.
14
Jean Peaget, salah seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Swiss, melalui Teori
Belajar Perkembangan Mentalnya, menyatakan bahwa setiap individu akan
melalui tahap perkembangan kognitif secara kronologis melalui empat tahap
tertentu yang berurutan, yaitu:
1. Tahap sensorimotor (rentang usia 0 – 2 tahunan)
Pada tahap ini pengalaman seseorang diperoleh melalui kegiatan berbuat dan
sensori, berfikir melalui tindakan atau perbuatan, gerak dan reaksi spontan.
2. Tahap praoperasi (rentang usia 2 – 7 tahunan)
Pada bagian ini seseorang mulai berfikir internal, diawali dengan berfikir
prakonseptual kemudian berfikir secara intuitif.
3. Tahap operasi konkrit (rentang usia 7 - 12 tahunan)
Pada tahap ini seseorang mulai memahami operasi yang logis melalui bantuan
benda-benda konkrit. Ia mulai dapat mengelompokkan sesuatu berdasarkan
sifat dan karakteristiknya.
4. Tahap operasi formal (rentang 12 – dewasa)
Pada bagian ini, seseorang mulai tidak memerlukan bantuan benda-benda
konkrit dalam menyajikan abstraksi mental secara verbal. Ia mulai dapat
merumuskan hipotesis dan teori serta berfikir secara deduktif dan induktif.
Menurut ET Russefendi agar anak didik memahami dan mengerti akan konsep
(struktur) matematika yang seyogiyanya diajarkan dengan urutan konsep murni,
15
dilanjutkan dengan konsep notasi, dan diakhiri dengan konsep terapan. Disamping
itu untuk dapat mempelajari dengan baik struktur matematika maka
representasinya (model) dimulai dengan benda-benda konkrit yang beraneka
ragam.
Agar penanaman akan konsep-konsep matematika dapat dipahami oleh anak
harus diadakan pendekatan belajar dalam proses pembelajaran, antara lain:
a. Peserta didik yang belajar matematika harus menggunakan benda-benda konkrit
dan membuat abstraksinya dari konsep-konsepnya.
b. Materi pelajaran yang akan diajarkan harus ada hubungannya atau pengaitan
yang sudah dipelajari.
c. Supaya anak/ peserta didik memperoleh sesuatu dari belajar matematika harus
mengubah suasana abstrak dengan menggunakan symbol.
d. Matematika adalah ilmu seni kreatif karena itu harus dipelajari dan diajarkan
sebagai ilmu seni.
Tujuan akhir dari setiap kegiatan pembelajaran adalah agar siswa mampu
menguasai dan memahami konsep-konsep pelajaran, mampu berfikir secara
formal dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan
masalah sehari-hari. Hal yang penting untuk diperhatikan sebelum melaksanakan
pembelajaran, kita harus memahami aspek psikologis siswa. Aspek psikologis
yang dimaksud adalah tepatnya pembelajaran bagi siswa yang bersangkutan dan
sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan. (ET Ruseffendi, 2003)
16
4. Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru
dengan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran
merupakan rumusan prilaku yang telah ditentukan sebelumnya, yang harus
nampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang dilakukan.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi, pendekatan, dan metode yang banyak melibatkan siswa
aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun social.
Strategi belajar mengajar yang berorientasi pada pembelajaran menurut
hierarkhinya (Gagne) adalah membilah-bilah bahan yang akan diajarkan kedalam
bagian-bagian lebih lanjut (makin kompleks). Dengan strategi belajar mengajar
yang sudah tersusun dapat ditentukan metode mengajar atau teknik mengajar dan
akhirnya dapat dipilih alat peraga sebagai pendukung materi pelajaran yang akan
diajarkan. Dengan demikian tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai dengan
yang diharapkan.
JS Bruner mengungkapkan pembelajaran matematika di SD adalah
menanamkan konsep dan dimulai dengan benda konkrit secara intuitif, kemudian
pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai kemampuan siswa) konsep ini
diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih
umum dipakai dalam matematika.
17
Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di SD
dilakukan dengan cara: (1) Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep
yang guru ajarkan, (2) Bantu anak/ peserta didik untuk melihat adanya hubungan
antar konsep- konsep, (3) Berikan satu pertanyaan dan biarkan anak/ peserta didik
untuk mencari jawabannya sendiri, (4) Ajak dan beri semangat anak/ peserta didik
untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Kecakapan matematika yang harus dicapai siswa SD adalah memahami
konsep, symbol, grafik, table dan diagram, menggeneralisasikan pola, sifat, dalil,
memecahkan masalah, menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
B. PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Contextual Teaching and Learning)
1. Apa pembelajaran kontekstual itu?
Pendekatan konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. (Trianto, 2007: 103)
Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan
adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan
antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam
kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka
peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan
yang praktis kehidupan mereka, baik dilingkungan sekolah maupun di
masyarakat. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan
18
tingkat hafalan dan sekian rentetan tofik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti
dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika
mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi (Masnur, 2007:42) karakteristik pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang
diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in
real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan tugas-
tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok dan berdiskusi saling
mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,
bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara
mendalam (learning to know each other deeply).
19
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan
kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
7) Proses pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning
as an enjoy activity).
3. Komponen pembelajaran kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen
utama, yaitu :
1) Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan filosofis (berfikir) pendekatan CTL.
Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya
pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan
dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap
dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan
tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktek pembelajaran harus
dipegang guru adalah sebagai berikut:
- Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.
20
- Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih
penting daripada informasi verbalistis.
- Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan
menerapkan idenya sendiri.
- Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam
belajar.
- Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
- Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat
apabila diuji dengan pengalaman baru.
- Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru
dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi
(yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk
menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
2. Bertanya (questioning)
Kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa lewat bertanya
tentang topic atau permasalahan yang akan dipelajari. Belajar dalam pembelajaran
CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui
sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui
perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan
bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
21
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran yang
berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut:
- Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
- Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya
jawab.
- Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berfikir siswa.
- Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk
menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon
siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang
diketahui siswa, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa
dan menyegarkan pengetahuan siswa.
3. Menemukan (inquiry)
Kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa untuk mengamati,
menyelidiki, menganalisis topic atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia
berhasil “menemukan” sesuatu. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan
temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta,
tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
22
Prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa
menemukan sendiri.
- Informasi yang diperoleh siswa akan lebih baik apabila diikuti dengan
bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
- Siklus inquiri adalah observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan
penyimpulan (conclusion).
4. Masyarakat belajar (learning community)
Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau
berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan
saling membantu dengan teman lain. Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar
sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil
belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman, antar kelompok, dan antar yang
tahu kepada yang tidak tahu, baik didalam maupun luar kelas. Karena itu
pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya
heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning
commuity ini.
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatian guru ketika menerapkan pembelajaran
yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah:
23
- Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan
pihak lain.
- Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan menerima
informasi.
- Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
- Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat
didalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
- Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi
sumber belajar.
5. Pemodelan (modeling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran
keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru
siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang
mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu
penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa
daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa
ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Prinsip-prinsip komponen modeling yang bisa diperhatikan guru ketika
melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut:
24
- Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada
model atau contoh yang bisa ditiru.
- Model atau contoh yang bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten
atau dari ahlinya.
- Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil
karya atau model penampilan.
6. Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan
pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru
dipelajari. Dengan pemikiran apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan
merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam
pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa
akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan
pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka
terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan
komponen refleksi adalah sebagai berikut:
- Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan
pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
25
- Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas dan pengetahuan
yang baru diperolehnya.
- Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang
baru diterima, membuka catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat,
atau untuk kerja.
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assesement)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau
informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran
perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa
memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian
autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data
yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung,
bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen
penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui
perkembangan belajar siswa.
- Penilaian dilakukan secara komprehensip dan seimbang antara penilaian
proses dan hasil.
26
- Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluator) yang dapat
merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan
apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana
perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
- Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat
mengembangkan penilaian diri (self assessement) dan penilaian sesama
(peer assessment).
- Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan kriteria
yang jelas.
- Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara
berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua dan sekolah untuk
mengdiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan untuk
menentukan prestasi siswa.
4. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen pendekatan
kontekstual, beberapa strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru
melalui pembelajaran kontekstual (Blanchard, 2001) antara lain sebagai berikut:
27
a. Pembelajaran berbasis masalah.
Sebelum memulai proses belajar mengajar didalam kelas, siswa terlebih dahulu
diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk
mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah
merangsang siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada dan
mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan
perspektif yang berbeda dengan mereka.
b. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai konteks
lingkungan siswa antara lain disekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan
yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar
kelas. Siswa diharapkan memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang
sedang dipelajarinya.
c. Memberikan aktivitas kelompok.
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas persfektif serta
membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru
dapat menyusun kelompok terdiri tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan
tingkat kesulitan penugasan.
d. Membuat aktivitas belajar mandiri.
Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi
dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa
28
harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan
strategi pemecahan masalah dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka
peroleh.
e. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat.
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki
keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna
memberikan pengalaman belajar secara langsung, dimana siswa dapat termotivasi
untuk mengajukan pertanyaan.
f. Menerapkan penilaian authentic.
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:165), penilaian
autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang
telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun penilaian yang
dapat digunakan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demostrasi dan
laporan tertulis.
John A. Zahorik dalam Contructivist Teaching (Masnur, 2007:52) mencatat
lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual.
Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut:
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
29
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), yaitu dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara
menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain
agar mendapat tanggapan (validasi), dan atas tanggapan itu konsep tersebut
direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5) Melakukan refleksi ( reflecting knowledge ) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut.
C. GEOMETRI
Geometri berasal dari dua kata yaitu ge dan metria yang secara bahasa berarti
pengukuran bumi. Secara etimologis, istilah “geometri” berarti hal-hal yang
berkaitan dengan pengukuran tanah. Salah satu buku sumber geometri yang
dijadikan rujukan sampai sekarang adalah The Elemen yang disusun oleh Euclid.
Jadi geometri yaitu cabang matematika yang mempelajari tentang bentuk, bangun,
dan ukurannya. Bell (Suhendra, 2006 : 153)
Menurut Bell (Suhendra, 2006 : 153), secara umum matematika dapat dibagi
kedalam empat cabang utama yaitu aritmetika, aljabar, analisis, dan geometri.
Keempat cabang utama matematika tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa
keterlibatan cabang lainnya. Pada saat kita membahas sebuah materi dalam
geometri, kita mau tidak mau memerlukan kaidah dan prinsip-prinsip aritmetika
30
dan aljabar, bahkan tidak jarang kita menggunakan analisis untuk membahas
berbagai permasalahan didalamnya.
Sementara itu Van Hiele, seorang guru matematika berkebangsaan Belanda,
berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat lima tahap
perkembangan mental dalam memahami geometri, yaitu:
1) Tahap pengenalan, yaitu tahap ketika seseorang mulai mengenal bentuk-bentuk
geometri dan nama-namanya tetapi belum memahami sifat-sifatnya.
2) Tahap analisis, yaitu tahap ketika seseorang sudah mengetahui dan memahami
sifat-sifat konsep atau bentuk geometri, tetapi belum memahami hubungan
antara bentuk-bentuk geometri tersebut.
3) Tahap pengurutan, yaitu tahap ketika seseorang sudah dapat
mengklasifikasikan, mengurutkan, dan menggenelalisasikan bentuk-bentuk
geometri berdasarkan sifat-sifat tertentu.
4) Tahap deduksi, yaitu tahap ketika seseorang mulai dapat berfikir secara
deduktif dan mengembangkan bukti melalui definisi, aksioma, postulat dan
dalil, tetapi belum memahami pentingnyasuatu system deduktif.
5) Tahap keakuratan atau rigor, yaitu tahap ketika seseorang dapat memahami
bahwa ketepatan dari sesuatu yang mendasar itu penting, ia juga sudah dapat
bekerja dalam berbagai system geometri.
Selanjutnya berkaitan dengan pembelajaran geometri, Van Hiele
mengemukakan beberapa hal mengenai pembelajaran geometri, yaitu bahwa
31
materi ajar, waktu, dan strategi pembelajaran yang digunakan dapat menigkatkan
kemampuan berfikir siswa menuju tahap yang lebih tinggi. Selain itu ia pun
menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran geometri harus sesuai dengan tahap
berfikir siswa, agar siswa memahami materi ajar dengan pengertian yang penuh.
Para siswa belajar geometri pada tahap awal seyogianya melalui benda-benda
geometri yang sering mereka temui dalam aktivitas sehari-harinya. Melalui benda-
benda yang sudah tidak asing bagi mereka, agar mereka dapat lebih memahami
hal-hal yang harus mereka kuasai. Pengalaman melalui berbagai model geometri
akan membantu siswa berfikir tentang visualisasi atau penggambaran gambar-
gambar yang bersifat geometris.
D. PENGERTIAN SUDUT
Didalam geometri dikenal istilah konsep pangkal, yang mendasari konsep-
konsep geometri lainnya. Beberapa konsep pangkal yang dimaksud antara lain
adalah hal-hal yang melibatkan titik dan garis.
Konsep geometri yang mendasar yaitu titik. Titik merupakan satuan dasar
dalam geometri yang menyatakan suatu tempat dalam ruang, tidak memiliki
dimensi dan titik biasanya diwakili oleh noktah. Garis terdiri dari titik yang
banyaknya tak hingga dan tersusun lurus. Garis memiliki ketebalan dan dapat
diperpanjang tanpa batas dalam ruang dua dimensi. Sinar garis dapat diartikan
sebagai kumpulan atau himpunan titik-titik yang berderet tanpa ada celah yang
salah satu titik ujungnya diperpanjang hingga tak terbatas, sementara titik ujung
yang lain tetap pada posisinya.
32
Sudut adalah suatu daerah yang dibatasi oleh dua sinar garis yang mempunyai
titik pangkal yang sama. Yang kita sebut sudut biasanya digambarkan sebagai
berikut:
A
eksterior interior
B C
Geometri dan pengukuran adalah salah satu kajian didalam matematika yang
unik karena memiliki berbagai kekhasan. Geometri dan pengukuran adalah dua
hal yang saling terkait. Didalam geometri ada pengukuran, demikian pula untuk
kemudahan pengukuran diperlukan ilustrasi geometri. Untuk memahami
pembelajaran geometri kita memerlukan alat peraga untuk memudahkan
pemahaman dalam proses pembelajaran.
Catatan :
> Sinar garis BA dan BC disebut kaki sudut.
> Daerah bagian dalam yang diapit oleh sinar garis BA dan BC disebut interior sudut.
> Daerah bagian luar yang diapit oleh sinar garis BA dan BC disebut eksterior sudut.