KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA...

58
PROPOSAL TESIS KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA PITRA YADNYA BERDASARKAN AJARAN AGAMA HINDU (Studi Ngaben Ngelanus di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta) I Putu Adi Suryawan PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR 2012

Transcript of KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA...

Page 1: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

PROPOSAL TESIS

KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA

PITRA YADNYA BERDASARKAN AJARAN AGAMA HINDU

(Studi Ngaben Ngelanus di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta)

I Putu Adi Suryawan

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI

DENPASAR 2012

Page 2: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

PROPOSAL TESIS

KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA

PITRA YADNYA BERDASARKAN AJARAN AGAMA HINDU

(Studi Ngaben Ngelanus di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta)

I Putu Adi Suryawan

Nim : 11.1.2.5.1.0389

PROGRAM STUDI MAGISTER BRAHMA WIDYA PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

2012

Page 3: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA

PITRA YADNYA BERDASARKAN AJARAN AGAMA HINDU

(Studi Ngaben Ngelanus di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Pada Program Magister Ilmu Agama

Program Studi Brahma Widya

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Page 4: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA

PITRA YADNYA BERDASARKAN AJARAN AGAMA HINDU

(Studi Ngaben Ngelanus di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta)

Dipersiapkan dan disusun oleh I Putu Adi Suryawan

NIM : 11.1.2.5.1.0389

Dipertahankan di depan Panitia Ujian Proposal

Pada Tanggal : 22 Juli 2012

Susunan Dewan Penguji

Ketua Ujian, Sekretaris,

Page 5: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

i

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................ 1

1. 2 Rumusan Masalah ................................................................... 6

1. 3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 7

1.3.1 Tujuan Umum................................................................. 7

1.3.2 Tujuan Khusus................................................................ 7

1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... 8

1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................. 8

1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN.................................................................................. 10

2.1 Kajian Pustaka .......................................................................... 10

2.2 Konsep .................................................................................... 18

2.2.1 Pengertian Esensi ........................................................... 19

2.2.2 Pengertian Upacara ........................................................ 19

2.2.3 Pengertian itra Yajña...................................................... 22

2.2.4 Pengertian Ngaben Ngelanus.......................................... 24

2.2.5 Agama Hindu................................................................. 26

2.2.6 Pengertian Filosofis......................................................... 29

2.2.7 Provinsi DKI Jakarta ....................................................... 31

2.3 Landasan Teori .......................................................................... 31

Page 6: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

ii

2.3.1 Teori Religi ……………………..................................... 32

2.3.2 Teori Simbol …………................................................... 34

2.3.3 Teori Fungsional Struktural ............................................ 35

2.4 Model Penelitian ...................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 40

3.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 40

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................... 41

3.3 Penentuan Informan ………...................................................... 42

3.4 Jenis dan Sumber Data ……..................................................... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………............................................ 43

3.5.1 Observasi …………........................................................ 44

3.5.2 Wawancara ……............................................................. 45

3.5.3 Kepustakaan ................................................................... 45

3.6 Analisis Data ………................................................................ 46

3.7 Penyajian Hasil ………………............................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 48

Page 7: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama Hindu mengajarkan bahwa tubuh manusia terdiri dari 2 (dua) unsur

yang disebut stula sarira (badan wadag), dan suksma sarira yaitu yang

menyebabkan badan wadag ini hidup dan bisa bergerak. Unsur halus yang

membuat badan wadag hidup dan bisa bergerak juga disebut atma/jiwatma.

Atma/jiwatman adalah percikan terkecil dari Ida Sang Hyang Widhi yang

memberi kehidupan pada setiap mahluk. Tanpa jiwatman tidak ada kehidupan di

dunia ini.

Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri oleh setiap

mahluk bahwa kehidupan ini tidaklah kekal adanya. Kehidupan akan diakhiri

dengan kematian, sebaliknya kematian akan diikuti oleh kelahiran. Menurut

ajaran agama Hindu kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari

sebuah proses perjalanan panjang jiwatman menuju Paramatman.

Umat Hindu yakin bahwa agar perjalanan sang jiwatman menuju

paramatma lebih lancar dan tidak menemukan hambatan besar dapat dibantu

dengan melaksanakan upacara kematian yang selanjutnya disebut pitra yajña.

Pelaksanaan pitra yadnya bagi mereka yang ditinggalkan merupakan salah satu

cara untuk melepaskan diri dari ikatan tri rna, dengan harapan agar dapat

mencapai kebahagiaan sekarang dan kebahagiaan yang akan datang.

Agama Hindu menuntun agar setiap umatnya selalu hormat dan bhakti

terhadap orang tua atau leluhurnya, baik yang masih hidup maupun yang sudah

Page 8: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

2

tiada. Semasih hidup mereka harus dihormati dengan memberikan pelayanan

sebaik-baiknya, sedangkan terhadap mereka yang sudah meninggal wajib

diselenggarakan upacara kematian (pengabenan).

Penghormatan kepada orang tua merupakan pintu gerbang kebahagiaan

hidup di dunia dan di akhirat. Ketika masih hidup ia akan mendapat pujian dan

penghormatan dari orang-orang yang ada di sekelilingnya, sedangkan setelah

kematiannya Ida Sang Hyang Widhi akan menganugrahkan kebahagiaan yang

tiada terkira untuknya.

Umat Hindu meyakini bahwa upacara pengabenan merupakan sebuah

solusi yang dapat mempermudah dan mempercepat proses pembebasan suksma

sarira (badan halus) dari stula sarira (badan kasar). Sang suksma sarira yang

hadir sebagai jiwatman (pemberi hidup) pada setiap mahluk diharapkan dapat

bersatu kembali dengan sang Paramatma, sedangkan stula sariranya dapat

kembali kepada asalnya yaitu menjadi panca maha bhuta. Oleh karenanya

pelaksanaan upacara pengabenan merupakan salah satu bentuk penghormatan

kepada arwah leluhur yang dirasakan wajib hukumnya untuk dilaksanakan oleh

oleh setiap umat Hindu. Karenanya upacara pengabenan seringkali dilakukan

sangat meriah bahkan paling meriah diantara panca yadnya. Jika dicermati

upacara ngaben menjadi salah satu icon kedatangan touris dari manca Negara.

Hal ini terjadi karena mereka merasakan betapa besarnya jasa para leluhur

terhadap keturunannya. Karma wasana leluhur merupakan landasan berpijak bagi

keturunannya. Para leluhurlah yang telah berjasa memberikan pemeliharaan serta

perawatan sejak dalam kandungan sampai dewasa, dan menyebabkan mereka

Page 9: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

3

mampu berdiri sendiri serta mampu menikmati kehidupan yang lebih baik.

Belaian kasih orang tua selalu menyelimuti anak-anaknya ketika mereka

kedinginan, demikian pula tetesan keringat dan deraian air mata-nya selalu

menyirami anak-anaknya ketika mereka kepanasan.

Upacara ngaben yang merupakan bagian dari Pitra Yadnya dan dilandasi

oleh Pitra Rna (hutang jasa kepada leluhur). Keyakinan ini memotivasi umat

Hindu untuk menyelenggarakan upacara kematian yang terkadang tampil sangat

meriah. Bagi sebagian umat Hindu upacara ngaben mendapat perhatian yang

sangat istimewa sehingga dilakukan dengan sangat khusuk penuh pengabdian

bahkan terkadang sangat meriah. Terkadang ada yang memaksakan untuk

melaksanakan upacara ngaben yang sangat meriah tanpa memikirkan resiko

yang akan dihadapinya dengan meminjam uang kesana kemari, padahal

sesungguhnya hal itu bukanlah suatu keharusan. Hal ini terjadi karena pada

hakikatnya tidak semua umat Hindu memahami hakikat pelaksanaan upacara

Ngaben. Terkadang upacara ngaben dilakukan dengan sangat meriah karena

dilandasi rasa takut, jangan sampai karena upacaranya kurang meriah leluhur

mereka tidak memperoleh tempat yang baik atau kurang lancar perjalanannya.

Hal itulah yang menyebabkan mereka berusaha melakukan upacara kematian

(pengabenan) dengan semeriah mungkin dengan harapan agar arwah leluhur

mereka dapat melanjutkan perjalanannya ke alam surga tanpa halangan. Sampai

saat ini sebagian umat Hindu masih meyakini bahwa upacara pengabenan

merupakan solusi yang paling ampuh untuk menyelesaikan suatu persoalan dalam

Page 10: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

4

kehidupan, sehingga saat terjadi kematian pada seseorang kerabatnya merupakan

saat terakhir bagi mereka untuk menunjukkan rasa hormat dan bakti mereka.

Hal ini tampak jelas ketika kita menyaksikan usaha-usaha yang dilakukan

oleh sebagian umat Hindu disaat sanak keluarganya ada yang meninggal dunia,

mereka pada sibuk dan khusus melakukan upacara pengabenan dengan sedetail

mungkin. Jangankan bagi mereka yang mampu seperti Keluarga Puri Ubud di

Bali yang terbiasa melakukan upacara kematian dengan sangat meriah. Misalnya

pada tahun 1998 ketika ada keluarga Puri yang meninggal dunia, mereka

melaksanakan upacara kematian yang sangat meriah. Ada balai-balai (bade)

setinggi 28 meter menjulang tinggi sebagai wadah jenazah orang tua mereka yang

diupacarai. Dapat dipastikan pembuatan balai-balai itu membutuhkan biaya yang

tidak sedikit apalagi untuk mengusungnya ke kuburan, sehingga jika dihitung

secara materiil untuk dapat melakukan upacara yang semegah itu dapat dipastikan

membutuhkan biaya yang cukup banyak. Akan tetapi sedikitpun tidak tampak

keragu-raguan dari pihak keluarga untuk melakukannya, mereka sangat ikhlas

karena mereka meyakini hal itu merupakan salah satu cara terbaik untuk

menunjukkan rasa hormat dan bhakti kepada leluhur mereka yang telah berjasa

dalam kehidupannya, dan dengan cara itu hutang-hutang mereka terhadap

leluhurnya bisa ditebus/dibayar.

Kenyataan itu tidak hanya berlaku bagi umat Hindu yang ada di Bali,

hampir sebagian umat Hindu melakukan hal yang tidak jauh berbeda hanya saja

cara dan bentuk pelaksanaannya yang berbeda. Misalnya umat Hindu di Tana

Toraja, mereka menyelenggarakan upacara kematian dengan sangat meriah.

Page 11: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

5

Disana tampak tongkonan yang dihias dengan belasan tanduk kerbau yang

merupakan simbul keagungan bhakti mereka kepada leluhurnya. Sehubungan

dengan hal tersebut pelaksanaan upacara kematian yang merupakan perwujudan

rasa hormat dan bakti kepada leluhurnya, terkadang menjadi beban bagi mereka

yang kurang mampu. Di satu sisi mereka merasa wajib untuk melaksanakan

upacara yang sepantasnya, di satu sisi lagi mereka terbentur oleh masalah

ekonomi.

Di era modern terkait dengan tuntutan ekonomi, pelaksanaan upacara yang

besar, sering menimbulkan pertanyaan, mengapa upacara untuk orang yang

meninggal harus dilakukan dengan sangat meriah?, apakah dengan biaya sebesar

itu sudah pasti atma leluhur mereka akan masuk svarga? Apakah dengan upacara

yang sederhana leluhurnya tidak memperoleh svarga, atau adakah upacara

ngaben yang sederhana sifatnya tanpa mengurangi fungsi dan maknanya.

Akhir-akhir ini umat Hindu di Provinsi DKI Jakarta mulai tertarik dengan

pelaksanaan upacara Ngaben Ngelanus. Upacara ngaben ngelanus dilaksanakan

dalam hitungan waktu yang tidak terlalu lama sehingga tidak perlu menyimpan

dan merawat jenazah dalam waktu yang lama, hal ini sesuai dengan aturan Pemda

DKI Jakarta. Upacara ngaben ngelanus dilaksanakan secara bergotong royong,

dimana pembuatan sesajen dibagi sesuai dengan kapasitas anggota tempek.

Upacara ngaben ngelanus diyakini sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah.

Karena proses pelaksanaannya yang tidak begitu lama maka biaya yang

dibutuhkan juga tidak terlalu banyak. Akan tetapi ada juga yang meragukan

kesempurnaan upacara ngaben ngelanus tersebut, misalnya bagaimana dengan

Page 12: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

6

ala ayuning dewasa, apakah pelaksanaan upacara ngaben dalam waktu yang

singkat itu lebih baik, sehingga masih perlu diulas lebih lanjut yakni bagaimana

eksistensinya dalam paradigma ajaran agama Hindu.

Dalam usaha menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini dilakukan.

Penelitian ini dilakukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan rumusan

masalah yang akan dibahas : (1) Apakah arti Upacara Ngaben Ngelanus itu, 2)

Apa pelaksanaan upacara ngaben ngelanus mengurangi esensi kesempurnaan

pelaksanaan upacara pitra yadnya, (3) Bagaimana tatacara pelaksanaan Ngaben

Ngelanus di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta?.

Untuk membedah permasalahan ini, dipergunakan beberapa teori yaitu:

teori religi digunakan untuk memahami apakah arti dan bagaimana ngaben

ngelanus tersebut, teori semiotic digunakan untuk apakah ngaben ngelanus

tersebut mengurangi esensi kesempurnaan pelaksanaan pitra yadnya, teori

fungsional struktural digunakan untuk memahami arti dan tatacara pelaksanaan

upacara ngaben ngelanus.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang di depan,

maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian yaitu :

1. Apakah Arti Ngaben dan bagaimana Ngaben Ngelanus itu?

2. Apakah Ngaben Ngelanus mengurangi esensi kesempurnaan pelaksanaan

Pitra Yajña.

3. Bagaimana tata cara pelaksanaan Ngaben Ngelanus di DKI Jakarta?

Page 13: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

7

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam mengadakan penelitian ilmiah, tentu ada tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan yang ingin dicapai akan sangat menentukan langkah-langkah yang akan

dilalui sehingga penelitian yang dilaksanakan menjadi tepat sasaran. Semakin

jelas rumusan tujuan penelitian, maka semakin mudah untuk mencapai tujuan

penelitian tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka tujuan penelitian

dibedakan menjadi dua yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menggali,

menginterpretasikan, melestarikan, mengembangkan budaya agama yang hidup

dikalangan umat Hindu akan tetapi tidak hanya sebatas pelaksanaan saja akan

tetapi harus dibarengi dengan pemahaman akan fungsi dan makna serta nilai

filosofinya sehingga pelaksanaannya selalu disesuaikan dengan kemampuan umat

Hindu dan tidak memaksakan apalagi sampai ngutang atau menjual tanah warisan

yang hanya sejengkal. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat lebih

memahami esensi ajaran agama Hindu sehingga kualitas keberagamaan menjadi

lebih baik.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus dan praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan

pemahaman yang lebih mendalam yaitu:

1. Untuk mengetahui Arti Ngaben dan bagaimana Ngaben Ngelanus itu?

Page 14: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

8

2. Untuk Mengetahui Apakah Ngaben Ngelanus mengurangi esensi

kesempurnaan pelaksanaan Pitra Yajña.

3. Untuk Mengetahui Bagaimana tata cara pelaksanaan Ngaben Ngelanus di

DKI Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam mengadakan penelitian ilmiah diharapkan hasilnya dapat

memberikan manfaat positif dan membangun masyarakat (subyek penelitian),

demikian juga masyarakat akademis. Sehubungan dengan hal tersebut maka

dalam mengadakan penelitian ini manfaatnya dibedakan menjadi dua yaitu

manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah memberikan wawasan

akademis bagi seluruh karyasiswa khususnya dan kalangan akademis umumnya

tentang Filosofi Upacara Ngaben Ngelanus. Hasil penelitian ini akan sangat

bermanfaat khususnya bagi penulis demikian juga bagi peneliti selanjutnya yang

mungkin ingin meneliti lebih mendalam tentang Filosofi Upacara Ngaben

Ngelanus. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat

mendukung perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Filosofi

mengingat pelaksanaan upacara pengabenan Umat Hindu sangatlah beragam unik

dan sarat dengan nilai-nilai filosofis.

Page 15: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

9

1.4.2 Manfaat Praktis

Bagi peneliti, hasil penelitian ini pasti akan menambah wawasan

pengetahuan tentang Filosofi Upacara Ngaben Ngelanus. Melalui hasil penelitian

ini diharapkan dapat mengungkap filosofis apa saja yang terdapat dalam

pelaksanaan upacara ngaben ngelanus, sehingga dapat dijadikan sumber

informasi tentang pelaksanaan ajaran agama yang tepat dalam kehidupan sehari-

hari, sehingga dapat berguna dalam mengadakan pembinaan dan pengembangan

ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat:

1) Dijadikan pedoman oleh umat Hindu dalam melaksanakan upacara ngaben

ngelanus.

2) Dijadikan acuan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia dalam

mengadakan pembinaan dan mengambil kebijakan.

3) Dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan oleh tokoh masyarakat dan

pemerintah.

Page 16: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Layaknya karya tulis harusnya merupakan hasil analisis dari sebuah

penelitian dan bukan sekedar tulisan yang bersifat fiktif. Karya tulis harus dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dan dalam penyusunannya dilakukan

secara kritis, logis, dan sistematis melalui langkah-langkah tertentu. Untuk lebih

mempertegas hasil dari sebuah penelitian tersebut, maka sangat diperlukan

sumber dari pustaka baik berupa kutipan dari para sarjana atau para rohaniawan,

guna mendukung isi tulisan sehingga keabsahannya dapat dipertanggung

jawabkan. Adapun pustaka-pustaka relevan yang mendukung penelitian ini

sebagai kajian pustaka sebagai berikut ini.

Relin (2005), dalam tesisnya ”Teologi Hindu Dalam Ritual Kematian

Masyarakat Jawa”, mengungkapkan ritual kematian adalah merupakan tradisi

leluhur orang Jawa yang dilaksanakan ketika ada keluarga meninggal dunia.

Ritual ini digunakan sebagai sarana persembahan kepada Tuhan untuk

mendoakan almarhum agar rohnya bisa mencapai svarga bahkan mokhsa.

Pelaksanaannya; mulai dari orang meninggal yang disebut ritual Geblak, Upacara

Tiga Hari (telung dinane), Upacara Tujuh Hari (Pitung dina), Upacara Empat

Puluh Hari ( ritual petang puluh dina), Upacara Seratus Hari (satus dina),

Upacara Pendak Pisan (satu tahun setelah meninggal, Upacara Pendak Pindo

(dua tahun setelah meninggal), Upacara Seribu Hari (tiga tahun setelah

Page 17: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

11

meninggal). Fungsi Ritual ini adalah untuk membantu proses kesempurnaan roh

orang yang meninggal dan dapat lebur secara cepat bersatu dengan Tuhan

(terciptanya Manunggal Kawula lawan Gusti).

Mencermati uraian di atas, makna pelaksanaan upacaranya tidak jauh

berbeda yaitu untuk mencapai kebebasan yang sejati, akan tetapi prosesi

pelaksanaan upacaranya sangatlah berbeda. Perbedaan prosesi upacaranya sangat

jelas, hal mana ditunjukkan yaitu ritual kematian umat Hindu di Jawa

dilaksanakan dengan jalan mengubur jenazah, yang selanjutnya dibuatkan

upacara dan didoakan mulai dari ketika dia baru meninggal, sesudah tiga hari,

tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, dua tahun sesudah meninggal, tiga

tahun sesudah meninggal.

Menurut ketetapan susastra suci Hindu penguburan jenazah sebaiknya

dihindari kecuali alasan tertentu. Fungsi pelaksanaan upacaranya adalah sama-

sama sebagai penyucian arwah orang sudah meninggal agar dapat bersatu dengan

Sang Pencipta (bersatunya Kawula Gusti). Menurut ketentuan pustaka suci Hindu

pelaksanaan upacara pengabenan selain sebagai sarana untuk membebaskan diri

dari hutang kepada para leluhur yang sudah banyak berjasa dalam kehidupan,

juga berfungsi sebagai penyucikan arwah leluhur sehingga dapat bersatu dengan

Sang Pencipta dan tidak dikutuk menjadi Bhuta Cuil yang bisa mengotori alam

semesta ini, sehingga Tuhan berkenan turun ke bumi. Berkenaan dengan itu hal

tersebut maka penelitian ini pantas untuk dilanjutkan.

Ningrat (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Banten Panjang

Ilang Dalam Upacara Ngaben di Mataram, Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna

Page 18: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

12

”mengetengahkan fokus penelitianya di Kota Mataram, secara diakronis

mengikuti tatanan konseptual tiga kerangka dasar keagamaan yang terdiri dari

tatwa, susila, dan upacara. Secara umum, dalam realisasi kehidupan sosial

beragama aspek upacara merupakan bentuk ekspresif yang secara simultan

merupakan wujud penampakan yang paling menonjol, namun secara sistematik

satu aspek dengan aspek lainnya saling memberikan fungsi yang saling terkait.

Salah satu elemen dari aspek upacara agama Hindu yang belakangan ini

mendapatkan perhatian dari masyarakat Hindu di kota Mataram, menurut Ningrat

adalah aktivitas keagamaan serta fenomena yang bertalian dengan wacana

simplifikasi dalam tatanan upakara masyarakat Hindu. Munculnya wacana

tersebut akibat pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan makna upacara

belum mendalam, serta sarana–sarana upacara yang dipakai dirasakan semakin

terbatas di kalangan masyarakat Hindu di kota Mataram. Dalam penelitian

tersebut diketengahkan tiga permasalahan pokok yang dijawab dalam penelitian,

yakni; (1) Bagaimana bentuk Banten Panjang Ilang dalam upacara ngaben, (2)

Apa fungsi simbolik Banten Panjang Ilang dalam upacara ngaben, dan (3) Apa

makna simbolik Banten Panjang Ilang dalam upacara ngaben di kota Mataram.

Mengenai bentuk Banten Panjang Ilang dalam upacara ngaben di kota

Mataram, dalam hasil penelitian tersebut diketengahkan eksistensi, sarana, dan

bentuk Banten Panjang Ilang dari proses pembuatan/pengolahan, tahap

penyusunan isinya, tahap penyelesaian dengan pengisian beberapa variasi,

sampai pada mantram Banten Panjang Ilang di kota Mataram.

Page 19: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

13

Fungsi Banten Panjang Ilang dalam upacara ngaben di kota Mataram,

membahas tentang fungsi religius, fungsi sosial, dan fungsi estetika. Sedangkan

makna Banten Panjang Ilang mengupas tentang makan bentuk, makna simbolik

Banten Panjang Ilang sebagai oleh-oleh kepada sang atma, sebagai

persembahan, sebagai pembinaan moral dan budaya, sampai pada mengupas

makna mantram Banten Panjang Ilang di kota Mataram.

Berdasarkan uraian di atas, hal mana menunjukkan bahwa uraian di atas

hanya pada penggunaan sarana upacara yang disebut Banten Panjang Ilang yang

memiliki makna simbolis sebagai oleh-oleh sang atma, demikian juga sebagai

persembahan, akan tetapi tidak membahas prosesi pelaksanaan upacara

pengabenan, maka penelitian ini layak untuk diteliti.

Werdinaya (2007) dalam ”Upacara Mebeya Tanem Pada Dua Tradisi

Kuno Desa Pakraman Puakan dan Pakusebe di Desa Taro, Kecamatan

Tegalalang, Kabupaten Gianyar”, mengungkapkan Upacara Mebeya Tanem

adalah suatu usaha yang dilaksanakan oleh ”sentana” atau ahli warisnya dengan

perasaan yang tulus ikhlas tanpa pamrih, sebagai perwujudan rasa bhakti kepada

leluhur dengan tujuan untuk membersihkan atman (roh) leluhur agar dapat

meningkat dari alam preta ke alam pitra. Mabeya Tanem pada hakikatnya sama

dengan upacara Ngaben tetapi menurut tata cara yang dilaksanakan di desa

Pakraman Puakan dan Pakusebe memiliki perbedaan-perbedaan yang khas

terutama dalam istilah, tata cara, serta prosesi pelaksanaannya, mengingat

prosesinya tidak melalui pembakaran jenazah.

Page 20: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

14

Berkenaan dengan hal tersebut penelitian ini hendaknya dilanjutkan karena

pelaksanaan Upacara Mabeya Tanem sangat berbeda dengan norma-norma yang

terkandung pada pelaksanaan upacara ngaben ngelanus, seperti telah dijelaskan di

atas prosesi penguburan jenazah bagi orang yang meninggal secara wajar

hendaknya sebisa mungkin dihindarkan, jika keluarga yang ditinggalkan tidak

memiliki biaya yang cukup disediakan bentuk upacara yang sangat sederhana

yang disebut Swasta Gheni, sebab mengubur jenazah bisa mengotori arwah yang

orang yang meninggal, dan jika tidak diaben selama tiga tahun akan dikutuk

menjadi Bhuta Cuil.

Suastini (2008) dalam tesisnya berjudul ”Upacara Ngaben Matempung

di Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan”,

dikemukakan bahwa upacara ngaben merupakan kewajiban bagi anak dan cucu

untuk menghormati orang tua baik semasih hidup maupun sesudah meninggal,

yang mana menurut lontar Panca Yadnya perbuatan tersebut dapat

menghilangkan penderitaan dan kesengsaraan dari orang tuanya. Menurut ajaran

Tri Rna, Upacara Pitra Yadnya merupakan bagian dari Pitra Rna, yang

menjelaskan bahwa seorang anak memiliki hutang jasa kepada leluhurnya yang

wajib dibayar dengan melakukan penghormatan ketika masih hidup dan

melaksanakan upacara Pengabenan sampai Memukur dan Ngelinggihang Dewa

Hyang ketika mereka sudah meninggal.

Prosesi Upacara Ngaben Matempung hampir sama dengan pelaksanaan

upacara pengabenan yang dilaksanakan secara mandiri atau perorangan, yaitu

sama-sama mreteka (mengupacarai) sawa (jenazah) keluarga yang meninggal

Page 21: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

15

agar lebih cepat dapat bersatu dengan sang pencipta, akan tetapi karena prosesi

pelaksanaan Upacara Ngaben Matempung dilaksanakan secara kolosal atau

bersama dengan banyak orang, maka dari segi penghabisan biaya akan menjadi

lebih hemat.

Mencermati pemaparan di atas, pelaksanaan Upaca Ngaben Matempung

menitikberatkan pada penghematan akan biaya yang dipergunakan dalam

pelaksanaan upacara pengabenan tersebut. Sedangkan menurut Teks Yama

Purwana Tattwa, pelaksanaan upacara pengabenan hendaknya disesuaikan

dengan kemampuan yang melaksanakan upacara. Jika keluarga yang ditinggalkan

tidak mampu dari segi ekonomi, maka upacara pengabenan dapat dilaksanakan

sesederhana mungkin sehingga tidak memberatkan keluarga yang ditinggalkan.

Akan tetapi jika keluarga yang ditinggalkan berkecukupan baik dari segi ekonomi

demikian juga yang lainnya, maka penyelenggaraan upacara pengabenan yang

mewahpun tidak dilarang. Selain itu upacara Ngaben Matempung hanya

memungkinkan dilaksanakan jika ada kesepakatan banyak keluarga memiliki

sawa yang belum di aben untuk melaksanakan upacara pengabenan. Berdasarkan

uraian tersebut maka penelitian ini tepat untuk dilanjutkan.

Adiputra (2003) dalam tesisnya berjudul ”Ngaben Beya Tanem di Desa

Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan”, dinyatakan bahwa

upacara Ngaben Beya Tanem sudah dilaksanakan oleh masyarakat Hindu di Desa

Adat Tengkudak sejak jaman dahulu sampai sekarang. Upacara pengabenan ini

merupakan sesuatu yang unik, karena mayat tidak boleh dibakar, tetapi harus

dikubur. Keunikan lain dalam pelaksanaan upacara ini yaitu diiringi dengan Tari

Page 22: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

16

Baris Memedi khususnya dalam upacara Ngaben Beya Tanem yang tergolong

utama. Penyelenggaraan Ngaben Beya Tanem di Desa Tengkudak meliputi tiga

jenis, yaitu: Swasta Sundari, Swasta Geni, dan Sawa Preteka. Tingkat

upacaranya juga dapat dibagi menjadi tiga yaitu: utama, madya dan nista.

Pelaksanaan upacara Ngaben Beya Tanem diselenggarakan atas dasar

tiga pertimbangan yaitu: secara geografis Desa Adat Tengkudak terletak di kaki

Gunung Batukaru yang merupakan kawasan suci. Pembakaran mayat

dikhawatirkan akan mencemari kawasan suci tersebut yang merupakan stana dari

Betara Tumuwuh (Bhatara Penataran Sakti Bali) sebagai Purusa. Disamping itu,

dikawatirkan pula dapat mencemari danau Beratan sebagai linggih Dewi Danuh

sebagai Predana. Secara epistemologis Hindu, manusia berasal dari unsur Panca

Mahabhuta. Secara sosial, upacara itu sesuai dengan konsep Tri Hita Karana,

yang mengatur dan menjaga keseimbangan tiga penyebab kehidupan, yaitu:

parahyangan, palemahan, dan pawongan.

Semua sarana upacara untuk pelaksanan Ngaben Beya Tanem tersedia

dan dapat diperoleh dari lingkungan desa tanpa perlu mendatangkan dari luar

desa. Sebelum pelaksanan penguburan yang disebut dengan pekutangan ditarikan

sebuah tarian sakral yang disebut dengan Baris Memedi. Tarian ini ditarikan

mulai dari kuburan sampai di depan rumah orang yang diaben, dan berakhir

kembali di kuburan, yang umumnya diawali dengan pedeeng. Pengkajian

terhadap sarana upacara menyimpulkan bahwa ada kesamaan dengan sarana

upacara pengabenan yang dilakukan oleh masyarakat di desa tetangga, yang

berbeda hanyalah mayat tidak dikremasi tetapi dikubur dan tidak ada upacara

Page 23: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

17

pembuangan abu jenasah yang disebut nganyud. Upacara dipimpin oleh Balian

Desa yang dipilih dalam Paruman Desa. Balian Desa ini diberi tanggung jawab

melakukan upacara Pitra dan Manusa Yadnya.

Upacara Ngaben Beya Tanem dilakukan dengan jalan ngelanus, artinya

setelah pelaksanaan upacara penguburan dilanjutkan dengan upacara ngerorasin.

Upacara ngerorasin dimaksudkan untuk menstanakan Dewa Hyang. Sesudah tiga

hari pelaksanaan upacara, dilanjutkan dengan upacara nebus pitra, yang

dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih kepada Balian Desa yang telah

membantu penyelenggaraan upacara. Dengan telah dilaksanakannya upacara

ngerorasin, maka berakhirlah upacara Ngaben Beya Tanem.

Berdasarkan penelitian dan tulisan di atas, nampaknya upacara Ngaben

Beya Tanem berbeda dengan prosesi upacara ngelanus. Adapun yang

membedakannya adalah: 1) dalam pelaksanaan upacara Ngaben Beya Tanem

jenazah dikubur atau tidak dibakar, sedangkan menurut ketetapan sedangkan pada

upacara ngaben ngelanus yang dilakukan di Provinsi DKI Jakarta melalui proses

dibakar. 2) Pelaksanaan upacara Mabeya Tanem di Desa Tengkudak diiringi

tarian Baris Memedi, sedangkan pada pelaksanaan Upacara Ngaben Ngelanus

tidak diwajibkan adanya pementasan tari. Hanya saja pada pelaksanaan upacara

Mabeya Tanem di Desa Tengkudak juga upacara ngaben ngelanus di DKI Jakarta

sama-sama memiliki kelebihan demikian juga kekurangannya, dan sama-sama

diyakini benar oleh masyarakat setempat. Untuk dapat memahami mengapa

pelaksanaan upacara itu sama-sama diyakini dan dianggap benar sehingga masih

dilaknakana maka jawabannya akan lebih sempurna jika penelitian ini dilanjutkan

Page 24: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

18

karena dapat dipahami dasar dan alasan mereka melaksanakan upacara dimaksud

apakah mematuhi tradisi atau berdasarkan referensi kitab suci yang dijadikan

sebagai rujukan. Sebab jika hanya berdasarkan pada tradisi tentu masih perlu

digali dan dicari dasar hukum yang dijadikan acuan pelaksanaan upacara, sebab

upacara pengabenan merupakan kewajiban dan merupakan keharusan untuk

dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu. Masalahnya jika warga desa Tengkudak

berpindah domisili ke tempat lain tentunya pelaksanaan upacara Pengabenan

Beya Tanem yang dilaksanakan di Desa Tengkudak tidak bisa diterapkan di

daerah lain.

Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut di atas, upacara ngaben

ngelanus bagi Umat Hindu di Provinsi DKI Jakarta belum ada yang meneliti,

untuk itu kiranya sangat penting untuk diteliti lebih lanjut dan diangkat sebagai

pokok pikiran dalam tulisan ilmiah.

2.2 Konsep

Konsep adalah abstaksi mengenai satu fenomena yang dirumuskan atas

dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau

individu tertentu. Konsep-konsep sebagai pendukung analisis dalam penelitian ini

akan dijelaskan, sehingga dapat memberi bingkai sesuai dengan permasalahan

yang akan dijadikan obyek penelitian. Adapun konsep yang akan dijelaskan

terkait dengan penelitian ini meliputi: konsep filosofis, konsep upacara, konsep

ngelanus, konsep masyarakat Hindu, konsep DKI Jakarta.

Page 25: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

19

2.2.1 Pengertian Esensi

Pengertian Esensi menurut kamus umum bahasa indonesia adalah

hakekat, inti; hal pokok. (Poerwadarminta, 1991 : 278). Esensi adalah substansi

yang paling mendasar dari suatu isu. Maka tanpa menyelesaikannya apalagi tidak

menyentuhnya, tidak akan ada penyelesaian apalagi kemajuan. Tanpa mengetahui

esensi dari sesuatu yang akan di bahas maka kita sulit untuk membedakan mana

yang merupakan kulit dan mana isi dari suatu persoalan.

Maka dalam penelitian ini ditekankan pada esensi, agar dapat menggali

secara dalam apa sebenarnya yang menjadi esensi / hakekat, inti; hal pokok dari

ngaben ngelanus. Apakah esensi dari ngaben ngelanus sama dengan ngaben yang

biasanya. Bagimana praktik ngaben ngelanus apakah tetap sempurna dalam

pelaksanaanya tanpa mengurangi makna dan nilai dari Ngaben yang biasa.

2.2.2 Pengertian Upacara

Konsep upacara dalam hubungannya dengan pelaksanaan yajña menurut

Agama Hindu, bahwa pengertian upacara adalah sebuah kata yang berasal dari

bahasa Sansekerta yang berarti “mendekati” dan berarti juga penghormatan

(Wiana, 1998 : 42). Sedangkan menurut (Mas Putra, 2001 : 6) upacara berasal

dari kata "upa" yang berati berhubungan dan "cara" yang berarti gerakan. Jadi

upacara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan. Gerakan dalam

hal ini dapat ditafsirkan sebagai pelaksanaan sesuatu Jadi upacara yang dimaksud

dalam Agama Hindu adalah pelaksanaan dan suatu yajña atau korban suci. Lebih

lanjut (Sura 1999 : 38) menyatakan bahwa upacara agama adalah rangkaian

Page 26: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

20

upacara yang urut dan sistimatis formalistik. Upacara juga berati gerakan

sekeliling kehidupan manusia, aktivitas-aktivitas manusia dalam upaya dan usaha

menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi dengan segenap Asta

Dewatanya (Supartha, 1997 : 34). Dalam kamus Sansekerta Indonesia dijelaskan

bahwa upacara memiliki arti "mendekati" (Tim Penyusun, 2000 : 112). Secara

maknawi inti upacara agama merupakan aktivitas manusia untuk senantiasa

mendekatkan diri kepada sesama dalam bentuk saling mengabdi sesuai dengan

swadharma masing-masing, dekat kepada alam lingkungan dalam wujud menjaga

lingkungan alam dan yang paling penting adalah membangun rasa lebih dekat

kepada Ida Sang Hyang Widhi sesuai dengan konsep Agama Hindu yaitu Tri Hita

Karana.

Upacara Yadnya merupakan salah satu korban/persembahan suci yang

dilakukan oleh umat Hindu untuk menghubungkan atau mendekatkan dirinya

dengan Ida Sang Hyang Widi. Robertson Smith (dalam Koentjaraningrat 1985;

23) mengungkapkan tentang upacara bersaji sebagai suatu aktivitas untuk

mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa, dalam hal ini dewa atau

para dewa dipandang sebagai suatu komunitas, walaupun sebagai warga

istimewa. Selanjutnya ia menggambarkan upacara bersaji sebagai suatu upacara

yang dilaksanakan dengan gembira, bahkan terkadang sangat meriah dan juga

keramat. Ritus dan upacara menjadi kegiatan manusia sejak jaman prasejarah

hingga kini, bahkan menjadi isu sentra kegiatan manusia dalam mengatasi dirinya

dari ketidak berdayaan hidup dan hal-hal yang gaib. Ritus dan upacara kematian

Page 27: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

21

menjadi salah satu religi yang penting dalam hidup ini untuk meningkatkan

kehidupan leluhur dan keluarga yang hidup.

Dalam buku yang berjudul Die Geistige Kultur der Naturvolker (1904

dalam Koentjaraningrat, 1985: 25) Preusz mengungkapkan bahwa, pusat dari

setiap sistem religi dan kepercayaan di dunia adalah ritus dan upacara, dan

melalui kekuatan-kekuatan yang dianggap berperan dalam tindakan-tindakan gaib

seperti itu, manusia meyakini dapat memenuhi kebutuhannya serta mencapai

tujuan hidupnya, baik yang sifatnya material maupun spiritual.

Menurut Mircea Eliade (dalam Mariasusai Dhavamony, 1995 : 167) yang

menyatakan bahwa tindakan agama terutama ditampakkan dalam upacara (ritual)

atau dapat dikatakan ritual merupakan agama dalam tindakan. Tindakan agama

ini merupakan tindakan simbolis sebagai perwujudan dari makna religius dan

sarana untuk mengungkapkan sikap-sikap religius. Simbol itu sendiri menjadi

pokok ketegangan dan dilema yang terwujud dalam agama. Di samping itu

simbol-simbol digunakan untuk memberikan kemungkinan suatu perpanjangan

dari penampakan yang Illahi.

Selain itu Mircea Eliade (dalam Mariasusai Dhavamony, 1995 : 183)

menyatakan pula, bahwa upacara (ritual) mengakibatkan perubahan ontologis

pada manusia dan mentransformasikannya kepada situasi keberadaan yang baru,

misalnya; penempatan pada lingkup yang kudus.

Page 28: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

22

2.2.3 Pengertian Pitra Yadnya

Kata pitra yajña berasal dari dua kata yaitu pitra dan yajña. Pitra/ pitara

artinya bapak, ibu atau leluhur yang telah meninggal, sedang yajña dari kata yaj

yang artinya persembahan. Menurut Wijayananda, kata yajña sesungguhnya

berasal dari kata Sanskerta yang diartikan pemujaan, persembahan, korban suci,

upacara korban dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Bhagawadgita menurut

Wijayananda, Yajna diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan

penuh keikhlasan dan kesadaran sebagai persembahan (Wijayananda, 2004:14).

Sedangkan menurut Tim Penulis buku Catur Yajña Pemda Tingkat I Bali

(1989/1990) kalimat Pitra Yajña terdiri dari kata Pitra (pitara) dan yajña. Pitra

(pitara) berarti bapak/ibu leluhur yang terhormat sinuhun dan yajña berarti

penyaluran tenaga atas dasar suci, untuk keselamatan bersama atau pengorbanan.

Jadi yang dimaksud pitra yajña ialah suatu penyaluran tenaga (sikap, tingkah laku

dan perbuatan) atas dasar suci (ikhlas) (persembahan) yang ditujukan kepada

leluhur untuk keselamatan bersama (Tim, 1989/1 990:75).

Ajaran suci Veda disamping mengamanatkan untuk memuja Tuhan Yang

Maha Esa, para dewata, juga diamanatkan untuk memuja leluhur, karena pada

nakikatnya para leluhur adalah perwujudan atau pengejawantahan dewata (Pitr

dewo bhawa, mair dewo bhawa, ayah adalah perwujudan dewata, ibu adalah

perwujudan dewata). Roh suci leluhur yang telah mencapai moksa, bersatu

dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Ada dua jenis leluhur, yakni yang

karena karmanya yang baik memperoleh sorga atau moksa, sedang yang

karmanya yang buruk memperoleh neraka (naraka). Selanjutnya kepada mereka

Page 29: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

23

yang mendapat tempat yang baik ( sorga dan moksa ) dimohon karuniannya,

sedang yang berada dalam lembah neraka, keturunannya patut mendoakan dan

berbuat baik untuk membebaskan mereka dari lembah kesengsaraan dengan doa,

mantra dan persembahan ( Yajña ) (Titib, 1998 : 225)

Persembahan kepada leluhur atau roh suci dalam kitab Manawa

Dharmasastra disebut pitra yajna (prasita) “gryarca pracitam petr tarpanam”,

Prasita adalah persembahan tarpana kepada lelluhur (Pudja dan Sudharta, Mdhs,

III : 74). Perintah pelaksanaan pitra yajña kepada umat manusia yang

mempunyai leluhur demi membahagiakan dan mendoakan agar menyatu dengan

Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan dalam kitab Manawa Dharmasastra III.82 :

Kurya daharahah craddham Annadyeno dakena wa, Payo mula phalairwapi

Pitrbhyah pritimawaham Terjemahannya : Upacara pitra yajna yang harus kamu lakukan, Hendaknya setiap harinya melakukan sraddha dengan mempersembahkan nasi atau dengan air atau susu dengan ubi-ubian dan buah-buahan dan dengan demikian menyenangkan para leluhur. (Pudja dan Sudharta, 2002 : 154)

Pernyataan sloka tersebut di atas memberikan inspirasi kepada umat untuk

tetap menghaturkan persembahan kepada leluhur. Persembahan tidak diukur dari

besar dan kecilnya harga, tetapi nilai persembahan itu diukur dari ketulusan dan

cinta kasih sraddhā atau yajña yang dipersembahkan. Dengan

mempersembahkan sebagian makanan yang dimiliki yang dilandasi hati yang

suci akan memberikan kedamaian dan kebahagiaan para leluhur.

Tidak mengurangi makna/nilai persembahan kepada para leluhur, selain

menghaturkan persembahan agar para leluhur bahagia dan damai atau mencapai

Page 30: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

24

moksa bagi yang belum, juga persembahan itu dilakukan untuk memohon maaf

atas kesalahan dan mohon bimbingan kepada para leluhur agar anak

keturunannya sejahtera dan bahagia. Pernyataan tersebut diperkuat oleh mantram

Rgveda X. 15:4

Barhasadah pitara ūti arvāg Imā vo havyā cakrma juṣadhvam

Ta ā gata avasā ṣamtamena Atha naḥ sāṁ yor arapo dadhāta

Terjemahannya: Wahai para leluhur yang duduk: bertebaran, datanglah kemari dengan (membawa) pertolongan, upacara persembahan ini kami persembahkan untuk anda semoga anda bahagia. Datanglah dengan pertolongan bermanfaat, karuniailah kami kesehatan, rahmat dan bebaskan dari keperihan. (Titib, 1989:227)

Pada intinya upacara pitra yajna dilakukan untuk memuja Tuhan Yang

Maha Kuasa agar kita yang masih hidup dan para leluhur (pitara) bebas dari

penderitaan dan mencapai kebahagiaan dan kedamaian yang abadi. Karena hidup

yang bahagia dan damai lahir dan bathin merupakan cita-cita dan tujuan manusia

hidup. Apalagi mencapai kemanunggalan dengan Brahman. Menurut Aristoteles

tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan. Karena apabila sudah bahagia manusia

tidak memerlukan apa-apa lagi, kebahagiaan bernilai bukan dari suatu nilai lebih

tinggi lainnya, melainkan demi dirinya sendiri.

2.2.4 Pengertian Ngaben Ngelanus

Menurut Wiana (1998 : 32) Upacara Pitra Yadnya (ngaben) merupakan

suatu keharusan bagi umat Hindu untuk dilaksanakan kepada orang yang telah

meninggal, karena manusia selama hidupnya atmanya dibelenggu oleh dua

Page 31: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

25

lapisan sarira yang disebut : stula sarira dan suksma sarira. Maka ”ngaben” yang

artinya menujua api. Api dalam lambang agama Hindu yaitu melambangkan

”Brahma”. Dapat diuraikan kata ngaben artinya perjalanan menuju ke alamnya

Brahma. Kalau disimpulkan bahwa fungsi ngaben adalah melepaskan atma dari

ikatan Stula sarira (Panca Maha Bhuta).

Menurut Putra (1993) dalam Upacara Pitra Yadnya Recadana pada

warga bhakti yoga Desa Bestala bahwa yang disebut upacara pitra yajña (ngaben)

adalah serangkaian upacara penyucian dan ”Mrelina” serta penghormatan kepada

orang yang telah meninggal dunia (mrtyu) menurut agama Hindu. Selanjutnya

yang dimaksud dengan ”Mrelina” yaitu merubah suatu wujud sedemikian rupa

sehingga unsur-unsur yang ada kembali kepada asal semula (Panca Maha Bhuta).

Sarana yang digunakan untuk penyucian atau pembersihan pada jenazah adalah

air dan tirtha (air suci). Selanjutnya dalam pembakaran dan mrelina digunakan

”Api Pemrelina”.

Selanjutnya ”Ngelanus” (bahasa Bali), berasal dari kata lanus yang

berarti lancar/cepat. Ngelanus dalam bahasa Bali seketika. Dalam kaitannya

dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan, ”Upacara Ngaben Ngelanus”

yang dimaksudkan adalah pelaksanaan ”Upacara Ngaben” sampai ”Nyekah”

yang dilaksanakan dalam waktu satu hari. Pelaksanaan Upacara Ngaben seperti

ini saat ini menjadi pilihan bagi umat Hindu di Provinsi DKI Jakarta. Fenomena

tersebut merupakan salah satu alasan mengapa penelitian ini dilakukan.

Page 32: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

26

2.2.5 Agama Hindu

Agama Hindu adalah agama yang paling tua di dunia. Diinspirasikan oleh

wahyu ("oleh nafas Tuhan"), para rsi jaman dahulu menyanyikan lagu yang suci

di hutan dan juga di tepian sungai India, jauh ribuan tahun sebelum Moses,

Buddha atau Kristus. Lebih dari ribuan tahun lagu ini tetap dinyanyikan oleh para

rsi, yang menggabungkan kebijaksanaan yang melahirkan agama Hindu yang

dikenal dengan nama Hinduisme saat ini. Nama asli dari Agama Hindu adalah

Sanatana Dharma (Kebenaran universal atau abadi). ( Pandit, 2006 : 3 )

Walaupun asal usul dari Hindu bagaimana pun juga kontroversial, para

cendekiawan setuju bahwa agama Hindu ada sejak awal 500 S.M, orang Persia

memanggil orang India yang tinggal di tepian sungai Indus (dikenal dengan nama

Sindhu dalam bahasa Sanskrta) sebagai Sindhus. Dalam Bahasa Persia, kata

Sindhu menjadi Hindu dan orang yang tinggal di India dikenal dengan nama

Hindu.

Tidak seperti agama lain di dunia, agama Hindu tidak berasal dari seorang

pendiri atau sebuah kitab, atau dimulai pada titik waktu tertentu. Sangat tidak

mungkin untuk menentukan waktu dan tempat asalnya. Dalam buku-buku

biasanya dikatakan bahwa Agama Hindu kira-kira terbentuk 1500 S.M, yang

didasarkan pada Teori Invasi Arya (lihat bab 39) yang sekarang tidak

dipergunakan lagi. Menurut teori ini bangsa Arya pada jaman Weda datang dari

India tengah, yang menyerbu India sekitar tahun 1500 S.M, menghancurkan pera-

daban yang lebih maju yaitu Peradaban Harappan, dan menyebarkan budaya

Weda di India. Berdasarkan bukti arkeologi dan kesusastraan, cendekiawan

Page 33: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

27

moderen telah menyebutkan bahwa tidak ada invasi Ārya dan orang-orang jaman

Rg Weda yang menyebut diri mereka Aryan (kata Ārya dalam bahasa Sanskrta

berarti kebijaksanaan), merupakan penduduk asli India dan merupakan salah satu

etnik grup sejak 6500 S.M atau bahkan lebih awal lagi.

Agama Hindu berkembang dari jaman pra-sejarah di India dalam bentuk

pantheon agama Monothéisme (contohnya memuja satu Tuhan dalam berbagai

cara dan bentuk). Sementara itu sejumlah kelas sosial muncul dalam masyarakat

Hindu dalam bentuk upacara agama yang besar-besaran, pengorbanan binatang,

pelaksanaan sistem kasta yang terlalu kaku dan pernyataan kesuperioran para

Brahmana dari kasta yang lainnya.

Agama Hindu di India, perkembangannya dapat diketahui dari kitab-kitab

suci Hindu yang terhimpun dalam Veda Sruti, Veda Smrti, Itihasa, Upanisad dan

sebagainya.

Pertumbuhan filsafat keagamaan (Darsana) dan perkembangan

pelaksanaan keagamaannya tak dapat melepaskan diri dari sumber-sumber

tersebut, sehingga perkembangan agama senantiasa bersifat religius, dalam arti

dan bernafaskan keagamaan. Agama Hindu merupakan sumber kekuatan batin

yang menjiwainya.

Perkembangan Agama Hindu di India, berlangsung dalam kurun waktu

yang amat panjang yaitu berabad-abad hingga sekarang. Sejarah yang amat

panjang itu menurut pendapat Govinda Das Hinduism Madras, 1924, halaman 25,

zaman dikatakan dapat dibagi 3 bagian yang besar, sekalipun batas-batas

Page 34: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

28

pembagiannya tak dapat dipastikan dengan jelas. Ketiga bagian itu adalah: (

Ngurah, dkk, 2005 : 15)

1. Zaman Veda Kuna.

Zaman ini dimulai dari datangnya bangsa Ārya kurang lebih 2500 tahun

sebelum masehi ke India, dengan menempati lembah sungai Sindhu, yang juga

dikenal dengan nama Punyab (daerah lima aliran sungai). Zaman Veda kuna

merupakan zaman penulisan wahtu suci Veda yang pertama yaitu Ŗg Veda.

Kehiduopan beragama pada zaman ini, didasarkan atas ajaran-ajaran yang

tercantum pada Veda Saṁhitā, yang lebih banyak menekankan pada pembacaan

pelafalan ayat-ayat Veda secara oral, yaitu dengan menyayikan dan

mendengarkan secara berkelompok.

2. Zaman Brahmana.

Pada zaman Brahmana, kekuasan kaum Brahmana amat besar pada

kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan-

persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Zaman brahmana ini

ditandai pula mulai tersusunnya “Tata Cara Upacara” beragama yang teratur.

Kitab Brahmana adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan Upacaranya.

Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan

yang termuat di dalam kitab suci Veda. ( Netra, 1994 : 2 )

3. Zaman Upanisad.

Pada zaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas kepada

upacara dan saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bhatin yang

lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Zaman Upanisad ini

Page 35: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

29

adalah zaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu zaman orang

berfilsafat atas dasar Veda. Pada zaman ini uncullah ajaran filsafat yang tinggi-

tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Ithihasa dan

Purana. Sejak zaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.

( Netra, 1994 : 2 )

2.2.6 Pengertian Filosofis

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata

’philos’dan”sophos”, menjadi ’philosophia’. Philos berarti cinta atau teman dan

shopos berarti bijaksana. Jadi philosophia atau fisafat berarti cinta kepada

kebijaksanaan atau pengetahuan. Pengetahuan atau kebijaksanaan memberi

kebenaran, bagi orang yang mencintai pengetahuan, karena itu yang mencarinya

adalah orang-orang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran

adalah karakteristik dari setiap filsuf dari dahulu hingga sekarang. Di dalam

mencari kebenaran itu, filsuf mempergunakan cara dengan berfikir sedalam-

dalamnya. Hasil filsafat disebut falsafah. Filsafat sebagai hasil berfikir sedalam-

dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-

tidaknya mendekati sempurna. Filsafat terbentuk karena berfilsafat. Dapat

disimpulkan bahwa berfilsafat adalah mencari kebenaran, dan filsafat adalah

sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan sebagai hasil dari

berfikir secara sistematis dan universal. (Burhanuddin Salam, 1996;24-25).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ialah suatu

ilmu atau usaha untuk mencari kebenaran yang hakiki, dengan cara berfikir

Page 36: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

30

sedalam-dalamnya secara sistematis dan universal untuk melahirkan

kebijaksanaan.

Sejalan dengan penjelasan diatas, penulis melihat bahwa dalam ajaran

Agama Hindu juga dikenal dengan adanya filsafat Saiva. Filsafat Saiva

merupakan satu cabang dari agama Hindu, dimana gambaran perbedaanya adalah

pemujaan bentuk phalus dari Siva. Saiva sebagai satu agama telah ada sejak

jaman prasejarah, terbukti dari hasil penggalian arkeologi yang ditemukan di

Harappa dan Mohenjodaro dan memiliki sejarah yang berlanjut paling kurang

5.000 tahun lamanya. Simbol phalus dari Siva, seperti yang ditemukan pada

reruntuhan pradaban lembah sungai Hindus, yang bahkan hingga saat ini

merupakan objek pemujaan diantara para pengikut aliran Saiva, yang merupakan

keyakinan hidup dari seluruh bagian India. Para arkeologis di Harappa

menemukan Siva Lingam, yaitu benda dari tanah liat yang di bakar, dengan

puncaknya yang menurut perkiraan Dr.R.E.M. Wheeler, merupakan sebuah

phalus, dan cincin tebal yang lebar, yang di nyatakan sebagai sebuah Yoni (

prinsip wanita).

Dari daftar kepustakaan yang berlaku pada saat ini menunjukkan bahwa

terdapat delapan aliran filsafat Saiva yaitu, Pasupata Dualisme, Saiva Siddhanta

Dualisme, Dvaitadvaita Saivaisme dari Lakulisa Pasupata,Vasistadvaita

Saivaisme dan Saiva Monistik dari Kasmir. Menurut Abhinavagupta secara

logika Filsafat Saiva berkembang dari Dualisme menuju monistik, melalui

Dvaitadvaita, (Maswinara,1999:213). Penulis melihat bahwa pengaruh filsafat

Saiva ini telah ada sejak lama, bahkan dari ajaran tentang Siwa telah melahirkan

Page 37: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

31

suatu agama dimana Siwalah yang dianggap sebagai Dewa tertinggi pada ajaran

ini. Di indonesia khususnya di Bali ajaran Siwa berkembang sanagt pesat dan

mempengaruhi setiap upacara atau ritual keagamaannaya. Ajaran Siwa yang kita

kenal disebut dengan Saiva Siddhanta.

2.2.7 Provinsi DKI Jakarta

Provinsi DKI Jakarta adalah sebuah bagian dari negara Indonesia,

bahkan terletak di tengah-tengah negara kesatuan Republik Indonesia. Berkenaan

dengan letak geografisnya juga posisinya sebagai ibu kota negara Indinesia,

penduduk Provinsi DKI Jakarta sangatlah heterogen, baik sukunya, bangsanya,

agamanya juga adat dan budayanya. Selain itu kehidupan masyarakat Provinsi

DKI Jakarta juga sangatlah sibuk, akan tetapi pelaksanaan agama, adat juga

budaya dari masing-masing daerah tidaklah ketinggalan, terutama pelaksanaan

upacara ngaben ngelanus masih tetap menjadi pilihan masyarakat Hindu DKI

Jakarta. Sehubungan dengan hal tersebutlah penelitian ini dilakukan

2.3. Landasan Teori

Dalam melakukan penelitian terhadap objek ini, tentunya peneliti tidak

dapat lepas dari teori. Oleh karena teori merupakan pijakan didalam mengupas isi

yang terkandung didalam objek yang akan diteliti. Dalam meneliti pelaksanaan

upacara khususnya Upacara Ngaben Ngelanus, banyak teori yang dapat

digunakan, akan tetapi dalam hal ini peneliti memilih menggunakan beberapa

Page 38: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

32

teori yang sangat mendukung keberhasilan penelitian ini. Sehubungan dengan hal

tersebut ada beberapa teori yang dipilih yakni :

2.3.1 Teori Religi

Makna agama (religi) berangkat dari pemahaman ke-Tuhanan sehingga

umat meningkatkan Sraddha (Keimanan) dan Bhakti (Taqwa) umat Hindu

kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan aneka nama (Titib,

2006:24). Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa ”suatu religi itu adalah suatu

sistem yang berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara-upacara yang

keramat”. Artinya yang terpisah dan pantang, keyakinan-keyakinan dan upacara

yang berorientasi kepada suatu komunitas moral yang disebut umat

(Koentjaraningrat, 1985 : 37)

Robertson Smith (dalam Koentjaraningrat 1985 : 23) mengungkapkan

tentang upacara bersaji sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas

dengan dewa atau para dewa, dalam hal ini dewa atau para dewa dipandang

sebagai suatu komunitas, walaupun bukan sebagai warga istimewa. Selanjutnya

ia menggambarkan upacara bersaji sebagai suatu upacara yang gembira, meriah

dan juga keramat.

Dalam buku yang berjudul Die Geistige Kultur der Naturvolker (1904 :

dalam Koentjaraningrat, 1985: 25) Preusz mengungkapkan bahwa, pusat dari

setiap sistem religi dan kepercayaan di dunia adalah ritus dan upacara, dan

melalui kekuatan-kekuatan yang dianggap berperan dalam tindakan-tindakan gaib

seperti itu, manusia mengira dapat memenuhi kebutuhannya serta mencapai

Page 39: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

33

tujuan hidupnya, baik yang sifatnya material maupun spiritual. Dengan demikian,

Preusz menganggap tindakan ilmu gaib dan upacara religi itu hanya sebagai dua

aspek dari satu tindakan, dan seringkali ia beranggapan bahwa upacara religi

memang bersifat ilmu gaib.

Ritus dan upacara menjadi kegiatan manusia sejak jaman prasejarah

hingga kini, bahkan menjadi isu sentra kegiatan manusia dalam mengatasi diri

dari ketidak berdayaan hidup dari hal-hal yang gaib. Ritus dan upacara kematian

menjadi salah satu religi yang penting dalam hidup ini untuk meningkatkan

kehidupan leluhur dan keluarga yang hidup.

Herts (dalam Koentjaraningrat, 1985 : 29), mengungkapkan bahwa mati

berarti suatu proses peralihan dari suatu kedudukan sosial yang tertentu ke

kedudukan sosial yang lain. Dalam peristiwa mati, manusia beralih dari suatu

kedudukan sosial dalam dunia ini, ke suatu kedudukan sosial dalam dunia mahluk

halus. Dengan demikian upacara kematian tidak lain dari pada upacara inisiasi.

Selanjutnya Herts, Van Gennep menyatakan bahwa dalam kaitannya

dengan upacara kematian semua ritus dan upacara itu dapat dibagi kedalam tiga

bagian, yaitu: 1) pemisahan atau separation, 2) peralihan atau marge, 3) integrasi

kembali atau agregation (dalam Koentjaraningrat, 1985: 32-33). Dalam bagian

pertama dari ritus, manusia melepaskan kedudukannya yang semula, acara ritus

biasanya terdiri dari tindakan-tindakan yang melambangkan perpisahan. Dalam

bagian kedua, ketika dianggap sudah mati sehingga dia tidak tergolong dalam

lingkungan sosial manapun, perlu dipersiapkan untuk menjadi manusia baru

dalam lingkungan yang baru. Dalam bagian ketiga, mereka diresmikan dalam

Page 40: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

34

lingkungan sosialnya yang baru. Dalam inisiasi sering ada acara dimana individu

yang bersangkutan secara pralambang seakan-akan dilahirkan kembali.

Berdasarkan uraian di atas teori religi sangat dibutuhkan dalam penelitian

ini mengingat Upacara Ngaben Ngelanus bagi umat Hindu di Provinsi DKI

Jakarta berfungsi sebagai sarana penyucian, hal mana dalam teori religi disebut

inisiasi.

2.3.2 Teori Simbol

Secara etimologi simbol adalah suatu hal atau keadaan yang merupakan

pengantaran pemahaman terhadap objek. Manifestasi serta karakteristik simbol

tidak terbatas pada isyarat fisik, tetapi dapat juga berwujud penggunaan kata-kata,

yakni simbol suara yang mengandung arti bersama serta bersifat standar.

Singkatnya, simbol berfungsi memimpin pemahaman subjek kepada objek

(Triguna, 2007). Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu simballo

(sumballein) yang berarti berwawancara, merenungkan, membandingkan,

bertemu, melempar menjadi satu, menyatukan. Secara leksikal kata simbol bererti

lambang (Poerwadarminta,1984 : 947). Imanuel Kant (dalam Triguna, 2000 : 29)

mendefinisikan simbol adalah perantara untuk menampilkan akal murni melalui

relasi dengan yang transendental. Menurut Kant, simbol berfungsi untuk (I)

menerapkan suatu pengertian objek pengalaman inderawi ; (2) untuk menerapkan

hokum refleksi atas pengalaman kepada objek lain.

Cassier membedakan pengertian antara tanda (sign) dan simbol (symbol),

tanda adalah bagian dari dunia fisik yang berfungsi sebagai operator dan

Page 41: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

35

memiliki substansi sedangkan simbol merupakan bagian dari dunia makna

manusia yang berfungsi sebagai signator oleh karena itu simbol tidak memiliki

kenyataan fisik tetapi hanya memiliki nilai fungsional (Triguna, 2000).

Menurrut Cassier dan Sradley dalam bingkai kebudayaan tidak semua

tindakan manusia bernuansa simbol, hanya tindakan-tindakan tertentu lazimnya

disebut simbol dan tindakan simbol itu memberikan suatu kekhususan seakan

akan mempertebal dan mempererat sifat-sifat tindakan biasa (Triguna, 2000 : 4).

Dalam makna tertentu, simbol acap kali memiliki makna mendalam, yaitu suatu

konsep yang paling bernilai dalam kehidupan suatu masyarakat. Simbol hanya

hidup selama simbol mengandung arti bagi kelompok manusia yang besar,

sebagai suatu yang mengandung milik bersama sehingga simbol menjadi simbol

sosial yang hidup dan pengaruhnya menghidupkan.

Teori ini akan dimanfaatkan untuk segala hal yang sifatnya simbol, untuk

menemukan makna simbolik, terkait dengan pelaksanaan “Upacara Ngaben

Ngelanus”.

2.3.3 Teori Fungsional Struktural

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti fungsi adalah

kegunaan suatu hal (Tim, 1995:282 ). Dalam bahasa latin, kata fungsi disebut

function yang artinya menjalankan, melaksanakan.Teori fungsional structural ini

menekankan pada keteraturan dan pengabaian konflik dan perubahan-perubahan

dalam masyarakat agama. Masyarakat agama merupakan suatu sistem sosisl yang

terdiri atas bagian–bagian yang satu sama lainnya saling berhubungan menyatu

Page 42: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

36

dalam keseimbangan perubahan yang terjadi pada suatu bagian yang akan

membawa perubahan pada bagian yang lainnya. Dasar berfikirnya, setiap struktur

dalam sistem sosial memiliki fungsional terhadap yang lainnya.

Tokoh teori ini adalah Merton, yang menyatakan bahwa para penganut

teori ini harus memperhatikan aspek peranan sosial keagamaan, pola-pola

institusional keagamaan, proses sosial keagamaan, serta organisasi kelompok

keagamaan. Sebenarnya masih banyak aspek yang dapat dikaji, tetapi pusat

perhatian senantiasa pada fungsi dari suatu fakta terhadap fakta lainnya.

Menurutnya, fungsi adalah akibat-akibat yang diamati menuju adaptasi atau

penyesuaian dalam suatu sistem sosial (Triguna, 1997:18).

Pitana dan Gayatri (2005:19) menyatakan bahwa ada beberapa asumsi

pokok teori fungsional structural yaitu sebagai berikut :

1. Masyarakat sebagai sistem sosial, terdiri dari bagian–bagian (subsistem)

yang interdependen. Masing-masing bagian mempunyai fungsi tertentu, yang

berperan menjaga eksistensi dan berfungsinya sistem secara keseluruhan .

2. Setiap elemen atau subsistem harus dikaji dalam hubungan dengan fungsi-

fungsi dan peranannya terhadap sistem, serta dilihat apakah subsistem

tersebut berfungsi atau tidak, dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh

perilaku suatu sistem. Jadi yang dilihat adalah fungsi real, bukan fungsi yang

seharusnya.

3. Kalau suatu sistem dapat mempertahankan batas-batasnya, maka sistem

tersebut akan stabil.

Page 43: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

37

4. Berfungsinya masing-masing bagian (subsistem) dan suatu sistem, akan

menyebabkan sistem ada dalam keadaan equilibrium. Masyarakat yang

equilibrium adalah masyarakat yang stabil dan normal karena semua faktor

yang saling bertentangan telah melakukan keseimbangan.

Pada pelaksanaan Upacara Ngaben Ngelanus terdapat pembahasan secara

struktural suatu pengorganisasian pelaksanaan Upacara Ngaben Ngelanus yang

sederhana akan tetapi tidak mengurangi fungsi dan maknanya. Pada pelaksanaan

“Upacara Ngaben Ngelanus” di Provinsi DKI Jakarta masing-masing subsistem

organisasi kemasyarakatan berperan aktif dan mengatur dirinya untuk dapat

berfartisifasi secara aktif sehingga upacara dapat dilaksanakan dengan baik dan

lancar.

Page 44: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

38

2.4 Model Penelitian

WEDA

KARANGKA DASAR AGAMA HINDU

TATTWA SUSILA UPACARA

NGABEN NGELANUS

MOKSARTAM JAGADHITA YA CA I TI DHARMA

BENTUK FUNGSI MAKNA

Page 45: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

39

Weda adalah kitab suci Umat Hindu. Ajaran agama Hindu meliputi tattwa,

susila dan Upacara. Upacara agama Hindu disebut panca yajña, yaitu Dewa

yajña, Bhuta yajña, Pitra yajña, Manusa yajña dan Resi yajña. Upacara Ngaben

Ngelanus termasuk upacara pitra yajña. Upacara pitra yajña berfungsi sebagai

pembebasan diri dari hutang terhadap para leluhur, juga sebagai penyucian arwah

orang yang telah meninggal agar arwahnya tidak dikutuk menjadi bhuta cuil,

yang mengotori dunia. Melalui pelaksanaan upacara pitra yajña maka alam

semesta akan tersucikan sehingga keadaannya menjadi damai.

Page 46: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

40

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam membuat kajian ilmiah, selain berlandaskan kepada teori diperlukan

pula metode-metode tertentu sesuai dengan obyek yang diteliti. Metode adalah

suatu jalan yang dapat dipakai untuk mendekatkan kita kepada obyek ilmu

pengetahuan atau cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan (Surachmad,

1979:121).

Metode mempunyai peranan penting dalam megumpulkan dan megolah

data pada pelaksanaan penelitian. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,

metode didefenisikan sebagai cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk

mencapai suatu maksud (Poerwadarminta, 1991:149).

Metode adalah usaha menemukan, mengembangkan dan menguji

kebenaran suatu pengetahuan. Usaha ini dilakukan dengan menggunakan metode-

metode ilmiah (Hadi, 1981:4).Untuk mengetahui suatu karya ilmiah hendaknya

mempergunakan perhitungan-perhitungan yang tepat, sehingga perlu dirumuskan

metode yang relevan dengan permasalahan, sehingga dapat mencapai tujuan yang

diinginkan dalam penelitian.

3.1 Lokasi Penelitian

Mengingat pelaksanaan upacara agama Hindu sangat ditentukan oleh

Desa (tempat), Kala (waktu) juga Patra (keadaan), dimana upacara agama

tersebut dilaksanakan maka penentuan Lokasi sangatlah diperlukan. Sehubungan

Page 47: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

41

dengan hal tersebut, peneliti membatasi lokasi penelitian ini hanya di Provinsi

DKI Jakarta. Adapun maksud pembatasan lokus penelitian ini adalah agar hasil

yang diperoleh dapat bermanfaat semaksimal mungkin.

3.2 Jenis Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini bersumber pada peristiwa yang dilakukan oleh

masyarakat, jadi proses pendekatannya dilakukan secara deskriptif dan metode

yang digunakan dalam upaya pengumpulan data ditempuh pendekatan yang

bersifat kualitatif, artinya ukuran data yang dihasilkan tidak berwujud benda,

melainkan gejala atau nilai yang akan diukur secara kualitatif dan tidak secara

statistik. Hadjar dalam Kantriani ( 2008 : 41 ) menyatakan penelitian kualitatif

bertujuan nuntuk mendapat pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan

sosial dari perspektif partisipan, tetapi didapat setelah melakukan analisis

terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan penelitian

tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya

abstrak tentang kenyataan-kenyataan.

Selanjutnya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan struktural kemasyarakatan. Melalui pendekatan sosial

kemasyarakatan diharapkan dapat terfokos pada sejumlah konsep khususnya

sehingga dapat dipahami filosofinya.

Page 48: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

42

3.3. Penentuan Informan

Metode penentuan informan dalam penelitian ini adalah menggunakan

model purposive. Digunakan model purposive ini dalam menentukan informan,

karena informan dipilih oleh peneliti sendiri yang dipandang mampu memberikan

informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Informan yang dipilih telah memenuhi syarat-syarat tertentu terutama

tingkat pengetahuan yang dimiliki dan yang tidak kalah pentingnya adalah

kejujuran di dalam memberikan keterangan nantinya. Sehingga akan

mendapatkan informasi yang benar berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (

Kaelan, 2005: 181 )

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan tiga pendekatan,

yaitu (1) pendekatan posisional, (2) pendekatan reputasional, dan (3) pendekatan

pengambilan keputusan. Dalam pendekatan tersebut dapat ditentukan tokoh mana

yang merupakan ahli agama, tokoh agama dalam lembaga formal dan informal

pada lembaga adat, yang dianggap benar-benar memahami persoalan dan

permasalahan yang diangkat dalam satu penelitian.

Untuk menghindari adanya penyimpangan dalam menentukan informan

kunci, diperhatikan juga heterogenitas informan, seperti pendidikan, pengalaman

dan pemahaman terhadap persoalan yang sedang diteliti.

Page 49: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

43

3.4. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat

dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Data primer yaitu hasil observasi lapangan tentang pelaksanaan upacara

ngaben nglanus itu sendiri.

2. Data skunder adalah buku-buku yang merujuk pada pelaksanaan upacara

kematian.

3. Data penunjang yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

narasumber yang sudah ditentukan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan bahan-

bahan sebagai sumber tertulis, atau informasi yang dapat digunakan sebagai

pedoman dalam penulisan karya ilmiah. Dalam hal pengumpulan data ini

digunakan metode studi kepustakaan dan wawancara.

Secara sederhana perpustakaan dapat dirumuskan sebagai usaha yang

dengan teratur dan sistimatis, menyelenggarakan pengumpulan, perawatan dan

pengolahan bahan pustaka untuk disajikan dalam bentuk pelayanan yang bersifat

edukatif, informative dan rekreatif, kepada masyarakat (Surjono, 1979:5).

Adapun maksudnya adalah untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari

berbagai sumber dan keterangan-keterangan yang merupakan berbagai pendapat

dan hasil penelitian serta pembahasan para sarjana yang ada hubungannya dengan

masalah yang diungkapkan.

Page 50: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

44

3.5.1 Observasi

Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung (Burhan, 2003 : 26).

Menurut Koentjaraningrat (1997 : 139) “Pengamatan” merupakan metode yang

pertama digunakan dalam penelitian ilmiah, dan menuntut dipenuhinya syarat-

syarat tertentu yang merupakan jaminan hasil pengamatan memang sesuai dengan

kenyataan yang menjadoi sasaran penelitian.

Menurut Ronny Hanitijo Soemitro (1935:62) mengatakan observasi

adalah pengamalan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai

tenomena sosial dan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.

Sedangkan menurut Bogdan dalam Moleong (2004:117) mendefinisikan

pengamatan berperanserta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang

memakan waktu cukup lama antara subjek dan lingkungan subjek, dan selama itu

data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku

tanpa gangguan.

Jadi berdasarkan uraian tersebut metode observasi partisipatif atau

pengamatan berperanserta digunakan dalam penelitian ini pengamatan langsung

ke obyek penelitian untuk mengetahui keadaan daerah penelitian yang dikunjungi

termasuk informan dengan melakukan pengamatan serta meneliti hal-hal yang

penting.

Page 51: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

45

3.5.2 Wawancara

Moleong ( 2004 : 135 ) menyebutkan, wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan itu.

Black dan Champion ( 2001 : 305 ) mengatakan, wawancara adalah

teknik penelitian yang paling sosioogis dari semua teknik-teknik penelitian sosial.

Ini karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dengan

responden.

Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara mendalam (indept

interview), artinya wawancara dilakukan secara berkesinambungan kepada

sejumlah informan dengan harapan dapat mengorek informasi yang dibutuhkan

sehingga mampu menjawab segala persoalan yang mungkin timbul dalam

penelitian ini. Dengan cara tersebut diharapkan wawancara dapat berlangsung

dengan lancar. Hasil wawancara dicatat secara manual, lengkap dan utuh. Catatan

hasil penelitian dalam bentuk wawancara dipisahkan secara individu, sehingga

menghasilkan banyak catatan data lapangan yang banyaknya sesuai dengan

banyaknya jumlah informan.

3.5.3 Kepustakaan

Ali ( 2003 : 157 ) menyatakan, secara garis besar studi keperpustakaan

bersumber dari teori-teori dan konsep-konsep dari sumber bacaan umum seperti

buku-buku teks, enklopedi, monograf dan lain-lain. Generalisasi dapat ditarik

Page 52: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

46

dari sumber bacaa khusus seperti, hasil-hasil penelitian terdahulu, jurnal, skripsi,

tesis, disertasi dan lain-lain.

Metode kepustakaan adalah suatu metode yang dilakukan melalui

penelitian kepustakaan guna mencari informasi dan teori-teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti (Bawa, 1986 : 28). Studi kepustakaan adalah suatu

metode pengumpulan data yang berguna untuk memahami lingkup materi dan

karangka teori guna mempermudah analisis.

Kepustakaan adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan-

peninggalan tertulis, terutama berupa arsip dan termasuk buku tentang pendapat,

teori yang berhubungan dengan masalah penelitian (Nawawi, 1983 : 133). Data

yang didapat berupa data primer berupa hasil observasi lapangan yang akan

dianalisa, sekaligus buku-buku penunjangnya yang dibutuhkan dalam

menyelesaikan penelitian ini. Terkait dengan penelitian ini kepustakaan diperoleh

dari Perpustakaan STAH DN Jakarta, Perpustakaan pribadi, Perpustakaan

Nasional dan lain-lainnya dalam bentuk lontar, buku, hasil penelitian, produk

media massa seperti surat kabar, majalah maupun hasil seminar dan lain-lain

yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

3.7 Analisis Data

Analisis data yaitu proses penyusunan data agar dapat menggolongkan

data yang menyangkut, bentuk, fungsi dan makna Ngaben Ngelanus di provinsi

DKI Jakarta.

Page 53: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

47

Data sebagai bahan mentah harus diolah dengan tepat agar menperoleh

tujuan yang telah dirumuskan. Setelah data diperoleh dan dikumpulkan melalui

observasi, studi kepustakaan dan wawancara di lapangan dipandang cukup, maka

selanjutnya data diolah dan dianalisa melalui prosedur .

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif diperoleh dengan menganalisis terlebih dahulu

sebelum ditulis. Metode analisis kualitatif ini penulis mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya tentang ngaben ngelanus yang didapatkan dari buku-buku,

lontar-lontar dan informan yang penulis anggap menunjang dalam penulisan

karya ilmiah ini.

3.8 Penyajian Hasil

Mengingat pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

metode kualitatif, maka dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan secara eksploratif (menjelajah) karena bertujuan menggali ketentuan-

ketentuan yang ada pada obyek penelitian.

Hamidi (2004:78), menyebutkan bahwa penyajian data pada dasarnya

terdiri dari hasil analisis data yang berupa cerita rinci dari para informan sesuai

dengan ungkapan atau pandangan mereka apa adanya (termasuk hasil observasi)

tanpa ada komentar, evaluasi dan interpretasi. Yang kedua berupa pembahasan

yaitu diskusi antara data dan temuan dengan teori-teori yang digunakan (kajian

teoretik atau data temuan).

Page 54: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

48

Data yang sudah diolah, agar mudah dan dimengerti oleh orang lain atau

pengambilan keputusan, maka ditampilkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu.

Penampilan data yang sudah diolah tersebut ke dalam bentuk-bentuk penyajian

data (Iqbal, 2002:93).

Berdasarkan uraian tersebut di atas penyajian data dilakukan dalam

bentuk deskriptif yaitu data diuraikan dalam kalimat-kalimat sehingga

membentuk suatu pengertian yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Page 55: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

49

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, I Nyoman Arjana. 2003. Ngaben Beya Tanem di Desa Tengkudak Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Tesis Magister Program Pascasarjana : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Denpasar.

Ali, Sayuti, HM. 2003. Metodelogi Penelitian Agama Pendekatan Teori Dan

Praktek. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Bawa, Wayan. 1986. Ringkasan Metodelogi Penelitian. Singaraja : Bioma. Dhavamony, M. 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta : Kanisius. Hamidi. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang : Universitas

Muhammadiyah. Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya.

Ghalia Indonesia. Kantriani, Ni Ketut, 2008. ”Upacara Ngebo di Desa Adat Ababi, Kajian Fungsi,

Bentuk, Makna”. Tesis Magister Program Pascasarjana Institut Hindu Negeri Dharma Negeri Denpasar.

Koentjaraningrat. 1985. Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka. Mas, Putra. 2001. Upakara Yadnya. Denpasar. Maswinara, I Wayan, 1997. Srimad Bhagawad Gita Dalam Bahasa Inggris dan

Indonesia. Surabaya : Paramita Maswinara, I Wayan, 1999, ”Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha)”

Surabaya : Paramita Moeleong, Lexy. J. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT

Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari, 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah

Mada Universitas Press. Netra, Anak Agung Gde, 1994. Tuntunan Dasar Agama Hindu. Jakarta :

Departemen Agama RI. Ngurah, Igusti Made, dkk, 2005. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk

Perguruan Tinggi. Surabaya : Paramita.

Page 56: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

50

Ningrat, Jero Ayu, 2006. ”Banten Panjang Ilang Dalam Upacara Ngaben di

Mataram Kajian Fungsi, Bentuk, Makna”. Tesis Magiter Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Pandit, Bansi. 2006., Pemikiran Hindu (Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu dan

Filsafat). Surabaya : Paramita.

Pudja, Gede dan Sudharta, Tjokorda Rai, 2002. Manawa Dharmasastra, Jakarta : Pelita Nursatama Lestari.

Poerwadarminta, 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Rasmini, Sang Ayu Made, 2008. ”Upacara Pitra Yajnya Recadana Pada Warga

Bhakti Yoga Desa Bestala Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng, Tinjauan Bentuk, Fungsi, Dan Makna”. Tesis Magister Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Relin D.E, 2005. “Teologi Hindu Dalam Ritual Kematian Masyarakat Jawa,

Kajian Fungsi, Bentuk, Makna” Tesis Magiter Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Salam, Burhanuddin, 1996. ”Filsafat Pancasila” Bandung: Rineka Cipta. Suastini, Ni Nyoman, 2001. ”Upacara Ngaben Matempung di Desa Gadungan,

Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan. Analisis Fungsi, Bentuk, Makna”. Tesis Magiter Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Sura, dkk, 2002. Kamus Istilah Agama Hindu. Denpasar : Pemerintah Propinsi

Bali. Surachmand, Winarno, 1979. Paper, Skripsi, Tesis, Deskripsi. Bandung : Tarsito. Suryono, H. Yusuf, Abduh, 2008. Reformasoi Teologi Mohammad Abduh vis â

vis Muhammad Iqbal. Semarang : Rasail Media Group. Soemitro, H.R. 1985. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia Werdinaya, K, 2007. ”Upacara Beya Tanem pada Dua Tradisi Kuno Desa

Pakraman Puakan dan Pakusebe, di Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar”. Tesis Magiter Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Wiana, I Ketut, 1998. Berbhakti Pada Leluhur, Upacara Pitra Yadnya dan

Upacara Nuntun Dewa Hyang. Paramita : Surabaya.

Page 57: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

51

Wiana, I Ketut, 2001. Makna Upacara Yajna Dalam Agama Hindu. Surabaya :

Paramita. Tim Penyusun, 1989/1990. Catur Yadnya. Denpasar : Pemda Tingkat I Bali. Titib, I Made, 1998. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Umat Hindu. Surabaya :

Paramita. Titib, I Made, 2006. Persepsi Umat Hindu di Bali Terhadap Sorga, Neraka

Moksa Dalam Swargarohana Parwa, Perspektif Kajian Budaya. Denpasar : Paramita Surabaya.

Tim Penterjemah, 1997. Teks Alih Aksara dan Alih Bahasa Lontar Yama Purwwa

Tattwa, Yama Purana Tattwa, Yama Purwana Tattwa, Yama Tattwa. Denpasar : Kantor Dokumentasi Budaya Bali, Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Tim Penyusun, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Triguna, IB Yudha, 2000, “Teori tentang Simbol” Widya Dharma. Wijayananda, Ida Pandita Mpu Jaya, 2004. Mana Filosofis Upacara dan

Upakara, Surabaya : Paramita.

Page 58: KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA …aaokapuspa.com/.../08/KAJIAN-ESENSI-NGABEN-NGELANUS-DALAM … · KAJIAN ESENSI NGABEN NGELANUS DALAM PARADIGMA ... TEORI, DAN MODEL

Tempat dan Jadual Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di Provinsi DKI Jakarta.

2. Waktu Penelitian

Proses penelitian akan penulis laksanakan dan harapan dapat selesai dalam waktu

6 bulan, mulai dari usulan penelitian sampai penyelesaian tesis.

Jadual Penelitian sebagai berikut:

Juli Agst Sept Okt Nop DesTahap I : Penyusunan Usulan Tesisa. Menyusun usulan penelitianb. Sidang usulan penelitianc. Perbaikan usulan penelitianTahap II : Penulisan Tesisa. Menyusun pertanyaanb. Observasic. Analisis dan pengelolaan datad. Penulisan laporan teisie. Bimbingan tesiaTahap III : Sidang Tesisa. Bimbingan tesisb. Sidang tesisc. Perbaikan tesis

3

KegiatanNoBULAN (tahun 2012)

1

2